OLEH :
KELOMPOK 7
ANGGOTA :
KELAS 2C
D4 AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI PADANG
2021
Pemeriksaan (Pengawasan Internal) Keuangan Pemerintah
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) merupakan dua badan yang serupa tapi tak sama. Maksudnya, dua lembaga negara ini
sama-sama mempunyai fungsi pengawasan, tetapi BPK melakukan pengawasan eksternal
sedangkan BPKP melakukan pengawasan internal.
Jika secara semantik sudah jelas tampak perbedaan antara „pemeriksaan‟ dan
„pengawasan‟, tidak demikian halnya dalam praktik. Meski dalam UU hanya ada satu badan
yang diberi wewenang melaksanakan „pemeriksaan‟ pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara, pada kenyataannya ada lagi beberapa badan lain yang melaksanakan „pemeriksaan‟
meski wewenangnya adalah „pengawasan‟. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), sesuai dengan
namanya, adalah satu-satunya badan yang diberi wewenang melaksanakan „pemeriksaan‟.
Namun demikian, BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), misalnya, meski
sesuai namanya wewenangnya jelas „pengawasan‟, sepak-terjangnya nyaris sama dengan BPK.
Badan Pemeriksa Keuangan merupakan satu-satunya lembaga negara yang bertugas dan
berwenang melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara,
sebagaimana diatur dalam pasal 1 UU No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Badan Pemeriksa Keuangan bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya,
Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik
Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Pelaksanaan
pemeriksaan dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Badan Pemeriksa Keuangan merupakan satu lembaga negara
yang bebas dan mandiri. Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, undang-undang
memberikan kebebasan dan kemandirian kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
Namun seiring perkembangan zaman, peraturan ini sudah tidak sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan organisasi. Dengan alasan tersebut, perlu ditetapkan Peraturan
Badan Pemeriksa Keuangan yang baru untuk menyempurnakan Kode Etik Badan Pemeriksa
Keuangan. Peraturan BPK ini merupakan aturan hukum yang dikeluarkan oleh BPK yang
mengikat secara umum dan dimuat dalam lembaran negara.
1. Tugas BPK
Adapun untuk tugas pokok BPK sendiri yaitu :
a) Melakukan pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan ini mencakup keuangan pada :
Pemerintah pusat
Pemerintah daerah
Lembaga negara lainnya
Bank Indonesia
Badan Usaha Milik Negara
Badan Layanan Umum
Badan Usaha Milik Daerah
Lembaga atau badan lain yang melakukan pengolahan keuangan negara seperti
Mahkamah Agung
Setiap lembaga yang tercantum berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
Memberikan hasil pada DPR
Menurut Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, menyimpulkan tugas pokok BPK
menjadi 3 macam fungsi yaitu:
Fungsi yudikatif yakni kewenangan menuntut perbendaharaan dan tuntutan gantu rugi
terhadap bendaharawan dan pegawai negeri bukan bendahara yang karena perbuatannya
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sehingga merugikan keuangan negara.
3. Wewenang BPK
4. Kewajiban BPK
5. Larangan BPK
BPKP adalah singkatan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Dari
singkatan tersebut, seharusnya sudah tergambar tugas dan fungsi dari BPKP, yang kata utamanya
adalah “Pengawasan”. Jadi, BPKP harusnya bertugas mengawasi pengelolaan keuangan dan juga
pembangunan yang ada di Indonesia, negeri kita tercinta.
1. Tugas BPKP
Tugas BPKP telah diatur dalam perpres 192 tahun 2014, yaitu menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional.
2. Fungsi BPKP
Kepala BPKP.
Sekretariat Utama (dipimpin Sekretaris Utama BPKP)
Deputi Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian dan Kemaritiman;
Deputi Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Politik, Hukum, Keamanan,
Pembangunan Manusia, dan Kebudayaan;
Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah;
Deputi Bidang Akuntan Negara;
Deputi Bidang Investigasi;
Inspektorat.
Pembentukan BPK
Dasar hukum dibentuknya BPK adalah UUD Tahun 1945, di pasal 23E, yang
menyebutkan “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri“.
Selanjutnya, tahun 2006 telah diterbitkan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan. UU 15/2006 ini menegaskan power dari BPK.
Pembentukan BPKP
Dasar hukum dari BPKP adalah dengan diterbitkannya Perpres Nomor 192 Tahun
2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Melihat dasar hukum
pembentukan kedua lembaga tersebut di atas, jelas terlihat di mana perbedaannya dan di mana
posisi serta kekuatan masing-masing berdasarkan dasar hukum
2) Kelembagaan
BPK merupakan lembaga tinggi negara yang posisinya ada di luar Pemerintah. BPK
kedudukannya setara dengan MPR, DPR, DPRD, MA, dan MK. Meskipun BPK ada di luar
Pemerintah, tapi pendanaannya tetap menggunakan APBN melalui Sekretariat Jenderal BPK,
Setjen BPK inilah yang ada di dalam pemerintahan.
Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 23F ayat (1) disebutkan bahwa “Anggota Badan
Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden“.
Di ayat (2) di tambahkan “Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh
anggota“. Dengan demikian, Anggota BPK dipilih oleh DPR, kemudian Ketua BPK dipilih oleh
anggota dari Anggota BPK yang telah dipilih oleh DPR. Sedangkan Kepala BPKP dipilih oleh
Presiden, sama halnya dengan Menteri-menteri yang dipilih langsung oleh Presiden.
4) Pertanggungjawaban
5) Peran
BPK berperan sebagai Auditor Eksternal, yang mengawasi pemerintah dari luar,
sedangkan BPKP merupakan Auditor Internal Pemerintah yang diharapkan bisa memperbaiki
kualitas tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) dengan mengawasi pemerintah
dari dalam.
6) Penugasan
Penugasan audit di BPK berupa Audit Keuangan, Audit Kinerja, Audit dengan Tujuan
Tertentu. Sedangkan Penugasan di BPKP berupa Audit Kinerja dan Audit dengan Tujuan
Tertentu. BPKP tidak melakukan Audit Keuangan atas Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Namun, selama ini BPKP masih melakukan
audit keuangan juga atas dana-dana loan/pinjaman luar negeri sesuai dengan MoU dengan si
pemberi pinjaman.
Kalau menyinggung masalah gaji pokok, semua sama standarnya, masalah uang makan,
dan tunjangan lain yang melekat pada gaji, semua juga sama standarnya. Yang berbeda adalah
Tunjangan Kinerjanya. Tunjangan Kinerja Pegawai Tunjangan Kinerja Pegawai BPK lebih
besar dibandingkan dengan Tunjangan Kinerja BPKP.
PERBAIKAN SISTEM KEUANGAN NEGARA
Elemen Perbaikan Sistem fiskal menyangkut kelemahan dalam sistem keuangan negara
Indonesia yang diwarisi dari Pemerintahan Orde Baru adalah bersifat mendasar. Kelemahan
tersebut meliputi :
Karena posisi keuangan negara tidak dilaporkan secara akurat dan tepat waktu. Rakyat
dan DPR tidak dapat menggunakan hak pendanaannya secara efektif. Karena tidak seluruh
pendapatan dan pengeluaran negara ditarik dan digunakan berdasarkan Undang-Undang atau
dengan persetujuan DPR, Rakyat dan DPR tidak mengetahui secara persis berapa sebenarnya
jumlah anggaran belanja negara, struktur pembelanjaannya maupun penggunaannya. Informasi
tentang kontijensi penerimaan maupun pengeluaran negara tidak diketahui karena memang tidak
diungkapkan oleh Pemerintah dalam anggaran pendapatan dan belanjanya.Buruknya pengelolaan
keuangan negara itu sekaligus telah menjadi salah satu faktor penyebab krisis ekonomi Indonesia
pada tahun 1997-1998 dan lambatnya pemulihannya hingga saat ini.
1. Koreksi pertama adalah dengan menyatukan anggaran negara yang tadinya dibagi dalam
dua kelompok, yakni: anggaran rutin dan anggaran pembangunan.
2. Koreksi kedua adalah semakin meniadakan anggaran non-bujeter.
3. Koreksi ketiga adalah dengan mengintrodusir paket tiga Undang-Undang dibidang
Keuangan Negara tahun 2003- 2004. Bentuk koreksi keempat adalah dengan
mengintrodusir Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada tanggal 13 Juni 2005
Paket tiga UU dibidang Keuangan Negara Tahun 2003-2004 merubah secara mendasar
sistem akuntansi, manajemen keuangan negara dan sistem anggaran Pemerintah. Aspek
perubahan ini meliputi hal-hal berikut ini :
Wujud upaya BPK untuk mendorong perbaikan tata kelola keuangan yang baik. Selain
tidak hentinya mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintah pusat dan daerah melalui
pemeriksaan, BPK juga memberi enam inisiatif yang merupakan beyond the call of duty bagi
BPK yang mempengaruhi baik eksekutif maupun legislatif, yaitu :
Audit Sektor Publik adalah pemeriksaan terhadap pemerintah yang dilakukan untuk
mengetahui pertanggungjawaban (akuntabilitas) atas pengelolaan dana masyarakat
(publicmoney) yang bertujuan untuk membandingkan hasil pencapaian program, fungsi atau
kegiatan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan UU No. 15 Tahun 20104 terdapat tiga jenis audit keungan negara yaitu :
1) Audit Keuangan
Merupakan audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan
yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan yang telah disajikan secara
wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia atau basis akuntansi komprehensif. Audit Keuangan adalah audit yang menjamin
bahwa sistem akuntansi dan pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta
transaksi keuangan diotorisasi serta dicatat secara benar.
2) Audit Kinerja
Tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan atau manfaat yang telah ditetapkan
oleh undang-undang atau badan lain yang berwenang.
Efektifitas kegiatan entitas, pelaksaan program, kegiatan atau fungsi instansi yang
bersangkutan
Tingkat kepatuhan entitas yang diaudit terhadap peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pelaksanaan program atau kegiatannya.
Apakah entitas telah memperoleh, melindungi dan menggunakan sumber dayanya secara
efektif dan efisien
Apa yang menjadi penyebab timbulnya pemborosan dan efisiensi
Apakah entitas tersebut telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan penghematan dan efisiensi.
Merupakan pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan
kinerja. Sesuai dengan definisinya, jenis audit ini dapat berupa semua jenis audit selain audit
keuangan dan audit operasional. Dengan demikian dalam jenis audit ini termasuk diantaranya
audit ketaatan dan audit investigatif
Audit ketaatan adalah audit yang dilakukan untuk menilai kesesuaian antara kondisi atau
pelaksanaan kegiatan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Audit investigative adalah audit yang dilakukan untuk mengungkap fakta atau kejadian
yang sebenarnya tentang indikasi tindak pidana korupsi atau tujuan spesifik lainnya
sesuai peraturan yang berlaku.
B. Jenis-Jenis Opini Audit
Ada lima jenis opini audit yang dikeluarkan oleh auditor atas laporan keuangan. Setiap
jenis laporan mengandung arti dan pesan yang berbeda dari auditor kepada pengguna laporan
keuangan. Opini audit tersebut meliputi :
Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian yang dikeluarkan oleh auditor atas laporan
keuangan ketika auditor tidak menemukan kesalahan penyajian material setelah pengujian
mereka. Laporan ini berisi opini Wajar Tanpa Pengecualian dari auditor independen. Laporan
tersebut menunjukkan bahwa laporan keuangan entitas disusun dan disajikan dengan benar dan
wajar serta sesuai dengan kerangka akuntansi yang digunakan. Ini pertanda baik bagi semua jenis
pemangku kepentingan yang bersedia menggunakan laporan keuangan. Anda mungkin
menemukan apakah laporan audit bersih atau tidak di paragraf opini.
Laporan Audit Wajar Tanpa Pengecualian tampaknya tidak hanya menunjukkan kepada
para pemegang saham bahwa laporan keuangan adalah penyajian yang benar dan wajar, dan
bebas dari semua salah saji material. Namun juga menyiratkan bahwa tim manajemen memiliki
integritas yang tinggi kepada pemegang saham.
Seorang auditor akan menyatakan opini wajar dengan Pengecualian jika adanya hal
berikut ini :
Adanya bukti yang telah didapatkan oleh auditor secara tepat dan cukup untuk
memberikan kesimpulan terjadinya kesalahan penyajian yang dilakukan secara individual
ataupun secara agregasi. Pengaruh dari hasil audit, adanya material yang tidak preventif
terhadap laporan keuangan yang disajikan.
Tidak diperolehnya bukti secara cukup dan tepat oleh auditor untuk mendukung
opininya. Namun, auditor melakukan penyimpulan adanya pengaruh kesalahan
penyajian tidak terdeteksi pada laporan keuangan yang muncul. Kalaupun terjadi maka
adanya material tapi tidak pervasif.
3. Modified Unqualified Opinion Atau Opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf
Penjelasan
Pada jenis opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan didasarkan pada
suatu keadaan tertentu yang tidak berdampak langsung pada opini auditor. Penjelasan paragraf
akan diberikan auditor berkaitan dengan situasi tertentu yang sebelumnya sudah disebutkan.
Beberapa keadaan tersebut menjadi pemicu adanya modified unqualified opinion.
Adanya beberapa pendapat dari auditor diambil dari pendapat auditor independen yang
lain.
Tidak ada aturan jelas laporan keuangan sehingga bisa menyimpang dari Standar
Akuntansi Keuangan.
Terjadinya pengaruh dari ketidakpastian keadaan masa yang akan datang serta hasil yang
tidak terprediksi.
Opini auditor dinyatakan tidak wajar jika pada saat auditor melakukan pemeriksaan
terhadap laporan keuangan mendapatkan bukti yang tepat dan cukup. Selanjutnya auditor akan
menyimpulkan adanya kesalahan yang terjadi pada laporan keuangan, seperti kesalahan
penyajian.
Kesalahan penyajian ini bisa juga karena individual atau secara agregasi. Yang
merupakan material serta pervasif dihadapkan pada laporan keuangan. Pervasif berarti bahwa
adanya kesalahan yang berdampak kemana pun serta mendalam.
Pada opini tidak menyatakan pendapat ini, seorang auditor tidak akan melakukan
penyimpulan terhadap pengaruh penyajian kesalahan material yang tidak terdeteksi pada laporan
keuangan. Jikalau ada tentu bersifat preventif dan material.
Ketika ruang lingkup audit terbatas, seorang auditor tentu tidak akan melakukan
pemeriksaan berdasarkan standar audit yang sudah ditetapkan maka terjadilah disclaimer of
opinion tersebut. Dalam memahami opini audit serta jenis opini auditor tersebut merupakan hal
penting yang dilakukan untuk mengaudit laporan keuangan.
C. Keuntungan Menggunakan Laporan Audit
1. Memberikan jaminan atas Laporan Keuangan. Laporan audit yang dikeluarkan oleh
auditor profesional dan independen yang merupakan independensi operasional dari
manajemen entitas. Laporan yang dikeluarkan dari mereka dapat membantu para
pengguna laporan keuangan untuk memastikan bahwa informasi keuangan tersebut benar
atau tidak.
2. Membuktikan integritas manajemen pada pemegang sahamnya. Karena auditor adalah
independensi dari manajemen, laporan tersebut dapat membuktikan apakah manajemen
jujur kepada pemegang sahamnya atau tidak. Hal ini terkait dengan prinsip dan teori
keagenan.
3. Ini adalah persyaratan hukum dan regulasi. Sebagian besar negara mewajibkan entitas
yang memiliki kriteria spesifik agar laporan keuangannya diaudit oleh auditor
independen. Kriteria tersebut seperti omset tahunan, nilai aset, dan jumlah karyawan.
Auditor adalah bukti yang dapat membuktikan kepada pemerintah bahwa entitas tersebut
mematuhi hukum.
4. Itu adalah persyaratan pemegang saham. Sebagian besar pemegang saham perusahaan
ingin laporan keuangan entitas mereka diaudit. Laporan ini diperiksa oleh para ahli dan
diungkapkan dengan kata-kata yang mudah dipahami oleh sebagian besar pemegang
saham yang tidak memiliki latar belakang keuangan atau audit.
5. Persyaratan perusahaan induk. Banyak perusahaan induk yang memiliki anak perusahaan
yang beroperasi di negara lain atau bahkan di negara yang sama biasanya mengharuskan
laporan keuangan anak perusahaannya diaudit.
6. Laporan ini dapat membantu mereka mengelola anak perusahaan dengan lebih efektif.
7. Membantu pemangku kepentingan untuk memahami tentang situasi keuangan dan
operasional entitas. Ini mungkin poin paling penting, Auditor diharuskan untuk
menyatakan laporan auditor apakah entitas memiliki masalah going concern atau tidak.
Ini termasuk masalah keuangan dan non-keuangan yang dapat menyebabkan entitas
menghadapi kebangkrutan di periode mendatang dari tanggal laporan audit.
D. Batasan Laporan Audit
1. Ruang lingkup audit mungkin dibatasi oleh manajemen. Ini adalah diskusi populer
tentang masalah audit. Dalam standar audit, auditor harus memiliki hak penuh untuk
mengakses segala jenis informasi yang dapat membantu mereka memperoleh bukti audit
untuk menyatakan pendapatnya. Namun, dalam praktiknya, manajemen mungkin
mencoba sebaik mungkin untuk mencegah auditor memperoleh beberapa informasi
sensitif. Ini mungkin manajemen tidak sepenuhnya mempercayai etika auditor terkait
dengan kerahasiaan atau manajemen sendiri memiliki masalah integritas. Masalah-
masalah ini mungkin menghalangi auditor untuk memberikan opini audit dengan kualitas
terbaik yang seharusnya.
2. Waktu juga menjadi kendala bagi auditor. Dalam praktiknya, auditor biasanya
menghadapi kendala waktu yang tidak memberikan mereka cukup waktu untuk
melakukan pengujian sebagaimana mestinya.
3. Independensi Auditor. Kode etik mengharuskan auditor untuk tetap independen dari klien
audit mereka. Hal ini untuk memastikan bahwa auditor tidak bias ketika melakukan
pekerjaannya dan juga ketika mengeluarkan opini audit.
4. Risiko yang mungkin tidak terdeteksi oleh auditor: Risiko Inheren dan Risiko Penipuan.
Standar audit mensyaratkan auditor memiliki perencanaan audit yang tepat serta penilaian
risiko. Ini untuk memastikan bahwa kualitas audit terjaga, dan risiko audit diidentifikasi
dan diminimalkan. Namun, hal-hal tersebut tidak dapat auditor menghilangkan semua
jenis risiko salah saji material dari laporan keuangan. Misalnya, risiko inheren dan risiko
penipuan.
5. Kualifikasi dan Kompetensi Auditor. Ini juga merupakan poin penting. Kita semua tahu
bahwa untuk menjalankan KAP, seseorang yang mewakili KAP harus memiliki
kualifikasi CPA. Tapi masalahnya karena persaingan, dan karena jumlah pekerjaan,
kualitas laporan audit mungkin bermasalah. Seperti yang Anda ketahui
PERAN INSPEKTORAT DAERAH
Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan
kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka
memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok
ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam
mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.
Salah satu faktor utama yang dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan pengendalian
Intern adalah efektivitas peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Untuk itu, APIP
harus terus melakukan perubahan dalam menjalankan proses bisnis guna memberi nilai tambah
bagi kementerian negara/lembaga dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini sejalan
dengan peran pengawasan intern untuk mendorong peningkatan efektivitas manajemen risiko
(risk management), pengendalian (control) dan tata kelola (governance) organisasi. APIP juga
mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah.
Sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah ( APIP ), Inspektorat Daerah memiliki
peran dan posisi yang sangat strategis baik ditinjau dari aspek fungsi-fungsi manajemen maupun
dari segi pencapaian visi dan misi serta program-program pemerintah. Dari segi fungsi-fungsi
dasar manajemen, ia mempunyai kedudukan yang setara dengan fungsi perencanaan atau fungsi
pelaksanaan. Sedangkan dari segi pencapaian visi, misi dan program-program pemerintah,
Inspektorat Daerah menjadi pilar yang bertugas sebagai pengawas sekaligus pengawal dalam
pelaksanaan program yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 tahun 2011 tentang Kebijakan Pengawasan di
Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tahun 2012
pada Point Penajaman Pengawasan angka 4 menetapkan perumusan peran dari Inspektorat
Daerah Kabupaten/Kota yaitu melakukan :
Pendampingan/asistensi meliputi:
a. Asistensi dalam penyusunan neraca aset pada unit kerja di lingkungan
Penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dan Desa
b. Asistensi penerapan SPIP di lingkungan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota.
Koordinasi dan sinergitas terhadap :
a. Pelaksanaan Rakorwasnas dan Rakorwasda
b. Penyusunan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) berdasarkan
risk based audit plan
c. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan.
Inspektorat Daerah sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah berperan sebagai
Quality Assurance yaitu menjamin bahwa suatu kegiatan dapat berjalan secara effisien, effektif
dan sesuai dengan aturannya dalam mencapai tujuan organisasi. Titik berat pelaksanaan tugas
pengawasannya adalah melakukan tindakan preventif yaitu mencegah terjadinya kesalahan
kesalahan dalam pelaksanaan program dan kegiatan oleh SKPD serta memperbaiki kesalahan
kesalahan yang telah terjadi untuk dijadikan pelajaran agar kesalahan kesalahan tersebut tidak
terulang di masa yang akan datang.
Fungsi APIP yang berjalan dengan baik dapat mencegah kecurangan, menghasilkan
keluaran yang berharga untuk menjadi masukan bagi pihak auditor eksternal, eksekutif dan
legislatif dalam memperbaiki pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah pada waktu
yang akan datang.
BPK dapat memanfaatkan hasil pengawasan APIP terutama dari hasil reviu atas laporan
keuangan pemerintah, mendukung manajemen pemerintah daerah dalam pelaksanaan
rekomendasi BPK dan perbaikan sistem pengendalian Internal. APIP yang profesional dan
independen mendorong peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan yang
dapat meningkatkan kewajaran laporan keuangan.
C. Kegiatan Pengawasan
Maksud pengawasan dan pemeriksaan itu dalam rumusan yang sederhana adalah untuk
memahami dan menemukan apa yang salah demi perbaikan di masa mendatang. Hal itu
sebetulnya sudah menjadi hal yang lumrah dan harus dilaksanakan oleh semua pihak baik yang
mengawasi maupun pihak yang diawasi termasuk masyarakat awam. Sedangkan tujuan
pengawasan itu adalah untuk meningkatkan kinerja dan mendayagunakan para aparatur sipil
negara (ASN) dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju
terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government).
Seiring dengan semakin kuatnya tuntutan dorongan arus reformasi ditambah lagi dengan
semakin kritisnya masyarakat yang didukung dengan teknologi informasi, maka rumusan
pengawasan yang sederhana itu tidaklah cukup. Masyarakat mengharapkan lebih dari sekedar
perbaikan kesalahan, melainkan harus diminta pertanggungjawaban kepada yang bersalah.
Kesalahan harus ditebus dengan sanksi/hukuman, dan bila memenuhi unsur tindak pidana
harus diproses oleh aparat penegak hukum, sehingga membuat efek jera bagi pelaku dan orang
lain berpikir seribu kali untuk melakukan hal yang sama, sehingga praktek Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) menjadi berkurang dan akhirnya hilang. Hal seperti itulah yang menjadi cita-
cita dan semangat bangsa Indonesia yang tercermin dalam Undang-undang Nomor 28 tahun
1998 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN).
Dikutip dari website berita digital “Kompas.com” dengan judul berita “BPKP Temukan
40 Persen Belanja Pemda Tak Ada Manfaatnya” diupload pada Selasa, 22 Juni 2021. Kepala
BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan bahwa hampir 30-40 persen anggaran daerah tidak
menghasilkan apa-apa. Dia menuturkan anggaran yang tidak efektif dan efisien itu membuat
Pemda tak kunjung berhasil mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Terkait anggaran Pemda ini, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
membeberkan, belanja beberapa daerah memang lebih banyak dialokasikan untuk belanja
pegawai dibandingkan belanja modal. Belanja pegawai yang tinggi dibeberapa daerah
menyebabkan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang digemakan pemerintah tidak maksimal.
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa BPKP selaku badan yang bertugas untuk
melaksanakan pengawasan atas pengelolaan keuangan dan juga pembangunan di Indonesia telah
melaksanakan tugasnya dengan penuh komitmen dan tanggung jawab. Alokasi anggaran daerah
yang masih belum efektif dan efisien dibeberapa daerah dapat menghambat terciptanya
pertumbuhan ekonomi yang maksimal. Pemusatan anggaran hanya pada satu titik memicu
penumpukan biaya yang tidak perlu, sedangkan di titik yang lain kekurangan biaya. Seperti yang
terdapat di dalam kasus tersebut, anggaran biaya lebih banyak dialokasikan untuk belanja
pegawai sedangkan untuk belanja modal pembangunan lebih sedikit.
Solusi alternatif yang dapat kami tawarkan untuk kasus ini adalah sebaiknya pemerintah
daerah melakukan sistem pengendalian internal untuk pengelolaan keuangannya. Dengan adanya
sistem pengendalian internal ini diharapkan permasalahan terkait alokasi anggaran daerah dapat
terselesaikan. Dalam sistem pengendalian internal tersebut pemerintah dapat melakukan
beberapa cara diantaranya adalah melakukan audit pemerintah, audit ini bertujuan untuk
membandingkan hasil pencapaian program dengan tujuan awal dari program tersebut. Dengan
dilakukannya audit, pemerintah dapat mengetahui dibagian mana yang perlu diperbaiki dan
ditingkatkan. Selain itu diperlukan sistem tata kelola keuangan yang baik agar pemerintah daerah
dapat mengalokasikan anggaran dengan tepat.
“Pemeriksaan (Pengawasan
Internal) Keuangan
Pemerintah”
Kelompok 7
SANNIYAH ALYA PUTRI (2011021023)
BPK BPKP
BPK mempertanggungjabwabkan
hasil pemeriksaan keuangan negara Sedangkan hasil pengawasan BPKP
kepada DPR, DPD, dan DPRD, sesuai dilaporkan langsung kepada
dengan yang diatur dalam UUD 1945 Presiden sebagai atasan langsung
Pasal 23E ayat (2). dari BPKP.
BPK BPKP
BPK berperan sebagai BPKP merupakan Auditor
Auditor Eksternal, yang Internal Pemerintah yang
mengawasi pemerintah dari diharapkan bisa memperbaiki
luar, kualitas tata kelola
kepemerintahan yang baik (good
governance) dengan mengawasi
pemerintah dari dalam.
BPK BPKP
Penugasan audit di BPK berupa
Penugasan di BPKP berupa Audit
Audit Keuangan, Audit Kinerja, Audit
Kinerja dan Audit dengan Tujuan
dengan Tujuan Tertentu.
Tertentu. BPKP tidak melakukan
Audit Keuangan atas Laporan
Keuangan Kementerian/Lembaga
dan Pemerintah Daerah.
BPK BPKP
Pegawai-pegawai BPK BPKP memegang Jabatan Fungsional
memegang Jabatan Auditor. Berbeda jenis jabatan, berbeda
Fungsional Pemeriksa, jenis tunjangan, dan berbeda juga
peraturan angka kreditnya.
• Ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan,
● Independensi Auditor.
3. Pembinaan di lingkungan
Penyelenggaraan pemerintahan
daerah Kabupaten/Kota dan
Desa,
1. Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) yang bertanggung
jawab kepada Presiden;
2. Inspektorat Jenderal (Itjen)/Inspektorat
Utama (Ittama)/Inspektorat yang
berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Menteri/Kepala Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND);
3. Inspektorat Pemerintah Propinsi yang
berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Gubernur,
4. Inspektorat Pemerintah Kabupaten/Kota
yang berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Bupati/Walikota.
1. Kegiatan peningkatan kapasitas APIP
2. Kegiatan Asistensi/pendampingan,
3. Kegiatan Reviu,
5. Kegiatan pemeriksaan,
“BPKP Temukan 40 Persen Belanja Pemda
Tak Ada Manfaatnya”
Dikutip dari website berita digital “Kompas.com” dengan judul
berita “BPKP Temukan 40 Persen Belanja Pemda Tak Ada
Manfaatnya” diupload pada Selasa, 22 Juni 2021. Kepala
BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan bahwa hampir
30-40 persen anggaran daerah tidak menghasilkan apa-
apa. Dia menuturkan anggaran yang tidak efektif dan
efisien itu membuat Pemda tak kunjung berhasil
mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Terkait anggaran Pemda ini, sebelumnya Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati membeberkan, belanja beberapa
daerah memang lebih banyak dialokasikan untuk
belanja pegawai dibandingkan belanja modal. Belanja
pegawai yang tinggi dibeberapa daerah menyebabkan
akselerasi pertumbuhan ekonomi yang digemakan
pemerintah tidak maksimal.
Kesimpulan dari kasus
Solusi alternatif yang dapat kami tawarkan untuk kasus ini
adalah sebaiknya pemerintah daerah melakukan sistem
pengendalian internal untuk pengelolaan keuangannya. Dengan
adanya sistem pengendalian internal ini diharapkan
permasalahan terkait alokasi anggaran daerah dapat
terselesaikan. Dalam sistem pengendalian internal tersebut
pemerintah dapat melakukan beberapa cara diantaranya adalah
melakukan audit pemerintah, audit ini bertujuan untuk
membandingkan hasil pencapaian program dengan tujuan awal
dari program tersebut. Dengan dilakukannya audit, pemerintah
dapat mengetahui dibagian mana yang perlu diperbaiki dan
ditingkatkan. Selain itu diperlukan sistem tata kelola keuangan
yang baik agar pemerintah daerah dapat mengalokasikan