Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk
mempertahankan hidup serta untuk memperoleh kesejahteraan dan kenyamanan.
Kebutuhan terdiri dari tiga jenis yaitu, kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan
kebutuhan tersier. Kebutuhan primer adalah kebutuhan utama atau kebutuhan pokok
yang pertama harus dipenuhi untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia.
Kebutuhan manusia yang terus meningkat menyebabkan ilmu pengetahuan dan
teknologi juga semakin meningkat. Kebutuhan pokok manusia adalah sandang, pangan
dan papan. Sandang adalah pakaian yang diperlukan oleh manusia sebagai makhluk
berbudaya. Pangan adalah kebutuhan yang paling utama bagi manusia. Papan adalah
kebutuhan manusia untuk membuat tempat tinggal.
Kebutuhan primer papan yang berupa rumah awalnya hanya untuk bertahan
diri. Namun lama kelamaan berubah menjadi tempat tinggal keluarga. Rumah adalah
sebuah bangunan yang dijadikan manusia sebagai tempat tinggal dalam kurun waktu
tertentu. Rumah merupakan asset terpenting dalam kehidupan manusia. Rumah
memiliki peran penting bagi kehidupan manusia khususnya bagi mereka yang telah
berkeluarga. Rumah dijadikan tempat untuk berlindung dari keadaan alam yang tidak
dapat diprekdisikan serta untuk membina keluarga yang lebih baik. Rumah mengacu
pada konsep sosial kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal,
seperti keluarga, hidup, makan, tidur, beraktivitas, dan sebagainya. Karena itu
kebutuhan akan memperindah rumah semakin meningkat. Berdasarkan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Thaun 2015-2019 tersebut telah ditetapkan
baseline backlog (kepenghunian) rumah di Indonesia pada tahun 2014 adalah sebear
7,6 juta. Konsep menghuni dalam perhitungan backlog tersebut mempresentasikan
bahwa setiap keluarga tidak diwajibkan untuk memiliki rumah, tetapi pemerintah
memfasilitasi/mendorong agar setiap keluarga, terutama yang tergolong Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) bisa menghuni rumah yang layak, baik dengan cara
sewa/kontrak, beli/menghuni rumah milik sendiri, maupun tinggal di rumah milik
kerabat/keluarga selama terjamin kepastian bermukimnya (secure tenure).

1
Usaha untuk memiliki sebuah rumah membutuhkan upaya yang begitu berat,
terutama untuk masyarakat yang hidup di kawasan perkotaan. Dengan kawasan wilayah
yang begitu padat dengan penduduk, sehingga tidak mudah untuk menemukan tanah
kosong ataupun rumah yang layak untuk dihuni dengan harga yang terjangkau. Dengan
mempertimbangkan banyak hal, pemerintah telah menyediakan sebuah program untuk
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan rumah dengan mengadakan Kepemilikan
Pembiayaan Rumah (KPR). Kepemilikan Pembiayaan Rumah (KPR) adalah suatu
fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang
akan membeli atau memperbaiki rumah. KPR dibagi menjadi dua jenis yaitu KPR
Subsidi dan KPR Non Subsidi. KPR Subsidi yaitu suatu kredit yang diperuntukan
kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dalam rangka memenuhi
kebutuhan perumahan atau perbaikan rumah yang telah dimiliki. KPR Non Subsidi
yaitu suatu KPR yang diperuntukan bagi seluruh masyarakat.
KPR diterbitkan pertama kali oleh Perbankan konvenional, namun dengan
seiring dengan bertambahnya waktu serta perubahan zaman, perbankan syariah mulai
memakai sistem KPR syariah (KPRS). Dengan adanya KPR konvensional dan KPR
syariah, maka masyarakat diberi dua pilihan untuk membandingkan mana kredit yang
meringankan bagi mereka. KPR konvensional menetapkan transaksi jual beli dengan
syarat dan ketentuan yang ditetapkan bank pemberi kredit. Jumlah yang dilunasi, selain
harga rumah, juga terhitung bunga pinjaman. KPR konvensional mengenakan bunga
cicilan yang menyesuaikan dengan suku bunga saat itu. Umumnya KPR konvensional
mengalami besaran suku bunga yang fluktuatif. Pembayaran angsuran dengan jumlah
yang sama hanya berlaku untuk satu hingga tiga tahun saja. Bisa juga angsuran flat
selama masa angsuran dengan menggunakan sistem perhitungan bunga campuran.
KPR syariah dapat berupa pembiayaan jangka pendek, menengah, atau panjang
guna membiayai pembelian rumah tinggal, baik baru ataupun bekas dengan prinsip
akad murabahah atau akad lainnya. KPR syariah memiliki beberapa jenis akad yaitu
murabahah (jual-beli), musyarakah mutanaqisah (kepemilikan bertahap), ijarah (sewa),
dan ijarah muntahua bittamlik (sewa-beli). Setiap jenis akad pada KPR syariah tentu
memiliki ketentuan yang bisa dipilih sesuai kebutuhan. Diantara beberapa jenis akad
KPR syariah, akad atau perjanjian yang umumnya digunakan adalah akad murabahah
yaitu akad jual beli antara bank dan nasabah. Dalam hal ini bank membeli barang yang
dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah sebesar harga pokok ditambah keuntungan
yang sudah disepakati bersama. Besaran suku bunga pada KPR syariah tidak berubah
2
sejak penandatanganan akad kredit. Hal inilah yang membuat jumlah angsuran pada
jenis KPR ini selalu flat dari awal hingga akhir.
Penalti diartikan sebagai hukuman atau denda akibat kelalaian terhadap suatu
peraturan yang berlaku. Pada KPR konvensional, penalti akan diberlakukan bagi
nasabah yang ingin melunasi KPR sebelum masa angsuran selesai. Sistem penalty
berupa kewajiban untuk membayar uang dalam nominal tertentu. Hal tersebut tidak
akan terjadi dalam proses KPR syariah. Harga rumah KPR sudah ditetapkan sejak awal
perjanjian jual-beli sehingga pelunasan KPR sebelum masa angsur selesai adalah hal
yang wajar. Nasabah tidak diharuskan membayar sejumlah penalti kepada pihak bank.
Berbeda dengan skema KPR menggunakan perbankan yang lazim dilakukan di
Indonesia dan di negara lainnya, KPR Syariah tanpa bank muncul sebagai alternatif
yang relatif baru bagi para calon pembeli rumah. KPR syariah tanpa bank dengan kredit
dalam pembelian rumah, dalam praktikanya pembeli langsung membayar kredit pada
developer. KPR syariah tanpa bank tentunya berbeda dengan KPR biasa dengan bank.
KPR syariah tanpa bank dipercayai lebih memudahkan para konsumen dalam hal
administratif yang sering kali membebani para konsumen. KPR syariah tanpa bank
dianggap memiliki fleksibilitas tinggi karena memiliki berbagai fitur yaitu tidak ada BI
checking, tidak memerlukan slip gaji atau SK sehingga cocok untuk para pengusaha
non formal seperti para pedagang, tanpa sita, tanpa denda, tnpa riba. Beberapa fitur
tersebut menjadi andalan para pengembang yang mereka sampaikan dalam promosi
media sosial.
Menurut Pasal 21 ayat (11) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
pemberian bunga.
Developer adalah instansi perorangan atau perusahaan yang membuat sebuah
perumahan. Pada Pasal 5 ayat 1 Peraturan Pemerintah Dalam Negeri No 5 Tahun 1974,
perusahaan pembangunan perumahan adalah suatu perusahaan yang berusaha dalam
bidang pembangunan perumahan dari berbagai jenis dalam jumlah yang besar diatas
suatu kesatuan lingkungan pemukiman yang dilengkapi dengan berbagai prasarana
lingkungan dan fasilitas sosial yang diperlukan oleh masyarakat penghuninya.
Developer dibagi menjadi dua, yaitu developer perumahan biasa dan developer
3
perumahan bersubsidi yang berarti developer yang menerima bantuan subsidi dalam
arti perumahan yang diberikan terjangkau dan dikhususkan bagi kalangan menengah
ke bawah. Keberadaan developer perumahan bersubsidi dilakukan pemerintah dalam
rangka pemerataan pembangunan sosial agar setiap strata kalangan masyarakat dapat
menikmati dan berkesempatan memiliki tempat tinggal. PT. Ahsana Property Syariah
merupakan developer yang bergerak di bidang syariah dengan menciptakan arus
property syariah di Indonesia tanpa keterlibatan Bank, tanpa perhitungan Riba, dan
terjaga dari akad bermasalah.
Akad musyarakah mutanaqisah ini tertulis dalam Fatwa Dewan Syari'ah
Nasional Majelis Ulama Islam No 73/DSN-MUI/XI/2008, setelah menimbang bahwa
pembiayaan musyarakah memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan keadilan, baik
dalam berbagai keuntungan maupun resiko kerugian, sehingga dapat menjadi alternatif
dalam proses kepemilikan asset (barang) atau modal, bahwa kepemilikan asset (barang)
atau modal yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan akad musyarakah
mutanaqisah. Musyarakah mutanaqisah adalah musyarakah atau syirkah yang
kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan
pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Syarik adalah mitra yaitu pihak yang
melakukan akad syirkan (musyarakah).
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan mengenai mekanisme jual beli
yang tidak melanggar syariah, karena sebagian besar keuntungan berdasarkan
kesepakatan dan unsur-unsur perjanjian yang telah ditetapkan dalam islam telah
terpenuhi. Penelitian ini membantu penulis untuk melihat sebagian besar proses
pembelian rumah menggunakan akad pembiayaan kredit. Sehingga dapat dijadikan
bahan pertimbangan untuk menilai kesesuaian dengan aturan syariah yang berlaku.
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang menjadi persamaan yaitu penelitian
Winda Annisa Cahya Kurniawati adalah mengenai pengambilan rumah dengan sistem
kredit, namun perbedaannya adalah penelitian Winda Annisa Cahya Kurniawati
mengacu pada pengaruh lokasi dan harga dalam pengambilan kredit kepemilikan rumah
syariah. Selanjutnya ada penelitian Anugerah Sahvitri yang menjadi persamaan yaitu
mengenai pembiayaan KPR syariah dan yang membedakan yaitu pada penelitiannya
lebih kepada nasabah yang memiliki penghasilan rendah. Untuk penelitian Rofi' Nesti
Rahayu memiliki persamaan yaitu fokus terhadap pembiayaan kredit KPR namun yang
menjadi perbedaan yaitu penelitian Rofi' Nesti Rahayu fokus pada dua jenis perumahan
(perumahan syariah dan perumahan konvensional).
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan akad musyarakah mutanaqisah pada pembiayaan tunai dan
kredit Kepemilikan Pembiayaan Rumah Syariah (KPRS)?
2. Bagaimana penerapan pembiayaan tunai pada Kepemilikan Pembiayaan Rumah
Syariah (KPRS)?
3. Bagaimana penerapan pembiayaan kredit pada Kepemilikan Pembiayaan Rumah
Syariah (KPRS)?
4. Bagaimana perbedaan penerapan pembiayaan tunai dan kredit pada Kepemilikan
Pembiayaan Rumah Syariah (KPRS)?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui penerapan akad musyarakah mutanaqisah pada Kepemilikan
Pembiayaan Rumah Syariah (KPRS).
2. Untuk mengetahui penerapan pembiayaan tunai pada Kepemilikan Pembiayaan
Rumah Syariah (KPRS).
3. Untuk mengetahui proses pembiayaan kredit pada Kepemilikan Pembiayaan
Rumah Syariah (KPRS).
4. Untuk mengetahui perbedaan pembiayaan tunai dan kredit pada Kepemilikan
Pembiayaan Rumah Syariah (KPRS).

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi mengenai analisis pembelian perumahan secara tunai dan
kredit.
2. Dapat menjadi pertimbangan bagi para pembaca dalam menentukan pembelian
rumah secara tunai dan kredit.
3. Diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pembelian rumah secara
konvensional maupun syariah.
4. Sebagai bahan pertimbangan pembelian rumah dengan bank atau tanpa bank.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Pengertian Akad
Akad berasal dari Bahasa Arab yaitu al-'aqd yang secara etimologi
berarti mengikat , Sambungan, Janji. Kata 'aqdu, terjadi dua perjanjian atau
lebih, yaitu bila seseorang berjanji kemudian ada orang lain yang menerima
janji itu serta menyatakan janji yang berhubungan dengan janji yang
pertama, maka terjadilah perikatan dua buah janji ('ahdu) dari dua orang
yang mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain disebut
perikatan ('Aqad).
Adapun rukun-rukun akad ialah 'Aqid, Ma'qud 'alaih, Maudhu' al
'aqd, Shigat al 'aqd yaitu ijab dan qabul. Shigat al-'Aqd haruslah jelas dan
pengertiannya tepat. Sesuai antara ijab dan qabul, menunjukkan
kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang bersangkutan. Syarat
terjadinya aka dada dua macam yang didasarkan pada sifat yaitu, secara
umum syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad dan
secara khusus syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad.
Mahall al-'Aqd yaitu sesuatu yang menjadi objek akad serta
mempunyai akibat hukum. Bentuk objek akad dapat berupa benda berwujud
seperti mobil dan rumah, serta dapat pula berbentuk benda tidak berwujud
seperti manfaat. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mahall al-'Aqd
yaitu :
a. Objek akad harus ada ketika akad dilakukan
b. Objek akad yang dibenarkan syariah
c. Objek akad harusjelas dan dikenali
d. Objek akad harus dapat diserah terimakan.1

1
Novy Indrayani Sitepu, "Pengetahuan Masyarakat Banda Aceh Mengenai Akad Tabarru' dan Tijarah",
Tinjauan Fiqh Muamalah, hlm.90-91

6
2. Musyarakah Mutanaqishah
Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) adalah salah satu produk
pengembangan dari produk berbasis akad Musyarakah. Musyarakah
Mutanaqishah dapat diaplikasikan sebagai suatu produk pembiayaan
perbankan syariah berdasarkan prinsip syirka 'inan, dimana porsi modal
(hishshah) salah satu syarik (mitra) yaitu bank berkurang disebabkan oleh
pembelian atau pengalihan komersial secara bertahap (naqlul hishshah bil
'iwadh mutanaqishah) kepada syarik (mitra) yang lain yaitu nasabah.2
Musyarakah Mutanaqishah adalah Musyarakah atau Syirkah yang
kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang
disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Syarik adalah
mitra, yakni pihak yang melakukan akad syirkah (musyarakah). Hishshah
adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah yang bersifat
musya'. Musya' adalah porsi atau bagian syari' dalam kekayaan musyarakah
(milik bersama) secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya
secara fisik.3
Produk Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) telah diterapkan oleh
beberapa Bank Syariah yang meliputi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit
Usaha Syariah (UUS) dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat untuk
memiliki suatu asset tertentu melalui pembiayaan berbasis kemitraan bagi
hasil antara pihak Nasabah dan Bank yang pada akhir perjanjian seluruh
asset yang dibiayai tersebut menjadi milik nasabah. Pengalihan kepemilikan
asset tersebut melalui cara nasabah mengambil alih porsi modal (hishshah)
dari bank secara angsuran berdasarkan suatu metode pembayaran tertentu
selama jangka waktu kontrak yang telah disepakati bersama. Produk
Musyarakah Mutanaqishah dapat dilakukan untuk tujuan pembiayaan
kepemilikan asset seperti rumah maupun kendaraan baik baru maupun lama.
Struktur produk berbasis akad Musyarakah Mutanaqishah dibuat secara
multiakad (hybrid) yang selain akad Musyarakah terdiri atas akad Ijarah
(leasing). Ijarah mawsufah fi zimmah (advance/forward lease), bai al
musawamah (penjualan) ataupun akad istishna' (manufaktur).

2
Ahmad Buchori, Standar Produk Perbankan Syariah Musyarakah dan Musyarakah Mutanaqishah, Jakarta :
Otoritas Jasa Keuangan, 2016, hlm. 114
3
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No 73/DSN-MUI/XI/2008, hlm.4-5

7
Dalam rangka implementasi produk pembiayaan berbasis akad
Musyarakah Mutanaqishah yang memenuhi prinsip, ketentuan dan standar
syariah. Diperlukan suatu kerangka standar operasional produk yang
komprehensif dan konsisten sejalan dengan prinsip syariah termasuk dan
tidak terbatas pada standar akad/kontrak perjanjian, standar manajemen
resiko dan standar umum.
Produk Musyarakah Mutanaqishah dapat diaplikasikan dalam
bentuk pembiayaan yang bersifat produktif maupun konsumtif. Jenis
pembiayaan ini dapat diaplikasikan pada pembiayaan kendaraan (KKB),
maupun pembiayaan property atau rumah (KPR).4

3. Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqishah


Akad Musyarakah Mutanaqishah bersandar pada dua akad lainnya,
yaitu akad Musyarakah dan akad Ijarah. Dasar hukum dari akad
Musyarakah, Ijarah, dan Musyarakah Mutanaqishah sebagai akad
muamalah yang diperbolehkan oleh syariat islam dan diatur dalam Al-
Qur'an dan Hadits.
a. Dasar Hukum Musyarakah
1) QS. Ash-Shad ayat 24, yang berbunyi :

‫ِى‬
ۡ ‫ۡغ‬‫ء َليَب‬ ‫لـطَا‬
ِٓ َُ ۡ َ
‫الخ‬ ‫ِن‬‫ًا م‬
‫ۡر‬ ‫َث‬
‫ِي‬ ‫َّ ك‬
‫ِن‬ ‫َا‬
‫و‬
َ
‫ين‬ِۡ َّ ‫َِّل‬
‫الذ‬ َّ‫ض ا‬
ٍۡ‫بع‬ ٰ‫ۡ ع‬
َ ‫َلى‬ ُُ
‫هم‬‫ۡض‬ َ
‫بع‬
‫ما‬َّ ٌ ‫ِي‬
‫ۡل‬ َ‫ٰتِ و‬
‫َقل‬ ‫ِح‬‫ّٰل‬
‫لوا الص‬ُِ
‫َم‬‫َع‬
‫ۡاو‬‫ُو‬
‫من‬ َٰ
‫ا‬
‫هم‬
ۡ ُ
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang bersyarikat itu
sebagian dari mereka berbuat dzalim kepada sebagian lain, kecuali

4
Ahmad Buchori, Standar Produk Perbanka Syariah Musyarakah dan Musyarakah Mutanaqishah, Jakarta :
Otoritas Jasa Keuangan, 2016, hlm. 114-115

8
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan amat
sedikitlah mereka ini…"5
Ayat tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar orang yang
bekerjasama dalam harta, biasanya saling menyalahi satu sama lain
(dzalim). Kecuali mereka orang-orang yang beriman dan beramal
saleh, namun jumlah mereka sedikit sekali. Dalam ayat tersebut
memberi pesan bahwa dalam kerjasama dalam bentuk apapun
haruslah bersikap adil dan berlandaskan syariat islam.
2) QS. Al-Maidah ayat 1, yang berbunyi :

‫ُو‬
‫ۡا‬ ‫َو‬
‫ۡف‬ ‫ا‬ ُٰۤ
‫ۡا‬
‫و‬ ‫من‬َٰ
‫ا‬ َ
‫ين‬ِۡ َّ
‫الذ‬ ‫َا‬
‫يه‬َُّ ٰ
‫ٰۤـا‬
‫ي‬
ِ‫ُو‬
‫ۡد‬ ‫ُق‬ ۡ ‫ب‬
‫ِالع‬
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu…"6
Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia haruslah
menepati akad yang mereka lakukan. Ayat ini memiliki hubungan
erat dengan ayat sebelumnya, yakni ketika manusia melakukan
kerjasama dengan yang lain maka haruslah mereka memenuhi akad
yang telah mereka sepakati agar tidak terjadi kedzaliman antara satu
dengan yang lain, namun harus tetap dalam syariat islam.
3) Hadist riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW
berkata :

َّ َّ
َ‫اَلل‬ ‫َ إ‬
‫ِن‬ ‫ه َقال‬ ‫َع‬
َُ ‫َف‬
‫َة ر‬ َ‫ير‬َْ
‫هر‬ُ ‫ْ أبي‬ ‫َن‬
‫ع‬
‫ُ الشَّر‬
ِ‫ِيكَيْن‬ ‫لث‬ِ‫َا‬ ‫نا ث‬ََ ‫ُول‬
‫ أ‬: ُ َ
‫يق‬
‫َا‬ ‫إذ‬ َ
‫ف‬ ‫ه‬
ُ َ
‫ِب‬‫َاح‬
‫ص‬ ‫َا‬‫م‬‫ه‬ُ‫د‬ُ‫ح‬
َ َ
‫ْ أ‬‫ُن‬ َ ْ
‫يخ‬ َ ‫م‬
‫َالم‬
ِ
.‫َا‬‫ِه‬
‫ِم‬ ‫ْ ب‬
‫َيْن‬ ‫ِن‬‫ُ م‬
‫ْت‬ ‫َر‬
‫َج‬ ‫ه خ‬
ُ‫ن‬َ‫َا‬
‫خ‬
5
Al-Qur'an dan Terjemahannya
6
Ibid

9
"Allah SWT berfirman : Aku adalah pihak ketiga dari dua orang
yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak menghianati pihak
yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari
mereka."(HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh Al-Hakim, dari
Abu Hurairah)7
4) Hadist Nabi riwayat Tirmidzi dari 'Amr bin "Auf :

َّ‫َِّل‬
‫إ‬ َ ‫ِم‬
‫ِين‬ ‫ُسْل‬ ْ َ
‫الم‬ ‫ٌ ب‬
‫َيْن‬ ‫ِز‬ ‫ُ ج‬
‫َائ‬ ‫لح‬‫َلص‬
ُّْ ‫ا‬
َّ
‫َل‬ ‫َح‬
‫ْ أ‬‫َو‬
‫َالََّلً أ‬ ‫َّم‬
‫َ ح‬ ‫َر‬‫ًا ح‬‫لح‬ُْ
‫ص‬
َّ‫َِّل‬
‫ْ إ‬
‫ِم‬‫ِه‬
‫ُوِط‬ ََ
‫لى ُشُر‬‫َ ع‬
‫ُون‬‫ِم‬‫ُسْل‬ ْ ‫ًا و‬
‫َالم‬ ‫َام‬ ‫َر‬‫ح‬
‫َّم‬
َ ‫َر‬‫ِْطًا ح‬ ‫ُشَر‬
.‫ًا‬
‫َام‬‫َر‬‫َّ ح‬
‫َل‬ ‫َح‬
‫ْ أ‬ ‫َو‬
‫َالََّلً أ‬
‫ح‬
"Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram, dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram"8

b. Dasar Hukum Ijarah


1) QS. Al-Zukhruf ayat 32

ۡ‫الد‬
‫نيَا‬ ُّ ‫َيٰوة‬
ِ ۡ
‫الح‬ ‫هم‬
ۡ َُ
‫ۡشَت‬
‫ِي‬ َّ
‫ِى‬
‫مع‬‫ف‬
‫ض‬‫بع‬
ٍۡ َ َ
‫ۡق‬‫َو‬
‫ۡف‬ َُ
‫هم‬‫ۡض‬ َ ‫َا‬
‫بع‬ ‫ۡن‬‫َع‬
‫َف‬‫َر‬
‫و‬

7
Fatwa DSN No.73/DSN-MUI/XI/2008,h.1-2.
8
Ibid

10
‫يا‬ ‫ۡر‬
ًِّ ‫ًا سُخ‬
‫ۡض‬ َ ۡ
‫بع‬ ‫هم‬ُُ
‫ۡض‬ َ َ
‫بع‬ ‫َّخِذ‬ ‫ٰتٍ ل‬
‫ِيَـت‬ ‫َج‬‫َر‬
‫د‬
َ‫ِك‬
‫َب‬‫ُ ر‬
‫مت‬َۡ
‫َح‬‫َر‬
‫و‬
َ
‫ۡ ن‬
‫ُو‬‫مع‬
َۡ
‫يج‬ َّ‫ٌ م‬
َ ‫ِما‬ ‫ۡر‬‫َي‬
‫خ‬
"Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami
telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas
sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih
baik dari apa yang mereka kumpulkan."9
2) QS. Al-Baqarah ayat 233

‫َا‬
‫ِم‬ ّٰ َّ
‫اَللَ ب‬ ‫َن‬
‫ۡا ا‬
‫و‬
ٓ‫م‬ َۡ
ُ‫ل‬‫َاع‬ ّٰ ‫ُوا‬
‫اَللَ و‬ َّ ‫و‬
‫َاتق‬
‫ِي‬
ۡ ‫بص‬َ َ
‫ۡن‬ ُ‫م‬
‫لو‬ َۡ َ
‫تع‬
"…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. Bertaqwalah kepada Allah dan ketauhilah bahwa Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan."10

3) QS. Al-Qashash ayat 26

َّ
‫ِن‬ ‫ا‬ ‫ه‬
ُۡ ‫َا‬
‫ْجِر‬ ‫َب‬
‫َتِ اسْت‬‫يا‬ٰ ‫َا‬
ٰۤ ‫ہم‬
ُ‫دٮ‬ ٰۡ
‫ِح‬‫ۡ ا‬ َ ‫َق‬
‫الت‬
‫َـا‬
ْ ‫َنِ اسۡت‬
‫َ م‬ ‫َي‬
‫ۡر‬ ‫خ‬
ُ
‫ۡن‬ ‫اَّلَم‬
‫ِي‬ ‫َو‬
ۡ ُّ‫ِى‬ ‫َ اۡلق‬
‫ۡت‬‫َر‬
‫ج‬

9
Al-Qur'an dan Terjemahannya
10
Ibid

11
"Salah seorang dari keuda wanita itu berkata 'Hai ayahku! Ambillah
ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita)
adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya."11
4) Hadist riwayat Abu Daud dari Sa'ad Ibn Abi Waqqash, ia berkata :
"Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil
pertaniannya, maka Rasulullah melarang kami melakukan hal
tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan
emas atau perak."
c. Pendapat Ulama tentang Musyarakah Mutanaqishah
1) Ibnu Qudamah, al-Mughni, (Bayrut: Dar al-Fikr), juz 5, halaman
173
"Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi
(bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh,
karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak lain.”
2) Ibn Abidin dalam kitab Raddul Mukhtar juz III, halaman 365
”Apabila salah satu dari dua orang yang bermitra (syarik) dalam
(kepemilikan) suatu bangunan menjual porsi (hishshah)-nya kepada
pihak lain, maka hukumnya tidak boleh, sedangkan jika menjual
porsinya tersebut kepada syarik-nya, maka hukumnya boleh."
3) Kaidah fiqh :
"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkannya."12
Adapun landasan hukum selain Al-Qur'an dan Hadist Nabi yang
dibuat oleh pemerintah untuk mengatur segala transaksi yang menggunakan
akad Musyarakah, Ijarah dan Musyarakah Mutanaqishah :
a. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.08/DSN-
MUI/IV/2000 (Pembiayaan Musyarakah)
b. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.09/DSN-
MUI/IV/2000 (Pembiayaan Ijarah)

11
Al-Qur'an dan Terjemahannya
12
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No 73/DSN-MUI/XI/2008, hlm.1-2

12
c. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 73/DSN-
MUI/XII/2008 (Musyarakah Mutanaqishah)
d. Keputusan Dewan Syariah Nasional No.01/DSN-MUI/X/2013
(Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqishah dalam produk
pembiayaan)
e. Pernyataan Kesesuaian Syariah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia No.U-257/DSN-MUI/VIII/2014 (Penjelasan butir 6 huruf a
dalam Keputusan DSN No. 01/DSN-MUI/X/2013 tentang Pedoman
Implementasi Musyarakah Mutanaqishah dalam produk pembiayaan)
f. Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK) Nomor 106 (Akuntansi
Musyarakah)
g. Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK) Nomor 107 (Akuntansi Ijarah)13

4. Rukun dan Syarat Musyarakah Mutanaqishah


Dalam akad Musyarakah Mutanaqishah, kerjasama dilaksanakan
dengan cara dari masing-masing pihak memberikan kontribusi danna
dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan porsinya. Dana
tersebut meliputi kas atau asset. Demikian rukun dan syarat demi
terciptanya akad Musyarakah Mutanaqishah :
a. Para pihak (al-'aqidain)
Dalam akad Musyarakah Mutanaqishah (MMQ), para pihak juga
disebut syarik atau pihak yang melakukan akad syirkah (musyarakah).
Adapun syarat khususnya yaitu para pihak dalam keadaan dewasa dan
mampu melaksanakan perjanjian, sebab ini adalah perjanjian dalam
skala besar.

b. Pernyataan Kehendak (shigatul-'aqd)


Secara khusus, pernyataan kehendak Musyarakah Mutanaqishah
disyaratkan menemukan kesepakatan yang intinya adalah :

13
Ahmad Buchori, Standar Produk Perbanka Syariah Musyarakah dan Musyarakah Mutanaqishah, Jakarta :
Otoritas Jasa Keuangan, 2016, hlm. 117-118

13
1) Pihak pertama rela menjual seluruh hishshah-nya (porsi) kepada
pihak kedua
2) Pihak kedua sanggup membeli seluruh hishshah dari pihak pertama
c. Objek Akad (mahall al-'aqd)
Dalam kegiatan usaha Musyarakah Mutanashiqah (MMQ),
objek akad dapat disebut dengan asset. Demiikian syarat khusus yang
harus dipenuhi berkaitan objek akad Musyarakah Mutanaqishah :
1) Rincian kriteria dan spesifikasi harus jelas
2) Waktu ketersediaan harus dinyatakan dan disepakati
d. Tujuan Akad (maudhu' al-'aqd)
Merupakan dasar perikatan para pihak sekaligus sumber
kekuatan mengikat bagi tindakan hukum bersangkutan. Demikian syarat
khusus rukun tujuan dari akad Musyarakah Mutanaqishah :
1) Kesepakatan untuk membeli modal yang dilakukan secara angsur
2) Kesepakatan untuk melakukan prestasi tertentu karena harta yang
dijadikan modal dalam syirkah harus menghasilkan keuntungan
3) Kesepakatan untuk memindahkan kepemilikan modal14

e. Bentuk Musyarakah Mutanaqishah


Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) adalah produk pembiayaan
perbankan syariah berdasarkan prinsip syirkah 'inan, dimana porsis
(hishshah) modal salah satu syarik (Bank) berkurang disebabkan oleh
pembelian atau pengalihan komersial secara bertahap (naqlul hishshah
bil 'iwadh mutanaqishah) kepada syarik yang lain (Nasabah).
Musyarakah Mutanaqishah telah diterapkan oleh beberapa Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam rangka memberika
permbiayaan kemitranan bagi hasil kepada masyarakat untuk memiliki
suatu asset tertentu yang pada akhir perjanjian seluruh asset yang
dibiayai tersebut menjadi milik nasabah. Cara yang dilakukan bank dan
nasabah dalam memindahkan hak milik asset sepenuhnya kepada
nasabah adalah dengan pengambil-alihan (pembelian) porsi modal
(hishshah) dari bank oleh nasabah secara angsuran elama periose waktu

14
Tobibatussaadah,”Telaah Kritis Akad MUsyarakah Mutanaqisah", NIZHAM. Vol. 06 No.02, 2018, hlm. 4-5

14
tertentu berdasarkan kesepakatan di awal akad. Dengan pengambil-
alihan (pembelian) porsi modal (hishshah) tersebut, modal bank atas
asset bersama akan menurun dari masa ke masa sampai pada akhirnya
habis, sehingga pada akhir masa (akad), asset bersama tersebut akan
menjadi hak milik nasabah sepenuhnya. Oleh karena itu, akad kerjasama
atau kemitraan cabang dari syirkah 'inan ini disebut musyarakah
mutanaqishah (diminishing musharakah). Asset yang dibiayai oleh bank
dan nasabah dengan akad Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) biasanya
rumah tinggal, sumah susun (rusun), rumah toko (ruko), rumah kantor
(rukan), apartemen, kondominium, dan kendaraan baik baru maupun
lama.
Struktur akad Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) dirancang
secara multiakad, yang terdiri dari akad ijarah (leasing), ijarah
mawsufah fi zimmah (advance/forward lease), ba'I al-musawamah
(penjualan). Akad Musyarakah Mutanaqishah mengharuskan adanya
bagi hasil antara para pihak yang berserikat. Bagi hasil antara bank dan
nasabah dalam pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah diperoleh dari
keuntungan penggunaan asset bersama secara komersial, misalnya bank
dan nasabah menggunakan asset mereka untuk kegiatan sewa
menyewa/disewakan (ijarah), sehingga keuntungan dari penyewaan
asset tersebut dapat dibagi dua antara bank dan nasabah. Oleh karena
itu, tujuan dari dilaksanakannya akad Musyarakah Mutanaqishah ada
dua, yaitu kepemilikan asset secara bersama dan penyewaan asset untuk
memperoleh keuntungan. Tujuan akad Musyarakah Mutanaqishah
tersebut harus dinyatakan dengan jelas dalam perjanjian (kontrak) akad
Musyarakah Mutanaqishah. Pada praktiknya, bank dan nasabah
bertindak sebagai penyerta modal (shohibul maal) dan pemilik asset
yang akan disewakan, namun nasabah dapat pula bertindak sebagai
penyewa dari asset yang dimiliki bersama tersebut.

15
Nasabah dapat menggunakan bagi hasil yang menjadi haknya
sebagai pembayaran kepada bank untuk membeli atau mengalihkan
hishshah (porsi) bank atas asset yang dimiliki bersama.15

f. Pembiayaan
Dalam arti luas pembiayaan adalah financing (pembelanjaan),
yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang
telah direncanakan baik dilakukan sendiri atau dijadikan oleh orang lain.
Dalam arti sempit pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan
yang dilakukan lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada
nasabah.
Secara bahasa, pembiayaan berasal dari kata biaya yaitu uang
yang dikeluarkan untuk mengadakan, mendirikan, melakukan sesuatu.
Dan secara istilah pengertian dari beberapa pendapat manurut Syafi'I
Antonio pembiayaan adalah pemberian penyediaan fasilitas dana untuk
memenuhi kebutuhan yang merupakan deficit unit.
Menurut Veithzal Rifa'I dan Arviyan Arifin istilah pembiayaan
pada intinya berarti I Believe, I Trust, "saya percaya atau saya menaruh
kepercayaan". Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust),
berarti lembaga pembiayaan selaku Shahibul mal menaruh kepercayaan
kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan.
Pembiayaan pada dasarnya diberikan atas dasar kepercayaan. Dengan
demikian, pemberian pembiayaan adalah pemberian kepercayaan. Hal
ini berarti prestasi yang diberikan benar-benar harus diyakini dapat
dikembalikan oleh penerima pembiayaan sesuai waktu dan syarat-syarat
yang telah disepakati bersama.
Adapun menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan
bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

15
Ahmad Buchori, Standar Produk Perbanka Syariah Musyarakah dan Musyarakah Mutanaqishah, Jakarta :
Otoritas Jasa Keuangan, 2016, hlm. 159-160

16
yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembiayaan adalah sebuah fasilitas dana atau pinjaman untuk nasabah
yang mengajukan pembiayaan dengan kesepakatan antara Bank Syariah
atau lembaga lain dengan pihak kedua (nasabah) yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.16

g. Kepemilikan Pembiayaan Rumah Syariah


Kepemilikan Pembiayaan Rumah Syariah (KPRS) merupakan
skema KPR menggunakan transaksi yang sesuai dengan syariah islam.
Di lingkup masyarakat, Kepemilikan Pembiayaan Rumah (KPR) identik
dengan perbankan yang padahal tidak hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan intermediary perbankan, namun dapat juga menggunakan
koperasi atau lembaga keuangan lainnya. Kepemilikan Pembiayaan
Rumah Syariah (KPRS) pada dasarnya mengikuti prinsip-prinsip bagi
hasil dan bagi rugi (risk sharing and profit sharing) dan penerimaan
serta pembayaran bunga atas pinjaman tidak dapat dikatakan sesuai
syariah. Dengan demikian, Kepemilikan Pembiayaan Rumah Syariah
(KPRS) yang umum dilakukan adalah menggunakan perantara
perbankan syariah yang menggunakan paling tidak dua kontrak yaitu
kontrak jual beli (murabahab) dan kontrak sewa beli (ijarah).
1. Penelitian KPR Syariah terdahulu
Menurut penelitian mengenai Kepemilikan Pembiayaan
Rumah Syariah (KPRS) tanpa bank relatif masih sedikit. Adapun
studi mengenai Kepemilikan Pembiayaan Syariah (KPRS) yang
pernah dilakukan oleh Firmansyah namun masih bersifat deskriptif
(Firmansyah, 2016). Penelitian tersebut masih merupakan studi
literature dan berupa artikel konseptual.

16
Muhammad Rizki Hidayah. Kholil Nawawi. Suyud Arif, "Analisis Implementasi Akad Istishna' Pembiayaan
Rumah", Jurnal Ekonomi Islam, Vol.9, No.1, 2018, hlm. 6

17
Penelitian Kepemilikan Pembiayaan Rumah Syariah (KPRS)
tanpa bank relatif belum ada (masih sedikit). Penelitian mengenai
Kepemilikan Pembiayaan Rumah Syariah (KPRS) telah dilakukan
diberbagai negara namun relatif masih menggunakan perantara
bank.
2. Legalitas KPR Syariah tanpa bank
Aturan baku mengenai praktik KPR Syariah tanpa bank
masih belum ada, para pelaku transaksi ini berpijak pada hukum
islam bahwa transaksi muamalah itu dapat dilakukan asal suka sama
suka dan tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan syariah. Atas
dasar ini, praktik KPR Syariah cukup banyak dilakukan di beberapa
kota di Indonesia meskipun tidak adanya aturan baku yang
mengaturnya. Namun, keterlibatan notaris dalam transaksi KPR
Syariah tapa bank menjadi hal yang sangat penting dan ini dianggap
mencukupi aspek legalitas dalam kegiatan transaksi.
Selain itu, kepercayaan dan komitmen antar pelaku menjadi
kunci utama demi berjalannya transaksi ini. Artinya, developer tidak
ingkar janji dan menyerahkan rumah beserta surat-suratnya ketika
cicilan telah dilunasi pembeli. Begitu pun dengan pembeli bertekad
menjada rumah dan berupaya untuk melunasi utangnya hingga akhir
periode.
3. Mekanisme KPR Syariah tanpa Bank
Skema KPR Syariah tanpa bank dianggap lebih sederhana
dan lebih fleksibel karena tidak melibatkan intermediasi perbankan
atau lembaga keuangan lainnya. Pihak ketiga yang dilibatkan dalam
transaksi adalah notaris yang berperan melegalkan transaksi secara
hukum. 17
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian Shinta Wahyuni (2015), dengan judul "Analisis Pembelian
Rumah Tunai dan Kredit" hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada

17
Egi Arvian Firmansyah. Deru R Indika, "Kredit Pemilikan Rumah Syariah Tanpa Bank", Jurnal Manajemen
Teori dan Terapan, Vol.10, No.3, 2017, hlm. 225-226

18
perbedaan antara pembelian rumah secara tunai maupun kredit,juga tidak ada
perbedaan kualitas rumah dengan pembelian tunai dan kredit.
Penelitian Winda Annisa Cahywa Kurniawati (2017), dengan judul
"Pengaruh Lokasi Perumahan, Harga Perumahan dan Citra Merek Terhadap
Keputusan Nasabah Mengambil Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Syariah"
hasil penelitian ini menyatakan bahwa lokasi, harga dan variabel citra memiliki
pengaruh positif terhadap daya tarik nasabah dalam mengambil KPR Syariah.
Penelitian Rofi' Neti Rahayu (2018), dengan judul "Perbandingan
Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Konvensional dan Kredit Pemilikan
Rumah Syariah" hasil penelitian ini menyatakan bahwa pembiayaan kredit
kepemilikan rumah konvensional dan syariah memiliki perbedaan pembiayaan
berdasarkan penggunaan perhitungan bunga yang digunakan oleh bank
konvensional maupun syariah .
Penelitian Munadi Idris (2014), dengan judul "Implementasi
Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR) Syariah Studi Kasus Pada Griya Ar-Roya
di Kota Makassar" hasil penelitian ini menyatakan bahwa pembiayaan
pemilikan rumah syariah Griya Ar-Roya telah sesuai dengan syariat serta
pembiayaan pemilikan rumah syariah Griya Ar-Roya juga cukup efektif.

19
BAB III
METODE PENELITAN

A. Metode Penelitian
Metode adalah prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan
tertentu. Istilah lain dari metode yaitu teknik yang diartikan sebagai cara yang spesifik
dalam memecahkan masalah tertentu yang ditemukan dalam melaksanakan prosedur.
Sedangkan penelitian diartikan sebagai suatu proses penyelidikan yang dilakukan
secara aktif, tekun, dan sistematis, dimana tujuannya untuk menemukan,
menginterpretasikan, dan merevisi fakta-fakta. Tujuan dari penelitian yaitu untuk
menemukan atau mendapatkan suatu data untuk keperluan dan tujuan tertentu.
Dalam rangka menyelesaikan penelitian ini, penulis menggunakan satu dari
beberapa jenis metode penelitian untuk memudahkan dalam pengumpulan data serta
dalam penjelasannya. Metode yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada perusahaan yang bergerak di bidang
developer property syariah yaitu PT. Ahsana Property Syariah yang beralamatkan
di Jalan Tropodo, Mergelo, Meri, Magersari, Kota Mojokerto, Jawa Timur 61315.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini mengarah pada penelitian lapangan yang merupakan salah
satu metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang tidak memerlukan
pengetahuan mendalam akan literature yang digunakan dan kemampuan tertentu
dari pihak peneliti. Penelitian lapangan mempelajari secara intensif tentang latar
belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial, individu,
kelompok, lembaga atau masyarakat.
3. Sifat Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang berarti penelitian yang
menggambarkan objek tertentu dan menjelasskan hal-hal yang terkait dengan atau
melukiskan secara sistematis fakta-fakta atau karakteristik populasi tertentu dalam
bidang tertentu secara faktual dan cermat.
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut
Strauss dan Corbin dalam Cresswell, J. (1998:24), yang dimaksud dengan
penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-
penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-
20
prosedur statistic atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Penelitian
kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan
masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan
lain-lain.18

B. Sumber Data
Berdasarkan sumbernya, data penelitian dapat dikelompokkan dalam dua jaenis,
yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti
secara langsung dari sumber data utama. Data primer disebut juga sebagai data asli
atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer,
peneliti harus mengumpulkan data primer antara lain observasi, wawancara, dan
penyebaran kuesioner.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti
dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder
dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku,
laporan, jurnal, dan lain-lain.19

C. Metode Pengumpulan Data


Beberapa metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yaitu :
1. Wawancara
Wawancara merupakan alat rechecking atau pembuktian terhadap informasi
atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan
dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam
(in-depth interview) adalah prosses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambal bertatap muka antara pewawancara dengan
informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedomen
(guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan
sosial yang relative lama.

18
Pupu Saeful Rahmat, "Penelitian Kualitatif", EQUILIBRIUM, Vol.5, No.9, 2009, hlm. 2
19
Enny Radjab dan Andi Jam'an, Metodologi Penelitian Bisnis, (Makassar : Lembaga Perpustakaan dan
Penerbitan Universitas Muhammadiyah Makassar, 2017), hlm. 110-111

21
2. Observasi
Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi ruang (tempat),
pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan.
Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik
perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti
perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek
tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.
3. Dokumen
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk
dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat,
catatan harian, cenderamata, laporan, artefak, foto, dan sebagainya. Sifat utama data
ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti
untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam. Secara detail bahan
dokumenter terbagi menjadi beberapa macam, yaitu otobiografi, surat-surat pribadi,
buku atau catatan harian, memorial, klipping, dokumen pemerintah atau swasta,
data di server dan flashdisk, data tersimpan di website, dan lain-lain.
4. Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) adalah teknik pengumpulan data yang
umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna
sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk
mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskuusi yang
terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan untuk
menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti terhadap fokus masalah
yang sedang diteliti.20

D. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan proses pelacakan serta
pengaturan secara sistematis catatan lapangan yang telah diperoleh dari hasil
wawancara, observasi serta bahan lain agar peneliti dapat melaporkan hasil penelitian.
Analisis data dilakukan secara berkelanjutan, terus menerus dan berulang-ulang.

20
Pupu Saeful Rahmat, "Penelitian Kualitatif", EQUILIBRIUM, Vol.5, No.9, 2009, hlm. 6-7

22
Analisis data yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini yaitu analisis deskriptif.
Analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarka secara umum hingga khusus dalam
penerapan akad musyarakah mutanaqishah pada pembiayaan tunai dan kredit
Kepemilikan Pembiayaan Rumah Syariah (KPRS).21

E. Pengecekan Keabsahan Data


Pengujian validitas dan reliabilitas pada penelitian kualitatif disebut dengan
pemeriksaan keabsahan data. Formulasi pemeriksaan keabsahan data menyangkut
kriteria derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan
(dependability), dan kepastian (confirmability). Dari empat kriteria tersebut,
pendekatan kualitatif memiliki beberapa teknik pemeriksaan data, yaitu :
1. Perpanjangan Keikut-sertaan
Hal ini berarti bahwa peneliti beada pada latar penelitian padakurun waktu
yang dianggap cukup hingga mencapai titik jenuh atas pengumpulan data di
lapangan.
2. Ketekunan Pengamatan
Mengandung makna mencari secara konsisten dengan berbagai cara dalam
kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentative dan menemukan ciri-ciri
dan unsur yang relevan dengan fokus penelitian untuk lebih dicermati.
3. Triangulasi
Teknik yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap temuan data.
4. Pengecekan Sejawat
Mengekspos hasil penelitian kepada sejawat dalam bentuk diskusi untuk
menghasilkan pemahaman yang lebih luas, komprehensif, dan menyeluruh.
5. Kajian Kasus Negative
Dilakukan dengan cara mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai
dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan
sebagai pembanding.
6. Uraian Rinci
Teknik ini berkaitan dengan kriteria keteralihan, yakni peneliti dapat
menuliskan interpretasi data atau laporan temuan sejelas dan secermat mungkin

21
Firman, "Analisa Data dalam Penelitian Kualitatif", diakses dari
http://www.researchgate.net/publication/328675958, pada tanggal 2 September 2019 pukul 10.27

23
sehingga dapat menggambarkan konteks yang sesungguhnya agar pada gilirannya
dapat digunakan pada konteks lain yang sejenis.
7. Auditing
Teknik ini berkaitan dengan kriteria kebergantungan dan kepastian data. Hal
itu dilakukan terhadap proses dan hasil penelitian.22

22
Sumasno Hadi, "Pemeriksaan Keabsahan Data Penelitian Kualitatif Pada Skripsi", Jurnal Ilmu Pendidikan,
No.1, 2016, hlm. 2

24
DAFTAR PUSTAKA

Buchori, Ahmad. 2016. Standar Produk Perbankan Syariah Musyarakah dan Musyarakah
Mutanaqishah. "Jakarta : Otoritas Jasa Keuangan"
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/berita-dan
kegiatan/publikasi/Documents/Pages/Buku-Standar-Produk-Musyarakah-dan
Musyarakah-Mutanaqishah 01 September
Radjab, Enny. Jam'an, Andi. 2017. Metodologi Penelitian Bisnis. "Makassar : Lembaga
Perpustakaan dan Penerbitan Universitas Muhammadiyah Makassar".
https://repository.poliupg.ac.id/325/1/Buku%20MetPen%20Bisnis%20Enny.pdf 01
September
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No 73/DSN-MUI/XI/2008
Firman. "Analisa Data dalam Penelitian Kualitatif".
http://www.researchgate.net/publication/328675958. 02 September
Firmansyah, Egi Arvian. Indika, Deru R. 2017. "Kredit Pemilikan Rumah Syariah Tanpa
Bank". Jurnal Manajemen Teori dan Terapan. Vol.10. No.3. https://e-
journal.unair.ac.id/JMTT/article/download/6541/pdf 26 Agustus
Hadi, Sumasno. 2016. "Pemeriksaan Keabsahan Data Penelitian Kualitatif Pada Skripsi".
Jurnal Ilmu Pendidikan, No.1. https://eprints.unlam.ac.id/1724/1/8721-11553-1-PB.pdf
01 September
Hidayah, Muhammad Rizki. Nawawi, Kholil. Arif, Suyud. 2018. "Analisis Implementasi Akad
Istishna' Pembiayaan Rumah". Jurnal Ekonomi Islam, Vol.9. No.1.
http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei 26 Agustus
Rahmat, Pupu Saeful. 2009. "Penelitian Kualitatif". EQUILIBRIUM. Vol.5. No.9.
http://yusuf.staff.ub.ac.id/files/2012/11/Jurnal-Penelitian-Kualitatif.pdf 01 September
Sitepu, Novy Indrayani. "Pengetahuan Masyarakat Banda Aceh Mengenai Akad Tabarru' dan
Tijarah". http://www.jurnal.uinsu.ac.id/index.php/iblr/article/viewFile/1368/1113. 01
September
Tobibatussaadah. 2018. ”Telaah Kritis Akad MUsyarakah Mutanaqisah". NIZHAM. Vol. 06
No.02.https://ejournal.metrouniv.ac.id/index.php/nizham/article/download/13051103/
01 September

25

Anda mungkin juga menyukai