NPM : 110110200140
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) angka 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang
Badan Pemerikas Keuangan, dijelaskan bahwa “Badan Pemeriksa Keuangan, yang
selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Adapun, tugas dan wewenang BPK sebagaimana tercantum dalam Bab III Undang-
Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, sebagai berikut:
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 6
Pasal 11
Pasal 12
Pada tahun 2016, BPK melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT)
sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2006 terhadap
Jiwasraya. Dalam pemeriksaan tersebut, BPK mengungkapkan 16 temuan terkait dengan
pengelolaan bisnis, pendapatan, investasi, dan biaya operasional tahun 2014-2015.
Berdasarkan hasil temuan tersebut, pada tahun 2018, BPK melakukan investigasi
pendahuluan. Dari investigasi pendahuluan tersebut, diketahui adanya penyimpangan
yang berindikasi fraud dalam mengelola saving plan dan investasi. Hal tersebut
disebabkan oleh aktivitas jual beli saham dalam waktu yang berdekatan untuk
menghindari unrealized loss. Selain itu, saham yang di belinya pun merupakan saham-
saham yang kurang bagus, sehingga saham-saham tersebut berindikasi merugikan negara
sebesar Rp4 T. Pada akhir Juni 2018, Jiwasraya diketahui memiliki 28 produk reksadana
dengan 20 reksadana diantaranya memiliki porsi di atas 90%, yang mana sebagian besar
reksadana tersebut kualitasnya kurang baik dan tidak likuid, sehingga berindikasi
merugikan negara sebesar Rp6,4 T.
Pada 20 November 2019, Komixi XI DPR RI meminta BPK untuk melakukan PDTT
lanjutan melalui surat nomor PW/19166/DPR RI/XI/2019. Selain itu, pada 30 Desember
2019, BPK juga diminta oleh Kejaksaan Agung untuk melakukan perhitungan kerugian
negara melalui Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor B-
2212/F.2/Fd.2/12/2019.
1. Pada tahun 2009, Menteri BUMN mengatakan bahwa PT. Asuransi Jiwasraya
(Persero) mengalami kekurangan perhitungan dan terdapat kondisi Insolvent, di
mana per tanggal 31 Desember 2008 pencadangan kewajiban perusahaan pemegang
polis yaitu Rp5,7 T.
2. Pada tahun 2009 – 2012, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalamai negative
spread, yang mana pada Tahun 2013 PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melakukan
revaluasi atas aktiva tetap untuk memenuhi tambahan modal dengan menjual produk
saving plan secara bertahap. Namun, pendapatan dari produk tersebut tidak diikuti
dengan hasil investasi yang baik.
3. Pada tahun 2018 – 2019, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) membukukan kerugian
masing-masing sebesar Rp15,830 T dan Rp 18,070 T yang kemudian pada 31
Desember 2019, terdapat utang klaim yang belum terbayar sebesar Rp13,070 T.
Atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) tesebut, BPK menyimpulkan bahwa telah
terjadi penyimpangan atau perbuatan melawan hukum (korupsi) dalam pengumpulan
dan dari produk saving plan maupun penempatan investasi dalam bentuk saham dan
reksadana yang mengakibatkan adanya kerugian negara.
Para pelaku tindak pidana korupsi tersebutpun diadili dan dijatuhi pidana penjara
seumur hidup. Namun, salah satu tersangka tindak pidana korupsi atas nama Benny
Tjokro tidak terima dengan hasil audit tersebut dan menggugatnya ke Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.
Kedua, menyatakan batal atau tidak sah Surat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
Investigatif Jiwasraya 2008 - 2018 yang dikeluarkan oleh BPK karena bertentangan
dengan Peraturan yang berlaku Keputusan BPK.
Keempat, mewajibkan BPK untuk membayar ganti rugi terhadap Benny Tjokro.
Kelima, memerintahkan BPK untuk menerbitkan Surat Keputusan yang berisi tentang
rehabilitasi namanya ke dalam status, kedudukan, harkat dan martabatnya semula
sebagai warga negara yang baik.
Keenam, membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada BPK.
Namun, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan tersebut
karena gugatan yang diajukan oleh Benny Tjokro telah kadaluwarsa sehingga tidak bisa
terima. Hal tersebut menyebabkan, ditetapkannya hasil akhir jumlah kerugian negara
karena kasus korupsi Asuransi Jiwasraya yaitu sebesar Rp16,8 T.
Berdasarkan pemaparan tersebut, menurut saya, dalam kasus di atas BPK telah
menjalankan tugas dan wewenanganya sebagaimana tercantum dalam Bab III Undang-
Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dengan sangat baik. Jika
kita mengaitkan antara pemaparan kasus diatas dengan Undang-Undang No. 15 Tahun
2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dapat kita lihat beberapa tugas dan
kewenangan yang dijalankan oleh BPK dalam kasus tersebut, diantaranya:
Cantika Adinda Putri, 2020, Skandal Jiwasraya, Hasil Investigasi BPK Ada 16 Temuan,
diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/market/20200108152333-17-
128593/skandal-jiwasraya-hasil-investigasi-bpk-ada-16-temuan pada 14
November 2021.
Fika Nurul Ulya, 2020, Simak, Ini Kronologi Lengkap Kasus Jiwasraya Versi BPK, diakses
dari https://money.kompas.com/read/2020/01/09/063000926/simak-ini-
kronologi-lengkap-kasus-jiwasraya-versi-bpk?page=all pada 14 November 2021.
Andi Saputra, 2021, Gugatan Benny Tjokro ke BPK soal Kerugian Jiwasraya Rp 13 T
Kandas, diakses dari https://news.detik.com/berita/d-5590280/gugatan-benny-
tjokro-ke-bpk-soal-kerugian-jiwasraya-rp-13-t-kandas pada 14 November 2021.
Edi Suwiknyo, 2021, Gugatan Benny Tjokro atas Autid Kasis Jiwasraya Ditolak, Kerugian
Rp16,8 T Sah!, diakses dari
https://kabar24.bisnis.com/read/20211028/16/1459370/gugatan-benny-
tjokro-atas-audit-kasus-jiwasraya-ditolak-kerugian-rp168-t-sah pada 14
November 2021.