Bab 2
Bab 2
ORIENTASI UMUM
Blok Mahakam yang bermula pada saat 1960 ketika Jepang mengalami krisis sumber
daya minyak secara khusus mengutus perusahaan milik pemerintahnya, Japan Petroleum
Exploration Co. Ltd. (JAPEX), untuk gencar mencari potensi sumber daya minyak diluar
negaranya dan potensi itu ditemukannya di Indonesia. JAPEX pun kemudian bekerjasama
dengan Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh PN Pertambangan Minjak Nasional (Permina)
untuk pengoperasian Blok Mahakam. Demi kepentingan eksplorasi di Indonesia, JAPEX saat
itu mendirikan North Sumatera Offshore Petroleum Co. Ltd. (NOSOPEX), yang di kemudian
hari berubah menjadi Indonesia Petroleum Ltd dan kembali berubah menjadi INPEX
Corporation. Dalam sebuah restrukturisasi organisasi pada 1977, JAPEX pun melepas INPEX
Awalnya, pihak Permina saat itu meminta JAPEX untuk berpartispasi dalam
rehabilitasi Lapangan Bunyu, yang merupakan salah satu lapangan minyak tua peninggalan
Belanda di Kalimantan Timur. Usai melakukan survei dan evaluasi, JAPEX pun
menyimpulkan bahwa lapangan tersebut terlalu kecil untuk dikelola. Pihak JAPEX kemudian
meminta Permina memberikan konsesi untuk mengeksplorasi area di sekitar lapangan itu,
seperti bagian lepas pantai dan daratan, termasuk juga wilayah Delta Mahakam.
Masih di 1977, JAPEX juga menandatangangi kontrak bagi hasil pengoperasian Blok
Mahakam dengan memegang 100 persen hak partisipasi. Pengambilan data dan studi seismik
pun dilakukan, yang dilanjutkkan dengan pengeboran satu sumur eksplorasi OM-C1 di lepas
pantai Blok Mahakam. Sumur pertama tidak berhasil menemukan lapangan minyak seperti
yang diharapkan. JAPEX menyadari bahwa untuk meneruskan eksplorasi di Blok Mahakam,
dibutuhkan sumber daya finansial dan teknis yang memadai. Sedangkan pada saat yang
bersamaan, JAPEX masih disibukkan oleh kegiatan eksplorasi di Sumatera bagian utara.
Atas pertimbangan itu, JAPEX kemudian mencari mitra untuk mengeksplorasi Blok
Mahakam dengan mengundang beberapa calon mitra yang merupakan perusahaan eksplorasi
dan produksi (E&P) minyak dan gas bumi (migas) internasional. Total terpilih karena memiliki
reputasi sebagai perusahaan E&P internasional dengan pengajuan proposal yang lebih unggul.
Melalui proses negosiasi yang cukup panjang, pada 1970 JAPEX akhirnya menandatangani
kesepakatan farm out agreement untuk menyerahkan 50 persen hak partisipasi dan hak operator
Blok Mahakam saat itu awalnya meliputi sebagian area discovery Attaka yang juga di
operasikan oleh JAPEX. Namun pada saat penandatanganan farm out agreement, area tersebut
di unitisasi dengan Lapangan Attaka dan diserahkan ke Blok Attaka. Blok Mahakam sendiri
terletak di Cekungan Kutai, yang merupakan salah satu area penghasil minyak tertua di dunia
dengan penemuan pertama pada 1897. Didalamnya terdapat Delta Mahakam yang secara
enam sumur eksplorasi berdasarkan penafsiran data seismik. Lima sumur diantaranya tidak
memberikan hasil sesuai harapan. Satu – satunya sumur yang menghasilkan adalah sumur
Panjilatan yang mengindikasikan adanya kandungan gas. Saat pengujian, sumur Panjilatan
mengeluarkan gas sebesar 30 Milion Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD). Pada saat itu
tolok ukur aktivitas pengeboran dianggap suskes manakala yang ditemukan adalah cadangan
minyak. Penemuan gas tidak dianggap sebagai suatu keberhasilan lantaran tidak dapat di
komersialkan. Oleh karena itu, kantor Pusat Total di Paris memerintahkan untuk menutup
Mahakam. Pihak kantor pusat hanya memberikan kesempatan kepada tim ekplorasi yang
dipimpin oleh Exploration Manager, Philippe Magnier, untuk mengebor satu sumur terakhir.
Bila cadangan minyak gagal ditemukan, Total kemungkinan harus mengehentikan eksplorasi
karena serangkaian aktivitas yang telah dilakukan telah menghabiskan biaya yang sangat besar.
Seluruh tim eksplorasi bekerja keras menginterpretasikan kembali data seismik dan
berkonsentrasi pada area pertama, yaitu lokasi JAPEX melakukan pengeboran sumur OM-C1
sebelum Total bergabung. Hasil interpretasi seismik menunjukan adanya struktur yang belum
Floating barge kemudian disiapkan. Dan sejarah pada akhirnya membuktikan bahwa
keputusan itu tepat. Sumur Bekapai-1 yang di bor pada tahun 1972 berhasil mengalirkan
minyak sebanyak 20.000 barel per hari (BPH) pada saat pengujian.
Sejarah wilayah kerja Mahakam (WK Mahakam) diawali ketika Total SA., Japan
Production Sharing Contract (PSC) untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas di WK
Mahakam.
Total E&P Indonesie (TEPI) bertindak sebagai operator WK Mahakam dan Bunyu pada
tahun 1970. Pada tahun 1972 ditemukan lapangan minyak lepas pantai Bekapai, di dekat Delta
Mahakam. Dilakukan survey seismik lebih lanjut hingga ditemukannya lapangan lain di WK
Mahakam, diantaranya Lapangan Handil (1974), Lapangan Tunu (1977), Lapangan Tambora
(1980), Lapangan Peciko (1983), Lapangan Sisi (1986), dan Lapangan Jempang (1990). Pada
tahun 1991, Total E&P Indonesie menandatangani perpanjangan kontrak WK Mahakam antara
PERTAMINA, Total, dan INPEX hingga Maret 2017, dan diamandemen hingga Desember
Pada dekade ketiga, tepatnya tahun 1992, Lapangan Nubi ditemukan, dan proyek
pengembangan South Tunu dimulai di tahun 1994. Setelah itu, kembali dilakukan survei
seismik dan berhasil menemukan Lapangan Stupa (1996) dan Lapangan Metulang (1998).
Selama lima dekade Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation telah bermitra di
Mahakam dan berhasil menjadi produsen gas terbesar di Indonesia. WK Mahakam adalah salah
alihkelolakan oleh Pemerintah Indonesia kepada PT. Pertamina (Persero) dimana melalui anak
PT. Pertamina Hulu Mahakam (PHM). Sejak 1 Januari 2018, PT. Pertamina Hulu Mahakam
Awal tahun 2018 menjadi tonggak resmi Pemerintah Indonesia mengelola wilayah
kerja Mahakam (WK Mahakam) sebagai industri migas melalui PT Pertamina Hulu Mahakam
(PHM). WK Mahakan resmi dikelola oleh PHM, setelah proses panjang yang diawali dengan
kerja keras yang serius dari Tim Peralihan dengan bantuan berbagai pihak, untuk
mempersiapkan alih kelola yang berkesinambungan tanpa gangguan yang berarti dari segi
keselamatan, produksi, gejolak di pekerjaan maupun dengan masyarakat sekitar. PHM berniat
untuk mempertahankan segala pengalaman yang sudah baik dari pengelolaan WK Mahakam
sebelumnya, Total E&P Indonesie, dan akan ditambah dengan nilai-nilai yang tidak kalah hebat
Wilayah kerja Mahakam (WK Mahakam) telah di operasikan selama 50 tahun pada
akhir tahun 2017 dan telah di serahterimakan oleh Pemerintah Indonesia kepada PT Pertamina
Hulu Mahakam (PHM) sejak 1 Januari 2018. Hal ini bertujuan untuk mendukung ketahanan
keberlanjutan produksi dengan berbagai inisiatif dan inovasi di lapangan yang sudah mature.
Proses alih kelola WK Mahakam telah berjalan baik. Proses ini ditandai dengan
sebanyak 98% pegawai TEPI (Operator sebelumya) tetap bergabung dengan PHM. Pegawai
samping itu, dari 15 sumur yang sudah di bor oleh PHM pada tahun 2017, sebanyak tujuh
sumur sudah memasuki tahap produksi sejak awal tahun 2018. Lebih lanjut, pada tanggal 4
Januari 2018 telah dilakukan pengiriman kargo pertama dari PHM untuk Nusantara Regas.
Situasi ini menunjukkan kinerja produksi yang baik. Adapun kegiatan pengelolaan terus
dilaksanakan dengan tetap menjaga produksi WK Mahakam, mengontrol biaya operasi dan
tetap mengedepankan Health, Safety, Societal, Security, Environment & Quality (HSEQ).
sebesar 493 BSCF untuk gas dan 18,9 MBO untuk minyak. Sesuai dengan RAPBN 2018,
produksi minyak WK Mahakam ditargetkan sebesar 48 ribu barel per hari atau sekirat 6%
produksi nasional, dan 1.100 MMSCFD atau 16% produksi nasional. Dengan target ini dan di
tengah tren penurunan produksi migas nasional, hingga semester 1 tahun 2018, PHM telah
memproduksi gas sebesar 176 BSCF dan minyak sebanyak 7,87 MBO minyak.
PHM akan terus berupaya menahan laju penurunan dan meningkatkan produksi melalui
berbagai strategi yang dikembangkan, misalnya melakukan alokasi biaya investasi sebesar 0,6
milyar USD dan biaya operasi sebesar 1 milyar USD. Lebih lanjut, Perusahaan juga melakukan
pengeboran 69 sumur pengembangan dengan menggunakan 5 Rig ( 3 Swamp barge dan 2 Jack
up rig), serta melaksanakan lebih dari 130 aktivitas work over dan 5.600 aktivitas intervensi
sumur. Di samping itu, PHM juga menerbitkan empat plan of development pengembangan gas
2.3 Profil
Perusahaan
Nama
Kegiatan, produk: Eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi. Rata-rata produksi minyak
Status Kepemilikan perusahaan dan bentuk legal: PT Pertamina Hulu Mahakam berdiri
sejak 29 Desember 2015, berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2015
dan telah mendapatkan pengesahan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Indonesia.
2.1
Visi:
Menjadi perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas nasional kelas dunia dan menjadi
“To be a world class national exploration and production company and to be one of
Misi:
Menjalankan kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas yang aman, berkelanjutan,
handal, efisien dan ramah lingkungan dengan mengedepankan penciptaan nilai, menggunakan
teknologi berbasis inovasi, prinsip komersial yang kuat dan karyawan berkelas dunis.
“To carry out a safe, sustainable, reliable, efficient and eco-friendly exploration and
Wilayah Operasi kami meliputi 5 kecamatan yaitu Anggana, Muara Badak, Muara jawa,
Samboja, dan Sangasanga, yang terdiri dari 6 area pemrosesan, dengan total luas area
2.8883,91 km2. Selanjutnya, operasi kami didukung oleh 2 (dua) kantor, yakni di balikpapan
dan Jakarta.
Struktur
Tata
Struktur tata kelola PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) per 1 Januari 2018, yaitu:
PT.
Pertamina
Hulu
Mahakam
(PHM)
berperan
penting
sebagai
pengelola
WK
Mahakam
yang
merupakan kontributor gas yang tinggi bagi Indonesia. Seiring dengan kebutuhan gas yang
menjamin kestabilan suplai gas Indonesia. Selama tahun 2017 produksi minyak dan gas PHM
Lifting minyak PHM di semester pertama 2018 hanya mencapai 44.087 BOPD atau
91,3% dari target di APBN 2018 sebesar 48.271 BOPD, sedangkan lifting gas PHM adalah
selesai 13 sumur, dari target yakni mengebor 69 sumur. PHM melakukan pengerjaan ulang
(work over) sebanyak 132 sumur, perawatan 5.623 unit sumur, serta kegiatan pengembangan
Blok Mahakam adalah sebuah proyek raksasa dalam berbagai hal. Tak hanya besar dari
sisi cadangan dan serta produksi minyak dan gas saja, secara wilayah blok ini juga sangat luas,
cakupannya meliputi daratan, rawa – rawa, hingga lepas pantai dengan luasan mencapai
2.378,51 km2 yang berlokasi di tengah pusat transportasi sungai dan laut pesisir Kalimantan
Timur.
Meski menyandang status sebagai lapangan penghasil gas terbesar, sifat reservoir
Mahakam sebenarnya tersebar dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Karakteristik khas
tersebut membuat operasi di Mahakam terfokus pada empat hal, yaitu kegiatan pengeboran,
excellence. Karakteristik reservoir yang menyebar, ditambah menurunnya tekanan sumur dan
meningkatnya jumlah lapangan yang di operasikan dari tahun ke tahun, menyebabkan kegiatan
dan operasi produksi, PHM membagi Mahakam menjadi 2 area operasi, yaitu wilayah lepas
pantai senipah (Offshore – Senipah) dan wilayah rawa (Tunu, Tambora, Handil – TTH)
Offshore Senipah Area terdiri dari Lapangan Peciko, Kawasan South Mahakam,
Bekapai, Sisi Nubi dan Terminal Senipah. Di awal produksi, tiap sumur di Lapangan Peciko
mampu meghasilkan gas rata-rata 80 million standard cubic feet per day (MMSCFD).
a. Peciko
Produksi perdana gas bumi dari Lapangan Peciko terjadi pada Desember 1999.
Berlokasi sekitar 60 km di timur laut lepas pantai kota Balikpapan, atau di barat daya Lapangan
Bekapai di Selat Makassar, cadangan gas Peciko berada di reservoir berkedalaman 2.100 meter
hingga 3.900 meter. Dengan luas lapangan sekitar 350 km2, lapangan gas Peciko ditemukan
pada 1983 melalui sumur eksplorasi Peciko-1. Pada 1991, kepastian keekonomian lapangan
kegiatan seismik 3D pada 1992 dan pengeboran 18 sumur deliniasi hingga 2002. Program
pengeboran ini menjadikan Peciko sebagai salah satu lapangan gas dengan temuan cadangan
terbesar didunia dalam satu dekade terakhir di masa itu yaitu sebesar 6,2 trillion cubic feet
Di awal masa produksi, tiap-tiap sumur di Lapangan Peciko mampu menghasilkan gas
rata-rata 80 MMSCFD. Dalam waktu singkat, produksi awal Lapangan Peciko naik dari 400
MMSCFD menjadi 800 MMSCFD. Produksi gas dari lapangan ini turut disertai produksi
kondensat sebesar 16.000 barel per hari (BPH). Pada 2005, produksi gas Peciko mencapai
wellhead platform 12 slot, serta 4 ruas jaringan pipa gas yang berukuan 24 inchi yang
menghubungkan lapangan di lepas pantai dengan instalasi darat di Senipah (Peciko Process
Area/ PPA), yang terhubung dengan jaringan pipa gas 42 inch sepanjang 80km ke Bontang.
Pada 2014, Total kembali menyelesaikan pengembangan Peciko tahap selanjutnya, yakni Fase-
7B. Pada tahap pengembangan ini, Total menambah 8 sumur deleniasi dan dua anjungan
produksi.
dari Lapangan Tunu untuk di proses di Condensate Stabilization Unit (CSU). Kondensat yang
telah di proses kemudian di ekspor melalui fasilitas Single Buoy Mooring (SBM).
b. South Mahakam
Kawasan South Mahakam berlokasi 35 km dilepas pantai dengan kedalaman laut 35-60
meter. Kawasannya terdiri dari beberapa lapangan kecil yang di kembangkan sebagai satu
Melanjutkan penemuan Lapangan Stupa pada 1996, Total kembali mengebor 4 sumur
di Stupa untuk lebih memastikan sebaran dan besaran cadangannya pada 1998. Pada 2007
dikembangkan. Selain terdiri dari banyak struktur berukuran kecil dan tersebar, lokasi South
Mahakam juga jauh dari Bontang. Berada di kawasan Balikpapan, Jarak lapangan South
Mahakam adalah sekitar 58 km dari Peciko. Berdasarkan analisis dan hasil evaluasi yang
pengembangan lapangan yang efisien. Biaya ditekan serendah mungkin, namun tetap
kondensat dari Lapangan South Mahakam ke fasilitas Senipah untuk dialirkan ke Bontang.
Proyek pengembangan South Mahakam Complex diresmikan pada Januari 2013 oleh
Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini. Proyek yang dimulai pada Agustus 2010 ini mampu
melaksanakan dua bulan lebih cepat dari rencana pengembangan lapangan (plan of
development/POD). Proyek pengembangan lapangan gas dan kondensat ini merupakan upaya
untuk menahan laju penurunan produksi gas dari lapangan – lapangan lain di Blok Mahakam.
Proyek ini mencakup pengembangan tiga lapangan gas dan kondensat, yaitu Stupa,
West Stupa, dan East Mandu, serta Jempang dan Metulang. Pengembangan fase pertama
mencakup pembangunan tiga anjungan dan pengeboran 19 sumur. Produksi gas dan kondensat
tahap pertama mencapai 69.000 barel serta minyak per hari (BOPD). Khusus untuk kondensat,
produksi mencapai 18.000 BPH. Pada 2013 pengembangan South Mahakam dilanjutkan pada
fase berikutnya.
c. Bekapai
Lapangan minyak Bekapai ditemukan pada tahun 1972, yang mencakup area seluas 20
km2 di lepas pantai Kalimantan Timur (Selat Makassar). Lokasinya berjarak 15 km di wilayah
timur delta sungai Mahakam atau 42 km dari Terminal Senipah di sebelah utara Balikpapan,
Kalimantan Timur. Cadangan minyak lapangan Bekapai tersimpan di lebih dari 100 lapisan
reservoir yang berbeda – beda dan berada di kedalaman antara 1.300 meter hingga 2.500 meter.
Dengan rata – rata kedalaman laut sekitar 30 meter, upaya produksi minyak perdana di
lapangan ini masih menggunakan fasilitas barge yang di tambatkan ditengah laut untuk
kemudian ditarik ke daratan. Sejak 1976, produksi minyak di kirim ke darat menuju fasilitas
produksi. Lebih dari 95% cadangan minyaknya telah diproduksi. Lapangan Bekapai
merupakan lapangan minyak pertama yang ditemukan. Bekapai sekaligus menjadi lapangan
minyak dan gas tertua yang dikelola oleh Total (sekarang Pertamina Hulu Mahakam). Puncak
produksi Bekapai pada 1978 sebesar 58.000 BPH. Ladang Bekapai juga sebenarnya
menyemburkan gas bumi namun karena saat itu belum dapat dimanfaatkan, gas yang
diproduksi hanya di bakar. Gas dari lapangan Bekapai baru dimanfaatkan setelah Kilang LNG
d. Sisi-Nubi
Lapangan Sisi ditemukan pada 1986, sementara Lapangan Nubi pada 1992. Kedua
lapangan ini berjarak 25 km dari Delta Mahakam kearah lepas pantai dan sekitar 30 km sebelah
tenggara Lapangan Tunu. Kedua lapangan ini berada di dua wilayah kerja migas yang berbeda,
yaitu Blok Mahakam dan Blok Tengah. Penyatuan lapangan (unitiasasi) disetujui pada 1997
dan menjadi unit Sisi-Nubi, dengan partisipasi 47,9 persen INPEX, dan 4,2 persen PT
Pertamina (Persero). Pada tahun 2003, dilakukan seismik 3D seluas 1.040 km2 untuk
lapangan dimulai pada September 2007 dan berhasil memproduksi gas sebesar 350 MMSCFD.
Pengembangan fase pertama mencakup pembangunan tiga anjungan tak berawak lepas
pantai, dengan satu manifold dan wellhead platform (MWPS) yang berlokasi di Lapangan Sisi.
Sementara satu unit manifold dan dua wellhead platform (MWPN & WPN-2) di bangun di
Lapangan Nubi. Cadangan migas yang terhampar di lapangan unitisasi Sisi-Nubi dipekirakan
Produksi gas dan kondensat Sisi-Nubi dialirkan ke Central Processing Unit (CPU) atau
North Processing Unit (NPU). Gas selanjutnya dialirkan ke fasilitas pengolahan LNG di
Bontang. Sementara produksi kondensat dikirm ke Senipah unutk kemudian di ekspor. Sisi-
Nubi mencapai puncak produksi gas sebesar 450 MMSCFD selang 18 bulan kemudian.
Blok Mahakam pada pertengahan 1970-an serta terbatasnya kapasitas barge penampungan
minyak di lepas pantai, Total membangun terminal penampungan minyak dan kondensat di
sekitar kampung nelayan Senipah, di utara Balikpapan. Beroperasi sejak 1976, Terminal
Senipah merupakan fasilitas pengolahan minyak mentah dan kondensat yang dihasilkan Blok
Mahakam. Di daerah ini terdapat empat fasilitas pemrosesan utama, yakni Terminal Processing
Area (TPA), Condensate Stabilization Unit (CSU), Terminal Loading Area (TLA) dan Peciko
TPA merupakan fasilitas pertama yang beroperasi di Senipah. Fasilitas ini berfungsi
untuk memproses minyak mentah yang berasal dari Lapangan Handil dan Bekapai. Pada masa
awal pengoperasian Terminal Senipah, produksi minyak dari Lapangan Bekapai dialirkan
ketempat ini melalui jairngan pipa bawah laut sepanjang 42 km. Minyak mentah selanjutnya
di proses di TPA sebelum di ekspor. Pada Juni 1996, CSU melengkapi fasilitas di Terminal
Senipah. CSU berfungsi untuk memisahkan dan menstabilkan kondensat sebelum dipasarkan.
Seluruh kondensat yang dihasilkan Lapangan Tambora – Tunu, Peciko, Sisi-Nubi, dan South
Mahakam di proses di CSU. Per hari CSU mampu memproses kondensat sebesar 40.000 barel.
Setelah di proses di TPA, minyak kemudian dialirkan dan disimpan ke TLA. Begitu pula
dengan kondensat dari lapangan Tambora – Tunu dan Peciko Processing Unit (PPA) yang
sudah distabilkan di CSU. Di TLA terdapat storage tank yang diperuntukkan bagi tiga produk
liquid yang dihasilkan, yaitu Bekapai Crude Oil (BCO), Handil Mix Crude (HMC), dan
Senipah Condensate (SCD). Selain TPA, CSU, TLA, PPA, di Senipah juga dibangun tangki
penampungan minyak mentah berkapasitas 2,6 juta barel serta fasilitas loading Single Buoy
Mooring (SBM) yang mampu mengakomodasi kapal tanker dengan bobot mati hingga 125.000
DWT. Senipah adalah fasilitas produksi penting karena disana ada stabilization unit dan
integrasi produksi liquid dari seluruh Blok Mahakam. Seluruh minyak dan kondensat juga
Wilayah Delta terdiri dari wilayah Tunu, Tambora dan Handil (TTH).
Tambora adalah lapangan minyak dan gas yang terletak di hamparan daratan Delta
Mahakam. Sementara Tunu termasuk lapangan besar di perairan dangkal yang mencakup area
seluas 1.400 km2 yang membentang 80 km dari utara ke selatan di sepanjang garis pantai terluar
Delta Mahakam. Cadangan gas di Lapangan Tunu terletak di lapisan – lapisan reservoir,
Lapangan Tambora mulai menghasilkan minyak pada 1984. Lima tahun seusainya,
berproduksinya gas Lapangan Tunu pada tahun 1990, setelah selesainya pembangunan
Tambora-Tunu Central Processing Unit (CPU-1). Di fasilitas ini, dilakukan pemisahan antara
air, gas, dan kondensat. Gas kemudian dikompres sebelum di kirim ke Kilang LNG Bontang.
Pengembangan tahap kedua selesai pada 1994 dengan di bangunnya unit GTS dan
CPU-2, dengan fungsi dan kapasitas sama seperti CPU-1. Setahun setelahnya pengembangan
fase ketiga selesai dilakukan dan diikuti dengan fase keempat di tahun 1998. Pengembangan
fase keempat meliputi pembangunan North Processing Unit (NPU) di Tunu yang terletak di
lepas pantai utara Delta Mahakam, Tambora-Tunu Receiving Facilities (TRF) di Badak
(onshore), serta pengembangan sumur – sumur baru dan jaringan pipa untuk tujuan ekspor.
Pengembangan selanjutnya dilakukan pada tahun 1996 dan 1999. Pengembangan Tunu
fase kedelapan selesai pada Oktober 2002, dan unit pemorsesan di Tunu bertambah dengan
memproduksikan gas dari reservoir dangkal sedalam 1.000 meter, yang sebelumnya tidak
dapat di produksi secara komersial karena masalah keamanan dan keekonomian, namun bisa
membuat arsitektur sumur yang aman dan ekonomis, sehingga bisa memproduksi gas dari area
Investasi untuk pengembangan shallow gas sendiri cukup mahal karena diperlukan
teknik komplesi khusus untuk mencegah produksi pasir. Saat ini dari sekitar 500 MMSCFD
produksi dari gas Tunu, hampir 40 persen berasal dari shallow gas dengan kecenderungan terus
b. Handil
Lapangan minyak dan gas Handil terletak di sekitar Delta Mahkam dengan luas area
sekitar 40 km2. Diperlukan swamp barge drilling rig untuk mengebor sumur – sumur minyak
dan gas di lapangan ini. Sebagian besar kandungan minyak dan gas di lapangan Handil
tersimpan di reservoir zona utama dengan kedalaman 1.500 meter hingga 2.700 meter, serta
sebagian lainnya di reservoir yang lebih dangkal maupun lebih dalam. Jumlah reservoir
Setelah ditemukan pada Maret 1974, studi pengembangan lapangan segera dilakukan.
Pada 1976, fasilitas produksi di Central Processing Area (CPA) mulai beroperasi. Puncak
produksi minyak tercapai pada Maret 1977 dengan tingkat produksi hampir mencapai 200.000
BOPD. Untuk menahan laju penurunan produksi alamiah (natural declining), upaya secondary
recovery dilakukan di Handil melalui injeksi air (water injection) kedalam beberapa reservoir.
Lapangan Handil dengan melakukan gas lift. Gas lift yaitu salah satu metode artificial lift yang
digunakan untuk memproduksi minyak mentah dari sumur setelah tekanan secara alamiah di
reservoir sudah tidak mampu lagi untuk mengangkat minyak ke permukaan. Pada tahun
berikutnya dilakukan upaya tambahan dengan menggunakan fasilitas kompresi gas (gas
mempertahankan produksi di level 170.000 BPH. Pada 1985, tercatat produksi kumulatif
minyak dari Handil hingga 500 juta barel. Sementara pada 1992, produksi gas kumulatif
sebesar 1 TCF. Teknik produksi tahap ketiga (tertiary recovery) di Handil dilakukan tanpa
Tertiary recovery melalui Handil Air Injection Project (HAPI)-injeksi udara (air
injection) yang dilakukan sebagai pilot project untuk menguji teknik baru peningkatan
produksi di Handil. Sama dengan Bekapai, cadangan terproduksi dari lapangan Handil sudah
lebih dari 95 persen. Karena itu dibutuhkan berbagai upaya dan teknik khusus untuk
dengan tekanan sumur yang menurun dan instalasi yang sudah mulai bermasalah.