Soal Teoritis
1. Organ yang terlibat dalam penyelesaian kerugian Negara/daerah adalah sebagai berikut
1. Organ yang Terlibat dalam Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah terhadap Bendahara
Berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara, organ tersebut adalah:
a. Tim Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah (TPKN/D)
b. Kepaniteraan Majelis Tuntutan Perbendaharaan (Kepaniteraan MTP)
c. Majelis Tuntutan Perbendaharaan (MTP)
2. Organ yang Terlibat dalam Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah terhadap Pegawai Negeri
bukan Bendahara atau Pejabat Lain
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti
Kerugian Negara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, organ
tersebut adalah:
a. Pelaksana Verifikasi Kerugian Negara/Daerah;
b. TPKN/D;
c. Pejabat Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah (PPKN/D);
d. Majelis.
Sumber informasi kerugian negara/daerah berdasarkan Pasal 3 Peraturan BPK Nomor 3 Tahun
2007, adalah:
1. pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;
2. pengawasan aparat pengawasan fungsional;
b. pengawasan dan/atau pemberitahuan atasan langsung bendahara atau kepala
kantor/satuan kerja;
c. perhitungan ex officio.
Jangka waktu Pelaksanaan SKTJM dalam penyelesaian kasus tuntutan ganti rugi terhadap
pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lainnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2016 Pasal 17 ayat (2) :
“Dalam hal Kerugian Negara/Daerah sebagai akibat perbuatan melanggar hukum, Pihak yang
Merugikan/ Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris wajib mengganti Kerugian
Negara/Daerah paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak SKTJM ditandatangani.”
Ayat (3) :
“Dalam hal Kerugian Negara/Daerah sebagai akibat kelalaian, Pihak yang
Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris wajib mengganti Kerugian
Negara/Daerah dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak SKTJM
ditandatangani.”
4. Kasus kerugian Negara yang sudah ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum dalam proses
peradilan dapat ditindaklanjuti oleh pejabat berwenang dalam ranah hukum administrasi Negara.
Dasar Hukum :
Pasal 32 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Ayat (1): “Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak
pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan
negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada
Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang
dirugikan untuk mengajukan gugatan.
Ayat (2): “Putusan bebas dalam perkara tindak pidana korupsi tidak menghapuskan hak untuk
menuntut kerugian terhadap keuangan negara.”
5. Kewenangan Pemantauan Kerugian Negara
a. Sasaran pemantauan yang dilakukan BPK agar menjamin penyelesaian kerugian
Negara/daerah adalah sebagai berikut :
Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 : Untuk menjamin pelaksanaan
pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang memantau:
1. penyelesaian kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap
pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain;
2. pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada bendahara, pengelola
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang
mengelola keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK; dan
3. pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, objek pemantauan
penyelesaian kerugian negara/daerah oleh BPK, adalah:
1. bendahara, pengelola BUMN/D, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan
negara;
2. pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain; dan
3. pihak ketiga.
B. Studi Kasus
1. BPK berwenang menilai dan menetapkan kasus kerugian Negara, karena berdasarkan kasus Sdr.
YS sudah jelas ybs melakukan tindakan merugikan keuangan negara dengan tidak menyetor sisa
pencairan dana tunjangan kinerja ke kas Negara dan digunakan secara pribadi oleh Sdr. YS.
Nilai kerugian berdasarkan LHP BPK adalah sebesar Rp1.099.929.360,00 dimana yang sudah
disetor hanya sebesar Rp246.052.717,00. Sisa kerugian Negara sebesar Rp849.231.643,00
dipertanggungjawabkan oleh Sdr. YS dengan menyertakan barang-barang bukti kepemilikian dan
surat kuasa menjual, dicatat sebagai Aset Lain-lain dalam neraca Laporan Keuangan Kementerian
Mandiri.
BPK berwenang untuk menilai dan menetapkan kasus kerugian karena subjek / penanggung jawab
atas kerugian Negara ini adalah bendahara, ini sesuai dengan :
a. Peraturan BPK No. 03 Tahun 2016 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 7 yang
berbunyi menyampaikan temuan pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai
dengan prosedur kepada Anggota BPK yang memberi tugas;
b. UU No.1 Th 2004 Pasal 62 ayat (1) yang berbunyi “Pengenaan ganti kerugian negara/daerah
terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.” dan
c. UU No. 15 Th. 2006 Pasal 10 ayat (1) yang berbunyi “BPK menilai dan/atau menetapkan
jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau
badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
4. Hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan nilai kerugian negara/daerah
Terdapat kesalahan yang dilakukan oleh bendaharawan yang bersangkutan sehingga
mengakibatkan terjadinya kerugian, maka dapat ditetapkan pembebanan atas kerugian
negara kepada yang bertanggung jawab.
3. Apabila ternyata berdasarkan SKTJM kerugian Negara tidak dapat dipulihkan sepenuhnya,
proses apa yang harus dilakukan dan siapa saja yang melakukan proses tersebut :
Diasumsikan bahwa SKTJM telah dilaksanakan/dilakukan dan lewat 40 hari sesuai dengan
Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara
Terhadap Bendahara, nilai kerugian lebih besar dari jaminan yang diberikan, maka :
1. TPKN melakukan inventarisir bahwa asset yang dimiliki penanggung jawab kerugian tidak
ada lagi.
2. Penghapusan bersyarat (tetap dilakukan penagihan) oleh PUPN.
Penghapusan secara bersyarat adalah kegiatan untuk menghapuskan piutang
negara/daerah dari pembukuan pemerintah pusat/daerah dengan tidak menghapuskan
hak tagih negara/daerah.
3. Penghapusan mutlak.
Penghapusan Secara Mutlak adalah kegiatan penghapusan piutang negara/daerah
dengan menghapuskan hak tagih negara/daerah