Anda di halaman 1dari 13

ISSN:

Bambang Sukma Wijaya, Korupsi Komunikasi dalam Dimensi Pesan, Media, Konteks2087-8850
dan Perilaku

KORUPSI KOMUNIKASI DALAM DIMENSI PESAN, MEDIA, KONTEKS DAN PERILAKU:


SEBUAH PROPOSISI TEORETIS UNTUK RISET

Bambang Sukma Wijaya

Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie


Jl. HR Rasuna Said, Kav. C-22, Kuningan, Jakarta 12920
Email: bambang.sukma@bakrie.ac.id

Abstrak

Dalam komunikasi, hak publik atau khalayak adalah menerima pesan yang disampaikan komunikator
secara utuh sesuai fakta, baik fakta normatif maupun fakta kontemplatif yang mengacu pada kaidah
kebenaran berdasarkan hati nurani dan tanggung jawab moral. Korupsi komunikasi adalah perbuatan
atau peristiwa dalam proses komunikasi yang mengurangi hak publik atau khalayak dalam menerima
pesan secara utuh dan benar sesuai fakta, baik fakta normatif maupun fakta kontemplatif dengan
memanfaatkan kekuasaan, kekuatan atau kewenangan yang dimiliki. Tulisan ini memaparkan dan
membahas berbagai dimensi koruptivitas komunikasi, baik dari dimensi pesan, media, konteks dan
perilaku yang kerap dijumpai di berbagai lingkup aktivitas komunikasi seperti komunikasi politik,
komunikasi pendidikan, komunikasi pemasaran, komunikasi korporat, komunikasi media massa, bahkan
dalam lingkup komunikasi antarpribadi. Untuk menggambarkan koruptivitas suatu komunikasi, maka
penulis menawarkan sebuah rumus Koruptivitas Komunikasi yang terdiri dari unsur-unsur N
(communication Needs) plus P (Power) pangkat O (Opportunity) kurang Ar (Audience right) yang
dikalikan dengan Cs (Conscience) plus R (moral Responsibility).

Katakunci: Korupsi Komunikasi, koruptivitas komunikasi, komunikasi persuasif, komunikasi pencitraan,


manajemen kesan, pencucian kesan

Abstract

In communication, public or audience right is, receiving the message from communicator as a whole fit
the facts, both normative fact or contemplative facts which refers to the rules of truth based on
conscience and moral responsibility. The corruption of communications is the act or event in the
communication process that reduces the public or audience rights (to receive the message fully and
correctly fit the facts) by leveraging the power or authority possessed. This paper describes and discusses
the various dimensions of the corruptiveness of communication, both the dimensions of message, media,
context and behavior that are often encountered in various spheres of communication activities such as
political communication, educational communication, marketing communications, corporate
communications, mass media communication, even in the sphere of interpersonal communication. To
illustrate the corruptiveness of an act or event of communication, the author offers a formula of the
corruptiveness of communications consisting of the elements: N (communication Needs) plus P (Power)
rank O (Opportunity) minus Ar (Audience rights) is multiplied by Cs (Conscience) plus R (moral
Responsibility).

Keywords: the corruption of communications, the corruptiveness of communication, persuasive


communication, imaging communication, impression management, impression laundering
1
Journal Communication Spectrum, Vol. 3 No. 1 Februari – Juli 2013

Pendahuluan pemberantasan korupsi yang tegas tersebut tentu


saja ditunjang secara paralel dengan berbagai
Korupsi telah menjadi momok segala bangsa, kebijakan-kebijakan progresif yang menjadi
terutama negara berkembang seperti Indonesia. stimulus percepatan ekonominya.
Korupsi dianggap menghambat kemajuan,
memiskinkan, membodohkan, dan menjadi virus Di Indonesia pun denyut pemberantasan
yang merusak karakter dan reputasi suatu bangsa. korupsi menjadi isu seksi yang meliuk di hampir
Dapat dibayangkan bagaimana sebuah program semua pemberitaan media, terutama sejak
pendidikan dan kesejahteraan rakyat yang terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
seharusnya diperuntukkan untuk meningkatkan dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Isu
taraf hidup dan martabat rakyat banyak, karena teranyar yang cukup menyita perhatian publik
dananya (yang sebagian juga dari rakyat melalui adalah penangkapan mantan ketua Mahkamah
pajak dan berbagai retribusi) dikorupsi maka Konstitusi Akil Mochtar oleh KPK atas kasus dugaan
program tersebut menjadi terhambat atau berjalan suap sengketa pilkada Lebak Banten dan Gunung
tidak maksimal sebagaimana mestinya sehingga Mas Kalimantan Tengah, kasus penahanan
menyebabkan rakyat banyak menderita, tak dapat gubernur Banten Ratu Atut sebagai tersangka kasus
melanjutkan pendidikan, gizi buruk dan kelaparan, dugaan korupsi proyek alat kesehatan, dan kasus
serta membuat rakyat bunuh diri karena putus asa penahanan Anas Urbaningrum, mantan ketua
dengan kemiskinan yang dihadapi. Bank Dunia Partai Demokrat sebagai tersangka kasus dugaan
(1997) bahkan melihat relevansi tingkat korupsi korupsi proyek Hambalang.
suatu negara dengan ketidakberkembangan Korupsi memang tak dapat dipisahkan dengan
ekonomi negara tersebut. Krisis finansial global kekuasaan. Myint (2000) menyebut korupsi sebagai
juga ditengarai salah satunya disebabkan penggunaan jabatan publik untuk keuntungan
merebaknya korupsi finansial (Bardhan, 1997). pribadi, atau dengan kata lain, penggunaan posisi
Korupsi merupakan salah satu bentuk yang resmi, pangkat atau status oleh pegawai kantor
paling parah dan merusak perilaku tak bermoral untuk kepentingan pribadinya. Klitgaard, et al.
dalam kehidupan publik dan pribadi, terutama (2000, dalam Hopkins, 2002) menyebut korupsi
ketika melibatkan orang, organisasi, dan lembaga sebagai “misuse of office for personal gain”.
sosial yang besar (Spence, et al, 2011). Di Indonesia Sementara Nye (1967 dalam Seumas, 2005)
korupsi bahkan bukan lagi menjadi kenyataan menyebut korupsi sebagai penyalahgunaan
hidup, tetapi sudah menjadi jalan hidup, di mana kekuasaan oleh pejabat publik demi keuntungan
koruptor telah melibatkan keluarga –anak atau istri pribadi.
(Indragiri, 2012)1. Namun demikian, korupsi tidak selalu
Tak heran, kini semakin banyak yang menaruh melibatkan pejabat publik. Seorang warga biasa
perhatian terhadap penyebab, efek serta cara yang berbohong ketika memberikan kesaksian
membasmi dan mencegah korupsi, yang kemudian dalam sebuah pengadilan pun dapat dikategorikan
menjadi isu penting dalam skala nasional maupun sebagai korupsi (Neumas, 2005). Demikian pula
internasional. Cina misalnya, menjadikan korupsi tidak selalu untuk keuntungan pribadi.
pemberantasan korupsi sebagai ‘panglima’ Ketika seorang polisi mengarang bukti karena salah
kebijakan nasional dengan memberlakukan tangkap atau salah kejadian perkara, meskipun
hukuman mati bagi koruptor untuk menimbulkan polisi adalah pejabat publik, namun apa yang
efek jera (He, 2000), sehingga, sebagaimana dapat dilakukannya bukan untuk keuntungan pribadi.
disaksikan saat ini, Cina tumbuh melesat menjadi Karena itu, korupsi dapat dibedakan menjadi
salah satu mukjizat ekonomi dunia yang korupsi publik dan korupsi pribadi atau swasta.
diperhitungkan negara-negara maju. Kebijakan Lebih luas lagi, Spence et al (2011) mengategorikan
korupsi dengan korupsi personal, korupsi
1
Reza Indragiri, pakar psikologi forensik dalam wawancara organisasional/ institusional dan korupsi industri.
MetroPagi di MetroTV bertajuk “Korupsi Al-Quran”, 3 Juli 2012
Bambang Sukma Wijaya, Korupsi Komunikasi dalam Dimensi Pesan, Media, Konteks dan Perilaku

Sementara itu, Heinzpeter Znoj dalam artikelnya untuk penggunaan pribadi, dan ‘menjual’
berjudul “Deep Corruption in Indonesia: Discourses, pengaruh. Tulisan ini lebih fokus pada salah satu
Practices, Histories”, menyebut istilah systemic bentuk korupsi yang jarang disentuh dalam
corruption untuk jenis korupsi di Indonesia. Znoj literatur maupun wacana publik, yakni korupsi
mendefinisikan systemic corruption sebagai a dalam bidang komunikasi dengan berbagai motif
disciplining and rewarding practice that confirms yang menyertainya.
the bureaucratic hierarchies (dalam Nuijten &
Anders, 2007: 53).
Korupsi dalam Komunikasi
Dalam tulisan ini, korupsi didefinisikan sebagai
tindakan mengurangi atau menghilangkan sebagian Komunikasi pada dasarnya adalah proses
maupun keseluruhan hak publik dengan penyampaian pesan. Pesan tersebut membawa
memanfaatkan kewenangan, kekuasaan dan muatan makna dari pengirim kepada penerima
kesempatan yang diberikan, untuk kepentingan melalui suatu medium tertentu. Makna tersebut
pribadi atau kelompok (Gardiner, 1993; Jain, 2001). ‘dibaca’ oleh penerima kemudian diresponi dalam
Hak publik dapat berupa hak kebenaran, hak bentuk tindakan komunikasi berikutnya. Jadi
kesejahteraan, hak suara, hak politik, hak ekonomi, komunikasi adalah proses berbagi dan menciptakan
hak keadilan, dan hak-hak lainnya baik dalam makna secara simultan melalui interaksi simbolik
konteks kewarganegaraan maupun kemanusiaan. manusia (Seiler & Beall, 2011). Komunikasi
merupakan proses sosial di mana individu-individu
Sementara itu, walaupun secara implisit di menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan
banyak literatur tentang korupsi kebanyakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan
memuat pandangan bahwa korupsi adalah mereka (West & Turner, 2007).
pelanggaran hukum, namun dalam kenyataannya
korupsi tidak selalu berkaitan dengan persoalan Sebagai sebuah proses, komunikasi bersifat
atau pelanggaran hukum. Hal ini disebabkan berkesinambungan, dinamis dan kompleks. Proses
korupsi secara mendasar lebih kepada persoalan penciptaan dan penginterpretasian makna
moralitas (Jain, 2001; Mishra, 2006). Korupsi juga berlangsung terus-menerus. Dalam proses
tidak selalu berkaitan dengan motif ekonomi. tersebut, makna pun dimanfaatkan sesuai
Seorang akademisi yang melakukan tindakan kebutuhan para pelaku komunikasi. Menurut Adler
plagiarism terhadap pekerjaan orang lain tidak & Proctor II (2011), kebutuhan akan komunikasi
melakukan suatu kejahatan atau termotivasi dapat berupa physical needs yang berkaitan dengan
karena ekonomi, namun lebih untuk meningkatkan kesehatan baik badan maupun jiwa, identity needs
status akademisnya, disebabkan dunia akademik yang berkaitan dengan pendefinisian dan
lebih kuat motif ‘status’-nya daripada motif untuk pengungkapan diri untuk membentuk suatu
mencari kekayaan (Neumas, 2005). identitas atau bayangan tertentu di benak orang
lain mengenai siapa diri kita, social needs yang
Dengan demikian ada begitu banyak bentuk berkaitan dengan hubungan dengan orang lain
korupsi, di samping korupsi ekonomi (Clinard, 1990; seperti kesenangan, kasih sayang, persahabatan,
Hodgson & Jiang, 2007) dan hukum, di antaranya pengakuan, pelarian dari tekanan, relaksasi dan
korupsi polisi, korupsi peradilan, korupsi politik, kontrol. Di samping itu, kebutuhan akan
korupsi akademis, dan sebagainya. Begitu pula komunikasi juga dapat didorong oleh practical
motif ekonomi bukan satu-satunya motif korupsi, goals atau instrumental goals, yakni berkomunikasi
ada begitu banyak motif lain seperti motif untuk untuk tujuan praktis tertentu, misalnya membuat
mendapatkan status, kekuasaan, kecanduan orang lain bersikap dan berperilaku seperti yang
narkoba atau judi, kepuasan seksual, dan banyak kita inginkan.
lagi (Mishra, 2006). Myint (2000) menyebut
beberapa contoh korupsi seperti penyuapan, Berangkat dari berbagai kebutuhan yang
pemerasan, penipuan, penggelapan, nepotisme, memotivasi serta tujuan dari komunikasi tersebut,
kronisme, perampokan aset publik dan properti maka pengelolaan makna pun menjadi penting

3
Journal Communication Spectrum, Vol. 3 No. 1 Februari – Juli 2013

untuk dicermati terkait dengan faktor etika,


termasuk mencermati kemungkinan adanya
indikasi unsur korupsi di dalamnya, karena
terkadang seseorang “menggunakan segala macam
cara” untuk memenuhi kebutuhannya tersebut.
Ambil contoh, ketika seorang kandidat pemimpin
politik yang merupakan incumbent, dalam
upayanya memenuhi identity needs dan
instrumental goals melakukan tindakan koruptif
dengan memanipulasi data mengenai prestasi dan
track record-nya, atau mengklaim yang bukan
merupakan prestasinya lalu disampaikan kepada
publik sebagai upayanya untuk memengaruhi calon
pemilih dalam keputusan pemilihan.
Gambar 1. Korupsi komunikasi dapat terjadi dalam
Contoh lain sebuah iklan produk yang upaya memenuhi kebutuhan dan tujuan komunikasi
menggunakan testimonial seorang public figure di (Sumber: hasil modifikasi dari Adler & Proctor II, 2011)
mana sebenarnya public figure tersebut belum
pernah atau baru menggunakan produk tersebut
namun dalam testimonialnya mengaku telah lama Dalam konteks komunikasi antarpribadi pun
menggunakan produk tersebut, tentunya komunikasi yang koruptif dapat terjadi. Seorang
merupakan tindakan yang dapat diindikasikan pria yang ingin memenuhi social needs-nya, untuk
sebagai korupsi, karena merampok dan mendapatkan kasih sayang wanita yang disukainya
melecehkan hak publik untuk mendapatkan ‘memermak’ dirinya sedemikian rupa dalam bentuk
kebenaran pesan dengan memanfaatkan sikap, penampilan dan informasi-informasi pada
wewenang (ekonomis) yang dimilikinya melalui setiap kata yang diucapkannya sehingga
pembayaran media. Salah satu pula yang paling membentuk kesan dan persepsi tertentu mengenai
sering dilakukan adalah korupsi jurnalistik dan dirinya sesuai yang diharapkan wanita tersebut.
media (Spense, et al, 2011), di antaranya dalam Tindakan ini merupakan tindakan yang oleh Erving
bentuk berita yang telah ditumpangi “pesan Goffman (1956) disebut sebagai impression
sponsor” sebuah partai atau kandidat politik management dalam presentation of self.
sehingga seolah-olah berita tersebut telah Impression management adalah menciptakan
memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik yang benar sebuah citra positif mengenai diri seseorang untuk
yakni obyektif, berimbang dan faktual, namun memengaruhi persepsi orang lain (Goffman, 1956;
sesungguhnya sangat partisan. Seiler & Beall, 2012).
Impression management ini juga banyak
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan untuk
membangun reputasi dan kredibilitasnya di mata
publik. Dalam upaya pencitraan tersebut, tak ayal
tindakan-tindakan koruptif dapat terjadi, misalnya
sebuah perusahaan yang ingin membangun citra
positif melalui kegiatan corporate social
responsibility (CSR) dapat saja melakukan kegiatan
fiktif melalui setting tertentu lalu dituliskan dalam
laporan tahunan bahwa telah melakukan kegiatan
CSR, atau melakukan kegiatan parsial CSR seadanya
namun diklaim dan dikesankan seolah-olah telah
melakukan kegiatan CSR yang sangat penting bagi
Bambang Sukma Wijaya, Korupsi Komunikasi dalam Dimensi Pesan, Media, Konteks dan Perilaku

komunitas, padahal komunitas hanya merasakan sebagai: C = R + D – A, di mana C adalah corruption,


sesaat sehingga tidak memberikan kontribusi yang R adalah economic rent, D adalah discretionary
signifikan bagi perbaikan kehidupan mereka. powers dan A adalah accountable. Dalam konteks
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa korupsi dalam komunikasi, penulis merumuskan
tindakan koruptif dalam komunikasi paling sering tingkat Koruptivitas Komunikasi sebagai berikut:
berpeluang terjadi pada komunikasi persuasif dan
komunikasi pencitraan, dan dilakukan baik oleh
suatu individu maupun institusi atau bersama-sama
dalam suatu komunitas industrial, seperti antara C = N + P° – Ar (Cs + R)
industri media dan industri periklanan atau
korporasi, industri media dan suatu entitas politik.
Berkaitan dengan persuasi sebagai salah satu Di mana:
perilaku komunikasi yang rentan terhadap
pelanggaran etika, dalam hal ini termasuk tindakan C=the Corruptiveness of communications
komunikasi yang koruptif, Larson menggarisbawahi
beberapa alasan sebagai berikut: N=communication Needs (physical, identity, social,
In persuasion, one person, or a group of instrumental goals)
people, attempts to influence other people
by altering their beliefs, attitudes, values, P=Power (kuasa subyek, kekuatan dan/ atau
and actions. Persuasion requires us to wewenang dalam mengatur makna pesan)
make conscious choices among ends
sought and rhetorical means used to O=Opportunity (kesempatan untuk korupsi)
achieve the ends. Persuasion necessarily
involves a potential judge –any or all of Cs=Conscience (hati nurani subyek)
the receivers, the persuader, or an
independent observer (Larson, 2010: 43). Ar=Audience rights (kesadaran terhadap hak
publik/ khalayak penerima pesan)
Dapat dijelaskan pula bahwa tindakan koruptif
dalam komunikasi tidak saja muncul dalam bentuk R=moral Responsibility (tanggung jawab moral
kebohongan atau manipulasi kebenaran dalam subyek)
proses pemaknaan pesan komunikasi, namun juga
dapat berupa kebenaran yang dibesar-besarkan Dari rumus tersebut diketahui bahwa korupsi
atau penggelembungan makna seperti kasus CSR di dalam komunikasi (C) terjadi karena adanya
atas. Tindakan koruptif lain adalah pemanfaatan kebutuhan atau tujuan tertentu dari sebuah
fasilitas publik sebagai alat maupun pesan komunikasi (N) yang ditunjang oleh kekuasaan,
komunikasi untuk kepentingan atau keuntungan kekuatan dan/ atau wewenang yang dimiliki
pribadi dan kelompok tertentu. Di samping itu, komunikator dalam mengatur makna pesan (P),
penyuapan seseorang atau pihak-pihak tertentu dan kekuasaan ini digerakkan/ dipengaruhi oleh
untuk melakukan testimonial dalam proses besarnya kesempatan (O) –semakin besar
impression management maupun impression kesempatan yang ada maka power-nya pun
laundering (pencucian kesan) yaitu membersihkan semakin besar, kemudian mengurangi hak publik
kesan dan persepsi buruk mengenai seseorang atau atau khalayak (Ar) untuk menerima pesan secara
lembaga melalui komunikasi yang intensif, juga benar dan utuh sesuai fakta, baik fakta normatif
dapat dikategorikan sebagai tindakan komunikasi maupun fakta kontemplatif yang mengacu pada
yang koruptif. kaidah kebenaran berdasarkan hati nurani (Cs) dan
Menurut Klitgaard (1998, dalam Myint, 2000) tanggung jawab moral (R). Jadi semakin besar
terciptanya sebuah korupsi dapat dirumuskan unsur N, P dan O, maka semakin tinggi tingkat

5
Journal Communication Spectrum, Vol. 3 No. 1 Februari – Juli 2013

koruptivitas sebuah komunikasi. Begitu pula adalah fakta yang bersifat subyektif dari
semakin besar nilai Ar, Cs dan R, maka semakin komunikator, yang belum tentu dapat dibuktikan
rendah tingkat koruptivitas sebuah komunikasi. secara kasat mata, namun komunikator dapat
Sebagai contoh, seorang selebriti pemilik media merasakannya berdasarkan dialog nuranif yang
yang memiliki kebutuhan komunikatif untuk jujur dan transparan.
mengonstruk identitas tertentu mengenai dirinya Dari definisi di atas, maka dapat dikatakan
sehingga terbentuk citra yang baik, tentu memiliki bahwa dalam komunikasi yang koruptif,
kekuasaan untuk mengatur makna pesan sesuai komunikator selalu menggunakan kekuasaan,
yang diinginkan (diagendakan) pada media kekuatan atau kewenangan yang dimiliki nya, baik
tersebut. Ditunjang oleh besarnya kesempatan kewenangan politik, bisnis, professional, personal
karena tidak adanya regulasi pemerintah yang maupun kewenangan atau kekuasaan lain untuk
mengatur pemanfaatan media untuk kepentingan memenuhi kebutuhan atau mewujudkan tujuan
pribadi pemilik media, maka tingkat koruptivitas komunikasinya. Dalam korupsi komunikasi,
komunikasi selebriti tersebut berpotensi tinggi. komunikator juga selalu mengambil paksa atau
Apalagi jika tanggung jawab moral dan hati sepihak hak-hak publik/ khalayak/ komunikan/
nuraninya kecil dalam menyadari kemungkinan penerima pesan untuk menerima pesan secara
upayanya itu dapat mengurangi hak publik untuk utuh dan benar sesuai fakta. ‘Secara utuh dan
menerima kebenaran dan keutuhan pesan, maka benar’ di sini memberi implikasi makna bahwa
tingkat koruptivitas komunikasinya pun semakin dalam korupsi komunikasi, bisa jadi pesannya
tinggi. memang sengaja tidak diutuhkan atau
Demikian pula di dunia akademik, di mana kebenarannya ditiadakan sebagian maupun
seorang akademisi yang memiliki kekuatan dan seluruhnya, atau, cara penyampaian pesannya yang
kekuasaan intelektual untuk mengatur makna tidak benar, misalnya dalam hal pemanfaatan
pesan, ditunjang terbatasnya pengawasan sehingga media atau penggunaan fasilitas publik untuk
kesempatan terbuka lebar, maka akademisi tujuan komunikasi pribadi atau kelompok.
tersebut berpotensi besar melakukan tindakan Spence, et al (2011) mengatakan bahwa
korupsi komunikasi untuk memenuhi kebutuhan persoalan yang tak dapat dikesampingkan dalam
identitas (pencitraan), instrumental (JJA) maupun perspektif etika adalah standar kebenaran itu
pengakuan sosial atas prestasi dan reputasinya. sendiri yang cenderung relatif. Beda konteks, beda
Tingkat koruptivitas komunikasinya akan meningkat standar dan konsep kebenaran. Konsep kebenaran
jika tanggung jawab moral dan kesadaran dalam periklanan misalnya yang bersifat persuasif,
nuraninya kecil untuk tidak mengurangi hak publik tentu berbeda dengan konsep kebenaran dalam
dalam menerima kebenaran dan keutuhan makna pemberitaan (jurnalistik) yang bersifat informatif.
pesan yang disampaikannya lewat suatu peristiwa Ketika sebuah iklan menyampaikan pesan
komunikasi, misalnya dalam penulisan karya ilmiah produk, kreator harus memanfaatkan waktu dan
atau dalam kegiatan perkuliahan. ruang yang minimal semaksimal mungkin, karena
Dengan demikian, maka dapat didefinisikan semua ruang dan waktu melalui media harus
bahwa korupsi komunikasi adalah perbuatan atau dibayar mahal, sehingga kreator dituntut untuk
peristiwa dalam proses komunikasi yang menyampaikan pesan seefektif, efisien dan
mengurangi hak publik atau khalayak dalam semenarik mungkin. Di sinilah peran komunikasi
menerima pesan secara utuh dan benar sesuai kreatif menjadi amat penting. Tanpa
fakta, baik fakta normatif maupun fakta menghilangkan substansi kebenaran pesan, proses
kontemplatif dengan memanfaatkan kekuasaan, penyampaian pesan dirancang dan dieksekusi
kekuatan atau kewenangan yang dimiliki. ‘Fakta secara kreatif untuk menarik perhatian hingga
normatif’ yang dimaksud dalam definisi tersebut menggerakkan hati khalayak sesuai strategi
adalah fakta obyektif, kasat mata atau dapat komunikasi merek atau produk.
diukur/ dibuktikan, sedangkan ‘fakta kontemplatif’
Bambang Sukma Wijaya, Korupsi Komunikasi dalam Dimensi Pesan, Media, Konteks dan Perilaku

Kreator terkadang menggunakan pendekatan- pesan secara lengkap dan komprehensif sangat
pendekatan absurd yang secara umum diketahui mungkin bahkan suatu keharusan.
dan diakui absurditasnya oleh target khalayak, Itulah mengapa dalam berita ada prinsip cover
namun substansi pesan dalam klaim iklannya harus both sides, untuk menjamin obyektivitas dan bebas
tetap benar (Wijaya, 2012b). Misalnya sebuah dari unsur persuasif. Jika sebuah berita dirancang
minuman ringan yang mengklaim dapat dan disajikan untuk membentuk persepsi tertentu,
menyegarkan, iklannya menggunakan pendekatan terkesan membujuk khalayak untuk melakukan
kreatif seolah-olah setelah meminumnya tanah sesuatu, atau mewakili kepentingan tertentu, maka
yang dipijak berubah menjadi kolam air yang sebuah berita telah “mencuri” konsep kebenaran
menyegarkan tubuh. Tentu saja tanah yang dipijak periklanan dan tentu saja tidak benar. Konsep
sekonyong-konyong berubah menjadi kolam adalah kebenaran haruslah ditempatkan pada konteksnya.
sesuatu yang absurd dan secara umum target
khalayak dewasa yang menonton iklannya dapat Demikian pula dengan konsep keutuhan. Pesan
memafhuminya, karena substansi pesannya yang utuh dalam periklanan adalah pesan yang
bukanlah “tanah berubah kolam”, namun maknanya jelas mewakili benefit atau fakta produk
“minuman yang menyegarkan”. (tidak harus disampaikan secara lengkap, karena
sesungguhnya makna “utuh” tidak sama dengan
Sebetulnya, iklan yang baik dan benar adalah “lengkap”) dan tidak berusaha menipu khalayak
iklan yang pendekatan kreatifnya diolah konsumen, sedangkan pesan yang utuh dalam
berdasarkan consumer (audience) insights (Wijaya, pemberitaan (jurnalistik) adalah pesan yang
2012a). Contoh iklan di atas bisa jadi berdasarkan komprehensif sesuai fakta di lapangan, berimbang,
insights khalayak konsumen yang memaknai tidak tendensius dan tidak ambigu (bias).
kesegaran seperti “nyebur di kolam ketika lagi
gerah-gerah”-nya, sehingga kreatornya pun Pada periklanan, konsep keutuhan dan
mengolah pendekatan kreatif iklan tersebut kebenaran lebih fokus pada substansi pesan
berdasarkan “makna kesegaran dari kacamata (makna konten), sedangkan pada pemberitaan,
khalayak konsumen”. Dalam hal ini, tentu saja, konsep keutuhan dan kebenaran fokus pada
tidak ada tindakan komunikasi yang koruptif, substansi (makna konten) dan situasi (konteks)
sepanjang substansi pesannya benar sesuai fakta pesan. Situasi atau konteks di sini berarti
produk, meskipun pendekatan komunikasi kelengkapan informasi, obyektivitas,
kreatifnya absurd. Kecuali jika fakta produknya keberimbangan, ketidakbiasan dan
bukan minuman menyegarkan, atau misalnya ketidaktendensiusan (bebas kepentingan).
pendekatan komunikasi kreatifnya menggunakan Pada akhirnya, standar keutuhan dan
testimonial, sementara model iklan yang dibayar kebenaran pesan seharusnya dipulangkan kepada
menggunakan kesaksian (testimoni) palsu atau khalayak penerima pesan. Komunikator harus
tidak benar, maka iklan tersebut dapat memiliki empati dan mempraktikkan audience-
dikategorikan sebagai bentuk komunikasi yang centered communication, di mana kacamata nurani
koruptif, karena kebenaran substansi pesannya komunikator dalam perancangan maupun
sengaja ditiadakan. pelaksanaan kegiatan komunikasi harus diarahkan
Berbeda dengan konsep kebenaran dalam kepada dunia kepentingan khalayak (Wijaya, 2011),
pemberitaan (jurnalistik). Fakta dan substansi bukan semata dunia kepentingan komunikator,
pesan berita maupun cara memberitakannya sehingga tidak saja akan menghasilkan komunikasi
haruslah tanpa unsur persuasif, fiktif, apalagi yang efektif, namun juga komunikasi yang tulus,
absurd, karena pertama, berita bukan bertujuan luhur, transparan, bebas dari korupsi.
membujuk atau membentuk persepsi tertentu
sesuai benefit yang ditawarkan suatu produk,
kedua, pemberitaan dalam suatu media tidaklah
dibayar, sehingga peluang untuk menyampaikan

7
Journal Communication Spectrum, Vol. 3 No. 1 Februari – Juli 2013

Dimensi Koruptivitas Komunikasi informasi palsu yang sengaja (intentionally)


Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, rumus disebarkan secara diam-diam (kadang dibungkus
koruptivitas komunikasi dapat digunakan untuk dalam bentuk rumor) untuk membentuk opini
mengetahui sejauh mana tingkat koruptivitas suatu publik atau mengaburkan suatu kebenaran
peristiwa atau perbuatan komunikasi. Namun (Merriam-Webster, 2012), atau semacam
demikian, hal tersebut harus ditunjang dengan propaganda yang dikeluarkan oleh sebuah
gambaran yang jelas pada bagian mana suatu organisasi pemerintah untuk menghadapi kekuatan
peristiwa atau perbuatan komunikasi dapat saingan atau media (Oxford Dictionary, 2012).
diindikasikan koruptif, agar lebih mudah untuk Disinformasi berbeda dengan misinformasi, yakni
mengidentifikasinya. informasi salah yang tidak disengaja
(unintentionally).
Berikut ini penulis memaparkan berbagai
dimensi koruptivitas komunikasi, yakni unsur-unsur Begitu pula dengan pemalsuan maupun
penting dalam proses komunikasi yang dapat pengurangan elemen-elemen pesan, misalnya
dilihat sebagai suatu hal yang rentan untuk dalam pembajakan teks, penyamaran makna
diindikasikan terjadinya korupsi. Dimensi-dimensi simbol atau ikon untuk mengelabui khalayak, dan
tersebut adalah dimensi pesan, dimensi media, penggiringan makna secara sengaja ke arah yang
dimensi konteks dan dimensi perilaku. keliru untuk menciptakan kesan tertentu pada
suatu obyek. Dalam hal ini, maka bahasa teks dan
simbol yang di-encode menjadi makna pesan
Dimensi Pesan merupakan kendaraan utama tindakan koruptif
yang sekaligus memengaruhi tingkat koruptivitas
Pesan merupakan sentral dalam proses
suatu komunikasi. Semakin jauh bahasa dan simbol
komunikasi. Tanpa adanya unsur pesan, maka
yang digunakan dari nilai-nilai kebenaran dan
sebuah aktivitas tidak dapat disebut komunikasi.
kepatutan nuranif, maka semakin koruptif proses
Pesan di sini dapat berupa pesan verbal maupun
dan hasil komunikasi tersebut.
pesan nonverbal. Pesan merupakan perahu makna.
Melalui tumpangan pesanlah suatu makna yang di- Dalam teori tindakan komunikasional model
encode oleh komunikator atau pengirim (source) Habermas (1987), disebutkan bahwa kerangka etis
berlayar melewati saluran (channel) untuk komunikasi terletak pada tuntutan yang terkait
kemudian tiba di pelabuhan komunikan atau bahasa. Prinsip-prinsipnya adalah, pertama,
penerima (receiver) untuk di-decode. Tentu saja, pernyataan yang dibuat adalah benar bila isinya
pesan bukan satu-satunya tumpangan makna, benar-benar ada dalam proposisi, kedua, tindak
karena makna juga dapat menumpang pada bahasa dianggap tepat bila sesuai dengan konteks
saluran atau medium yang dilewati pesan, yang normatif yang berlaku, ketiga, maksud yang
kemudian membuat kita dapat memahami tesis diungkapkan pembicara benar-benar merupakan isi
McLuhan tentang medium is message (McLuhan, dari apa yang dipikirkannya (Haryatmoko, 2007:
2006). 41). Dengan demikian, tipe komunikasi yang
dibangun menjadi medium saling pemahaman
Dalam proses encoding, demi mencapai tujuan
tanpa manipulasi, tanpa pengondisian, dan tanpa
dan terpenuhinya kebutuhan spesifik komunikasi,
tipuan.
komunikator dapat menggunakan wewenang dan
kesempatan yang ada untuk melakukan tindakan-
tindakan kurang patut atau tidak etis seperti Dimensi Media
memanipulasi data, informasi, fakta yang
dikonversi ke dalam makna sebuah pesan. Tindakan Korupsi pada media dapat terjadi pada level
lain dapat berupa konversi makna dari bahan yang institusi maupun industri. Pada level institusi,
tidak benar atau tidak nyata (fiktif) sehingga pesan korupsi biasanya melibatkan individu-individu
yang disampaikan merupakan pesan bohong. korup, seperti jurnalis, tenaga pemasaran, hingga
Dalam hal ini termasuk disinformasi, yakni pemilik media, meskipun tindakan korupsi juga
Bambang Sukma Wijaya, Korupsi Komunikasi dalam Dimensi Pesan, Media, Konteks dan Perilaku

dapat berasal dari institusi sebagai organisasi di sengaja diciptakan untuk menimbulkan publisitas
mana sekelompok orang bersatu untuk tujuan luas dan efek word-of-mouth tidak merampok hak
bersama. publik untuk membedakan berita dan iklan karena
Dalam praktik jurnalistik atau institusi media, pada “akhir cerita” akan terungkap bahwa “cerita”
korupsi biasanya terjadi dalam bentuk konflik tersebut hanya merupakan bagian dari strategi
kepentingan karena kepentingan-kepentingan kampanye periklanan sebuah produk. Aktivitas
khusus seperti partisipasi politik tertentu (Spence, semacam ini tak dapat dikategorikan sebagai
et al, 2011: 140). Pada agenda setting pemberitaan subliminal ad, karena subliminal ad mengunci hak
misalnya, media secara strategis mengarahkan publik untuk membedakan mana berita dan mana
obyektivitas berita pada sudut pandang yang iklan sehingga menyembunyikan kebenaran fakta
menguntungkan kelompok-kelompok tertentu, yang sebenarnya sampai batas waktu yang tak
sehingga walaupun sekilas tampak obyektif dan terhingga. Dalam perspektif ekonomi media,
berimbang, namun sesungguhnya sangat subyektif fenomena semacam ini dapat terjadi sebagai
dan tendensius. implikasi dari industrialisasi media yang telah
berjalan beberapa dekade dewasa ini.
Perselingkuhan ini menjadikan media
merampas hak publik atau khalayak untuk Tak heran dalam level industri pun media
membedakan mana propaganda atau kampanye melakukan tindakan koruptif, yang melibatkan
dan mana berita. Contoh paling jelas dalam industri tertentu untuk mendukung suatu praktik
pemberitaan keberhasilan sebuah daerah yang yang merusak satu atau beberapa peran dan tujuan
mengarahkan persepsi kepada citra positif kandidat institusional resmi. Dua penyebab potensial korupsi
incumbent tanpa publik sadari. Contoh lain dalam dalam praktik jurnalistik dan media adalah media
pembentukan opini publik melalui pemberitaan concentration dan media conglomeration (Spence,
yang mendiskreditkan lawan-lawan politik secara 2011: 144). Kepemilikan media yang terkonsentrasi
halus melalui liputan suatu peristiwa yang berkaitan dengan monopoli sudut pandang berita,
berpotensi memberi efek citra negatif. sementara konglomerasi berkaitan dengan konflik
kepentingan perusahaan yang bernaung dalam satu
Dalam dunia bisnis pun kerap terjadi melalui payung korporasi dengan media tersebut, terutama
praktik “iklan terselubung” atau subliminal ad. jika perusahaan melakukan praktik-praktik immoral
Berselubung berita atau liputan peristiwa tertentu maupun illegal yang merugikan kepentingan publik
yang dilakukan oleh sebuah media melalui sementara media sejatinya berdiri untuk
jurnalisnya, namun sesungguhnya adalah iklan menyuarakan kepentingan publik sebagai salah
sebuah produk. Media dibayar untuk membuat satu pilar fungsi media.
sebuah berita (Arnold, 2009). Dalam hal ini, kolusi
jurnalistik dan periklanan atau kehumasan dapat
disebut sebagai korupsi media (Spence, et al, 2011: Dimensi Konteks
121). Media “menjual” kepercayaan khalayak Konteks dalam komunikasi dapat dimaknai
terhadap media tersebut akan berita-berita yang sebagai keadaan atau situasi luas di mana
obyektif dan steril dari intervensi kepentingan komunikasi terjadi (Seiler & Beall, 2011: 24).
pihak manapun. Media bahkan dapat diindikasikan Komunikasi tak dapat terjadi dalam ruang hampa.
melakukan “penipuan” terhadap khalayak. Itulah Selalu ada kondisi yang dapat diatur, baik yang
mengapa dalam etika periklanan di dunia mana bersifat formal maupun informal (formal and
pun, subliminal ad tidak dibenarkan (Wijaya, informal setting). Konteks inilah yang memengaruhi
2012b). apa yang akan kita katakan (what-to-say) dan
Agak berbeda jika hal tersebut merupakan bagaimana mengatakannya (how-to-say). Konteks
agenda setting produk dalam bentuk creative juga menentukan tipe komunikasi apa yang akan
brand publicity tanpa melibatkan media dalam digunakan. Dalam hal ini, maka konteks memegang
proses produksi pesannya. Branded story yang peranan penting dalam manajemen makna karena

9
Journal Communication Spectrum, Vol. 3 No. 1 Februari – Juli 2013

setting yang digunakan dapat memengaruhi langsung antara pejabat dan rakyat adalah
persepsi khalayak dalam proses decoding terhadap sandiwara belaka, karena baik “sang rakyat”
makna pesan yang disampaikan. maupun jawaban-jawaban atau pertanyaan yang
Korupsi dalam dimensi konteks dapat terjadi keluar dari mulutnya telah diskenariokan
ketika komunikator memanfaatkan power dan sebelumnya, dengan kata lain semua palsu, hanya
opportunity yang dimilikinya untuk tujuan untuk menciptakan kesan positif di mata publik
pencitraan tertentu, misalnya ketika seorang yang lebih luas, terutama jika diliput oleh media.
kandidat pemimpin politik incumbent melakukan Komunikasi pencitraan semacam ini dapat
kampanye terselubung dengan mengatur (setting) dikategorikan sebagai tindakan koruptif karena
pemberitaan mengenai prestasi yang dicapai di fakta dimanipulasi sedemikian rupa sehingga hak
daerah yang dipimpinnya untuk membangun publik untuk mendapatkan kebenaran pesan jadi
persepsi bahwa dia telah berhasil dan terabaikan.
berpengalaman sehingga layak untuk dipilih
kembali. Dalam hal ini, incumbent tersebut Dimensi Perilaku
memanfaatkan jabatan dan kewenangan yang
dimilikinya (yang tentu saja tak mungkin dimiliki Perilaku koruptif dalam dimensi perilaku lebih
lawan-lawan politiknya), menggunakan fasilitas sering terjadi berkaitan dengan tindakan immoral
publik berupa dana rakyat untuk membayar media bahkan illegal dari suatu individu, misalnya perilaku
(atas nama kepentingan pemerintah) yang plagiarism dan penyuapan. Sebagaimana telah
sesungguhnya bermuara pada pencitraan dirinya diungkapkan pada bagian awal tulisan ini, korupsi
atau kelompok politiknya, dan karenanya maka tidak semata-mata dimotifi oleh faktor ekonomi,
dapat diindikasikan sebagai tindakan koruptif. namun dapat pula dimotifi oleh faktor status atau
faktor personal lainnya. Seorang akademisi yang
Contoh lain korupsi dalam dimensi konteks melakukan tindakan plagiat dalam proses
pada kegiatan komunikasi korporat. Misalnya pembuatan karya tulisnya demi mendapatkan poin
seorang PR Officer atau Corporate Communication kenaikan Jenjang Jabatan Akademik (JJA), tentu
Manager, untuk menepis isu negatif dari dapat dikategorikan sebagai tindakan koruptif.
pemberitaan media, maka diaturlah liputan media
pada sudut-sudut tertentu dari perusahaan yang Demikian pula dengan pencantuman nama
tidak mencerminkan fakta yang sebenarnya, penulis tanpa kontribusi atau peran kepenulisan
membayar orang-orang tertentu untuk melakukan dalam sebuah artikel ilmiah yang dipublikasikan
testimoni, dan memainkan opini publik untuk merupakan tindakan pembohongan publik yang
membelokkan persepsi masyarakat dari isu utama tentu saja merupakan bagian dari aktivitas
yang sesungguhnya lebih terkait dengan komunikasi yang koruptif. Mengutip sebuah
kepentingan publik. Korupsi konteks komunikasi pernyataan tulisan maupun lisan, atau
juga dapat terjadi ketika perusahaan menggunakan gambar karya orang lain tanpa
memanfaatkan momen-momen positif publik yang mencantumkan sumbernya, juga dapat
tidak ada relevansinya dengan produk atau dikategorikan sebagai korupsi komunikasi. Begitu
kapabilitas suatu perusahaan kemudian sengaja pula dengan seorang mahasiswa yang melakukan
dikaitkan agar khalayak luas memiliki persepsi plagiarism dalam penyusunan tugas karya akhir,
bahwa momen tersebut merupakan andil dari atau bahkan membayar/ menyuap pihak lain untuk
perusahaan tersebut. menyelesaikan karya tersebut atas nama dirinya,
dapat dikategorikan sebagai tindakan koruptif.
Dalam komunikasi pemerintahan, sudah
menjadi rahasia umum bahwa dalam setiap acara Sementara itu, perilaku penyuapan di
yang dihadiri pejabat-pejabat pemerintahan, selalu antaranya adalah memberi imbalan tertentu
ada pengaturan-pengaturan tertentu di lokasi acara kepada seseorang atau suatu pihak untuk
untuk menimbulkan kesan keteraturan. Pada menyampaikan kesaksian palsu, baik melalui media
zaman orde baru, seringkali dialog atau interaksi maupun secara langsung untuk kepentingan
Bambang Sukma Wijaya, Korupsi Komunikasi dalam Dimensi Pesan, Media, Konteks dan Perilaku

pengelolaan pencitraan positif (impression pengadilan), korporat, bahkan pribadi sekalipun,


management), pembujukan (persuasiveness) misalnya dalam upaya meraih kepercayaan kembali
maupun pembersihan kesan negatif (impression pasangan kekasih atau sahabat atau rekan kerja,
laundering) yang melekat pada pihak yang seseorang dapat saja menyuap orang lain untuk
menyuap. Dalam perspektif komunikasi merek, memberikan pengakuan atau kesaksian palsu untuk
perilaku semacam ini justru kontraproduktif, menepis atau membersihkan kesan negatif yang
karena perilaku merek (brand attitude) yang kurang terlanjur melekat pada orang tersebut, sehingga
terpuji justru akan memberi dampak negatif bagi berdampak pada pulihnya kepercayaan
citra merek tersebut, baik merek korporat atau terhadapnya. Tindakan-tindakan tersebut dapat
lembaga, produk, maupun pribadi atau personal diindikasikan sebagai komunikasi yang koruptif.
(Wijaya, 2013). Jika diilustrasikan, maka dimensi koruptivitas
Perilaku penyuapan ini dapat terjadi dalam komunikasi dan beberapa indikatornya dapat
lingkup komunikasi politik, pemasaran (iklan dilihat pada gambar berikut:
testimonial), hukum (kesaksian palsu di

Gambar 2. Dimensi koruptivitas komunikasi dalam proses manajemen makna

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa mengenai diri seseorang untuk memengaruhi
keseluruhan dimensi koruptivitas komunikasi persepsi orang lain, ataupun pencucian kesan
berada dalam proses manajemen makna (impression laundering) yaitu membersihkan kesan
(management of meaning), yang dilakukan untuk dan persepsi buruk mengenai seseorang atau
kepentingan manajemen kesan (impression lembaga melalui komunikasi yang intensif dan
management) yaitu menciptakan citra positif stratejik.

11
Journal Communication Spectrum, Vol. 3 No. 1 Februari – Juli 2013

Simpulan menerima keutuhan dan kebenaran pesan, atau


Meskipun dapat berimplikasi pada konsekuensi dengan menambah kadar hati nurani (Cs) dan
hukum, namun tindakan koruptif dalam tanggung jawab moral (R) sang komunikator,
komunikasi lebih banyak disebabkan oleh sehingga perkalian antara besaran hak khalayak/
persoalan moralitas. Karena itu, komunikasi yang publik dan hati nurani plus tanggung jawab moral
koruptif merupakan tindakan yang melanggar etika komunikator akan mengurangi tingkat koruptivitas
komunikasi, namun tidak semua pelanggaran etika komunikasi.
komunikasi merupakan tindakan koruptif.
Untuk membedakannya, maka patut Daftar Pustaka
digarisbawahi bahwa tindakan koruptif dalam Adler, R. B. & R. F. Proctor II (2011). Looking Out/
komunikasi senantiasa merugikan publik atau Looking In. Canada: Wardsworth-Cengage
pihak komunikan/ khalayak/ penerima pesan Learning
karena sebagian atau keseluruhan haknya untuk
menerima kebenaran dan keutuhan pesan telah Arnold, C. (2009). Ethical Marketing and the New
dirampok oleh komunikator demi kepentingan Consumer. UK: Wiley
pemenuhan kebutuhan komunikasinya, baik dalam Bardhan, P. K. (1997). ‘Corruption and
spektrum individual maupun dalam lingkup Development: A Review of the Issues’. Journal
organisasional atau institusional. Komunikasi yang of Economic Literature, 35 (3), 1320-1346
koruptif juga senantiasa menggunakan
Clemons, S. (2010). Communications Corruption at
kesempatan yang ada dengan memanfaatkan
the White House, dalam
kekuasaan/ kekuatan/ kewenangan yang dimiliki
http://thewashingtonnote.com, diakses 27
komunikator, baik kewenangan politis, ekonomi,
Juni 2012)
sosial, profesional, dan sebagainya.
Clinard, M. B. (1990). Corporate Corruption: The
Koruptivitas komunikasi juga dapat ditelisik
Abuse of Power. NY & London: Praeger.
dari berbagai dimensi yang melingkupinya, di
antaranya adalah dimensi pesan, dimensi media, Desjardins, J. (2009). An Introduction to Business
dimensi konteks dan dimensi perilaku. Korupsi Ethics. New York: McGraw-Hill
pada berbagai dimensi tersebut merupakan bagian Gardiner, J. A. (1993). ‘Defining Corruption’.
dari proses manajemen makna (management of Corruption and Reform, 7 (2), 111-124
meaning) yang berimplikasi pada manajemen
kesan (impression management) ataupun Goffman, E. (1956). The Presentation of Self in
pencucian kesan (impression laundering). Everyday Life. Monograph No. 2. USA:
Dikarenakan proses tersebut kebanyakan University of Edinburgh
berlangsung dalam konteks komunikasi yang Haryatmoko (2007). Etika Komunikasi. Yogyakarta:
bersifat persuasif dan pencitraan, maka Kanisius
komunikasi yang koruptif pun kerapkali terjadi Habermas, J. (1987). The Theory of Communicative
pada kedua tipe komunikasi tersebut guna Action Vol 2: Lifeworld and System: A Critique
memenuhi identitiy needs, social needs dan of Functionalist Reason. Penerj: T. McCarty.
instrumental goals komunikator. USA: Beacon Press
Berdasarkan Rumus Koruptivitas Komunikasi, He, Z. (2000). ‘Corruption and Anti-Corruption in
maka untuk mengurangi korupsi dalam komunikasi Reform China’. Communist and Post-
(C) maka harus dilakukan pembatasan kebutuhan Communist Studies, 33, 243-270.
komunikasi (N) atau pengurangan kesempatan (O)
yang dapat menstimulus penggunaan kekuasaan/ Hodgson, G. M. & S. Jiang (2007). ‘The Economics
kekuatan/ wewenang (P), atau dengan mencegah of Corruption and the Corruption of
tindakan pengurangan hak khalayak (Ar) untuk Economics: An Institutionalist Perspective’.
Journal of Economic Issues, XLI (4), 1043-1061
Bambang Sukma Wijaya, Korupsi Komunikasi dalam Dimensi Pesan, Media, Konteks dan Perilaku

Hopkins, J. (2001). ‘States, Markets and Nuijten, M. & G. Anders (2007). Corruption and the
Corruption: A Review of Some Recent Secret of Law: A Legal Anthropological
Literature’. Review of International Political Perspective. England: Ashgate
Economy, 9 (3), 574-590 Oxford Dictionary (2012).
Jain, A. K. (2001). ‘Corruption: A Review’. Journal http://www.oxforddictionaries.com/definitio
of Economic Surveys, 15 (1), 71-120. n/english/disinformation, diakses 20 Oktober
Larson, C. U. (2010). Persuasion: Reception and 2012
Responsibility. Boston: Wadsworth Schleifer, B. G. (2009). Corruption of
Merriam-webster Dictionary (2012). Communication, dalam http://realtruth.org,
http://www.merriam- diakses 27 Juni 2012
webster.com/dictionary/disinformation, Seiler, W. J. & M. L. Beall (2011). Communication:
diakses 20 Oktober 2012 Making Connections. USA: Allyn & Bacon
Mishra, A. (2006). ‘The Persistence of Corruption: Spence, E. H., A. Alexandra, A. Quinn, and A. Dunn,
Some Theoretical Perspectives’. World (2011). Media, Markets, and Morals. West
Development, 34 (2), 349-358 Sussex, UK: Wiley-Blackwell
McLuhan, M. (2006). ‘Medium is Message’ dalam West, R. and L. H. Turner (2007). Introducing
Meenakshi Gigi Durham & Douglas M. Kellner Communication Theory: Analysis and
(eds). Media and Cultural Studies: KeyWorks. Application. New York: McGraw-Hill
USA: Blackwell Wijaya, B. S. (2011). ‘Experiential Communication
Miller, S., P. Roberts, and E. Spence (2005). Model in the Organizational Communication:
Corruption and Anti-Corruption: An Applied A Study of Persuasive Technique in Order to
Philosophical Approach. New Jersey: Prentice Gain Audience’s Trust’. Jurnal Komunika, 14
Hall (1), 37-44
Miller, S. (2011). Corruption, dalam Wijaya, B. S. (2012a). ‘The Development of
http://plato.stanford.edu, diakses 27 Juni Hierarchy of Effects Model in Advertising’.
2012 International Research Journal of Business
Milne, S. (2012). Ownership is the Key to the Studies, 5 (1), 73-85
Corruption of the Media, dalam Wijaya, B. S. (2012b). Etika Periklanan. Jakarta: UB
http://www.guardian.co.uk, diakses 27 Juni Press
2012 Wijaya, B. S. (2013). ‘Dimensions of Brand Image: A
Myint, U. (2000). ‘Corruption: Causes, Conceptual Review from the Perspective of
Consequences and Cures’. Asia-Pasific Brand Communication’. European Journal of
Development Journal, 7 (2), 33-58 Business and Management, 5 (31), 55-65

13

Anda mungkin juga menyukai