Anda di halaman 1dari 10

A.

Nama Penyakit : IUFD (Intra Uterine Fetal Death)


B. Level SKDI :2
C. Sistem : Reproduksi
D. Epidemiologi
Di Negara berkembang, angka lahir mati ini telah menurun dari 15-16 per 1000
kelahiran total pada tahun 1960-an menjadi 7-8 per 1000 kelahiran pada tahun 19903.
Dari data the National Vital Statistics Report tahun 2005 menunjukkan bahwa rata-
rata jumlah kematian janin dalam kandungan terjadi sekitar 6.2 per 1000 kelahiran6.
Tabel Insiden terjadinya kematian janin berdasarkan usia kehamilan5

Gestation (weeks) Mean incidence fetal death (%)

5-7 17.5

8-11 50.6

12-15 47.0

16-19 32.8

20-27 10.7

Total 5-27 33.0

E. Etiologi

Kematian janin dapat disebabkan oleh banyak hal dan dikelompokkkan menjadi
penyebab janin, penyebab plasenta, penyebab Ibu, tidak diketahui penyebabnya .

a. Penyebab Janin :
25-40 % karena kelainan kromosom, cacat lahir non-kromosom, hidrops non imun, dan
infeksi (virus, bakteri dan protozoa).

b. Penyebab plasenta :
25-35% karena solusio, perdarahan janin ke Ibu, cedera tali pusat, insufisisnsi plasenta,
asfiksia intrapartum, plasenta previa, transfusi antarkembar, dan korioamnionitis.

1
c. Penyebab Ibu :
5-10% karena, antibodi fosfolipid, diabetes, penyakit hipertensi, trauma, persalinan
normal, sepsis, asidosis, hipoksia, ruptura uteri, kehamilan posterm, obat.

d. Tidak diketahui penyebabnya 25-35%2.

F. Gejala dan tanda

Gejala adanya IUFD dapat diketahui antara lain dengan:

1. Tidak adanya denyut jantung janin (Funandoskop, doppler, maupun USG)


2. Rahim tidak membesar, malahan mengecil
3. Gerak janin tidak dapat dirasakan terutama oleh Ibu sendiri.
4. Palpasi janin oleh pemeriksa tidak begitu jelas.
5. Test kehamilan menjadi negatif (-), terutama setelah janin mati 10 hari4.

G. Diagnosis

Diagnosis suatu IUFD dapat ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesa

2. Gejala. Jika kematian janin terjadi di awal kehamilan, mungkin tidak akan ditemukan
gejala kecuali berhentinya gejala-gejala kehamilan yang biasa dialami (mual, muntah,
sering berkemih, kepekaan pada payudara). Di usia kehamilan berikutnya, kematian janin
harus dicurigai jika janin tidak bergerak dalam jangka waktu yang cukup lama.

3. Tanda-tanda. Ketidak mampuan mengidentifikasi denyut jantung janin pada ANC


(Antenatal care) setelah usia gestasi 12 minggu dan/atau tidak adanya pertumbuhan uterus
dapat menjadi dasar diagnosis

4. Pemeriksaan laboratorium. Penurunan kadar gonadotropin korionik manusia (Human


Chorionis Gonadotropin/ HCG) mungkin dapat membantu diagnosis dini selama
kehamilan.

2
5. Pemeriksaan radiologi. Secara histologis, foto rontgen abdominal digunakan untuk
mengkonfirmasi IUFD. Tiga temuan sinar X yang dapat menunjukkan adanya kematian
janin yaitu penumpukan tulang tengkorak janin ( tanda Spalding), tulang punggung janin
melengkung secara berlebihan, dan adanya gas di dalam janin. Saat ini foto rontgen sudah
tidak digunakan lagi dan sekarang beralih pada USG,dimana USG sebagai baku emas
untuk mengkonfirmasi suatu IUFD dengan mendokumentasikan tidak adanya aktivitas
jantung janin setelah usia gestasi 6 minggu, selain itu dapat ditemukan juga adanya edema
kulit kepala dan maserasi janin3.

3
Gb. Tanda ’Spalding sign’ pada pemeriksaan USG

Tingkatan/ perubahan-perubahan yang terjadi pada janin yang meninggal antara lain :

1. Baru meninggal (± 2.5 jam) : bayi lemas dan ada tanda-tanda lebam
2. Maserasi tingkat I (<48 jam) : lepuh-lepuh pada kulit, lecet-lecet sedikit.
3. Maserasi tingkat II (> 48 jam) : lecet-lecet lebih banyak.
4. Maserasi tingkat III (± 3 minggu): janin lemas sekali,tulang-tulang longgar, otak
membubur 4.

H. PENATALAKSANAAN

Penanganan IUFD tergantung dari banya faktor seperti usia kehamilan, ukuran janin, dan
berapa lama sejak denyut jantung janin berhenti. Penanganannya antara lain :

1. Tunggu hingga bayi lahir


2. Dilatasi serviks dan menggunakan alat untuk mengambil jaringan-jaringan fetus.
3. Induksi persalinan dengan obat untuk membuka serviks dan membuat uterus kontraksi dan
akhirnya dapat mendorong jaringan fetus keluar rahim

4
Sekitar 90% perempuan akan melahirkan spontan pada minggu ketiga setelah janin
meninggal dalam kandungan. Jika kelahiran spontan tidak terjadi dalam 3-4 minggu resiko
Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC) meningkat.

Hal lain yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi penyebab kematian janin, yang
akan membantu proses berduka cita dan untuk koseling di masa depan. Autopsi merupakan
satu-satunya cara yang paling bermanfaat utnuk mengidentifikasi penyebab terjadinya
penyebab kematian janin3.

Induksi persalinan :

Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik
secara operatif maupun medisinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga
terjadi persalinan.

Indikasi induksi persalinan antara lain:

A. Indikasi janin
1. Kehamilan lewat waktu
2. Ketuban pecah dini
3. Janin mati
B. Indikasi Ibu
1. Kehamilan dengan hipertensi
2. Kehamilan dengan diabetes mellitus
Kontraindikasi induksi persalinan antara lain:

1. Malposisi janin
2. Insufisisensi plasenta
3. Disporposi sefalopelvik
4. Cacat rahim, misalnya pernah megalami seksio sesarea, enukleasi miom.
5. Grande multipara
6. Gemelli
7. Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion
8. Plasenta previa

5
Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi,
diantaranya :

1. Hendaknya serviks uteri sudah “matang”, yaitu serviks sudah mendatar dan menipis dan sudah
dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, sumbu serviks menghadap ke depan.

2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD)

3. Tidak ada kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan

4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.

Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor bishop. Jika skor Bishop kurang atau
sama dengan 3 maka angka kegagalan induksi mencapai lebih dari 20% dan berakhir pada seksio
sesaria. Bila nilai lebih dari 8 induksi persalinan kemungkinan akan berhasil. Angka yang tinggi
menunjukkan kematangan serviks.

Tabel Skor Bishop untuk menilai kematangan serviks untk induksi persalinan

Jika bishop skor kurang dari 6 direkomendasikan menggunakan agen pematangan


servik sebelum induksi persalinan. Pendekatan non farmakologi dalam pematangan servik dan
induksi persalinan meliputi senyawa herbal, minyak merica, mandi air hangat, enema,
hubungan seksual, stimulasi payudara, akupuntur, akupresur, stimulasi saraf transkutaneus,
serta modalitas mekanis dan bedah. Dari metode-metode non farmakologis ini, hanya metode-
metode mekanis dan bedah yang telah membuktikan manfaat dalam pematangan serviks dan
induksi persalinan meliputi prostaglandin, misoprostol, mifepristone, dan relaxin. Apabila skor
bishop cukup, agen farmakologi yang lebih disukai adalah oksitosin.

6
Pada janin mati dan tidak mungkin lahir spontan pervaginam dan ibu dalam keadaan
bahaya (maternal distress) seksio sesarea tidak dilakukan, sebagai gantinya dapat dilakukan
embriotomi.

Evaluasi pada bayi lahir mati

Evaluasi pada bayi lahir mati berfungsi untuk:

1. Adaptasi psikologis terhadap kehilangan yang mendalam dapat dipermudah apabila


etiologi spesifiknya dapat diketahui.
2. Dapat meredakan rasa bersalah yang merupakan bagian dari kedukaan.
3. Diagnosis yang tepat menyebabkan penyuluhan mengenai kekambuhan akan lebih akurat
dan bahkan memungkinkan dilakukanya terapi atau intervensi untuk mencegah terjadinya
hal yang sama pada kehamilan berikutnya.
4. Memberi informasi identifikasi sindrom-sindrom herediter.
Protokol pemeriksaan bayi lahir mati harus diulas secara sistematik dan terperinci tentang
kejadian-kejadian prenatal, dan bayi, plasenta, serta selaput ketuban harus diperiksa secara cermat
disertai pencatatan temuan,baik yang positif maupun negative. Dianjurkan tindakan otopsi, baik
secara lengkap (lebi dianjurkan) atua terbatas. Sampel dikirim untuk penelitian sitogenetik pada
kasus malformasi janin, kematian janin berulang, atau hambatan pertumbuhan2.

Protokol untuk Pemeriksaan Bayi Lahir Mati di Parkland Hospital2

Gambaran umum bayi :

- Malformasi
- Noda kulit
- Derajat maserasi
- Warna-ucat,pletorik
Tali pusat :

- Prolaps
- Lilitan – leher, lengan, tungkai
- Hematoma tau striktur
- Jumlah pembuluh

7
- Panjang
Cairan amnion:

- Warna – mekonium, darah


- Konsistensi
- Volume
Plasenta :

- Berat
- Bekuan lekat
- Kelainan struktur – lobus sirkumvalata atau aksesorius, insersi
vilamentosa
- Edema – kelainan hidropik
Selaput ketuban :

- Ternoda
- Menebal

KOMPLIKASI

1. Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC) :

Janin yang mati  kebocoran tromboplastin dan bahan seperti tromboplastin yang melintasi
plasenta menuju sirkulasi ibu konsumsi factor-faktor koagulasi termasuk factor V,VIII,
protrombin,dan trombosit  manifestasi klinis koagulopati intravascular diseminata (DIC)

2. Ensefalomalasia multikistik:

Hal ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, terutama kehamilan monozigotik dimana
memiliki sirkulasi bersama antara janin kembar yang masih hidup dengan yang salah satu
janinnya meninggal. Dalam hal ini sering kali mengakibatkan kematian segera janin lainnya.
Jika janin kedua masih dapat bertahan hidup, maka janin tersebut memiliki risiko tinggi terkena
ensefalomalasia multikistik.

8
Bila salah satu bayi kembar ada yang meninggal dapat terjadi embolisasi bahan
tromboplastik dari janin yang meninggal melalui komunikasi vaskular plasenta ke janin yang
masih hidup dengan atau tanpa perubahan hemodinamik (hipotensi) pada saat kematian janin
seingga terjadi infark cedera selular pada otak (ensefalomalasia multikistik, yang diagnosisnya
dikonfirmasi dengan ekoensefalografi), usus, ginjal, dan paru3.

3. Hemoragic Post Partum

Hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5 minggu sesudah IUFD
(kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700mg%). Akibat kekurangan
fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik post partum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu
setelah janin mati.

4. Dampak psikologis
Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2 minggu kematian janin yang
dikandungnya sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering
berulang juga akan menghambat perkembangan fisik. Gejala dan tanda lain tergantung pada
lesi primer.

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa dan pemeriksaan penunjang (laboratorium :


darah, urinalisis fisis dan kimia), test deprivasi air, radioimunoassay untuk vasopresin, rontgen
cranium, dan MRI. komplikasi diabetes insipidus dapat terjadi dehidrasi hipernatremik serta
komplikasi neurologisnya, retardasi mental, hidronefrosis.

Pada DIS yang komplit, terapi hormon pengganti (hormonal replacement) yaitu
desmopressin atau DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) merupakan pilihan utama.
Selain terapi hormon pengganti, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang mengatur keseimbangan
air, seperti: diuretik tiazid, klorpropamid, klofibrat, karbamazepin. Untuk mencegah dehidrasi,
penderita harus selalu minum cairan dalam jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus.
Diabetes insipidus jarang mengancam jiwa. Penderita dengan diabetes insipidus tanpa komplikasi
dapat hidup selama bertahun-tahun dengan kesulitan poliuria dan polidipsia sepanjang mereka
memiliki mekanisme haus yang utuh dan mendapatkan air dengan bebas.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Botefilia. 2009. Agar Janin Tak Meninggal dalam Kandungan.(Online)


http://cpddokter.com/home/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=938
2. Cunningham FG, dkk. 2006. Obstetri Wiliams vol.2 edisi 21 ’Penyakit dan cedera pada
janin dan neonatus’. EGC: Jakarta.
3. Norwitz,E. Schorge,J. 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi kedua ’Kematian
Janin Intra Uterin’. EMS : Jakarta
4. Hendaryono,H. 2007. Patologi kebidanan.
5. Kliman, HJ. Dkk. 2000. Fetal death: etiology and pathological findings.
(Online) http://www.med.yale.edu/obgyn/kliman/placenta/articles/UpToDate.html
Lindsay,JL. 2010. Evaluation of Fetal Death. (Online)
http://emedicine.medscape.com/article/259165-overview

10

Anda mungkin juga menyukai