Anda di halaman 1dari 4

Notulensi Rapat Supply-Demand BJLAS

Lokasi Hotel Bidakara


Jakarta Selatan
Waktu 09.00 – 10.30 WIB
Pimpinan Rapat Dini Hanggandari
Direktur Industri Logam
Peserta Rapat 1. KADI (Komite Anti Dumping Indonesia)
2. Direktorat Bina Kelembagaan dan SDJK Kementerian PUPR
3. IISIA (The Indonesia Iron Steel Industry Association)
4. IZASI (Indonesia Zinc-Aluminium Steel Industries)
5. ARFI (Asosiasi Roll Former Indonesia)
6. ASBARINDO (Asosiasi Baja Ringan Indonesia)
7. APBRI (Asosiasi Produsen Baja Ringan Indonesia)
8. ISSC (Indonesia Society of Steel Construction)

Pembukaan
1. Rapat dibuka oleh Direktur Industri Logam dengan memaparkan kondisi supply-demand nasional flat
product terutama CRC, BjLS dan BjLAS.
2. Pertemuan ini bertujuan untuk mencapai keselarasan antara supply-demand nasional maupun antara
industri sehingga dapat berkembang bersama-sama.
3. Sesuai dengan SNI wajib yang telah diberlakukan batas minimum baja dengan ketebalan di bawah 0,2
mm
4. ang merusak supply-demand dalam negeri saat ini adalah izin impor (termasuk baja paduan dan baja
dengan ketebalan di bawah 0,2 mm) tidak terkendali.
Jalannya Rapat
IISIA
1. Defisit neraca perdagangan tahun 2018 menjadi yang terbesar dalam 10 tahun terakhir sebesar 8,6
Milyar USD
2. Yang merusak supply-demand dalam negeri saat ini adalah pengalihan baja paduan (boron)
3. Harmonisasi tarif tidak menjadi jaminan peningkatan utilisasi industri dalam negeri hulu hingga hilir.
Penyelidikan KADI adalah barrier terakhir.

IZASI
1. Kenaikan konsumsi dalam negeri (demand) linear dengan kenaikan import namun tidak linear dengan
kenaikan produksi industry dalam negeri.
2. Pangsa pasar BJLAS di Indonesia dipenuhi oleh impor sebesar 63% (90% dari China dan Vietnam) dan
Industri Dalam Negeri (IDN) hanya diberikan porsi 37%.
3. Utilisasi IDN ada di kisaran 40%. Menyebabkan jual rugi produk hasil produksi dan jika hal ini
didiamkan maka akan terjadi penutupan industri BJLAS di Indonesia.
4. Anti Dumping (AD) hulu-hilir adalah strategi yang paling mujarab guna melindungi masing-masing
kelompok usaha (proteksi industri). AD HRC telah berlaku, dalam waktu dekat AD CRC akan berlaku,
AD BJLAS mengharapkan dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk
mengajukan AD Sementara (BMADS). Dan inilahsaat yang tepat untuk IDN Hilir mulai memikirkan
ADnya.
5. Menaggapi kebutuhan industri roll forming : IZASI mampu mensupply 1.275.000 ton BjLAS. Terkait
harga, terdapat 5 produsen yang mampu menyediakan BjLAS, yaitu : PT. NS Bluescope Indonesia, PT
Sarana Central Bajatama, PT Sunrise Steel, PT Java Pacific, PT Tata Metal Lestari.
6. Perbedaan harga impor dan produk dalam negeri bias mencapai 35%. Salah satunya adalah karena
FTA dan isu boron.
Ibu Dini H – Direktur Industri Logam
1. BMADS dapat diterapkan untuk produk BjLAS.
2. Jika industri roll former merasa berat terkait meningkatnya impor barang jadi, silahkan untuk melapor
ke Direktorat Industri Logam.
3. Industri hulu (BjLAS) dan hilir (roll former) harus sama-sama hidup dan sama-sama untung.
4. Terkait pengawan dan penerbitan SPPT SNI produk baja, Dit Industri Logam akan berkoordiansi
dengan Pusat Standardisasi Kemenperin.
5. Pos tarif produk jadi (truss) untuk terus dipantau permohonan importasinya.
6. Dit Industri Logam telah meminta komitmen dari IZASI

Pak Bahrul – KADI


1. Perlindungan dari unfair trade akan dilakukan terhadap industri hulu hingga hilir.
2. Dasar hukum dan kelembagaan UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Bab IX Mengamanatkan
Fungsi Kebijakan Pengamanan Perdagangan RI.
3. Pengenaan BMAD di Indonesia relatif sedikit. Dalam penyelidikannya pun digempur dari berbagai
arah.
4. Indonesia cukup aktif dalam pengenaan safeguard, tercatat 18 kasus penanganan safeguard.
5. BMAD HRC masih berlaku. BMAD CRC belum ditetapkan, sedang dalam proses penyelidikan.
6. Proses penyelidikan : permohonan, penyelidikan, rekomendasi, pengenaan BMAD.
7. Kegagalan dalam proses penyelidikan BMAD dapat menyebabkan tutupnya industri, contohnya
industri FeMn (ferro mangan).

ARFI
1. Peningkatan kinerja rantai pasok material baja roll forming pada era revolusi industri konstruksi 4.0 :
a. Mengimplemtasikan ERP (Enterprise Resource Planning) dengan standard Internasional
b. Menggunakan MRP II (Material Resource Planning)
c. Otomatisasi terarah dan bertahap pada manufacturing floor
d. Industry 4.0 dengan konsep DNA (Device, Network, Apps)
2. Inovasi-inovasi pada Industri Roll Forming :
a. Sistem Mobile Roll Forming
b. Inovasi atap tanpa baut dengan teknologi Klip Lok
c. Pengunaan untuk walling pada residensial
d. Teknologi reduksi panas dengan mesin insulation yang dikombinasikan bersama dengan mesin
roll forming
3. Yang diperlukan baja ringan konstruksi :
a. Produk yang benar. Menggunakan produk sesuai SNI 8399:2017.
b. Design yang aman. Menggunakan design yang tepat sesuai SNI 7971:2013.
c. Pemasangan dan Fabrikasi yang tepat
4. Isu strategis :
a. Belum berlakunya SNI Baja Ringan Profil (SNI 8399:2017) secara wajib.
b. Masuknya bahan baku impor kualitas rendah, ketebalan dibawah 0.2mm (contoh 0.16, 0.17mm)
untuk atap.
c. Penyalahgunaan baja “boron”.
5. Usulan kepada Pemerintah :
a. Memastikan proyek infrastruktur menggunakan produk roll forming yang diproduksi produsen
dalam negeri ,menggunakan bahan baku dalam negeri dan ber-SNI.
Dit. Bina Kelembagaan dan SDJK Kementerian PUPR
1. PUPR mendukung penggunaan produk dalam negeri dalam pelaksanaan proyek pembangunan di
Indonesia.
2. Terhadap produk yang belum berlaku wajib, agar Permen Pemberlakuan Wajib ditetapkan terlebih
dahulu untuk kemudian digunakan dalam proyek pembangunan/konstruksi.
3. Sebagai contoh, IISIA mengirimkan surat terkait permohonan dukungan penggunaan baja tulangan
beton sesuai SNI. Secara cepat, Menteri PUPR mendisposisi untuk mewajibkan penggunaan BTB
berSNI.
4. Terhadap produk BjLAS, silahkan untuk menyampaikan surat kepada Menteri PUPR, berisi latar
belakang dan urgensinya. Serta, jika dalam praktek di lapangan terkait penggunaan baja konstruksi
dalam negeri dirasa kurang, silahkan untuk menyampaikan surat kepada Menteri PUPR.
5. Saat ini sedang dilaksanakan peningkatan awareness terkait rantai pasok konstruksi di lingkungan
KemenPUPR.

ASBARINDO
1. Volume supply vs demand BjLAS dalam negeri belum dapat diketahui dalam rapat kali ini.
2. Agar harga BjLAS untuk dipertimbangkan sehingga tidak diperlukan importasi. Proses importasi lebih
sulit dibanding pembelian dari dalam negeri.
3. Salah satu cara untuk meredam impor adalah dengan memberlakukan SNI truss secara wajib.
4. Agar tidak menguntungkan salah satu pihak, dipikirkan juga agar konsumen mendapatkan harga yang
terjangkau.
4. Efektivitas pemberlakuan SNI produk baja secara wajib perlu ditingkatkan dengan pengawasan dan
pemberian SPPT SNI luar negeri.

APBRI
1. Pemberlakuan SNI produk baja secara wajib sangat diperlukan agar dapat bersaing dalam level
playing field yang sama
2. Importasi tahun 2018: 990.000 ton (galvalume slitting, galvalume coil, baja paduan dan PPGL)
3. Kendala :
a. Kekhawatiran supply shortage (sekitar 500.000 ton)
b. Multiplier effect terkait harga: rumah subsidi sudah dipatok pemerintah. Jika harga bahan baku
melonjak, developer tidak mau menggunakan produk dalam negeri.

Kesimpulan
A. Supply – demand 2019 Produk BjLAS
1. Industri BjLAS yaitu PT. NS Bluescope Indonesia, PT. Sunrise Steel, PT. Saranacentral Bajatama, PT.
Java Pasific, dan PT. Tata Logam memiliki kemampuan Supply : 1.275.000 Ton / Tahun (190.000
Ton / Tahun untuk group perusahaan)
Kapasitas dan Utilisasi
a. PT. NS Bluescope Indonesia : 300.000 Ton / Tahun (20.000 Ton / Tahun untuk group
perusahaan)
b. PT. Sunrise Steel : 400.000 Ton / Tahun (100.000 Ton / Tahun untuk group perusahaan)
c. PT. Saranacentral Bajatama : 150.000 Ton / Tahun
d. PT. Java Pasific : 200.000 Ton / Tahun
e. PT. Tata Metal : 225.000 Ton / Tahun (70.000 Ton / Tahun untuk group perusahaan)
2. Kebutuhan industri hilir (roll former) : 1.500.000 Ton / Tahun
a. ARFI : 800.000 Ton / Tahun – 190.000 Ton / Tahun : 610.000 Ton / Tahun
b. ASBARINDO : 200.000 Ton / Tahun
c. APBRI : 500.000 Ton / Tahun
3. Industri BjLAS (IZASI) akan menjamin :
a. Ketersediaan BjLAS dengan tebal BMT 0,2 mm – 1,2 mm. Grade sesuai dengan SNI (300, 450
dan 550).
b. Ketersediaan BjLAS AZ 70, AZ 100, AZ 150, AZ 200 (sesuai SNI 4096:2019).
c. Delivery time akan tertuang dalam perjanjian kerjasama masing-masing perusahaan.
4. Industri Roll Former akan :
a. Menyerap penggunaan bahan baku produsen dalam negeri sesuai dengan SNI

B. Isu-isu penanganan importasi dan non-tariff barrier


1. Tidak dilakukan impor produk baja paduan (untuk keperluan konstruksi) dan baja lembaran dengan
BMT di bawah 0,2 mm
2. SNI produk BjLAS / BjLS warna serta produk hilir (baja ringan) agar diwajibkan
3. Impor produk jadi dalam bentuk pre-fabricated (HS : 7308.90.99; 7216) agar dapat diseleksi lebih
ketat oleh Kementerian Perindustri c.q Direktorat Industri Logam, Ditjen ILMATE

C. Pertemuan rutin
1. Antara Kementerian Perindustrian, IISIA, IZASI, ARFI, ASBARINDO, APBRI setiap 3 (tiga) bulan (sesuai
kebutuhan)

D. Apabila supply BjLAS dalam negeri dirasakan kurang, maka Kementerian Perindustrian akan
membuka kebijakan impor sesuai spesifikasi yang dimaksud.

Menyepakati,

Direktorat Industri Logam KADI Dit. Bina Kelembagaan dan SDJK


Kementerian Perindustrian Kementerian PUPR

Dini Hanggandari Bachrul Chairi Yolanda

IISIA IZASI ARFI

Silmy Karim Maharany Putri Nicholas Kesuma

APBRI ASBARINDO

Benny Lau Bambang Irawan

Anda mungkin juga menyukai