Anda di halaman 1dari 12

Nama : Amara Meila Putri Bianca

NIM : 16407141046

Ilmu Sejarah B

Artikel Jugun Ianfu di Indonesia dan Korea Selatan

Abstrak

Penjajahan Jepang dikenal sangat kejam di berbagai negara. Jepang tidak


pandang bulu demi mendapatkan daerah koloninya. Berbagai cara dilakukan oleh
Jepang agar dapat membentuk pertahanan dan keamanan negaranya yang kuat.
Jepang ingin menyaingi negara-negara barat yang maju. Oleh sebab itu, Jepang
sangat memperhatikan kondisi jasmani dan rohani para tentaranya. Penjajahan
Jepang tidak lepas dari Jugun Ianfu atau Comfort Women. Perempuan-perempuan
yang tergabung ke dalam Jugun Ianfu mendapatkan banyak kekerasan dari para
tentara Jepang baik kekerasan secara fisik maupun secara seksual. Banyak upaya
yang dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak mantan para Jugun Ianfu pasca
terbebas dari masa penjajahan Jepang. Diperlukan waktu yang lama hingga agar
hak-hak para mantan Jugun Ianfu dapat direalisasikan oleh Pemerintah Jepang.

Kata kunci : Jugun Inafu, Jepang, tentara.


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada masa Perang Dunia II, Jepang memiliki kekuatan militer yang kuat.
Kekuatan militer ini tidak lepas dari prajurit-prajurit Jepang yang menjalani
pelatihan yang keras dan displin. Pemerintah Jepang melakukan berbagai cara
untuk dapat menghasilkan prajurit-prajurit yang handal agar Jepang menjadi
negara yang memiliki kekuatan militer yang kuat sehingga tidak heran jika
negara ini disebut sebagai Negara Macan Asia. Jepang memberikan fasilitas-
fasilitas untuk prajuritnya agar mereka merasa senang sehingga mereka dapat
mendedikasikan seluruh hidupnya untuk membela Jepang. Salah satu fasilitas
yang mereka dapatkan adalah perempuan-perempuan yang disediakan oleh
pemerintah Jepang untuk melayani kebutuhan seksual mereka. Pemerintah
Jepang membentuk Sistem Comfort Station di mana para prajurit/tentara Jepang
mencari hiburan melalui Jugun Ianfu (comfort women). Pembentukan Comfort
Station di bawah Kekaisaran Hirohito.
Jugun Ianfu ini pada mulanya terdiri oleh para perempuan Jepang yang
memang memiliki pekerjaan sebagai pekerja seks atau perempuan-perempuan
yang memiliki penyakit menular seks. Akan tetapi untuk mencegah
berkembangnya penyakit menular seks maka pemerintah Jepang mulai mencari
perempuan-perempuan yang memiliki kondisi jasmani di negara-negara koloni
Jepang. Para Jugun Ianfu ini akan dikumpulkan di sebuah tempat yang disebut
sebgai comfort station (rumah pelacuran) atau dalam bahasa Jpenag disebut
sebagai Lanjo. Setiap negara bekas jajahannya Jepang memiliki comfort station
untuk menandai bahwa di daerah itu tentara Jepang pernah tinggal. Perempuan-
perepuan yang dijadikan Jugun Ianfu biasanya memiliki rentang usia antara 13
hingga 30 tahun.
Comfort Station didirikan pada awal tahun 1932 di Jepang dan beberapa
negara koloni Jepang hingga tahun 1945. Namun menurut sumber lain yaitu
dalam buku The Comfort Women: Japan's Brutal Regime of Enforced
Prostitution in the Second World War karya George Hicks, rumah bordil
pertama didirikan oleh Jepang saat menduduki Shanghai, Cina pada tahun 1932.
Ada sekitar 70.000-200.000 orang dari berbagai negara yang dijadikan sebagai
Jugun Ianfu. Menurut riset oleh Dr. Hirofumi Hayashi, seorang profesor di
Universitas Kanto Gakuin, Jugun Ianfu termasuk orang Jepang, Korea,
Tiongkok, Malaya (Malaysia dan Singapura), Thailand, Filipina, Indonesia,
Myanmar, Vietnam, Indo-orang Eropa, Inggris, Perancis, dan Portugis.1
Diperkirakan pula sekitar 80% dari jumlah Jugun Ianfu yang ada berasal dari
Korea.2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan Jugun Ianfu di Indonesia?
2. Bagaimana sejarah perkembangan Jugun Ianfu di Korea Selatan?
3. Bagaimana Jugun Ianfu menurut kacamata Pemerintahan Jepang?
4. Bagaimana dampak dari Jugun Ianfu yang ditimbulkan bagi para mantan
korban Jugun Ianfu itu sendiri?
C. Tujuan
1. Diharapkan dapat memahami dan mengetahui sejarah perkembangan Jugun
Ianfu di Indonesia.
2. Diharapkan dapat memahami dan mengetahui sejarah perkembangan Jugun
Ianfu di Korea Selatan.
3. Diharapkan dapat memahami dan mengetahui pandangan Pemerintah Jepang
mengenai Jugun Ianfu.
4. Diharapkan dapat memahami dan mengetahui dampak dari Jugun Ianfu yang
ditimbulkan bagi para mantan korban Jugun Ianfu itu sendiri.

BAB II
ISI
A. Jugun Ianfu di Indonesia
Negara Jepang menjajah Indonesia mulai tahun 1942 hingga 1945.
Indonesia adalah salah negara jajahan Jepang yang tidak luput dari adanya Jugun

1
http://www.hariansejarah.id/2016/10/kolonialisme-jepang-jugun-ianfu.html,
diakses pada tanggal 19 November 2018.
2
C. Sarah. Soh, The Korean Comfort Women: Movement for Redress , Asian
Survey, vol. 36, no. 12, 1996, p.1227.
Ianfu. Pada waktu itu untuk menyelematkan perempuan-perempuan Indonesia
yang tidak berdosa yang akan dijadikan Jugun Ianfu, Sukarno memprioritaskan
perempuan-perempuan pelacur kepada pemerintah Jepang yang ada di Indonesia
untuk melayani kebutuhan seksual para tentara Jepang (Dai Nippon).
Tentara Jepang yang ada di Indonesia terus bertambah sehingga semakin
banyak tentara Jepang yang membutuhkan perempuan-perempuan untuk
melayani kebutuhan seksnya. Pemerintah Jepang mulai merekrut perempuan-
perempuan Indonesia yang non pelacur dengan kedok perempuan-perempuan
Indonesia akan disekolakan atau mereka akan diberikan pekerjaan. Jika melalui
jalan damai tidak dapat ditempuh maka pemerintah Jepang akan melakukan
kekerasan untuk mendapatkan perempuan-perempuan Indonesia. Banyak
perempuan-perempuan yang diculik untuk dijadikan Jugun Ianfu.
Dalam praktiknya Jugun Ianfu banyak mendapatkan tindakan
diskriminasi dan kekerasan seksual. Perempuan-perempuan yang menolak untuk
melayani tentara-tentara Jepang akan diikat lehernya dan diikat kedua tangan,
serta kedua kakinya kemudian akan dikaitkan dengan seekor kuda untuk diseret
di jalan. Wanita yang ternyata mengidap penyakit kelamin akibat terlalu banyak
melayani tentara Jepang akan dibakar hidup-hidup atau dilempari dengan granat.
Sedangkan perempuan yang hamil akan diaborsi secara paksa dengan meremas
perut wanita itu yang dilakukan oleh empat tentara Jepang tanpa obat bius. Para
tentara enggan untuk mengakui anak yang berasal dari negara jajahannya karena
mereka merasa bahwa mereka miliki kedudukan yang lebih tinggi dari negara
jajahannya. Setelah beberapa hari pasca aborsi, wanita itu akan kembali
melayani tentara Jepang lagi.
Pemerintah Jepang sangat memperhatikan kesehatan para Jugun Ianfu
karena hal ini akan mempengaruhi kesehatan para tentaranya. Hal ini dibuktikan
dengan adanya pemeriksaan kesehatan setiap Jugun Ianfu dengan menyediakan
obat pencuci setelah berhubungan seksual, penyediaan tenaga medis seminggu
sekali, hingga didirikannya rumah sakit bagi yang sakit. Para tentara yang ingin
melakukan hubungan seksual harus membayar dengan harga tertentu. Sistem
pembayaran yang digunakan pada waktu itu adalah sistem loket di mana
disediakan karcis dengan harga tertentu. Biasanya para tentara akan
mendapatkan dua buah kondom setelah membeli karcis. Harga dalam karcis juga
bervariasi sesuai dengan perbedaan waktu. Jika kalangan militer berkunjung ke
lanjo pada siang hari maka akan dikenakan biaya sebesar 2,5- , sedangkan bagi
kalangan sipil harus membayar 3,5-. Mulai sore hari sekitar pukul 5-12 malam
tamu yang menggunakan tenaga Jugun Ianfu sampai pagi membayar 12,5-.3
Di setiap lanjo akan ada seseorang yang bertugas sebagai mucikari atau
orang-orang yang mengelola lanjo serta menjual para Jugun Ianfu. Biasnaya
mucikari ini ada yang berasal dari Jepang atau dari Indonesia itu sendiri.
Mucikari ini yang menentukan harga-harga bagi setiap pelayanan yang diberikan
oleh para Jugun Ianfu. Mucikari ini juga yang bertanggung jawab untuk
merawat para Jugun Ianfu.
Perempuan-perempuan yang dijadikan Jugun Ianfu memiliki nama
sendiri yang diberikan oleh Pemerintah Jepang seperti Mardiyem menjadi
Momoye (Yogyakarta, Jateng), Aminah menjadi Shinju (Sukabumi, Jawa Barat),
Suharti menjadi Miki (Kediri, Jatim), Emah Kastimah menjadi Miyoko
(Kuningan, Jabar), Kasinem menjadi Yako (Solo, Jateng), Sumirah menjadi
Kimiko (Salatiga, Jateng), Sutarbini menjadi Miniko (Yogyakarta, Jawa
Tengah), Siti Neng Itjuh menjadi Ruriko (Garut, Jateng), Omoh Salamah
menjadi Midori (Cimahi, Jabar), Lantrah menjadi Toyoko (Pekalongan, Jateng)
dan puluhan ribu orang lainnya.4
Pemerintah Jepang juga melakukan diskriminasi terhadap perempuan-
perempuan Jugun Ianfu dengan memisahkan perempuan-perempuan berkulit
putih (keterurunan Belanda dan Tionghoa yang ada di Indonesia) untuk tentara-
tentara Jepang yang memiliki pangkat yang tinggi atau jabatan yang tinggi.
Sedangkan perempuan-perempuan Jawa yang memiliki warna kulit coklat akan
diberikan untuk melayani tentara-tentara Jepang yang memiliki jabatan yang
rendah. Semakin perempuan itu memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat
atau setidaknya memiliki paras yang cantik maka perempuan tersebut akan

3
Hany Nurpratiwi, Kiprah Mardiyem Dalam Memperjuangkan Hak-Hak
Mantan Jugun Ianfu di Yogyakarta (1993-2007), Skripsi, (Yogyakarta: UNY, 2015),
hlm. 33.
4
https://ianfuindonesia.webs.com/, diakses pada tanggal 19 November 2018.
diberikan oleh pejabat pemerintahan Jepang atau orang-orang yang memiliki
posisi yang penting di pemerintahan Jepang/militer Jepang.
Salah satu tokoh Indonesia yang terkenal akan perjuangannya untuk
menuntut hak-hak mantan para korban Jugun Ianfu adalah Mardiyem atau orang
Jepang biasa memanggilnya sebagai Momoye. Mardiyem adalah seorang aktivis
perempuan yang berasal dari Yogyakarta. Ada sebuah buku yang berjudul
“Momoye Mereka Memanggilku” yang menggambarkan kisah hidupnya selama
ia menjadi korban Jugun Ianfu. Ia menuntut permintaan maaf resmi dari
Pemerintah Jepang kepada individu-individu mantan korban Jugun Ianfu,
merevisi buku sejarah Jepang yang menyebutkan bahwa para Jugun Ianfu adalah
seorang pelacur serta menuntut adanya kompensasi. Mardiyem merasa marah
jika orang-orang memandang bahwa para perempuan Jugun Ianfu adalah
perempuan nakal atau pelacur. Ia mengaskan bahwa sebagian besar para
perempuan Jugun Ianfu adalah korban dari kekejaman Jepang.
B. Jugun Ianfu di Korea Selatan
Salah satu kisah Jugun Ianfu di Korea Selatan digambarkan melalui film
yang diambil dari kisah nyata yang berjudul I Can Speak dan Spirit’s
Homecoming. Dalam film I Can Speak dikisahkan bahwa ada seorang nenek
yang berjuang keras untuk belajar bahasa Ingggris agar ia dapat berjuang
menuntut hak-hak mantan para korban Jugun Ianfu di tingkat internasional. Pada
bagian akhir film diceritakan bahwa ia berdiri dalam suatu sidang Internasional
PBB untuk memberikan kesaksian mengenai pengalamannya sebagai korban
dari Jugun Ianfu.Sedangkan untuk film Spirit’s Homecoming menceritakan
mengenai kisah seorang remaja perempuan yang dimulai dari ia diambil paksa
oleh Pemerintah Jepang dari keluarganya untuk dijadikan Jugun Ianfu dengan
kedok bahwa ia akan di sekolahkan di Jepang hingga kemerdekaan Korea yang
membuat para Jugun Ianfu dapat kembali ke tanah air mereka yaitu Korea.
Di dalam film tersebut diceritakan jika para Jugun Ianfu harus melayani
kebutuhan seksual para tentara Jepang disertai dengan kekerasan yang mereka
dapatkan. Mereka tidak diperbolehkan menggunakan bahasa Korea dan harus
mengganti nama Korea mereka menjadi nama-nama Jepang yang telah
disiapkan. Mereka dikumpulkan menjadi satu di sebuah rumah yang memiliki
banyak kamar-kamar kecil. Bagi tentara yang memiliki pangkat yang tinggi akan
diberikan perempuan-perempuan cantik yang memiliki tubuh bagus begitu pula
sebaliknya jika bagi tentara-tentara yang memiliki pangkat rendah akan
diberikan perempuan-perempuan yang berasal dari golongan bawah seperti
halnya yang terjadi di Indonesia. Jika ada yang mencoba melarikan diri maka
nyawanya akan menjadi taruhan dan bagi perempuan-perempuan yang sakit-
sakitan akan dikumpulkan di sebuah tempat lalu akan ditembak dari belakang
oleh para tentara Jepang dan dibakar tubuhnya tidak jauh berbeda seperti yang
ada di Indonesia,
Pada awalnya Jugun Ianfu direkrut melalui sebuah iklan di surat kabar
Korea secara terang-terangan. Di dalam surat kabar tersebut dikatakan bahwa
tentara Jepang sangat membutuhkan perempuan penghibur yang berusia 18-30
tahun5. Melalui surat kabar tersebut juga dituliskan informasi mengenai tempat
pendaftaran, gaji bulanan, waktu bekerja dan tujuan penempatan kerja. Tidak
sedikit perempuan-perempuan Korea yang mendaftarkan diri baik mereka secara
suka rela karena memang membutuhkan pekerjaan atau karena ada beberapa
perempuan yang dijual oleh keluarganya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarganya sehari-hari. Setelah dirasa ada penurunan pendaftar perempuan
penghibur maka pemerintah Jepang mulai mencari siasat lain yaitu melalui
kedok penawaran lowongan pekerja sebagai juru masak dan tukang cuci untuk
tentara Jepang.
Menurut salah satu artikel yang terdapat di BBC, pada tanggal 28
Desember 2016 di Busan terjadi aksi demokrasi yang dilakukan oleh para aktivis
Korea Selatan untuk menuntut Pemerintah Jepang bertanggung jawab secara
hukum dan memberikan kompensasi langsung kepada para korban perbudakan
seks (Jugun Ianfu). Para aktivis juga mendirikan patung perempuan di depan
konsulat Jepang sebagai simbol dari Jugun Ianfu. Respon Pemerintah Jepang
mengenai aksi demokrasi ini ialah dengan menarik duta besar Jepang di Korea
Selatan untuk menjaga keamanan duta besar tersebut dari aksi demonstrasi para
aktivis tersebut. Jepang juga mengatkan bahwa patung tersebut telah melanggar

5 Dimar Kartika Listiyanti, Jugun Ianfu Pada Masa Pendudukan Jepang,


Skripsi, (Jakarta: UI, 2008), hlm. 21.
kesepakatan tahun 2015, yang mengatakan bahwa Jepang akan melakukan
kompensasi. Jepang sebelumnya mengklaim bahwa patung di luar kedutaan di
Seoul ilegal karena melanggar Konvensi Wina 1961, yang menyatakan bahwa
negara-negara tuan rumah harus melindungi tempat misi diplomatik.6
C. Jugun Ianfu Dalam Kacamata Jepang
Pada awalnya Pemerintah Jepang tidak mengakui keterlibatannya
mengenai Jugun Ianfu. Mereka menganggap bahwa Jugun Ianfu dikelola dan
dioperasikan oleh pihak swasta sehingga mereka menolak untuk meminta maaf
kepada para mantan korban Jugun Ianfu. Pemerintah Jepang menolak serta
mengabaikan protes-protes yang berasal dari korban Jugun Ianfu yang
memperjuangkan hak-hak mereka. Mereka memaksa pemerintah Jepang untuk
mengakui kekejamannya terhadap perempuan-perempuan yang dipaksa untuk
menjadi Jugun Ianfu di mana mereka terpaksa untuk melayani kebutuhan
seksual para tentara Jepang. Mereka juga mendapatkan kekerasan dari tentara-
tentara Jepang.
Pada tahun 1990-an muncul pergerakan perempuan di negara Korea
Selatan di mana pada tahun 1991 mantan Jugun Ianfu yang berasal dari Korea
Selatan memberikan kesaksian mengenai kehidupannya sebagai Jugun Ianfu dan
mengajukan gugatan kepada pemerintah Jepang untuk bertanggung jawab atas
kejahatan perang tersebut. Para mantan Jugun Ianfu baik yang berasal dari
Jepang dan Korea serta ahli hukum mendesak organisasi-organisasi internasional
terutama PBB untuk melakukan penyelidikan formal terkait masalah tersebut.
Para aktivis dan mantan Jugun Ianfu menuntut permintaan maaf secara formal
dari pihak pemerintah Jepang, kompensasi, pembangunan monumen, dan revisi
terhadap buku cetak sejarah Jepang untuk mengajarkan kebenaran mengenai
Jugun Ianfu.7
Seorang sejarawan Jepang bernama Yoshiaki Yoshimi menemukan
dokumen-dokumen resmi pemerintah Jepang mengenai keterlibatan militer

6
https://www.bbc.com/indonesia/dunia-38527303, diakses pada tanggal 22
November 2018.
7
C. Sarah. Soh, ‘Japan’s Responsibility Toward Comfort Women Survivors,’
Japan Policy Research Institute (daring), Mei 2001, , diakses 21 November 2018.
Jepang dalam pmebuatan serta pengelolaan comfort station8. Penemuan ini
tertulis didalam surat kabar Asahi milik Jepang. Penemuan inilah yang membuka
jalan dalam penyelidikan mengenai Jugun Ianfu lebih lanjut. Pada tanggal 4
Agustus 1993 Kepala Sekretaris Kabinet Yohei Kono mengeluarkan pernyataan
yang berisikan hasil dari penyelidikan mengenai kasus Jugun Ianfu dimana
militer Jepang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan
serta pengelolaan comfort stations dan penyebaran Jugun Ianfu.9 Yohei Kono
menyampaikan permintaan maaf dan penyesalan atas nama pemerintah Jepang
kepada para korban Jugun Ianfu. Pemerintah Jepang juga akan merevisi buku-
buku cetak sejarah Jepang mengenai kebenaran Jugun Ianfu. Sebenarnya di
pemerintahan Jepang itu sendiri masih terjadi pertentangan mengenai
kompensasi ekonomi para mantan Jugun Ianfu. Di mana pihak Jepang tidak
dapat memberikan kompensasi terhadap setiap individu karena kompensasi
kejahatan selam peperangan sudah dibayarkan kepada Korea Selatan bersamaan
dengan ditandatanganinya Perjanjian Normalisasi Hubungan antar kedua negara.
Namun pada tahun 1994 Perdana Menteri Tomiichi Murayama
melakukan koalisi dengan tiga partai yaitu Partai Liberal Demokrat, Partai Sosial
Demokrat, dan Partai Baru Sakigake untuk meyakinkan anggota Diet yang lain
bahwa Pemerintah Jepang perlu memberikan kompensasi kepada setiap mantan
Jugun Ianfu. Akhirnya diputuskanlah untuk membentuk Asian’s Women Fund
yang berperan sebagai lembaga penyampaian kompensasi untuk mantan Jugun
Ianfu di negara Filipina, Korea Selatan, Belanda, Taiwan serta Indonesia melalui
proyek-proyek kesehatan, kesejahteraan, dan sebagainya. Ada banyak pro dan
kontra terhadap berdirinya Asian’s Women Fund ini. Asian’s Women Fund
mendapatkan kritik kreana ternyata dana yang digunakan untuk kompensasi
bukan berasal dari dana pemerintah Jepang melainkan berasal dari swasta.
Dari 238 mantan Jugun Ianfu yang diketahui oleh Pemerintah Korea
Selatan hanya 61 orang saja yang menerima dana dari Asian’s Women Fund.
Mantan juguan ianfu yang pertama kali memberikan kesaksian dan membantu

8
C. Sarah. Soh., Ibid.
9
http://www.chinadaily.com.cn/world/2007-03/12/content_824829.htm diakses
pada tanggal 21 November 2018.
menyalakan gerakan internasional, Kim Hak Sun menolak untuk menerima dana
dari Asian’s Women Fund. Kim Hak Sun kemudian meninggal pada tahun 1997
dengan tuntutan yang masih tertunda serta tidak sempat menerima pembayaran
khusus dari Pemerintah Korea kepada korban di tahun 1998. Asian’s Women
Fund selesai menjalankan proyek mereka dan dibubarkan pada Maret 2007.
Akhirnya pada tahun 2015 terjadi kesepakatan antara Jepang dengan Korea
Selatan mengenai permasalahn Jugun Ianfu di mana Pemerintah Jepang akhirnya
mau meminta maaf secara resmi dan mengakui keterlibatan militernya dalam
pembentukan serta pengelolaan comfort station. Pemerintah Jepang juga akan
memberikan dana yang berasal dari dana pemerintah Jepang kepada pemerintah
Korea Selatan untuk membantu penyembuhan mantan Jugun Ianfu Korea
Selatan. Melalui perjanjian inilah perselisihan antara Korea Selatan dengan
Jepang mengenai mantan korban Jugun Ianfu berakhir.
D. Dampak Jugun Ianfu
Jugun Ianfu banyak memberikan dampak negatif bagi mantan para
korbannya. Tidak mudah untuk melupakan pengalaman buruk yang terjadi
selama mereka menjadi Jugun Ianfu. Berikut ini adalah dampak bagi para Jugun
Ianfu yaitu :
1. Kesehatan yang buruk akibat kekerasan fisik dan seksual yang mereka
dapatkan dari para tentara Jepang. Bahkan beberapa Jugun Ianfu
meninggal akibat kesehatannya yang menurun karena tidak mendapatkan
fasilitas kesehatan yang semestinya.
2. Gangguan psikologis yang mereka dapatkan akibat trauma akan
pengalaman buruk yang mereka lalui sepanjang hidupnya menjadi Jugun
Ianfu. Beberapa bahkan ada yang bunuh diri karena sudah tidak kuat
menghadapi hidupnya lagi.
3. Mendapatkan tekanan sosial karena dianggap sebagai mantan pelacur dan
manusia kotor oleh masyarakat sekitar, mengingat masyarakat tidak
mendapatkan informasi yang benar akan Jugun Ianfu.10
4. Adanya tekanan psikis karena merasa bersalah menjadi seorang Jugun
Ianfu.

10
Dimar Kartika Listiyanti., Op. Cit., hlm. 53.
5. Sebagian besar Jugun Ianfu dalam keadaan miskin karena ditolak bekerja
di tengah-tengah masyarakat dengan alasan bekas pelacur.
6. Banyak kasus aborsi dan kelahiran bayi hasil Jugun Ianfu di mana bayi-
bayi tersebut tidak mengetahui identitas pasti mengenai ayahnya.
Walaupun kelahiran bayi hasil Jugun Ianfu dilarang oleh Pemerintah
Jepang namun tidak menutup kemungkinan bahwa masih ada beberapa
perempuan Jugun Ianfu yang melahirkan bayi mereka.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pemerintah Jepang mendirikan Comfort Station yaitu tempat untuk para Jugun
Ianfu di beberapa negara jajahannya. Hal ini juga sebagai bukti bahwa daerah tersebut
pernah didatangi oleh tentara Jepang. Jugun Ianfu adalah perempuan-perempuan yang
bertugas memenuhi kebutuhan seksual para tentara Jepang. Perempuan-perempuan ini
biasanya berusia sekitar 13 hingga 30 tahun. Ada berbagai macam cara mengenai
perekrutan Jugun Ianfu ini diantaranya ada yang dengan sukarela menjual tubuhnya, ada
yang karena dijual oleh keluarganya demi kebutuhan ekonomi keluarga tersebut, ada
yang berkedok ingin mencari lowongan pekerjaan bahkan ada yang diambil paksa
dengan cara kekerasan. Banyak dampak yang ditimbulkan dari Jugun Ianfu bagi para
korbannya. Mereka juga menuntut untuk memperjuangkan hak-haknya selama menjadi
korban keganasan para tentara Jepang. Setelah melalui perjuanganyang panjang mereka
akhirnya mendapatkan hak-hak mereka walaupun tidak sepenuhnya terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA

Hany Nurpratiwi. Kiprah Mardiyem Dalam Memperjuangkan Hak-Hak Mantan Jugun


Ianfu di Yogyakarta (1993-2007). Skripsi. Yogyakarta: UNY. 2015.

Dimar Kartika Listiyanti. Jugun Ianfu Pada Masa Pendudukan Jepang. Skripsi. Jakarta:
UI. 2008.

Eka Hindra dan Koichi Kimura. Momoye Mereka Memanggilku. Surabaya: Erlangga.
2007.

Pramodya Ananta Tour. Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer. Jakarta:


Gramedia. 2001.

Soh Sarah, C. The Korean Comfort Women: Movement for Redress. Asian Survey. vol.
36,
no. 12. 1996.

Soh Sarah, C. ‘Japan’s Responsibility Toward Comfort Women Survivors,’ Japan Policy

Research Institute (daring). 2001.

https://ianfuindonesia.webs.com/, diakses pada tanggal 19 November 2018


http://www.hariansejarah.id/2016/10/kolonialisme-jepang-jugun-ianfu.html, diakses
pada tanggal 19 November 2018
http://www.chinadaily.com.cn/world/2007-03/12/content_824829.htm diakses pada
tanggal 21 November 2018.
https://www.bbc.com/indonesia/dunia-38527303, diakses pada tanggal 22 November
2018.
https://www.kompasiana.com/galihretno/5517e08b81331101699de586/jugun-ianfu-
potret-kelam-wanita-indonesia, diakses pada tanggal 22 November 2018.

Anda mungkin juga menyukai