Anda di halaman 1dari 63

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH TATA KELOLA ORGANISASI

OLEH :

KELOMPOK 7

ANGGOTA :

1. SANNIYAH ALYA PUTRI (2011021023)


2. ARIFA WINDA PUTRI (2011022002)
3. MUTIA SELFANI PUTRI (2011022052)
4. SUCI UTAMI (2011022059)

KELAS 2C

D4 AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI PADANG
2021
Pemeriksaan (Pengawasan Internal) Keuangan Pemerintah

BPK DAN BPKP

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) merupakan dua badan yang serupa tapi tak sama. Maksudnya, dua lembaga negara ini
sama-sama mempunyai fungsi pengawasan, tetapi BPK melakukan pengawasan eksternal
sedangkan BPKP melakukan pengawasan internal.
Jika secara semantik sudah jelas tampak perbedaan antara „pemeriksaan‟ dan
„pengawasan‟, tidak demikian halnya dalam praktik. Meski dalam UU hanya ada satu badan
yang diberi wewenang melaksanakan „pemeriksaan‟ pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara, pada kenyataannya ada lagi beberapa badan lain yang melaksanakan „pemeriksaan‟
meski wewenangnya adalah „pengawasan‟. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), sesuai dengan
namanya, adalah satu-satunya badan yang diberi wewenang melaksanakan „pemeriksaan‟.
Namun demikian, BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), misalnya, meski
sesuai namanya wewenangnya jelas „pengawasan‟, sepak-terjangnya nyaris sama dengan BPK.

A. BPK (BADAN PEMERIKSA KEUANGAN)

Badan Pemeriksa Keuangan merupakan satu-satunya lembaga negara yang bertugas dan
berwenang melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara,
sebagaimana diatur dalam pasal 1 UU No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Badan Pemeriksa Keuangan bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya,
Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik
Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Pelaksanaan
pemeriksaan dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Badan Pemeriksa Keuangan merupakan satu lembaga negara
yang bebas dan mandiri. Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, undang-undang
memberikan kebebasan dan kemandirian kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

Berdasarkan Pasal 29 dan 30 Undang-Undang No.15 Tahun 2006 tentang Badan


Pemeriksa Keuangan, disebutkan bahwa BPK Wajib menyusun kode etik yang berisi norma-
norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK dan Pemeriksa selama menjalankan
tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.
Pada mulanya, kode etik Badan Pemeriksa Keuangan diatur dalam Peraturan Badan
Pemeriksa Keuangan Nomor 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik BPK RI. Peraturan tersebut
ditetapkan pada tanggal 22 Agustus 2007 serta telah ditetapkan Kode Etik BPK sebagai
pelaksanaan ketentuan Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Namun seiring perkembangan zaman, peraturan ini sudah tidak sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan organisasi. Dengan alasan tersebut, perlu ditetapkan Peraturan
Badan Pemeriksa Keuangan yang baru untuk menyempurnakan Kode Etik Badan Pemeriksa
Keuangan. Peraturan BPK ini merupakan aturan hukum yang dikeluarkan oleh BPK yang
mengikat secara umum dan dimuat dalam lembaran negara.

1. Tugas BPK
Adapun untuk tugas pokok BPK sendiri yaitu :
a) Melakukan pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan ini mencakup keuangan pada :
 Pemerintah pusat
 Pemerintah daerah
 Lembaga negara lainnya
 Bank Indonesia
 Badan Usaha Milik Negara
 Badan Layanan Umum
 Badan Usaha Milik Daerah
 Lembaga atau badan lain yang melakukan pengolahan keuangan negara seperti
Mahkamah Agung
 Setiap lembaga yang tercantum berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
 Memberikan hasil pada DPR

b) Badan pemeriksa keuangan memeriksa semua pelaksanaan APBN yaitu :


 Memeriksa tanggung jawab pada pemerintah yang mengenai keuangan Negara
 Melakukan pemeriksaan terhadap semua pelaksanaan APBN
 Pelaksanaan pemerintah yang dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan UU
 Hasil pemeriksaan BPK diberitahukan kepada DPR, DPD dan DPRD
 Meleporkan unsur pidana yang ditemukan, BPK bertugas untuk melakukan
pelaporan kepada instansi yang berwenang, yang disesuaikan dengan ketentuan
paraturan perundang-undanga paling lama 1 “satu” bulan sejak diketahui adanya
unsur pidana tersebut. Hal tersebut dimaksudkan untuk dijadikan dasar
penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2. Fungsi BPK

Menurut Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, menyimpulkan tugas pokok BPK
menjadi 3 macam fungsi yaitu:

 Fungsi operatif merupakan pemeriksaan, pengawasan dan penyelidikan atas penguasaan,


pengurusan dan pengelolaan kekayaan Negara.

 Fungsi yudikatif yakni kewenangan menuntut perbendaharaan dan tuntutan gantu rugi
terhadap bendaharawan dan pegawai negeri bukan bendahara yang karena perbuatannya
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sehingga merugikan keuangan negara.

 Fungsi rekomendatif yakni memberikan pertimbangan kepada pemerintah mengenai


pengurusan dan pengelolaan keuangan Negara.

3. Wewenang BPK

Dalam melaksanakan tugasnya BPK berwenang yaitu :

 Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan,


menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan
pemeriksaan.
 Meminta keterangan dan dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit
organisasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, bank Indonesia,
badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga
atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
 Melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat
pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara serta pemeriksaan
terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggung
jawaban dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara.
 Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK.
 Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan pemerintah
pusat/pemerintah daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara.
 Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
 Menggunakan tenaga ahli dan tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas
nama BPK.
 Membina jabatan fungsional pemeriksa.
 Memberi pertimbangan atas standar akuntansi pemerintah dan memberi pertimbangan
atas rancangan sistem pengendalian intern pemerintah pusat/pemerintah daerah sebelum
ditetapkan oleh pemerintah pusat/pemerintah daerah.

4. Kewajiban BPK

 Mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia


 Menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup bermasyarakat
 Bersikap jujur dan bertingkah laku sopan
 Menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat

5. Larangan BPK

 Memunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik


praktis,
 Memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain dan/atau masyarakat,
 Melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara, dan
 Melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan
memanfaatkan status dan kedudukannya baik langsung maupun tidak
B. BPKP (BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN)

Menurut Perpres 192/2014, BPKP merupakan aparat pengawasan internal pemerintah


atau APIP yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden serta dipimpin oleh
seorang Kepala. Dari Perpres tersebut, dapat disimpulkan bahwa BPKP adalah aparat
pengawasan intern atau dalam dunia swasta biasa disebut dengan auditor intern, berbeda dengan
BPK yang merupakan auditor ekstern. Karena BPKP berada di bawah Presiden, dan bertanggung
jawab kepada Presiden, maka setiap hasil penugasan dari BPKP dilaporkan kepada atasannya,
yaitu Presiden RI.

BPKP adalah singkatan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Dari
singkatan tersebut, seharusnya sudah tergambar tugas dan fungsi dari BPKP, yang kata utamanya
adalah “Pengawasan”. Jadi, BPKP harusnya bertugas mengawasi pengelolaan keuangan dan juga
pembangunan yang ada di Indonesia, negeri kita tercinta.

1. Tugas BPKP

Tugas BPKP telah diatur dalam perpres 192 tahun 2014, yaitu menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional.

2. Fungsi BPKP

 Perumusan kebijakan nasional pengawasan internal terhadap akuntabilitas keuangan


negara/daerah dan pembangunan nasional meliputi kegiatan yang bersifat lintas sektoral,
kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan
selaku Bendahara Umum Negara, dan kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden;
 Pelaksanaan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan
lainnya terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban akuntabilitas
penerimaan negara/daerah dan akuntabilitas pengeluaran keuangan negara/daerah serta
pembangunan nasional dan/atau kegiatan lain yang seluruh atau sebagian keuangannya
dibiayai oleh anggaran negara/daerah dan/atau subsidi termasuk badan usaha dan badan
lainnya yang didalamnya terdapat kepentingan keuangan atau kepentingan lain dari
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah serta akuntabilitas pembiayaan keuangan
negara/daerah;
 Pengawasan intern terhadap perencanaan dan pelaksanaan pemanfaatan aset
negara/daerah;
 Pemberian konsultansi terkait dengan manajemen risiko, pengendalian intern, dan tata
kelola terhadap instansi/badan usaha/badan lainnya dan program/kebijakan pemerintah
yang strategis pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaanprogram dan/atau
kegiatan yang dapat menghambat kelancaran pembangunan, audit atas penyesuaian
harga, audit klaim, audit investigatif terhadap kasus-kasus penyimpangan yang
berindikasi merugikan keuangan negara/daerah, audit penghitungan kerugian keuangan
negara/daerah, pemberian keterangan ahli, dan upaya pencegahan korupsi;
 Pengoordinasian dan sinergi penyelenggaraan pengawasan intern terhadap akuntabilitas
keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional bersama-sama dengan aparat
pengawasan intern pemerintah lainnya;
 Pelaksanaan reviu atas laporan keuangan dan laporan kinerja pemerintah pusat
pelaksanaan sosialisasi, pembimbingan, dan konsultansi penyelenggaraan sistem
pengendalian intern kepada instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan-
badan yang di dalamnya terdapat kepentingan keuangan atau kepentingan lain dari
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah;
 Pelaksanaan kegiatan pengawasan berdasarkan penugasan Pemerintah sesuai peraturan
perundang-undangan;
 Pembinaan kapabilitas pengawasan intern pemerintah dan sertifikasi jabatan fungsional
auditor;
 Pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan di bidang pengawasan
dan sistem pengendalian intern pemerintah;
 Pembangunan dan pengembangan, serta pengolahan data dan informasi hasil pengawasan
atas penyelenggaraan akuntabilitas keuangan negara Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah;
 Pelaksanaan pengawasan intern terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi di BPKP;
 Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum,
ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum,
kehumasan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

3. Struktur Organisasi BPKP


Struktur Organiasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan terdiri atas :

 Kepala BPKP.
 Sekretariat Utama (dipimpin Sekretaris Utama BPKP)
 Deputi Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian dan Kemaritiman;
 Deputi Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Politik, Hukum, Keamanan,
Pembangunan Manusia, dan Kebudayaan;
 Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah;
 Deputi Bidang Akuntan Negara;
 Deputi Bidang Investigasi;
 Inspektorat.

C. PERBEDAAN ANTARA BPK DAN BPKP

1) Dasar Hukum Pembentukan

Pembentukan BPK
Dasar hukum dibentuknya BPK adalah UUD Tahun 1945, di pasal 23E, yang
menyebutkan “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri“.

Selanjutnya, tahun 2006 telah diterbitkan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan. UU 15/2006 ini menegaskan power dari BPK.

Pembentukan BPKP
Dasar hukum dari BPKP adalah dengan diterbitkannya Perpres Nomor 192 Tahun
2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Melihat dasar hukum
pembentukan kedua lembaga tersebut di atas, jelas terlihat di mana perbedaannya dan di mana
posisi serta kekuatan masing-masing berdasarkan dasar hukum

2) Kelembagaan

BPK merupakan lembaga tinggi negara yang posisinya ada di luar Pemerintah. BPK
kedudukannya setara dengan MPR, DPR, DPRD, MA, dan MK. Meskipun BPK ada di luar
Pemerintah, tapi pendanaannya tetap menggunakan APBN melalui Sekretariat Jenderal BPK,
Setjen BPK inilah yang ada di dalam pemerintahan.

Sedangkan BPKP, merupakan Lembaga Pemerintah non Kementerian (LPNK). BPKP


ada di dalam pemerintah, dan setara dengan BPS, BNN, BNPB, dan badan atau lembaga non
Kementerian lainnya.
3) Pemilihan Pemimpin

Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 23F ayat (1) disebutkan bahwa “Anggota Badan
Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden“.

Di ayat (2) di tambahkan “Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh
anggota“. Dengan demikian, Anggota BPK dipilih oleh DPR, kemudian Ketua BPK dipilih oleh
anggota dari Anggota BPK yang telah dipilih oleh DPR. Sedangkan Kepala BPKP dipilih oleh
Presiden, sama halnya dengan Menteri-menteri yang dipilih langsung oleh Presiden.

4) Pertanggungjawaban

BPK mempertanggungjabwabkan hasil pemeriksaan keuangan negara kepada DPR, DPD,


dan DPRD, sesuai dengan yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 23E ayat (2). Sedangkan hasil
pengawasan BPKP dilaporkan langsung kepada Presiden sebagai atasan langsung dari BPKP.

5) Peran

BPK berperan sebagai Auditor Eksternal, yang mengawasi pemerintah dari luar,
sedangkan BPKP merupakan Auditor Internal Pemerintah yang diharapkan bisa memperbaiki
kualitas tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) dengan mengawasi pemerintah
dari dalam.

6) Penugasan

Penugasan audit di BPK berupa Audit Keuangan, Audit Kinerja, Audit dengan Tujuan
Tertentu. Sedangkan Penugasan di BPKP berupa Audit Kinerja dan Audit dengan Tujuan
Tertentu. BPKP tidak melakukan Audit Keuangan atas Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Namun, selama ini BPKP masih melakukan
audit keuangan juga atas dana-dana loan/pinjaman luar negeri sesuai dengan MoU dengan si
pemberi pinjaman.

7) Jabatan Fungsional Pegawai

Pegawai-pegawai BPK memegang Jabatan Fungsional Pemeriksa, sedangkan pegawai


BPKP memegang Jabatan Fungsional Auditor. Berbeda jenis jabatan, berbeda jenis tunjangan,
dan berbeda juga peraturan angka kreditnya.

8) Penghasilan atau Gaji Pegawai

Kalau menyinggung masalah gaji pokok, semua sama standarnya, masalah uang makan,
dan tunjangan lain yang melekat pada gaji, semua juga sama standarnya. Yang berbeda adalah
Tunjangan Kinerjanya. Tunjangan Kinerja Pegawai Tunjangan Kinerja Pegawai BPK lebih
besar dibandingkan dengan Tunjangan Kinerja BPKP.
PERBAIKAN SISTEM KEUANGAN NEGARA

A. Berbagai Elemen Perbaikan Sistem Fiskal Untuk Membuatnya Transparan dan


Akuntabel Sesuai Dengan Tuntutan Reformasi

Elemen Perbaikan Sistem fiskal menyangkut kelemahan dalam sistem keuangan negara
Indonesia yang diwarisi dari Pemerintahan Orde Baru adalah bersifat mendasar. Kelemahan
tersebut meliputi :

 Desain dan pelaksanaan sistem pengendalian internal,


 Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,
Penyimpanan keuangan negara yang semerawut, tidak adanya informasi tentang aset
maupun hutang negara,
 Pengungkapan SAL (Sisa Anggaran Lebih) yang tidak konsisten dan tidak memadai.

Karena posisi keuangan negara tidak dilaporkan secara akurat dan tepat waktu. Rakyat
dan DPR tidak dapat menggunakan hak pendanaannya secara efektif. Karena tidak seluruh
pendapatan dan pengeluaran negara ditarik dan digunakan berdasarkan Undang-Undang atau
dengan persetujuan DPR, Rakyat dan DPR tidak mengetahui secara persis berapa sebenarnya
jumlah anggaran belanja negara, struktur pembelanjaannya maupun penggunaannya. Informasi
tentang kontijensi penerimaan maupun pengeluaran negara tidak diketahui karena memang tidak
diungkapkan oleh Pemerintah dalam anggaran pendapatan dan belanjanya.Buruknya pengelolaan
keuangan negara itu sekaligus telah menjadi salah satu faktor penyebab krisis ekonomi Indonesia
pada tahun 1997-1998 dan lambatnya pemulihannya hingga saat ini.

Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara,


Pemerintah era reformasi telah melakukan koreksi secara menyeluruh sistem pembukuan,
manajemen maupun pertanggung jawaban keuangan negara yang dipergunakan pada masa
Pemerintahan Orde Baru.

1. Koreksi pertama adalah dengan menyatukan anggaran negara yang tadinya dibagi dalam
dua kelompok, yakni: anggaran rutin dan anggaran pembangunan.
2. Koreksi kedua adalah semakin meniadakan anggaran non-bujeter.
3. Koreksi ketiga adalah dengan mengintrodusir paket tiga Undang-Undang dibidang
Keuangan Negara tahun 2003- 2004. Bentuk koreksi keempat adalah dengan
mengintrodusir Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada tanggal 13 Juni 2005
Paket tiga UU dibidang Keuangan Negara Tahun 2003-2004 merubah secara mendasar
sistem akuntansi, manajemen keuangan negara dan sistem anggaran Pemerintah. Aspek
perubahan ini meliputi hal-hal berikut ini :

1. Perubahan pada sistem perbendaharaan tunggal yang terpadu (treasury single


account). Selama ini, uang negara disimpan dalam berbagai rekening yang saling
terpisah dan bahkan dalam rekening individu pejabat negara yang sudah lebih dari 10
tahun meninggal dunia. Akibatnya, Menteri Keuangan tidak punya gambaran tentang
posisi keuangan negara secara menyeluruh setiap saat.
2. Perubahan yang kedua adalah menggantikan sistem pembukuan satu sisi (single entry
account) dengan pembukuan dua sisi (double entry account).
3. Perubahan mendasar ketiga adalah untuk secara bertahap akan menggantikan
akuntansi yang berbasis kas dengan akrual. Dalam sistem akuntansi berbasis akrual
dapat diukur biaya pelayanan jasa pemerintahan, efisiensi serta kinerja Pemerintah.
Dalam sistem berbasis akrual juga dapat diketahui kewajiban kontijensi Pemerintah
karena dicatat komitmen atau hak maupun kewajiban kontijensi negara terutama
untuk penerimaan maupun pengeluaran yang melampaui masa satu tahun anggaran.
Anggaran berbasis akrual akan memungkinkan perencanaan anggaran jangka panjang
yang melebihi satu tahun anggaran.

B. Perbaikan Tata Kelola Keuangan Negara

Wujud upaya BPK untuk mendorong perbaikan tata kelola keuangan yang baik. Selain
tidak hentinya mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintah pusat dan daerah melalui
pemeriksaan, BPK juga memberi enam inisiatif yang merupakan beyond the call of duty bagi
BPK yang mempengaruhi baik eksekutif maupun legislatif, yaitu :

1. Pemerintah daerah menandatangani management representative letter dalam setiap


pemeriksaan BPK RI untuk menunjukkan komitmen dan tanggungjawabnya terhadap
upaya perbaikan sistem keuangan daerah
2. Pemerintah daerah menentukan kapan mencapai opini WTP dengan menyusun action
plan yang memuat apa yang harus dilakukan, aspek atau bidang apa yang perlu
diperbaiki, bagaimana caranya, siapa yang melakukannya dan kapan atau jadwal
kegiatannya
3. Pemerintah daerah menggunakan universitas setempat dan BPKP untuk memperbaiki
sistem keuangan daerah dan aplikasi komputernya, serta meningkatkan SDM melalui
pelatihan akuntansi keuangan daerah, dan penyediaan tenaga pembukuan yang trampil
4. Mendorong perombakan struktural Badan Layanan Umum (BLU), BUMN dan BUMD
agar menjadi lebih mandiri dan korporatis. BLU termasuk sekolah hingga universitas dan
rumah sakit pemerintah Pusat dan Daerah.
5. DPRD membentuk panitia akuntabilitas publik untuk mendorong pemerintah daerah dan
menindaklanjuti temuan BPK RI untuk perbaikan sistem pengendalian intern dan
percepatan pembangunan sistem keuangan daerah, termasuk penyusunan peraturan
daerah terkait.
6. Dalam lingkungan makro, di tingkat departemen, Depdagri, Depkeu, dan Departemen
teknis berkoordinasi untuk menyusun suatu desain yang jelas dalam melaksanakan paket
tiga UU Keuangan Negara Tahun 2003-2004 dalam kaitannya dengan otonomi daerah
untuk meniadakan serangkaian peraturan yang tidak jelas, multi tafsir, rumit, tidak stabil
dan sering berubah.

BERBAGAI JENIS AUDIT PEMERINTAH

Audit Sektor Publik adalah pemeriksaan terhadap pemerintah yang dilakukan untuk
mengetahui pertanggungjawaban (akuntabilitas) atas pengelolaan dana masyarakat
(publicmoney) yang bertujuan untuk membandingkan hasil pencapaian program, fungsi atau
kegiatan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

A. Jenis-Jenis Audit Pemerintah

Berdasarkan UU No. 15 Tahun 20104 terdapat tiga jenis audit keungan negara yaitu :

1) Audit Keuangan

Merupakan audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan
yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan yang telah disajikan secara
wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia atau basis akuntansi komprehensif. Audit Keuangan adalah audit yang menjamin
bahwa sistem akuntansi dan pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta
transaksi keuangan diotorisasi serta dicatat secara benar.

2) Audit Kinerja

Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian


ekonomu yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit. Audit kinerja
merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara
obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi,
efektifitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan
dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapau dengan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Audit kinerja dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu :

a) Audit Program (Audit Efektivitas)

Audit program mencakup penentuan atas :

 Tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan atau manfaat yang telah ditetapkan
oleh undang-undang atau badan lain yang berwenang.
 Efektifitas kegiatan entitas, pelaksaan program, kegiatan atau fungsi instansi yang
bersangkutan
 Tingkat kepatuhan entitas yang diaudit terhadap peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pelaksanaan program atau kegiatannya.

b) Audit Ekonomi dan Efisiensi (management and operational audit)

Audit ekonomi dan efisiensi berfungsi untuk :

 Apakah entitas telah memperoleh, melindungi dan menggunakan sumber dayanya secara
efektif dan efisien
 Apa yang menjadi penyebab timbulnya pemborosan dan efisiensi
 Apakah entitas tersebut telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan penghematan dan efisiensi.

3) Audit Dengan Tujuan Tertentu

Merupakan pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan
kinerja. Sesuai dengan definisinya, jenis audit ini dapat berupa semua jenis audit selain audit
keuangan dan audit operasional. Dengan demikian dalam jenis audit ini termasuk diantaranya
audit ketaatan dan audit investigatif

 Audit ketaatan adalah audit yang dilakukan untuk menilai kesesuaian antara kondisi atau
pelaksanaan kegiatan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Audit investigative adalah audit yang dilakukan untuk mengungkap fakta atau kejadian
yang sebenarnya tentang indikasi tindak pidana korupsi atau tujuan spesifik lainnya
sesuai peraturan yang berlaku.
B. Jenis-Jenis Opini Audit

Ada lima jenis opini audit yang dikeluarkan oleh auditor atas laporan keuangan. Setiap
jenis laporan mengandung arti dan pesan yang berbeda dari auditor kepada pengguna laporan
keuangan. Opini audit tersebut meliputi :

1. Unqualified Opinion atau Wajar tanpa pengecuaiaan

Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian yang dikeluarkan oleh auditor atas laporan
keuangan ketika auditor tidak menemukan kesalahan penyajian material setelah pengujian
mereka. Laporan ini berisi opini Wajar Tanpa Pengecualian dari auditor independen. Laporan
tersebut menunjukkan bahwa laporan keuangan entitas disusun dan disajikan dengan benar dan
wajar serta sesuai dengan kerangka akuntansi yang digunakan. Ini pertanda baik bagi semua jenis
pemangku kepentingan yang bersedia menggunakan laporan keuangan. Anda mungkin
menemukan apakah laporan audit bersih atau tidak di paragraf opini.

Laporan Audit Wajar Tanpa Pengecualian tampaknya tidak hanya menunjukkan kepada
para pemegang saham bahwa laporan keuangan adalah penyajian yang benar dan wajar, dan
bebas dari semua salah saji material. Namun juga menyiratkan bahwa tim manajemen memiliki
integritas yang tinggi kepada pemegang saham.

Sebelum mengungkapkan kebenaran laporan audit, pastikan bahwa auditor yang


menerbitkan laporan tersebut berasal dari KAP independen. Empat besar firma audit adalah
firma tempat sebagian besar pemegang saham mengungkapkan kebenarannya.

2. Qualified Opinion Atau Opini Wajar Dengan Pengecualian

Seorang auditor akan menyatakan opini wajar dengan Pengecualian jika adanya hal
berikut ini :

 Adanya bukti yang telah didapatkan oleh auditor secara tepat dan cukup untuk
memberikan kesimpulan terjadinya kesalahan penyajian yang dilakukan secara individual
ataupun secara agregasi. Pengaruh dari hasil audit, adanya material yang tidak preventif
terhadap laporan keuangan yang disajikan.
 Tidak diperolehnya bukti secara cukup dan tepat oleh auditor untuk mendukung
opininya. Namun, auditor melakukan penyimpulan adanya pengaruh kesalahan
penyajian tidak terdeteksi pada laporan keuangan yang muncul. Kalaupun terjadi maka
adanya material tapi tidak pervasif.
3. Modified Unqualified Opinion Atau Opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf
Penjelasan

Pada jenis opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan didasarkan pada
suatu keadaan tertentu yang tidak berdampak langsung pada opini auditor. Penjelasan paragraf
akan diberikan auditor berkaitan dengan situasi tertentu yang sebelumnya sudah disebutkan.
Beberapa keadaan tersebut menjadi pemicu adanya modified unqualified opinion.

 Adanya beberapa pendapat dari auditor diambil dari pendapat auditor independen yang
lain.
 Tidak ada aturan jelas laporan keuangan sehingga bisa menyimpang dari Standar
Akuntansi Keuangan.
 Terjadinya pengaruh dari ketidakpastian keadaan masa yang akan datang serta hasil yang
tidak terprediksi.

4. Adverse Opinion Atau Opini Tidak Wajar

Opini auditor dinyatakan tidak wajar jika pada saat auditor melakukan pemeriksaan
terhadap laporan keuangan mendapatkan bukti yang tepat dan cukup. Selanjutnya auditor akan
menyimpulkan adanya kesalahan yang terjadi pada laporan keuangan, seperti kesalahan
penyajian.

Kesalahan penyajian ini bisa juga karena individual atau secara agregasi. Yang
merupakan material serta pervasif dihadapkan pada laporan keuangan. Pervasif berarti bahwa
adanya kesalahan yang berdampak kemana pun serta mendalam.

5. Disclaimer of Opinion Atau Opini Tidak Menyatakan Pendapat

Pada opini tidak menyatakan pendapat ini, seorang auditor tidak akan melakukan
penyimpulan terhadap pengaruh penyajian kesalahan material yang tidak terdeteksi pada laporan
keuangan. Jikalau ada tentu bersifat preventif dan material.

Ketika ruang lingkup audit terbatas, seorang auditor tentu tidak akan melakukan
pemeriksaan berdasarkan standar audit yang sudah ditetapkan maka terjadilah disclaimer of
opinion tersebut. Dalam memahami opini audit serta jenis opini auditor tersebut merupakan hal
penting yang dilakukan untuk mengaudit laporan keuangan.
C. Keuntungan Menggunakan Laporan Audit

1. Memberikan jaminan atas Laporan Keuangan. Laporan audit yang dikeluarkan oleh
auditor profesional dan independen yang merupakan independensi operasional dari
manajemen entitas. Laporan yang dikeluarkan dari mereka dapat membantu para
pengguna laporan keuangan untuk memastikan bahwa informasi keuangan tersebut benar
atau tidak.
2. Membuktikan integritas manajemen pada pemegang sahamnya. Karena auditor adalah
independensi dari manajemen, laporan tersebut dapat membuktikan apakah manajemen
jujur kepada pemegang sahamnya atau tidak. Hal ini terkait dengan prinsip dan teori
keagenan.
3. Ini adalah persyaratan hukum dan regulasi. Sebagian besar negara mewajibkan entitas
yang memiliki kriteria spesifik agar laporan keuangannya diaudit oleh auditor
independen. Kriteria tersebut seperti omset tahunan, nilai aset, dan jumlah karyawan.
Auditor adalah bukti yang dapat membuktikan kepada pemerintah bahwa entitas tersebut
mematuhi hukum.
4. Itu adalah persyaratan pemegang saham. Sebagian besar pemegang saham perusahaan
ingin laporan keuangan entitas mereka diaudit. Laporan ini diperiksa oleh para ahli dan
diungkapkan dengan kata-kata yang mudah dipahami oleh sebagian besar pemegang
saham yang tidak memiliki latar belakang keuangan atau audit.
5. Persyaratan perusahaan induk. Banyak perusahaan induk yang memiliki anak perusahaan
yang beroperasi di negara lain atau bahkan di negara yang sama biasanya mengharuskan
laporan keuangan anak perusahaannya diaudit.
6. Laporan ini dapat membantu mereka mengelola anak perusahaan dengan lebih efektif.
7. Membantu pemangku kepentingan untuk memahami tentang situasi keuangan dan
operasional entitas. Ini mungkin poin paling penting, Auditor diharuskan untuk
menyatakan laporan auditor apakah entitas memiliki masalah going concern atau tidak.
Ini termasuk masalah keuangan dan non-keuangan yang dapat menyebabkan entitas
menghadapi kebangkrutan di periode mendatang dari tanggal laporan audit.
D. Batasan Laporan Audit

1. Ruang lingkup audit mungkin dibatasi oleh manajemen. Ini adalah diskusi populer
tentang masalah audit. Dalam standar audit, auditor harus memiliki hak penuh untuk
mengakses segala jenis informasi yang dapat membantu mereka memperoleh bukti audit
untuk menyatakan pendapatnya. Namun, dalam praktiknya, manajemen mungkin
mencoba sebaik mungkin untuk mencegah auditor memperoleh beberapa informasi
sensitif. Ini mungkin manajemen tidak sepenuhnya mempercayai etika auditor terkait
dengan kerahasiaan atau manajemen sendiri memiliki masalah integritas. Masalah-
masalah ini mungkin menghalangi auditor untuk memberikan opini audit dengan kualitas
terbaik yang seharusnya.
2. Waktu juga menjadi kendala bagi auditor. Dalam praktiknya, auditor biasanya
menghadapi kendala waktu yang tidak memberikan mereka cukup waktu untuk
melakukan pengujian sebagaimana mestinya.
3. Independensi Auditor. Kode etik mengharuskan auditor untuk tetap independen dari klien
audit mereka. Hal ini untuk memastikan bahwa auditor tidak bias ketika melakukan
pekerjaannya dan juga ketika mengeluarkan opini audit.
4. Risiko yang mungkin tidak terdeteksi oleh auditor: Risiko Inheren dan Risiko Penipuan.
Standar audit mensyaratkan auditor memiliki perencanaan audit yang tepat serta penilaian
risiko. Ini untuk memastikan bahwa kualitas audit terjaga, dan risiko audit diidentifikasi
dan diminimalkan. Namun, hal-hal tersebut tidak dapat auditor menghilangkan semua
jenis risiko salah saji material dari laporan keuangan. Misalnya, risiko inheren dan risiko
penipuan.
5. Kualifikasi dan Kompetensi Auditor. Ini juga merupakan poin penting. Kita semua tahu
bahwa untuk menjalankan KAP, seseorang yang mewakili KAP harus memiliki
kualifikasi CPA. Tapi masalahnya karena persaingan, dan karena jumlah pekerjaan,
kualitas laporan audit mungkin bermasalah. Seperti yang Anda ketahui
PERAN INSPEKTORAT DAERAH

A. Peran Inspektorat Daerah Sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP)

Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan yang


bersih, adil, transparan, dan akuntabel harus disikapi dengan serius dan sistematis. Segenap
jajaran penyelenggara negara, baik dalam tatanan eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus
memiliki komitmen bersama untuk menegakkan good governance dan clean government. Seiring
dengan hal tersebut, pemerintah pusat dan daerah telah menetapkan sasaran untuk meningkatkan
pelayanan birokrasi kepada masyarakat dengan arah kebijakan penciptaan tata pemerintahan
yang bersih dan berwibawa (good governance).

Dengan adanya komitmen pemerintah untuk mewujudkan good governance khususnya


pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, maka kinerja atas penyelenggaraan organisasi
pemerintah menjadi perhatian pemerintah untuk dibenahi, salah satunya melalui sistem
pengawasan yang efektif, dengan meningkatkan peran dan fungsi dari Aparat Pengawas Intern
Pemerintah ( APIP ).

Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan
kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka
memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok
ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam
mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.

Salah satu faktor utama yang dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan pengendalian
Intern adalah efektivitas peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Untuk itu, APIP
harus terus melakukan perubahan dalam menjalankan proses bisnis guna memberi nilai tambah
bagi kementerian negara/lembaga dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini sejalan
dengan peran pengawasan intern untuk mendorong peningkatan efektivitas manajemen risiko
(risk management), pengendalian (control) dan tata kelola (governance) organisasi. APIP juga
mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah.
Sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah ( APIP ), Inspektorat Daerah memiliki
peran dan posisi yang sangat strategis baik ditinjau dari aspek fungsi-fungsi manajemen maupun
dari segi pencapaian visi dan misi serta program-program pemerintah. Dari segi fungsi-fungsi
dasar manajemen, ia mempunyai kedudukan yang setara dengan fungsi perencanaan atau fungsi
pelaksanaan. Sedangkan dari segi pencapaian visi, misi dan program-program pemerintah,
Inspektorat Daerah menjadi pilar yang bertugas sebagai pengawas sekaligus pengawal dalam
pelaksanaan program yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 tahun 2011 tentang Kebijakan Pengawasan di
Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tahun 2012
pada Point Penajaman Pengawasan angka 4 menetapkan perumusan peran dari Inspektorat
Daerah Kabupaten/Kota yaitu melakukan :

1) Pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota (urusan


wajib dan urusan pilihan) dengan menyusun dan menetapkan kebijakan pengawasan di
lingkungan Penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
2) Pengawasan pelaksanaan urusan pemerintahan desa dengan ruang lingkup :

 Pengawasan pada Pemerintah Desa.


 Pengawasan pelaksanaan tugas pembantuan di Kabupaten/Kota
 Pemeriksaan khusus terkait dengan adanya pengaduan.
3) Pembinaan di lingkungan Penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dan
Desa, dengan ruang lingkup :

 Pendampingan/asistensi meliputi:
a. Asistensi dalam penyusunan neraca aset pada unit kerja di lingkungan
Penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dan Desa
b. Asistensi penerapan SPIP di lingkungan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota.
 Koordinasi dan sinergitas terhadap :
a. Pelaksanaan Rakorwasnas dan Rakorwasda
b. Penyusunan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) berdasarkan
risk based audit plan
c. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan.
Inspektorat Daerah sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah berperan sebagai
Quality Assurance yaitu menjamin bahwa suatu kegiatan dapat berjalan secara effisien, effektif
dan sesuai dengan aturannya dalam mencapai tujuan organisasi. Titik berat pelaksanaan tugas
pengawasannya adalah melakukan tindakan preventif yaitu mencegah terjadinya kesalahan
kesalahan dalam pelaksanaan program dan kegiatan oleh SKPD serta memperbaiki kesalahan
kesalahan yang telah terjadi untuk dijadikan pelajaran agar kesalahan kesalahan tersebut tidak
terulang di masa yang akan datang.

B. Tupoksi Peran Inspektorat Daerah Sebagai Aparat Pengawas Internal


Pemerintah (APIP)

Sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), Inspektorat Daerah memiliki


peran dan unit kerja yang sangat strategis baik ditinjau dari aspek fungsi dan tanggung jawab
dalam manajemen maupun dari segi pencapaian visi dan misi serta program-program
pemerintah. Dari segi fungsi-fungsi dasar manajemen, Inspektorat Daerah mempunyai
kedudukan yang setara dengan fungsi perencanaan atau fungsi pelaksanaan. Sedangkan dari segi
pencapaian visi, misi dan program-program pemerintah, Inspektorat Daerah menjadi pilar yang
bertugas dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan
pemerintahan Kabupaten/Kota dan pelaksanaan urusan pemerintahan Kabupaten/Kota,
berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah Instansi Pemerintah yang


mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan, dan terdiri atas:

1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bertanggung jawab


kepada Presiden;
2. Inspektorat Jenderal (Itjen)/Inspektorat Utama (Ittama)/Inspektorat yang berada dibawah
dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen
(LPND);
3. Inspektorat Pemerintah Propinsi yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Gubernur,
4. Inspektorat Pemerintah Kabupaten/Kota yang berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada Bupati/Walikota.

Fungsi APIP yang berjalan dengan baik dapat mencegah kecurangan, menghasilkan
keluaran yang berharga untuk menjadi masukan bagi pihak auditor eksternal, eksekutif dan
legislatif dalam memperbaiki pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah pada waktu
yang akan datang.
BPK dapat memanfaatkan hasil pengawasan APIP terutama dari hasil reviu atas laporan
keuangan pemerintah, mendukung manajemen pemerintah daerah dalam pelaksanaan
rekomendasi BPK dan perbaikan sistem pengendalian Internal. APIP yang profesional dan
independen mendorong peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan yang
dapat meningkatkan kewajaran laporan keuangan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 35 Tahun 2018 tentang


Kebijakan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2019 pada Lampiran
menetapkan kegitan pengawasan APIP sebagai berikut.

C. Kegiatan Pengawasan

1. Kegiatan peningkatan kapasitas APIP, meliputi :


 bimbingan teknis pemeriksaan investigative
 bimbingan teknis pendampingan pengadaan barang dan jasa (probity advice)
 bimbingan teknis penerapan sistem manajemen resiko.

2. Kegiatan Asistensi/pendampingan, meliputi :


 penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran;
 pengadaan barang dan jasa;
 operasionalisasi sapu bersih pungutan liar;
 pengawalan dan pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah; dan
 kegiatan asistensi lainnya.

3. Kegiatan Reviu, meliputi :


 reviu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah;
 reviu Rencana Kerja Pemerintah Daerah;
 reviu Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah;
 reviu Laporan Keuangan Pemerintah Daerah;
 reviu laporan kinerja;
 reviu penyerapan anggaran;
 reviu penyerapan pengadaan barang dan jasa; dan
 kegiatan reviu lainnya.

4. Kegiatan Monitoring dan evaluasi, meliputi :


 tindak lanjut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;
 tindak lanjut hasil pemeriksaan APIP;
 dana desa;
 dana Bantuan Operasional Sekolah;
 aksi pencegahan korupsi evaluasi SPIP;
 penilaian mandiri reformasi birokrasi;
 penanganan laporan gratifikasi;
 penanganan Whistle Blower System (WBS);
 penanganan benturan kepentingan;
 penilaian internal zona integritas;
 verifikasi LHKPN/LHKASN;
 verifikasi pelaporan Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi;
 penyelenggaraan pemerintahan daerah;
 perencanaan dan pengganggaran responsif gender;
 pelayanan publik.

5. Kegiatan pemeriksaan, meliputi :


 Kinerja
 Dengan tujuan tertentu

Pengawasan pada hakekatnya merupakan fungsi yang melekat pada


seorang leader atau top manajemen dalam setiap organisasi, sejalan dengan fungs-fungsii dasar
manajemen lainnya yaitu perencanaan dan pelaksanaan. Demikian halnya dalam organisasi
pemerintah, fungsi pengawasan merupakan tugas dan tanggung jawab seorang kepala
pemerintahan, seperti di lingkup pemerintah provinsi merupakan tugas dan tanggung jawab
Gubernur sedangkan di pemerintah kabupaten dan kota merupakan tugas dan tanggung jawab
Bupati dan Walikota. Namun karena katerbatasan kemampuan seseorang, mengikuti prinsip-
prinsip organisasi, maka tugas dan tanggung jawab pimpinan tersebut diserahkan kepada
pembantunya yang mengikuti alur distribution of power sebagaimana yang diajarkan dalam
teori-teori organisasi modern.

D. Maksud dan Tujuan Pengawasan dan Pemeriksaan

Maksud pengawasan dan pemeriksaan itu dalam rumusan yang sederhana adalah untuk
memahami dan menemukan apa yang salah demi perbaikan di masa mendatang. Hal itu
sebetulnya sudah menjadi hal yang lumrah dan harus dilaksanakan oleh semua pihak baik yang
mengawasi maupun pihak yang diawasi termasuk masyarakat awam. Sedangkan tujuan
pengawasan itu adalah untuk meningkatkan kinerja dan mendayagunakan para aparatur sipil
negara (ASN) dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju
terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government).
Seiring dengan semakin kuatnya tuntutan dorongan arus reformasi ditambah lagi dengan
semakin kritisnya masyarakat yang didukung dengan teknologi informasi, maka rumusan
pengawasan yang sederhana itu tidaklah cukup. Masyarakat mengharapkan lebih dari sekedar
perbaikan kesalahan, melainkan harus diminta pertanggungjawaban kepada yang bersalah.

Kesalahan harus ditebus dengan sanksi/hukuman, dan bila memenuhi unsur tindak pidana
harus diproses oleh aparat penegak hukum, sehingga membuat efek jera bagi pelaku dan orang
lain berpikir seribu kali untuk melakukan hal yang sama, sehingga praktek Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) menjadi berkurang dan akhirnya hilang. Hal seperti itulah yang menjadi cita-
cita dan semangat bangsa Indonesia yang tercermin dalam Undang-undang Nomor 28 tahun
1998 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN).

Salah satu tuntutan masyarakat untuk menciptakan good governance dalam


penyelenggaraan pemerintahan adalah peningkatan kiprah institusi pengawas daerah. Banyak
masyarakat bertanya dimana dan kemana lembaga itu, sementara korupsi semakin merajalela.
Masyarakat sudah gerah melihat perilaku birokrasi korup, yang semakin hari bukannya kian
berkurang tetapi semakin unjuk gigi dengan perbuatannya itu. Bahkan masyarakat memberi label
perbuatan korupsi itu sebagai kejahatan yang luar biasa, dan biadab, karena diyakini hal itu akan
menyengsarakan generasi di belakang hari. Sampai-sampai masyarakat berfikir untuk
membubarkan institusi pengawas daerah tersebut karena dinilai tidak ada gunanya, bahkan ikut
menyengsarakan rakyat dengan menggunakan uang rakyat dalam jumlah yang relatif tidak
sedikit.

Berbicara tentang pengawasan dan pemeriksaan, sebenarnya bukanlah tanggung jawab


institusi pengawas semata melainkan tanggung jawab aparatur pemerintah dan semua elemen
masyarakat. Karena institusi pengawas seperti Inspektorat Daerah bukan hanya berdiam diri,
tidak berbuat, tidak inovatif, dan sebagainya. Tetapi jauh dari anggapan itu, insan-insan
pengawas di daerah telah bertindak sejalan dengan apa yang dipikirkan masyarakat itu sendiri.
Langkah pro aktif menuju pengawasan yang efektif dan efisien dalam memenuhi tuntutan itu
telah dilakukan seperti melakukan reorganisasi, perbaikan sistem, pembuatan pedoman dan
sebagainya, namun kondisinya sedang berproses dan hasilnya belum signifikan dan terwujud
seperti yang diinginkan oleh masyarakat tersebut.
Guna mewujudkan keinginan tersebut diperlukan langkah-langkah pragmatis yang lebih
realistis dan sistematis dalam penempatan sumber daya manusia (SDM) pada lembaga pengawas
daerah, mulai dari pimpinan sampai staf/pejabat. Seorang pimpinan organisasi akan memberikan
pewarnaan terhadap organisasi tersebut, dan ia akan berfungsi sebagai katalisator dalam
organisasinya, sehingga untuk itu ia harus punya integritas, moralitas dan kapabilitas serta
kompetensi yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Dengan demikian, tugas pengawasan
yang dilaksanakan merupakan bagian dari solusi, dan bukan bagian dari masalah.

Inspektorat Daerah sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah berperan


sebagai Quality Assurance yaitu menjamin bahwa suatu kegiatan dapat berjalan secara efisien,
efektif dan sesuai dengan aturannya dalam mencapai tujuan organisasi. Titik berat pelaksanaan
tugas “pengawasan dan pemeriksaan” adalah melakukan tindakan preventif yaitu mencegah
terjadinya kesalahan kesalahan dalam pelaksanaan program dan kegiatan oleh Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (SKPD) serta memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah terjadi untuk
dijadikan pelajaran agar kesalahan-kesalahan tersebut tidak terulang kembali di masa yang akan
datang.
Contoh Kasus

“BPKP Temukan 40 Persen Belanja Pemda Tak Ada Manfaatnya”

Dikutip dari website berita digital “Kompas.com” dengan judul berita “BPKP Temukan
40 Persen Belanja Pemda Tak Ada Manfaatnya” diupload pada Selasa, 22 Juni 2021. Kepala
BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan bahwa hampir 30-40 persen anggaran daerah tidak
menghasilkan apa-apa. Dia menuturkan anggaran yang tidak efektif dan efisien itu membuat
Pemda tak kunjung berhasil mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Terkait anggaran Pemda ini, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
membeberkan, belanja beberapa daerah memang lebih banyak dialokasikan untuk belanja
pegawai dibandingkan belanja modal. Belanja pegawai yang tinggi dibeberapa daerah
menyebabkan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang digemakan pemerintah tidak maksimal.

Kesimpulan Dari Kasus

Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa BPKP selaku badan yang bertugas untuk
melaksanakan pengawasan atas pengelolaan keuangan dan juga pembangunan di Indonesia telah
melaksanakan tugasnya dengan penuh komitmen dan tanggung jawab. Alokasi anggaran daerah
yang masih belum efektif dan efisien dibeberapa daerah dapat menghambat terciptanya
pertumbuhan ekonomi yang maksimal. Pemusatan anggaran hanya pada satu titik memicu
penumpukan biaya yang tidak perlu, sedangkan di titik yang lain kekurangan biaya. Seperti yang
terdapat di dalam kasus tersebut, anggaran biaya lebih banyak dialokasikan untuk belanja
pegawai sedangkan untuk belanja modal pembangunan lebih sedikit.

Solusi Alternatif Dari Kasus

Solusi alternatif yang dapat kami tawarkan untuk kasus ini adalah sebaiknya pemerintah
daerah melakukan sistem pengendalian internal untuk pengelolaan keuangannya. Dengan adanya
sistem pengendalian internal ini diharapkan permasalahan terkait alokasi anggaran daerah dapat
terselesaikan. Dalam sistem pengendalian internal tersebut pemerintah dapat melakukan
beberapa cara diantaranya adalah melakukan audit pemerintah, audit ini bertujuan untuk
membandingkan hasil pencapaian program dengan tujuan awal dari program tersebut. Dengan
dilakukannya audit, pemerintah dapat mengetahui dibagian mana yang perlu diperbaiki dan
ditingkatkan. Selain itu diperlukan sistem tata kelola keuangan yang baik agar pemerintah daerah
dapat mengalokasikan anggaran dengan tepat.
“Pemeriksaan (Pengawasan
Internal) Keuangan
Pemerintah”
Kelompok 7
SANNIYAH ALYA PUTRI (2011021023)

ARIFA WINDA PUTRI (2011022002)

SUCI UTAMI (2011022059)

MUTIA SELFANI PUTRI (2011022052)


Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
merupakan dua badan yang serupa tapi tak sama.
Maksudnya, dua lembaga negara ini sama-sama
mempunyai fungsi pengawasan, tetapi BPK
melakukan pengawasan eksternal sedangkan BPKP
melakukan pengawasan internal.
Badan Pemeriksa Keuangan merupakan satu-satunya
lembaga negara yang bertugas dan berwenang melakukan
pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara, sebagaimana diatur dalam pasal 1 UU No. 15 Tahun 2006
Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Badan Pemeriksa Keuangan bertugas memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
dilakukan
oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara
lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan
Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau
badan lain yang mengelola keuangan negara.
“Tugas BPK”
1). Melakukan pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan ini mencakup
keuangan pada :
● Pemerintah pusat
● Pemerintah daerah
● Lembaga negara lainnya
● Bank Indonesia
● Badan Usaha Milik Negara
● Badan Usaha Milik Daerah
● Memberikan hasil pada DPR

2). Badan pemeriksa keuangan memeriksa semua pelaksanaan APBN yaitu :


● Memeriksa tanggung jawab pada pemerintah yang mengenai keuangan
Negara
● Melakukan pemeriksaan terhadap semua pelaksanaan APBN
● Pelaksanaan pemerintah yang dilakukan berdasarkan ketentuan UU
● Hasil pemeriksaan BPK diberitahukan kepada DPR, DPD dan DPRD
● Meleporkan unsur pidana yang ditemukan
FUNGSI BPK :
● Fungsi operatif merupakan pemeriksaan, pengawasan dan
penyelidikan atas penguasaan, pengurusan dan pengelolaan
kekayaan Negara.

● Fungsi yudikatif yakni kewenangan menuntut perbendaharaan dan


tuntutan gantu rugi terhadap bendaharawan dan pegawai negeri
bukan bendahara yang karena perbuatannya melanggar hukum
atau melalaikan kewajibannya sehingga merugikan keuangan
negara.

● Fungsi rekomendatif yakni memberikan pertimbangan kepada


pemerintah mengenai pengurusan dan pengelolaan keuangan
Negara.
WEWENANG BPK :
● Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan
pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta
menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan.
● Meminta keterangan dan dokumen yang wajib diberikan oleh setiap
orang, unit organisasi pemerintah pusat, dan lembaga atau badan
lain yang mengelola keuangan negara.
● Melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang
milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan
tata usaha keuangan negara serta pemeriksaan terhadap
perhitungan- perhitungan dan daftar lainnya yang berkaitan
dengan pengelolaan keuangan negara.
● Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib
disampaikan kepada BPK.
● Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah
konsultasi dengan pemerintah pusat/pemerintah daerah yang wajib
digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.

Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara.
● Membina jabatan fungsional pemeriksa.
KEWAJIBAN LARANGAN
● Memunjukkan keberpihakan dan
● Mengakui persamaan derajat, hak,
dukungan kepada kegiatan-kegiatan
dan kewajiban asasi setiap manusia
politik praktis,
● Menghormati perbedaan dan menjaga
kerukunan hidup bermasyarakat ● Memaksakan kehendak pribadi kepada
orang lain dan/atau masyarakat,
● Bersikap jujur dan bertingkah laku
● Melakukan kegiatan baik secara
sopan
sendiri-sendiri maupun dengan orang
● Menjunjung tinggi nilai moral lain yang secara langsung atau tidak
yang berlaku dalam langsung merugikan keuangan negara,
masyarakat
●Melakukan kegiatan yang dapat
menguntungkan kelompoknya dengan
memanfaatkan status dan
kedudukannya baik langsung maupun
tidak
BPKP adalah aparat pengawasan intern
atau dalam dunia swasta biasa disebut
dengan auditor intern, berbeda dengan BPK
yang merupakan auditor ekstern. Karena
BPKP berada di bawah Presiden, dan
bertanggung jawab kepada Presiden, maka
setiap hasil penugasan dari BPKP
dilaporkan kepada atasannya, yaitu
Presiden RI.
Tugas BPKP telah diatur dalam perpres 192
tahun 2014, yaitu menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang
pengawasan keuangan negara/daerah
dan pembangunan nasional.
● Perumusan kebijakan nasional pengawasan internal terhadap
akuntabilitas keuangan negara/daerah dan pembangunan
nasional meliputi kegiatan yang bersifat lintas sektoral, dan
kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden

● Pelaksanaan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan


pengawasan lainnya terhadap perencanaan,

● Pengawasan intern terhadap perencanaan dan


pelaksanaan pemanfaatan aset negara/daerah

● Pemberian konsultansi terkait dengan manajemen risiko, pengendalian


intern, dan tata kelola terhadap kebijakan pemerintah yang strategis
pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaanprogram dan
kegiatan yang dapat menghambat kelancaran pembangunan, audit
atas penyesuaian harga, audit klaim, audit investigatif terhadap
kasus-kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan
negara
● Pelaksanaan kegiatan pengawasan berdasarkan penugasan
Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan;

● Pembinaan kapabilitas pengawasan intern pemerintah


dan sertifikasi jabatan fungsional auditor;

● Pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan


di bidang pengawasan dan sistem pengendalian intern pemerintah;

● Pembangunan dan pengembangan, serta pengolahan data dan


informasi hasil pengawasan atas penyelenggaraan akuntabilitas
keuangan negara Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

● Pelaksanaan pengawasan intern terhadap pelaksanaan tugas dan


fungsi di BPKP;

● Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang


perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, kehumasan, persandian,
perlengkapan dan rumah tangga.
BPK 1). Dasar Hukum Pembentukan BPKP
Dasar hukum dibentuknya BPK
Dasar hukum dari BPKP adalah
adalah UUD Tahun 1945, di pasal 23E,
dengan diterbitkannya Perpres
yang menyebutkan “Untuk
Nomor 192 Tahun 2014 tentang
memeriksa pengelolaan dan
Badan Pengawasan Keuangan
tanggung jawab
dan Pembangunan.
tentang keuangan negara diadakan
satu Badan Pemeriksa Keuangan yang
bebas dan mandiri“.
BPK BPKP
BPK merupakan lembaga tinggi
BPKP, merupakan Lembaga Pemerintah
negara yang posisinya ada di luar
non Kementerian (LPNK). BPKP ada di
Pemerintah. BPK kedudukannya setara
dalam pemerintah, dan setara dengan
dengan MPR, DPR, DPRD, MA, dan MK.
BPS, BNN, BNPB, dan badan atau
Meskipun BPK ada di luar Pemerintah,
lembaga non Kementerian lainnya.
tapi pendanaannya tetap menggunakan
APBN melalui Sekretariat Jenderal BPK,
Setjen BPK inilah yang ada di dalam
pemerintahan.
BPK BPKP
Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 23F ayat (1)
disebutkan bahwa “Anggota Badan
BPKP dipilih oleh Presiden, sama halnya
Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan
dengan Menteri-menteri yang dipilih
Perwakilan Rakyat dengan
langsung oleh Presiden.
memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh
Presiden“.

BPK BPKP
BPK mempertanggungjabwabkan
hasil pemeriksaan keuangan negara Sedangkan hasil pengawasan BPKP
kepada DPR, DPD, dan DPRD, sesuai dilaporkan langsung kepada
dengan yang diatur dalam UUD 1945 Presiden sebagai atasan langsung
Pasal 23E ayat (2). dari BPKP.
BPK BPKP
BPK berperan sebagai BPKP merupakan Auditor
Auditor Eksternal, yang Internal Pemerintah yang
mengawasi pemerintah dari diharapkan bisa memperbaiki
luar, kualitas tata kelola
kepemerintahan yang baik (good
governance) dengan mengawasi
pemerintah dari dalam.

BPK BPKP
Penugasan audit di BPK berupa
Penugasan di BPKP berupa Audit
Audit Keuangan, Audit Kinerja, Audit
Kinerja dan Audit dengan Tujuan
dengan Tujuan Tertentu.
Tertentu. BPKP tidak melakukan
Audit Keuangan atas Laporan
Keuangan Kementerian/Lembaga
dan Pemerintah Daerah.
BPK BPKP
Pegawai-pegawai BPK BPKP memegang Jabatan Fungsional
memegang Jabatan Auditor. Berbeda jenis jabatan, berbeda
Fungsional Pemeriksa, jenis tunjangan, dan berbeda juga
peraturan angka kreditnya.

Kalau menyinggung masalah gaji pokok, semua sama standarnya, masalah


uang makan, dan tunjangan lain yang melekat pada gaji, semua juga sama
standarnya. Yang berbeda adalah Tunjangan Kinerjanya. Tunjangan
Kinerja Pegawai Tunjangan Kinerja Pegawai BPK lebih besar
dibandingkan dengan Tunjangan Kinerja BPKP.
• Desain dan pelaksanaan sistem
pengendalian internal,

• Ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan,

• Penyimpanan keuangan negara


yang semerawut, tidak adanya
informasi tentang aset
maupun hutang negara,

• Pengungkapan SAL (Sisa


Anggaran Lebih) yang tidak
konsisten dan tidak memadai.
1. Pemerintah daerah menandatangani management representative
letter dalam setiap pemeriksaan BPK RI untuk menunjukkan komitmen
dan tanggungjawabnya terhadap upaya perbaikan sistem keuangan
daerah
2. Pemerintah daerah menentukan kapan mencapai opini WTP dengan
menyusun action plan yang memuat apa yang harus dilakukan,dan kapan
atau jadwal kegiatannya
3. Pemerintah daerah menggunakan universitas setempat dan BPKP untuk
memperbaiki sistem keuangan daerah, serta meningkatkan SDM melalui
pelatihan .
4. Mendorong perombakan struktural (BLU), BUMN dan BUMD agar menjadi
lebih mandiri dan korporatis.
5. DPRD membentuk panitia akuntabilitas publik untuk mendorong
pemerintah daerah dan menindaklanjuti temuan BPK RI untuk perbaikan
sistem pengendalian intern dan percepatan pembangunan sistem
keuangan daerah.
“BERBAGAI JENIS AUDIT PEMERINTAH”
Audit Sektor Publik adalah pemeriksaan
terhadap pemerintah yang dilakukan untuk
mengetahui pertanggungjawaban
(akuntabilitas) atas pengelolaan dana
masyarakat (publicmoney) yang bertujuan
untuk membandingkan hasil pencapaian
program, fungsi atau kegiatan sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Audit Keuangan Audit Kinerja
Audit kinerja merupakan suatu proses
audit atas laporan keuangan yang yang sistematis untuk memperoleh dan
bertujuan untuk memberikan keyakinan mengevaluasi bukti secara obyektif,
yang memadai (reasonable assurance) agar dapat melakukan penilaian secara
apakah laporan keuangan yang telah independen atas ekonomi dan efisiensi
disajikan secara wajar, dalam semua hal operasi, efektifitas dalam pencapaian
yang material sesuai dengan prinsip hasil yang diinginkan dan kepatuhan
akuntansi yang berlaku umum di terhadap kebijakan, peraturan dan
Indonesia atau basis akuntansi hukum yang berlaku, menentukan
komprehensif. kesesuaian antara kinerja yang telah
dicapau dengan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Merupakan pemeriksaan yang tidak
termasuk dalam pemeriksaan
keuangan dan pemeriksaan kinerja.
Sesuai dengan definisinya, jenis audit
ini dapat berupa semua jenis audit
selain audit keuangan dan audit
operasional.
1. Memberikan jaminan atas
Laporan Keuangan.
2. Membuktikan integritas
manajemen pada pemegang
sahamnya.
3. persyaratan hukum dan
regulasi.
4. persyaratan pemegang saham.
5. Persyaratan perusahaan induk.
6. dapat membantu mengelola
anak perusahaan dengan lebih
efektif.
7. Membantu pemangku
kepentingan untuk memahami
tentang situasi keuangan dan
operasional entitas.
● Ruang lingkup audit mungkin
dibatasi oleh manajemen.

● Waktu juga menjadi kendala bagi


auditor.

● Independensi Auditor.

● Risiko yang mungkin tidak


terdeteksi oleh auditor

● Kualifikasi dan Kompetensi Auditor.


“PERAN
INSPEKTORAT
DAERAH”
1. Pengawasan terhadap
pelaksanaan urusan pemerintahan
di kabupaten/kota dengan
menyusun dan menetapkan
kebijakan pengawasan di
lingkungan Penyelenggaraan
pemerintahan kabupaten/kota.

2. Pengawasan pelaksanaan urusan


pemerintahan desa

3. Pembinaan di lingkungan
Penyelenggaraan pemerintahan
daerah Kabupaten/Kota dan
Desa,
1. Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) yang bertanggung
jawab kepada Presiden;
2. Inspektorat Jenderal (Itjen)/Inspektorat
Utama (Ittama)/Inspektorat yang
berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Menteri/Kepala Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND);
3. Inspektorat Pemerintah Propinsi yang
berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Gubernur,
4. Inspektorat Pemerintah Kabupaten/Kota
yang berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Bupati/Walikota.
1. Kegiatan peningkatan kapasitas APIP

2. Kegiatan Asistensi/pendampingan,

3. Kegiatan Reviu,

4. Kegiatan Monitoring dan evaluasi,

5. Kegiatan pemeriksaan,
“BPKP Temukan 40 Persen Belanja Pemda
Tak Ada Manfaatnya”
Dikutip dari website berita digital “Kompas.com” dengan judul
berita “BPKP Temukan 40 Persen Belanja Pemda Tak Ada
Manfaatnya” diupload pada Selasa, 22 Juni 2021. Kepala
BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan bahwa hampir
30-40 persen anggaran daerah tidak menghasilkan apa-
apa. Dia menuturkan anggaran yang tidak efektif dan
efisien itu membuat Pemda tak kunjung berhasil
mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Terkait anggaran Pemda ini, sebelumnya Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati membeberkan, belanja beberapa
daerah memang lebih banyak dialokasikan untuk
belanja pegawai dibandingkan belanja modal. Belanja
pegawai yang tinggi dibeberapa daerah menyebabkan
akselerasi pertumbuhan ekonomi yang digemakan
pemerintah tidak maksimal.
Kesimpulan dari kasus
Solusi alternatif yang dapat kami tawarkan untuk kasus ini
adalah sebaiknya pemerintah daerah melakukan sistem
pengendalian internal untuk pengelolaan keuangannya. Dengan
adanya sistem pengendalian internal ini diharapkan
permasalahan terkait alokasi anggaran daerah dapat
terselesaikan. Dalam sistem pengendalian internal tersebut
pemerintah dapat melakukan beberapa cara diantaranya adalah
melakukan audit pemerintah, audit ini bertujuan untuk
membandingkan hasil pencapaian program dengan tujuan awal
dari program tersebut. Dengan dilakukannya audit, pemerintah
dapat mengetahui dibagian mana yang perlu diperbaiki dan
ditingkatkan. Selain itu diperlukan sistem tata kelola keuangan
yang baik agar pemerintah daerah dapat mengalokasikan

anggaran dengan tepat.

Anda mungkin juga menyukai