Anda di halaman 1dari 18

II.

ORIENTASI UMUM

2.1 Sejarah Blok Mahakam

Blok Mahakam yang bermula pada saat 1960 ketika Jepang mengalami krisis sumber

daya minyak secara khusus mengutus perusahaan milik pemerintahnya, Japan Petroleum

Exploration Co. Ltd. (JAPEX), untuk gencar mencari potensi sumber daya minyak diluar

negaranya dan potensi itu ditemukannya di Indonesia. JAPEX pun kemudian bekerjasama

dengan Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh PN Pertambangan Minjak Nasional (Permina)

untuk pengoperasian Blok Mahakam. Demi kepentingan eksplorasi di Indonesia, JAPEX saat

itu mendirikan North Sumatera Offshore Petroleum Co. Ltd. (NOSOPEX), yang di kemudian

hari berubah menjadi Indonesia Petroleum Ltd dan kembali berubah menjadi INPEX

Corporation. Dalam sebuah restrukturisasi organisasi pada 1977, JAPEX pun melepas INPEX

sebagai sebuah entitas terpisah yang berdiri sendiri.

Awalnya, pihak Permina saat itu meminta JAPEX untuk berpartispasi dalam

rehabilitasi Lapangan Bunyu, yang merupakan salah satu lapangan minyak tua peninggalan

Belanda di Kalimantan Timur. Usai melakukan survei dan evaluasi, JAPEX pun

menyimpulkan bahwa lapangan tersebut terlalu kecil untuk dikelola. Pihak JAPEX kemudian

meminta Permina memberikan konsesi untuk mengeksplorasi area di sekitar lapangan itu,

seperti bagian lepas pantai dan daratan, termasuk juga wilayah Delta Mahakam.

Masih di 1977, JAPEX juga menandatangangi kontrak bagi hasil pengoperasian Blok

Mahakam dengan memegang 100 persen hak partisipasi. Pengambilan data dan studi seismik

pun dilakukan, yang dilanjutkkan dengan pengeboran satu sumur eksplorasi OM-C1 di lepas

pantai Blok Mahakam. Sumur pertama tidak berhasil menemukan lapangan minyak seperti

yang diharapkan. JAPEX menyadari bahwa untuk meneruskan eksplorasi di Blok Mahakam,
dibutuhkan sumber daya finansial dan teknis yang memadai. Sedangkan pada saat yang

bersamaan, JAPEX masih disibukkan oleh kegiatan eksplorasi di Sumatera bagian utara.

Atas pertimbangan itu, JAPEX kemudian mencari mitra untuk mengeksplorasi Blok

Mahakam dengan mengundang beberapa calon mitra yang merupakan perusahaan eksplorasi

dan produksi (E&P) minyak dan gas bumi (migas) internasional. Total terpilih karena memiliki

reputasi sebagai perusahaan E&P internasional dengan pengajuan proposal yang lebih unggul.

Melalui proses negosiasi yang cukup panjang, pada 1970 JAPEX akhirnya menandatangani

kesepakatan farm out agreement untuk menyerahkan 50 persen hak partisipasi dan hak operator

di Blok Mahakam kepada Total.

Blok Mahakam saat itu awalnya meliputi sebagian area discovery Attaka yang juga di

operasikan oleh JAPEX. Namun pada saat penandatanganan farm out agreement, area tersebut

di unitisasi dengan Lapangan Attaka dan diserahkan ke Blok Attaka. Blok Mahakam sendiri

terletak di Cekungan Kutai, yang merupakan salah satu area penghasil minyak tertua di dunia

dengan penemuan pertama pada 1897. Didalamnya terdapat Delta Mahakam yang secara

geologi sangat prospektif.

Setelah mengambil alih pengoperasian Blok Mahakam, Total melakukan pengeboran

enam sumur eksplorasi berdasarkan penafsiran data seismik. Lima sumur diantaranya tidak

memberikan hasil sesuai harapan. Satu – satunya sumur yang menghasilkan adalah sumur

Panjilatan yang mengindikasikan adanya kandungan gas. Saat pengujian, sumur Panjilatan

mengeluarkan gas sebesar 30 Milion Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD). Pada saat itu

tolok ukur aktivitas pengeboran dianggap suskes manakala yang ditemukan adalah cadangan

minyak. Penemuan gas tidak dianggap sebagai suatu keberhasilan lantaran tidak dapat di

komersialkan. Oleh karena itu, kantor Pusat Total di Paris memerintahkan untuk menutup

sumur gas tersebut.


Gagal ditemukannya cadangan minyak nyaris membuat Total meninggalkan Blok

Mahakam. Pihak kantor pusat hanya memberikan kesempatan kepada tim ekplorasi yang

dipimpin oleh Exploration Manager, Philippe Magnier, untuk mengebor satu sumur terakhir.

Bila cadangan minyak gagal ditemukan, Total kemungkinan harus mengehentikan eksplorasi

karena serangkaian aktivitas yang telah dilakukan telah menghabiskan biaya yang sangat besar.

Seluruh tim eksplorasi bekerja keras menginterpretasikan kembali data seismik dan

berkonsentrasi pada area pertama, yaitu lokasi JAPEX melakukan pengeboran sumur OM-C1

sebelum Total bergabung. Hasil interpretasi seismik menunjukan adanya struktur yang belum

diuji pada saat pengeboran pertama.

Floating barge kemudian disiapkan. Dan sejarah pada akhirnya membuktikan bahwa

keputusan itu tepat. Sumur Bekapai-1 yang di bor pada tahun 1972 berhasil mengalirkan

minyak sebanyak 20.000 barel per hari (BPH) pada saat pengujian.

2.2 Sejarah Lapangan

Sejarah wilayah kerja Mahakam (WK Mahakam) diawali ketika Total SA., Japan

Petroleum Exploration Co. Ltd., dan PN Pertambangan Minjak Nasional menandatangani

Production Sharing Contract (PSC) untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas di WK

Mahakam.

Total E&P Indonesie (TEPI) bertindak sebagai operator WK Mahakam dan Bunyu pada

tahun 1970. Pada tahun 1972 ditemukan lapangan minyak lepas pantai Bekapai, di dekat Delta

Mahakam. Dilakukan survey seismik lebih lanjut hingga ditemukannya lapangan lain di WK

Mahakam, diantaranya Lapangan Handil (1974), Lapangan Tunu (1977), Lapangan Tambora

(1980), Lapangan Peciko (1983), Lapangan Sisi (1986), dan Lapangan Jempang (1990). Pada

tahun 1991, Total E&P Indonesie menandatangani perpanjangan kontrak WK Mahakam antara
PERTAMINA, Total, dan INPEX hingga Maret 2017, dan diamandemen hingga Desember

2017 pada 1996. Saat itu, pengeboran mencapai 500 sumur.

Pada dekade ketiga, tepatnya tahun 1992, Lapangan Nubi ditemukan, dan proyek

pengembangan South Tunu dimulai di tahun 1994. Setelah itu, kembali dilakukan survei

seismik dan berhasil menemukan Lapangan Stupa (1996) dan Lapangan Metulang (1998).

Selama lima dekade Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation telah bermitra di

Mahakam dan berhasil menjadi produsen gas terbesar di Indonesia. WK Mahakam adalah salah

satu tonggak pencapaian industri migas Indonesia.

Bertepatan dengan pergantian tahun 2017 ke 2018, WK Mahakam resmi di

alihkelolakan oleh Pemerintah Indonesia kepada PT. Pertamina (Persero) dimana melalui anak

perusahaan pengelola WK Mahakam, yaitu PT Pertamina Hulu Indonesia, yang mengebawahi

PT. Pertamina Hulu Mahakam (PHM). Sejak 1 Januari 2018, PT. Pertamina Hulu Mahakam

selaku operator pengelola seluruh WK Mahakam.

Awal tahun 2018 menjadi tonggak resmi Pemerintah Indonesia mengelola wilayah

kerja Mahakam (WK Mahakam) sebagai industri migas melalui PT Pertamina Hulu Mahakam

(PHM). WK Mahakan resmi dikelola oleh PHM, setelah proses panjang yang diawali dengan

kerja keras yang serius dari Tim Peralihan dengan bantuan berbagai pihak, untuk

mempersiapkan alih kelola yang berkesinambungan tanpa gangguan yang berarti dari segi

keselamatan, produksi, gejolak di pekerjaan maupun dengan masyarakat sekitar. PHM berniat

untuk mempertahankan segala pengalaman yang sudah baik dari pengelolaan WK Mahakam

sebelumnya, Total E&P Indonesie, dan akan ditambah dengan nilai-nilai yang tidak kalah hebat

dari sebuah perusahaan nasional sebesar Pertamina dengan reputasi dunia.

Wilayah kerja Mahakam (WK Mahakam) telah di operasikan selama 50 tahun pada

akhir tahun 2017 dan telah di serahterimakan oleh Pemerintah Indonesia kepada PT Pertamina
Hulu Mahakam (PHM) sejak 1 Januari 2018. Hal ini bertujuan untuk mendukung ketahanan

keberlanjutan produksi dengan berbagai inisiatif dan inovasi di lapangan yang sudah mature.

Proses alih kelola WK Mahakam telah berjalan baik. Proses ini ditandai dengan

sebanyak 98% pegawai TEPI (Operator sebelumya) tetap bergabung dengan PHM. Pegawai

ini seluruhnya tetap melanjutkan pekerjaan mengelola WK Mahakam bersama PHM. Di

samping itu, dari 15 sumur yang sudah di bor oleh PHM pada tahun 2017, sebanyak tujuh

sumur sudah memasuki tahap produksi sejak awal tahun 2018. Lebih lanjut, pada tanggal 4

Januari 2018 telah dilakukan pengiriman kargo pertama dari PHM untuk Nusantara Regas.

Situasi ini menunjukkan kinerja produksi yang baik. Adapun kegiatan pengelolaan terus

dilaksanakan dengan tetap menjaga produksi WK Mahakam, mengontrol biaya operasi dan

tetap mengedepankan Health, Safety, Societal, Security, Environment & Quality (HSEQ).

Selama tahun 2017, WK Mahakam telah berkontribusi terhadap produksi nasional

sebesar 493 BSCF untuk gas dan 18,9 MBO untuk minyak. Sesuai dengan RAPBN 2018,

produksi minyak WK Mahakam ditargetkan sebesar 48 ribu barel per hari atau sekirat 6%

produksi nasional, dan 1.100 MMSCFD atau 16% produksi nasional. Dengan target ini dan di

tengah tren penurunan produksi migas nasional, hingga semester 1 tahun 2018, PHM telah

memproduksi gas sebesar 176 BSCF dan minyak sebanyak 7,87 MBO minyak.

PHM akan terus berupaya menahan laju penurunan dan meningkatkan produksi melalui

berbagai strategi yang dikembangkan, misalnya melakukan alokasi biaya investasi sebesar 0,6

milyar USD dan biaya operasi sebesar 1 milyar USD. Lebih lanjut, Perusahaan juga melakukan

pengeboran 69 sumur pengembangan dengan menggunakan 5 Rig ( 3 Swamp barge dan 2 Jack

up rig), serta melaksanakan lebih dari 130 aktivitas work over dan 5.600 aktivitas intervensi
sumur. Di samping itu, PHM juga menerbitkan empat plan of development pengembangan gas

dan minyak sebagai bagian dari rencana pengembangan produksi.

2.3 Profil

Perusahaan

Nama

Perusahaan: PT Pertamina Hulu

Mahakam Gambar 2.1 Wilayah


Gambar Kerja Mahakam
2. 1 Wilayah Kerja Mahakam (PHM)

Kegiatan, produk: Eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi. Rata-rata produksi minyak

mentah 51.744 BOPD, gas bumi 1.350 MMSCFD

Badan hukum: Perseroan Terbatas.

Status Kepemilikan perusahaan dan bentuk legal: PT Pertamina Hulu Mahakam berdiri

sejak 29 Desember 2015, berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2015

dan telah mendapatkan pengesahan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-2474428.AH.01.01 Tahun 2015 tentang

Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perseroan Terbatas PT Pertamina Hulu Mahakam.

Jumlah pekerja tetap: 1840 orang


Alamat kantor pusat: World Trade Center II, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920-

Indonesia.

2.1

Gambar 2. 2 Skala Organisasi Pertamina Hulu Mahakam

2.4 Visi dan Misi Perusahaan

Visi:

Menjadi perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas nasional kelas dunia dan menjadi

salah satu pusat keunggulan Pertamina.

“To be a world class national exploration and production company and to be one of

Pertamina’s center of excellence.”

Misi:

Menjalankan kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas yang aman, berkelanjutan,

handal, efisien dan ramah lingkungan dengan mengedepankan penciptaan nilai, menggunakan

teknologi berbasis inovasi, prinsip komersial yang kuat dan karyawan berkelas dunis.

“To carry out a safe, sustainable, reliable, efficient and eco-friendly exploration and

production activities by prioritizing value creation, utilizing innovation-based technology,

robust commercial principles and world class employee.”


2.5 Wilayah Kerja dan Produksi

PHM beroperasi di WK Mahakam, tepatnya di hulu (delta) Sungai Mahakam, yang

secara administratif berada di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

Wilayah Operasi kami meliputi 5 kecamatan yaitu Anggana, Muara Badak, Muara jawa,

Samboja, dan Sangasanga, yang terdiri dari 6 area pemrosesan, dengan total luas area

2.8883,91 km2. Selanjutnya, operasi kami didukung oleh 2 (dua) kantor, yakni di balikpapan

dan Jakarta.

Struktur

Tata

Gambar 2. 3 Peta Wilayah Blok Mahakam


Kelola Perusahaan

Struktur tata kelola PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) per 1 Januari 2018, yaitu:

PT.

Pertamina

Hulu

Mahakam

(PHM)

berperan

penting

sebagai

pengelola

WK

Mahakam

yang

Gambar 2.4 Struktur Organisasi PHM

merupakan kontributor gas yang tinggi bagi Indonesia. Seiring dengan kebutuhan gas yang

meningkat, kami terus berupaya mempertahankan produksi migas di WK Mahakam untuk

menjamin kestabilan suplai gas Indonesia. Selama tahun 2017 produksi minyak dan gas PHM

adalah 18,87 MBO dan 493 BSCF.


Gambar 2. 5 Hasil Produksi Minyak dan Gas PHM

Lifting minyak PHM di semester pertama 2018 hanya mencapai 44.087 BOPD atau

91,3% dari target di APBN 2018 sebesar 48.271 BOPD, sedangkan lifting gas PHM adalah

sebesar 975 BSCF atau 88,6% dari target 1.100 BSCF.

Hingga awal Juni 2018 pengeboran sumur pengembangan di WK Mahakam telah

selesai 13 sumur, dari target yakni mengebor 69 sumur. PHM melakukan pengerjaan ulang

(work over) sebanyak 132 sumur, perawatan 5.623 unit sumur, serta kegiatan pengembangan

lanjutan (Plan of Future Development) di lima lapangan.

2.6 Profil Lapangan

Blok Mahakam adalah sebuah proyek raksasa dalam berbagai hal. Tak hanya besar dari

sisi cadangan dan serta produksi minyak dan gas saja, secara wilayah blok ini juga sangat luas,

cakupannya meliputi daratan, rawa – rawa, hingga lepas pantai dengan luasan mencapai

2.378,51 km2 yang berlokasi di tengah pusat transportasi sungai dan laut pesisir Kalimantan

Timur.

Meski menyandang status sebagai lapangan penghasil gas terbesar, sifat reservoir

Mahakam sebenarnya tersebar dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Karakteristik khas

tersebut membuat operasi di Mahakam terfokus pada empat hal, yaitu kegiatan pengeboran,

well service, penambahan infrastruktur, dan pengoptimalan produksi berbasis operational

excellence. Karakteristik reservoir yang menyebar, ditambah menurunnya tekanan sumur dan

meningkatnya jumlah lapangan yang di operasikan dari tahun ke tahun, menyebabkan kegiatan

operasi di Blok Mahakam menjadi sangat masif dan kompleks.


Operasi Blok Mahakam lebih luas dari Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang dan Bekasi

(JABODETABEK). Guna mempermudah pengoperasian Blok Mahakam dari segi manajemen

dan operasi produksi, PHM membagi Mahakam menjadi 2 area operasi, yaitu wilayah lepas

pantai senipah (Offshore – Senipah) dan wilayah rawa (Tunu, Tambora, Handil – TTH)

2.6.1 Offshore Senipah Area

Offshore Senipah Area terdiri dari Lapangan Peciko, Kawasan South Mahakam,

Bekapai, Sisi Nubi dan Terminal Senipah. Di awal produksi, tiap sumur di Lapangan Peciko

mampu meghasilkan gas rata-rata 80 million standard cubic feet per day (MMSCFD).

a. Peciko

Produksi perdana gas bumi dari Lapangan Peciko terjadi pada Desember 1999.

Berlokasi sekitar 60 km di timur laut lepas pantai kota Balikpapan, atau di barat daya Lapangan

Bekapai di Selat Makassar, cadangan gas Peciko berada di reservoir berkedalaman 2.100 meter

hingga 3.900 meter. Dengan luas lapangan sekitar 350 km2, lapangan gas Peciko ditemukan

pada 1983 melalui sumur eksplorasi Peciko-1. Pada 1991, kepastian keekonomian lapangan

diperoleh dengan ditemukannya cadangan di sumur NWP-1. Penemuan dilanjutkan dengan

kegiatan seismik 3D pada 1992 dan pengeboran 18 sumur deliniasi hingga 2002. Program

pengeboran ini menjadikan Peciko sebagai salah satu lapangan gas dengan temuan cadangan

terbesar didunia dalam satu dekade terakhir di masa itu yaitu sebesar 6,2 trillion cubic feet

(TCF) atau setara dengan 1,2 miliar barel minyak.

Di awal masa produksi, tiap-tiap sumur di Lapangan Peciko mampu menghasilkan gas

rata-rata 80 MMSCFD. Dalam waktu singkat, produksi awal Lapangan Peciko naik dari 400

MMSCFD menjadi 800 MMSCFD. Produksi gas dari lapangan ini turut disertai produksi

kondensat sebesar 16.000 barel per hari (BPH). Pada 2005, produksi gas Peciko mencapai

puncak tertinggi sebesar 1.400 MMSCFD.


Hingga 2011 Lapangan Peciko terdapat 114 sumur produksi yang telah dibor, 7

wellhead platform 12 slot, serta 4 ruas jaringan pipa gas yang berukuan 24 inchi yang

menghubungkan lapangan di lepas pantai dengan instalasi darat di Senipah (Peciko Process

Area/ PPA), yang terhubung dengan jaringan pipa gas 42 inch sepanjang 80km ke Bontang.

Pada 2014, Total kembali menyelesaikan pengembangan Peciko tahap selanjutnya, yakni Fase-

7B. Pada tahap pengembangan ini, Total menambah 8 sumur deleniasi dan dua anjungan

produksi.

Di Senipah, produksi kondensat dari Lapangan Peciko di satukan dengan kondensat

dari Lapangan Tunu untuk di proses di Condensate Stabilization Unit (CSU). Kondensat yang

telah di proses kemudian di ekspor melalui fasilitas Single Buoy Mooring (SBM).

b. South Mahakam

Kawasan South Mahakam berlokasi 35 km dilepas pantai dengan kedalaman laut 35-60

meter. Kawasannya terdiri dari beberapa lapangan kecil yang di kembangkan sebagai satu

kesatuan agar lebih efisien dan ekonomis.

Melanjutkan penemuan Lapangan Stupa pada 1996, Total kembali mengebor 4 sumur

di Stupa untuk lebih memastikan sebaran dan besaran cadangannya pada 1998. Pada 2007

ditemukan struktur baru di lapangan ini yaitu West Stupa.

Awalnya lapangan – lapangan di South Mahakam dinilai tidak ekonomis untuk

dikembangkan. Selain terdiri dari banyak struktur berukuran kecil dan tersebar, lokasi South

Mahakam juga jauh dari Bontang. Berada di kawasan Balikpapan, Jarak lapangan South

Mahakam adalah sekitar 58 km dari Peciko. Berdasarkan analisis dan hasil evaluasi yang

mendalam, lapangan ini akhirnya diputuskan untuk dikembangkan dengan merancang

pengembangan lapangan yang efisien. Biaya ditekan serendah mungkin, namun tetap

memenuhi kualifikasi safety. Keekonomian lapangan di wujudkan dengan menggunakan


anjungan tripod tanpa awak (unmanned). Total juga memutuskan untuk mengirim gas dan

kondensat dari Lapangan South Mahakam ke fasilitas Senipah untuk dialirkan ke Bontang.

Proyek pengembangan South Mahakam Complex diresmikan pada Januari 2013 oleh

Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini. Proyek yang dimulai pada Agustus 2010 ini mampu

melaksanakan dua bulan lebih cepat dari rencana pengembangan lapangan (plan of

development/POD). Proyek pengembangan lapangan gas dan kondensat ini merupakan upaya

untuk menahan laju penurunan produksi gas dari lapangan – lapangan lain di Blok Mahakam.

Proyek ini mencakup pengembangan tiga lapangan gas dan kondensat, yaitu Stupa,

West Stupa, dan East Mandu, serta Jempang dan Metulang. Pengembangan fase pertama

mencakup pembangunan tiga anjungan dan pengeboran 19 sumur. Produksi gas dan kondensat

tahap pertama mencapai 69.000 barel serta minyak per hari (BOPD). Khusus untuk kondensat,

produksi mencapai 18.000 BPH. Pada 2013 pengembangan South Mahakam dilanjutkan pada

fase berikutnya.

c. Bekapai

Lapangan minyak Bekapai ditemukan pada tahun 1972, yang mencakup area seluas 20

km2 di lepas pantai Kalimantan Timur (Selat Makassar). Lokasinya berjarak 15 km di wilayah

timur delta sungai Mahakam atau 42 km dari Terminal Senipah di sebelah utara Balikpapan,

Kalimantan Timur. Cadangan minyak lapangan Bekapai tersimpan di lebih dari 100 lapisan

reservoir yang berbeda – beda dan berada di kedalaman antara 1.300 meter hingga 2.500 meter.

Dengan rata – rata kedalaman laut sekitar 30 meter, upaya produksi minyak perdana di

lapangan ini masih menggunakan fasilitas barge yang di tambatkan ditengah laut untuk

kemudian ditarik ke daratan. Sejak 1976, produksi minyak di kirim ke darat menuju fasilitas

pengolahan minyak dan kondensat di Senipah dengan menggunakan jaringan pipa.


Ditemukan hampir 50 tahun lalu, lapangan minyak Bekapai terus mengalami penurunan

produksi. Lebih dari 95% cadangan minyaknya telah diproduksi. Lapangan Bekapai

merupakan lapangan minyak pertama yang ditemukan. Bekapai sekaligus menjadi lapangan

minyak dan gas tertua yang dikelola oleh Total (sekarang Pertamina Hulu Mahakam). Puncak

produksi Bekapai pada 1978 sebesar 58.000 BPH. Ladang Bekapai juga sebenarnya

menyemburkan gas bumi namun karena saat itu belum dapat dimanfaatkan, gas yang

diproduksi hanya di bakar. Gas dari lapangan Bekapai baru dimanfaatkan setelah Kilang LNG

Badak di Bontang diresmikan pada 1982.

d. Sisi-Nubi

Lapangan Sisi ditemukan pada 1986, sementara Lapangan Nubi pada 1992. Kedua

lapangan ini berjarak 25 km dari Delta Mahakam kearah lepas pantai dan sekitar 30 km sebelah

tenggara Lapangan Tunu. Kedua lapangan ini berada di dua wilayah kerja migas yang berbeda,

yaitu Blok Mahakam dan Blok Tengah. Penyatuan lapangan (unitiasasi) disetujui pada 1997

dan menjadi unit Sisi-Nubi, dengan partisipasi 47,9 persen INPEX, dan 4,2 persen PT

Pertamina (Persero). Pada tahun 2003, dilakukan seismik 3D seluas 1.040 km2 untuk

melengkapi pemahaman bawah permukaan Lapangan Sisi-Nubi. Pengeboran pengembangan

lapangan dimulai pada September 2007 dan berhasil memproduksi gas sebesar 350 MMSCFD.

Pengembangan fase pertama mencakup pembangunan tiga anjungan tak berawak lepas

pantai, dengan satu manifold dan wellhead platform (MWPS) yang berlokasi di Lapangan Sisi.

Sementara satu unit manifold dan dua wellhead platform (MWPN & WPN-2) di bangun di

Lapangan Nubi. Cadangan migas yang terhampar di lapangan unitisasi Sisi-Nubi dipekirakan

sekitar 250 juta barel setara minyak.

Produksi gas dan kondensat Sisi-Nubi dialirkan ke Central Processing Unit (CPU) atau

North Processing Unit (NPU). Gas selanjutnya dialirkan ke fasilitas pengolahan LNG di
Bontang. Sementara produksi kondensat dikirm ke Senipah unutk kemudian di ekspor. Sisi-

Nubi mencapai puncak produksi gas sebesar 450 MMSCFD selang 18 bulan kemudian.

e. Terminal Pengolahan Minyak dan Kondensat Senipah

Guna mengakomodasi pesatnya pertumbuhan produksi minyak dan kondensat dari

Blok Mahakam pada pertengahan 1970-an serta terbatasnya kapasitas barge penampungan

minyak di lepas pantai, Total membangun terminal penampungan minyak dan kondensat di

sekitar kampung nelayan Senipah, di utara Balikpapan. Beroperasi sejak 1976, Terminal

Senipah merupakan fasilitas pengolahan minyak mentah dan kondensat yang dihasilkan Blok

Mahakam. Di daerah ini terdapat empat fasilitas pemrosesan utama, yakni Terminal Processing

Area (TPA), Condensate Stabilization Unit (CSU), Terminal Loading Area (TLA) dan Peciko

Process Area (PPA).

TPA merupakan fasilitas pertama yang beroperasi di Senipah. Fasilitas ini berfungsi

untuk memproses minyak mentah yang berasal dari Lapangan Handil dan Bekapai. Pada masa

awal pengoperasian Terminal Senipah, produksi minyak dari Lapangan Bekapai dialirkan

ketempat ini melalui jairngan pipa bawah laut sepanjang 42 km. Minyak mentah selanjutnya

di proses di TPA sebelum di ekspor. Pada Juni 1996, CSU melengkapi fasilitas di Terminal

Senipah. CSU berfungsi untuk memisahkan dan menstabilkan kondensat sebelum dipasarkan.

Seluruh kondensat yang dihasilkan Lapangan Tambora – Tunu, Peciko, Sisi-Nubi, dan South

Mahakam di proses di CSU. Per hari CSU mampu memproses kondensat sebesar 40.000 barel.

Setelah di proses di TPA, minyak kemudian dialirkan dan disimpan ke TLA. Begitu pula

dengan kondensat dari lapangan Tambora – Tunu dan Peciko Processing Unit (PPA) yang

sudah distabilkan di CSU. Di TLA terdapat storage tank yang diperuntukkan bagi tiga produk

liquid yang dihasilkan, yaitu Bekapai Crude Oil (BCO), Handil Mix Crude (HMC), dan

Senipah Condensate (SCD). Selain TPA, CSU, TLA, PPA, di Senipah juga dibangun tangki
penampungan minyak mentah berkapasitas 2,6 juta barel serta fasilitas loading Single Buoy

Mooring (SBM) yang mampu mengakomodasi kapal tanker dengan bobot mati hingga 125.000

DWT. Senipah adalah fasilitas produksi penting karena disana ada stabilization unit dan

integrasi produksi liquid dari seluruh Blok Mahakam. Seluruh minyak dan kondensat juga

dikapalkan dari Senipah.

2.6.2 Wilayah Delta

Wilayah Delta terdiri dari wilayah Tunu, Tambora dan Handil (TTH).

a. Tambora dan Tunu

Tambora adalah lapangan minyak dan gas yang terletak di hamparan daratan Delta

Mahakam. Sementara Tunu termasuk lapangan besar di perairan dangkal yang mencakup area

seluas 1.400 km2 yang membentang 80 km dari utara ke selatan di sepanjang garis pantai terluar

Delta Mahakam. Cadangan gas di Lapangan Tunu terletak di lapisan – lapisan reservoir,

dengan kedalaman antara 2.200 meter hingga 4.900 meter.

Lapangan Tambora mulai menghasilkan minyak pada 1984. Lima tahun seusainya,

associated gas dari Lapangan Tambora di produksikan, bersamaan dengan mulai

berproduksinya gas Lapangan Tunu pada tahun 1990, setelah selesainya pembangunan

Tambora-Tunu Central Processing Unit (CPU-1). Di fasilitas ini, dilakukan pemisahan antara

air, gas, dan kondensat. Gas kemudian dikompres sebelum di kirim ke Kilang LNG Bontang.

CPU-1 memiliki kapasitas pemrosesan sebesar 350 MMSCFD.

Pengembangan tahap kedua selesai pada 1994 dengan di bangunnya unit GTS dan

CPU-2, dengan fungsi dan kapasitas sama seperti CPU-1. Setahun setelahnya pengembangan
fase ketiga selesai dilakukan dan diikuti dengan fase keempat di tahun 1998. Pengembangan

fase keempat meliputi pembangunan North Processing Unit (NPU) di Tunu yang terletak di

lepas pantai utara Delta Mahakam, Tambora-Tunu Receiving Facilities (TRF) di Badak

(onshore), serta pengembangan sumur – sumur baru dan jaringan pipa untuk tujuan ekspor.

Dengan terselesaikannya pengembangan fase keempat, Lapangan Tunu mampu meningkatkan

pengiriman gas ke Kilang LNG Bontang menjadi 900 MMSCFD.

Pengembangan selanjutnya dilakukan pada tahun 1996 dan 1999. Pengembangan Tunu

fase kedelapan selesai pada Oktober 2002, dan unit pemorsesan di Tunu bertambah dengan

dibangunnya South processing Unit (SPU).

Beberapa tahun belakangan, muncul perkembangan menarik di Tunu. PHM berhasil

memproduksikan gas dari reservoir dangkal sedalam 1.000 meter, yang sebelumnya tidak

dapat di produksi secara komersial karena masalah keamanan dan keekonomian, namun bisa

membuat arsitektur sumur yang aman dan ekonomis, sehingga bisa memproduksi gas dari area

diatas, dikedalaman 1000 meter.

Investasi untuk pengembangan shallow gas sendiri cukup mahal karena diperlukan

teknik komplesi khusus untuk mencegah produksi pasir. Saat ini dari sekitar 500 MMSCFD

produksi dari gas Tunu, hampir 40 persen berasal dari shallow gas dengan kecenderungan terus

meningkat karena cadangan gas di main zone semaki berkurang.

b. Handil

Lapangan minyak dan gas Handil terletak di sekitar Delta Mahkam dengan luas area

sekitar 40 km2. Diperlukan swamp barge drilling rig untuk mengebor sumur – sumur minyak

dan gas di lapangan ini. Sebagian besar kandungan minyak dan gas di lapangan Handil

tersimpan di reservoir zona utama dengan kedalaman 1.500 meter hingga 2.700 meter, serta
sebagian lainnya di reservoir yang lebih dangkal maupun lebih dalam. Jumlah reservoir

diperkirakan mencapai 500 lapisan yang berbeda-beda.

Setelah ditemukan pada Maret 1974, studi pengembangan lapangan segera dilakukan.

Pada 1976, fasilitas produksi di Central Processing Area (CPA) mulai beroperasi. Puncak

produksi minyak tercapai pada Maret 1977 dengan tingkat produksi hampir mencapai 200.000

BOPD. Untuk menahan laju penurunan produksi alamiah (natural declining), upaya secondary

recovery dilakukan di Handil melalui injeksi air (water injection) kedalam beberapa reservoir.

Program ini mulai dilakukan pada 1978.

Pada 1981, dilakukan upaya untuk mempertahankan tingkat produksi minyak di

Lapangan Handil dengan melakukan gas lift. Gas lift yaitu salah satu metode artificial lift yang

digunakan untuk memproduksi minyak mentah dari sumur setelah tekanan secara alamiah di

reservoir sudah tidak mampu lagi untuk mengangkat minyak ke permukaan. Pada tahun

berikutnya dilakukan upaya tambahan dengan menggunakan fasilitas kompresi gas (gas

compression) untuk menambah tekanan di Lapangan Handil. Upaya ini berhasil

mempertahankan produksi di level 170.000 BPH. Pada 1985, tercatat produksi kumulatif

minyak dari Handil hingga 500 juta barel. Sementara pada 1992, produksi gas kumulatif

sebesar 1 TCF. Teknik produksi tahap ketiga (tertiary recovery) di Handil dilakukan tanpa

henti hingga 2017.

Tertiary recovery melalui Handil Air Injection Project (HAPI)-injeksi udara (air

injection) yang dilakukan sebagai pilot project untuk menguji teknik baru peningkatan

produksi di Handil. Sama dengan Bekapai, cadangan terproduksi dari lapangan Handil sudah

lebih dari 95 persen. Karena itu dibutuhkan berbagai upaya dan teknik khusus untuk

mempertahankan perolehan produksinya. Sumur – sumur di Lapangan Handil sudah tua,

dengan tekanan sumur yang menurun dan instalasi yang sudah mulai bermasalah.

Anda mungkin juga menyukai