Anda di halaman 1dari 104

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radiasi peng-ion adalah Radioaktivitas adalah jenis energi yang dihasilkan

ketika atom bergerak secara spontan hancur menjadi gelombang

elektromagnetik (gamma atau sinar-X) atau partikel (neutron, beta atau alfa),

dan energi ekstra yang dilepaskan adalah radiasi pengion. Radionuklida

adalah unsur tidak stabil yang terurai dan melepaskan radiasi pengion. zat

radioaktif dan sumber radiasi lainnya telah digunakan baik di bidang

kesehatan maupun industri selama beberapa dekade. (Sugiyono, 2019).

Proses pengawasan sangat teliti, terutama dalam hal kredensial pribadi. Orang

yang bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya peristiwa berbahaya,

seperti kecelakaan radiasi. Karyawan yang menggunakannya harus berhati-

hati radiasi tidak dapat dilihat dengan mata telanjang dan tidak dapat

dirasakan ketika mengenai tubuh (Wibowo, 2020). Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) merupakan sarana pencegahan kecelakaan kerja

yang meliputi karyawan, dunia usaha, lingkungan, dan masyarakat


2

sekitar (Tarwaka, 2019). Perlindungan sistem K3 menggabungkan sejumlah

komponen, termasuk manajemen, tenaga kerja, dan tempat kerja itu sendiri.

Hal ini membantu mengurangi kemungkinan kecelakaan kerja dan penyakit

akibat kerja, menjadikan tempat kerja efektif sehingga produktifitas

meningkat (Utami, 2020).

Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012, yang menciptakan sistem

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, berisikan upaya K3 wajib

diadakan di tiap tempat kerja, khususnya diwilayah yang tinggi bahaya

kesehatannya serta mudah terpapar penyakit dan memiliki karyawan paling

sedikit berjumlah 100 orang (Kemenkes RI, 2012). Penggunaan teknologi

nuklir semakin maju seiring dengan kemajuan beberapa teknologi lainnya.

Dua industri utama yang menggunakan teknologi nuklir terkini adalah sektor

industri dan kesehatan. Radiasi diperlukan untuk terapi, dan radiofarmasi

digunakan dalam pengobatan sebagai aplikasi nuklir. Radiasi juga digunakan

di kawasan industri untuk radiografi, pengukuran, dan logging. (Wibowo,

2020). Ada 12.189 izin penggunaan energi nuklir untuk 2/894 organisasi di

Indonesia pada tahun 2015, menurut statistik Badan Pengawasan Tenaga

Nuklir (BAPETEN). 2.061 agen, sekitar 71,2% dari total, dan 6.196 lisensi

agen, atau sekitar 50,8% dari total, adalah izin dan agen untuk digunakan

dalam industri medis. Menurut informasi ini, industri medis Indonesia paling

banyak menggunakan energi nuklir. (Koesyanto, 2019).


3

Rumah sakit adalah pusat canggih untuk perawatan kesehatan masyarakat dan

penelitian medis. Kompleksitas fasilitas dan peralatan yang dapat diakses di

rumah sakit meningkat seiring dengan ruang lingkup praktiknya (Moleong,

2020). Rumah sakit memiliki potensi bahaya yang tinggi, yang dapat

membahayakan pasien, pengunjung, dan staf medis. Kecelakaan kerja lebih

mungkin terjadi di rumah sakit. Baik dari segi volume pasien maupun

teknologi medis, rumah sakit di Indonesia berkembang pesat (Moleong,

2020). Menurut studi National Safety Council (NSC) 2017, karyawan rumah

sakit mengalami 41% lebih banyak kecelakaan daripada pekerja di industri

lain. Kasus yang terjadi antara lain infeksi infeksi, nyeri punggung, keseleo,

tergores/luka, luka bakar, dan needle stick injury (NSI). (Uthami, 2020).

Layanan radiologi harus menempatkan prioritas tinggi pada keselamatan

radiasi yang mempengaruhi karyawan radiasi, masyarakat umum, dan

lingkungan. Bidang medis yang disebut radiologi menggunakan radiasi untuk

mengidentifikasi berbagai komponen tubuh pada manusia. (Amsyari, 2019).

Proses kerja radiologi meliputi peralatan yang canggih dan juga manusia

sebagai operator. Radiografer, pasien, dan masyarakat mungkin berisiko

terkena sinar radiasi yang digunakan di unit radiologi. Radiasi sinar-X

pengion dan non-pengion adalah dua bentuk radiasi yang digunakan dalam

layanan dukungan medis. Radiasi pengion berbahaya ketika gelombang

elektromagnetik dan partikel memancarkan dari suatu sumber menembus

suatu zat energi dapat mengionisasi media yang dilaluinya. radiasi non-

pengion memiliki energi yang lebih kecil (Koesyanto, 2019).


4

Risiko yang ditimbulkan oleh radiasi sinar-X adalah kerusakan jaringan yang

dapat mengakibatkan kanker dan kelainan kelahiran pada keturunannya.

Rambut rontok dan kerusakan kulit adalah dua konsekuensi yang mungkin

dialami orang. Dosis rendah menyebabkan efek samping ini, yang terwujud

seiring waktu. (Moleong, 2020).

Untuk mencegah kecelakaan radiasi, manajemen keselamatan radiasi harus

diterapkan di setiap tempat kerja yang menggunakan radiasi pengion.

Persyaratan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2020.

program pemantauan dosis radiasi, alat proteksi radiasi, pemeriksaan

kesehatan, penyimpanan catatan, kontrol kualitas, dan pendidikan dan

pelatihan juga termasuk (Uthami, 2020). Suatu organisasi di bawah kendali

Negara Indonesia bertugas mengatur pemanfaatan dan pemanfaatan nuklir di

sana. Pemerintah membentuk organisasi yang diberi nama Badan Pengawas

Tenaga Nuklir disebut BAPETEN. (Amsyari, 2019).

Keselamatan radiasi pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir

No 6 Tahun 2010, yang juga memuat kriteria manajemen, kriteria proteksi

radiasi, kriteria teknis, verifikasi keselamatan, dan pemantauan kesehatan

pekerja radiasi. (BAPETEN, 2010). Hal ini tentunya harus diterapkan di

RSUD Sukadana merupakan fasilitas yang menggunakan rontgen dan

pelayanan radiologi lainnya yang melibatkan radiasi pengion. fasilitas

pelayanan radiologi semakin sering digunakan dan personel di instalasi

radiologi RSUD Sukadana semakin banyak terpapar radiasi, maka


5

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja harus dikembangkan. (Amsyari

, 2019).

Bagian radiologi RSUD Sukadana menggunakan sistem sinar-X pengion

untuk menghasilkan sinar-X. Menurut statistik dari Instalasi Radiologi RSUD

Sukadana, hingga 6–11 orang setiap hari melakukan pemeriksaan rontgen

(Amsyari, 2019). Akibatnya, ada kemungkinan lebih besar pekerja radiasi

akan terpapar lebih banyak radiasi sinar-X. Menurut informasi dari RSUD

Sukadana, teknisi radiasi di fasilitas radiologi biasanya menerima paparan

radiasi 0,1 mSv. Hal ini menunjukkan nilai dosis rata-rata masih dibawah

NBD (nilai batas dosis), tetapi dosisnya tidak terkontrol sehingga dosis akan

meningkat sehingga tubuh akan mendapatkan dosis yang lebih besar, yang

selanjutnya akan menyebabkan penurunan tajam dalam jumlah. limfosit

pekerja. (Mayerni, 2020).

Menurut hasil wawancara dengan kepala ruang radiografer, APD lain seperti

goggle, sarung tangan, pelindung tiroid, dan celemek gonad serta celemek dan

pelindung tubuh sudah tidak tersedia lagi untuk digunakan di instalasi

radiologi (Amsyari, 2019). Keselamatan karyawan yang bekerja di fasilitas

radiologi di masa mendatang dapat dipengaruhi oleh penggunaan peralatan

pelindung yang tidak memadai . Dalam rangka melaksanakan standar

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja untuk radiasi, diharapkan

penelitian ini dapat menjadi bahan penilaian di unit radiologi (Uthami, 2020).

Melihat konteks di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui


6

program manajemen keselamatan dan kesehatan kerja radiasi RSUD

Sukadana.

1.2 Rumusan Masalah

rumusan masalah yang didapatkan yaitu “bagaimana penerapan manajemen

keselamatan radiasi di Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

mengkaji Instalasi Radiologi RSUD Sukadana telah menerapkan

manajemen keselamatan radiasi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui detail permohonan izin keselamatan radiasi dari

Instalasi Radiologi RSUD Sukadana.

2. Mengetahui detail Instalasi Radiologi RSUD Sukadana

menerapkan peraturan manajemen keselamatan radiasi.

3. Mengetahui detail penerapan peraturan proteksi radiasi di Instalasi

Radiologi RSUD Sukadana.

4. Memahami Instalasi Radiologi RSUD Sukadana menerapkan

kriteria tindakan keselamatan radiasi.

5. Mengetahui detail Instalasi Radiologi RSUD Sukadana melakukan

verifikasi keselamatan radiasi.


7

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

1. Memperluas pengetahuan tentang literatur keselamatan dan

kesehatan kerja tentang pengendalian paparan radiasi di instalasi

radiologi.

2. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan mahasiswa

dalam melakukan analisis metodis terhadap isu-isu terkini.

3. Sarana mengaplikasikan teori yang di dapat selama belajar di

perkuliahan.

1.4.2 Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana

1. Memberikan informasi mengenai sistem manajemen keselamatan

dan kesehatan kerja terhadap radiasi sebagai upaya mencegah

pekerja dari radiasi dan meminimalisir dampak yang ditimbulkan

pada diri pekerja.

2. Sebagai sumber informasi dan saran perubahan manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja radiasi di unit radiologi.

1.4.3 Bagi FK Unila

1. Membina hubungan kerjasama yang baik antara FK Unila dengan

Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana.

2. Mencantumkan referensi bagi penelitian lain yang ingin

melakukan penelitian pembanding.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Definisi Rumah

Rumah sakit adalah sarana yang menawarkan pelayanan kesehatan

perorangan secara lengkap, meliputi rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat (Kemenkes RI, 2015).

2.1.2 Tujuan Rumah Sakit

Tujuan rumah sakit menurut pengaturan penyelenggaraan rumah sakit:

a. Membuat layanan kesehatan lebih mudah diakses oleh masyarakat

umum.

b. Menjamin keamanan anggota staf rumah sakit dan perlindungan

lingkungan.

c. Meningkatkan tingkat perawatan dan melestarikan operasi rumah

sakit.

d. Menyediakan rumah sakit, masyarakat, pegawai rumah sakit, dan

pasien dengan kepastian hukum (UU RI No. 44 Tahun 2009).


9

2.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS), kegiatan yang

dilakukan untuk menjamin dan memelihara keselamatan dan kesehatan

seluruh sumber daya manusia di rumah sakit dan lingkungan rumah sakit

melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan terjadinya penyakit akibat

kerja di rumah sakit (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Tujuan K3RSadalah

untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dengan

cara yang paling efektif, efisien, dan tahan lama (Kemenkes RI, 2015).

Uraian Kementerian Kesehatan RI (2010) tentang program keselamatan dan

kesehatan kerja rumah sakit (K3RS) mencantumkan banyak program K3RS

yaitu:

1) Pembuatan kebijakan K3RS

2) budaya perilaku K3RS

3) Pembuatan SDM K3RS

4) Pembuatan Standard Operating Procedure (SOP), petunjuk teknis,

dan rekomendasi K3RS.

5) Menilai dan melacak kondisi tempat kerja.

6) Pelayanan kesehatan kerja

7) Layanan untuk keselamatan kerja

8) Pembuatan prosedur pemeliharaan dan pengelolaan limbah padat,

cair, dan gas

9) Pengelolaan jasa, produk, dan material(Kemenkes RI, 2010)


10

10) Peningkatan koordinasi tanggap darurat

11) Pengumpulan, penatausahaan, pelaporan kegiatan K3

12) evaluasi program 12 bulan

2.3 Sinar x

2.3.1 Definisi Sinar-X

Radiasi adalah tindakan memancarkan energi radiasi sebagai

gelombang (partikel) atau sebagai campuran emisi dan keluaran energi

radiasi. Sinar-X adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang

gelombang yang sangat pendek, seperti gelombang radio, gelombang

panas, cahaya, dan sinar ultraviolet. Tidak terlihat dan heterogen, sinar-

X memiliki rentang panjang gelombang (Amsyari, 2019). Panjang

gelombang sinar-X, yang sangat pendek hanya 1/10.000 panjang

cahaya tampak adalah perbedaan lain dari gelombang elektromagnetik

lainnya. Sinar-X memiliki panjang gelombang pendek, yang

memungkinkannya menembus benda. (Koesyanto,2019).

2.3.2 Sifat fisik Sinar – X

Karakteristik fisik sinar-X meliputi penetrasi, hamburan, penyerapan,

efek fotografi, fluoresensi, ionisasi, dan dampak biologis. (Koesyanto,

2019).
11

1. Daya tembus

Sinar-X digunakan dalam radiografi dapat menembus objek dan

memiliki daya tembus yang tinggi. Daya tembus meningkat dengan

tegangan tabung (KV). Daya tembus cahaya suatu benda meningkat

dengan berkurangnya berat atau kerapatan atomnya.

2. Pertebaran

sinar-X menembus suatu bahan atau zat, sinarnya menyebar ke

segala arah dan menyebabkan radiasi sekunder (radiasi tersebar)

pada bahan atau zat yang dilaluinya. Akibatnya, sebagian besar film

akan tampak abu-abu dan memberikan gambaran radiografi. Pasien

dipisahkan dari film sinar-x dengan kisi-kisi untuk mengurangi

dampak radiasi yang tersebar ini. (Koesyanto, 2019).

3. Penyerapan

Dalam radiografi, sinar-X diserap oleh bahan dan zat berdasarkan

berat atom atau kerapatannya. peningkatan kerapatan berat atom,

penyerapan meningkat.

4. Efek fotografik

Setelah diproses secara kimia di kamar gelap, emulsi film (emulsi

perak-bromida) dapat menghitam oleh sinar-X.

5. Pendar fluor ( fluorosensi )

Ketika suatu zat terkena radiasi dari sinar-X, seperti kalsium tungstat

atau zing-sulfida, zat memancarkan cahaya (pendaran). Ada dua

bentuk pendaran: fluoresensi, yang memancarkan cahaya saat hanya

ada radiasi sinar-X, dan pendar, yang memancarkan


12

cahaya bahkan setelah radiasi sinar-X tidak ada lagi (after glow).

(BAPETEN, 2011).

6. Ionisasi

suatu benda atau zat terkena sinar-X, tindakan utamanya adalah

mengionisasi partikel di dalam benda atau zat .

7. Efek biologik

Sinar – X akan menimbulkan perubahan – perubahan biologik pada

jaringan. Efek biologik ini dipergunakan dalam pengobatan

radioterapi (Koesyanto, 2019).

2.4 Radiologi

Subspesialisasi kedokteran yang dikenal sebagai radiologi berurusan dengan

pemanfaatan teknik penggunaan radiasi untuk prosedur terapeutik dan

diagnostik di bawah pengawasan radiologi, termasuk teknik pencitraan dan

penggunaan radiasi dari sinar-X dan bahan radioaktif. (BAPETEN, 2011).

Radiologi dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Radiologi Diagnostik, yang melibatkan penggunaan fasilitas

untuk alasan diagnostik.

b. Radiologi intervensi, yaitu subspesialisasi radiologi yang

menggunakan sinar X untuk mendiagnosis dan merawat pasien

dengan cara memasukkan guidewires, stent, dan alat kesehatan

lainnya ke dalam tubuh pasien dari luar.


13

2.5 Radiasi

Radiasi terdiri dari partikel bermuatan dan gelombang elektromagnetik yang

memiliki energi untuk mengionisasi materi yang dilaluinya (BAPETEN,

2011). Radiasi adalah pelepasan energi oleh sumber radiasi atau zat radioaktif

sebagai gelombang atau partikel (Ridley, 2020). Sebagai hasil dari inti

atomnya yang tidak stabil, zat radioaktif (pemancar neutron, pemancar

gamma, dan pemancar sinar-x) menghasilkan radiasi. (Wibowo, 2020).

2.5.1 Sumber Radiasi

Sumber radiasi ditinjau dari cara terbentuknya dapat dibedakan menjadi

sumber radiasi alam dan sumber radiasi buatan (Koesyanto, 2019).

Radiasi alam dapat berasal dari sinar kosmik (Na-22), sinar gamma dari

kulit bumi (K-40), hasil peluruhan radon dan thorium di udara, serta

berbagai radionuklida yang terdapat dalam bahan makanan. Beberapa

negara seperti India, Brazil dan Perancis terdapat daerah yang memiliki

radioaktivitas alam yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain

(Wibowo dkk, 2013). Bahan-bahan radiasi alam yang berasal dari

dalam bumi dan prinsipnya sudah ada sejak alam ini terbentuk. Bahan-

bahan ini berasal dari ruang angkasa yang memberikan sumbangan

terbesar pada penerimaan radiasi pada manusia (Anizar, 2019). Pesawat

sinar-X, iradiasi terapi medis, pencitraan diagnostik, kejatuhan

radioaktif, radiasi yang diperoleh pekerja radiasi di fasilitas nuklir (Co-

60, Cs-137, Ir-192), dan sumber


14

radiasi buatan lainnya adalah contoh radiasi yang dihasilkan dari

penciptaan yang disengaja oleh manusia (Wibowo, 2020). Reaksi fisi,

prosedur aktivasi, dan transmutasi nuklir lainnya dapat menghasilkan

elemen radiasi buatan ini. Radiasi buatan dapat dihasilkan oleh bahan

radioaktif yang telah dibuang ke lingkungan. (Anizar, 2019).

Untuk penelitian diagnostik medis, pengujian bahan non-destruktif, dan

proses produksi berteknologi tinggi, sumber radiasi berdaya tinggi

(sinar-X, neutron). Sumber eksternal dan sumber internal masing-

masing dapat memberikan kontribusi radiasi pada tubuh manusia.

(Anizar, 2019):

1. Sumber Eksternal

adalah yang berasal dari lokasi di luar tubuh. Baik sumber radiasi di

dalam maupun di luar manusia dapat memancarkan radiasi. (Anizar,

2019).

2. Sumber Internal

adalah zat radioaktif yang masuk ke dalam tubuh dan terikat oleh

organ tertentu. unsur radioaktif dan unsur stabil memiliki sifat

kimiawi yang sama, unsur radioaktif terikat oleh organ tubuh.

Sehingga tubuh sulit membedakan unsur stabil (Anizar, 2019).

2.5.1 Dampak Radiasi

Radiasi dari peluruhan radioaktif mengionisasi materi di jalurnya.

Radiasi pengion adalah apa yang terjadi sekarang. Dampaknya


15

terhadap jaringan tubuh bergantung pada jenis, dosis, dan lama paparan

radiasi, serta apakah radiasi berasal dari dalam atau luar tubuh. (Ridley,

2020).

1. Efek Genetik

Anak penerima radiasi memiliki dampak radiasi yang dikenal

dengan efek genetik atau keturunan (Wibowo 2013). Efek genetik

bersifat stokastik, dampak somatik (seperti leukemia dan kanker)

dapat bersifat stokastik atau non-stokastik (deterministik).

2. Efek Somatik

efek somatik adalah dampak yang disebabkan oleh radiasi yang

langsung dialami seseorang. (Wibowo, 2020).

3. Efek Stokastik

Efek radiasi adalah efek stokastik bergantung pada dosis radiasi

dan tidak diantisipasi untuk memiliki tingkat ambang batas.

(Anizar, 2019). Efek stokastik memiliki ciri:

 Tidak menyadari dosis ambang (bahkan dosis kecil pun

bisa berdampak).

 Saat paparan radiasi meningkat, demikian juga

kemungkinan terjadinya suatu peristiwa.

 Muncul setelah masa tenang yang berlarut-larut

 Dosis radiasi tidak mempengaruhi tingkat keparahan.

 Tidak ada penyembuhan dengan sendirinya. Contohnya

termasuk kanker, leukemia, penyakit genetik, dan efek


16

pengamat (efek tidak langsung di sekitar sel yang terpapar

radiasi).

4. Efek Non Stokastik

Efek radiasi yang non-stokastik memiliki karakteristik keparahan

tergantung dosis yang hanya bermanifestasi ketika dosis dilampaui.

(Wibowo, 2020). Efek non stokastik memiliki ciri:

 Tetapkan dosis ambang.

 Biasanya muncul setelah terpapar radiasi

 Tergantung pada intensitasnya, ada penyembuhan

spontan.

 Dosis radiasi mempengaruhi tingkat keparahan.

 konsekuensi somatik termasuk luka bakar, kemandulan,

katarak, kelainan kongenital, dan dampak teratogenik

termasuk di antara efek non-stokastik ini.

5. Efek Teratogenik

Kelainan lahir akibat penyinaran saat janin masih dalam kandungan

dikenal sebagai akibat teratogenik. Bergantung pada kapan iradiasi

dilakukan biasanya pada usia kehamilan kurang dari 15 hari hal ini

dapat menyebabkan lahir mati, kematian pascapersalinan,

keterlambatan pertumbuhan, atau kelainan kelahiran. Antara 15 -

50 hari setelah pembuahan, saat organ tubuh masih berkembang,

radiasi seringkali menyebabkan munculnya kelainan bawaan.

penyinaran setelah 50 hari


17

kehamilan akan menghambat perkembangan embrio di dalam

rahim. (Wibowo, 2020).

6. Efek Hormesis

Radiasi dosis rendah yang berpotensi meningkatkan taraf hidup

manusia dikenal dengan dampak hormetik radiasi. (Wibowo,

2020).

7. Efek Biologi pada Sistem

jaringan atau organ dampak biologis pada salah satu jaringan,

sistem, atau organ berikut (Wibowo, 2020):

a. Darah dan Sumsum Tulang

Bagian dari struktur sel darah yang paling cepat terkena radiasi

adalah darah putih. Hasilnya, sel darah putih dalam jaringan ini

lebih sedikit. Dampak sinar X dapat mengakibatkan anemia,

leukimia, dan leukopenia, yaitu berkurangnya jumlah leukosit

(< 6.000 m3). Menurut Mayerni (2020), darah orang dewasa

mengandung sekitar 7.000 leukosit per mikroliter. Sel darah

yang paling cepat terkena radiasi adalah sel darah putih, atau

leukosit. (Wibowo, 2020). Sel darah putih diikuti oleh dua blok

bangunan seluler dasar (koagulan dan sel darah merah).

Sumsum tulang merah yang tidak menyerap dosis berlebihan

dapat terus membuat sel darah, namun pada dosis fatal (17 dosis

mematikan 3-5 Sv), akan terjadi kerusakan permanen. Paparan

radiasi menyebabkan anemia, kekurangan hemoglobin, dan

kecenderungan untuk berdarah dan sakit.


18

serta leukemia sumsum tulang (stokastik) akibat penekanan

aktivitas sumsum tulang. Leukemia adalah hasil acak dari

penyinaran sumsum tulang.

b. Saluran Pencernaan

Gejala kerusakan saluran pencernaan termasuk mual, muntah,

diare, dan gangguan pencernaan. Dehidrasi yang disebabkan

oleh muntah dan diare yang ekstrim bisa berakibat fatal. Kanker

epitel saluran pencernaan adalah salah satu kemungkinan hasil

stokastik.

c. Organ Reproduksi

dampak genetik (biasanya stokastik) dihasilkan dari perubahan

gen atau kromosom pada sel kelamin, efek somatik non-

stokastik pada organ reproduksi meliputi kemandulan.

d. Sistem Syaraf

Sistem saraf tahan radiasi. Pada dosis ratusan Sievert, kematian

akibat cedera sistem saraf terjadi.

e. Mata

Radiasi mudah dideteksi oleh lensa mata. Katarak terjadi pada

dosis > 1,5 Sievert dan merupakan konsekuensi somatik non-

stokastik dengan fase diam yang relatif lama.

f. Kulit

Termasuk kemerahan, luka bakar, dan kematian jaringan, efek

kulit somatik non-stokastik bervariasi dengan dosis. Kanker

kulit merupakan salah satu contoh konsekuensi stokastik


19

(Wibowo, 2020). radiodermatitis persisten diikuti dengan

kanker kulit. (Koesyanto, 2019)

g. Tulang

Sumsum tulang dan membran dalam dan luar tulang adalah area

tulang yang sensitif terhadap radiasi. Penumpukan strontium 90

atau Radium 226 pada tulang seringkali menjadi penyebab

kerusakan tulang. Sel-sel epitel lapisan tulang kanker adalah

hasil dari peristiwa somatik stokastik (Wibowo, 2020). terjadi

pada pelukis pelat radium dan staf medis terkait terapi radium.

Matriks tulang akan menumpuk radiasi. (Koesyanto, 2019).

h. Kelenjar Gondok

Melalui hormon tiroksin yang dihasilkannya, kelenjar tiroid

mengontrol metabolisme secara keseluruhan. kelenjar ini tahan

terhadap radiasi eksternal, kontaminasi yodium radioaktif

internal membuatnya rentan terhadap bahaya.

i. Paru-paru

Iradiasi, gas, uap, atau partikel berupa aerosol radioaktif yang

terhirup oleh pernapasan seringkali menyebabkan kerusakan

pada paru-paru. (Koesyanto, 2019).

j. Hati dan Ginjal

Kedua organ ini relatif tahan radiasi. tubuh manusia memiliki

metode untuk memperbaiki sel yang rusak dengan dosis rendah.

Memanfaatkan dosis terendah yang layak akan


20

membantu mengurangi kemungkinan terjadinya efek ini. Sistem

pembatasan dosis diberlakukan dengan pengetahuan tentang

potensi efek deterministik dan efek stokastik dalam upaya

melindungi karyawan dan anggota masyarakat. (Anizar, 2019).

2.5.2 Dosis

Dosis adalah jumlah radiasi dalam medan radiasi atau jumlah energi

radiasi yang diserap oleh bahan yang dilaluinya. (BAPETEN, 2013).

1. Dosis Efektif

Organ atau jaringan yang diradiasi juga mempengaruhi hubungan

antara kemungkinan dampak biologis tertentu akan terwujud setelah

menerima dosis yang sebanding pada jaringan . Metrik baru yang

disebut dosis efektif diperlukan untuk menunjukkan radiasi bekerja

untuk memberikan dampak tertentu pada organ. (Wibowo, 2020).

2. Dosis Ekuivalen

Efek radiasi pada tubuh manusia atau sistem biologisnya lebih sering

didiskusikan dalam hal besaran dosis ekuivalen. Selama jumlah

dosis ekuivalennya sama, radiasi jenis apa pun akan memiliki efek

biologis yang sama pada jaringan tertentu sesuai dengan gagasan

dosis ekuivalen. Kualitas radiasi saat mengenai jaringan inilah yang

digunakan untuk menghitung dosis ekuivalen.


21

Jenis dan jumlah radiasi yang terlibat dianggap kualitasnya.

(Wibowo, 2020).

2.5.3 Keselamatan Radiasi

Suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan pilihan

dapat digunakan untuk membuat kegiatan keselamatan radiasi. Proses

propagasi radiasi dapat dianggap sebagai serangkaian kondisi dan

peristiwa yang terhubung yang mengarah pada iradiasi manusia. Setiap

langkah dalam proses ini dimulai dengan sumber radiasi, seperti staf

radiologi rumah sakit yang terpapar radiasi. berasal dari pesawat sinar-

X, (Anizar, 2019).

A. Perizinan

Setiap individu atau organisasi yang menggunakan energi nuklir

harus mendapatkan lisensi untuk melakukannya. Pemanfaatan

sumber radiasi pengion kelompok A meliputi penggunaan radiologi

diagnostik dan intervensional. Izin pemanfaatan bahan nuklir dan

radiasi pengion memiliki masa berlaku 2-3 tahun. (BAPETEN,

2014):

B. Persyaratan Manajemen

Ancaman radiasi harus dikelola untuk melindungi karyawan,

masyarakat umum, dan lingkungan. Persyaratan manajemen, 21

kriteria proteksi radiasi, persyaratan teknis, dan verifikasi

keselamatan adalah beberapa persyaratan keselamatan radiasi.

(Budiarto , 2021).
22

1. Penanggung Jawab Keselamatan Radiasi

Pemegang izin dan staf atas penggunaan peralatan sinar-X

bertanggung jawab atas keselamatan radiasi. Orang-orang

berikut ini bekerja dengan peralatan sinar-X (BAPETEN, 2011):

a. Ahli radiologi, juga dikenal sebagai dokter yang kompeten,

adalah spesialis radiologi yang menggunakan radiasi pengion

dan non-pengion untuk tujuan diagnostik untuk terapi intervensi.

b. Seorang dokter gigi yang mengkhususkan diri dalam radiologi

dalam pelayanan medis dan pencitraan diagnostik gigi yang

berhubungan dengan penyakit atau gangguan pada sistem

stomatognatik dikenal sebagai dokter gigi spesialis radiologi gigi

atau dokter gigi yang berkompeten.

c. Fisikawan medik adalah tenaga kesehatan yang memiliki

keahlian dalam dasar-dasar fisika medik klinis, sedangkan ahli

(qualified expert) adalah tenaga kesehatan yang memiliki

keahlian di bidang fisika medik klinis lanjutan, telah

menyelesaikan program residensi klinik, dan pernah bekerja di

instalasi radiologi sekurang-kurangnya 7 tahun.

d. Pemegang izin memilih petugas proteksi radiasi, dan BAPETEN

telah diberi lampu hijau untuk melakukan tugas- tugas terkait

proteksi radiasi.

e. Operator mesin rontgen gigi adalah seorang non-radiografer yang

mahir dalam radiologi gigi dan menggunakan mesin


23

rontgen gigi. Radiografer adalah profesional kesehatan terampil

yang ditugaskan, diberi izin, dan diberi tanggung jawab penuh

untuk melakukan prosedur radiologi diagnostik dan intervensi.

Pemegang izin memiliki tanggung jawab yaitu (Budiarto, 2021)

 Menawarkan, melaksanakan, dan m program

keselamatan dan proteksi radiasi (Budiarto, 2021).

 Periksa secara sistematis hanya orang yang memenuhi

syarat yang mengoperasikan peralatan sinar-X.

 Menyiapkan program pelatihan keselamatan radiasi.

 Menyiapkan pemantauan kesehatan karyawan radioaktif.

 Tawarkan alat proteksi radiasi.

 Mengirim laporan kepada Kepala BAPETEN tentang

penggunaan program proteksi dan keselamatan radiasi,

serta verifikasi keselamatan.

2. Personil

jenis alat rontgen yang digunakan dan peruntukannya, pemegang

izin wajib menyediakan karyawan. Tenaga kerja di fasilitas yang

menggunakan sinar-X pendukung C-arm atau ESWL, sinar-X

mobile atau fixed-mounted, tomografi, densitometri tulang,

dan/atau sinar-X pendukung untuk pembedahan mencakup

(Budiarto, 2021):
24

a. Dokter spesialis radiologi

b. Petugas proteksi radiasi.

c. Radiografer.

Pekerja di fasilitas yang menggunakan sinar-X untuk mamografi, CT

scan, fluoroskopi, C-arm/U-arm angiography, fluoroscopic CT scan,

X-ray simulators, dan/atau C-arm brachytherapy, paling sedikit

terdiri dari:

a. Ahli radiologi atau dokter yang berkualifikasi.

b. Profesional (bekerja paruh waktu) dan/atau fisikawan

medis.

c. Petugas Proteksi Radiasi.

d. Seorang radiografer. (Budiarto, 2021)

Seorang ahli radiologi atau dokter yang cakap memiliki kewajiban:

 Pastikan semua tindakan keselamatan pasien diikuti.

 Menawarkan rekomendasi dan dukungan untuk menerapkan

diagnosis atau perawatan dengan merujuk data dari

pemeriksaan sebelumnya (Uthami, 2019).

 Gunakan mesin fluoroskop sinar-X.

 pasien terpapar sesedikit mungkin untuk mencapai citra

radiografi terbaik di bawah panduan tingkat paparan medis.

 Bersama dengan fisikawan medis dan/atau radiografer,

tentukan teknik diagnostik dan intervensi.

 Menilai kecelakaan radiasi dari sudut pandang klinis.


25

 Uraikan standar pemeriksaan rekam medis anak, ibu hamil,

dan pekerja radiasi. Kredensial ahli harus memiliki

setidaknya gelar Master dalam fisika medis sebagai latar

belakang pendidikan .

Tenaga ahli memiliki tanggung jawab yang spesifik, yaitu:

 Memberi pemegang lisensi akses yang lebih baik ke layanan

radiologi diagnostik dan intervensi

 penilaian masalah keselamatan radiasi, metode rekayasa yang

telah terbukti benar, dan rekayasa keselamatan yang lengkap.

Lihatlah langkah-langkah keselamatan dan perlindungan untuk

radiasi. Seorang fisikawan medis harus memiliki setidaknya gelar

sarjana dalam fisika medis, atau gelar yang setara, (Uthami,

2019).

Fisikawan medis memiliki tugas dan tanggung jawab yang spesifik,

yaitu:

 Berpartisipasi dalam tinjauan menerus tentang ketersediaan

personel, peralatan, protokol, dan alat pelindung radiasi.

 Jika instalasi memiliki peralatan yang diperlukan, lakukan

uji kesesuaian mesin sinar-X.

 Menghitung dosis, terutama untuk menetapkan dosis janin

pada ibu hamil (Uthami, 2019).

 Jika memungkinkan, rancang, laksanakan, dan awasi proses

kontrol kualitas.
26

 Berpartisipasi dalam analisis dan investigasi kecelakaan

radiasi.

 Membantu dalam mengembangkan dan menerapkan

program pelatihan proteksi radiasi.

 Pastikan standar penerimaan untuk kualitas hasil pencitraan

dan rasionalitas dosis yang diberikan kepada pasien, bekerja

sama dengan ahli radiologi dan ahli radiografi.

Petugas proteksi radiasi memiliki tugas dan tanggung jawab:

 Mengembangkan dan meningkatkan program keselamatan

dan proteksi radiasi.

 Awasi strategi keselamatan dan perlindungan radiasi

diimplementasikan.

 Memastikan ketersediaan alat pelindung radiasi serta

mengamati penggunaannya.

 Evaluasi program pemantauan yang sistematis dan rutin di

semua lokasi penempatan peralatan sinar-X.

 Tawarkan nasihat tentang keselamatan dan perlindungan

radiasi

 Berpartisipasi dalam pengembangan fasilitas radiologi

 Menyimpan catatan.

 Menyelenggarakan kegiatan pelatihan dengan menentukan

kebutuhan (Uthami, 2019).

 Praktikkan prosedur reaksi dan pencarian fakta jika terjadi

paparan darurat.
27

 Memberitahukan kepada pemegang izin tentang kegagalan

operasional yang dapat mengakibatkan kecelakaan

radioaktif.

 Membuat laporan tertulis tentang penerapan program

keselamatan dan proteksi radiasi, serta keselamatan.

Radiografer harus telah menyelesaikan setidaknya D-III (diploma

tiga) di bidang radiologi. Radiografer memiliki kewajiban:

 teknik dan prosedur yang tepat untuk mengurangi paparan

pasien.

 Memberikan perlindungan bagi pasien, anggota staf, dan

orang sekitar yang berada di dekat ruang sinar-X.

 Melaksanakan tugas di kamar gelap yang meliputi

pemrosesan film. (Uthami, 2019).

3. Pelatihan Petugas Proteksi Radias

Pelatihan adalah proses pembelajaran melalui praktik untuk

mencapai kriteria kompetensi. Persyaratan yang harus dipenuhi

untuk menjadi petugas proteksi radiasi: memiliki ijazah dengan

jurusan ilmu pengetahuan atau teknik serendah-rendahnya DIII,

didukung oleh fotokopi ijazah yang telah dilegalisasi, pelatihan

petugas proteksi radiasi yang telah disetujui, dan ujian BAPETEN

yang harus dilalui. Lembaga pelatihan adalah organisasi yang telah

diberikan izin untuk melakukan pelatihan sesuai dengan akreditasi

yang diperoleh. (BAPETEN, 2014).


28

4. Pemantauan kesehatan

Pemantauan kesehatan adalah studi sistematis kesehatan karyawan

dengan tujuan mengidentifikasi gejala kerusakan radiasi atau tanda

peringatan dini dan merancang teknik mitigasi untuk konsekuensi

kesehatan jangka panjang (BAPETEN, 2011). Pemegang izin

melakukan pemantauan kesehatan untuk menilai kesejahteraan fisik

dan mental pekerja radiasi, memastikan kesesuaian antara kesehatan

pekerja dan kondisi kerja, memperhitungkan kemungkinan

kontaminasi atau paparan radiasi yang berlebihanterhadap pekerja

radiasi, dan memberikan catatan yang dapat memberikan informasi.

Pekerja yang terpapar terlalu banyak radiasitunduk pada pemantauan

kesehatan, konseling, dan manajemen kesehatan. (BAPETEN,

2011).

5. Rekaman

Rekaman adalah pencapaian atau bukti pelaksanaan operasi

penggunaan tenaga nuklir. Dokumen yang berkaitan dengan

keselamatan dan proteksi radiasi harus dibuat, disimpan, dan

diarsipkan oleh pemegang izin. Rekaman ini meliputi (BAPETEN,

2011):

a. Data tentang inventaris mesin sinar-X.

b. Daftar dosis yang diambil setiap anggota staf setiap

bulan.

c. Hasil pemantauan laju paparan radiasi di tempat kerja

dan lingkungan.
29

d. Uji kesesuaian peralatan sinar-X.

e. Pembacaan langsung kalibrasi dosimeter individu.

f. Informasi yang dikumpulkan tentang kecelakaan radiasi.

g. penggantian suku cadang mesin sinar-X.

h. Instruksi yang sekurang-kurangnya mencantumkan

nama orang, tanggal dan jangka waktu instruksi, mata

pelajaran yang dicakup, dan salinan pernyataan instruksi

atau sertifikat.

i. Hasil pemantauan kesehatan staf (Tarwaka, 2019).

C. Persyaratan Proteksi Radiasi

Di fasilitas instalasi radiologi diagnostik, standar proteksi radiasi

diterapkan selama tahap perencanaan, desain, dan penggunaan.

Pembenaran untuk penggunaan peralatan sinar-X, pembatasan dosis,

dan penerapan proteksi pengoptimalan keselamatan merupakan

contoh proteksi radiasi wajib. (BAPETEN, 2011):

1. Justifikasi Penggunaan Pesawat Sinar X

Argumen untuk menggunakan peralatan sinar-X didasarkan pada

gagasan ancaman radiasi lebih besar daripada keuntungan yang

dicapai dengan margin yang signifikan (Tarwaka, 2019).

persyaratan paparan radiasi pasien untuk alasan diagnostik dan

intervensi, dokter atau dokter gigi harus memberikan surat

referensi atau surat konsultasi. Tanpa indikasi klinis, pemeriksaan

radiologis yang dilakukan untuk alasan profesional,


30

hukum, atau Asuransi kesehatan tidak diperbolehkan kecualijika

diminta oleh dokter atau dokter gigi yang telah berunding dengan

badan profesional yang bergerak di bidang kesehatan atau jika

diminta untuk mengumpulkan informasi penting tentang

kesehatan subjek atau untuk digunakan dalam proses hukum

(BAPETEN, 2011) . kerusakan yang ditentukan oleh ahli

radiologi atau dokter yang berpengalaman melebihi manfaat bagi

pasien yang diperiksa atau masyarakat secara keseluruhan,

pemeriksaan sinar-X massal selektif dari kelompok demografis

disetujui (BAPETEN, 2011). Wanita di bawah usia 40 tahun

dengan riwayat faktor risiko yang tidak sesuai, seperti memiliki

riwayat kanker payudara yang panjang, dan wanita di atas usia 40

tahun dengan pertimbangan keuntungan yang diterima lebih

tinggi daripada bahayanya. ada indikasi klinis, sebaiknya kerabat

dekat tidak memeriksakan payudaranya menggunakan mesin

rontgen mamografi. (BAPETEN, 2011).

2. Limitasi dosis

Istilah "batas dosis" harus berhubungan dengan dosis maksimum

yang tidak boleh dilampaui dalam keadaan operasi biasa. NBD

berlaku untuk masyarakat umum dan pekerja radiasi tetapi tidak

untuk pasien atau pendampingnya (BAPETEN, 2011). Untuk

pekerja radiasi, nilai batas dosis tidak boleh melebihi batasan:


31

• Dosis efektif rata-rata selama periode lima tahun adalah 20

mSv (dua puluh millisieverts), maka dosis kumulatif tidak

boleh lebih dari 100 mSv.

• Dosis efektif 50 mSv setiap tahun.

Dosis ekuivalen tahunan rata-rata untuk lensa mata selama

periode lima tahun adalah 20 mSv, dan 50 mSv dalam 1 tahun

(Tarwaka, 2019).

• Dosis ekuivalen kulit tahunan 500 mSv.

500 mSv selama setahun adalah dosis yang sesuai untuk

tangan dan kaki. Pemegang izin diharuskan menggunakan

meteran survei untuk mengukur paparan radiasi dan

menyediakan alat pelindung radiasi untuk memverifikasi NBD

tidak melebihi. dua pekerja radiasi yang menggunakan

peralatan sinar-X intervensi dan C-arm pendukung bedah,

pemegang izin harus menawarkan pembacaan langsung

dosimeter individu (BAPETEN, 2011).

Pekerja radiasi diberikan alat pelindung radiasi oleh pemegang

izin. Standar Nasional Indonesia (SNI), sertifikat yang diberikan

oleh pabrikan, yang dapat dilacak yang dikeluarkan oleh badan

akreditasi, semuanya harus dipatuhi oleh alat pelindung radiasi.

Setiap pekerja radiasi wajib menggunakan alat proteksi radiasi,

yaitu alat pelindung radiasi dan alat pemantau dosis individu

(BAPETEN, 2011). Peralatan untuk melacak dosis individu,


32

seperti dosimeter individual pembacaan langsung dan tag film

atau TLD. Yang termasuk dalam peralatan proteksi radiasi

adalah:

 Apron

Apron dengan Pb setara 0,25 mm untuk digunakan pada

peralatan sinar-X radiologi diagnostik dan 0,35 mm untuk

mesin sinar-X radiologi intervensi. Apron harus secara

permanen dan jelas ditandai dengan ketebalan setara timbal.

(Tarwaka, 2019).

 Pelindung Gonad

Perisai gonad 0,2 mm Pb, 0,25 mm Pb untuk digunakan pada

mesin sinar-X radiologi diagnostik, dan 0,35 mm Pb untuk

mesin sinar-X radiologi intervensi. Selubung gonad harus

secara permanen dan jelas ditandai dengan ketebalan setara Pb.

Perisai ini harus memiliki bentuk yang tepat untuk melindungi

seluruh gonad dari bundel primer.

 Pelindung Tiroid

Terbuat dari zat dengan 1 mm timbal, pelindung tiroid.

 Sarung Tangan

Sarung tangan pelindung fluoroskopi harus memiliki

ekuivalen redaman minimal 0,25 mm Pb pada 150 kVp

(puncak kilovolt). Seluruh tubuh, termasuk jari tangan dan

pergelangan tangan, harus dilindungi dengan tindakan ini.

(Sari, 2020).
33

 Kaca Mata

kacamata dibuat dari bahan dengan 1 mm timah.

 Tabir

Zat yang setara dengan 1 mm Pb harus diaplikasikan pada

layar radiografer. Berikut dimensi layarnya: tinggi 2 meter dan

lebar 1 meter, memiliki port Pb setara dengan 1 mm Pb

(Tarwaka, 2019).

D. Penerapan Optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi

Optimalisasi proteksi radiasi harus diupayakan untuk menjamin

pekerja radiasi di instalasi radiologi dan penduduk di sekitar

instalasi radiologi memiliki paparan radiasi yang paling sedikit.

Dalam situasi ini, setiap upaya harus dilakukan untuk memberi

pasien jumlah radiasi paling sedikit yang diperlukan untuk alasan

diagnostik. Pembatasan dosis bagi pekerja radiasi dan masyarakat

umum serta pengaturan tingkat paparan medis bagi pasien

merupakan prinsip utama untuk mengoptimalkan proteksi dan

keselamatan radiasi (BAPETEN, 2011). Nilai pembatas dosis

ditentukan oleh pemegang izin selama tahap desain bangunan

fasilitas yaitu:

 1
/2 (setengah) dari ambang batas pajanan tahunan bagi

pekerja radiasi, yaitu 10 mSv atau 0,2 mSv setiap minggu.


34

 1
/2 (setengah) dari batas dosis tahunan untuk populasi

umum, atau 0,5 mSv per tahun atau 0,01 mSv per minggu.

Pemegang izin menetapkan batas dosispasangan pasien

untuk memastikan total dosis yang diterima selama

pemeriksaan. Selama tes radiologi,

pemegang izin harus menggunakan tindakan pencegahan

keselamatan yang paling efektif untuk pendamping

pasien. Radiografi dan fluoroskopi tunduk pada pedoman

paparan medis yang sama. Batas paparan medis yang

dipandu dapat dilampaui dengan pembenaran

berdasarkan kebutuhan terapeutik. (Tarwaka, 2019).

E. Pemantauan Dosis

Lencana film atau lencana TLD (Thermoluminisence Dosemeter)

dan dosimeter pembacaan langsung terkalibrasi digunakan oleh

pemegang izin untuk memantau dosis dengan melacak dosis yang

diperoleh karyawan (BAPETEN, 2011). Laboratorium dosimetri

terakreditasi harus menilai temuan pemantauan dosis pekerja, dan

laboratorium dosimetri wajib menyampaikan temuan kepada

pemegang izin dan BAPETEN. Pemegang izin wajib

memberitahukan hasil evaluasi pemantauan dosis kepada pekerja,

dan pemegang izin wajib menyimpan dan menyimpan hasil

pemantauan dosis sekurang-kurangnya 30 tahun sejak pekerja yang

bersangkutan berhenti bekerja. Pemegang izin harus


35

menindaklanjuti jika data pemantauan dosis mengungkapkan

temuan melebihi NBD (Tarwaka, 2019).

2.5.4 Persyaratan Teknik

Persyaratan teknis meliputi mesin rontgen, peralatan penunjang

peralatan rontgen, dan fasilitas gedung.

A. Pesawat Sinar X

peralatan sinar-X yang memenuhi spesifikasi Standar Nasional

Indonesia (SNI) atau kriteria ketertelusuran lainnya yang ditetapkan

oleh badan akreditasi, serta sertifikasi pabrikan yang dapat

digunakan oleh pemegang lisensi. Generator tegangan tinggi, panel

kontrol, tabung, dan perangkat lunak membentuk komponen dasar

sistem sinar-X.

B. Peralatan Penunjang Pesawat Sinar X

Pemegang izin hanya dapat menggunakan peralatan yang sesuai

dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar

ketertelusuran lainnya yang ditetapkan oleh lembaga akreditasi atau

sertifikasi, diberikan oleh produsen. Sedikitnya ada 34 bagian yang

membentuk peralatan penunjang mesin sinar-X, antara lain

instrumentasi tegangan, kolimator, dan batang penyangga tabung

(Sari, 2020).

C. Bangunan Fasilitas

Desain fasilitas pesawat sinar-X harus memenuhi standar berikut:


36

1. Pembatas dosis bagi pekerja radiasi yang dipasang pada pintu dan

dinding ruangan di samping ruang kerjanya.

2. Pembatas dosis bagi masyarakat umum untuk melindungi dinding

dan pintu ruangan yang menutup akses masyarakat umum.

Beban kerja maksimum, faktor pelindung radiasi, dan faktor lokasi

fasilitas semuanya harus dipertimbangkan saat merencanakan fasilitas

peralatan sinar-X. Itu juga harus mempertimbangkan kemungkinan

perubahan di masa mendatang untuk setiap parameter atau semuanya

termasuk penambahan voltase tabung, beban kerja, kemajuan teknologi

yang mungkin membutuhkan lebih banyak mesin sinar-X, dan standar

penempatan yang lebih tinggi untuk sekitarnya fasilitas (Ridley, 2019).

syarat berikut harus dipenuhi oleh fasilitas peralatan sinar-X:

1. Ukuran ruangan mesin sinar X dan mobile station harus

rekomendasi standar internasional atau spesifikasi teknis yang

diberikan oleh produsen mesin sinar X (Sari, 2020).

2. Jika ada jendela di dalam ruangan, setidaknya 2 meter (2 meter)

di atas tanah.

3. Bata merah setebal 25 cm atau beton dengan berat jenis tertentu 2,2

g/cm 3 dengan tebal 20 cm atau setara dengan 2 mm timah hitam

(Pb) berfungsi sebagai dinding ruangan untuk semua bentuk X-

peralatan sinar. Pintu berlapis timah untuk ruang sinar- X juga

diperlukan.

4. Alat untuk mengembangkan atau mengembangkan film.


37

5. Ruang tunggu.

6. Kamar kecil.

7. Rambu peringatan radiasi, poster, dan lampu merah berkedip.

D. Verifikasi Keselamatan

Verifikasi Keselamatan terdiri dari (1) pemantauan paparan radiasi,

(2) uji pepatuhan peralatan sinar-X, dan (3) identifikasi potensi

terjadinya paparan, diperlukan untuk verifikasi keselamatan (Perka

BAPETEN No 8 Tahun 2011):

1. Pemantauan Paparan Radiasi

Untuk fasilitas yang baru diperoleh sebelum dan untuk fasilitas

yang telah direnovasi, pemegang izin wajib memantau paparan

radiasi (Ridley, 2019). Ruang kontrol mesin sinar-X, area di

sekitar mesin sinar-X, dan menerima perawatan fluoroskopi

semuanya berada di bawah pengawasan petugas proteksi radiasi.

Dengan memantau paparan radiasi yang dikeluarkan oleh mesin

sinar-X dan mengetahui apakah ada kebocoran pada mesin sinar-

X atau masih di bawah standar, hal ini dilakukan untuk

melindungi pekerja radiasi dan masyarakat umum dari risiko

paparan radiasi. (Ridley, 2019).

2. Uji Kesesuaian Pesawat Sinar X

Pemegang izin melakukan uji kepatuhan mesin sinar-X. Tujuan

uji kesesuaian mesin sinar-X adalah untuk menjamin peralatan

dapat diandalkan dan aman bagi pengguna, termasuk pasien,


38

personel, dan masyarakat umum. Contoh peralatan rontgen antara

lain fluoroskopi, mamografi, CT scan, peralatan gigi, radiografi

umum, radiografi seluler, dan fluoroskopi. Setiap parameter

iradiasi pada pesawat udara diperiksa akurasi, linieritas, dan

stabilitas spesifikasi peralatan sebagai bagian dari upaya

memaksimalkan proteksi radiasi. Jika memang terjadi

penyimpangan, harus tetap dalam batas toleransi. (Sari, 2020).

3. Identifikasi Terjadinya Paparan Potensial

Dengan mempertimbangkan potensi penyebab kecelakaan atau

peristiwa yang mungkin terjadi akibat malfungsi peralatan atau

kesalahan operasional, kemungkinan terjadinya paparan dapat

diidentifikasi. Kemungkinan paparan ini dapat memenuhi syarat

sebagai paparan darurat. Berdasarkan rencana tanggap darurat,

pemegang izin mengintervensi paparan darurat dengan

melakukan tindakan pencegahan dan perbaikan. Dalam program

proteksi dan keselamatan radiasi dibuat rencana reaksi darurat.

Rencana tanggap darurat terdiri dari individu yang melakukan

intervensi, identifikasi penyebab paparan darurat, dan metode

untuk administrator keselamatan radiasi untuk

mengkoordinasikan pelaksanaan intervensi. Ini dianggap

sebagai tindakan perlindungan untuk menghindari paparan

darurat dan tindakan langkah perbaikan yang diperlukan untuk

menghindari terulangnya kejadian serupa. (Ridley, 2019)


39

2.6 Kerangka Teori

Kapasitas seorang peneliti untuk menggunakan dalam menyusun hipotesis

secara metodis yang mendukung masalah penelitian dikenal sebagai kerangka

teori. Sebuah teori dapat berfungsi sebagai batu loncatan atau kerangka kerja

untuk pemecahan masalah atau penyorotan masalah. (Sari, 2020).

Gambar 1. Kerangka teori (Tarwaka, 2019)


40

2.7 Kerangka Konsep


penelitian ini disusun menggunakan kerangka konseptual, yang berfungsi
sebagai penghubung antara ide-ide yang mendukung penelitian. Kerangka
konseptual dapat berfungsi sebagai peta jalan bagi para peneliti untuk secara
metodis menggambarkan ide dasar penelitian (Ghony, 2020). Gambar 2 di
bawah ini menunjukkan landasan filosofis dari karya ini.

Gambar 2. Kerangka konsep

2.8 Hipotesis

Hipotesis yang dirumuskan dari penelitian ini adalah:

Ho: Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawasan Tenaga Nuklir

No 8 Tahun 2011, penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja

radiasi di instalasi radiologi RSUD Sukadana sudah tepat.

Ha: Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No

8 Tahun 2011, belum ada kesesuaian penerapan manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja radiasi di instalasi radiologi RSUD Sukadana.


41

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis dan desain penelitian dijelaskan secara kualitatif. Menyelidiki

pemahaman melalui penelitian kualitatif adalah teknik yang menganalisis

masalah sosial atau manusia dengan menggunakan tradisi metodologi yang

berbeda (Ghony, 2020). Dengan secara akurat menggambarkan realitas

dengan kata-kata yang didasarkan pada metode pengumpulan dan evaluasi

fakta-fakta terkait dari latar alami, penelitian kualitatif menjelaskan kondisi

sosial tertentu. Data yang dikumpulkan untuk penelitian kualitatif bersifat

deskriptif, oleh itu berupa informasi tertulis atau visual. Peneliti yang ingin

menyelidiki secara menyeluruh suatu topik melakukan penelitian kualitatif

(Moleong, 2020). Untuk mendapatkan informasi yang lebih detail mengenai

gambaran pelaksanaan manajemen keselamatan radiasi di Instalasi Radiologi

RSUD Sukadana, penelitian ini menggunakan metodologi deskriptif

kualitatif.
42

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2023. Kegiatan penelitian

dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana.

3.3 Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitia

Partisipan penelitian ini adalah seluruh staf Instalasi Radiologi RSUD

Sukadana Kabupaten Lampung Timur.

3.3.2 Sampel Penelitian

Purposive sampling digunakan dalam proses pengambilan sampel

penelitian ini. Dengan memilih sampel tujuan atau kesulitan penelitian,

metodologi ini merupakan teknik pengambilan sampel. Sampel

penelitian adalah ahli radiologi dan petugas proteksi radiasi RSUD

Sukadana Kabupaten Lampung Timur.

3.4 Protokol Penelitian

Tahapan awal yaitu mengurus surat izin penelitian di FK Unila Bandar

Lampung dan Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana

Kabupaten Lampung Timur, lalu diakhiri penyajian data. Rancangan

penelitian ini memiliki alur sebagai berikut:


43

Mengurus surat izin Mengumpulkan Melakukan wawancara


penelitian responden dan dan cek-list
informed concent

Membandingkan data yang Menyajikan data dalam


diperoleh dengan bentuk tabel
peraturan yang berlaku.

Gambar 3. Protokol penelitian

3.5 Kriteria Sampel

3.5.1 Kriteria Inklusi

Pegawai di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana

Kabupaten Lampung Timur.

3.5.2 Kriteri Ekslusi

Pegawai yang tidak datang saat pengambilan data di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana Kabupaten Lampung Timur.

3.6 Definisi Operasional

adalah seluruh rangkaian variabel dan kata kunci dalam penelitian. Hal ini

bertujuan untuk membuat variabel lebih jelas sehingga lebih nyata dan

terukur. Apa yang akan diukur, bagaimana mengukurnya, apa kriteria

pengukurannya, alat ukurnya, dan skala pengukurannya adalah semua

komponen yang perlu ditetapkan. (Ghony MD, 2020).


44
Tabel 1. Definisi operasional (BAPETEN, 2011)

3.7 Metode Pengumpulan Data

Tujuan penelitian adalah untuk mengumpulkan data, dan fase kritis dalam

proses itu adalah proses pengumpulan data. Tanpa memahami bagaimana

data dikumpulkan, peneliti tidak dapat memperoleh hasil yang memenuhi

standar data yang berlaku.

3.7.1 Pengamatan (Observasi)

Metode observasi (pengamatan) merupakan metode pengumpulan data

yang memerlukan kerja lapangan untuk mengumpulkan informasi

tentang ruang, tempat, orang, aktivitas, barang, waktu, peristiwa,

tujuan, dan perasaan. Metode observasi merupakan cara yang sangat

baik untuk mengawasi perilaku subjek dalam lingkungan atau ruang,


45

waktu, dan keadaan tertentu (Ghon, 2022). Dalam penelitian ini

menggunakan metode pengamatan terlibat (observasi partisipatif)

namun partisipasi pasif (passive participation). Jadi dalam hal ini

peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut

terlibat dalam kegiatan (Sugiyono, 2022). Penelitian ini observasi

dilakukan dengan bantuan lembar observasi supaya memudahkan

peneliti dalam observasi di lapangan.

3.7.2 Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2019). Wawancara

digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin

melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang

harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari

responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2022). Teknik wawancara

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara semiterstruktur

(semistructure interview), jenis wawancara ini sudah termasuk dalam

pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara

terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan

permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak

wawancara diminta pendapat, dan ide- idenya.


46

3.7.3 Dokumentasi

Dokumen adalah catatan tertulis tentang suatu peristiwa, baik itu dibuat

atau tidak. Informasi dalam dokumen ini, yang dapat digunakansebagai

data tambahan dan sebagai bagian dari studi kasus, merupakan sumber

utama informasi yang dihasilkan dari observasi partisipan. Informasi ini

meliputi foto, video, film, memorandum, surat, catatan kasus klinis, dan

lainnya (Ghony, 2022). Penelitian ini merupakan studi dokumentasi

selain penggunaan teknik observasi dan wawancara dalam penelitian

kualitatif. Hasil dari observasi dan wawancara akan lebih dapat

dipercaya dan dipercaya jika bukti disajikan (Sugiyono, 2022).

Dokumen dari program proteksi radiasi, profil rumah sakit, dan sumber-

sumber lain yang terkait dengan penerapan sistem manajemen

keselamatan radiasi di bagian radiologi RS Sukadana menjadi dasar

informasi dalam penyelidikan investigasi ini.

3.8 Instrumen Penelitian

3.8.1 Lembar Observasi

Pengamatan (observasi) dilakukan tanpa juga mendokumentasikan

data pada lembar observasi dan menerima komentar dari partisipan

melalui kuesioner. Survei ini dirancang untuk diisi oleh pengamat,

bukan subjek. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan masukan

penonton sehingga ia lebih dapat mengarahkan apa yang akan

diamatinya dan dalam hal-hal tertentu dapat memperbaiki teknik

pengamatannya (Moleong, 2018). Lembar observasi dalam penelitian


47

ini berisi indikator yang akan diamati untuk mengetahui penerapan

sistem manajemen keselamatan radiasi yang ditemukan di lapangan

dibandingkan dengan standar acuan yang digunakan dalam penelitian

(Ghony, 2022).

3.8.2 Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara berisi petunjuk secara garis besar tentang proses

dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan

dapat seluruhnya tercakup (Moleong, 2018). Dalam penelitian ini

pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui bagaimana

penerapan sistem manajemen keselamatan radiasi di instalasi radiologi.

Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti

memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada responden atau

sumber data, maka diperlukan bantuan alat-alat seperti: buku catatan

yang berfungsi untuk mencatat semua percakapan; tape recorder yang

berfungsi untuk m semua percakapan atau pembicaraan; dan camera

yang berfungsi untuk memotret penelitisedang melakukan pembicaraan

dengan responden/sumber data.

3.8.3 Lembar Studi Dokumentasi

Prosedur tertentu, sering kali melibatkan analisis isi atau tinjauan isi,

biasanya digunakan untuk memanfaatkan kertas dengan informasi

yang padat. Pendekatan ini disebut analisis isi menggunakan

serangkaian langkah untuk mendapatkan temuan yang dapat


48

diandalkan dari sebuah buku atau materi. Pengumpulan data peneliti

untuk studi dokumen di lapangan dipermudah dengan penggunaan

lembar studi dokumentasi. Lembar kajian dokumentasi memuat

indikator masukan yang akan dilihat, dibandingkan, kemudian

dibuktikan dengan dokumen lapangan yang sudah ada seperti profil

rumah sakit, program proteksi keselamatan radiasi, dan dokumen lain

yang berkaitan dengan sistem manajemen keselamatan radiasi di

instalasi radiologi.

3.9 Uji Keabsahan Data

Kebenaran data dalam penelitian ini diperiksa dengan menggunakan teknik

triangulasi, yaitu suatu metode yang memanfaatkan yang lain. digunakan

semata-mata untuk perbandingan atau verifikasi (Melong, 2018). Suatu jenis

pengumpulan data yang disebut triangulasi menggabungkan teknik

pengumpulan data dengan sumber data yang sudah ada. Teknik triangulasi

teknis dan triangulasi sumber daya. triangulasi mengacu pada prosedur di

mana peneliti mengumpulkan data dari satu sumber dengan menggunakan

berbagai teknik pengumpulan data. Untuk narasumber yang sama, peneliti

secara bersamaan menggunakan observasi partisipatif, wawancara

mendalam, dan dokumentasi. Triangulasi sumber mengacu pada penggunaan

metode yang sama untuk mendapatkan data dari banyak sumber. (Sugiyono,

2019). Penelitian ini pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan cara

membandingkan dan mengecek data dari responden


49

yang berbeda yaitu: petugas proteksi radiasi, fisikawan medis dan

radiografer dari hasil observasi, wawancara serta studi dokumentasi.

3.10 Metode Pengolahan dan Analisa Data

3.10.1 Reduksi Data

Dengan meringkas, memusatkan perhatian pada hal-hal yang penting,

dan mencari tema dan pola, data direduksi. Hasilnya, Data yang

dipadatkan akan memberikan gambaran dan memudahkan peneliti

untuk mengumpulkan data tambahan dan melakukan studi jika

diperlukan. (Sugiyono, 2019).

3.10.2 Penyajian Data

Data kemudian ditampilkan setelah dikompresi. Temuan penelitian

kualitatif disajikan dalam ringkasan singkat, bagan, korelasi antar

kategori, bagan alir, dan representasi data visual lainnya. Penulisan

naratif digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menyediakan data.

Data akan disusun dan dikelompokkan dalam pola relasional melalui

penyajian sehingga lebih mudah dipahami., Jika proporsi persentase

diberikan, dapat ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

relatif. Kita dapat menyusun dan meringkas data kualitatif yang kita

peroleh dari pengamatan dalam bentuk tabel yang dikenal dengan

distribusi frekuensi. (Ghony, 2020).


50

Penyajian data meliputi persentase tingkat kesesuaian antara kondisi

aktual dengan standar acuan. Memanfaatkan distribusi frekuensi relatif,

seseorang dapat menentukan tingkat kesesuaian. Persentase kelompok

dari semua pengamatan dapat dihitung dengan menggunakan distribusi

frekuensi relatif. Seseorang dapat menggunakan rumus. (Sugiyono,

2019).

Keterangan:

Rumusan berikut menentukan penggunaan alat rontgen radiologi

diagnostik di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana

Kabupaten Lampung Timur sesuai penerapan manajemen keselamatan

radiasi:
51
Tabel 2. Perhitungan Tingkat Kesesuaian (BAPETEN, 2011)

3.11 Etika Penelitian

Penelitian ini mendapat persetujuan etik dengan No.

921/UN26.18/PP.05.02.00/2023.
52

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Kabupaten Lampung Timur memiliki Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Sukadana yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Tipe C yang terletak di Jl. Letnan

Adnan Sanjaya, Lintas Timur, Sukadana, Lampung Timur, Lampung. RS

Sukadana menyediakan berbagai layanan yang terbagi menjadi beberapa

instalasi, antara lain instalasi bantuan medis radiologi.

4.1.1 Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana

Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana mempunyai visi yaitu menjadi

Rumah Sakit andalan Lampung Timur. Misi Rumah Sakit Umum

Daerah Sukadana yaitu emberikan pelayanan kesehatan paripurna,

meningkatkan sumber daya dan fasilitas rumah sakit yang mendukung

pelayanan kesehatan paripurna, meningkatkan pengelolaan rumah sakit

yang professional secara efektif dan efisien, mampu berdaya saing dan

menjadikan rumah sakit sebagai pusat penelitian dan diklat.


53

4.1.2 Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana

Instalasi radiologi merupakan bagian dari pelayanan yang diperlukan

untuk menunjang upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, dan

pengobatan penyakit serta pemulihan kesehatan. Radiologi ini

menggunakan energi pengion dan bentuk 52 energi lainnya (non

pengion) dalam bidang diagnostik imejing dan terapi, yang meliputi

energi pengion lain dihasilkan oleh generator dan bahan radioaktif

seperti sinar rontgen (sinar X), sinar gamma, pancaran partikel

pengion (elektron, neutron, positron, dan proton) serta bukan energi

pengion (non pengion) seperti gelombang ultrasonik, gelombang infra

red, gelombang magnetik, gelombang mikro dan radio frekuensi.

Radiologi dalam bidang diagnostik ini menggunakan alat-alat yang

memancarkan energi radiasi pengion maupun bukan pengion yang

dihasilkan oleh generator dan bahan radioaktif yang menghasilkan

citra (imej) dari morfologi tubuh manusia dan faal tubuh manusia

untuk diagnosis medis yang menggunakan sinar rontgen (sinar X),

infra red, radio nuklir, ultrasonik, magnetis dan emisi positron.

Pelayanan instalasi radiologi dilaksanakan dalam 24 jam, 7 hari dalam

seminggu dengan 3 shift yaitu pagi pukul 07.30-14.00, siang pukul

14.00-20.30 dan malam pukul 20.30-07.30. Sebagai pekerja dalam

melaksanakan pekerjaan atau pelayanannya dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik, kimia, biologi,

ergonomi dan psikososial dengan berbagai bahaya potensial yang


54

dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja yang

disebabkannya. Instalasi radiologi merupakan tempat yang

menggunakan sumber radiasi sinar X yang termasuk ke dalam bahaya

potensial fisik.

4.2 Hasil Penelitian

Hasil penelitian menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknis, yang

terintegrasi dalam pemetaan instrumen untuk menjelaskan penerapan

manajemen keselamatan radiasi dalam penggunaan peralatan sinar-X

radiologi diagnostik, yang meliputi perizinan, persyaratan manajemen,

persyaratan proteksi, persyaratan teknis, persyaratan dan verifikasi

keselamatan di instalasi radiologi RS Sukadana.

4.2.1 Karakteristik responden

Karakteristik responden dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 3. Karakteristik responden

Tabel 1 responden penelitian berjumlah tiga orang. Responden pertama

adalah Bapak Hartawan Prabu S.Si, seorang petugas proteksi radiasi

dengan gelar terakhir di bidang radiologi (D4) dan pengalaman kerja

selama 20 tahun. Responden kedua adalah Radiografer, Ibu Reni


55

Susanti S. Si dengan pendidikan terakhirnya D4 Radiologi dan lama

bekerja 26 tahun. Responden ketiga adalah Radiografer, Bapak Dwi

Apriyanto S.Si dengan pendidikan terakhirnya D4 Radiologi dan lama

bekerja 22 tahun. Ketiga responden memenuhi kriteria inklusi untuk

menjadi responden.

4.2.2 Gambaran Penerapan Manajemen Kesehatan

Berikut garis besar bagaimana bagian radiologi RS Sukadana

menerapkan manajemen kesehatan:

Tabel 4. Penerapan Manajemen Kesehatan


56
57

Komponen perizinan suatu permohonan izin yang meliputi satu

komponen mendapat nilai satu poin berdasarkan hasil observasi,

wawancara, dan studi dokumentasi yang dilakukan peneliti di Instalasi

Radiologi RSUD Sukadana. (100%) isi dan sesuai dengan PP No. 29

Tahun 2009 Pasal 3 Ayat 2h, PP No. 33 Tahun 2007 Pasal 4 Ayat 1,

dan Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011 Pasal 4. Dengan demikian izin

komponen 100% (1 poin) memenuhi dan memenuhi persyaratan standar

acuan PP nomor 29 Tahun 2009 tentang Perizinan


58

Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir, Peraturan

Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Proteksi Radiasi Pengion

dan Proteksi Sumber Radioaktif, dan Peraturan BAPETEN nomor 8

tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan

Radiologi Diagnostik dan Intervensional Sinar-X. Rangkuman

kesimpulan dari observasi, wawancara, dan studi dokumentasi terhadap

permohonan izin dapat dilihat pada lampiran.

Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang

dilakukan peneliti di instalasi radiologi RSUD Sukadana, ditetapkan

komponen penanggung jawab keselamatan radiasi (8 poin) telah

memenuhi standar (Perka BAPETEN No 8 Tahun 2011 pasal 12

paragraf 1). Pelaksanaan pemantauan paparan radiasi internal belum

dilakukan dan identifikasi potensi paparan telah selesai, namun belum

sesuai standar (Perka BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 Pasal 12 Ayat

3c dan 3f). Pemegang izin juga melaporkan kepada Kepala BAPETEN

tentang pelaksanaan verifikasi keselamatan.

Peraturan Bapeten No 8 Tahun 2011 pasal 13 dan 14 mengatur

komponen personel 1 poin (100%) harus meliputi tenaga radiografer

(DIII), fisikawan medik (S1), petugas proteksi radiasi, dan ahli

radiologi. Pelatihan petugas proteksi radiasi komponen telah

diselesaikan sesuai dengan Perka BAPETEN No. 16 Tahun 2014 pasal

17b, dan petugas proteksi radiasi harus memiliki sertifikat yang


59

menunjukkan telah berhasil menyelesaikan dan lulus pelatihan petugas

proteksi radiasi di fasilitas pelatihan yang terakreditasi. Komponen

pemantauan kesehatan (4 poin) dari 2 poin (50%) yang dipersyaratkan

oleh standar (PP No. 33 Tahun 2007 butir 9) telah terpenuhi. Komponen

ini terdiri dari (2) pemeriksaan kesehatan berkelanjutan saat bekerja dan

(1) pemeriksaan kesehatan awal. Komponen pemantauan kesehatan

pemeriksaan kesehatan, penyuluhan, dan pengelolaan kesehatan tenaga

kerja untuk pemeriksaan kesehatan berupa penyuluhan belum selesai

sesuai Perka BAPETEN Nomor 6 Tahun 2010 pasal 4, menghasilkan 1

poin (25 %)terpenuhi tetapi tidak memenuhi standar.

Tidak ada yang pensiun atau berhenti bekerja, maka instalasi tidak

memenuhi kriteria PP No. 33 Tahun 2007 pasal 9 tentang pemeriksaan

kesehatan bagi tenaga radiasi yang akan meninggalkan jabatannya 1

poin (25%) secara keseluruhan. Komponen pencatatan (12 poin) dari

empat poin (33,33%) yang dipersyaratkan oleh standar (Perka

BAPETEN No 8 Tahun 2011 pasal 64 ayat 2b, 2d, dan 2h dan pasal

66a) telah selesai dan terdiri dari: (1 ) dokumentasi dosis personel yang

diterima; (2) uji kelayakan peralatan sinar-X; (3) pelatihan; dan

(4) laporan pelaksanaan program proteksi radiasi. Lima (41,67%)

persyaratan telah terpenuhi, namun belum memenuhi standar yang

dipersyaratkan (Peraturan BAPETEN No 6 Tahun 2010 pasal 6 dan

Peraturan BAPETEN No 8 Tahun 2011 pasal 64 ayat 2a, 2c, 2g, dan
60

pasal 66a), khususnya (1) data inventarisasi alat sinar-X yang masih

memiliki pesawat usang atau tidak terpakai; (2) hasil pemantauan laju

paparan radiasi belum dilakukan secara berkala; dan (3) tidak ada

dokumen pengganti X.

Menurut Perka BAPETEN No 8 Tahun 2011 pasal 64, paragraf 2e, 2f,

dan 66b, instalasi radiologi gagal memenuhi persyaratan hingga tiga

poin (25%) dalam tiga bidang berikut: (1) pembacaan langsung

dosimeter terkalibrasi masing-masing individu dengan menggunakan

film badge yang diserahkan kepada LPFK (Bengkel Pengamanan

Fasilitas Kesehatan) (2) temuan fakta tentang tidak terjadinya insiden

radiasi (3) tidak adanya laporan pelaksanaan

Berdasarkan kekhususan , dapat disimpulkan persyaratan manajemen

yang terdiri dari lima komponen dan berjumlah 26 poin secara umum

terpenuhi. Selain itu, telah memenuhi Peraturan BAPETEN No. 8

Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Alat

Diagnostik dan Intervensi Sinar-X, Peraturan BAPETEN No. 16 Tahun

2014 tentang Izin Kerja Petugas Khusus yang Bekerja di Instalasi

Sumber Radiasi Pengion, dan Peraturan BAPETEN No. menjadi tahun

2011. 8 poin (30,77%) menyatakan puas namun tidak sesuai dengan

Peraturan BAPETEN No 6 Tahun 2010 tentang Pemantauan Kesehatan

Tenaga Radiasi dan 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam

Penggunaan Peralatan Radiologi


61

Diagnostik dan Sinar-X Intervensional , 4 poin (15,38%) tidak puas.

Rangkuman kesimpulan dari observasi, wawancara, dan review

dokumen implementasi persyaratan manajemen dapat dilihat pada

lampiran.

Diketahui komponen justifikasi penggunaan sinar-X (1 poin) telah

terpenuhi dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

berdasarkan temuan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang

dilakukan peneliti di instalasi radiologi RS Sukadana. standar,

khususnya standar (Peraturan Bapeten No 8 Tahun 2011 pasal 26).

Batasan dosis komponen sebanyak 1 poin (33,33%) telah dipenuhi

sesuai ketentuan (Perka BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 pasal 31a),

yaitu (1) NBD untuk pekerja radiasi. Keadaan ruang pemeriksaan

pertama dievaluasi sebanyak 1 poin (33,33%), meskipun tidak sesuai

dengan standar (Perka BAPETEN No 8 Tahun 2011 pasal 35 ayat 6),

pintu tidak tertutup rapat dan radiasi alat pelindung berupa 2 apron

mengalami kebocoran. Pasal 33a Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011

menyatakan instalasi radiologi memiliki ketidakcukupan 1 poin

(33,33%) (1) pemantauan internal paparan radiasi dengan surveymeter

belum dilakukan dan belum adanya survey meter.

Instalasi radiologi tidak memenuhi persyaratan Peraturan BAPETEN

No. 8 Tahun 2011 Pasal 36 Ayat 3a dan 3b untuk memaksimalkan


62

proteksi dan keselamatan radiasi (2 poin) sebanyak 2 poin (100%).

Bagian : (1) penggunaan pembatasan dosis untuk meningkatkan

proteksi dan keselamatan radiasi bagi pekerja radiasi dan anggota

masyarakat; dan (2) peningkatan proteksi dan keselamatan radiasi

untuk pasien dengan menggunakan tingkat panduan paparan medis.

Meter survei diperlukan untuk menentukan paparan radiasi yang

diizinkan. Anda tidak dapat mengukur paparan radiasi Anda

kekurangan peralatan ini.

Komponen pemantauan dosis (2 titik) dari 2 titik (100%) telah selesai

dan memenuhi kriteria, antara lain memberi tahu pekerja radiasi tentang

temuan evaluasi pemantauan dosis dan (1) melacak dosis yang diterima

oleh personel yang memakai film lencana. Berdasarkan spesifikasi ,

persyaratan proteksi yang memiliki total 4 komponen dan 8 poin secara

umum telah terpenuhi dan PP No. 33 Tahun 2007 dan Peraturan

BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam

Penggunaan Alat Diagnostik X -Ray Aircraft, yang merupakan standar

referensi. Bahkan satu poin (12,5%) syarat acuan Peraturan BAPETEN

Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan

Alat Diagnostik Sinar-X tidak terpenuhi. Sedangkan hanya tiga dari

sepuluh persyaratan (37,5%) yang tidak terpenuhi. Rangkuman hasil

observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi penerapan persyaratan

safeguard dapat dilihat pada lampiran.


63

Berdasarkan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang

dilakukan peneliti di instalasi radiologi RS Sukadana, ditetapkan

kriteria kriteria pelaksanaan teknis yang terdiri dari tiga komponen dan

delapan poin penghargaan. (1) Peralatan sinar-X standar; dan (2)

Komponen alat sinar X telah memenuhi standar (Perka BAPETEN No.

8 Tahun 2011 butir 42 ayat 1 dan 2). (2) Bagian yang membantu mesin

sinar-X. Komponen alat penunjang sinar-X telah diuji dan dinyatakan

memenuhi standar (2 poin), sesuai Peraturan Bapeten Nomor 8 Tahun

2011 Pasal 55 Ayat 1 dan 2. Sesuai Peraturan

Bapeten Nomor 8 Tahun 2011 Pasal 57 Ayat 3b dan 3c, Pasal 3 dan 4,

tiga poin (atau 75%) komponen bangunan fasilitas tinggi jendela,

dinding ruangan, dan fasilitas instalasi radiologi lainnya memenuhi

standar, dan satu poin (25%) ukuran sinar-X memenuhi persyaratan

tetapi tidak memenuhi standar (Perka BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011

Pasal 57 Ayat 3a).

Berdasarkan kekhususan dapat disimpulkan secara keseluruhan, dari

ketiga komponen persyaratan teknis yang berjumlah delapan poin, tujuh

(87,5%) di antaranya terpenuhi dan dianggap sesuai, dan satu (12,5%)

di antaranya. tidak memenuhi Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan

Alat Diagnostik Sinar-X persyaratan Standar RujukanPerka BAPETEN

No. 8 Tahun 2011. Silakan merujuk ke lampiran untuk kompilasi

temuan dari observasi, wawancara, dan pemeriksaan dokumentasi

penggunaan persyaratan teknis.


64

Berdasarkan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang

dilakukan oleh peneliti di instalasi radiologi RSUD Sukadana, standar

Perka BAPETEN No. 8 tahun 2011 pasal 59 ayat 1 dan 2, ditetapkan

pemantauan paparan radiasi komponen (2 poin) pelaksanaan verifikasi

keselamatan terdiri dari 3 komponen (5 poin). Menurut Pedoman

BAPETEN No. 9 Tahun 2011 pasal 4 dan (1) uji kesesuaian mesin

sinar-X, komponen uji kesesuaian mesin sinar-X (1 poin), 1 poin

(100%) telah terpenuhi.

Instalasi radiologi tidak memenuhi persyaratan identifikasi potensi

paparan (2 poin) dan paparan darurat (2 poin), yaitu (1) identifikasi

potensi paparan belum pernah dilakukan dan (2) rencana paparan

darurat dan tanggap darurat belum pernah dilakukan . Berdasarkan

rincian secara keseluruhan komponen verifikasi keselamatan yang

terdiri atas 3 komponen (5 poin), sebanyak 3 poin (60%) terpenuhidan

sesuai dengan standar Perka BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 tentang

Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar X Radiologi

Diagnostik dan Perka BAPETEN Nomor 9 Tahun 2011 tentang Uji

Kesesuaian Pesawat Sinar X Radiologi Diagnostik dan Intervensional.

Sebanyak 2 poin (40%) tidak terpenuhi. Untuk kompilasi hasil

observasi, wawancara, dan studi dokumentasi penerapan verifikasi

keselamatan terdapat di lampiran.


65

4.2.3 Rekapitulasi Hasil Penelitian

16 komponen, 48 poin, dan 29 poin (60,42%) dari 5 variabel puas dan

patuh pada norma dan aturan. 10 poin (20,83%) telah selesai tetapi tidak

sesuai dengan aturan/standar. Sembilan kriteria (18,75%) tidak

terpenuhi oleh instalasi radiologi RSUD Sukadana secara keseluruhan.

Bagian berikut memberikan gambaran umum dari lima variabel studi

(izin, persyaratan manajemen, kebutuhan perlindungan, persyaratan

teknis, dan verifikasi keselamatan).

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Penelitian


66

4.3 Pembahasan

Berdasarkan temuan studi, ringkasan dari lima variabel penelitian perizinan,

persyaratan manajemen, kebutuhan perlindungan, persyaratan teknis, dan

verifikasi keselamatan ditinjau.

4.3.1 Gambaran Penerapan Perizinan

Gambaran penerapan perizinan dalam penelitian ini terdiri atas 1

komponen perizinan sebanyak 1 poin. Sebanyak 1 poin (100%)

terpenuhi dan sesuai dengan standar. Berdasarkan hasil penelitian,

responden 1, 2 dan 3 menyatakan penggunaan pesawat sinar X sudah

memiliki izin yang diperbarui pada tahun 2022 dan diperpanjang setiap

2 tahun sekali dari BAPETEN. Hasil observasi dan dokumentasi

menunjukkan terdapat surat izin pemanfaatan tenaga nuklir dengan

sumber radiasi pengion dengan merk pembangkit radiasi pengion: IAE

Monno Blocco Radiology, Jolly 30 Plus dan MRX 30R.

Komponen perizinan terpenuhi dan sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan

Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir, pasal 3 ayat 2h disebutkan

pemanfaatan bahan nuklir penggunaan dan/atau penelitian dan

pengembangan dalam radiologi dan intervensional serta terdapat masa

berlaku izin pemanfaatan sumber radiasi pengion dan bahan nuklir

untuk radiologi diagnostik dan intervensional yaitu 2 sampai 3 tahun


67

pada Lampiran I PP Nomor 29 Tahun 2008; Peraturan Pemerintah

Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan

Keamanan Sumber Radioaktif pasal 4 ayat 1 disebutkan setiap orang

atau badan yang akan memanfaatkan tenaga nuklir wajib memenuhi

persyaratan keselamatan radiasi dan memiliki izin pemanfaatan tenaga

nuklir (BAPETEN, 2011). Sejalan dengan itu Perka BAPETEN Nomor

8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam PenggunaanPesawat

Sinar X Radiologi Diagnostik dan Intervensional, pasal 4 menyatakan

setiap orang atau badan yang akan menggunakan pesawat sinar X

wajib memiliki izin dari kepala BAPETEN dan memenuhi persyaratan

keselamatan radiasi (BAPETEN, 2013).

4.3.2 Gambaran Penerapan Persyaratan Manajemen

Terdapat 26 poin yang terdiri 5 komponen persyaratan manajemen

menunjukkan diterapkan dalam penelitian ini. Sebanyak 14 poin

(53,85%) responden puas dan mengikuti aturan, sedangkan 8 poin

(30,77%) menunjukkan responden puas tetapi tidak mengikuti aturan.

Ada 4 poin yang belum terpenuhi secara keseluruhan (15,38%).

Terdapat 8 poin dalam komponen keselamatan radiasi, Dua diantaranya

(25%) sudah terpenuhi tetapi tidak memenuhi standar, tinggal 6

diantaranya (75%) sudah terlaksana. Berikut adalah penjelasan tentang

unsur yang bertanggung jawab atas keselamatan:


68

Penanggung jawab keselamatan radiasi terpenuhi sesuai standar

1. Menurut hasil penelitian, direktur, petugas proteksi radiasi, dan staf

pekerja radiasi merupakan “penanggung jawab keselamatan radiasi”

atau “PI” yang didefinisikan oleh responden 1 sampai dengan 3

sebagai pemegang izin (PI). ). Hal ini didukung oleh analisis

dokumentasi yang menunjukkan dokumen Program Proteksi

Radiasi BAB II Organisasi Keselamatan dan Keamanan Radiasi

memuat struktur organisasi keselamatan radiasi yang meliputi ahli

radiologi, fisikawan, dokter, dan radiografer, serta direktur

pemegang lisensi, kepala fasilitas radiologi, petugas keselamatan

radiasi. Pasal 12 Ayat 1 Peraturan BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011

tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Peralatan

Radiologi Diagnostik dan Sinar-X Intervensional, yang menyatakan

pemegang izin dan pegawai yang terlibat dalam penggunaan pesawat

sinar-X bertanggung jawab atas keselamatan radiasi. menggunakan

mesin sinar-X dengan bantuan dokter gigi ahli radiologi gigi atau

dokter gigi yang memenuhi syarat, dokter spesialis fisika medik,

petugas proteksi radiasi, ahli fisika medik, dan radiografer atau

operator mesin sinar-X dokter gigi.

2. Menawarkan, melaksanakan, dan m program proteksi radiasi.

Berdasarkan temuan kajian diketahui responden 1 sampai dengan

3 memberikan penjelasan tentang bagaimana pemegang izin

mengadakan, melaksanakan, dan m program proteksi radiasi, dalam

hal ini mendukung program dengan petugas proteksi radiasi (PPR).


69

Selain itu, RS Sukadana telah memiliki dokumen yang merinci

Standar Operasional Prosedur (SOP) Laporan Kajian Keselamatan

Radiologi Diagnostik dan Intervensional Tahun 2022. Sesuai pasal

12 ayat 3a Peraturan BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang

Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Diagnostik dan

Intervensional Alat Radiologi Sinar-X, pemegang izin wajib

mengembangkan, melaksanakan, dan memelihara program proteksi

dan keselamatan radiasi.

3. Verifikasi personel. Berdasarkan temuan penelitian, responden 1

sampai dengan 3 mengatakan pemegang izin menggunakan bagian

personalia untuk mengkonfirmasi kepatuhan karyawan terhadap

kompetensi yang dibutuhkan untuk mengoperasikan pesawat sinar-

X. Program perlindungan dan keselamatan radiologi intervensional

dan radiologi dirilis pada tahun 2022 sebagai hasil dari penelitian

dokumentasi. Hal ini sesuai dengan Pasal 12 Ayat 3b tentang

Peraturan Pemegang BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 Tentang

Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Peralatan Radiologi

Diagnostik dan Sinar-X Intervensional. Merupakan kewajiban

pemegang lisensi untuk memastikan secara rutin hanya karyawan

yang memenuhi syarat yang menggunakan peralatan sinar-X.

4. Pelaksanaan pemantauan kesehatan: Berdasarkan hasil penelitian,

responden 1, 2, dan 3 mengatakan pemantauan kesehatan telah

dilakukan pada tahun 2020, dan menurut studi dokumentasi, terdapat

catatan hasil pemeriksaan laboratorium pada bulan


70

Desember 2019. Rumah sakit direktur memutuskan petugas radiasi

mana yang akan menerima pemeriksaan medis. Pasal 12 ayat 3d

Peraturan BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan

Radiasi Dalam Penggunaan Alat Radiologi Diagnostik dan Sinar-X

Intervensional, yang menyatakan pemegang izin bertanggung jawab

untuk melakukan pemantauan kesehatan bagi pekerja radiasi,

mengatur tentang pelaksanaan pemantauan kesehatan .

5. Pengadaan alat pengaman radiasi. Berdasarkan temuan penelitian

diketahui responden 1, 2, dan 3 menjelaskan rumah sakit telah

menyediakan alat proteksi radiasi atas saran kepala instalasi dan

PPR. Selain itu, berdasarkan temuan studi dokumentasi, diterbitkan

dokumen berjudul “Program Proteksi dan Keselamatan Radiologi”

pada tahun 2022. Di situ disebutkan proses pengadaan berdasarkan

usulan dari instalasi radiologi kepada direktur melalui pelayanan

penunjang dan medik. di RSUD Sukadana, dan adanya SOP

penggunaan alat radiologi yang ditetapkan oleh direktur rumah sakit

selaku pemegang izin. Sesuai dengan Pasal 12 Ayat 3e Peraturan

BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Keselamatan Radiasi

Dalam Penggunaan Alat Radiologi Diagnostik dan Sinar-X

Intervensional, pemegang izin wajib menyediakan alat pelindung

radiasi.

6. Berdasarkan hasil penelitian responden 1, 2, dan 3 mengatakan

laporan program proteksi radiasi disampaikan ke BAPETEN setiap

dua tahun bersamaan dengan perpanjangan izin. Dokumen program


71

proteksi dan keselamatan radiasi diagnostik dan intervensional yang

diterbitkan pada tahun 2022 mewajibkan laporan programproteksi

radiasi untuk diperbaharui sejalan dengan pertumbuhan sarana dan

prasarana radiologi. Menurut Peraturan BAPETEN Nomor 8 Tahun

2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Alat

Radiologi Diagnostik dan Radio Intervensi, pasal 12 ayat 3f,

pemegang izin wajib melaporkan pelaksanaan program proteksi dan

keselamatan radiasi. Di sinilah poin untuk melaporkan program

proteksi radiasi berperan.

Penanggung jawab keselamatan radiasi hadir, meskipun tidak

memenuhi persyaratan

1. Pelaksanaan pelatihan proteksi radiasi. Berdasarkan temuan

penelitian, responden 1, 2, dan 3 menjelaskan pelatihan proteksi

radiasi yang diselenggarakan oleh pemegang izin belum pernah

dilaksanakan, pekerja radiasi mengikuti seminar dan sosialisasi

eksternal yang tidak terjadwal atau sesuai kebutuhan. Misalnya, jika

ada tambahan alat radiografi, pihak yang berkompeten seperti dari

dinas kesehatan atau PARI (Persatuan Ahli Radiologi Indonesia)

mensosialisasikan fungsinya. Pelatihan dan penyegaran yang

diberikan oleh BAPETEN bersifat wajib bagi petugas proteksiradiasi

pelatihan ini memiliki persyaratan tersendiri. Dengan tidak adanya

pelatihan proteksi radiasi, pemegang izin tidak mematuhi Pasal 12

ayat 3c Peraturan BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011


72

tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan

Radiologi Diagnostik dan Sinar-X Intervensional. Peraturan ini

menyatakan pemegang izin bertanggung jawab untuk menyiapkan

pelatihan proteksi radiasi. Menurut ahli radiologi, pekerja radiasi

seperti ahli radiologi, petugas proteksi radiasi, fisikawan medik, dan

radiografer perlu mendapatkan pelatihan proteksi radiasi agar

memiliki pengetahuan tentang hukum dan peraturan nuklir,

perkembangan sumber radiasi dalam penggunaan tenaga nuklir, efek

biologis dari radiasi nuklir, prinsip proteksi dan keselamatan radiasi,

alat pengukur radiasi, dan tanggap darurat.

2. Pelaporan verifikasi keselamatan, diketahui dari hasil penelitian

responden 1, 2, dan 3 menjelaskan pelaporan dilakukan ke

BAPETEN jika terjadi kecelakaan radiasi, namun tidak pernah

terjadi kecelakaan radiasi di instalasi radiologi Sukadana Rumah

Sakit, sedangkan untuk verifikasi keselamatan dilakukan dengan

pengujian kecocokan pesawat. Dokumen pengukuran dan proteksi

radiasi dapat ditemukan di ruang ujian 1 sesuai dengan studi

dokumentasi. Akibatnya, belum melakukan pemantauan internal

terhadap paparan radiasi atau mengidentifikasi potensi paparan, dan

saat ini belum memiliki alat surveymeter. Pasal 12 ayat 3f Peraturan

BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi

Dalam Penggunaan Alat Radiologi Diagnostik dan Sinar-X

Intervensional, yang menyatakan pemegang izin harus melaporkan

pelaksanaan verifikasi keselamatan, tidak berlaku dalam situasi ini.


73

Laporan ini diperlukan sistematis dan terencana untuk mendapatkan

komponen struktur dan bagian komponen instalasi radiologi

memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan.

4.3.3 Gambaran Penerapan Personil

Didapatkan 1 poin (100%) untuk komponen personalia, artinya semua

persyaratan telah terpenuhi. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui

responden 1, 2, dan 3 terdapat 2 orang dokter spesialis radiologi, 1 orang

Petugas Proteksi Radiasi (PPR) dengan latar belakang DIVRadiologi

dan memiliki SIB (Surat Izin Bekerja), dan 9 orang radiografer dengan

latar belakang DIV Radiologi. Berdasarkanobservasi yang dilakukan

terdapat daftar pekerja radiasi yang dipasang di kamar pemeriksaan 1

yang memuat PPR dan daftar pekerja radiasi dan dari hasil studi

dokumentasi terdapat program proteksi dan keselamatan radiasi

radiolgi diagnostik dan intervensional yang diterbitkan tahun 2022 yang

memuat nama personil, latar belakang pendidikan, dan STR (Surat

Tanda Registrasi)/SIKR (Surat Izin Kerja Radiografer). Poin personil

sesuai dengan BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan

Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar X Radiologi Diagnostik dan

Intervensional, pasal 13 dan 14 mengenai pemegang izin menyediakan

personil sesuai dengan jenis pesawat sinar X yang digunakan dan

tujuan penggunaan, personil yang menggunakan pesawat sinar X

Terpasang Tetap dan Pesawat Sinar X


74

mobile paling kurang terdiri atas dokter spesialis radiologi atau dokter

yang berkompeten, petugas proteksi radiasi, dan radiografer.

4.3.4 Pelatihan Proteksi dan Keselamatan Radiasi

Komponen pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi terdiri dari 1

poin, sebanyak 1 poin (100%) telah terpenuhi dan sesuai dengan

standar. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui responden 1, 2, dan 3

menjelaskan pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi khusus untuk

PPR yang dilakukan setiap empat tahun sekali (penyegaran) selama 3

hari dan diselenggaran oleh BAPETEN. Berdasarkan studi dokumentasi

terdapat dokumen program proteksi dan keselamatan radiasi radiolgi

diagnostik dan intervensional yang diterbitkan tahun 2022 dijelaskan

instalasi radiologi memiliki satu petugas keamanan radiasi yang telah

memiliki SIB (Surat Izin Bekerja) dan setiap 4 tahun sekali

diperpanjang dengan cara mengikuti kembali pelatihan keamanan

radiasi yang diselenggarakan oleh BAPETEN. Hal ini diperkuat dengan

adanya Sertifikat yang diberikan kepada PPR sebagai bukti telah

mengikuti program penyegaran petugas proteksi radiasi bidang medik

tingkat 2 yang diselenggarakan oleh BAPETEN pada Tahun 2020

selama 3 hari dengan materi teori yang terdiri dari kebijakan dalam

pengawasan tenaga nuklir; peraturan perundang- undangan

ketenaganukliran; efek radiasi terhadap sistem biologi; perkembangan

proteksi radiasi dalam pemanfaatan di bidang medik tk. 2, diskusi

topik meliputi: penyusunan program proteksi radiasi;


75

peningkatan budaya keselamatan; praktek impor, produksi atau

pengalihan sumber radiasi pengion, serta dialog, test awal/test akhir,

morning quiz, pembukaan, dan evaluasi. Poin pelatihan proteksi dan

keselamatan radiasi sesuai dengan Perka BAPETEN Nomor 16 Tahun

2014 tentang Surat Izin Bekerja Petugas Tertentu yang Bekerja di

Instalasi yang Memanfaatkan Sumber Radiasi Pengion, pasal 17b

mengenai persyaratan khusus untuk petugas proteksi radiasi memiliki

sertifikat telah mengikuti dan lulus pelatihan petugas proteksi radiasi

dari lembaga pelatihan yang terakreditasi (Kemenkes RI, 2017).

4.3.5 Pemantauan Kesehatan

Dua dari empat poin dalam komponen pemantauan kesehatan 50% telah

tercapai dan memenuhi kriteria, namun satu poin 25% telah terpenuhi

tetapi belum memenuhi standar. 25 persen dari 1 poin tidak puas.

Komponen sistem pemantauan kesehatan dijelaskan lebih mendalam:

Pemantauan kesehatan terpenuhi dan sesuai dengan standar

1. Pemeriksaan kesehatan awal: Menurut temuan wawancara, responden

1 dan 2 mengatakan mendapat pemeriksaan kesehatan awal sebelum

bekerja dan membawa kartu sehat setiap kali pindah. Menurut Pasal 9a

PP Nomor 33 Tahun 2007, yang mengatur tentang keselamatan sumber

radioaktif dan radiasi pengion, pemegang izin wajib melakukan

pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum mulai bekerja. (BAPETEN,

2010).
76

2. Pemeriksaan kesehatan berkala: Menurut temuan penelitian, responden

1, 2, dan 3 semuanya menyatakan pemeriksaan berkala di tempat kerja

dilakukan setahun sekali, tetapi untuk jangka waktu yang ambigu. Tes

darah rutin, pemeriksaan lab, pemeriksaan fisik, pemeriksaan jantung

dan SGPT, serta gula darah, kolesterol, dan rontgen dada adalah bagian

dari pemeriksaan kesehatan. Hasil pemeriksaan laboratorium tahun

2020 meliputi jenis pemeriksaan sebagai berikut: tes darah rutin

meliputi jumlah jenis, indeks eritrosit, tingkat sedimentasi darah,

analisis urin, diabetes, ginjal, profil lipid, hati (SGOT dan SGPT), dan

rontgen dada. Menurut investigasi dokumenter, tes psikologis belum

dilakukan. Pemegang izin wajib melakukan pemeriksaan kesehatan

pekerja selama bekerja, berdasarkan PP No 33 Tahun 2007 tentang

Pengamanan Sumber Radioaktif dan Radiasi Pengion (poin 9b).

Pemantauan kesehatan tetap dilakukan meski menyimpang dari norma.

Komponen pemantauan kesehatan juga mencakup konseling dan

manajemen kesehatan untuk personel yang terpapar secara berlebihan.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui responden 1 dan 3

menunjukkan tidak ada yang melebihi NBD, namun ada radiografer

yang sedang hamil sehingga tidak ada pengawasan manajemen

kesehatan dan edukasi bagi pegawai yang terpapar radiasi terlalu

banyak. Pasal 4 Peraturan BAPETEN No. 6 Tahun 2010 Tentang

Pemantauan Kesehatan Pegawai Radiasi dilanggar. yang menyatakan


77

pegawai yang mendapat paparan radiasi berlebihan harus menjalani

pemeriksaan kesehatan, penyuluhan, dan penatalaksanaan kesehatan.

Penilaian dan konsultasi psikologis digunakan untuk memberikan

konseling; pekerja wanita yang sedang menyusui, pekerja yang

menerima paparan radiasi berlebih, dan pekerja yang berkehendak

mengetahui tentang paparan radiasi yang diterimanya. Pemantauan

kesehatan berupa konseling yang terdiri atas pemeriksaan psikologi dan

konsultasi berguna untuk mengetahui kondisi psikologis pekerja radiasi

sehingga dapat dilakukan penanganan sejak awal apabila terjadi

gangguan kesehatan (BAPETEN, 2011).

Pemantauan kesehatan tidak terpenuhi

Pemeriksaan kesehatan pekerja yang akan memutuskan hubungan

kerja, berdasarkan hasil wawancara diketahui responden 1, 2 dan 3

belum ada pemeriksaan kesehatan pada pekerja radiasi yang akan

memutuskan hubungan kerja dikan belum ada pekerja radiasi yang

pensiun. Dokumen hasil pemantauan kesehatan harus disimpan kurang

lebih 30 tahun mengingat kemungkinan timbulnya penyakit akibat

radiasi.

4.3.6 Rekaman

Komponen rekaman yang terdiri atas 12 poin, sebanyak 4 poin

(33,33%) telah terpenuhi dan sesuai dengan standar, sedangkan

sebanyak 5 poin (41,67%) terpenuhi tetapi belum sesuai dengan


78

standar. Sebanyak 3 poin (25%) tidak terpenuhi. Gambaran rekaman

lebih rinci sebagai berikut:

Rekaman terpenuhi dan sesuai dengan standar

1. Berdasarkan hasil wawancara diketahui responden 1, 2, dan 3

menyatakan nota dosis disampaikan sebulan sekali dan

diberitahukan hasilnya kepada karyawan. Petugas proteksi radiasi

yang akan diberangkatkan ke LPFK (Loka Pengamanan Fasilitas

Kesehatan) adalah yang mengumpulkan catatan dosis. Ada kartu

dosis radiasi, laporan uji dosis radiasi pemantauan pribadi (Film

Dosimeter), dan program pengukuran dosis radiasi berkala

berdasarkan observasi dan studi dokumentasi. Peraturan BAPETEN

Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam

Penggunaan Alat Radiologi Diagnostik dan Sinar-X Intervensional

Pasal 64 Ayat 2b yang mengatur pencatatan data dosis yang

diterima petugas setiap bulan. (BAPETEN, 2011).

2. Hasil wawancara menunjukkan responden 1 dan 2 menyatakan uji

kesesuaian mesin sinar-X dilakukan setiap dua tahun sekali.

Berdasarkan observasi, dokumen laporan uji kesesuaian mesin

sinar-X diagnostik dan radiologi intervensi, sertifikat uji kelayakan

mesin sinar-X, serta sertifikat uji. Pendokumentasian pengujian

kesesuaian peralatan sinar-X sejalan dengan Pasal 64 ayat 2d

Peraturan BAPETEN No. 8 Tahun 2011 Tentang Keselamatan

Radiasi Dalam Penggunaan Peralatan Radiologi Diagnostik dan

Sinar-X Intervensional (Sugiono, 2019).


79

3. Pelatihan: Dari wawancara dengan responden 1, diketahui catatan

pelatihan berisi informasi tentang nama karyawan, tanggal dan lama

pelatihan, topik yang dibahas, dan salinan sertifikat pelatihan. Pada

tahun 2020, BAPETEN akan menyelenggarakan Program

Penyegaran Petugas Proteksi Radiasi Level 2 selama 3 hari untuk

Bidang Medis. Sumber daya yang disediakan akan digabungkan

dalam program ini. Peraturan BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang

Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiologi

Diagnostik dan Sinar-X Intervensional, Pasal 64 Ayat 2h, tentang

Rekaman Pelatihan.

4. Laporan pelaksanaan program proteksi radiasi; laporan pelaksanaan

program proteksi dan keselamatan radiasi diketahui ada

berdasarkan hasil wawancara responden 1. Berdasarkan hasil

pendokumentasian, Instalasi Radiologi RSUD Sukadana memiliki

makalah program keselamatan dan keamanan radiologi untuk area

penggunaan diagnostik tahun 2022 yang dibuat oleh petugas

keselamatan radiasi/petugas proteksi radiasi (PPR). Keselamatan

Radiasi dalam Penggunaan Alat Radiologi Diagnostik dan Sinar-X

Intervensional, Pasal 66a Peraturan BAPETEN Nomor 8 Tahun

2011 tentang Laporan Pelaksanaan Program Proteksi dan

Keselamatan Radiasi. (Sugiono, 2019).

Rekaman terpenuhi dan tidak sesuai dengan standar

1. Data inventarisasi pesawat sinar-X; menurut temuan wawancara,

responden 1, 2, dan 3 membenarkan adanya informasi . Terdapat


80

Kartu Inventaris Pesawat Sinar-X dan Kartu Inventori Kamar (KIR)

yang dikembangkan berdasarkan observasi dan investigasi

dokumentasi. Masih adanya pesawat udara yang tidak digunakan,

sehingga hal ini melanggar Peraturan BAPETEN No. 8 Tahun 2011

tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Peralatan

Radiologi Diagnostik dan Sinar-X Intervensional, pasal 64 ayat 2a

yang mewajibkan pencatatan data inventarisasi X-ray peralatan

sinar. Laporan ini diperlukan untuk menilai keefektifan program

keselamatan radiasi dan kesesuaian tindakan perlindungan dengan

berbagai jenis peralatan sinar-X yang saat ini digunakan.

2. Hasil pemantauan laju paparan radiasi. Berdasarkan hasil

wawancara, diketahui responden 1, 2, dan 3 menyatakan paparan

radiasi tidak pernah dinilai selain selama pekerjaan pemasangan dan

perawatan yang dilakukan oleh pabrikan pesawat. Pencatatan hasil

pemantauan laju paparan radiasi di tempat kerja dan lingkungan

tidak sesuai dengan Peraturan BAPETEN No. 8 Tahun2011 tentang

Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiologi

Diagnostik dan Sinar-X Intervensional, pasal 64 ayat 4c. Asesmen

paparan radiasi perlu dilakukan secara berkala untuk memastikan

tidak melebihi NBD untuk karyawan, yaitu 10 mSv per tahun atau

0,2 mSv per minggu, dan untuk populasi umum, yaitu 0,5 mSv per

tahun atau 0,01 mSv. per minggu. Untuk mengetahui adanya

paparan radiasi yang berlebihan, maka hasil


81

pemantauan laju paparan radiasi digunakan sebagai evaluasi

paparan radiasi (Sugiono, 2019).

3. Penggantian komponen mesin sinar-X. Berdasarkan hasil

wawancara diketahui responden 1, 2, dan 3 menyatakan console

table/control panel perlu diganti mengalami kerusakan sekitar tahun

2020. Namun dari hasil dokumentasi tidak ada dokumen untuk

penggantian mesin sinar-X. Pendokumentasian penggantian

komponen peralatan sinar-X tidak sesuai dengan Peraturan

BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam

Penggunaan Peralatan Radiologi Diagnostik dan Sinar-X

Intervensional, pasal 64 ayat 2g (BAPETEN, 2013).

4. Berdasarkan hasil wawancara diketahui responden menunjukkan

hasil pemantauan kesehatan staf tahun 2020 adalah. Hal ini

didukung oleh penelitian dokumenter yang melihat hasil tes

laboratorium dan rontgen dada yang diambil selama pemeriksaan

tahun 2020.

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Laboratorium dan X Ray thorax

Tes darah rutin mengungkapkan jumlah sel darah putih (leukosit)

berada dalam kisaran normal (4.000 hingga 11.000/L), dan


82

pemeriksaan petugas radiasi menunjukkan gambaran bronkitis

kronis, menurut pandangan dokter. Hal ini tidak sesuai dengan

Peraturan BAPETEN Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pemantauan

Kesehatan Tenaga Radiasi, Satu tahun sejak tanggal pemeriksaan

kesehatan, berlaku Pasal 6 tentang hasil pemeriksaan, dan Peraturan

BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi

Dalam Penggunaan Peralatan Radiologi Diagnostik dan

Intervensional, Pasal 64 ayat 2i tentang pencatatan hasil pemantauan

kesehatan personel. Rekaman ini mencoba mengevaluasi kondisi

kesehatan pekerja radiasi dan melacak efeknya pada kesejahteraan

(BAPETEN, 2011).

5. Laporan pelaksanaan verifikasi keselamatan: Menurut wawancara

dengan responden BAPETEN menerima laporan tentang proses

verifikasi keselamatan. Menurut penelitian dokumentasi, Terdapat

dokumen untuk tindakan perlindungan paparan radiasi dan uji

kepatuhan pesawat sinar-X, tetapi pemegang lisensi belum

melakukan pengukuran paparan radiasi secara berkala atau internal.

Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Alat Diagnostik Sinar-X

dan Radiologi Intervensional, Peraturan BAPETEN No. 8 Tahun

2011, Pasal 66a yang berkaitan dengan laporan pelaporan

pelaksanaan verifikasi keselamatan, tidak berlaku dalam hal ini.

Studi ini diperlukan sebagai langkah metodis dan terencana untuk

memastikan bangunan, sistem, dan elemen lain dari instalasi


83

radiologi memenuhi standar keselamatan dan keamanan

(BAPETEN, 2011).

Rekaman tidak terpenuhi

1. Pembacaan langsung kalibrasi dosimeter individu; dari hasil

wawancara responden menggunakan movie badge untuk

mendeskripsikan penggunaannya. Hal ini dimaksudkan agar

tingkat kegelapan dapat terbaca dengan baik pada saat

menggunakan film badge, yang memerlukan proses khusus pada

film. Film harus dikembangkan sebelum waktu itu hanya bisa

digunakan setiap tiga bulan. kelembapan diperlukan untuk

pemrosesan dan penyimpanan, yang berdampak negatif pada hasil

penilaian. Lencana film ditawarkan untuk mengevaluasi

penyerapan dosis radiasi dokumentasi menyeluruh diperlukan

untuk pemantauan keselamatan radiasi.

2. Hasil pencarian fakta akibat kecelakaan radiasi; berdasarkan hasil

wawancara diketahui responden 1, 2, dan 3 menyatakan tidak ada

dokumen hasil pencarian fakta akibat kecelakaan radiasi tidak ada

yang terjadi.

3. Laporan pelaksanaan intervensi paparan darurat: paparan darurat

tidak pernah teridentifikasi, terlihat dari temuan wawancara dengan

responden 1 dan 2 tidak ada laporan pelaksanaan intervensi paparan

darurat. Tinjauan dokumentasi mengungkapkan


84

tidak ada dokumen mengenai penggunaan intervensi paparan

darurat.

4.3.7 Gambaran Penerapan Persyaratan Proteksi

Gambaran penerapan persyaratan manajemen dalam penelitian ini

terdiri atas 4 komponen persyaratan manajemen sebanyak 8 poin.

Sebanyak 4 poin (50%) terpenuhi dan sesuai dengan standar, sebanyak

1 poin (12,5%) terpenuhi tetapi belum sesuai dengan standar.

Sebanyak 3 poin (37,5%) tidak terpenuhi.

Justifikasi penggunaan pesawat sinar X

Komponen penanggung justifikasi penggunaan pesawat sinar X (1

poin), sebanyak 1 poin (100%) telah terpenuhi dan sesuai dengan

standar. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui responden 1, 2 dan 3

menjelaskan justifikasi pemberian paparan radiasi kepada pasien harus

diberikan oleh dokter atau dokter gigi dalam bentuk surat rujukan

apabila tidak ada surat dari dokter pengirim maka pihak instalasi

radiologi tidak menerima, rujukan dari dokter juga dengan klinis yang

jelas (Budiarto, 2021). Berdasarkan hasil observasi dan studi

dokumentasi terdapat surat permintaan yang ditujukan kepada unit

radiologi yang terdiri atas nama, umur, alamat, pekerjaan pasien, unit

pengirim, dokter pengirim, jenis permintaan pemeriksaan X Ray,

Tanggal permintaan, deskripsi klinis pasien, dan tanda tangan dokter

pengirim. Peraturan BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 tentang


85

Pengamanan Radiasi dalam Penggunaan Alat Radiologi Diagnostik dan

Sinar-X Intervensional, khususnya Pasal 26 tentang kewajiban dokter

atau dokter gigi memberikan surat rujukan atau konsultasi sebagai bukti

kebutuhan sebelum melakukan paparan. pasien terhadap radiasi untuk

tujuan diagnostik. (BAPETEN, 2011).

Komponen batasan dosis mengandung tiga poin yaitu satu (33,33%)

sudah terpenuhi dan sesuai standar, satu (33,33%) terpenuhi tapi tidak

sesuai standar, dan satu (33,33%) belum terpenuhi. Berikut adalah

penjelasan menyeluruh pembatasan dosis:

Limitasi dosis terpenuhi dan sesuai dengan standar

1. Nilai batas dosis (NBD). Petugas radiasi di instalasi radiologi

mendapat dosis yang masih jauh di bawah NBD, sesuai temuan

wawancara dengan responden 1, 2, dan 3. Pajanan tahunan tidak

boleh melebihi 20 mSv menurut alat monitoring dosis menggunakan

film badges; total setiap bulan hingga satu tahun dihitung secara

terpisah untuk menentukan apakah dosis tahunan telah terlampaui

atau tidak. Berdasarkan hasil studi dokumentasi, terdapat laporan

hasil Uji Dosis Radiasi Pemantauan Pribadi tahun 2021 dari bulan

Juni sampai dengan Desember dan tahun 2022 pada bulan Januari,

Februari, dan April. Setiap personel menerima rata-rata 0,9 mSv

dalam dosis, dan tidak ada yang melebihi NBD yang diperlukan.

Hasil evaluasi program pengukuran dosis radiasi secara periodik di

Bagian Radiologi RS Sukadana menunjukkan


86

setiap pegawai menerima rata-rata dosis 120 mRem atau setara

dengan 1,2 mSv. Menurut Peraturan BAPETEN No. 8 Tahun 2011

tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Alat Radiologi

Diagnostik dan Sinar-X Intervensional, yang menyebutkan dalam

Pasal 31a NBD pekerja radiasi tidak boleh melebihi dosis efektif

rata-rata 20 mSv per tahun selama 5 kali berturut-turut. tahun, hal ini

sesuai. Selanjutnya, pasal 15a tentang NBD bagi pekerja radiasi

disyaratkan dengan pemberian dosis efektif rata-rata 20 mSv per

tahun selama lima tahun, sesuai Peraturan BAPETEN Nomor 4

Tahun 2013 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam

Pemanfaatan Tenaga Nuklir. Konsekuensinya, paparan kumulatif

selama lima tahun tidak boleh lebih dari 100 mSv. (BAPETEN,

2013).

Limitasi dosis terpenuhi dan tidak sesuai dengan standar

hasil wawancara, responden 1, 2, dan 3 mengetahui keberadaan alat

pelindung radiasi. mencantumkan barang-barang berikut sebagai

contoh: Lubang intip berlapis Pb pada layar (2 buah), Kacamata Pb (1

pasang), Sarung tangan Pb (1 pasang), pelindung tiroid (1 buah), dan

pelindung ovarium/gonad Pb (1 buah), semuanya memiliki ketebalan 1

mm. Pengguna alat pelindung radiasi meliputi pasien, pendamping

pasien, dan tenaga ahli radiasi yang dekat dengan bidang radiasi

(BAPETEN, 2011). Dalam keadaan ruang pemeriksaan yang pintunya

hanya satu, maka penggunaan alat proteksi radiasi menjadi penting


87

terutama pada saat pemeriksaan pertama ruangan , tetapi belum

dilakukan pengujian agar pemaparan diluar batas ruangan tidak tertutup

rapat. Hal ini bertentangan dengan instruksi SOP “Pastikan Pintu Ruang

Ujian Tertutup”. Namun sesuai dengan temuan observasi, telah

digunakan screen dengan lubang intip berlapis Pb di ruang pemeriksaan

1 (polymobile plus pesawat) sebagai pengganti alat pelindung radiasi

berupa apron. SOP Penggunaan Peralatan Radiologi dan kartu

inventaris ruangan, yang merinci peralatan, jenis, jumlah, dan

kondisinya, didasarkan pada studi dokumentasi. Celemek yang hadir

dalam tiga bagian ini dalam kondisi yang baik. Hal ini melanggar

Peraturan BAPETEN No 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi

Dalam Penggunaan Alat Radiologi Diagnostik dan Sinar-X

Intervensional, khususnya Pasal 35 Ayat 1 dan 6, yang mengatur

mengenai alat proteksi radiasi yang wajib disediakan bagi setiap pekerja

radiasi. Celemek, pelindung yang dilapisi Pb, dilengkapi dengan kaca

mata Pb, sarung tangan, pelindung tiroid, dan pelindung

ovarium/gonad. Keadaan ini meningkatkan kemungkinan pekerja

radiasi dapat menyerap radiasi lebih banyak, sehingga diperlukan

penggunaan paling sedikit dua apron dalam kondisi layak pakai atau

tanpa kebocoran, pemasangan kaca lubang intip Pb setara dengan satu

milimeter pada dinding ruang pemeriksaan 1, dan penggunaan ruang

operator. (Uthami, 2019).


88

Limitasi dosis tidak terpenuhi

Berdasarkan percakapan dengan responden 1, 2, dan 3, telahditetapkan

baik pemegang lisensi maupun magang tidak pernah memantau paparan

radiasi menggunakan meteran survei tidak ada. Untuk mendeteksi

adanya retakan atau kebocoran pada pelindung radiasi yang mungkin

membuat pekerja radiasi terpapar terlalu banyak radiasi, pemantauan

paparan radiasi harus dilakukan di berbagai lokasi, termasuk area kerja

di mana pekerja biasanya melakukan tugasnya. Ini akan memungkinkan

pekerja untuk merencanakan dan memposisikan diri sesuai. aman

melakukan pekerjaan (Sugiono, 2019).

Penerapan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi komponen

Penerapan proteksi radiasi dan optimalisasi keselamatan memerlukan

dua poin, meskipun hanya satu poin (100%) yang tercapai. Berikut

penjelasan proteksi radiasi dan optimalisasi keselamatan digunakan:

1. Berdasarkan hasil wawancara diketahui responden 1, 2, dan 3 belum

melakukan pengukuran dengan survey meter sehingga belum dapat

mengetahui dosis radiasi yang diterima petugas radiasi, apakah

sudah melebihi batas dosis yang ditetapkan 12 NBD per tahun untuk

pekerja radiasi yaitu 10 mSv per tahun atau 0,2 mSv per minggu.

Untuk anggota masyarakat, NBD dibagi dua setiap tahun 0,5 mSv,

atau 0,01 mSv setiap minggu. Pengukuran dengan menggunakan

survey meter harus dilakukan secara berkala


89

(seminggu sekali) untuk mengoptimalkan penerapan proteksi dan

keselamatan radiasi untuk memastikan personel di instalasi

radiologi dan anggota masyarakat mengalami paparan radiasi

seminimal mungkin (Uthami, 2019). .

2. Penerapan optimalisasi proteksi dan keselamatan radiasi pasien.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui responden 1, 2, dan 3 belum

memiliki peralatan yang diperlukan sehingga tidak memungkinkan

untuk menentukan apakah dosis radiasi yang diterima pasien telah

melebihi batas dosis yang ditetapkan. Sebagai contoh, dosis

permukaan inlet untuk radiografi gigi pada posisi periapikal adalah

7 mGy. Namun, kami menganut pendekatan ALARA (As Low As

Reasonably Achievable), yang menyatakan radiografi yang sangat

baik atau jelas harus diperoleh dalam waktu yang sangat singkat.

Ada standar untuk mendapatkan gambar periapikal gigi, yang

meliputi sudut dan durasi penyinaran, berdasarkan pengamatan.

Untuk memastikan pasien mendapatkan jumlah radiasi paling

sedikit yang diperlukan untuk memenuhi tujuan diagnostik,

keselamatan radiasi harus dioptimalkan. (Sugiono, 2019).

pengawasan dosis Komponen pemantauan dosis terdiri dari 2 poin,

keduanya (100%) memenuhi persyaratan. Berikut adalah penjelasan

pemantauan dosis digunakan:

Tercapai dan sesuai dengan kriteria pemantauan dosis


90

1. Pemantauan dosis dengan film badge: Menurut hasilwawancara,

responden 1, 2, dan 3 semua menjelaskan dosis pemantauan yang

diberikan kepada anggota staf menggunakan film badge, namun

penggunaannya tidak konsisten tidak efektif. Menurut

pengamatan, ada lencana film yang dikenakan di saku dan

digunakan sesuai dengan jumlah orang. Setiap personel juga

memiliki kode unik. Laporan hasil uji dosis radiasi berdasarkan

studi dokumentasi, dan dikumpulkan setiap bulan oleh petugas

proteksi radiasi, diteruskan ke LPFK, dan diganti dengan yang

baru untuk digunakan pada bulan berikutnya. Hal ini sesuai

dengan Peraturan BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 tentang

Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiologi

Diagnostik dan Intervensional, khususnya Pasal 33b tentang

memastikan tidak terlampauinya NBD, pemantauan dosis yang

diterima oleh personel dengan film badge atau TLD badge, dan

pembacaan langsung dosimeter individu yang telah dikalibrasi

(Uthami, 2019).

2. Berdasarkan hasil wawancara diketahui responden 1 dan 2

petugas radiasi mengetahui hasil monitoring dosis agar dapat

dilakukan tindakan jika terjadi kelebihan NBD. Pasal 29

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Proteksi

Radiasi Pengion dan Proteksi Sumber Radioaktif, yang

menyebutkan kewajiban untuk mengkomunikasikan hasil

evaluasi pemantauan dosis kepada pekerja. LPFK (Loka


91

Pengamanan Fasilitas Kesehatan) mengirimkan evaluasitemuan

pemantauan dosis kepada petugas proteksi radiasi untuk dikaji

dan didistribusikan kepada setiap pegawai. (Ridley, 2019).

4.3.8 Gambaran Penerapan Persyaratan Teknik

3 elemen yang berjumlah 8 poin menjadi penjelasan penerapan

persyaratan teknis dalam penelitian ini. 7 dari kemungkinan 10 poin

(87,5%) tercapai jika memenuhi kriteria, sedangkan 1 poin (12,5%)

dicapai jika tidak memenuhi kriteria. Peralatan sinar-X Dua titik

membentuk komponen peralatan sinar-X, dan keduanya (keduanya

100% sesuai dengan persyaratan) terpenuhi. Berikut adalah penjelasan

mesin sinar-X digunakan:

Pesawat sinar X terpenuhi dan sesuai dengan standar

1. Pesawat sinar X sesuai standar; menurut hasil wawancara,

responden 1 dan 2 menjelaskan pesawat memenuhi persyaratan

BAPETEN, BATAN, dan Kementerian Kesehatan. Peralatan X-

Ray layak digunakan dalam arti aman, sehingga semua pengguna

tenaga nuklir berada di bawah pengawasan BAPETEN. Mesin

sinar-X memiliki tanda kalibrasi alat, sertifikat kalibrasi, dan

dianggap “layak pakai” berdasarkan temuan observasi dan studi

dokumentasi. Menurut Pasal 42 Ayat 1 Peraturan BAPETEN

Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam


92

Penggunaan Peralatan Radiologi Diagnostik dan Sinar-X

Intervensional, pemegang izin hanya diperbolehkan menggunakan

peralatan sinar-X sesuai dengan peraturan perundangan di

Indonesia. standar lain yang dapat ditelusuri, seperti Standar

Nasional (SNI).

2. Bagian mesin sinar-X. Berdasarkan hasil wawancara, responden

1, 2, dan 3 menyatakan bagian-bagian pesawat terdiri dari silinder,

generator berdaya tinggi, panel kendali, dan perangkat lunak.

Penjelasan ini didukung oleh temuan observasi dan studi

dokumentasi yang memuat sertifikat kalibrasi dan uji untuk

silinder, generator daya tinggi, dan komponen panel kontrol.

Peraturan BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan

Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiologi Diagnostik dan

Sinar-X Intervensional, khususnya Pasal 42 Ayat 2, yang mengacu

pada peralatan sinar-X yang sekurang-kurangnya meliputi

komponen utama sebagai berikut: tabung , generator daya tinggi,

panel kontrol, dan perangkat lunak. (Ridley, 2019).

Peralatan penunjang pesawat sinar-X terdiri dari dua bagian yang

memiliki dua titik (100%) yang memenuhi dan memenuhi persyaratan.

Penggunaan peralatan penunjang peralatan sinar-X dijelaskan lebih

mendalam:

1. Hasil wawancara diketahui responden 1 dan 2 mengatakan

peralatan pendukung pesawat sinar-X standarnya sama dengan


93

pesawat sinar-X. "Fit for use" telah diberikan pada mesin sinar-X.

Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar ketertelusuran

lainnya yang diterbitkan oleh badan akreditasi atau sertifikat yang

dikeluarkan oleh produsen diwajibkan untuk penggunaan

peralatan penunjang peralatan sinar-X, sebagaimana tercantum

dalam pasal 55 ayat 1 Peraturan BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011

tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan

Radiologi Diagnostik dan Sinar-X Intervensional.

2. Bagian-bagian alat penunjang pesawat sinar-X didiskusikan

oleh responden 1 dan 2 sesuai dengan hasil wawancara.

Komponen ini termasuk kabel, stabilisator, kolimator, dan

instrumentasi voltase, yang mungkin juga menggunakan UPS.

Pengamatan menunjukkan pesawat sinar-X memiliki

stabilisator, panel MDP, tiang penyangga tabung, dan

kolimator. sertifikat kalibrasi dan sertifikat uji disebutkan

dalam studi dokumentasi; kolimator penutup ini, kabel, dan

aksesoris, masing-masing. Kolimator, instrumentasi voltase,

dan tiang penyangga merupakan komponen yang wajib ada

pada peralatan penunjang sinar-X, berdasarkan Pasal 55

Peraturan BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan

Radiasi Dalam Penggunaan PeralatanDiagnostik Sinar-X dan

Radiologi Intervensional. (Uthami, 2019).


94

Infrastruktur dan Struktur Komponen pemantauan dosis memiliki total

empat poin, tiga di antaranya (75%) terpenuhi dan sesuai standar, dan

satu (25%) terpenuhi tetapi belum sesuai standar. Berikut penjelasan

lebih lengkap mengenai penggunaan gedung dan fasilitas:

Bangunan dan fasilitas terpenuhi dan sesuai dengan standar

1. Jendela; Diketahui posisi jendela paling tidak berjarak 2 meter

dari ruangan berdasarkan hasil wawancara dengan responden

1, 2, dan 3. Jendela penglihatan terletak dua meter di atas

tanah. Pasal 57 Ayat 3b Peraturan BAPETEN Nomor 8 Tahun

2011 tentang Proteksi Radiasi dalam Penggunaan Alat

Radiologi Diagnostik dan Sinar-X Intervensional menyatakan

fasilitas alat sinar-X paling sedikit harus memenuhi standar

apabila ruangan terdapat jendela. kemudian jendela

diletakkan minimal 2 meter dari lantai (Uthami, 2019).

2. Dinding dan pintu ruangan dibentuk dari bata rangkap, dan

pintunya dilapisi Pb, berdasarkan hasil wawancara responden

1, 2, dan 3. Laporan uji kesesuaian mesin sinar-X menetapkan

ketebalan dinding adalah 30 cm, yang sesuai dengan observasi

dan investigasi dokumentasi. Dokumen yang mengukur

paparan radiasi dan proteksi radiasi menyatakan dinding bata

ruang pemeriksaan setebal 20 cm dan diplester dengan semen

Portland dan mortar pasir. Pintu dilapisi Pb 2 mm. (Sari,

2020).
95

Pasal 57 Ayat 3c Peraturan BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 tentang

Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Alat Radiologi Diagnostik

dan Sinar-X Intervensional, fasilitas alat sinar-X paling sedikit harus

memenuhi persyaratan dinding ruangan untuk semua jenis Peralatan

sinar-X terbuat dari batu bata merah setebal 25 cm atau beton dengan

berat jenis 2,2 g/cm3, dan pintu ruang mesin sinar-X harus diberi

selubung.

Ada ruangan gelap, namun sudah tidak terpakai dan sudah diganti

dengan CR (Computerized Radiography), sesuai temuan wawancara

dengan responden 1, 2, dan 3. Selain itu, setiap ruang pemeriksaan

memiliki area ganti radiasi tanda, dan poster dengan peringatan

radiasi. Observasi dan studi dokumentasi menghasilkan Rencana

Instalasi Radiologi RSUD Sukadana, SOP Operasional Peralatan CR

Carestream, Cara Mengganti Film CR Carestream, dan Menyalakan

Lampu Merah Radiasi. Hal ini sesuai dengan Peraturan BAPETEN

Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam

Penggunaan Alat Radiologi Diagnostik dan Sinar-X Intervensional,

Pasal 57 ayat 3 dan 4 tentang fasilitas alat sinar-X yang sekurang-

kurangnya harus memenuhi persyaratan ruangan gelap atau

peralatan pengolah film, ruang tunggu pasien, poster peringatan

radiasi dan lampu merah, rambu-rambu radiasi, dan poster

peringatan radiasi. (Sari, 2020).


96

Bangunan dan fasilitas terpenuhi dan tidak sesuai dengan standar

1. Ukuran ruangan Ukuran ruangan mesin sinar-X dan mobile station

telah sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Kepala Badan

Pengawasan Tenaga Nuklir, berdasarkan data hasil wawancara

dengan responden 1 dan 2. Dari hasil studi dokumentasi dibuat

dokumen disebut Pedoman Pelayanan Radiologi Bab III Standar

Fasilitas dan Peralatan. Dengan luas 4,5 mx 2,7 mx 3 m untuk bidang

bergerak satu ruang ujian dan 8,5 mx 3 mx 3 m untuk dua pesawat

tetap ruang 2, tersedia untuk digunakan di ruang ujian. (BAPETEN,

2011).

Peraturan BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan

Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiologi Diagnostik dan

Sinar-X Intervensional, Ukuran ruang pemeriksaan awal tidak

mencukupi. Mobile station harus memenuhi spesifikasi teknis

pesawat sinar-X dari pabrikan atau rekomendasi standar

internasional atau memiliki dimensi yang tercantum dalam lampiran

IV yang merupakan bagian dari Peraturan Kepala BAPETEN ini

yaitu untuk sinar-X tetap dan bergerak dalam ruangan. perlengkapan

ukuran minimum ruangan yang dipersyaratkan oleh Pasal 57 Ayat

3a. (Kemenkes RI, 2014).

Ruang radiasi harus didesain oleh tenaga ahli untuk memberikan

jaminan pemenuhan persyaratan proteksi sehingga dosis yang


97

diterima oleh pekerja radiasi atau anggota masyarakat tidak melebihi

NBD yang ditentukan yaitu 10 mSv per tahun atau 0,2 mSv per

minggu untuk pekerja radiasi dan 0,5 mSv per tahun atau 0,01 mSv

per minggu untuk anggota masyarakat (Budiarto, 2021).

4.3.9 Gambaran Penerapan Verifikasi Keselamatan

Penggunaan verifikasi keamanan dalam penelitian ini dibagi menjadi

3 bagian, dengan total 5 poin. Dua poin (40%) tidak tercapai sedangkan

tiga poin (60%) selesai dan memenuhi norma. Tracking Paparan

Radiasi Komponen untuk mengukur paparan radiasi terdiri dari 2 titik

yang keduanya (100%) sudah memenuhi standar. Penjelasan lebih

lengkap tentang penggunaan pemantauan paparanradiasi:

Pemantauan paparan radiasi terpenuhi dan sesuai dengan standar

1. Pemantauan paparan radiasi di fasilitas baru Berdasarkan temuan

wawancara dengan responden 1, 2, dan 3, belum ada penyesuaian

dan pemantauan paparan radiasi di pabrik baru. tapi itu dilakukan

saat pesawat baru diperkenalkan. Temuan studi dokumentasi

mengarah pada pembuatan catatan yang mengukur paparan radiasi

dan proteksi radiasi untuk data pesawat Jolly 30 Plus. Menurut pasal

59 ayat 1 Peraturan BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 tentang

Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiologi

Diagnostik dan Sinar-X Intervensional, pemantauan paparan

radiasi dilakukan pada fasilitas baru yang dimiliki


98

sebelum digunakan dan pada fasilitas yang mengalami perubahan.

Pada dinding penahan radiasi dan di area pekerja dimana pekerja

radiasi melakukan tugasnya, dilakukan pemantauan paparan radiasi

secara ekstensif (BAPETEN, 2011).

2. Ruang lingkup pemantauan paparan radiasi. Berdasarkan hasil

wawancara dengan responden 1, 2, dan 3 diketahui pada saat uji

kesesuaian atau kalibrasi, pemantauan paparan radiasi dilakukan

oleh pihak eksternal (BAPETEN), bukan oleh pihak internal

(pemegang izin), dan fluoroskopi tidak dipantau fluoroskopi tidak

ada. Menurut analisis dokumentasi, tindakan proteksi dan paparan

radiasi dilakukan di ruang radiologi, ruang operator, dan kebocoran

tabung sinar-X. Paparan radiasi tidak dinilai selama fluoroskopi.

Hal ini sesuai dengan Pasal 59 Ayat 2 Peraturan BAPETEN No. 8

Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan

Peralatan Radiologi Diagnostik dan Sinar-X Intervensional, yang

mengatur tentang pemantauan paparan radiasioleh petugas proteksi

radiasi di ruang kendali Balai Besar pesawat sinar-X, area di sekitar

pesawat sinar-X, dan individu yang melakukan prosedur

fluoroskopik. (BAPETEN, 2013).

Uji kelayakan mesin sinar-X diberikan 1 poin jika semua persyaratan

terpenuhi (100%) dan pengujian dilakukan sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan. Berdasarkan temuan wawancara dengan responden 1,

2, dan 3 diketahui petugas proteksi radiasi menyerahkan hasil uji


99

kelayakan mesin sinar-X untuk perpanjangan izin kepada direktur

sebelum diserahkan kembali ke POLTEKES Bandar Lampung atau

organisasi lain yang ditunjuk oleh BAPETEN. Peran POLTEKES

adalah menyelenggarakan ujian yang menentukan kelulusan

BAPETEN, bukan ujian yang menentukan kelulusan. Pengujinya

profesional dengan pelatihan (BAPETEN, 2011). Sertifikat diberikan

jika hasilnya sesuai dengan standar; jika tidak, disarankan agar

standardisasi atau perbaikan dilakukan. Berdasarkan temuan studi

dokumentasi, telah diterbitkan Izin Pemanfaatan Nuklir yang

dikeluarkan oleh BAPETEN dengan masa berlaku sampai dengan tahun

2027, beserta Laporan Uji Kepatuhan Pesawat Radiodiagnostik dan

Intervensional X-Ray dengan tanggal uji 10 Desember 2014. oleh

Penguji Bersertifikat berbasis POLTEKES. Hasil uji kesesuaian mesin

sinar-X meliputi informasi dosis pasien, kebocoran tube box, linieritas

keluaran radiasi, reproduktifitas tegangan puncak, dan kolimasi berkas.

Pasal 4 Peraturan BAPETEN Nomor 9 Tahun 2011 tentang Uji

Kepatuhan Pesawat Udara Radiologi Diagnostik dan Intervensional

yang mengamanatkan setiap orang atau organisasi yang mengajukan

izin baru, perpanjangan izin atau yang telah memiliki izin penggunaan

pesawat terbang X -ray pesawat harus berhasil menyelesaikan uji

kesesuaian pesawat. sinar-X. (BAPETEN, 2011).


100

Identifikasi kemungkinan pajanan dan pajanan darurat memiliki dua

bagian, meskipun hanya salah satunya (100%) yang terpenuhi. Berikut

adalah penjelasan yang lebih menyeluruh untuk mengidentifikasi

kemungkinan paparan dan paparan darurat:

Identifikasi paparan potensial dan paparan darurat tidak terpenuhi

1. Identifikasi paparan potensial dan darurat. Berdasarkan hasil

wawancara dengan responden 1, 2, dan 3 diketahui belum ada upaya

untuk mengidentifikasi paparan prospektif dan darurat tidak pernah

terjadi kecelakaan radiasi. Menurut temuan penelitian dokumentasi,

tidak ada catatan yang menunjukkan kemungkinan paparan (yang

dapat mengakibatkan paparan darurat). dengan memperhatikan

kemungkinan terjadinya sumber kecelakaan, kejadian atau rangkaian

kejadian yang dapat terjadi akibat kegagalan peralatan atau

kecelakaan operasional, sehingga dapat dilakukan pencegahan atau

tindakan awal jika terjadi paparan darurat. dengan melihat penyebab

potensial insiden, menghitung atau meninjau dosis yang diterima,

dan memutuskan tindakan. (BAPETEN, 2010).

2. Strategi tanggap darurat; diketahui saat ini tidak ada rencana tanggap

darurat berdasarkan temuan wawancara dengan responden 1, 2, dan

3. Tidak ada dokumen rencana tanggap darurat, menurut penilaian

dokumentasi. Hal ini perlu dilakukan sebagai tindakan pencegahan

perlindungan radiasi dalam keadaan darurat dengan


101

memilih orang yang akan diintervensi, menyiapkan sistem untuk

administrator keselamatan radiasi untuk mengkoordinasikan

intervensi, mengelola paparan darurat, dan pelaporan. Rencana

reaksi darurat digabungkan dalam program proteksi radiasi yang

dibuat dan diperbarui oleh petugas proteksi radiasi sejalan dengan

keadaan terkini atau kemajuan radiologi. (Anizar, 2019).

4.4 Kelemahan Penelitian

Kelemahan penelitian ini adalah ketidaklengkapan dokumentasi yang

berkaitan dengan keselamatan radiasi. Triangulasi teknis tidak dapat

sepenuhnya dipenuhi jika makalah tidak lengkap.


102

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penelitian ini berjudul “Analisis Penerapan Manajemen Keselamatan Radiasi

di Instalasi Radiologi di Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana” ini

disimpulkan

1. Instalasi Radiologi RSUD Sukadana telah memenuhi (memadai)

gambaran permohonan izin keselamatan radiasi.

2. Penerapan kriteria manajemen keselamatan radiasi di Instalasi

Radiologi RSUD Sukadana dinyatakan sudah sesuai (memadai).

3. Instalasi Radiologi RSUD Sukadana telah menerapkan peraturan

keselamatan radiasi untuk proteksi radiasi dengan cara yang cukup

sesuai.

4. Instalasi Radiologi RSUD Sukadana memiliki penjelasan yang

sesuai (memadai) tentang bagaimana penerapan standar metode

keselamatan radiasi.

5. Pelaksanaan verifikasi keselamatan radiasi di Instalasi Radiologi

RSUD Sukadana telah memenuhi deskripsi kesesuaian (memadai).


103

5.2 Saran

Pada penelitian tentang “Analisis Penerapan Manajemen Keselamatan

Radiasi di Instalasi Radiologi di Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana”,

saran yang dapat direkomendasikan yaitu RSUD Sukadana dapat meninjau

kembali variabel yang belum sesuai standar dan variabel yang belum

terpenuhi.
104

Anda mungkin juga menyukai