DISUSUN OLEH :
KELOMPOK : 1
GRUP : 2 K 4
DOSEN :
Ida Nuramdhani, S.ST., M.Sc.
POLITEKNIK STTT
BANDUNG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.2.2 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh penambahan NaCl/ elektrolit pada proses pencelupan
kain rayon dengan zat warna ekstrak kulit alpukat.
Untuk mengetahui pengaruh proses pencelupan dengan variasi waktu celup yang
berbeda.
Untuk mengetahui pengaruh pengerjaan iring pada hasil pencelupan kain rayon
dengan zat warna ekstrak kulit alpukat terhadap arah warna yang ditimbulkan serta
membandingkan ketahanan luntur warna, ketahanan gosok, dan ketahanan cuci
kain.
.
1.3 Hipotesa
Berdasarkan study literatur yang telah dilakukan, bahwa kulit alpukat mengandung
senyawa flavonioid dan penelitian yang relevan serta kerangka berpikir yang telah
diuraikan, maka dapat diajukan hipotesis penelitiannya, yaitu sebagai berikut:
1. Ada pengaruh konsentrasi NaCl/ elektrolit dan variasi waktu yang signifikan pada
proses pencelupan kain rayon menggunakan ekstrak warna kulit alpukat dilihat dari
ketahanan luntur warnanya terhadap pencucian 100ºC.
2. Ada pengaruh jenis mordan sebagai zat fiksasi yang signifikan pada pencelupan kain
rayon menggunakan ekstrak warna kulit alpukat dilihat dari ketahanan luntur warna
dan tahan gosok.
LANDASAN TEORI
Serat tipis Rayon memiliki kemampuan untuk bernapas lebih dari kain
lainnya, yang membuatnya menjadi pilihan yang baik untuk desain pakaian
olahraga dan sundresses yang diharapkan dapat memberikan kesejukan dan
kenyamanan. Ini adalah kain ringan yang tidak melekat pada tubuh,
melainkan memberi ruang nyaman yang memungkinkan udara dingin masuk
ke dalam.
3. Flowing(Mengalir)
Rayon banyak digunakan untuk kemeja, pakaian, dan bahkan seprai dan
gorden karena memiliki kualitas untuk drape flowingly and elegantly di atas
tubuh seseorang atau batang tirai. Wanita menyukai mengenakan gaun atau
rok rayon karena kain rayon tidak mengganggu dan tidak melekat pada tubuh.
4. Versatile (Serbaguna)
Bahan pakaian tidak selalu terbuat dari 100% rayon. Serat rayon sering
digabungkan dengan serat jenis lain untuk membuat kain yang disebut
Blended (lihat “Mengenal kain“). Rayon biasanya dicampur dengan kapas,
wol, sutra, poliester, dan akrilik. Ketika dikombinasikan, produk akhir akan
memiliki karakteristik berdasarkan kedua serat yang dicampur.
Flavonoid
Struktur dasar flavonoid dapat diubah sedemikian rupa sehingga terdapat
lebih banyak ikatan rangkap yang menyebabkan senyawa tersebut menyerap
cahaya tampak dan ini membuatnya berwarna. Ada tiga kelompok flavonoid
yang amat menarik perhatian dalam fisiologi tumbuhan yaitu antosianin, flavonol,
dan flavon. Antosianin adalah pigmen berwarna merah, ungu, dan biru. Warna
antosianin pertama-tama bergantung pada gugus pengganti yang terdapat
dicincin B. Kedua, antosianin sering berhubungan dengan flavon atau flavonol
yang menyebabkan warnanya mejadi lebih biru. Ketiga, antosianin berhubungan
satu sama lain, khususnya pada konsentrasi tinggi dan ini dapat menyebabkan
efek kemerahan atau kebiruan, bergantung pada antosianin dan pH vakuola
tempat mereka terhimpun. Dapat pula terglikosilasi oleh glukosa, galaktosa,
ramnosa, xilosa-glukosa,ramnosa-glukosa atau glukosa-glukosa. Atau kadang
terglikosilasi oleh glukosa. Flavonol dan flavon berhubungan dekat dengan
antosianin, tapi berbeda dalam hal struktur cincin tengah yang mengandung
oksigen. Sebagian besar flavon atau flavonol merupakan pigmen berwarna
kekuningan atau gading. (http://www.scribd.com/doc/43133531/Pembuatan-Zat-
Warna-Tekstil-Alami-dari-Ekstrak-Daun-Alpukat#scribd, 12 Mei 2015, 12:33)
Ekstraksi cair-cair atau dikenal juga dengan nama ekstraksi solven. Ekstraksi
jenis ini merupakan proses yang umum digunakan dalam skala laboratorium
maupun skala industri.
Leaching, adalah proses pemisahan kimia yang bertujuan untuk memisahkan
suatu senyawa kimia dari matriks padatan ke dalam cairan.
Dalam melakukan proses ekstraksi atau pembuatan larutan zat warna
alam perlu disesuaikan dengan berat bahan yang hendak diproses sehingga
jumlah larutan zat warna alam yang dihasilkan dapat mencukupi untuk mencelup
bahan tekstil. Banyaknya larutan zat warna alam yang diperlukan tergantung
pada jumlah bahan tekstil yang akan diproses. Perbandingan larutan zat warna
dengan bahan tekstil yang biasa digunakan adalah 1: 30. Misalnya berat bahan
tekstil yang diproses 100 gram maka kebutuhan larutan zat warna alam adalah 3
liter.
2.4. Pencelupan dengan Zat Warna Alam
Pencelupan adalah suatu proses pemberian warna pada bahan tekstil
secara merata dan baik, sesuai dengan warna yang diinginkan. Sebelum
pencelupan dilakukan maka harus dipilih zat warna yang sesuai dengan serat.
Pencelupan dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik dengan
menggunakan alat – alat tertentu pula.
Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan
zat warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil
kedalam larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat.
Penyerapan zat warna kedalam serat merupakan suatu reaksi eksotermik dan
reaksi kesetimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam, alkali
atau lainnya ditambahkan kedalam larutan celup dan kemudian pencelupan
diteruskan hingga diperoleh warna yang dikehendaki.
PERCOBAAN
3.1.1. Ekstraksi
Alat: Bahan:
- Panci - Kulit alpukat
- Kompor - Air
- Saringan
- Gelas ukur
3.1.2. Pencelupan
Alat: Bahan:
- Panci - Larutan ekstraksi kulit
- Kompor alpukat
- Pengaduk - Kain Rayon
- Gelas piala - NaCl/elektrolit
- Kasa
- Timbangan
Alat: Bahan:
- Oven - Kulit alpukat
- Cawan
Alat: Bahan:
- Spektrofotometer - Kain rayon hasil proses
Alat: Bahan:
- Crockmeter - Kain rayon hasil proses
- Kain kapas
Alat: Bahan:
- Minirapid - Kain rayon hasil proses
- Kain kapas
- Kain poliester
3.2. Resep
3.2.1. Pencelupan
Resep 1 2 3 4
Vlot (1:x) 1:20
Berat bahan (gram) 27,72 26,45 28,67 26,87
NaCl/Na2SO4 (g/l) 15 20 20 15
Waktu (menit) 15 30 15 30
Suhu (°C) 90°C
3.2.3. Pencucian
Air
Kulit Alpukat
100°C
30°C
0 180 (menit)
100°C
30°C
0 10 20 120 (menit)
3.4.3. Pencelupan
80-90°C
30°C
0 10 40 60 (menit)
30°C
0 15 (menit)
3.5. Diagram Alir
Proses ekstrasi bahan baku (vlot 1:6) Keringkan dalam oven selama 12 jam
Ektrasi 1 : 1/3 air saringan ekstrasi Timbang bahan sampai berat tetap
Filtrat 1: Digunakan dalam proses pencelupan Filtrat 2: Digunakan dalam proses pembuatan bubuk
zat warna
3.6. Prosedur
Menimbang kulit alpukat yang sudah di jemur sebanyak 500-1000 gram, kemudian
dipotong menjadi bagian yang lebih kecil
Masukkan kedalam panci berisi air sebanyak 3 liter, kemudian didihkan
Larutan ekstrak kulit alpukat dididihkan sampai air yang tersisa tinggal 1/3
Memisahkan antara filtrat dan endapan dengan menggunakan saringan
Melarutkan kembali sisa endapan dengan air 3 liter dan didihkan sampai air tersisa
1/3 liternya, kemudian pisahkan kembali dengan cara penyaringan, lakukan kembali
langkah ini sampai hasil ekstrasi sebanyak 3 liter.
Menghomogenkan filtrat yang pertama sampai ketiga, lalu simpan dalam lemari
pendingin.
3.6.2. Perhitungan MR
Bersihkan cawan, kemudian keringkan didalam oven dengan suhu 100°C, lalu
timbang
Timbang cawan dengan kulit alpukat, lalu keringkan dalam oven dengan suhu 100°C
selama 12 jam
Keluarkan cawan dari oven dan timbang sampai didapatkan berat tetap, kemudian
hitung Moisture Regain bahan dengan rumus:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙 − 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙
Maka banyak endapan atau serbuk zat warna sabut kelapa yang diperoleh adalah
sebanyak 2,38691 gram.
0.7
0.6
0.5
Axis Title
tanpa mordan
0.4
mordan tawas
0.3 mordan kapur
0.2
0.1
0
400 420 440 460 480 500 520 540 560 580 600 620 640 660 680 700
Resep 1
CIE L*a*b*
Jenis kain
L* a* b* C* h
Non mordan 72,70 10,52 7,61 12,98 35,88
Tawas 74,91 6,71 9,24 11,42 54,01
Kapur 72,72 10,11 5,56 11,54 28,83
Kalium
55,71 11,03 14,49 18,21 52,72
bikromat
Fero sulfat 56,36 1,21 8,04 8,13 81,44
90
80
70
60
non mordan
50 tawas
kapur
40
kalium bikromat
30
ferrosulfat
20
10
0
L* a* b* C* h
Resep 2
CIE L*a*b*
Jenis kain
L* a* b* C* h
Non mordan 64,57 12,31 10,82 16,39 41,32
Tawas 66,33 9,12 13,49 16,28 55,93
Kapur 64,57 12,31 10,81 16,39 41,30
Kalium
48,12 13,16 12,23 17,96 42,91
bikromat
Fero sulfat 49,38 1,88 4,52 4,89 67,39
80
70
60
50 non mordan
tawas
40
kapur
30 kalium bikromat
ferrosulfat
20
10
0
L* a* b* C* h
Resep 3
CIE L*a*b*
Jenis kain
L* a* b* C* H
Non mordan 66,02 11,96 8,27 14,54 34,67
Tawas 70,41 8,73 10,86 13,93 51,22
Kapur 65,37 11,24 6,66 13,06 30,65
Kalium
54,06 11,69 12,79 17,33 47,58
bikromat
Fero sulfat 52,80 1,61 6,64 6,84 76,39
90
80
70
60 non mordan
50 tawas
40 kapur
kalium bikromat
30
ferrosulfat
20
10
0
L* a* b* C* h
Resep 4
CIE L*a*b*
Jenis kain
L* a* b* C* H
Non mordan 70,82 10,80 10,18 14,84 43,32
Tawas 68,42 9,41 14,83 17,56 57,59
Kapur 68,38 12,54 9,79 15,91 37,99
Kalium
55,89 13,36 15,41 20,39 49,08
bikromat
Fero sulfat 50,74 1,99 4,29 4,73 65,12
80
70
60
50 non mordan
tawas
40
kapur
30 kalium bikromat
ferrosulfat
20
10
0
L* a* b* C* h
4.4 Diskusi
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kulit alpukat dapat mewarnai serat rayon
dengan warna merah kecoklatan karena kulit alpukat mengandung senyawa antosianin.
Dimana antosianin dapat diekstrak dengan menggunakan air panas. Warna merah
kecoklatan dari antosianin dapat mewarnai serat rayon secara permanen.
4.4.1. Pencelupan
Dalam proses pecelupan, serat rayon direndam dalam larutan ekstraksi kulit alpukat dengan
suhu tinggi sehingga membantu proses difusi zat warna ke permukaan serat. Antosianin
yang sudah terdifusi akan terabsorpsi ke dalam serat dan diikat oleh gugus OH dan
terbentuk ikatan hidrogen antara serat dan zat warna sehingga serat akan terwarnai.
Namun, pada ikatan hidrogen ini mudah lepas pada saat proses pencucian dan suhu tinggi
karena ikatan hidrogen umumnya tidak terlalu kuat. Sehingga ketahanan lunturnya kurang
baik.
Proses pencelupan dilakukan tanpa proses mordanting terlebih dahulu melainkan langsung
dimulai dengan proses pencelupan dengan penambahan variasi garam dan waktu yang
sesuai dengan resep. Dalam pencelupan melalui beberapa tahap yaitu, tahap difusi dimana
partikel zat warna bergerak dari larutan zat warna menuju permukaan serat yang kemudian
zat warna yang ada di permukaan akan terserap / adsorpsi kedalam serat yang selanjutnya
zat warna akan berdifusi kembali menuju inti serat. Pada proses penyerapan zat warna
dapat diatur dengan penambahan zat NaCl / elektrolit, hal ini dilakukan karena didalam
larutan serat rayon/selulosa akan lebih bermuatan negatif dengan elektrolit dapat
mengurangi kenegatifan serat sehingga zat warna dan serat akan saling tarik menarik.
Namun dengan penambahn NaCl yang terlalu banyak mengakibatkan laju difusi zat warna
kedalam serat akan terlalu cepat sehingga mengakibatkan terjadinya agregasi sehingga kain
yang dihasilkan tidak rata. Selain penambahan elektrolit waktu pencelupan waktu
pencelupan pun mempengaruhi hasil kain dengan waktu yang semakin lama maka zat
warna yang berikatan dengan serat semakin banyak. Selanjutnya proses fiksasi
berlangsung pada saat penurunan suhu, dimana zat warna akan berikatan dengan serat
secara hidrogen.
Proses iring bertujuan untuk meningkatkan tahan luntur warna pada serat rayon dengan
menambahkan logam sehingga zat warna dan serat dapat terikat dengan kuat. Pada serat
rayon yang telah dicelup dan diiring dengan bahan kimia yang berbeda-beda. Untuk kain
yang diiring dengan tawas diperoleh warna krem, dengan kalium dikromat diperoleh warna
coklat tua, dengan kapur diperoleh warna merah tua, dengan ferrosulfat diperoleh warna
abu-abu.
Iring Tawas
Proses dengan menggunakan iring tawas menghasilkan warna kain menjadi lebih
muda. Di mana, kain yang berwarna coklat menjadi warna coklat muda. Hal ini, dikarenakan
tawas tapat memberikan suasana asam pada larutan iring. Sehingga serat rayon yang
mudah rusak oleh asam mengakibatkan zat warna tidak dapat berikatan karena serat sudah
rusak oleh asam.
Iring Kapur
Proses dengan menggunakan iring kapur menghasilkan warna kain yang lebih tua
dibandingkan dengan yang tidak di proses iring, ini dapat dilihat dari data spektrofotometer
yang ada pada kain dengan tidak di proses iring ,,,, . hal ini dapat dikarenakan kapur
memberikan sifat basa sehingga serat selulosa menggelembung dan dapat terbuka dan zat
warna dapat terserap lebih banyak. Oleh karena itu warna yang dihasilkan lebih tua.
Proses dengan menggunakan irig ferro sulfat menghasilkan warna kain menjadi
berubah. Hal ini dikarenakan ferro sulfat merupakan zat reduktor yang dapat mereduksi
gugus-gugus OH yang ada dalam flavonoid. Sehingga ion Fe2+ yang ada pada ferro sulfat
berikatan dengan senyawa flavonoid yang ada pada zat warna. Oleh karena itu, pada kain
yang sudah dicelup dan ditambah proses iring ferro sulfat berubah arah menjadi warna abu
karena akibat adanya ion ion Fe2+.
Kalium dikromat merupakan logam yang dapat membuat ukuran zat warna menjadi
lebih besar sehingga ketahanan luntur warna menjadi lebih baik. Dilihat dari data
spektrofotometer yang didapat dengan adanya penambahan kalium bikromat menjadikan
arah warna pada kain berubah. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena adanya Cr+
yang selain dapat mengikat zat warna lebih banyak dengan selolusa.
Kain baik yang diiring maupun tidak dilakukan pengujian tahan luntur terhadap gosokan
dilakukan dengan 2 keadaan yaitu, dalam keadaan basah dan kering.
Ketahanan gosok kering pada kain dengan menggunakan penambahan elektrolit sebanyak
15 gram memperoleh nilai ketahanan luntur 3-5 sedangkan pada kain dengan
menggunakan elektrolit sebanyak 20 gram memperoleh nilai ketahanan luntur 2-4/5. Dari
data yang didapat semakin banyak penambahan elektrolit ketahanan luntur tehadap
gosokan lebih jelek dibandingkan dengan penambahan elektrolit sebanyak 15 gram. Hal ini
dikarenakan semakin banyak penambahan elektrolit mengakibatkan terjadinya agregasi
menyebabkan ukuran molekul dan afinitasnya semakin besar, sehingga pada penambahan
elektrolit yang berlebih mengakibatkan ketahanan gosoknya rendah. Pada ketahanan gosok
basah pada kain dengan resep 1-3 memiliki nilai ketahanan luntur terhadap gosok basah 1-
3/4 , sedangkan pada kain dengan resep 4 memiliki nilai 2-4. Dari data yang didapat bila
dibandingkan dengan ketahanan gosok kering memiliki nilai ketahanan luntur yang lebih
rendah. Hal ini dikarenakan ikatan kain dengan zat warna akan terkikis oleh beban pada uji
ketahanan gosok, sehingga warna kain akan luntur dan terlihat lebih muda daripada kain
kering yang juga diuji ketahanan gosoknya.
Ketahanan luntur terhadap pencucian dengan proses iring menggunakan kapur memiliki
nilai grey scale 4-5 dan yang tidak diiring memiliki nilai 4/5-5, dari data yang didapat kain
dengan menggunakan tanpa menggunakan iring zat warna hanya menempel pada
permukaan serat sehingga pada proses pencucian zat warna akan terhidrolisis dalam
larutan sabun sedangkan pada kain dengan menggunakan proses iring zat warna yang ada
didalam larutan dapat berikatan kembali dengan kain pelapis.
BAB V
KESIMPULAN dan SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran