TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Pada bab ini peneliti akan menguraikan konsep yang berhubungan dengan
2.1.1. Pengertian
observasional (Abdul Mujib, 2014). Modelling berakar dari teori Albert Bandura
(Gantika Komalasari, 2011). Dalam hal ini klien dapat mengamati seseorang yang
tingkah laku sang model. Dalam hal ini konselor dapat bertindak sebagai model
menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung bisa
pula diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain
beserta konsekuensi-konsekuensinya
7
8
mencontoh tingkah laku model- model yang ada. Reaksi- reaksi emosional yang
yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu
mengamati orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi- situasi yang
yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model amat berarti dan orang-
menempati status yang tinggi dan terhormat dimata mereka sebagai pengamat.
perilaku model. Selain itu, Pery dan Furukawa mendefinisikan modelling sebagai
proses belajar observasi, dimana perilaku individu atau kelompok, para model,
bertindak sebagai suatu perangsang gagasan sikap atau perilaku ada orang lain ang
Terdapat dua konsep yang berbeda yang digunakan dalam modellling, yaitu
sesuatu yang oleh si pengamat menimbulkan perasaan takut, namun pada tokoh
yang dilihatnya tidak berakibat apa- apa atau akibatnya bahkan positif.
3. Pengambilan suatu respon dari respon- respon yang diperlihatkan oleh tokoh
oleh model saja, tetapi juga modeling melibatkan penambahan atau pengurangan
adalah suatu strategi yang digunakan untuk membantu seseorang yang mengalami
perilaku yang lebih baik melalui observasi terhadap perilaku yang dimodelkan.
perilaku yang sudah diperoleh dengan cara yang tepat atau pada saat
Nur Salim, 2010). Pada prinsipnya, terapi behavior itu sendiri bertujuan untuk
10
memeroleh perilaku baru, mengeliminasi perilaku lama yang merusak diri dan
perilaku dengan mengamati model yang akan ditiru agar konseli memperkuat
yaitu:
1. Model yang nyata (live model), contohnya konselor yang dijadikan sebagai
model oleh konselinya, atau guru, anggota keluarga atau tokoh lain yang
hidup (live model) diperoleh konseli dari konselor atau orang lain dalam
bentuk tingkah laku yang sesuai, pengaruh sikap, dan nilai-nilai keahlian
akan membawa langsung (live model) baik dalam sikap hangat maupun dingin.
kasus pola asuh orang tua yang otoriter terhadap anak, perilaku agresif,
2. Model simbolik (symbolic model). Adalah tokoh yang dilihat melalui film,
video atau media lainnya. Contohnya seseorang yang menderita neurosis yang
melihat tokoh dalam film dapat mengatasi masalahnya dan kemudian ditirunya.
11
Tujuan dari model simbolik adalah untuk merubah perilaku yang kurang tepat.
video, film atau slide. Symbolik modeling membentuk gambaran orang tentang
realitas sosial diri, dengan cara itu dapat memotret berbagai hubungan manusia
anggota dari suatu kelompok mengubah sikap dan mempelajari suatu sikap
menyimpang lainnya
konsekuensinya.
orang lain yang mendekati obyek atau situasi yangditakuti tanpa mengalami
hukuman.
7. Modeling dapat dilakukan dengan model symbol melalui film dan alat visual
lainnya.
8. Pada konseling kelompok terjadi model ganda karena peserta bebas meniru
modifikasi perilaku
Menurut Woolfolk (dalam bukunya M. Nur Salim), ada empat tahap belajar
sebagai berikut:
yang baru tidak bisa diperoleh kecuali jika perilaku tersebut diperhatikan dan
dipengaruhi berbagai faktor, yaitu faktor ciri-ciri dari perilaku yang diamati
13
dan ciri-ciri dari pengamat. Ciri-ciri perilaku yang memengaruhi atensi adalah
2. Tahap Retensi
model dan penyajian simbolik dari penampilan itu dalam memori jangka
panjang. Jadi untuk dapat meniru perilaku suatu model, seseorang harus
nama, atau bayangan yang kuat dikaitkan dengan kegiatan- kegiatan yang
Karena pada dasarnya, tahap ini terjadi pengkodean perilaku secara simbolik
menjadi kode- kode visual dan verbal serta penyimpanan kode-kode tersebut
3. Tahap Reproduksi
Pada tahap ini model dapat melihat apakah komponenkomponen suatu urutan
perilaku model dengan lancar dan mahir, diperlukan latihan berulang kali dan
umpan balik terhadap aspek- aspek yang salah menghindarkan perilaku keliru
pada saat meniru tindakan suatu model, maka ia akan lebih termotivasi untuk
tingkah laku tertentu, tetapi kalau motivasi untuk itu tidaka ada, maka tidak
bakal terjadi proses belajar. Imitasi lebih kuat terjadi pada tinkah laku model
karakteristik modelnya. Cirri- cirri model seperti usia, status sosial, seks,
imitasi
1. Ciri model seperti usia, status sosial, jenis kelamin, keramahan, dan
jangkauannya.
perilaku baru.
positif.
sesuatu yang mungkin sudah diketahui atau dipelajari dan tidak ada hambatan
2. Pada live model, pilih model yang bersahabat atau teman sebaya yang
konseli.
penguatan.
alamiah
7. Bila mungkin buat desain pelatihan untuk konseli menirukan model secara
16
8. Bila perilaku bersifat kompleks, maka episode modeling dilakukan mulai dari
2.2.1. Pengertian
Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil ( BAK) dan buang air besar ( BAB)
buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) secara benar dan teratur
(Zaivera, 2009). Toilet training adalah sebuah pembiasaan pelatihan buang air
toilet training adalah sebuah usaha pembiasaan mengontrol buang air kecil (BAK)
dan saluran kemih). Latihan ini hendaknya dimulai pada waktu anak berusia 15
17
bulan dan kurang bijaksana bila anak pada usia kurang dari 15 bulan dilatih
merupakan latihan moral yang pertama kali diterima anak dan sangat berpengaruh
seperti membiasakan menggunakan toilet pada anak untuk buang air, dengan
membiasakan anak masuk ke dalam WC anak akan cepat lebih adaptasi. Anak
juga perlu dilatih untuk duduk di toilet meskipun dengan pakaian lengkap dan
jelaskan kepada anak kegunaan toilet. Lakukan secara rutin kepada anak ketika
Anak dibiarkan duduk di toilet pada waktu – waktu tertentu setiap hari,
terutama 20 menit setelah bangun tidur dan seusai makan, ini bertujuan agar anak
dalam masa toilet training itu merupakan hal yang normal. Anak apabila berhasil
melakukan toilet training maka orang tua dapat memberikan pujian dan jangan
2016)
kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri :
Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah kapan waktu
yang tepat bagi orang tua untuk melatih toilet training. Sebenarnya tidak
18
patokan umur anak yang tepat dan baku untuk toilet training karena setiap anak
mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses biologisnya. Orang tua harus
mengetahui kapan waktu yang tepat bagi anak untuk dilatih buang air dengan
benar. Para ahli menganjurkan untuk melihat beberapa tanda kesiapan anak itu
sendiri, anak harus memiliki kesiapan terlebih dahulu sebelum menjalani toilet
training. Bukan orang tua yang menentukan kapan anak harus memulai proses
toilet training akan tetapi anak harus memperlihatkan tanda kesiapan toilet
training, hal ini untuk mencegah terjadinya beberapa hal yang tidak diinginkan
seperti pemaksaan dari orang tua atau anak trauma melihat toilet.
Prinsipnya ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan. Hal yang
dimengerti oleh anak yang menunjukkan perilaku buang air besar (BAB) /
buang air kecil (BAK) misalnya poopoo untuk buang air besar (BAB) dan
Orang tua dapat memperlihatkan penggunaan toilet pada anak sebab pada
usia ini anak cepat meniru tingkah laku orang tua. Orang tua hendaknya segera
atau terkena kotoran, sehingga anak akan merasa risih bila memakai celana
yang basah dan kotor. Meminta pada untuk memberitahu atau menunjukkan
bahasa tubuhnya apabila ia ingin buang air kecil (BAK) atau buang air besar
(BAB) dan bila anak mampu mengendalikan dorongan buang air maka jangan
Selain itu ada juga persiapan dan perencanaan yang lain seperti:
Orang tua bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada anak kecil
memakai popok dan pada anak besar memakai celana dalam. Orang tua
juga bisa membacakan cerita tentang cara yang benar dan tepat ketika
buang air.
Orang tua harus melakukan sesuai dan jenis kelamin anak (ayah dengan
anak laki-laki dan ibu dengan anak perempuan). Orang tua juga bisa
Pispot ini digunakan untuk melatih anak sebelum ia bisa dan terbiasa
dewasa, ada kemungkinan anak akan takut karena lebar dan terlalu tinggi
untuk anak atau tidak merasa nyaman. Pispot disesuai dengan kebutuhan
anak, diharapkan dia akan terbiasa dulu buang air di pispotnya baru
dudukan pispotnya atau bisa memilih warna, gambar atau bentuk yang ia
sukai
Suatu proses panjang dan tidak mudah seperti toilet training ini, seringkali
20
reward yang tepat. Anak juga bisa melihat sendiri kalau dirinya bisa
tuntutan untuknya sehingga hal ini akan menambah rasa mandiri dan
percaya dirinya. Orang tua bisa memilih metode peluk cinta serta pujian di
depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil melakukan sesuatu
atau mungkin orang tua bisa menggunakan sistem stiker / bintang yang
Ketika orang tua sudah melakukan 2 langkah di atas maka bisa masuk ke
langkah selanjutnya yaitu toilet training. Proses toilet training ada beberapa hal
Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika orang tua tahu
dengan tepat kapan anaknya biasa buang air besar (BAB) atau buang air
kecil ( BAK). Orang tua bisa memilih waktu selama 4 kali dalam sehari
untuk melatih anak yaitu pagi, siang, sore dan malam bila orang tua tidak
mengetahui jadwal yang pasti BAK ( buang air kecil ) atau BAB ( buang
Orang tua sebaiknya tidak memupuk impian bahwa anak akan segera
menguasai dan terbiasa untuk duduk di pispot dan buang air disitu. Awalnya
anak dibiasakan dulu untuk duduk di pispotnya dan ceritakan padanya bahwa
21
pispot itu digunakan sebagai tempat membuang kotoran. Orang tua bisa
maka reward yang diberikan oleh orang tua harus lebih bermakna dari pada
yang sebelumnya.
3). Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan kemajuan yang
Misalnya anak hari ini pukul 09.00 pagi anak buang air kecil (BAK) di
pispotnya pada pukul 08.30 atau bila orang tua melihat bahwa beberapa
jam setelah buang air kecil (BAK) yang terakhir anak tetap kering,
bawalah dia ke pispot untuk buang air kecil (BAK). Hal yang terpenting
adalah orang tua harus menjadi pihak yang pro aktif membawa anak ke
orang tua ketika dia ingin buang air besar (BAB) atau buang air kecil (
BAK).
Buatlah bagan untuk anak supaya dia bisa melihat sejauh mana kemajuan
yang bisa dicapainya dengan stiker yang lucu dan warna- warni, orang
itu. Anak akan tahu bahwa sudah banyak kemajuan yang dia buat dan
orang tua bisa mengatakan padanya orang tua bangga dengan usaha yang
disimpulkan sebagai berikut orang tua selayaknya melihat kesiapan anak untuk
anak menggunakan toilet untuk buang air, ini agar anak beradaptasi terlebih
dahulu dan orang tua dapat memperlihatkan penggunaan toilet untuk menarik
bahasa tubuhnya apabila anak ingin buang air dan menggunakan istilah seperti
poopoo untuk buang air besar ( BAB) dan peepee untuk buang air kecil ( BAK),
bila anak berhasil melakukan buang air dengan benar berikan pujian pada anak
1. Teknik Lisan
Melatih anak dengan cara memberikan intruksi pada anak dengan kata-
kata sebelum atau sesudah buang air besar dan buang air kecil, cara ini kadang-
kadang merupakan hal biasa yang dilakukan pada orang tua akan tetapi apabila
kita perhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar
dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil dan buang air besar
dimana dengan lisan ini persiapan psikologis anak akan semakin matang dan
akhirnya anak akan mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil
2. Teknik Modeling
Melatih anak dengan cara meniru untuk buang air besar atau memberikan
contoh contoh buang air kecil dan buang air besar atau membiasakan buang air
23
kecil dan buang air besar dengan benar. Dampak yang jelek pada cara ini
adalah apabila contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan
pada anak akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan yang salah. Selain cara
tersebut diatas terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan seperti melakukan
observasi waktu pada saat anak melakukan buang air besar dan buang air kecil,
tempatkan anak di atas pispot atau ajak ke kamar mandi,berikan pispot dalam
posisi aman dan nyaman, ingatkan pada anak bila akan melakukan buang air
besar dan buang air kecil, dudukan anak di atas pispot atau orang tua duduk
pujian jika anak berhasil jangan disalahkan dan dimarahi, biasakan akan pergi
ke toilet pada jam-jam tertentu dan beri anak celana yang mudah dilepas dan
dikembalikan
Selain dapat menggunakan metode praktik yang diatas ibu juga dapat
kloset selama 5 – 10 menit. Ibu memberikan pujian pada anak bila anak
dapat melakukan dengan baik. Metode ini efektif untuk anak- anak yang
memiliki jadwal buang air besar (BAB) atau buang air kecil
training
1. Pengetahuan
Orang tua perlu tahu acara mengajarkan toilet training dari tahap
2. Sikap
orang lain atau objek lain. Sikap terhadap nilai-nilai kesehatan tidak
training yaitu
WC atau kakus sebaiknya aman dan nyaman serta lantai tidak licin
agar anak tidak terjatuh atau kecelakaan dalam melakukan latihan toilet
training.
2. Komunikasi
Sampaikan pada anak bahwa saat ini anak sudah siap untuk mulai
belajar latihan buang air besar dan buang air kecil. Komunikasikan
26
semua proses latihan buang air besar dan buang air kecil agar anak
paham seperti sebelum buang air kecil atau buang air besar membuka
agar alat kelamin tetap bersih. Sampaikan pada anak bila sudah bisa
melakukan dengan baik dan berilah pujia, tetapi jika belum bisa jangan
mengejek anak
Ayah atau kakak laki-laki memberi contoh buang air besar atau
buang air kecil pada anak laki – laki atau adik laki-lakinya.
Ibu atau kakak perempuan memberi contoh buang air besar atau kecil pada
dapat disimpulkan bahwa faktor yang menjadi pendorong dalam praktik toilet
training adalah orang tua dan saudara terdekat, ini disebabkan anak pada usia
1. Minat
orang yang dicintai atau dikagumi atau anak-anak mengambil operminat orang
lain itu dan juga pola perilaku mereka. Ketiga, mungkin berkembang melalui
dengan tubuh teman sebaya dengan orang dewasa, sehingga dengan adanya
bimbingan dan pengarahan dari orang tua maka sangatlah mungkin seorang
anak dapat melakukan toilet training sesuai dengan apa yang diharapkan
(Hidayat, 2011)
2. Pengalaman
3. Lingkungan
(Sudrajat, 2008)
28
Menurut Imam (2013) hal yang penting perlu diperhatikan dalam toilet
training adalah
1. Berikan penghargaan
Anak bila berhasil menahan buang air besar atau buang air kecil, berilah
penghargaan pada anak. Anak akan memahami tujuan dari toilet training yang
sedang dilaksanakannya.
Orang tua jangan marah bila anak belum bisa menahan kencing atau
Orang tua perlu menjelaskan kepada anak bahwa apada umur dia
sekarang sudah harus dapat buang air di tempatnya dengan benar dan tidak
pelatihan buang air dapat berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada pemaksaan
atau reward pada anak bila anak dapat menahan kencing dan berhasil
melakukan buang air dengan benar. Orang tua juga tidak perlu marah bila anak
29
belum berhasil melakukan buang air dengan benar karena pada umur 2 tahun
anak belum mampu mengontrol kandung kemih dan sfingter ani yang dengan
baik, wajar bila anak masih enkopresis (mengompol). Perlu juga orang tua
menjelaskan tentang toilet training, agar anak paham apa yang akan orang tua
lakukan pada dia dan menangani tidak terjadi penolakan. Orang tua juga perlu
toilet training
Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya
perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat
cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat dilakukan oleh orang
tua apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau kecil atau
melarang anak saat bepergian. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan
dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian eksprensif
dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional
2.3.1. Pengertian
Anak usia toddler (1-3 tahun) merujuk konsep periode kritis dan plastisitas
yang tinggi dalam proses tumbuh kembang, maka usia satu sampai tiga tahun
otak cepat dalam waktu yang singkat, peka terhadap stimulasi dan pengalaman,
serta sangat mempengaruhi periode tumbuh kembang selanjutnya. Anak pada usia
tersebut ini harus memdapatkan perhatian yang serius dalam arti tidak hanya
Anak pada masa ini bersifat egosentris yaitu mempunyai sifat keakuan
(Nursalam, 2013). Ciri–ciri anak toddler (1-3 tahun) antara lain menurut jasmani
anak usia toddler (1-3 tahun) berada dalam tahap pertumbuhan jasmani yang pesat
oleh karena itu mereka sangat lincah. Sediakanlah ruangan yang cukup luas dan
banyak kegiatan sebagai penyalur tenaga. Anak usia ini secara mental mempunyai
jangka perhatian yang singkat, suka meniru oleh karena itu jika ada kesempatan
suka melawan dan sulit diatur. Kembangkanlah kasih sayang dan displin serta
31
memujinya. Segi sosial anak toddler (1-3 tahun) sedikit anti sosial. Wajar bagi
mereka untuk merasa senang bermain sendiri dari pada bermain secara
pada fase kedua yaitu fase anal (1-3 tahun) dimana kepuasan pada fase ini adalah
pada pengeluaran tinja, anak akan menunjukan keakuanya dan sifatnya sangat
narsistik yaitu cinta terhadap dirinya sendiri dan sangat egoistik, mulai
kemampuan anak yaitu dengan belajar untuk makan atau berpakaian sendiri.
Apabila orang tua tidak mendukung upaya anak untuk belajar mandiri, maka
hal ini dapat menimbulkan rasa malu atau ragu akan kemampuannya. Misalnya
orang tua yang selalu memanjakan anak dan mencela aktivitas yang telah
dilakukan oleh anak. Pada masa ini anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh
kasih sayang, tetapi juga tegas sehingga anak tidak mengalami kebingungan.
2. Fase anal
Menurut teori Sigmund Freud pada fase ini sudah waktunya anak dilatih
32
untuk buang air atau toilet training (pelatihan buang air pada tempatnya).
Anak juga dapat menunjukkan beberapa bagian tubuhnya menyusun dua kata
Anak usia toddler (1- 3 tahun) yang berada pada fase anal yang diatndai
disekitar fungsi eliminasi. Dengan mengeluarkan feses atau buang air besar
timbul rasa lega, nyaman dan puas. Kepuasan ini bersifat egosentrik artinya
Hal yang perlu diperhatikan dalam fase anal yaitu anak mulai
menunjukkan sifat egosentrik, sifat narsitik (kecintaan pada diri sendiri) dan
fase anal tepatnya saat anak umur 2 tahun adalah latihan buang air (toilet
Menurut teori Piaget pada fase anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh
kasih sayang tetapi juga tegas sehingga anak tidak mengalami kebingungan.
Bila orang tua mengenalkan kebutuhan anak maka anak akan berkembang
Usia 12 sampai 18 bulan anak dapat berjalan dan mengeksplorasi rumah serta
sampai 10 kata dan anak dapat memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing.
Usia 18 sampai 24 bulan perkembangan anak yaitu anak dapat naik turun
belajar makan sendiri dan menggambar garis dikertas atau pasir, mulai belajar
mengontrol buang air besar dan buang air kecil, menaruh minat kepada apa yang
dikerjakan oleh orang yang lebih besar dan memperlihatkan minat kepada apa
memanjat dan melompat dengan satu kaki, membuat jembatan dengan 3 kotak,
mampu menyusun kalimat, menggunakan kata – kata saja, bertanya dan mengerti
bersama anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain diluar keluarga
(Soetjiningsih, 2011).
Anak-anak yang telah mampu melakukan toilet training dapat dilihat dari
psikologi anak mampu melakukan toilet training sebagai berikut anak tampak
kooperatif, anak memiliki waktu kering periodenya antara 3 – 4 jam, anak buang
air kecil dalam jumlah yang banyak, anak sudah menunjukkan keinginan untuk
buang air besar dan buang air kecil dan waktu untuk buang air besar dan kecil
Kemampuan fisik dalam melakukan toilet training yaitu anak dapat duduk
atau jongkok tenang kurang lebih 2-5 menit, anak dapat berjalan dengan baik,
anak sudah dapat menaikkan dan menurunkan celananya sendiri, anak merasakan
tidak nyaman bila mengenakan popok sekali pakai yang basah atau kotor, anak
dapat memberitahu bila ingin buang air besar atau kecil, menunjukkan sikap
kemandirian, anak sudah memulai proses imitasi atau meniru segala tindakan
orang, kemampuan atau ketrampilan dapat mencontoh atau mengikuti orang tua
atau saudaranya dan anak tidak menolak dan dapat bekerjasama saat orang tua
Kemampuan kogitif anak bila anak sudah mampu melakukan toilet training
seperti dapat mengikuti dan menuruti instruksi sederhana, memiliki bahasa sendiri
seperti peepee untuk buang air kecil dan poopoo untuk buang air besar dan anak
dapat mengerti reaksi tubuhnya bila ia ingin buang air kecil atau besar dan dapat
(Notoatmodjo, 2012).
Faktor yang
memperngaruhi
toilet training:
1. Pengetahuan
orang tua
2. Sikap orang tua
Kesiapan anak
dan orang tua
Teknik Toilet
Training Ibu :
Faktor pendorong
1. Teknik Lisan Kemampuan toilet
toilet training:
2. Teknik traning anak usia
1. Ayah / Ibu
Modeling toddler (1-3 tahun)
2. kakak laki-laki /
3. Teknik
kakak
Pengaturan
perempuan
Jadwal
4. Teknik
menggunakan
Faktor pendukung alat bantu
toilet training:
1. Sarana WC
2. Komunikasi
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta "fakta empiris
Hipotesis nol (Ho) sering disebut hipotesis statistik, karena biasanya dipakai
dalam penelitian yang bersifat statistik. Hipotesis nol menyatakan tidak adanya
perbedaan antara dua variabel atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap
adanya hubungan antara variabel X dan variabel Y atau adanya perbedaan antara