i
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
ii
ANALISIS KEGAGALAN DAN PENENTUAN
PENJADWALAN PERAWATAN PENCEGAHAN PADA
MESIN BLOCK MILL DENGAN SIMULASI MONTE CARLO DI
PERUSAHAAN PELEBURAN BAJA
RINGKASAN
iii
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
iv
DAFTAR ISI
v
2.8. Simulasi Monte Carlo ............................................................................. 31
2.8.1. Rumus Simulasi Monte Carlo ......................................................... 33
2.9. Uji Validitas ............................................................................................ 35
2.10. Expert Judgement ................................................................................ 36
BAB 3 METODE PENELITIAN .......................................................................... 37
3.1. Tahap Identifikasi Masalah ..................................................................... 37
3.1.1. Tahap Identifikasi dan Perumusan Masalah .................................... 37
3.1.2. Penetapan Tujuan dan Manfaat ....................................................... 37
3.2. Tahap Tinjauan Pustaka .......................................................................... 38
3.2.1. Studi Literatur .................................................................................. 38
3.2.2. Studi Lapngan .................................................................................. 38
3.3. Tahap Pengumpulan Data ....................................................................... 38
3.4. Tahap Pengolahan Data .......................................................................... 38
3.4.1. Menyususun Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ............... 39
3.4.2. Uji Distribusi Data TTF dan TTR ................................................... 39
3.4.3. Perhitungan MTTF, MTTR dan Reliability .................................... 39
3.4.4. Simulasi Monte Carlo ...................................................................... 39
3.4.5. Uji Validitas..................................................................................... 39
3.4.6. Penentuan MTTF, MTTR dan Reliability ...................................... 39
3.4.7. Perhitungan Biaya Perawatan .......................................................... 40
3.5. Analisa Data Keseluruhan ...................................................................... 40
3.6. Kesimpulan dan Saran ............................................................................ 40
3.7. Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 41
3.8. Rencana Pelaksanaan Penelitian ............................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 43
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komponen mesin block mill ................................................................. 13
Tabel 2.2 Kriteria Tingkat keparahan (severity) ................................................... 15
Tabel 2.3 Tingkat Frekuensi Kejadian (occurence) .............................................. 16
Tabel 2.4 Tingkat Deteksi Penyebab (Detection) ................................................. 17
Tabel 2.5 Rumus Simulasi Monte Carlo ............................................................... 34
Tabel 3.1 Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian ............................................... 42
vii
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram alir proses pembuatan wire rod ............................................. 11
Gambar 2.2 Mesin block mill stand 26 yang ada pada perusahaan peleburan baja . 12
Gambar 2.3 FMEA Worksheet ................................................................................ 14
Gambar 2.4 Contoh diagram pareto dari RPN dengan persentase ........................... 19
Gambar 2.5 Kurva Bathtub ...................................................................................... 27
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ....................................................................... 41
Gambar 3.2 Lanjutan Diagram Alir Penelitian ........................................................ 42
ix
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
x
1 BAB 1
PENDAHULUAN
1
Proses produksi terhenti untuk kegiatan selanjutnya yaitu proses Water
Cooling Box (WCB), Turn Forming Head (TFH), Cooling Conveyor,
Spiner, Trestle, Transfer Car, Hook dan Compacting. Disisi lain proses
produksi akan menumpuk karena proses produksi akan terhenti saat terjadi
kegagalan sehingga target penjualan yang ingin dicapai perusahaan
peleburan baja tidak tercapai.
Dalam kegiatan perawatan, perusahaan menerapkan jenis
pemeliharaan berupa preventive maintenance dan corrective maintenance.
Meskipun telah diterapkan preventive maintenance, breakdown pada mesin
masih sering terjadi. Penjadwalan preventive maintenance sering tidak
sesuai dengan jadwal yang sudah ada dan proses corrective maintenance
pada mesin block mill stand 26 dapat membuat downtime semakin lama dan
dapat mengganggu proses produksi.
Pada tanggal 5 Oktober 2016 terjadi kecelakaan yang melibatkan
pekerja rolling mill, saat melakukan maintenance di area block mill terkena
coble panas yang yang tiba – tiba keluar dan mengenai paha depan, paha
kiri serta betis kiri sehingga menyebabkan luka bakar tingkat 1, hal tersebut
menyebabkan kerugian bagi perusahaan dan juga pekerja. Pada tahun yang
sama juga terjadi coble di stand 26 yang mengakibatkan coble tersebut
sampai menembus tutup dari block mill, padahal tutup dari block mill
tebalnya 8 mm. Hal tersebut terjadi dikarenakan TC ring pecah, section
(permintaan dari konsumen) tidak sesuai cross roll dan material tidak rata
(berkumis).
Sistem produksi pada mesin block mill stand 26 adalah continuous
process. Sistem continuous adalah sistem yang memproduksi produk secara
terus-menerus dan dalam volume besar. Pada proses produksi sistem
continuous, kerusakan pada salah satu komponen akan dapat menyebabkan
terhentinya keseluruhan fungsi sistem. Hal tersebut akan menyebabkan
menurunnya kemampuan dari mesin yang dimiliki, karena semakin lama
mesin digunakan maka akan menurunkan nilai keandalan dari mesin
tersebut
2
Untuk menghindari terjadinya hal tersebut maka perlu dilakukannya
penjadwalan yang optimal, dengan melakukan penentuan penjadwalan yang
optimal dan tindakan perawatan yang tepat dapat mempertahankan
performansi mesin yang dimiliki.
Metode awal yang digunakan yaitu Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA). Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah suatu teknik
analisa bahaya secara kualitatif yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi bagaimana suatu peralatan, fasilitas atau sistem
mengalami suatu kegagalan (failure) serta akibat yang ditimbulkannya
(Moubray, 1997). FMEA digunakan untuk menentukan sejauh mana tingkat
kegagalan terjadi dan menentukan komponen kritis mesin block mill stand
26 dari perhitungan RPN (Risk Priority Number).
Setelah mengetahui tingkat kegagalan yang terjadi dan faktor – faktor
apa saja yang menyebabkan mesin block mill stand 26 mengalami coble,
langkah selanjutnya menetapkan suatu program perawatan yang terencana
dengan baik serta pengambilan keputusan yang tepat. Preventive
maintenance merupakan alternatif terbaik dalam memecahkan masalah
tersebut, karena terkadang departemen perawatan disuatu perusahaan
industri tidak mempertimbangkan kemungkinan adanya kerusakan mesin
secara tiba-tiba.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu perawatan
mesin yang terencana dengan baik dan teratur untuk mengatasi segala
masalah diatas, sehingga keadaan ketidakpastian dan segala kemungkinan
terhentinya proses produksi dapat diantisipasi dan nantinya akan diperoleh
selang waktu perawatan yang optimal. Metode yang digunakan adalah
simulasi monte carlo, simulasi monte carlo digunakan untuk mendapatkan
nilai waktu menuju kerusakan atau time to failure (TTF) dan time to repair
(TTR) pada masing - masing komponen kritis sebagai dasar penentuan
jadwal perawatan yang optimal. Metode simulasi monte carlo memakai
bilangan acak yang digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
mencakup keadaan ketidakpastian, dalam penelitian ini yang dimaksud
dalam keadaan ketidakpastian adalah kerusakan mesin yang tidak diketahui
3
kapan akan terjadinya kerusakan. Beberapa kelebihan dari simulasi monte
carlo (Palisade : 2015) dalam (Resmita, 2015) Monte Carlo tidak
menggunakan analisa matematis yang kompleks, dapat menghitung
sesuatu yang tidak dapat dipecahkan dengan perhitungan analitis dengan
cara yang cukup mudah dan Monte Carlo termasuk simulasi probabilitas,
jadi sangat cocok untuk analisa risiko seperti penghitungan keandalan dan
jadwal perawatan.
4
1. Bagaimana mengidentifikasi kegagalan komponen yang terjadi pada
mesin block mill stand 26 yang berada di Perusahaan peleburan baja
menggunakan Failure Mode And Effect Analysis?
2. Bagaimana menentukan penjadwalan perawatan pencegahan yang tepat
dalam rangka meningkatkan nilai keandalan pada komponen kritis
mesin block mill stand 26 menggunakan Simulasi Monte Carlo?
3. Bagaimana melakukan perhitungan biaya perawatan pencegahan dari
mesin block mill stand 26?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasi kegagalan komponen yang terjadi pada mesin block
mill stand 26 yang berada di Perusahaan peleburan baja menggunakan
Failure Mode And Effect Analysis
2. Menentukan penjadwalan perawatan pencegahan yang tepat dalam
rangka meningkatkan nilai keandalan pada komponen kritis mesin
block mill stand 26 menggunakan Simulasi Monte Carlo
3. Melakukan perhitungan biaya perawatan pencegahan dari mesin block
mill stand 26
5
2. Bagi Mahasiswa
Manfaat yang bisa diambil bagi mahasiswa dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Dapat meningkatkan wawasan dalam hal identifikasi bahaya
b. Dapat memberikan masukan bagi perusahaan tentang strategi
perawatan yang dapat meminimasi frekuensi kerusakan dan
downtime serta meningkatkan reliabiity pada mesin block mill
stand 26
c. Dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan
penelitian yang sejenis.
6
2 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7
secara finansial untuk perawatan komponen kritis adalah skenario 1 –
perawatan korektif.
8
bahwa dengan menggunakan diagram pereto komponen kritis yang
menyebabkan kerusakan pada mesin las GMAW adalah komponen
kabel wire feeder, bearing, switch power, dan welding gun. Dari
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) kerusakan yang terjadi pada
kabel wire feeder salah satu diantaranya yaitu overheating dapat
menyebabkan pekerja tersetrum bahkan terbakar. Pada komponen
switch power bahaya yang ada yaitu terjadi lecek pada saklar, power
supply dan arus yang tidak stabil akan menyebabkan terhentinya
proses produksi dan dapat mengganggu pekerja. Pada komponen
bearing bahaya yang ada yaitu terjadinya overheating sehingga
berdampak pada hasil las dan menjadi kendala bagi pekerja karena
mesin tidak beroperasi dengan semestinya. Pada komponen welding
gun bahaya yang terjadi yaitu pengelupasan pada kabel dikarenakan
arus voltase terlalu besar yang berdampak pada pekerja dapat tersetrum
bahkan terbakar. Hasil keandalan komponen kritis riil dengan
keandalan komponen kritis yang sudah dilakukan simulasi Monte
Carlo hasilnya hampir sama, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan diantara keduanya. Hal ini terlihat pada nilai keandalan
komponen kabel wire feeder, pada keandalan riil memiliki nilai 6,8%
sedangkan pada keandalan setelah simulasi memiliki nilai 8,04%.
Rekomendasi yang diberikan yaitu perawatan dilakukan saat keandalan
mencapai 60% pada setiap komponen kritis. Kabel wire feeder
memiliki interval waktu perawatan selama 691,78 jam atau 4,9 bulan,
bearing selama 1352,16 jam atau 7,6 bulan, switch power selama
1381,4 atau 7,6 bulan dan welding gun selama 2550,65 atau 14 bulan.
9
mesin hammermill, yaitu 280,06 jam. Selama ini perusahaan hanya
menerapkan sistem pemeliharaan Breakdown Maintenance yaitu
apabila salah satu mesin mengalami kerusakan maka mesin yang
lain juga akan berhenti beroperasi. Sehingga downtime mesin
menyebabkan perusahaan hanya mampu mencapai target sebesar
86,33% dari target yang telah ditentukan perusahaan. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan komponen kritis penyebab kerusakan
pada mesin breaker dan mesin hammermill, memberikan usulan
penjadwalan penggantian komponen kritis mesin sebagai tindakan
preventive maintenance dan mensimulasikan usulan penjadwalan
penggantian komponen dengan simulasi Monte Carlo. Hasil yang
diperoleh untuk penentuan komponen kritis serta usulan penjadwalan
penggantian komponen, yaitu gear kecil pada jam ke 492,616, kelahar
pada jam ke 727, bearing pada jam ke 398 dan kelahar conveyor pada
jam ke 406,674. Berdasarkan hasil running time simulasi Monte Carlo
selama 4382 jam, diketahui strategi perawatan yang tepat untuk
meminimalisasi downtime yaitu skenario 2 (Preventive Maintenance)
dengan total downtime sebesar 32,91 jam dibandingkan dengan
skenario 1 (Corrective Maintenance) sebesar 42,49 jam dan skenario
eksisting sebesar 49,7 jam.
10
masuk ke ruang bakar, billet ditata oleh charging positioner. Setelah itu
billet masuk di BRF, billet akan dipanaskan sampai mencapai temperatur
1200oC setelah itu dilanjutkan ke zona heating untuk dipanaskan sampai
temperatur 1250oC dan terakhir masuk ke zona soaking hingga mencapai
temperatur 1300oC, setelah mencapai temperature tersebut billet didorong
keluar menggunakan discharge roll table menuju unit selanjutnya.
Untuk unit selanjutnya yaitu RME adapun prosesnya adalah billet
dilewatkan pada cartliver stand yang berfungsi mereduksi billet menjadi
wire rod sesuai dengan permintaan konsumen yaitu Roughing Mill (roll
stand 1A, 2A, 1, 2, 3 dan 4), Intermediate mill (roll stand 5 - 10),
Prefinishing Mill (roll stand 11 – 16), dan finishing mill yang disebut Block
Mill (roll stand 17 - 26). Setelah melewati block mill, billet yang sudah
berubah bentuk menjadi wire masuk ke mesin turn forming head (TFH)
untuk digulung menjadi spiral, setelah keluar dari TFH wire yang masih
panas dijalankan melalui conveyor menuju finishing area.
Pada unit terakhir yaitu finishing area wire dilewatkan conveyor untuk
didinginkan sebelum menuju trestle. Pada saat dimasukkan kedalam trestle,
wire rod diposisikan agar rapi saat diturunkan dari conveyor. Setelah wire
rod ada di hook conveyor dilakukan QC, jika lolos QC maka dilanjutkan
menuju proses terakhir dari finishing area adalah mengikat dan menimbang
wire rod sekaligus pelabelan, setelah melalui serangkaian proses tersebut
wire rod siap dikirim menuju costumer. Proses pembuatan wire rod sesuai
dengan gambar 2.1 di bawah ini
Gambar 2.1 Diagram alir proses pembuatan wire rod (Perusahaan Manufaktur, 2018)
11
2.3. Mesin Block Mill
Mesin Block mill atau disebut dengan finishing stand yang ada pada
perusahaan peleburan baja ini berasal dari Danielli, yaitu perusahaan dari
Italia. Mesin ini telah beroperasi dari tahun 1992 hingga saat ini yang
berfungsi untuk mereduksi billet (baja batangan) menjadi wire rod (baja
gulungan) sesuai dengan ukuran yang diproduksi dengan kecepatan pada
proses finishing maksimum 100 m/s. Mesin ini sangat berperan penting
untuk menghasilkan produk berkualitas sesuai dengan permintaan customer.
Mesin block mill di perusahaan peleburan baja dapat dilihat pada gambar
2.2 di bawah ini
Gambar 2.2 Mesin block mill stand 26 yang ada pada perusahaan peleburan baja
(Perusahaan Manufaktur, 2018)
Keterangan :
12
2.3.1. Komponen Mesin Block Mill
Komponen mesin block mill stand 26 dilengkapi dengan
fungsinya dapat di lihat pada tabel 2.1 di bawah ini
Tabel 2.1 Komponen mesin block mill
No Komponen Fungsi
1 Modul Menambah kecepatan
2 Mandrell Tempat dudukannya roll
3 TC Ring Untuk mereduksi material sesuai pesanan
4 Locking TC Ring Untuk mengikat TC Ring supaya tidak lepas
5 Gear Penerus putaran
6 Bearing Tumpuan shaft gear
7 Coupling Untuk meneruskan daya dari motor ke gearbox
atau dari gearbox kegearbox lainnya
8 Pressure gauge Melihat visual pressure oli
9 Flow switch Melihat aliran oli tergantung kuantitas
10 Filter Oli Penyaring kotoran yang ada di oli
11 Cooler Oli Pendingin Oli
12 Pompa Oli Untuk memompa oli
13 Tangki Oli Untuk menyimpan oli
14 Breather Media untuk pernafasan tangki dan gearbox
Sumber : Perusahaan manufaktur, 2018
13
Gambar 2.3 FMEA Worksheet (McDermott, Mikulak, & Beauregard, The Basic of FMEA,
2009)
2.4.1. Langkah – langkah Penyusunan FMEA
Terdapat sepuluh langkah dalam tahapan FMEA, yaitu
(McDermott, Mikulak, & Beauregard, The Basic of FMEA, 2009)
1. Review proses atau produk
Tim FMEA harus meninjau bagan pada produk yang ada untuk
dianalisis. Hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan
pemahaman yang sama terhadap produk tersebut. Bila bagan alir
tersebut belum ada maka tim harus menyusun bagan alir tersebut
sebelum memulai proses FMEA itu sendiri.
2. Brainstorming potensi mode kegagalan (Failure Mode)
Proses Brainstorming ini dapat brlangsung lebih dari satu kali
untuk memperoleh satu daftar yang komprehensif terhadap
segala kemungkinan kegagalan yang dapat terjadi. Hasil
brainstorming ini kemudian di kelompokkan menjadi beberapa
penyebab kesalahan seperti manusia, mesin / peralatan, material,
metode kerja dan lingkungan kerja. Cara lain untuk
mengelompokkan adalah menurut jenis kegagalan itu sendiri,
misalnya kegagalan pada proses welding, kegagalan elektrik,
kegagalan mekanis dan lain – lain.
3. Me-list potensial efek untuk setiap mode kegagalan
14
Untuk setiap kegagalan, dampak yang terjadi bisa hanya saty,
tetapi mungkin saja bisa lebih dari satu. Bila lebih dari satu
maka semuanya harus dituliskan. Langkah ini harus
dilaksanakan dengan cermat dan teliti, karena dampak apa yang
terlewatkan dari langkah ini tidak akan mendapatkan perhatian
untuk ditangani.
4. Menilai tingkat dampak (severity) / keparahan
Penilaian terhadap tingkat dampak merupakan perkiraan
besarnya dampak negatif yang diakibatkan apabila kegagalan
terjadi. Bila pernah maka penilaian akan lebih mudah, tetapi bila
belum pernah terjadi maka penilaian menggunakan estimasi
yang berdasarkan pendapat ahli (expert judgemet) berupa
perkiraan pengetahuan dan keahlian. Karena setiap kegagalan
mungkin memiliki beberapa efek yang berbeda, dan masing –
masing efek dapat menilai tingkat keparahan yang berbeda maka
diberikan peringkat keparahan sendiri – sendiri. Berikut kriteria
tingkat keparahan dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini
Tabel 2.2 Kriteria Tingkat keparahan (severity)
15
customers (<25%)
No Effect No discernible effect 1
Sumber : McDermott, Mikulak, & Beauregard, 2009
5. Menilai tingkat kemungkinan terjadinya (occurence) kegagalan
Metode terbaik untuk menentukan peringkat kejadian adalah
dengan menggunakan data aktual dari produk. Seperti langkah
ke empat, bila tersedia cukup data maka dapat dihitung
probabilitas atau frekuensi kemungkinan terjadinya kegagalan
tersebut. Bila tidak tersedia maka harus digunakan estimasi yang
berdasarkan pendapat ahli (expert judgement) atau metode
lainnya. Penilaian kemungkinan kejadian bisa dilihat dari tabel
2.3 di bawah ini
Tabel 2.3 Tingkat Frekuensi Kejadian (occurence)
16
control
Sumber : McDermott, Mikulak, & Beauregard, 2009
17
operator (light,buzzer,etc).
Gauging performed on setup and
first-piece check(for set-up cause
only)
Problem failure mode detection post- 4 Moderately
detection processing by automated controls high
post that will detetct discrepant part
processing and lock part to prevent further
processing
Problem Failure mode detection in – 3 High
detection at station by automated controls
source that will detetct discrepant part
and automatically lock part in
station to prevent further
processing
Error Error (cause) detection in station 2 Very high
detection by automated controls that will
and/or detetct error and prevent
problem discrepant from being made
prevention
Detection Error (cause) prevention as a 1 Almost
not result of fixture design, machine certain
apllicable; design or part design. Discrepant
error parts cannot be made because
prevention item has been error-proofed by
process/product design
Sumber : (McDermott, Mikulak, & Beauregard, The Basic of FMEA, 2009)
18
berdasarkan nilai RPN dari prioritas tertinggi sampai
terendah. Sebuah diagram pareto sangat membantu untuk
memvisualisasikan perbedaan antara peringkat untuk
kegagalan dan efek. Bahwa aturan 80/20 berlaku dengan
RPN. Dalam kasus RPN, terjemahan harfiah akan berarti
bahwa 80 persen dari total RPN untuk FMEA berasal dari
20 persen dari potensi kegagalan dan efek yang ada.
Kemudian tim menetapkan cut-off points dari RPN untuk
memutuskan bahwa setiap RPN yang bernilai di atas cut –
off points akan menciptakan risiko yang tidak di terima.
Contoh diagram pareto dari RPN dengan persentase dapat
di lihat pada gambar 2.4 di bawah ini
19
meminimalkan tingkat kejadian dan mengurangi dampak
kegagalan bila terjadi
10. Menghitung ulang RPN yang tersisa untuk mengetahui
hasil dari tindak lanjut yang dilakukan
Setelah tindak lanjut risiko dilaksanakan, harus dilakukan
pengukuran ulang atau perkiraan nilai deteksi, nilai
dampak dan nilai kemungkinan timbulnya kegagalan.
Setelah itu dilakukan perhitungan nilai tingkat prioritas
risiko kegagalan ulang. Hasil tindak lanjut tadi harus
menghasilkan penurunan nilai RPN yang cukup signifikan
ke tingkat yang cukup aman. Bila belum tercapai maka
tetap perlu dilakukan tindakan lebih lanjut untuk
meminimalkan RPN.
20
2.5.2. Pemahaman Istilah Perawatan
Pelaksanaan perawatan industri, membutuhkan komunikasi
yang jelas diantara konseptor dengan pelaksana perawatan.
Terdapat beberapa istilah perawatan, yang seringkali kita dengar,
dan perlu kiranya dipahami secara detail, antara lain (Kurniawan,
2013):
1. Inspection (Inspeksi)
Inspeksi adalah aktivitas pengecekan untuk mengetahui
keberadaan atau kondisi dari fasilitas produksi. Inspeksi
biasanya berupa aktivitas yang membutuhkan panca indra dan
analisis yang kuat dari setiap pelaksanaan, bahkan ada pula
yang melakukannya dengan menggunakan alat bantu,
sehingga kesimpulan yang dihasilkan dapat lebih mendekati
kondisi nyata (akurat).
2. Repair (perbaikan)
Repair adalah aktivitas yang dilakukan untuk mengembalikan
kondisi mesin yang mengalami gangguan tersebut, sehingga
dapat beroprasi seperti sebelum terjadi gangguan tersebut,
dimana prosesnya hanya dilakukan untuk perbaikan yang
sifatnya kecil. Biasanya Repair tidak terlalu banyak
menggangu kontinuitas proses produksi.
3. Overhaul (perbaikan menyeluruh)
Adalah aktivitas meneluruh. Aktivitas ini memiliki makna
yang sama dengan Repair, hanya saja ruang lingkupnya
lebih besar. Perawatan ini dilakukan apabaila kondisi mesin
berada dalam keadaan rusak parah, sementara kemampuan
untuk menggati dengan yang baru tidak ada. Overhaul
biasanya dapat mengganggu kegiatan produksi dan
membutuhkan biaya yang besar.
4. Replacement (penggatian)
Adalah aktivitas penggantian mesin. Biasanya mesin
memiliki kondisi yang lebih baik akan menggantikan mesin
21
sebelumnya. Replacement dilakukan jika kondisi alat sudah
tidak memungkinkan lagi untuk beroprasi, atau sudah melewati
umur ekonomis penggunaan. Replacement membutuhkan
investasi yang besar bagi perusahaan, sehingga alternatif ini
biasanya menjadi pilihan terakhir setelah repair dan overhaul
2.5.3. Tujuan Perawatan
Tujuan utama perawatan asset dapat didefinisikan sebagai
berikut :
1. Memperpanjang usia kegunaan asset, yaitu setiap bagian
dari suatu tempat kerja, bangunan dan isinya.
2. Menjamin ketersediaan optimum perlatan yang digunakan
untuk produksi dan mendapatkan laba investasi (return of
investment) semaksimal mungkin.
3. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang
diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu.
4. Menjamin keselamatan operator yang menggunakan sarana
tersebut
2.5.4. Preventive Maintenance
Menurut Ansori & Mustajib (2013) Preventive maintenance
merupakan perawatan yang dilakukan secara terencana untuk
mencegah terjadinya potensi kerusakan. Preventive maintenance
adalah kegiatan pemeliharaan yang dilakukan untuk mencegah
timbulnya kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi
atau keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi menjadi
kerusakan pada saat digunakan dalam berproduksi. Sedangkan
menurut (Dhillon, 2005) Preventive maintenance merupakan
kegiatan perawatan secara berkala untuk mendeteksi adanya tanda-
tanda gangguan pada komponem-komponen dalam sebuah sistem
yang dapat mengakibatkan kinerja sistem tersebut akan terhenti.
Dalam praktekknya preventive maintenance yang dilakukan oleh
perusahaan dibedakan atas :
1. Routine maintenance
22
Yaitu kegiatan pemeliharaan terhadap kondisi dasar mesin dan
mengganti suku cadang yang aus atau rusak yang dilakukan
secara rutin misalnya setiap hari. Contoh pembersihan peralatan,
pelumasan atau pengecekan oli, pengecekan bahan bakar,
pemanasan mesin – mesin sebelum dipakai berproduksi.
2. Periodic Maintenance
Yaitu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan secara periodic
atau dalam jangka waktu tertentu misalnya satu minggu sekali,
dengan cara melakukan inspeksi secara berkala dan berusaha
memulihkan bagian mesin yang cacat atau tidak sempurna.
Contoh : penyetelan katup – katup pemasukan dan pembuangan,
pembongkaran mesin untuk penggantian bearing.
3. Running Maintenance
Merupakan pekerjaan perawatan yang dilakukan pada saat
fasilitas produksi dalam keadaan bekerja. Perawatan ini
termasuk cara perawatan yang direncanakan untuk diterapkan
pada peralatan atau pemesinan dalam keadaan operasi.
biasanMerupakan pekerjaan perawatan yang dilakukan pada saat
fasilitas produksi dalam keadaan bekerja. Perawatan ini
termasuk cara perawatan yang direncanakan untuk diterapkan
pada peralatan atau pemesinan dalam keadaan operasi. Biasanya
diterapkan pada mesin – mesin yang harus terus – menerus
beroperasi dalam melayani proses produksi. Kegiatan perawatan
dilakukan dengan jalan mengawasi secara aktif (monitoring).
Diharapkan hasil perbaikan yang telah dilakukan secara tepat
dan terencana ini dapat menjamin kondisi operasional tanpa
adanya gangguan yang mengakibatkan kerusakan.
4. Shutdwon Maintenance
Merupakan kegiatan perawatan yang hanya dapat dilakukan
pada waktu fasilitas produksi sengaja dimatikan atau dihentikan
Perawatan pencegahan dilakukan untuk memghindari suatu
peralatan atau sistem mengalami kerusakan. Pada kenyataannya
23
mungkin tidak diketahui bagaimana cara untuk menghindari
adanya kerusakan. Ada beberapa alasan untuk melakukan
perawatan pencegahan, antara lain :
a. Menghindari terjadinya kerusakan
b. Mendeteksi awal terjadinya kerusakan
c. Menemukan kerusakan yang tersembunyi
d. Mengurangi waktu yang menganngur
e. Menaikkan ketersediaan (availability) untuk produksi
f. Pengurangan penggantian suku cadang, sehingga membantu
pengendalian persediaan
g. Meningkatkan efisiensi mesin
h. Memberikan pengendalian anggaran dan biaya yang
diandalkan
i. Memberikan informasi untuk pertimbangan penngantian
mesin
2.5.5. Biaya Perawatan
Biaya perawatan adalah biaya menjalankan operasi yang terdiri
dari biaya perawatan bahan baku, biaya perawatan tenaga kerja,
biaya subkontrak (biaya perawatan pembayaran kontrak). Biaya
perawatan juga dapat diartikan pengeluaran untuk merawatan dan
memelihara peralatan agar pekerjaan dapat berjalan dengan normal
(Kurniawan, 2013). Terdapat berbagai macam biaya dalam
perawatan, dimana biaya tersebut adalah biaya – biaya yang harus
dikeluarkan perusahaan dalam melakukan kegiatan perawatan, antara
lain (Ansori dan Mustajib, 2013) :
24
kerja tersebut selama bulan yang bersangkutan. Biaya tenaga
kerja untuk melakukan perawatan dan perbaikan dianggap sama
b. Biaya suku cadang
Merupakan biaya penggantian kerusakan komponen atau
pembelian komponen baru
c. Biaya akibat perawatan
Merupakan pendapatan yang hilang selama mesin atau fasilitas
produksi mengalami kegagalan (gabungan dari biaya
operasional dan laba perusahaan).
Klasifikasi biaya perawatan berdasarkan metode perawatan :
a. Biaya preventive maintennace
b. Biaya breakdown maintenance
c. Biaya untuk meningkatkan kemampuan perawatan
Rumus biaya corrective maintnance dan preventive maintenance
dapat dilihat pada persamaan 2.2 dan 2.3 Di bawah ini
𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑚𝑒𝑘𝑎𝑛𝑖𝑘
𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑜𝑓 𝑓𝑎𝑖𝑙𝑢𝑟𝑒 = (
𝑗𝑎𝑚
𝑥𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑟𝑏𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛) + ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛 (2.3)
2.6. Keandalan
2.6.1. Definisi Keandalan
Keandalan didefinisikan sebagai kemampuan dari suatu
komponen atau sistem untuk melaksanakan fungsi yang diperlukan
di dalam lingkungan dan kondisi operasional tertentu untuk periode
waktu yang telah ditentukan. Jadi, keandalan merupakan salah satu
aspek yang dapat mempengaruhi keberhasilan proses produksi.
Keandalan menjadi sangat penting karena akan mempengaruhi
biaya pemeliharaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi
profitabilitas perusahaan (Dhillon, 2005).
Secara umum ada dua metode yang dipakai untuk melakukan
evaluasi keandalan suatu sistem, yaitu :
25
1. Metode Kualitatif
Metode kualitatif merupakan metode analisa secara quality
dari suatu mode dan dampak kegagalan, seperti Failure Mode
and Effects Analysis (FMEA), Failure Mode, Effect and
Criticality Analysis (FMECA), Fault Tree Analysis (FTA) dan
Reliability Centered Maintenance (RCM).
2. Metode kuantitatif
Metode kuantitatif merupakan metode analisa yang dilakukan
secara perhitungan matematis. Metode ini dapat dilakukan
melalui perolehan data perawatan (maintenance record)
terhadap waktu kegagalan (time to failure) dan waktu perbaikan
(time to repair) dari suatu komponen atau sistem
Perhitungan nilai keandalan dapat digunakan Persamaan 2.4 :
(Ebeling, 1997)
∞
𝑅(𝑡) = 1 − 𝐹(𝑡) = ∫0 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 (2.4)
dimana:
F(t) adalah fungsi kumulatif probability
R(t) adalah fungsi keandalan
f(t) adalah fungsi kerapatan probability
2.6.2. Laju Kegagalan
Laju kegagalan (λ) adalah banyaknya kegagalan per satuan
waktu. Laju kegagalan dapat dinyatakan sebagai perbandingan
antara banyaknya kegagalan yang terjadi selama selang waktu
tertentu dengan total waktu operasi komponen atau sistem. Laju
kegagalan terhadap waktu dinyatakan pada Persamaan 2.5. (Ebeling,
1997)
𝑓(𝑡)
𝜆(𝑡) = 𝑅(𝑡) (2.5)
26
konstan atau constant failure rate (CFR), pada saat fungsi laju
kegagalan λ(t) adalah fungsi penambahan, penurunan atau konstan.
Konsep laju kegagalan dilatarbelakangi oleh banyak komponen
atau sistem rekayasa yang ternyata menunjukkan perilaku λ(t)
mengikuti kurva bak mandi (bathtub curve) yang ditunjukkan
pada Gambar 2.9. Berdasarkan Gambar 2.9, sebuah sistem akan
bekerja dengan masa operasi plant yang terbagi dalam tiga masa
yaitu: (Dhillon, 2005)
Masa Aus(Wearout)
27
Pada periode setelah t2 menunjukkan bahwa laju kerusakan
meningkat dengan bertambahnya waktu atau disebut dengan
increasing failure rate (IFR). Fungsi laju kegagalan λ(t)
menunjukkan peningkatan dimana peluang kegagalan komponen
selama interval waktu yang sama menjadi bertambah besar.
Kegagalan ini diakibatkan oleh penuaan, korosi, gesekan,
sehingga di sebut fase pengausan (wearout). (Ebeling, 1997).
𝑡−𝜇
𝑅(𝑡) = 1 − Φ ( ) (2.7)
𝜎
28
𝑒𝑥𝑝[−(𝑡−𝜇)2 /2𝜎2 ]
𝜆(𝑡) = ∞ (2.8)
∫𝑡 𝑒𝑥𝑝[−(𝑡−𝜇)2 2𝜎2 ]𝑑𝑡
MTTF = µ (2.9)
2. Distribusi Lognormal
3. Distribusi Weibull
Distribusi weibull telah digunakan secara luas dalam teknik
kehandalan. Keuntungan dari distribusi ini adalah bisa
digunakan untuk merepresentasikan banyak fungsi distribusi
kerapatan serta dapat digunakan untuk variasi data. Karakteristik
distribusi weibull diantaranya mempunyai 2 parameter ( η, β)
atau 3 parameter ( η, β, γ ), nilai η, β, γ dapat diketahui dari
29
weibull probability paperatau dari software. Saat nilai β = 1
dan γ= 0 weibull akan ekivalen dengan distribusi
exponensial, saat nilai β = 3,44 weibull akan mendekati
distribusi normal. Jika distribusi waktu antar kegagalan suatu
sistem mengikuti distribusi weibull,maka: (Ebeling,1997)
Fungsi keandalannya adalah :
𝑡−𝛾 2
𝑅(𝑡) = 𝑒𝑥𝑝 {− ( ) } (2.14)
𝜂
𝛽 𝑡−𝛾 𝛽−1
𝜆(𝑡) = 𝜂 [( ) ] (2.15)
𝛾
1
𝑀𝑇𝑇𝐹 = 𝛾 + 𝜂Γ (1 + 𝛽) (2.16)
4. Distribusi Eksponensial
Fungsi padat peluang fungsi distribusi kerapatan distribusi
exponensial ditunjukkan dengan Persamaan 2.17: (Ebeling,
1997) :
𝑓(𝑡) = 𝜆𝑒 −𝜆(𝑡−𝛾) , t > 0, λ > 0, t ≥ (2.17)
Persamaan 2.19:
λ(t) = λ (2.19)
30
Waktu rata–rata kegagalan distribusi exponensial
ditunjukkan dengan Persamaan 2.20:
1
𝑀𝑇𝑇𝐹 = 𝜆 (2.20)
31
Saat ini metode Monte Carlo memiliki banyak penerapan di
berbagai bidang diantaranya pada financial, kimia, ilmu fisika, ilmu
computer, statistik, sistem keandalan atau reliability dan masih banyak
lainnya. Ketika diaplikasikan pada analisa keandalan, metode ini
menggunakan data distribusi kegagalan dan perbaikan pada sebuah
peralatan atau sistem yang terjadi dari waktu ke waktu. Hasil dari simulasi
metode Monte Carlo ini dapat digunakan untuk meningkatkan nilai
keandalan dari suatu sistem (Kalos dan Whitlock, 2008)
32
4. Hasil dari simulasi tidak hanya menunjukkan hasil akhir, tetapi bisa
menunjukkan bagaimana hasil tersebut dapat terjadi dan
kemungkinan – kemungkinannya.
5. Hasil dari simulasi ini dapat dijadikan grafis yang cukup jelas.
2. Pembangkitan bilangan acak simulasi monte carlo dari hasil TTF dan
TTR dengan bantuan software excel.
33
Tabel 2.5 Rumus Simulasi Monte Carlo
34
−𝑡
( 𝜃 )𝛽 = ln(1 − 𝑈) (2.32)
1
𝑡 = 𝜃(−ln(1 − 𝑈) 𝛽 (2.33)
1
𝑡 = 𝜃(−ln(𝑈) 𝛽 (2.34)
35
- Hipotesis nol diterima apabila nilai Uhitung ≥ Utabel.
36
3 BAB 3
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai tahap-tahap yang dilakukan untuk
menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini. Tujuannya adalah agar proses
penelitian nanti dapat dipahami dan dimengerti, serta mendapatkan hasil yang
maksimal. Tahapan-tahapan dalam menyelesaikan penelitian ini terstruktur,
sistematis dan saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Adapun tahapannya
adalah sebagai berikut:
37
Tahap ini merupakan dasar tentang apa yang akan dilakukan peneliti
selama melakukan penelitian.
38
3.4.1. Menyususun Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Tahap penyusunan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
dilakukan pada komponen/item mesin Block Mill stand 26.
Komponen / item yang mengalami failure disajikan pula RPN
sebagai prioritas untuk dilakukannya tindakan selanjutnya
3.4.2. Uji Distribusi Data TTF dan TTR
Pengujian menggunakan software weibull ++ V.6.0 ini untuk
menentukan distribusi data yang akan diolah berdasarkan
perhitungannya. Distribusi data yang akan didapat dapat berupa
weibull 2, weibull 3, normal, log normal, dan eksponensial.
39
3.4.7. Perhitungan Biaya Perawatan
Dari hasil penjadwalan preventive maintenance yang baru, maka
dapat digunakan untuk menghitung optimasi biaya perawatan,agar
biaya setelah adanya penjadwalan yang baru dapat lebih optimal dan
efisien
40
3.7. Diagram Alir Penelitian
Pada Gambar 3.1. berikut merupakan diagram alir dari penelitian yang
dilakukan.
Mulai
Identifikasi Masalah
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
41
A
Ya
Apakah ada beda
signifikan
Tidak
No KEGIATAN BULAN
Januari Februari Maret April Mei Juni
1 Studi Literature
2 Studi Lapangan
3 Pengumpulan Data
4 Pengolahan Data
5 Analisa Data & Kesimpulan
6 Sidang TA
7 Revisi Laporan TA
42
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, D. (2003). Aplication of Monte Carlo Simulation to System
Reliability. Proceedings of The Twentieth International Pump Users .
Andrilia, D., Tama, I. P., & Rahman, A. (2012). Strategi Perawatan pada Mesin
Las Mig di Industri Karoseri Kendaraan Niaga dengan Simulasi Monte
Carlo (Studi Kasus : PT. Adi Putro Wirasejati Malang). Jurnal Teknik
Industri .
Anggraini, W., & Aditia, A. (2016). Simulasi Monte carlo pada penjadwalan
preventive maintenance komponen kritis mesin breaker dan mesin
hammermill.
Dhillon, B. S. (2005). Reliability, Quality and Safety for Engineers. USA: CRC
Press.
Kalos, M. H., & Whitlock, P. A. (2008). Monte Carlo Mehods. USA: Wiley-
VCH.
Popescu, D. E., Popescu, C., & Gabor, G. (2003). Monte Carlo Simulation using
Excel for Predicting Reliability of a Geothermal Plant. International
Geothermal Conference .
Putri, E. L., Bahauddin, A., & Ferdinant, P. F. (2013). Usulan Jadwal Perawatan
pada Mesin Electric Arc Furnace 5 dengan Simulasi Monte Carlo. Jurnal
Teknik Industri , 1, 352-357.
Resmita, R. (2015). Identifikasi Bahaya dan Keandalan pada Mesin Las GMAW
di PT X dengan Simulasi Monte Carlo. Tugas Akhir Mahasiswa PPNS .
43
Saleh, F. L. (2012). Estimating Optimum Period of Time Between Maintenances
by Using Monte Carlo Simulation Method. American Journal of
Engineering Sciences , 5 No.2.
Skjong, R., & Wentworth, B. H. (2001). Expert Judgment and Risk Perception.
The International Offshore and Polar Engineers .
44