Anda di halaman 1dari 11

Nama : Siti Yogaputri

NPM : 110110200140

Kelas : Hukum Lembaga-Lembaga Negara C

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)

Link artikel media : https://kabar24.bisnis.com/read/20211028/16/1459370/gugatan-


benny-tjokro-atas-audit-kasus-jiwasraya-ditolak-kerugian-rp168-t-sah

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) angka 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang
Badan Pemerikas Keuangan, dijelaskan bahwa “Badan Pemeriksa Keuangan, yang
selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Adapun, tugas dan wewenang BPK sebagaimana tercantum dalam Bab III Undang-
Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, sebagai berikut:

Bagian Kesatu

Tugas

Pasal 6

(1) BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan


negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara,
Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau
badan lain yang mengelola keuangan negara.
(2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
(3) Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan
kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
(4) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan
ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib
disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.
(5) Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK melakukan
pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa
sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas BPK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan BPK.
Pasal 7
(1) BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan
kewenangannya.
(2) DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Peraturan Tata Tertib masing-
masing lembaga perwakilan.
(3) Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh Anggota
BPK atau pejabat yang ditunjuk.
(4) Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan
DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga
perwakilan sesuai dengan kewenangannya.
(5) Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan
terbuka untuk umum.
Pasal 8
(1) Untuk keperluan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1), BPK menyerahkan pula hasil pemeriksaan secara
tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberitahukan secara tertulis oleh Presiden, Gubernur,
Bupati/Walikota kepada BPK.
(3) Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan
hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak
diketahui adanya unsur pidana tersebut.
(4) Laporan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar
penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(5) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang
dilakukan oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan
hasilnya diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD, serta
Pemerintah.
Bagian Kedua
Wewenang
Pasal 9
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang:
a. menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan
pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta
menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan;
b. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap
orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga
Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan
Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan
lain yang mengelola keuangan negara;
c. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik
negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha
keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan,
surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan
daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;
d. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada
BPK;
e. menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi
dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan
dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
f. menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara;
g. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang
bekerja untuk dan atas nama BPK;
h. membina jabatan fungsional Pemeriksa;
i. memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan; dan
j. memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.
(2) Dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang diminta oleh BPK sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d hanya dipergunakan untuk pemeriksaan
Pasal 10
(1) BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang
diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai
yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga
atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
(2) Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang
berkewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan keputusan BPK.
(3) Untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK
berwenang memantau:
a. penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh
Pemerintah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat
lain;
b. pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada
bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain
yang mengelola keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK;
dan
c. pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang
ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan
secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan
kewenangannya.

Pasal 11

BPK dapat memberikan:


a. pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, Pemerintah Pusat/Pemerintah
Daerah, Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, dan
lembaga atau badan lain, yang diperlukan karena sifat pekerjaannya;
b. pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah; dan/atau
c. keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian
negara/daerah.

Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan wewenang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, dan Pasal 11
diatur dengan Peraturan BPK.
Asuransi Jiwasraya adalah perusahaan Asuransi Jiwa milik pemerintah (BUMN)
dan menjadi perusahaan Asuransi Jiwa lokal terbesar dan tertua di Indonesia karena
merupakan perubahan dari NILLMIJ van 1859 yaitu perusahaan asuransi milik Belanda.

Sejak tahun 2002, perusahaan Asuransi Jiwasraya dikabarkan mengalami


kesulitan. Namun berdasarkan catatan BPK, Jiwasraya telah membukukan laba semu
sejak 2006. Hal tersebut diperburuk dengan keputusan dari Jiwasraya untuk memberikan
dana sponsor kepada klub sepakbola Manchester City pada tahun 2014. Pada tahun
2015, Jiwasraya meluncurkan produk JS Saving Plan, namun dana tersebut tidak
digunakan dengan tepat. Pada tahun 2017, Jiwasraya mendapatkan opini tidak wajar
dengan adanya kekurangan pencadangan sebesar Rp7,7 T namun mampu membukukan
laba sebesar Rp360,3 M, karena menurut Ketua BPK RI (Agung Firman Sampurna), “jika
pencadangan dilakukan sesuai ketentuan, seharusnya pada saat itu perusahaan
menderita rugi.” Pada tahun 2018, akhirnya Jiwasraya membukukan kerugian unaudited
sebesar Rp15,3 T. Selanjutnya pada September 2019, kerugian yang dialami Jiwasraya
turun menjadi Rp13,7 T. Dan kemudian, pada November 2019, Jiwasraya mengalami
negative equity sebesar 27,2 T.

Pada tahun 2016, BPK melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT)
sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2006 terhadap
Jiwasraya. Dalam pemeriksaan tersebut, BPK mengungkapkan 16 temuan terkait dengan
pengelolaan bisnis, pendapatan, investasi, dan biaya operasional tahun 2014-2015.

Berdasarkan hasil temuan tersebut, pada tahun 2018, BPK melakukan investigasi
pendahuluan. Dari investigasi pendahuluan tersebut, diketahui adanya penyimpangan
yang berindikasi fraud dalam mengelola saving plan dan investasi. Hal tersebut
disebabkan oleh aktivitas jual beli saham dalam waktu yang berdekatan untuk
menghindari unrealized loss. Selain itu, saham yang di belinya pun merupakan saham-
saham yang kurang bagus, sehingga saham-saham tersebut berindikasi merugikan negara
sebesar Rp4 T. Pada akhir Juni 2018, Jiwasraya diketahui memiliki 28 produk reksadana
dengan 20 reksadana diantaranya memiliki porsi di atas 90%, yang mana sebagian besar
reksadana tersebut kualitasnya kurang baik dan tidak likuid, sehingga berindikasi
merugikan negara sebesar Rp6,4 T.
Pada 20 November 2019, Komixi XI DPR RI meminta BPK untuk melakukan PDTT
lanjutan melalui surat nomor PW/19166/DPR RI/XI/2019. Selain itu, pada 30 Desember
2019, BPK juga diminta oleh Kejaksaan Agung untuk melakukan perhitungan kerugian
negara melalui Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor B-
2212/F.2/Fd.2/12/2019.

Berdasarkan permintaan dari Kejaksaan Agung, didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Pada tahun 2009, Menteri BUMN mengatakan bahwa PT. Asuransi Jiwasraya
(Persero) mengalami kekurangan perhitungan dan terdapat kondisi Insolvent, di
mana per tanggal 31 Desember 2008 pencadangan kewajiban perusahaan pemegang
polis yaitu Rp5,7 T.
2. Pada tahun 2009 – 2012, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalamai negative
spread, yang mana pada Tahun 2013 PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melakukan
revaluasi atas aktiva tetap untuk memenuhi tambahan modal dengan menjual produk
saving plan secara bertahap. Namun, pendapatan dari produk tersebut tidak diikuti
dengan hasil investasi yang baik.
3. Pada tahun 2018 – 2019, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) membukukan kerugian
masing-masing sebesar Rp15,830 T dan Rp 18,070 T yang kemudian pada 31
Desember 2019, terdapat utang klaim yang belum terbayar sebesar Rp13,070 T.

Atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) tesebut, BPK menyimpulkan bahwa telah
terjadi penyimpangan atau perbuatan melawan hukum (korupsi) dalam pengumpulan
dan dari produk saving plan maupun penempatan investasi dalam bentuk saham dan
reksadana yang mengakibatkan adanya kerugian negara.

Para pelaku tindak pidana korupsi tersebutpun diadili dan dijatuhi pidana penjara
seumur hidup. Namun, salah satu tersangka tindak pidana korupsi atas nama Benny
Tjokro tidak terima dengan hasil audit tersebut dan menggugatnya ke Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.

Pada 12 Agustus 2020, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa


Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili perkara a quo dan menghukum
penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp976.000.
Berdasarkan putusan tersebut, Benny mengajukan permohonan banding ke
Pengadilan Tinggi. Namun dilansir dari website-nya, Pengadilan Tinggi memutuskan
bahwa gugatan tersebut bukan merupakan ranah dari Pengadilan Negeri, “Menguatkan
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 199/Pdt.G/2020/PN Jkt Pst., Tertanggal
12 Agustus 2020, Sesuai dengan Pasal 1 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor
2 tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa terhadap Pemerintahan dan
kewenangan mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan atau Pejabat
Pemerintahan menyebutkan : Sengketa tuntutan Hukum oleh Badan dan atau Pejabat
Pemerintahan (On Rechtmaatige Overheidsdaad) adalah sengketa yang di dalamnya
mengandung tuntutan untuk menyatakan tidak sah dan atau batal tindakan Pejabat
Pemerintahan atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat beserta ganti rugi
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan yang berwenang adalah
Peradilan Tata Usaha Negara,”

Mengacu pada putusan tersebut, Benny melanjutkan gugatannya terhadap


Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) BPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Adapun
6 pokok gugatan yang diajukan oleh Benny Tjokro kepada PTUN, yaitu:

Pertama, mengabulkan gugatan untuk seluruhnya.

Kedua, menyatakan batal atau tidak sah Surat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
Investigatif Jiwasraya 2008 - 2018 yang dikeluarkan oleh BPK karena bertentangan
dengan Peraturan yang berlaku Keputusan BPK.

Ketiga, memerintahkan untuk mencabut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif


dengan segera dan tanpa syarat apapun.

Keempat, mewajibkan BPK untuk membayar ganti rugi terhadap Benny Tjokro.

Kelima, memerintahkan BPK untuk menerbitkan Surat Keputusan yang berisi tentang
rehabilitasi namanya ke dalam status, kedudukan, harkat dan martabatnya semula
sebagai warga negara yang baik.
Keenam, membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada BPK.

Namun, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan tersebut
karena gugatan yang diajukan oleh Benny Tjokro telah kadaluwarsa sehingga tidak bisa
terima. Hal tersebut menyebabkan, ditetapkannya hasil akhir jumlah kerugian negara
karena kasus korupsi Asuransi Jiwasraya yaitu sebesar Rp16,8 T.

Berdasarkan pemaparan tersebut, menurut saya, dalam kasus di atas BPK telah
menjalankan tugas dan wewenanganya sebagaimana tercantum dalam Bab III Undang-
Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dengan sangat baik. Jika
kita mengaitkan antara pemaparan kasus diatas dengan Undang-Undang No. 15 Tahun
2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dapat kita lihat beberapa tugas dan
kewenangan yang dijalankan oleh BPK dalam kasus tersebut, diantaranya:

“BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan


negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara,
Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau
badan lain yang mengelola keuangan negara.” (Pasal 6 ayat (1))

“Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan


kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.“ (pasal 6 ayat (3))

“Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan


hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak
diketahui adanya unsur pidana tersebut.” (Pasal 8 ayat (3))

“Laporan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar


penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.” (Pasal 8 ayat (4))
“Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang:
a. menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan
melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode
pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan
pemeriksaan;
b. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh
setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan
lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara;
c. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang
milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata
usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-
perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran,
pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan negara;” (Pasal 9)

“BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang


diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai
yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga
atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.”
(Pasal 10 ayat (1))

“BPK dapat memberikan:


c. keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian
negara/daerah.“ (Pasal 11)
REFERENSI

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Cantika Adinda Putri, 2020, Skandal Jiwasraya, Hasil Investigasi BPK Ada 16 Temuan,
diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/market/20200108152333-17-
128593/skandal-jiwasraya-hasil-investigasi-bpk-ada-16-temuan pada 14
November 2021.

Fika Nurul Ulya, 2020, Simak, Ini Kronologi Lengkap Kasus Jiwasraya Versi BPK, diakses
dari https://money.kompas.com/read/2020/01/09/063000926/simak-ini-
kronologi-lengkap-kasus-jiwasraya-versi-bpk?page=all pada 14 November 2021.

Andi Saputra, 2021, Gugatan Benny Tjokro ke BPK soal Kerugian Jiwasraya Rp 13 T
Kandas, diakses dari https://news.detik.com/berita/d-5590280/gugatan-benny-
tjokro-ke-bpk-soal-kerugian-jiwasraya-rp-13-t-kandas pada 14 November 2021.

Edi Suwiknyo, 2021, Gugatan Benny Tjokro atas Autid Kasis Jiwasraya Ditolak, Kerugian
Rp16,8 T Sah!, diakses dari
https://kabar24.bisnis.com/read/20211028/16/1459370/gugatan-benny-
tjokro-atas-audit-kasus-jiwasraya-ditolak-kerugian-rp168-t-sah pada 14
November 2021.

Anda mungkin juga menyukai