Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“PELAKSANAAN K3 DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH


SAKIT”

DISUSUN OLEH

Aldo Budiman Nursal


1910070140059

PROGRAM STUDI DIII RADIOLOGI


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pelaksanaa K3 di Instalasi Radiologi
Rumah Sakit” dengan baik dan tepat waktu. Diharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang pelaksanaan K3 di
radiologi. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, saya
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita. Amin.

Padang, 23 Juni 2022

Aldo Budiman Nursal


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian.........................................................................................2
BAB 2PEMBAHASAN
2.1 Manajemen Radiologi..................................................................................3
2.2 Proteksi Radiasi............................................................................................5
2.3 Persyaratan Teknik.......................................................................................7
2.4 Verifikasi Keselamatan................................................................................8
2.5 Pemeriksaan Kesehatan................................................................................8
2.6 Peralatan Proteksi.........................................................................................8
2.7 Pemantauan Dosis Radiasi...........................................................................9
2.8 Penyimpanan Rekaman atau Laporan........................................................10
BAB 3PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................11
3.2 Saran...........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang memanfaatkan semua


modalitas yang menggunakan radiasi pengion sinar-x untuk keperluan diagnosis
dan prosedur terapi (BAPETEN, 2011).
Salah satu daerah yang berisiko yang terdapat di rumah sakit adalah
instalasi radiologi. Instalasi radiologi merupakan sarana penunjang medis yang
menggunakan teknologi pencitraan atau imejing (imaging technologies) untuk
mendiagnosa dan atau pengoabatan penyakit. Radiologi merupakan cabang dari
ilmu kedokteran yang berkaitan dengan penggunaan sinar-x yang dipancarkan
oleh pesawat sinar-x atau peralatan-peralatan radiasi lainnya dalam rangka
memperoleh informasi visual sebagai bagian dari pencitraan atau imaging
kedokteran (medical imaging).
Tugas dan tanggung jawab seorang radiografer harus mendapatkan
perlindungan terkait keselamatan kerja, mengingat pekerjaan seorang radiografer
berhubungan dengan sinar-x maupun radiasi pengion lainnya yang mepunyai
karakteristik dapat menimbulkan efek deterministik (kerusakan jaringan) maupun
genetik.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan kegiatan dalam upaya
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari
bahaya kecelakaan kerja. Perusahaan wajib melakukan kegiatan perlindungan
tersebut karena hal tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi. Tujuan
dari adanya K3 adalah untuk mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko
kecelakaan kerja ( Zero Accident ) (Yuliani HR, 2014).
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja, bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produktivitas nasional. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 33 Tahun 2007 tentang keselamatan radiasi pengion dan keamanan
sumber radioaktif, yang bertujuan menjamin keselamatan pekerja dan anggota
masyarakat, perlindungan terhadap lingkungan hidup, dan keamanan sumber
radioaktif.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2008 tentang
perizinan pemanfaatan sumber radiasi pengion dan bahan nuklir, bahwa dalam
pemanfaatan sumber radiasi pengion dan bahan nuklir diperlukan persyaratan dan
tata cara perizinan yang lebih ketat, transparan, jelas, tegas, dan adil dengan
mempertimbangkan risiko bahaya radiasi, dan keamanan sumber radioaktif dan
bahan nuklir, yang mampu menjamin keselamatan pekerja, anggota masyarakat,
dan perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 8 Tahun 2011
tentang keselamatan radiasi dalam penggunaan pesawat sinar-x radiologi
diagnostik dan intervensional, bahwa keselamatan radiasi pengion di bidang
medik merupakan tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien, pekerja,
anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan


dibahas adalah “Bagaimana pelaksanaan K3 di instalasi radiologi suatu rumah
sakit?”

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan K3 di instalasi radiologi suatu rumah sakit.


2. Untuk mengetahui mengenai proteksi radiasi di instalasi radiologi.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Manajemen Radiologi

Pelayanan bidang radiologi yang merupakan pelayanan penunjang


kesehatan juga perlu menjaga dan meningkatkan mutu pelayanannya. Pelayanan
radiologi merupakan pelayanan kesehatan yang menggunakan sinar   pengion
ataupun bahan radioakti sehingga penggunaan bahan tersebut mempunyai dua sisi
yang saling berlawanan, yaitu dapat sangat berguna bagi penegakan diagnosa dan
terapi penyakit dan di sisi lain akan sangat berbahaya bila penggunaannya tidak
tepat dan tidak terkontrol, terlebih lagi bila dilakukan oleh tenaga yang tidak
kompeten atau bukan radiografer. Untuk itu setiap pengguna, penguasa ataupun
pelaksana pelayanan radiologi harus senantiasa menjamin mutu pelayanannya
yaitu harus tepat dan aman baik bagi pasien, pekerja maupun lingkungan atau
masyarakat sekitarnya.

2.1.1 Penanggung Jawab Keselamatan Radiasi


Penanggung Jawab Keselamatan Radiasi sebagaimana dimaksud dalam
PERKA BAPETEN No.8 Tahun 2011 Pasal 11 huruf A adalah penanggung jawab
keselamatan radiasi harus Pemegang Izin atau personil yang terkait dengan
Penggunaan pesawat sinar-x. Tanggung jawab pemegang izin dalam keselamatan
radiasi, yaitu :
1. Menyediakan, melaksanakan, mendokumentasikan program proteksi dan
keselamatan radiasi.
2. Memverifikasi bahwa hanya personil yang sesuai dengan kompetensi yang
bekerja dalam penggunaan pesawat sinar-x.
3. Menyelenggarakan pelatihan proteksi radiasi.
4. Menyelenggarakan pemantauan kesehatan bagi pekerja radiasi.
5. Menyediakan perlengkapan proteksi radiasi.
6. Melaporkan kepada Kepala BAPETEN mengenai pelaksanaan program
proteksi dan keselamatan radiasi dan verifikasi keselamatan.
2.1.2 Personil Dalam Keselamatan Radiasi
Berdasarkan PERKA BAPETEN No.8 Tahun 2011, personil yang terkait
dengan penggunaan pesawat sinar-x sebagaimana yang dimaksud, yaitu :
1. Dokter Spesialis Radiologi
Pemegang Izin dapat memberi kewenangan klinis (clinical
privilege) kepada dokter yang memiliki kompetensi di bidang Radiologi.
dokter spesialis radiologi dalam hal keselamatan radiasi memiliki tugas
dan tanggung jawab meliputi : menjamin pelaksanaan seluruh aspek
keselamatan pasien, memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanaan
diagnosis atau intervensional dengan mempertimbangkan informasi
pemeriksaan sebelumnya, dapat meng-operasikan pesawat sinar-x
fluoroskopi,menjamin bahwa pasien mendapat paparan radiasi serendah
mungkin untuk mendapatkan citra radiografi yang optimal dengan
mempertimbangkan tingkat panduan paparan medik, menetapkan prosedur
diagnosis dan Intervensional bersama dengan fisikawan medis dan
radiografer, mengevaluasi kecelakaan radiasi dari sudut pandang klinis,
menyediakan kriteria untuk pemeriksaan wanita hamil, anak-anak dan
pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi.

2. Dokter Gigi Spesialis Radiologi Kedokteran Gigi


Pemegang Izin dapat memberi kewenangan klinis (clinical
privilege) kepada dokter yang memiliki kompetensi di bidang Radiologi
dan harus mendapatkan sertifikasi sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Ikatan Radiologi. Kedokteran Gigi Indonesia (IKARGI).
Dokter Gigi Spesialis Radiologi Kedokteran Gigi memiliki tugas dan
tanggung jawab yang sama dengan dokter spesialis radiologi dalam hal
keselamatan radiasi.
3. Fisikawan Medik
Fisikawan medis dalam hal keselamatan radiasi memiliki tugas dan
tanggung jawab : ikut meninjau ulang secara terus menerus sumber daya
manusia, peralatan, prosedur dan perlengkapan proteksi radiasi,
menyelenggarakan uji kesesuaian pesawat sinar-X apabila instalasi
tersebut memiliki peralatan yang cukup memadai, melakukan perhitungan
dosis terutama untuk menentukan dosis paparan radiasi untuk janin pada
wanita hamil, merencanakan, melaksanakan dan supervisi prosedur
jaminan mutu, berpartisipasi dalam investigasi dan evaluasi kecelakaan
radiasi, berpartisipasi pada penyusunan dan pelaksanaan program
pelatihan proteksi radiasi, bersama dokter spesialis radiologi dan
radiografer memastikan kriteria penerimaan mutu hasil pencitraan dan
justifikasi dosis yang diterima oleh pasien.
4. Petugas Proteksi Radiasi (PPR)
PPR memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
1. Membuat dan memutakhirkan program Proteksi dan keselamatan
radiasi.
2. Memantau aspek operasional proteksi dan keselamatan radiasi.
3. Memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan proteksi
radiasi, dan memantau pemakaiannya.
4. Meninjau secara sistematik dan periodik, program pemantauan di
semua tempat pesawat sinar-x digunakan.
5. Memberikan konsultasi yang terkait dengan Proteksi dan
Keselamatan Radiasi.
6. Berpartisipasi dalam mendesain fasilitas radiologi.
7. Memelihara rekaman.
8. Mengidentifikasi kebutuhan dan mengorganisasi kegiatan
pelatihan.
9. Melaksanakan latihan penanggulangan dan pencarian fakta dalam
hal Paparan Darurat.
10. Melaporkan kepada Pemegang Izin setiap kejadian kegagalan
operasi yang berpotensi menimbulkan Kecelakaan Radiasi.
11. Menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan program
Proteksi dan Keselamatan Radiasi, dan verifikasi Keselamatan
Radiasi.
5. Radiografer
Radiografer adalah tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi
dengan diberikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab secara penuh
untuk melakukan kegiatan radiologi diagnostik dan intervensional.

2.1.3 Pelatihan Proteksi dan Keselamatan Radiasi


Berdasarkan PERKA BAPETEN No.8 Tahun 2011, pelatihan
proteksi dan keselamatan radiasi harus dilaksanakan oleh pemegang izin
dan paling kurang mencakup materi :
a. Peraturan perundang-undangan ketenaganukliran.
b. Sumber radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir.
c. Efek biologi radiasi.
d. Satuan dan besaran radiasi.
e. Prinsip Proteksi dan Keselamatan Radiasi.
f. Alat ukur radiasi.
g. Tindakan dalam keadaan kedaruratan.

2.2 Proteksi Radiasi


Menurut PERKA BAPETEN No. 04 Tahun 2013 mengenai proteksi
radiasi dan keselamtan radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir, Proteksi radiasi
adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak
akibat paparan radiasi. Keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
melindungi pasien, pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari
bahaya radiasi.
Menurut Alamsyah (2004), untuk mengurangi pengaruh radiasi yang dapat
merusak akibat sumber paparan radiasi dan pemanfaatan tenaga nuklir, maka
pekerja radiasi wajib menerapkan tiga asas proteksi radiasi sebagai berikut :
1. Justifikasi.
Asas ini menghendaki agar setiap kegiatan yang dapat mengakibatkan
paparan radiasi hanya boleh dilaksanakan setelah dilakukan pengkajian
yang cukup mendalam dan diketahui bahwa manfaat dari kegiatan tersebut
cukup besar dibandingkan dengan kerugian yang dapat ditimbulkan.
2. Optimasi.
Asas ini menghendaki agar paparan radiasi berasal dari suatu kegiatan
harus ditekan serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor
ekonomi dan sosial. Asas juga dikenal dengan sebutan ALARA atau As
Low As Reasonably Achieveble. Dalam ikatannya dengan menyusun
program proteksi radiasi, asas optimisasi mengandung pengertian bahwa
setiap komponen dalam program telah dipertimbangkan secara seksama,
termasuk besarnya biaya yang dapat dijangkau. Suatu program proteksi
dikatakan memenuhi asas optimisasi apabila semua komponen dalam
program tersebut disusun dan direncanakan sebaik mungkin dengan
memperhitungkan biaya yang dapat dipertanggung jawabkan secara
ekonomi.
3. Limitasi.
Asas ini menghendaki agar dosis radiasi yang diterima oleh seseorang
dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas yang
telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Dengan menggunakan
program proteksi radiasi yang disusun secara baik, maka semua kegiatan
yang mengandung resiko paparan radiasi cukup tinggi dapat ditangani
sedemikian rupa sehingga nilai batas dosis yang ditetapkan tidak
terlampaui.

2.3 Persyaratan Teknik


1. Pesawat sinar-x
2. Peralatan penunjang pesawat sinar-x
3. Bangunan fasilitas.
Berdasarkan KEPMENKES No. 1014 Tahun 2008, persyaratan
ruang pelayanan radiologi adalah sebagai berikut :
a. Ukuran Ruangan
1) 4 m x 3 m x 2,8 m (Alat s/d 125 kV)
2) 6,5 m x 4 m x 2,8 m (Alat > 125 kV)
3) 7,5 m x 5,7 m x 2,8 m (X- ray dg Flouroscopy)
4) 6 m x 4 m x 3 m (CT Scan)
b. Tebal Dinding
1) 20 cm beton atau 25 cm bata ( = 2,2 gr/cm3) setara 2 mm Pb shg tky
Radiasi tidk melebihi NBD 1 mSv/Tahun)
2) Penahan radiasi sekunder perlu ketebalan dinding ~ 1 mm Pb
c. Lantai dan Langit-langit
1) Jika Ruang Pemeriksaan di Lantai II, tebal lantai setara 2 mm Timbal
2) Jika Ruang Periksaan di Lantai I dan Lantai II dipergunakan Langit-
langit harus memiliki ketebalan setara dengan 2 mm Timbal.
d. Pintu dan Ventilasi
1) Dilapisi Pb
2) Ventilasi setinggi 2 m
3) Dipasang lampu merah
4) Lap Pb berkesinambungan
e. Kamar Gelap
1) 2 meter x 1,5 meter x 2,8 meter (manual)
2) Luas 7 m2 , tinggi 2,8 m (automatic)
3) Tebal dinding kamar gelap sama dengan ruang pemeriksaan
4) Tersedia air bersih
5) Sirkulasi udara dalam ruangan lancar

2.4 Verifikasi Keselamatan

Verifikasi keselamatan sebagaimana dimaksud dalam PERKA BAPETEN


No. 08 Tahun 2011 meliputi :
1. Pemantauan paparan radiasi
2. Uji kesesuaian pesawat sinar-x
3. Identifikasi terjadinya paparan potensial

2.5 Pemeriksaan Kesehatan


Pemantauan kesehatan dilakukan untuk pekerja radiasi yang dimulai dari
sebelum bekerja, selama bekerja, dan akan memutuskan hubungan kerja.
Sedikitnya pemeriksaan kesehatan dilakukan secara berkala sekali dalam satu
tahun. Pemantauan kesehatan bagi pekerja pelaksanaannya dapat melalui
pemeriksaan kesehatan konseling dan atau penatalaksanaan kesehatan pekerja
yang mendapat paparan radiasi berlebih (BAPETEN, 2010).

2.6 Peralatan Proteksi

Berdasarkan PERKA BAPETEN No.8 Tahun 2011, peralatan proteksi


radiasi terdari dari :

1. Apron

Apron yang setara dengan 0,2 mm (nol koma dua millimeter)


Pb, atau 0,25 mm (nol koma dua puluh lima millimeter) Pb untuk
Penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostik, dan 0,35 mm (nol koma
tiga puluh lima millimeter) Pb, atau 0,5 mm (nol koma lima milimeter) Pb
untuk pesawat sinar-X radiologi intervensional. Dengan menggunakannya
maka sebagian besar dari tubuh dapat terlindungi dari bahaya radiasi.

2. Tabir (Shielding Portable)

Tabir yang harus dilapisi denga bahan yang setara dengan 1 mm


(satu millimeter) Pb. Ukuran tabir adalah sebagai berikut: tinggi 2 m (dua
meter), dan lebar 1m (satu meter), yang dilengkapi dengan kaca intip Pb
yang setara dengan 1mm (satu millimeter) Pb, digunakan pada saat
pekerja melakukan mobile x-ray di ruangan intensive care unit.

3. Kacamata Pb
Kacamata Pb ini terbuat dari timbal dengan daya serap setara
dengan 1 mm Pb, yang digunakan untuk melindungi lensa mata.

4. Sarung Tangan
Sarung tangan Pb yang digunakan untuk fluoroskopi harus
memberikan kesetaraan atenuasi paling kurang 0,25 mm (nol koma
duapuluh lima millimeter) Pb pada 150 kVp (seratus limapuluh kilovoltage
peak). Proteksi ini harus dapat melindungi secara keseluruhan, mencakup
jari dan pergelangan tangan.
5. Pelindung Thyroid
Pelindung thyroid yang terbuat dari karet timbal, terbuat dari bahan
yang setara dengan 1 mm (satu millimeter) Pb, digunakan untuk
melindungi daerah tyroid yang tidak tertutup body apron / celemek. Dan
menurut penelitian memperlihatkan bahwa bila pekerja melakukan
fluoroskopi maka daerah tyroid merupakan daerah kedua tertinggi setelah
gonad yang sensitif menerima dosis radiasi.
6. Pelindung Gonad
Gonad apron setara dengan 0,2 mm (nol koma dua millimeter)
Pb,atau 0,25 mm (nol koma dua puluh lima milimeter) Pb untuk
Penggunaan pesawat sinar-X Radiologi Diagnostik, dan 0,35 mm (nol
koma tiga puluh lima millimeter) Pb, atau 0,5 mm (nol koma lima
millimeter) Pb untuk pesawat sinar-X Radiologi Intervensional. Proteksi
ini harus dengan ukuran dan bentuk yang sesuai untuk mencegah gonad
secara keseluruhan dari paparan berkas utama. Menurut penelitian
daerah gonad merupakan daerah yang paling sensitif terkena paparan
radiasi.

2.7 Pemantauan Dosis Radiasi

Pemantauan dosis radiasi yang selanjutnya disebut dosis adalah jumlah


radiasi yang terdapat dalam medan radiasi atau jumlah energi radiasi yang diserap
atau diterima oleh materi yang dilaluinya. Untuk pekerja radiasiadalah dosis
efektif sebesar 20 mSv / tahun rata-rata selama 5 tahun berturut-turut atau dosis
efektif sebesar 50 mSv / tahun dalam satu tahun tertentu. Pemantauan dosis
radiasi bagi pekerja dapat menggunakan TLD (Termo Luminescence Dosimeter).
Pemantauan dosis radiasi dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan mengirimkan
ke Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan, hasil laporan dari dosis tersebut
nantinya jadi bahan evaluasi dan di dokumentasikan kurang lebih 30 tahun
lamanya terhitung sejak pekerja telah memutuskan hubungan kerja. Untuk
pemantauan dosis paparan radiasi menggunakan survey meter,alat ini dalam
penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostik tidak dipersyaratkan
(BAPETEN, 2010).

2.8 Penyimpanan Rekaman atau Laporan


Rekaman atau dokumentasi, merupakan dokumen yang menyatakan hasil
yang dicapai atau memberi bukti pelaksanaan kegiatan dalam pemanfaatan tenaga
nuklir. Penyimpanan dokumen dilakukan dalam jangka waktu minimal tiga
puluh tahun, terhitung sejak tanggal pemberhentian pekerja yang bersangkutan.
Beberapa dokumen penting harus disimpan dalam arsip oleh petugas proteksi
radiasi, yaitu :
1. Hasil pemantauan radiasi daerah kerja yang digunakan untuk
memperkirakan penerimaan dosis perorangan para pekerja radiasi
didaerah tersebut.
2. Catatan dosis radiasi yang diterima pekerja selama menjalankan tugas.
3. Laporan mengenai keadaan kecelakaan dan tindakan yang
diambildalam hal terjadi penyinaran akibat kecelakaan atau keadaan
darurat lainnya (BAPETEN, 2011).

BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Dalam sistem manajemen keselamatan radiasi maka diatur mengenai


personil atau pekerja radiasi yang bekerja harus sesuai klasifikasi, perlu
dilakukan pelatihan proteksi radiasi, pemantauan Kesehatan, peralatan
proteksi radiasi dan memiliki rekaman atau dokumentasi.
2. Sebagai upaya untuk terhindar dari bahaya radiasi, yaitu mendesain
ruangan sesuai dengan aturan, menyiapkan dan menggunakan APD, serta
membuat prosedur tetap dalam melakukan pekerjaan.

3.2 Saran

Di instalasi radiologi sangat rentan terhadap pancaran radiasi


yang dapat membahayakan manusia jika tidak dikontrol dengan baik,
oleh karena itu setiap rumah sakit sangat perlu membuat dan menjalankan
prosedur tetap dan beberapa aturan atau kebijakan lainnya yang dapat
mencegah timbulnya penyakit akibat kerja atau akibat radiasi.
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Reno. (2004). Jaminan Mutu untuk Keselamatan pada Fasilitas


Sumber Radiasi. Jakarta : Requilifikasi PPR Bidang Industri.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1014 Tahun 2008. Standar
Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No. 04 Tahun 2013. Proteksi
dan Keselamatan Radiasi dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No. 08 Tahun 2011.
Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi
Diagnostik dan Intervensional.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No. 6 Tahun 2010.
Pemantauan Kesehatan Untuk Pekerja Radiasi.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 29 Tahun 2008. Perizinan
Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 33 Tahun 2007. Keselamatan
Radiasi Pengion dan keamanan Sumber Radioaktif.
Yuliani HR. (2014). E-Learning Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta :
DEEPUBLISH.

Anda mungkin juga menyukai