Anda di halaman 1dari 14

Pengertian Rekam Kesehatan Elektronik (RKE)/ HER Electronic Health Record

Seperti yang tertuang dalam permenkes 269 tahun 2008 pada pasal 2 yaitu
• Rekam medis harus dibuat secara lengkap tertulis dan jelas atau secar elektronik
• Penyelengaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih
lanjut dengan peraturan sendiri
Dengan permenkes tersebut yang menyatakan bahwa rekam medis dapat berupa rekam medis
konvensonal maupun sacara elektronik.
Johan Harlan menyebutkan bahwa Rekam Kesehatan Elektronik adalah rekam medis seumur
hidup (tergantung penyedia layanannya) pasien dalam format elektronik, dan bisa diakses dengan
komputer dari suatu jaringan dengan tujuan utama menyediakan atau meningkatkan perawatan
serta pelayanan kesehatan yang efisien dan terpadu. RKE menjadi kunci utama strategi terpadu
pelayanan kesehatan di berbagai rumah sakit. Sedangkan menurut Shortliffe, 2001 Rekam medic
elektronik (rekam medic berbasis-komputer) adalah gudang penyimpanan informasi secara
elektronik mengenai status kesehatan dan layanan kesehatan yang diperoleh pasien sepanjang
hidupnya, tersimpan sedemikian hingga dapat melayani berbagai pengguna rekam medis yang
sah.
Dalam rekam kesehatan elektronik juga harus mencakup mengenai data personal, demografis,
sosial, klinis dan berbagai event klinis selama proses pelayanan dari berbagai sumber data ( multi
media) dan memiliki fungsi secara aktif memberikan dukungan bagi pengambilan keputusan
medis
Dengan menggunakan rekam kesehatan elektronik menghasilkan system yang secara khusus
memfasilitasi berbagai kemudahan bagi pengguna, seperti proses kelengkapan data, pemberi
tanda peringatan waspada, pendukung system keputusan klinik dan penghubung data dengan
pengetahuan medis serta alat bantu lainnya

B. Keamanan Data pada Rekam Kesehatan Elektronik (RKE)

Dalam pasal 13 ayat (1) huruf b permenkes 269 tahun 2008 tentang pemanfaatan rekam medis
“sebagai alat bukti hokum dalam proses penegakkan hokum, disiplin kedokteran dan kedokteran
gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi”. Karena rekam medis
merupakan dokumen hukum.maka keaman berkas sangatlah penting untuk menjaga keotentikan
data baik Rekam Kesehatan kertas maupun Rekam Kesehatan Elektronik (RKE).
RKE juga merupakan alat bukti hokum yang sah.Hal tersebut juga ditunjang dengan Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pada pasal 5 dan 6 yaitu:
Pasal 5
1) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat
bukti hokum yang sah.
2) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum
Acara yang berlaku di Indonesia.
3) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan
system elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalan Undang-Undang ini
Pasal 6
• Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan
bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik dianggab sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses,
ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan
suatu keadaan.

Dalam Sabarguna 2008 menyebutkan bahwasanya keamanan computer mencakup empat aspek
yaitu privacy, integrity, authentication, availability, sedangkan untuk dunia kedokteran maka
terdapat aspek lain yang harus juga diperhatikan yaitu access control dan non-repudiation.
• Privacy atau confidentiality
Hal utama dari aspek Privacy atau confidentiality adalah bagaimana untuk menjaga informasi
dari pihak-pihak yang tidak memiliki hak untuk mengakses informasi tersebut.
Data rekam medis yang berisi riwayat kesehatan pasien yang bersifat rahasia harus dapat dijaga
kerahasiaanya, karena infomasi tersebut merupakan milik pasien. Sedangkan dokumennya
merupakan milik dokter,dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan . seperti yang tertuang pasa
pasal 47 UU praktik kedokteran no 29 tahun 2004.
• Integrity
Integrity berkaitan mengenai perubahan informasi. Seperti yang tertuang dalan permenkes 269
tahun 2009, pasal 5 ayat 6 “Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat
dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi
paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.”
Pencoretan tentu saja tidak bias dilakukan dalam rekam kesehatan elektronik. Oleh karena itu
diperlukan pengamanan atau proteksi yang lebih yaitu tidak begitu saja menghapus data yang
tersimpan dalam rekam kesehatan elektronik tersebut dan segala perubahanya dapat diketahui.
• Authentication
Authentication berhubungan dengan akses terhadap informasi. Dalam rekam medis tidak semua
tenaga kesehatan dapat memasukkan data atau melakukan perubahan data. Setiap tenaga
kesehatan mempunyai kapasitanya masing-masing. Oleh karena itu perlu adanya pembatasan
akses. Setiap perubahan harus ada pertanggungjawaban. Pada pasal 46 UU praktik kedokteran no
29 tahun 2004 menyebutkan bahwa “ setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu,
dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan”. Dan pada pasal yang sama
ayat (3) menyebutkan “apabila dalam pencatatc rekam medic menggunakan teknologi informasi
elektronik, kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan nomor
identitas pribadi(PIN)”
Pada Rekam Kesehatan Elektronik juga wajib diberi tanda tangan untuk pertanggungjawaban.
Hal tersebut diatur dalam pasal 11 UU ITE yaitu :
(1) Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hokum akibat hokum yang sah selama memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda tangan;
b. Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya
berada dalam kausa penanda tangan;
c. Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
d. Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait tanda tangan elektronik tersebut
setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatanganannya: dan
f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda tangan telah memberikan
persetujuan terhadap informasi elektronik terkait;
• Availability
Availability atau ketersediaan adalah aspek yang menekan pasa tersediaan informasi ketika
dihubungkan oleh pihak-pihak yang terkait.
Sebagai alat kominikasi rekam medis harus selalu terseedia secara capet dan dapat mempilkan
kembali data yang telah tersimpan sebelumnya. Untuk rekam kesehatan ekektronik juga harus
mempunyai sifat ketersediaan. Hal tersebut diatur dalam UU ITE pasal 16 yaitu :
(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang undang tersendiri, setiap Penyelengaraan Sistem
Elektronik wajib mengoperasikan sisten elektronik yang memenuhi persyaratan minimum
sebagai berikut;
a. Dapat menampilkan kembali Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara utuh
sesuai dengan masa retensi yang diterapkan dalam peraturan perundang-undangan;
b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan. Keoutentikan, kerahasiaan. Dan keteraksesan
informasi elektronk dalam Penyelengaraan Sistem Elektronik tersebut;
c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelengaraan Sistem
Elektronik tersebut;
d. Dilengkapi dangan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau
symbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelengaraan Sistem
Elektronik tersebut;
e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
• access control
access control adalah aspek yang menekankan pada cara pengaturan akses terhadap informasi.
access control dapat mengatur siapa-siapa saja yang berhak untuk mengakses infomasi atau
siapa-siapa saja yang tidaak berhak mengakses informasi.
• non-repudiation.
Aspek ini erat kaitannya dengan suatu transaksi atau perubahan informasi. Aspek ini mencegah
agar seseorang tidak dapat menyangkal telah melakukan transaksi atau perubahan terhadap suatu
informasi.

C. Manfaat Rekam Kesehatan Elektronik

Menurut Program Kreativitas Mahasiswa UI 2007 m anfaat teknologi informasi dalam rekam
kesehatan elektronik yang paling tinggi adalah mengurangi medical error danmeningkatkan
keamanan pasien (patient safety). Salah satu peranan kecil teknologi informasi dalam tindakan
pencegahan medical error, yakni dengan melakukan pengaturan rekam medis pada suatu sistem
aplikasi manajemen rekam medis. Dengan adanya sistem aplikasi manajemen rekam medis,
maka medical error dalam pengambilan keputusan oleh tenaga kesehatan dapat dikurangi karena
setiap pengambilan keputusan akan berdasarkan rekam medis pasien yang telah ada.
Salah satu cara meningkatkan pelayanan kesehatan adalah dengan menggunakan Teknologi
Informasi untuk melakukan tindakan pencegahan medical error melalui 3 mekanisme, yakni :
a. Pencegahan adverse event.
Salah satu contoh pencegahan adverse event adalah dengan penerapan system penunjang
keputusan dimana dokter bisa diberikan peringatan mengenai kemungkinan terjadinya hal-hal
yang membahayakan keselamatan pasien mulai dari kemungkinan alergi, kontraindikasi
pengobatan, maupun kegagalan prosedur tertentu.
b. Memberikan respon cepat setelah terjadinya adverse event.
Dengan adanya respon cepat untuk penanggulangan adverse event, maka hal-hal yang tidak
diinginkan akan cepat dihindari. Misalkan adanya penarikan obat karena telah ditemukan adanya
kontraindikasi yang tidak diharapkan. Maka, sistem informasi yang telah dibangun, bisa saling
berinteraksi untuk mencegah pemakaian obat tersebut lebih lanjut.
c. Melacak dan menyediakan feedback secara cepat.
Teknologi Informasi saat ini memungkinkan komputer untuk melakukan pengolahan terhadap
data pasien dalam jumlah besar dan menghasilkan analisa secara lebih cepat dan akurat. Dengan
metode datamining maka komputer bias mendeteksi pola-pola tertentu dan mencurigakan dari
data klinis pasien. Teknik analisa ini relatif tidak memerlukan para tenaga kesehatan untuk
melakukan analisa, melainkan komputer sendiri yang melakukan analisa dan memberikan hasil
interpretasinya.

D. Kekuatan dan kelemahan Rekam Kesehatan Elektronik

Kekuatan RKE
• Memungkinkan akses informasi secara cepat dan mudah
• Memungkinkan adanya copy cadangan(duplikat) informasi yang dapat diambil bila yang asli
hilang atau rusak
• Memproses transaksi dalam jumlah besar dan sulit secara cepat
• Memungkinkan siap mengakses seara cepet untuk beragam sumber professional
• Memungkinkan mengakses secara lebih canggih dan dapat melihat rancang yang sesuai dengan
kehendak(customization).
Kelemahan RKE
• Kurang definisi yang jelas
• Sulit memenuhi kebutuhan pengguna yang beragam
• Kurangnya standarisasi
• Adanya potensi ancaman terhadap provasi dan sekuritas
• Biaya (Hatta, 2008)
Menurut Johan Harlan, Kelemahan RKE adalah
• Membutuhkan investasi awal yang lebih besar daripada Rekam Medis kertas untuk:
 Perangkat keras
 Perangkat lunak
 Biaya penunjang
• Waktu yang harus disediakan oleh key persons & okter untuk mempelajari sistem&
merancangulang alur-kerja
• Konversi Rekam Medis kertas ke Rekam Medis elektronik membutuhkan waktu, sumberdaya,
tekad, dan kepemimpinan
• Resiko kegagalan system komputer
• Masalah pemasukan(entry) data oleh dokter
Diposkan oleh Medical Record UGM 08 di 20.51
http://rekammedisugm08.blogspot.com/2009/06/rekam-kesehatan-elektronik-rke-oleh.html

EHR bukanlah sistem informasi yang dapat dibeli dan diinstall seperti paket word-processing
atau sistem informasi pembayaran dan laboratorium yang secara langsung dapat dihubungkan
dengan sistem informasi lain dan alat yang sesuai dalam lingkungan tertentu.
EHR merupakan sistem informasi yang memiliki framework lebih luas dan memenuhi satu set
fungsi, menurut Amatayakul Magret K dalam bukunya Electronic Health Records: A Practical,
Guide for Professionals and Organizations harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
 Mengintegrasikan data dari berbagai sumber (Integrated data from multiple source)
 Mengumpulkan data pada titik pelayanan (Capture data at the point of care)
 Mendukung pemberi pelayanan dalam pengambilan keputusan (Support caregiver
decision making).

Sedangkan Gemala Hatta menjelaskan bahwa EHR terdapat dalam sistem yang secara khusus
dirancang untuk mendukung pengguna dengan berbagai kemudahan fasilitas untuk kelengkapan
dan keakuratan data; memberi tanda waspada; peringatan; memiliki sistem untuk mendukung
keputusan klinik dan menghubungkan data dengan pengetahuan medis serta alat bantu lainnya.
WHO juga memiliki pandangan yang berbeda tentang pengertian EHR, yang berlandaskan pada
beberapa perbedaan penerapan EHR di beberapa negara. Namun demikian, WHO menjelaskan
bahwa EHR idealnya harus mampu:

 Collect clinical, administrative and financial data at the point time;


 Exchange data more easily between health professionals to facilitate continuing care;
 Measure clinical improvement and health outcomes, compare the outcomes againts
benchmarks and facilitate research and clinical trials;
 Provide valuable statistical data in a timely and efficient manner to public health and
goverment ministries (such reporting of health data is important in the detection and
monitoring of disease outbreaks, as well as providing meaningful and accurate statistics
to measure the health status of the population; and Support management in
administrative and financial reporting and other processes.

1. B. Komponen EHR

Menurut Johan Harlan, komponen fungsional EHR, meliputi:

 Data pasien terintegrasi


 Dukungan keputusan klinik
 Pemasukan perintah klinikus
 Akses terhadap sumber pengetahuan
 Dukungan komunikasi terpadu

Komponen EHR secara lengkap dapat dilihat pada gambar 1, di bawah ini:
Gambar 1. Komponen EHR Untuk menunjang keberhasilan dalam membangun EHR di
rumah sakit, institusi dan vendor juga harus melihat dan
mempertimbangkan komponen dasar EHR seperti di bawah ini:

1. Sistem Sumber

Adalah pengambilan data untuk menunjang infrastruktur yang berkaitan dengan EHR, meliputi:
- Sistem administrasi
- Financial/keuangan
- Data klinis dari unit-unit

1. Pengintegrasian data

- Repository (gudang data) yang memusatkan data dari berbagai komponen lain atau cara
lain untuk mengintegrasikan data.
- Rules Engine, yang menyediakan program logic yang dapat dipakai untuk menunjang
keputusan seperti; kewaspadaan dan pernyataan, daftar permintaan (order set) dan protokol
klinis.
-
Gambar 2: Kriteria
EHR
Sumber pengetahuan, yakni membuat informasi yang selalu tersedia bagi kepentingan sumber-
sumber luar.
- Gudang data (data warehouse) data spesifik yang dapat diproses (yakni data agregat dan
data yang akan dianalisis) yang menghasilkan informasi yang amat berguna.

1. c. Human interface

- Memperoleh data dalam waktu yang tepat bagi pelayanan (at the point of care) dan
kemampuan untuk mengakses data, aturan dan proses data (mined data) melalui data agregat dan
analisis data.
-
Sumber: Computer based Patient
Record Institute (CPRI)
Pengambilan keputusan untuk menunjang pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara apapun termasuk memasukkan dan mengeluarkan data melalui: terminal komputer,
komputer pribadi, PC, Notebook, PDA, sistem pengenalan suara, tanda tangan dll.
Komponen dasar EHR dapat dilihat pada gambar 2, berikut ini:

III. Implementasi EHR di Saryankes


Salah satu aspek yang paling sulit dalam menerapkan EHR adalah pada tahapan implementasi.
Ada beberapa alternatif implementasi yaitu:

 Implementasi seluruh fungsi di semua unit (instalasi) pada saat yang sama secara
menyeluruh di rumah sakit,
 Implementasi seluruh fungsi pada satu unit (instalasi). Jika di lokasi tersebut sudah stabil,
kemudian dilanjutkan ke seluruh lokasi lain pada saat yang sama,
 Implementasi fungsi-fungsi terbatas pada seluruh unit (instalasi), misalnya permintaan tes
laboratorium secara elektronik. Jika fungsi ini sudah menjadi bagian dari kegiatan klinik
secara rutin, kemudian menerapkan lebih banyak fungsi lagi,
 Kombinasi dari pendekatan-pendekatan di atas, misalnya menerapkan fungsi terbatas
pada satu lokasi. Jika fungsi tersebut sudah stabil, kemudian memperluas berbagai fungsi
pada lokasi tersebut dan kemudian diperluas ke berbagai unit di seluruh rumah sakit.

Keuntungan yang dapat diperoleh dengan EHR yaitu mencegah kejadian medical error melalui
tiga mekanisme yaitu:

1. Pencegahan adverse event,


2. Memberikan respon cepat segera setelah terjadinya adverse event dan
3. Melacak serta menyediakan umpan balik mengenai adverse event. (Anis Fuad)

Kelemahan EHR di Saryankes:

 Membutuhkan investasi awal yang lebih besar daripada rekam medis kertas, untuk
perangkat keras, perangkat lunak dan biaya penunjang
 Waktu yang diperlukan oleh key person dan dokter untuk mempelajari sistem dan
merancang ulang alur kerja.
 Konversi rekam medis kertas ke EHR membutuhkan waktu, sumber daya, tekad dan
kepemimpinan
 Risiko kegagalan sistem komputer
 Masalah pemasukan data oleh dokter
 Analisis data agregat

Beberapa permasalahan yang akan muncul pada sistem EHR, yaitu

 Pemasukan data (data entry), meliputi: pengambilan data (data capture), input data,
pencegahan error, data entry oleh dokter,
 Tampilan data (data display), meliputi: flowsheet data pasien, Ringkasan dan abstrak,
turnaround documents, tampilan dinamik,
 Sistem kuiri (tanya; query) dan surveilans, meliputi pelayanan klinik, penelitian klinik,
studi retrospektif dan administrasi.

Isu utama yang harus di atasi menurut Johan Harlan, yaitu: (1) Kebutuhan terhadap standar di
bidang terminology klinik, (2) Keperdulian terhadap privacy, kerahasiaan, dan keamanan data,
(3) Penentangan terhadap pemasukan data (data entry) oleh dokter dan (4) Kesulitan sehubungan
dengan integrasi system rekam medis dengan sumber informasi lain dalam pelayanan kesehatan.
IV. Strategi Implementasi dan Pengembangan EHR

Faktor yang mendukung adopsi EHR di saryankes:

 Perubahan ekonomi kesehatan dengan adanya trend untuk melakukan penghematan,


 Peningkatan komputer literacy dalam populasi umum, termasuk generasi baru klinikus,
 Perubahan kebijakan pemerintah,
 Peningkatan dukungan terhadap komputasi klinik.

Faktor-faktor yang menghambat adopsi EHR:

1. Pihak Manajemen RS

- Ketidakmatangan teknologi, termasuk disparitas antara tingkat pertumbuhan kapasitas


perangkat keras dengan tingkat produktivitas pengembangan perangkat lunak
- Butuh modal awal untuk investasi
- Penyelesaian dan instalasi perangkat lunak seringkali terlambat dari yang direncanakan
- Perbaikan untuk implementasi butuh tambahan biaya besar dan waktu yang lama
- Permasalahan pada pengembangan perangkat lunak meningkatkan resistensi lokal dan
menurunkan produktivitas klininikus.

1. Pihak Klinikus

- Aplikasi tidak ramah pada pengguna,


- Fokus utama administrator kesehatan tertuju pada sistem keuangan,
- Membutuhkan waktu yang lama untuk penanganan pasien khususnya dalam pengisian
data
- Sistem EHR meningkatkan dokter menyelesaikan pengumpulan informasi secara intensif,
tetapi sulit memfokuskan perhatian pada aspek komunikasi lain dengan pasien,
- EHR memerlukan terlalu banyak langkah untu menyelesaikan tugas sederhana,
- EHR tidak efektif mengakomodasi dengan masalah berganda,
- Dekstop di ruang periksa mengganggu arah posisi duduk dokter dan pasien,
- Keamanan desktop di ruang periksa tidak terjamin jika pengunjung membawa anak-anak
yang sangat aktif.
Berdasarkan beberapa hal yang diketahui dalam implementasi EHR, maka diperlukan standar
EHR untuk meningkatkan kualitas dan pengembangan kebijakan kesehatan, yaitu (1)
Mengurangi biaya pengembangan, (2) Meningkatkan keterpaduan data, (3) Memfasilitasi
pengumpulan data agregat yang bermakna.
Sebagai strategi dalam implementasi EHR yang pertama, yaitu perlu adanya pemilihan Sistem
EHR di sarana pelayanan kesehatan, melalui tahapan:

1. Penelusuran kebutuhan
1. Tim kerja/komite

Merupakan komponen yang esensial dalam asesmen dan seleksi sistem. Kepemimpinan tim ini
bisa berdampak pada kesuksesan atau kegagalan proyek. Tim ini umumnya dipimpin oleh
seorang manajer atau direktur pelayanan informasi atau orang yang memiliki posisi administratif
yang menentukan dalam struktur di organisasi tersebut

1. Konsultan
Konsultan dapat dibutuhkan dan dilibatkan dalam setiap tahap seleksi sistem termasuk tahap
penelusuran kebutuhan.

1. Pengembangan visi

Pada tahap ini sudah harus bisa direfleksikan visi, misi, tujuan, lingkup pelayanan dari
organisasi. Hal-hal ini harus mengidentifikasi bagaimana langkah pengembangan dari organisasi
akan dapat meningkatkan pelayanan terhadap konsumen/klien (termasuk misalnya meningkatkan
arti dan keakuratan data klien, peningkatan kualitas dan juga peningkatan kenyamanan kerja
karyawan).

1. Pemahaman sistem yang ada

Dengan memahami keadaan tentang bagaimana saat ini proses pencatatan data, pemrosesan dan
pendayagunaan informasinya bisa menjadi ”starting point” dalam penelusuran kebutuhan.
Metode yang dapat digunakan untuk kebutuhan ini meliputi wawancara (dengan atau tanpa
kuesioner) dan observasi terhadap kegiatan harian dalam lingkup yang akan dikembangkan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam tahap ini adalah untuk mengetahui:
- jenis informasi apa saja yang dibutuhkan oleh setiap pengguna
- siapa saja yang menggunakan informasi yang dihasilkan oleh sistem
- bagaimana informasi tersebut didayagunakan
- di tingkat mana saja dan dalam konteks apa saja informasi tersebut dibutuhkan
- media apa saja yang dibutuhkan dalam penangkapan data dan penyampaian informasinya.

1. Penentuan kebutuhan sistem

Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan sistem adalah dengan
interview terhadap staf dari setiap unit atau area kerja yang terkait. Interviewer harus
menanyakan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh unit tersebut dan apa yang diinginkan tapi
tidak bersifat esensial (tidak harus ada). Hal yang ”dibutuhkan” selanjutnya akan termasuk dalam
kriteria necessary/must sedangkan hal yang ”diinginkan” akan termasuk dalam kriteria
desired/wants.
Contoh informasi yang esensial tentang klien misalnya nama pasien, dokter yang merawat, dan
informasi tentang asuransinya. Hal yang tidak dibutuhkan saat ini (wants) bisa ditelaah lagi
apakah memang akan menjadi penting pada saat yang akan datang, misalnya penerapan
teknologi pengenal suara/voice recognation.
Sebagai strategi lain dalam implementasi EHR, yaitu harus diantisipasi adanya kesalahan (error)
yang mungkin terjadi, yakni error within dan error without.

1. The Errors Within (Intrinsic risk factors): Intrinsic risk factors are anticipated sources of
errors, which are within the control of the information producer or user, include:

- Design: Proses disain mendefinisikan kebutuhan users, fungsi sistem dan alur kerja sistem
- Data; perlu adanya standarisasi (alur data)
- Deployment; ujicoba sistem baru
- Development; fase pengembangan konstruksi dan verifikasi disain system
- Detection; Deteksi kesalahan perlu dilakukan

1. 2. The Errors Without (Extrinsic risk factors): Extrinsic risk factors are unanticipated
errors caused by factors outsides of the system and beyond the control of information
producers or users, include:

- Change; perlu adanya perubahan-perubahan sesuai perkembangan


- Communication; diperlukan antar para pengguna (users)
- Complexity; banyaknya variasi komponen dan interface pada sistem RKE
- Corruption
- Conversion; terjadi pada penyatuan, pemisahan dan transformasi informasi ke media lain
Teknologi penunjang EHR merupakan strategi keberhasilan implementasi EHR, yaitu:

1. Teknologi dan Kualitas Data; teknologi dan database serta manajemen basis data
1. Aplikasi
2. Pelayanan rawat jalan
3. Pelayanan rawat inap
4. Penunjang diagnostik
5. Lain-lain: registrasi, statistik kesehatan, riset dan epidemiologi dll
6. Tipe Data, Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
1. Tipe Data: tulisan, angka, suara, image/film, video, gambar, tanda (EEG
dan ECT)
2. Perangkat keras (Hardware); pheriperal equipment (CD Rom), Data input
device (workstation dan PC), Output Devicenya (printer dan modem)
3. Perangkat lunak (Software); programming language, database.
4. Lain-lain.

Hasil survey Capgemini seperti dijelaskan pada jurnal American Health Information
Management Association (AHIMA) Januari 2005 bahwa 90% pimpinan dari sarana pelayanan
kesehatan merencanakan untuk menerapkan EHR dalam enam bulan yang akan datang. Lebih
dari 50% responden mengatakan sudah melakukan diskusi internal atau rapat yang membahas
tentang penerapan EHR serta para pimpinan tersebut telah mengembangkan analisis keuangan
terhadap dampak penerapan EHR. Pada survey tersebut juga diperoleh informasi bahwa lebih
dari 70% responden setuju bahwa penerapan EHR akan memberikan keuntungan finansial.
Modal atau investasi awal merupakan barrier utama dalam penerapan EHR. Kendala-kendala
lain dalam penerapan EHR meliputi: (1) Physician resistance, (2) Lack of technology standards,
(3) Staff workload.
Beberapa renponden juga menyatakan bahwa budaya pelayanan kesehatan masa kini merupakan
barrier pada EHR. Berdasarkan survey ini juga dijelaskan bahwa perbedaan luas adopsi EHR
memerlukan perubahan utama perilaku, aliran kerja (workflows), hubungan antara organisasi
kesehatan. Para pimpinan menyarankan kepada pemerintah untuk:
- Mengembangkan standar teknologi (developed technology standards),
- Menyediakan subsidi keuangan untuk mendorong penerapan EHR (provide subsidies or tax
credits to encourage adoption of EHRs),
- Menjalankan tugas (mandate compliance),
- Mengedukasi para dokter dan masyarakat tentang keuntungan EHR (educate physicians and
the public about EHR benefits),
- Menetapkan departemen pusat untuk menyediakan pandangan secara nasional (establish a
federal department to provide national oversight).

V. Change in the HIM Department


Implementasi EHR di Sarana Pelayanan Kesehatan yang saat ini menjadi isu hangat
akan berdampak di dalam perubahan penyelenggaraan unit kerja Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan (HIM Deparment). Unit kerja RMIK semula yang berbasis ruang kerja ke depan akan
menjadi “Department without Walls”, “No handling of paper charts, no filing of loose
sheets, and no photocopying of records” and Coding of diagnoses and procedures is already
being performed successfully online.
Peran profesional MIK yang akan datang mencakup: Manajer MIK, Spesialis data klinis,
Koordinator informasi pasien, Manajer kualitas data, Manajer sekuritas informasi, Administrator
sumber data, dan Riset dan spesialis penunjang keputusan.
Beberapa fungsi yang selama ini dilakukan oleh para praktisi RMIK, akan bergeser menjadi
lebih sedikit dan sebagian lagi akan ditiadakan. Secara rinci beberapa fungsi dan pergeserannya
akan dibahas pada artikel “Peran Profesional MIK dalam EHR” edisi yang akan datang.

VI. Penutup
Implementasi EHR merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan bagi setiap sarana pelayanan
kesehatan yang dipicu oleh peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Untuk itu diperlukan
pemahaman bersama dalam strategi imlementasi EHR.
Kunci sukses implementasi EHR di saryankes tidak terlepas dari peran serta pemerintah dalam
menyiapkan kebijakan terkait dengan implementasi EHR antara lain: Standarisasi model EHR
yang sesuai di sarana pelayanan kesehatan Indonesia, Peraturan Pemerintah sebagai penjabaran
dari UU ITE No. 11 tahun 2008 dan Pedoman pelaksanaan EHR di saryankes termasuk
standarisasi istilah-istilah data dasar yang diperlukan dalam EHR.
Professional Rekam Medis dan Infomasi Kesehatan atau Manajemen Informasi Kesehatan
(MIKI) wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang TIK untuk mengantisipasi
beberapa peran professional MIK yang akan datang.

http://didijoss.blogspot.com/2013/04/electronic-health-record-ehr-atau-rekam.html

C. Implikasi Hukum

Secara pribadi, saya merasa tidak memiliki kapasitas untuk menjawab pertanyan tentang apakah
sistem hukum yang ada sudah cukup menjamin terhadap penerapan RME/RKE. Saya kira, yang
tepat untuk menjawab pertanyaan ini adalah para ahli dan praktisi hukum. Namun, saya mencoba
memberikan perspektif yang berbeda mengenai hal ini.

RME/RKE sebenarnya merupakan salah satu komponen dari sistem manajemen kesehatan.
Subsistem manajemen kesehatan merupakan salah satu komponen dari sistem kesehatan. Sistem
kesehatan juga merupakan salah satu subsistem dari sistem pemerintahan. Ada berbagai
perundangan yang sebenarnya memberi warna atau bersentuhan dengan keberadaan RME atau
RKE. Sampai saat ini belum ada satu perundangan menyebut secara spesifik istilah rekam medis
elektronik atau rekam kesehatan elektronik. Namun demikian, di setiap perundangan terdapat
beberapa hal yang sebenarnya menjadi dasar mengapa RME/RKE dapat diterapkan. Beberapa
perundangan tersebut adalah:

1.UU 29 2004: Praktek Kedokteran


2.UU 40 2004: Sistem Jaminan Sosial Nasional
3.UU 23 2006: Administrasi Kependudukan
4.UU 11 2008: Informasi dan Transaksi Elektronik
5.UU 14 2008: Keterbukaan Informasi Publik
6.UU 36 2009: Kesehatan
7.UU 44 2009: Rumah sakit
8.Permenkes 511 tahun 2002: Strategi pengembangan SIKNAS dan SIKDA
9.Kepmenkes 844/2006: Kodefikasi data
10.Kepmenkes 269/2008: Rekam medis

Namun, yang menjadi persoalan adalah hingga saat ini belum ada satu produk hukumpun yang
secara teknis mengatur mengenai RME/RKE. Hal ini sebenarnya wajar karena hingga saat ini
belum ada satu komite/organisasi yang khusus mengkaji secara mendalam mengenai RME/RKE.
Sebenarnya, ada perhimpunan rekam medis (PORMIKI), ada pula pendidikan khusus mengenai
rekam medis. Demikian juga diskusi mengenai pentingnya RME/RKE sudah mulai muncul.
Yang belum adalah upaya bersama untuk membahas mengenai RME dan RKE yang cukup
mendalam dan melibatkan berbagai ahli/profesi.

Anda mungkin juga menyukai