(DIKA AZHAR )
Disusun Oleh :
Nama : Rivan Ardiansyah
Kelas : XI – OTKP III
No. Absen : 33
BAB I RUANG LINGKUP HUMAS
Kegiatan hubungan internal yang dilakukan oleh seorang Public Relations Officers, yaitu:
o Hubungan dengan media massa dan pers (media & press relations)
Hubungan dengan media dan pers merupakan sebagai alat pendukung atau media kerja
sama untuk kepentingan proses publikasi dan publisitas berbagai kegiatan program kerja
atau untuk kelancaran aktivitas komunikasi humas dengan pihak publik. Dengan
hubungan baik dengan media dan pers, perusahaan bisa mengontrol, mencegah, dan
meminimalisir pemberitaan-pemberitaan negatif atau salah tentang perusahaan di media
massa. Hubungan dengan pers dapat dilakukan melalui kontak formal dan kontak informal.
Bentuk hubungan melalui kontak formal antara lain konfrensi pers, wisata pers (press
tour), taklimat pers (press briefing), dan resepsi pers. Sedangkan bentuk hubungan melalui
kontak informal antara lain keterangan pers, wawancara pers, dan jumpa pers (press
gathering).
o Hubungan dengan pemerintah (government relations)
Hubungan yang baik dengan pemerintah bisa memudahkan perusahaan dalam
menyesuaikan kebijakan yang akan diambil dengan kebijakan-kebijakan pemerintah,
sehingga kebijakan tersebut terwujud sesuai dengan aturan pemerintah dan tidak
melanggar hukum.
1. Publisitas
Salah satu kegiatan yang sering dilakukan humas adlah publisitas, yaitu kegiatan
menempatkan berita mengenai seseorang, organisasi atau perusahaan di media massa. Dengan
kata lain publisitas adalah upaya orang atau organisasi agar kegiatannya diberitakan media
massa. Publisitas lebih menekankan pada proses komunikasi satu arah sedangkan humas adalah
komunikasi dua arah. Publisitas merupakan salah satu alat dalam kegiatan humas, namun humas
tidak akan dapat berbuat banyak tanpa publisitas.
2. Pemasaran
Banyak orang saat ini sulit membedakan antara fungsi humas dan fungsi pemasaran
(marketing). Bagian pemasaran membutuhkan publisitas media massa bagi produknya dan
karenanya pemasaran membutuhkan fungsi humas untuk melaksanakan hal ini karena biasanya
orang humas lebih mengetahui bagaimana menulis untuk media massa dan mengetahui
bagaimana menangani wartawan dari pada orang pemasaran. Namun demikian, kegiatan
publisitas ini tetap merupakan upaya pemasaran yang bertujuan untuk meningkatkan ketertarikan
pelanggan atas produk perusahaan.
2. Membangun kepercayaan konsumen terhadap citra perusahaan atau manfaat (benefit) atas
produk yang ditawarkan / digunakan
3. Mendorong antusiasme (sales force) melalui suatu artikel sponsor (advertorial) tentang
kegunaan dan manfaat suatu produk.
4. Menekan biaya promosi iklan komersial, baik di media elektronik maupun media cetak dan
sebagainya demi tercapainya efisiensi biaya
3. Public Affairs
Public affairs dapat didefinisikan sebagai: bidang khusus public relations yang
membangun dan mempertahankan hubungan dengan pemerintah dan komunitas lokal agar dapat
memengaruhi kebijakan publik. Definisi ini menunjukkan bahwa terdapat dua pihak yang
menjadi fokus perhatian public affairs, yaitu pemerintah dan masyarakat lokal. Pemerintah
meliputi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
4. Manajemen Isu
Definisi Manajemen isu didefinisikan sebagai suatu usaha aktif untuk ikut serta
memengaruhi dan membentuk persepsi, opini, dan sikap masyarakat yang mempunyai dampak
terhadap perusahaan (Wongsonagoro, 1995).
Berdasarkan definisi sebelumnya dapat disimpulkan bahwa manajemen isu adalah suatu proses
manajemen yang bertujuan untuk membantu:
Melestarikan Pasar
Mengurangi Risiko
Menciptakan Peluang
Mengelola citra sebagai asset organisasi/perusahaan, baik untuk kepentingan organisasi
itu sendiri maupun para stakeholder.
Sebuah isu, terlepas dari benar atau tidak, jika tidak direspons dengan baik akan menyebabkan
dampak yang merugikan. Isu yang tidak dikelola dengan baik, akan menyebabkan krisis dan
krisis berpotensi mengancam reputasi perusahaan. Bedasarkan penjabaran pada bab ini,
seorang Public Relations harus mendalami manajemen isu sebagai keahlian yang juga harus
dimiliki praktisi Public Relations.
5. Lobi
Lobi adalah bidang khusus humas yang membangun dan memelihara hubungan dengan
pemerintah utamanya untuk tujuan memengaruhi peraturan dan perundang-undang.
FUNGSI LOBI :
SASARAN LOBI
1. Golongan masyarakat yang biasa disebut dengan Kalangan Kosmopolit. Mereka adalah
orang yang memiliki wawasan dan pengetahuan yang cukup luas, yang tidak diragukan
lagi kemampuan maupun kecakapannya.
2. Anggota organisasi yang memiliki kontak paling penting dengan pihak-pihak legislatif,
eksekutif maupun yudikatif.
3. Tokoh masyarakat yang sudah dikenal kredibilitasnya, integritas maupun reputasinya,
tokoh LSM, dan individu-individu berpengaruh lainnya.
4. Kalangan jurnalis (wartawan dan redaktur) yang memiliki networking dan jaringan
informasi cukup luas, serta memiliki power untuk membentuk opini.
5. Pejabat tinggi negara seperti anggota legislative (DPR/D), eksekutif (pejabat pemerintah,
seperti menteri, dirjen, gubernur, walikota, dan sebagainya) dan yudikatif (MA,
Departemen Kehakiman dan HAM), yang keputusankeputusannya bisa mengubah
segalanya baik di bidang politik, hukum, perundang-undangan, sosial ekonomi, dan
sebagainya.
TUJUAN LOBI
1. Mencapai laba
Pada organisasi nirlaba, laba adalah mendapatkan dukungan moral, materi dan dukungan
pendanaan, organisasi nirlaba tidak akan dapat menjalankan organisasinya.
6. Hubungan Investor
Frank Jefkins dalam bukunya Public Relations menyebutkan terdapat delapan khalayak
utama humas, salah satunya adalah para investor pasar uang atau masyarakat keuangan. “dengan
demikian, fungsi hubungan investor atau investor relations menjadi bagian dari fungsi humas.
Menurut Cutlip-Center-Broom, hubungan investor merupakan merupakan bidang khusus humas
yang bekerja pada perusahaan publik. Definisi investor menurut Cutlip dan rekan adalah: bidang
khusus dari humas korporat yang membangun dan mempertahankan hubungan yang saling
menguntungkan dengan pemegang saham dan pihak lainnya dalam masyarakat keuangan untuk
memaksimalkan nilai pasar.
Seluruh bidang pekerjaan humas tersebut telah menghasilkan spesialisasi kehumasan yang
bersifat khusus. Disebut spesialisasi kehumasan karena melayani khalayak tertentu saja.
1. Publisitas
melahirkan bidang kekhususan humas yang disebut dengan media relations. Media relations
mengkhususkan khalayaknya pada wartawan (pers) dan media massa pada umumnya. Organisasi
tertentu menjadikan hubungan baiknya dengan media massa sebagai sesuatu yang sangat penting
bagi kemajuan usahanya. Suatu perusahaan penyelenggara berbagai pertunjukkan hiburan (event
organizer) harus memiliki akses yang baik ke media massa untuk dapat mempromosikan
berbagai pertunjukkan yang diselenggarakannya.
2. Public affairs
melahirkan tiga bidang kekhususan, yaitu community relations, government relations, dan
terakhir adalah industry relations.
a. community relations mengkhususkan khalayak mereka pada masyarakat yang tinggal atau
berada di sekitar perusahaan (pabrik). Perusahaan tertentu memberikan penekanan pada aspek
ini dalam aktivitas kehumasannya karena perusahaan berada di tengah lingkungan masyarakat
di mana pengertian dan dukungan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mempertahankan
tujuan perusahaan.
c. industrial relations khusus mengenai kelompok buruh atau pekerja. Perusahaan tertentu
akan lebih menekankan pada aspek perburuhan ini karena, misalnya, sebagian besar usaha
perusahaan sangat ditentukan oleh adanya kerja sama yang baik antara perusahaan dan buruh.
3. Pemasaran
melahirkan bidang kekhususan yang disebut dengan marketing relations (disebut juga marketing
communication) dan costumers relations yang khusus melayani konsumen dan pelanggan.
Perusahaan lebih fokus kepada konsumen atau pelanggan, yaitu khalayak yang langsung
berhubungan dengan perusahaan untuk mendapatkan barang atau jasa yang ditawarkan
perusahaan. Komunikasi pemasaran (marketing communications) merupakan hal yang sangat
ditekankan dalam marketing dan costumers relations ini. Hubungan investor khusus melayani
khalayak pemilik atau penanam modal (investor) perusahaan dan masyarakat pasar modal.
4. Manajemen isu
melahirkan bidang khusus, yaitu riset komunikasi yang bertujuan untuk mengetahui pandangan
dan opini khalayak terhadap organisasi atau perusahaan atau untuk mengetahui tingkat kepuasan
khalayak terhadap produk yang dihasilkan perusahaan. Perusahaan terkadang membayar jasa
konsultan humas yang khusus mendalami riset kehumasan ini.
BAB II REGULASI KEHUMASAN
A. Pengertian regulasi
Pengertian Regulasi adalah suatu peraturan yang dibuat untuk membantu mengendalikan
suatu kelompok, lembaga/organisai,dan masyarakat demi mencapai tujuan tertentu dalam
kehidupan bersama,bermasyarakat,dan bersosialisasi. Di bidang sosial, regulasi sering digunakan
sebagai peraturan yang mengatur masyarakat seperti adanya norma.
Tujuan dari dibuatnya regulasi atau aturan adalah untuk mengendalikan manusia atau
masyarakat dengan batasan-batasan tertentu. Regulasi diberlakukan pada berbagai lembaga
masyarakat, baik untuk keperluan masyarakat umum maupun untuk bisnis.
B. Pengertian Humas
Hubungan masyarakat, atau sering disingkat humas adalah seni menciptakan pengertian
publik yang lebih baik sehingga dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu individu/
organisasi.
Menurut IPRA (International Public Relations Association) Humas adalah fungsi
manajemen dari ciri yang terencana dan berkelanjutan melalui organisasi dan lembaga swasta atau
publik (public) untuk memperoleh pengertian, simpati, dan dukungan dari mereka yang terkait
atau mungkin ada hubungannya dengan penelitian opini public di antara mereka.
C. Pengertian regulasi humas
Regulasi humas adalah suatu cara untuk mengendalikan masyarakat dengan aturan tertentu
dalam bidang kehumasan. Tujuan dibuatnya regulasi atau aturan adalah untuk mengendalikan
manusia atau masyarakat dengan batasan-batasan tertentu. Regulasi diberlakukan pada berbagai
lembaga masyarakat, baik untuk keperluan masyarakat umum maupununtuk bisnis. Istilah regulasi
banyak digunakan dalam berbagai bidang, sehingga definisinya memang cukup luas. Namun
secara umum kata regulasi digunakan untuk menggambarkan suatu peraturan yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat.
Regulasi kehumasan :
1. UU No.14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik
2. Permendagri No.3 tahun 2017 tentang pedoman pengelolaan pelayanan informasi dan
dokumentasi kementrian dalam negeri dan pemerintah daerah.
Komisi informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-undang ini
dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
1. Sengketa informasi publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik yang berkaitan
dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundang-undangan.
2. Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan
mediator komisi informasi.
3. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang
diputus oleh komisi informasi.
ITE adalah kepanjangan dari Informasi Transaksi Eletronik, yang dimaksud dengan ITE
adalah hukum yang mengatur pengguna informasi dan transaksi elektronik yang dilakukan dengan
menggunakan media elektronik. Undang Undang ITE ini dibuat untuk mengatur maupun
memfasilitasi penggunaan dan transaksi informasi dan transaksi elektronik yang banyak digunakan
saat ini. UU ITE ini juga digunakan untuk melindungi pihak-pihak yang ada di dalam maupun
berkaitan dalam Informasi dan Transaksi Elektronik ini. Dalam kata lain UU ITE ini dibuat untuk
mencegah dan mengontrol penyimpangan penyimpangan yang mungkin dan dapat terjadi di dalam
proses ITE tersebut.
Tujuan pemerintah membuat UU tentang ITE berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Pasal 40 ayat (2) yaitu, Pemerintah melindungi kepentingan
umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Sehingga harapan pemerintah setelah adanya peraturan tersebut masyarakat
tidak menyalahgunakan penggunaan media informasi.
1. UU Penyiaran mencakup :
asas
tujuan
fungsi
dan arah penyiaran nasional
3. Tujuan UU Penyiaran :
Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional,
terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan
bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri,
demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
Tujuan KIP :
1. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik,
program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan
pengambilan suatu keputusan publik;
2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
3. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan
pengelolaan Badan Publik yang baik;
4. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan
efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
5. Mengetahui alasan kebijakan publik yang memengaruhi hajat hidup orang banyak;
6. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
7. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk
menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
UU Arsip
Beberapa peraturan perundangan kearsipan yang berlaku di Indonesia sejak tahun 1960 hingga
sekarang :
1. PP RI Nomor 19 Tahun 1961
tentang Pokok – Pokok Kearsipan Nasional
2. PP RI Nomor 20 Tahun 1961
tentang Tugas-Kewajiban dan Lapangan Pekerjaan Dokumentasi dan Perpustakaan dalam
Lingkungan Pemerintah
3. UU Nomor 7 Tahun 1971
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan
4. Keputusan Presiden RI Nomor 26 Tahun 1974
tentang Arsip Nasional RI
5. PP RI Nomor 34 Tahun 1979
tentang Penyusutan Arsip
6. Surat Edaran Nomor SE/01/1981
tentang Penanganan Arsip Inaktif sebagai Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan
Pemerintah tentang Penyusutan Arsip
7. Surat Edaran Nomor SE/02/1983
tentang Pedoman Umum untuk Menentukan Nilai Guna Arsip
8. Keputusan Presiden RI Nomor 105 Tahun 2004
tentang Pengelolaan Arsip Statis
9. UU RI Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan
UU Privacy
Pasal 84 UU Adminduk menjelaskan data pribadi penduduk yang harus dilindungi meliputi:
1. Nomor KK (Kartu Keluarga)
2. NIK (Nomor Induk Kependudukan)
3. Tanggal/bulan/tahun lahir
4. Keterangan tentang kecacatan fisik dan atau mental
5. NIK ibu kandung
6. NIK ayah
7. Beberapa isi catatan Peristiwa Penting
Prinsip Etika
1. Tanggung Jawab
Salah satu prinsip bagi kaum profesional, karena orang yang profesional sudah pasti
bertanggung jawab.
2. Prinsip Keadilan
Menurut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya tidak merugikan hak &
kepentingan tertentu, khususnya orang yang dilayani dalam rangka profesinya.
3. Prinsip Otonomi
Dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan
sepenuhnya menjalankan profesinya
4. Prinsip Intergritas Moral
Orang yang profesional pasti mempunyai intergitras moral yang tinggi karena memiliki
komitmen pribadi untuk menjaga keluruhan profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan
orang lain atau masyarakat.
Menurut Ruslan (2001), kiat menjadi profesional, yaitu harus memiliki ciri-ciri khusus
tertentu yang melekat pada profesi oleh yang bersangkutan, khususnya profesional public relation
:
1. Memiliki skill atau kemampuan, pengetahuan tinggi oleh orang umum lainnya pengalaman
selama bertahun-tahun yang telah ditempuhnya sebagai profesional
2. Mempunyai kode etik dan merupakan standar moral bagi setiap profesi yang dituangkan
secara formal, tertulis dan normatif dalam suatu bentuk aturan main, dan perilaku ke dalam
“kode etik” yang merupakan standar atau komitmen moral perilaku dalam pelaksanaan tugas
yang memberikan arahan dan jaminan untuk tetap mematuhi kode etik
3. Memiliki tanggung jawab profesi & integirtas pribadi yang tinggi baik terhadap dirinya
sebagai penyandang profesi humas maupun terhadap publik, iklim, pimpinan, media massa
hingga menjaga martabat serta nama baik bangsa dan negaranya.
4. Memiliki jiwa pengabdi kepada publik, dan dengan penuh dedikasi profesi luhur yang
disandangnya, yaitu dalam pengambil keputusan adalah meletakkan kepentingan pribadinya
demi kepentingan masyarakat memiliki jiwa pengabdian dan semangat dedikasi tinggi dan
tanpa pamrih
5. Otonomi organisasi profesional, yaitu memiliki kemampuan untuk mengelola organisasi
humas, yang mempunyai kemampuan dalam perencanaan program kerja jelas, strategik,
mandiri dan tidak ergantung pihak lain serta yang sekaligus dapat bekerjasama dengan pihak
terkait, dapat dipercaya dalam menjalankan operasional, peran dan fungsinya.
6. Menjadi anggota salah satu organisasi profesi sebagai wadah untuk menjaga eksistensinya,
mempertahankan kehormatan dan menertibkan perilaku standar profesi sebagai tolak ukur
agar tidak dilanggar.
Khalayak Humas
f. Para distributor;
g. Konsumen dan pemakai produk organisasi; serta
h. Para pemimpin pendapat umum
Daftar tersebut kurang begitu relevan bagi organisasi-organisasi yang bersifat non komersial
seperti pemerintah daerah, yayasan amal, atau angkatan kepolisian. Namun paling tidak, uraian
tentang luasnya total khalayak humas memungkinkan kita bisa tahu bahwa penempatan unit humas
di bawah divisi pemasaran atau personalia ( hal ini sering sekali terjadi)merupakan tindakan yang
tidak pada tempatnya.
d. Pemasuk
Ada dua jelis pemasok, yakni yang memasok jasa-jasa sepeti air bersih dan energi, serta pemasok
berbagai macam bahan baku serta komponen produksi.
e. Masyarakat Keuangan
Kesediaan untuk membeli saham dari suatu perusahaan emiten didasarkan pada pengetahuan
(calon) pembeli mengenai latar belakang, kinerja dan prospek ekonomis dari perusahaan emiten
yang bersangkutan. Jika suatu perusaan gagal memberi informasi yang benar, harga sahamnya bisa
merosot secara tajam. Kalau hal seperti ini terjadi dan dibiarkan berlarut-larut, maka
kepemilikannya segera terancam akan diambil alih oleh pihak-pihak lain.
f. Distributor
Distributor adalah mereka yang menangani fungsi perantara antara produsen dan konsumen.
c. Untuk memilih media dan teknik humas yang sekiranya paling sesuai;
d. Untuk mempersiapkan pesan-pesan sedemikian rupanya agar cepat dan mudah diterima.
a. Segenap usaha dan dana akan terpecah-belah oleh karena terlalu luasnya khalayak
yang dituju
c. Total kegiatan tidak akan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan sehingga
penggunaan jam kerja, materi serta peralatan menjadi tidak ekonomis d. Tujuan yang
hendak dicapai luput dari jangkauan
e. Pihak manajemen (untuk humas internal) atau perusahaan klien (untuk humaas
eksternal) tidak akan merasa puas dengan hasil yang ada
Penetapan khalayak dari kegiatan-kegiatan hunas merupakan elemen yang penting dari rangkaian
perencanaan suatu kampanye kehumasan. Tanpa adanya khalayak yang jelas (berikut skala
prioritasnya, apabila dana dan sumber daya lain yang tersedia sangat terbatas), maka organisasi
yang bersangkutan tidak mungkin menemukan media dan teknik-teknik yang tepat untuk
melancarkan kampanye humasnya itu.
BAB IV PROFESI HUMAS
A. Pengertian Kode Etik
Dari segi etimologi (asal kata), istilah etika berasal dari kata latin ethicus yang berarti
kebiasaan. Sesuatu dianggap etis atau baik, apabila sesuai dengan kebiasaan masyarakat.
Kenyataannya, banyak orang tertarik untuk mempelajari etika, sehingga terdapat pengertian lain
tentang etika ialah sebagai studi atau ilmu yang membicarakan perbuatan atau tingkah laku
manusia, mana yang dinilai baik dan mana pula yang dinilai buruk.
Courtland L. Bovee dan John V. Thill mendefinisikan etika adalah prinsip perilaku yang
mengatur seseorang atau sekelompok orang. Orang yang tidak memiliki etika, melakukan apapun
yang diperlalukan untuk mencapai tujuannya. Orang – orang yang memiliki etika umumnya dapat
dipercaya, adil, dan tidak memihak, menghargai orang lain, dan menunjukan kepedulian terhadap
dampak atas tindakan di masyarakat.
Secara umum kode etik merupakan suatu sistem norma, nilai, dan aturan profesional tertulis
yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan apa yang salah, apa yang baik dan apa yang
tidak baik. Kode etik juga menyatakan perbuatan apa saja yang harus dilakukan dan perbuatan apa
saja yang harus dihindari. Singkatnya, kode etik adalah suatu pola aturan, tata cara, pedoman, dan
batasan-batasan ketika melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan dengan tujuan untuk
meningkatakan kualitas anggota perusahaan. Kode etik biasanya berupa aturan tertulis yang
sistematis dan dengan sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan ketika
dibutuhkan dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
Menurut Gibson dan Michel (1945:449) fungsi dari kode etik adalah sebagai pedoman atau
perlindungan dalam pelaksanaan tugas profesional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang
profesional. Sedangakan menurut Biggs dan Blocher (1986:10) mengemukakan 3 fungsi dari kode
etik, yaitu:
Dengan adanya kode etik yang mengatur hubungan antara praktisi humas dengan pihak
pemerintah akan semakin memperjelas tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh
dilakukan. Hal ini menjadi sangat penting, karena dengan terjalinya hubungan baik dengan pihak
pemerintah sebagai pemangku kebijakan suatu daerah tentunya sangat berpengaruh terhadap
jalanya perusahaan, sehingga adanya kode etik ini dapat meminimalisir tindak semena-mena
pemerintah terhadap perusahaan.
Dengan adanya kode etik humas akan memberikan penjelasan tentang bagaimana cara menjalin
hubungan yang baik dengan rekan kerja, yang tentunya akan sangat berpengaruh terhadap
performa dan motivasi kerja dari masing-masing aggota humas.
c) Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi
Dengan adanya kode etik humas tentunya sangat berkaitan dengan hasil kerja para praktisi
dalam profesi humas. Praktisi humas yang bijaksana tidak akan memberikan kemudahan terhadap
penyelewengan kerja, yang mana tindakan tersebut akan berdampak negatif baik terhadap dirinya
sendiri maupun terhadap perusahaan. Praktisi humas yang baik, yang taat terhadap kode etik
adalah mereka yang meminimalisir sekecil apapun kesalahan dalam berkeja serta menjaga nama
baik profesinya.
Sedangkan beberapa pihak mengatakan bahwa, fungsi kode etik hanyalah “ khotbah untuk
panduan suara” dan tidak membantu jika diperlukan : yakni tidak membantu training etika dan
penalaran moral atau pengembangan moral. Kode etik itu sebagai lembaga pedoman yang
konsisten untuk praktik PR di seluruh dunia. Apakah kode itu dipakai atau tidak, itu biasanya
tergantung kepada siapa yang bertanggung jawab dalam pembentukan keputusan etis. Seoramg
ahli etika mengatakan : Dasar pembuatan keputusan etis di bidang kita akan terus berada di tangan
praktisi individual.
Ada 4 macam kode etik yang harus praktisi humas taati. Keempat kode etik tersebut adalah
sebagai berikut:
a) Code of conduct, yaitu etika perilaku sehari-hari terhadap integritas pribadi, klien dan majikan,
media dan umum, serta perilaku terhadap rekan seprofesi.
c) Code of publication, yaitu etika dalam kegiatan proses dan teknis publikasi.
d) Code of enterprise, yaitu menyangkut aspek peraturan pemerintah seperti hukum perizinan dan
usaha, hak cipta, merk, dll.
Etika terkait dengan apa yang secara moral dianggap benar atau salah dalam perilaku
sosial, biasanya ditentukan oleh standar profesi, organisasi, dan individu. Perilaku beretika
merupakan pertimbangan utama yang membedakan antara warga yang beradap dengan yang tidak
dalam masyarakat. Allen Center mengusulkan lima faktor yang mengatur perilaku sosial.
1. Tradisi. Bagaimana sebuah situasi dipandang dan diberlakukan pada masa lalu.
2. Opini Public. Perilaku yang dapat diterima oleh mayoritas orang pada saat ini.
4. Moralitas. Umumnya terkait dengan apa yang dibolehkan dan dilarang pleh ajaran agama.
5. Etika. Standar yang disusun oleh profesi, organisasi, atau diri sendiri, berdasarkan suara hati- apa
yang benar dan adil untuk orang lain dan untuk diri sendiri.
Salah satu alasan mengapa industri PR memunculkan kritik adalah kapan pula pada saat
politisi, perusahaan, ataupun selebritis bermasalah maka tindakan pertama yang dilakukan PR
adalah selalu menjadi penasihat mereka. Namun demikian, kebanyakan penunjukan praktisi PR
untuk suatu kasus akan membawa dampak baik, karena akan memberikan kejelasan dan
memberikan manfaat bagi setiap orang yang terkait, termasuk media massa. Hal ini
menunjukkan bahwa pada dasarnya bukan praktisi PR-nya yang tidak bersifat etis sehingga
membutuhkan pandangan netral terhadap PR.
Baker & Martinson (2002) mengatakan ada lima prinsip yang harus di patuhi individu
dalam melakukan pekerjaan. Prinsip tersebut yaitu kebenaran ( truthfulness), otentisitas
(authenticity), rasa hormat (respect), dan tanggung jawab social (social responsibility). Untuk
prinsip kebenaranya, para praktisi PR ada dalam pengawasan ketat, khusunya oleh paara jurnalis
yang menganggap bahwa praktisi PR adalah “musuh”.
Sebagaimana lazimnya kaum profesional, praktisi humas (public relations) memiliki etika
profesi atau kode etik humas yang harus ditaati, sehingga praktisi PR harus memiliki standar etika
personal yang tinggi yang mengilhami kerjanya sebagai PR.
Seorang praktisi humas dikatakan profesional apabila pribadinya mampu memahami dan
menerapkan kode etik dengan benar sesuai profesi yang diembannya dan memberikan dampak
yang positif baik bagi profesinya maupun bagi dirinnya sendiri.
Dizaman yang serba modern seperti sekarang ini serta tantangan masa depan yang semakin
besar, yang ditandai dengan munculnya kebebasan pers, kebebasan mengeluarkan pendapat dan
berekspresi, terlebih dalam bidang teknologi dan informasi seorang praktisi humas dalam
melaksanakan peran dan aktivitasnya tidak boleh lepas dari kode etik yang dimilikinya. Karena
kode etik itulah yang menjadi standart moral yang harus dipengang oleh para praktisi humas agar
dirinya tetap hidup. Kesadaran memegang teguh kode etik berpengaruh terhadap posisi dirinya
dimata masyarakat. Ia juga dapat menjalankan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung
jawab dan setiap kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya dapat diolah dengan baik untuk
menciptakan konsep kerja yang baik terhadap perusahaan yang diwakilinya, masyarakat dan lebih
besar lagi dampaknya adalah bagi dirinya sendiri.
Dampak dari tidak dijalankannya kode etik humas berpengaruh terhadap praktisi humas
sendiri maupun perusahaan.
Menurut Dimock dan Koenig (1987) , pada umumnya tugas- tugas dari pihak humas instansi
atau lembaga pemerintah haruslah di jalankan sesuai dengan etika yang ada, yaitu sebagai berikut
:
2. Mampu untuk menanamkan keyakinan dan kepercayaan serta mengajak masyarakat dalam
partisipasinya atau ikut serta pelaksanaan program pembangunan di berbagai bidang sosial,
budaya, ekonomi, politik serta menjaga stabilitas dan keamanan nasional.
3. Kejujuran dalam pelayanan dan pengapdian dari aparatur pemerintah yang bersangkutan perlu
dipelihara atau dipertahankan dalam melaksanakan tugas serta kewajibannya masing-masing.[5]
Bagi praktisi humas yang bekerja tidak sesuai kode etik akan mendapatkan penilaian negatif
dari rekan sejawat, yang terparah adalah penurunan pangkat atau bahkan dikeluarkan dari tempat
kerjanya.
Bagi perusahaan yang tidak menjalankan kode etiknya maka akan mendapatkan citra negatif
di masyarakat, dan apabila citra ini berkembang maka akan sangat mempengaruhi kinerja
perusahaan.
Kode etik memang tidak ada sanksinya, dan yang berhak menyatakan apakah ia melanggar
kode etik atau tidak adalah asosiasi profesi itu sendiri. Tidak ada satu pihak pun di luar asosiasi
profesinya yang akan berhak menjatuhkan sanksi ihwal pelanggaran kode etik ini.
PERHUMAS INDONESIA
Dijiwai oleh Pancasila maupun UUD 1945 sebagai landasan tata kehidupan nasional;
Diilhami oleh Piagam PBB sebagai landasan tata kehidupan internasional; Dilandasi oleh
Deklarasi Asean (8 Agustus 1967) sebagai pemersatu bangsa-bangsa Asia Tenggara; dan dipedomi
oleh cita-cita, keinginan dan tekad untuk mengamalkan sikap dan perilaku kehumasan secara
professional; kami para anggota Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia – PERHUMAS
INDONESIA sepakat untuk mematuhi Kode Etik Kehumasan Indonesia, dan bila terdapat bukti-
bukti diantara kami dalam menjalankan profesi kehumasan ternyata ada yang melanggarnya, maka
hal itu sudah tentu mengakibatkan diberlakukannya tindak organisasi terhadap pelanggarnya.
Pasal I
KOMITMEN PRIBADI
1. Memiliki dan menerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin dalam menjalankan
profesi kehumasan
2. Berperan secara nyata dan sungguh-sungguh dalam upaya memasyarakatan kepentingan
Indonesia
3. Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antar warga Negara Indonesia yang serasi daln
selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal II
Pasal III
Pasal IV
1. Tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau tindak professional sejawatnya.
Namun bila ada sejawat bersalah karena melakukan tindakan yang tidak etis, yang melanggar
hukum, atau yang tidak jujur, termasuk melanggar Kode Etik Kehumasan Indonesia, maka
bukti-bukti wajib disampaikan kepada Dewan Kehormatan PERHUMAS INDONESIA
2. Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk menggantikan kedudukan
sejawatnya
3. Membantu dan berkerja sama dengan sejawat di seluruh Indonesia untuk menjunjung tinggi
dan mematuhi Kode Etik Kehumasan ini.
H. Praktisi Public Relations Profesional
Selain itu public relation di tuntut mempunyai kemampuan dalam praktik komunikasi
organisasi, manajemen krisis dan manajemne isu, dan riset. Pengetahuan tentang komunikasi
organisasi yang baik diperlukan karena kegiatan public relations berada dalam lingkup organisasi.
Seorang public relations juga perlu bekal keahlian dalam manajemen krisis dan isu. Setiap
perusahaan pasti mengalami krisis dan isu dalam hidupnya. Kritis dapat berasal dari internal
ataupun eksternal perusahaan. Krisis yang dikelola dengan baik akan menjadi awal peningkatan
citra perusahaan menuju kondisi yang lebih baik. Namun krisis yang tidak dikelola dengan baik
akan membuat citra perusahaan jatuh.
Pengetahuan tentang riset perlu dikuasasi, mengingat pekerjaan public relations adalah “ based
on facts” (berdasarkan fakta-fakta). Fakta diperlukan berdasarkan keputusan yang diambil. Pada
akhirnya segala aktivitas public relations bermuara pada terjalinya “harmonisasi” dalam
operasional sehari-hari organisasi.
BAB V PELAYANAN PRIMA
A. DEFINISI
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung
dengan manusia atau mesin secara fisik untuk menyediakan kepuasan konsumen. ( Lehtinen 1987
). Pelayanan adalah suatu yang dapat di perjual belikan dan bahkan tidak dapat di hilangkan (
Gumehsoson Th. 1987 )
Pelayanan umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang di laksanakan oleh
instansi pemerintah di pusat, di daerah dan lingkungan BUMN / BUMD, dalam bentuk barang dan
jasa baik, baik dalam rangka pelaksanan ketentuan peraturan perundangan, ( SK Menpad No. 81 /
1993 Tentang pedoman tata laksana pelayanan umum ) maupun dalam proses interaksi social
masarakat luas. Berarti pelayanan umum dapat di artikan memproses pelayanan kepada
masyarakat / customer, baik berupa barang maupun jasa melalui tahapan, prosedur persyaratan –
persyaratan, waktu dan pembiayaan yang di lakukan secara transparan untuk ,mencapai kepuasan
sebagai mana visi yang telah di tetapkan dalam organisasi.
Pelayanan prima adalah sebagai mana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan
atau masyarakat maka di perlukan persyaratan agar dapat di rasakan oleh setiyap pelayanan
memiliki kualitas kompetensi yang professional, dengan demikian kualitas kompetensi
profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.
Pemberi pelayanan adalah pejabat atau pegawai instantsi pemerintah atau suasta yang
melaksanakan tugas dan fungsi dibidang pelayanan. Sedangkan penerima pelayanan adalah orang
atau badan hukum atau yayasan yang menerima pelayanan umum.
Tata kerja adalah cara - cara pelaksanaan kerja seefektif dan seefisien mungkin tentang
suatau tugas untuk mencapai tujuan yang di tetapkan lebih dahulu yang menggunakan peralatan,
fasilitas, tenaga, waktu, ruang, metode dan biaya yang tersedia.
Prosedur kerja adalah rangkaian tata kerja yang berkaitan satu sama lain sehingga
menunjukkan adanya urutan tahapan secara jelas dan pasti serta cara – cara yang harus di tempuh
dalam rangka penyelesaian suatu bidang tugas.
Sedangkan,
Jasa menurut ilmu ekonomi adalah aktivitas ekonomi yng melibatkan sejumlah interaksi
dengan konsumen atau dengan barang – barang milik, tetapi tidak menghasilkan transfer
kepemilikan.
Jasa menurut Phillip Kother adalah setaip tindakan atau unjuk kerja yang di tawarkan oleh
salah satu pihak ke pihak lain yang secara fisik intabgibel dan tidak menyebabkan perpindahan
kepemilikan apapun. Produknya bias terkait atau tidak terkait pada suatu produk fisik.
Karkteristik jasa
1. Tidak berwujut, berarti tidak bias di rasakan, di lihat, di cicipi, atau di sentuh seperti yang
dirasakan pada barng.
2. Bervariasi, artinya karena jasa merupakan unjuk kerja, maka tidak ada hasil yang sama
walaupun di kerjakan oleh satu orang. Karena interaksi konsumen dengan karyawan akan
berbeda harapan dan persepsi yang menyertai interaksi tersebut.
3. Tidak tahan lama, bahwa jasa tidak mungkin di simpan dalam persediaan. Artinya jasa
tidak bias di simpan, di jual kembali pada orang lain, atau di kembalikan paeda produsen
jasa di mana ia membeli jasa.
Secara sederhana, pelayanan prima (excellent service) dapat diartikan sebagai suatu
pelayanan yang terbaik dalam memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan. Dengan kata lain,
pelayanan prima merupakan suatu pelayanan yang memenuhi standar kualitas. Pelayanan yang
memenuhi standar kualitas adalah suatu pelayanan yang sesuai dengan harapan dan kepuasan
pelanggan/masyarakat.
Dalam pelayanan prima terdapat dua elemen yang saling berkaitan, yaitu pelayanan dan
kualitas. Kedua elemen tersebut sangat penting untuk diperhatikan oleh tenaga pelayanan (penjual,
pedagang, pelayan, atau salesman).
Konsep pelayanan prima dapat diterapkan pada berbagai organisasi, instansi, pemerintah,
ataupun perusahaan bisnis.
Perlu diketahui bahwa kemajuan yang dicapai oleh suatu negara tercermin dari satandar
pelayanan yang diberikan pemerintah kepada rakyatnya. Negara-negara yang tergolong miskin
pada umumnya kualitas pelayanan yang diberikan di bawah standar minimal. Pada negara-negara
berkembang kualitas pelayanan telah memenuhi standar minimal. Sedangkan di negara-negara
maju kualitas pelayanan terhadap rakyatnya di atas standar minimal.
Terdapat beberapa definisi tentang kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh para ahli.
Dan dari sejumlah definisi tersebut terdapat beberapa kesamaan, yaitu:
1. kualitas merupakan usaha untuk memenuhi harapan pelanggan
2. kualitas merupakan kondisi mutu yang setiap saat mengalami perubahan
3. kualitas itu mencakup proses, produk, barang, jasa, manusia, dan lingkungan
4. kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Vincent Gespersz menyatakan bahwa kualitas pelayanan meliputi dimensi-dimensi sebagai
berikut:
a. Ketepatan waktu pelayanan berkaitan dengan waktu tunggu dan proses.
b. Kualitas pelayanan berkaitan dengan akurasi atau kepetatan pelayanan.
c. Kualitas pelayanan berkaitan dengan kesopanan dan keramahan pelaku bisnis.
d. Kualitas pelayanan berkaitan dengan tanggung jawab dalam penanganan keluhan
pelanggan.
e. Kualitas pelayanan berkaitan dengan sedikit banyaknya petugas yang melayani serta
fasilitas pendukung lainnya.
f. Kualitas pelayanan berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, tempat parkir,
ketersediaan informasi, dan petunujuk/panduan lainnya.
g. Kualitas pelayanan berhubungan dengan kondisi lingkungan, kebersihan, ruang
tunggu, fasilitas musik, AC, alat komunikasi, dan lain-lain.
b. Untuk menimbulkan keputusan dari pihak pelanggan agar segera membeli barang/jasa
yang ditawarkan pada saat itu juga.
Dari tujuan pelayanan prima tersebut diatas Sebab tujuan utama dari pelayanan prima adalah untuk
memenuhi kepuasan pelanggan.
Dapat menciptakan komunikasi yang positif dan harmonis antara perusahaan bisnis dengan
kolega dan pelanggan.
Dapat mendorong bangkitnya rasa simpatik dan loyalitas dari para kolega dan pelanggan.
Dapat membentuk opini publik yang positif, sehingga menguntungkan bagi kemajuan
perusahaan.
Dapat membina hubungan yang baik dan harmonis dengan para kolega dan pelanggan.
Pelayanan kesehatan yang kurang memuaskan bisa menjadi racun bagi Rumah Sakit itu
sendiri, karena semakin buruknya pelayanan akan timbul masalah baru seperti turunnya pengguna
jasa kesehatan, dan kalau tidak ada konsumen otomatis Rumah Sakit itu sendiri akan bangkrut,
sedangkan bagi konsumen akan dirugikan karena sudah mengeluarkan biaya yang tidak sebanding
dengan pelayanan yang di berikan. dengan demikian pelayanan yang prima sekaligus bermutu
adalah kunci dari majunya Rumah Sakit itu sendiri.
Kalau semua pihak merasakan kerugian sebenarnya penyebab rendahnya mutu pelayanan
kesehatan di negri kita itu apa sih, yup SDM Sumber Daya Manusia merupakan kunci dari itu
semua. semakin berkualitas SDM nya semakin berkualitas juga pelayanannya. Maka dari itu apa
toh penyebab kariyawan melakukan pelayanan yang kurang prima terhadap konsumen?
diantaranya yaitu:
1. Gaji pegawai yang kecil : Kebutuhan hidup seseorang tidak akan cukup bila seseorang
tersebut tidak biasa memenejemeni keuwangannya. Gaji yang kecil dirasa tidak akan
mencukupi kehidupan pegawai tersebut, jadi pegawai akan melakukan kinerja yang setara
dengan gajinya tersebut. Seharusnya meskipun gaji yang kecil pegawai harus tetap
memaksimalkan kinerja.
2. Peralatan yang kurang memadai : Peralatan yang kurang memadai baik peralatan medis
maupun peralatan non medis, akan berdampak buruk pada pelayanan kesehatan kita missal
alat untuk radiology yang kurang baik akan berdampak tidak jelasnya gambar ronsen,
contoh lagi misalnya kurangnya komputer pada system administrasi maka
administratornya akan menggunakan system manual jadi akan memper lambat kinerja.
4. Pengetahuan dan ketrampilan pegawai yang kurang akan berdampak buruk bagi rumah
sakit, apalagi seorang pegawai bagian pelayanan, karena mereka akan berhubungan
langsung dengan konsumen maka seorang pegawai bagian pelayanan sangat memerlukan
ketrampilan dan pengetahuan yang luas Karena jika seandainya pasien bertanya tentang
sesuatu hal pegawai tersebut bias menjawab dan melayaninya dengan sabar, missal lagi
jika ada pasien sedang marah seorang pegawai bagian pelayanan lah yang harus melayani
kemarahannya tersebut tentunya dengan ketrampilan pegawai meredakan situasi. Tanpa
ketrampilan petugas pelayanan tentunya tidak akan bias meredakan emosi pasien malahan
akan memperburuk keadaan.
6. Tidak adanya setandar kesepakatan pelayanan bagi pegawai bagian pelayanan jika
seandainya kesepakatan itu telah ada maka kinerja pegawai akan meningkat karena
pegawai akan mengikuti standar pelayanan yang sudah di tentukan. Jadi akan semakin
berdampak baik jika adanya standart pelayanan yang dibuat.
8. Seorang pegawai bagian pelayanan rumah sakit adalah ujung tombak dari jalanya rumah
sakit, jadi seorang yang melayani pasien harus bertanggung jawab apa yang mereka
katakana. Missal seorang periksa laboratorium, seorang bagian pelayanan laborat
mengatakan bahwa hasil laboratoriumnya baru biasa di ambil besok, jadi pasien tersebut
kembali datang kelaborat hari sesudanya. Tetapi berhubung ada kesalahan teknis,
pemeriksaan belum biasa laksanakan, sedangkan pasiennya datang untuk mengambil hasil
tersebut. Bagian pelayananlah yang harus tanggung jawab karena dia sudah menjanjijan
bahwa hari itu biasa di ambil. Seharusnya seorang pegawai bagian pelayanan tersebut harus
bertanya kepada pihak dokter atau analisnya apakah hasil bias di keluarkan besok untuk
pasien ini. Jangan mengambil keputusan sendiri.
Penampilan.
Tepat waktu & janji.
Kesediaan melayani.
Pengetahuan dan keahlian.
Kesopanan & ramah tamah
Kejujuran dan kepercayaan.
Kepastian hukum.
Keterbukaan.
Efisien.
Biaya.
Tidak rasial.
Kesederhanaan.