Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

SISTEM INFORMASI KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH

“PENYELESAIAN KERUGIAN KEUAGAN DAERAH”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5

WINDI PERMATA (5304201284)

MARSELINA ANGGRAINI (5304201286)

MEISYA NORA (5304201287)

PUTRI HANDRIANI (5304201293)

DOSEN PENGAMPU :
HUSNUL MUTTAQIN, M.Ak

PROGRAM STUDI AKUNTANSI KEUANGAN PUBLIK


POLITEKNIK NEGERI BENGKALIS
T.A 2022/2023
DAFTAR ISI

Daftar Isi .......................................................................................................... i

Kata Pengantar ................................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Makalah ................................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN MASALAH............................................................ 3

1. Pengertian Kerugian Daerah ………………………………………… 3


2. Kedudukan Hukum Kerugian Negara/Daerah ………………………. 3
3. Kedudukan Kerugian Negara/Daerah dalam Sistem Perbendaharaan
Negara ………………………………………………………………. 3
4. Tujuan Penyelesaian Kerugian Daerah dan Jenis Kerugian
Negara/Daerah ……………………………………………………….
4
5. Mekanisme Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap
5
Bendahara berdasarkan Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 ………
6. Tata Cara Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah yang Disebabkan
oleh Pihak Ketiga dan Tata Cara Pemantauan Penyelesaian Kerugian
Negara/Daerah oleh BPK ……………………………………………. 10
7. Mekanisme Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap
Pegawai Negeri Bukan Bendahara Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2016 ……………………………………………….. 13

BAB III. PENUTUP......................................................................................... 20

KESIMPULAN ................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 21


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhana Wa Ta’ala, Pencipta Alam
Semesta, Penguasa seluruh yang ada di langit dan di bumi, Tempat memohon para
makhluk, Sumber segala Ilmu, yang telah memberikan Karunia, Rahmat dan
Hidayahnya kepada kami, sehingga makalah tentang “Penyelesaian Kerugian Keuangan
Daerah” ini dapat selesai. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Husnul
Muttaqin, M. Ak selaku Dosen Mata Kuliah ini.
Sebagaimana halnya manusia biasa yang masih dalam tahapan proses belajar,
maka tidak menutup kemungkinan setiap aktifitas kita akan selalu ada kekurangan dan
kelalaian, begitu pula dengan makalah yang kami tulis ini. Oleh karena itu kami selalu
mengharapkan tegur sapa dari semua pihak demi penyempurnaan penulisan makalah
berikutnya.

Bengkalis, 20 November 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keuangan negara memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pemerintahan,


sehingga perlu dikelola secara profesional, terbuka, dan bertanggungjawab. Akan tetapi
dalam hal pengelolaan keuangan negara tersebutlah yang seringkali rentan diciderai dengan
perbuatan yang mengakibatkan kerugian negara. Terkait pengertian dan dasar hukum
kerugian negara/daerah, terdapat dalam Pasal 1 ayat (22) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang menyatakan bahwa kerugian negara
adalah “Kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya
sebagai akibat perbuatan melawan negara baik sengaja maupun lalai.”

Kerugian negara/daerah dapat terjadi karena pelanggaran negara atau kelalaian


pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan
negara sekretariat atau oleh bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan
kebendaharaan. Akan tetapi perlu diketahui bahwa dalam masalah kerugian negara harus
dibedakan antara kerugian negara sebagai akibat kesalahan dalam pengelolaan, dan kerugian
negara sebagai akibat tindakan kecurangan/penyalahgunaan kewenangan pejabat pengelola
keuangan (financial fraud). Serta pembedaan kerugian yang dapat dituntut dan tidak dapat
dituntut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian kerugian daerah?
2. Apa saja kedudukan hukum kerugian negara/daerah?
3. Bagaimana kedudukan kerugian negara/daerah dalam sistem perbendaharaan
negara?
4. Apa saja tujuan penyelesaian kerugian daerah dan apa saja jenis kerugian
negara/daerah?
5. Bagaimana mekanisme penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap
bendahara berdasarkan Peraturan BPK No. 3 Tahun 2007?
6. Bagaimana tata cara penyelesaian kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh
pihak ketiga dan tata cara pemantauan penyelesaian kerugian negara/daerah oleh
BPK?
7. Bagaimana mekanisme penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap
pegawai negeri sipil bukan bendahara atau pejabat lainnya berdasarkan PP No. 38
Tahun 2016?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kerugian daerah.
2. Untuk mengetahui kedudukan hukum kerugian negara/daerah.
3. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan kerugian negara/daerah dalam sistem
perbendaharaan negara.
1
4. Unutk mengetahui tujuan penyelesaian kerugian daerah dan jenis kerugian
negara/daerah.
5. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian ganti kerugian negara/daerah
terhadap perbendaharaan berdasarkan Peraturan BPK No. 3 Tahun 2007.
6. Untuk mengetahui tata cara penyelesaian kerugian negara/daerah yang disebabkan
oleh pihak ketiga dan tata cara pemantauan penyelesaian kerugian negara/daerah
oleh BPK.
7. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian ganti kerugian negara/daerah
terhadap pegawai negeri sispil bukan bendahara atau pejabat lainnya berdasarkan
PP No. 38 Tahun 2016.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kerugian Daerah


Menurut UU No. 1 Tahun 2004 Pasal 1 angka 22 dan UU No. 15 Tahun 2006
Pasal 1 angka 15 Kerugian Negara/Daerah adalah keadaan dimana suatu negara
mengalami kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti
jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan negara baik sengaja maupun lalai.
Menurut UU No. 15 Tahun 2006 Pasal 1 angka 16 Ganti Kerugian adalah
sejumlah uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang harus dikembalikan
kepada negara/daerah oleh seseorang atau badan yang telah melakukan perbuatan
melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Kata “Kkeurangan” berarti kekurangan bukan hanya sebagai kekurangan
dalam jumlah uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang harus
dikembalikan kepada negara/darah oleh seseorang atau badan yang telah melakukan
perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Frase “nyata dan pasti jumlahnya” berarti nilai kerugian negara/daerah harus
konkrit dengan menyebutkan jumlahnya yang jelas sebagai hasil akhir dari
perhitungan yang pasti. Nilai kerugian negara/daerah harus berdasarkan bukti-bukti
konkrit dan merupakan hasil perhitungan yang cermat sehingga bukan hasil dari
penaksiran. Orang tidak dapat melakukan negosiasi dan perundingan untuk
menurunkan atau menaikkan nilai kerugian negara/daerah yang telah ditetapkan
berdasarkan perhitungan dan bukti-bukti yang konkrit.

2. Kedudukan Hukun Kerugian Negara/Daerah


a. Kerugian Negara menurut Hukum Pidana.
b. Kerugian Negara menurut Hukum Perdata (Perbuatan Melawan Hukum
Pasal 1365 BW dan Hubungan Kontraktual atau Wanprestasi).
c. Kerugian Negara menurut Hukum Administrasi Negara Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
d. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal
35.
e. Uundang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Pasal 59 s/d Pasal 67.
f. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggungjawab Keuangan Negara Pasal 22 s/d Pasal 23.
g. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan Pasal 10 s/d Pasal 11.
3. Kedudukan Kerugian Negara/Daerah dalam Sistem Perbendaharaan Negara
UU No. 1 Tahun 2004 Pasal 3 Perbendaharaan Negara meliputi:
a. Pelaksanaan pendapatan dan belanja negara
b. Pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah
c. Pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah
3
d. Pengelolaan kas
e. Pengelolaan piutang dan utang negara/daerah
f. Pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah
g. Penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan
negara/daerah
h. Penyusunana laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD
i. Penyelesaian kerugian negara/daerah
j. Pengelolaan BLU
k. Perumusan standar, kebijakan serta sistem dan prosedur yang berkaitan
dengan pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan
APBN/APBD
4. Tujuan Penyelesaian Kerugian Daerah dan Jenis Kerugian Negara/Daerah
Penyelesaian ganti kerugian daerah bertujuan untuk mengembalikan kekayaan
daerah yang hilang atau berkurang dan meningkatkan disiplin dan tanggungjawab
para pegawai negeri atau pejabat dan para pengelola keuangan.
a. Menurut UU No. 1 Tahun 2004, Penjelasan Pasal 59 ayat (1): Kerugian
negara dapat terjadi karena pelanggaran negara atau kelalaian pejabat
negara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka pelaksanaan
kewenanagan negara sekretariat atau oleh bendahara dalam rangka
pelaksanaan kewenangan kebendaharaan.
b. Menurut UU No. 1 Tahun 2004, Penjelasan Pasal 59 ayat (1):
Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukan untuk
mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang serta
meningkatkan disiplin dan tanggungjawab para pegawai negeri/pejabat
negara pada umumnya, dan para pengelola keuangan pada khususnya.

Berdasarkan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis


Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Penyelesaian Kerugian Daerah yang
berdasarkan Pasal 212 dan Pasal 213 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019,

4
ketentuan umum terkait pengelolaan penyelesaian kerugian daerah adalah sebagai
berikut:

1. Setiap kerugian keuangan daerah yang disebabkan oleh tindakan


melanggar hukum atau kelalaian seseorang wajib segera diselesaikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Setiap bendahara, pegawai ASN bukan bendahara atau pejabat lain yang
karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya,
baik langsung atau tidak langsung merugikan daerah wajib mengganti
kerugian dimaksud.
3. Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian daerah berlaku secara mutatis
mutandis terhadap penggantian kerugian.
4. Tata cara penggantian kerugian daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5. Mekanisme Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Bendahara
berdasarkan Peraturan BPK No. 3 Tahun 2007
Menurut Undang-Undang Perbendaharaan, bendahara adalah setiap orang atau
badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan,
dan membayar/menyerahkan, uang atau surat berharga atau barang- barang
negara/daerah.
Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara adalah suatu tata
cara perhitungan terhadap bendahara, jika dalam pengurusannya terdapat kekurangan
perbendaharaan, maka bendahara yang bersangkutan diharuskan mengganti kerugian
yang terjadi. Peraturan yang berlaku saat ini yang mengatur tentang penyelesaian
kerugian negara terhadap bendahara adalah Peraturan BPK No. 3 Tahun 2007 tentang
Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara. Ruang lingkup
Peraturan BPK tersebut mengatur tata cara penyelesaian ganti kerugian negara
terhadap bendahara di lingkungan instansi pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah/lembaga negara dan bendahara lainnya yang mengelola keuangan
negara.
Adapun alur penyelesaian kerugian negara melalui tuntutan ganti kerugian
Negara terhadap bendahara berdasarkan Peraturan BPK No. 3 Tahun 2007 dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Penanganan Informasi Awal
a. Adanya Informasi Kerugian Negara/Daerah
Proses penyelesaian ganti kerugian negara terhadap bendahara,
dirunut dan diawali dengan telaah terjadinya kerugian keuangan
negara/daerah akinat perbuatan melawan negara atau kelalaian
kewajiban yang dibebankan kepada bendahara. Berdasarkan Pasal 3
Peraturan BPK No. 3 Tahun 2007 bahwa Informasi tentang kerugian
negara dapat diketahui dari:
- Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan
- Pengawasan Aparat Pengawasan Fungsional

5
- Pengawasan/pemberitahuan atasan langsung bendahara atau
kepala kantor/satuan kerja
- Perhitungan ex officio

Berdasarkan sumber informasi yang diperoleh, maka sesuai


dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan BPK No. 3 Tahun 2007,
atasan langsug bendahara atau kepala satuan kerja wajib melaporkan
setiap kerugian negara kepada pimpinan instansi dan memberitahukan
kepada BPK selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah kerugian negara
diketahui.

b. Pembentukan Tim Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN)


TPKN adalah tim yang menangani penyelesaian kerugian negara
yang diangkat oleh pimpinan instansi yang bersangkutan dan bertugas
membantu pimpinan instansi dalam memproses penyelesaian kerugian
negara terhadap bendahara yang pembebanannya akan ditetapkan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan. Setelah menerima laporan dari atasan
langsung atau kepala kantor, Pimpinan instansi dalam waktu selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari menugaskan TPKN untuk menindaklanjuti
kasus tersebut. TPKN kemudian mengumpulkan dan melakukan
verifikasi dokumen-dokumen, anatar lain:
- Surat keputusan pengangkatan sebagai bendahara atau sebagai
pejabat yang melaksanakan fungsi kebendaharaan
- Berita acara pemeriksaan kas/barang
- Register penutupan buku kas/barang
- Surat keterangan tentang sisa uang yang belum
dipertanggungjawabkan dari Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran
- Surat keterangan bank tentang saldo kas dibank bersangkutan
- Fotocopy/rekaman buku kas umum bulan yang bersangkutan
yang memuat adanya kekurangan kas
- Surat tanda lapor dari kepolisian dalam hal kerugian negara
mengandung indikasi tindak pidana
- Berita cara pemeriksaan tempat kejadian perkara dari kepolisian
dalam hal kerugian negara terjadi karena pencurian atau
perampokan
- Surat keterangan ahli waris kelurahan atau pengadilan

TPKN mencatat kerugian negara dalam daftar kerugian negara.


Selanjutnya TPKN harus menyelesaikan verifikasi dalam waktu 30
hari sejak memperoleh penugasan, dan melaporkan hasil verifikasi
dalam Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara (LHVKN) dan
menyampaikan kepada Pimpinan Instansi. Selanjutnya Pimpinan
Instansi menyampaikan LHVKN kepada BPK selambat-lambatnya 7

6
hari sejak diterima dari TPKN dengan dilengkapi dokumen-dokumen
yang telah diverifikasi.

2. Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan


Badan Pemeriksa Keuangan menindaklanjuti laporan hasil
verifikasi tersebut dengan melakukan pemeriksaan untuk
menyimpulkan telah terjadi kerugian negara yang meliputi:
a. Nilai kerugian negara
b. Perbuatan melawan negara baik sengaja maupun lalai
c. Penangungjawab

Apabila dari hasil pemeriksaan ternyata tidak terdapat perbuatan


melawan negara, BPK mengeluarkan surat kepada pimpinan instansi
agar kasus kerugian negara dihapuskan dan dikeluarkan dari daftar
kerugian negara. Namun apabila dari hasil pemeriksaan terbukti ada
perbuatan melawan negara, BPK mengeluarkan surat kepada pimpinan
instansi untuk memproses penyelesaian kerugian negara melalui
SKTJM.

Namun apabila ternyata tidak terdapat perbuatan melawan negara


baik sengaja maupun lalai, BPK mengeluarkan surat kepada pimpinan
instansi agar kasus kerugian negara dihapuskan dan dikeluarkan dari
daftar kerugian negara yang dibuat dan dicatat oleh TPKN/D.

3. Penyelesaian melalui Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak


(SKTJM)
Hakikat dari SKTJM, yakni:
- Pengakuan bahwa bendahara mengakui telah bersalah atau lalai
melakukan PMH yang mengakibatkan terjadinya kerugian negara
- Kesanggupan untuk mengganti kerugian negara yang terjadi
dalam jangka waktu 40 hari sejak SKTJM ditandatangani.

Pimpipnan instansi memerintahkan TPKN untuk menguayakan


agar bendahara bersedia membuat dan menandatangani SKTJM paling
lambat 7 hari setelah menerima surat dari BPK. Terdapat dua
kemungkinan terkait dengan penyelesaian kerugian melalui SKTJM,
yaitu:

1. Bendahara bersedia menandatangi SKTJM


Apabila bendahara bersedia menandatangani SKTJM
maka bendahara wajib menyeragkan jaminan kepada TPKN,
antara lain dalam bentuk dokumen-dokumen sebagai berikut:
1) Bukti kepemilikan barang/kekayaan lain atas nama
bendahara
2) Surat kuasa menjual/mencairkan barang/ kekayaan
lain dari bendahara
7
Namun surat kuasa ini berlaku setelah BPK
mengeluarkan surat keputusan pembebanan. Harta kekayaan
bendahara yang dijaminkan tersebut dapat dijual atau
dicairkan dalam rangka pelaksanaan SKTJM, setelah
mendapat persetujuan dan dibawah pengawasan TPKN.
Penggantian kerugiasn negara dilakukan secara tunai
selambat-lambatnya 40 hari kerja sejak SKTJM
ditandatangani. Apabila bendahara telah mengganti kerugian
negara, TPKN mengembalikan bukti kepemilikan barang dan
surat kuasa menjual. Dalam rangka pelaksanaan SKTJM,
bendahara dapat menjual/mencairkan harta kekayaan yang
dijaminkan, setelah mendapat persetujuan dan dibawah
pengawasan TPKN dan apabila bendahara telah mengganti
kerugian negara dimaksud, TPKN mengembalikan bukti
kepemilikan barang dan surat kuasa menjual/mencairkan
barang/kekayaan dan BPK akan mengeluarkan surat
rekomendasi kepada pimpinan instansi agar kasus kerugian
negara dikeluarkan dari daftar kerugian negara.

2. Bendahara tidak bersedia menandatangani SKTJM


Apabila bendahara tidak bersedia menandatangani
SKTJM atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian
negara, pimpinan instansi mengeluarkan surat keputusan
pembebanan sementara dalam jangka waktu 7 hari sejak
bendahara tidak bersedia menandatangani SKTJM, dan
pimpinan instansi yang bersangkutan memberitahukan surat
keputusan pembebanan sementara kepada BPK.
Yang dimaksud dengan Surat Keputusan Pembebanan
Sementara menurut Pasal 1 ayat (5) Peraturan BPK Nomor 3
Tahun 2007 adalah surat keputusan yang dikeluarkan oleh
menteri/pimpinan lembaga/kepala badan-badan lain / gubernur
/ bupati/ walikota tentang pembebanan penggantian sementara
atas kerugian negara sebagai dasar untuk melaksanakan sita
jaminan.
Surat keputusan pembebanan sementara ini mempunyai
kekuatan hukum unutk melakukan sita jaminan. Pelaksanaan
sita jaminan diajukan oleh instansi yang bersangkutan kepada
instansi yang berwenang melakukan penyitaan selambat-
lambatnya tujuh hari setelah diterbitkannya surat keputusan
pembebanan sementara, dan dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8
4. Surat Keputusan Penetapan Batas Waktu (SKPBW)
Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan SKPBW apabila:
- BPK tidak menerima Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara
dari pimpinan instansi padahal sebelumnya BPK telah menerima
laporan adanya kerugian negara
- Berdasarkan pemberitahuan pimpinan instansi tentang
pelaksanaan SKTJM, ternyata bendahara tidak mau
menandatangani SKTJM

SKPBW adalah surat keputusan yang dikeluarkan oleh BPK


pemberian kesempatan kepada bendahara untuk mengajukan keberatan
atau pembelaan diri atas tuntutan penggantian kerugian negara. Bendahara
dapat mengajukan keberatan atas SKPBW kepada BPK dalam waktu 14
hari kerja setelah tanggal penerimaan SKPBW. Apabila bendahara
mengajukan keberatan dan keberatan tersebut diterima oleh BPK, maka
BPK mengeluarkan Surat Keputusan Pembebasan.

5. Penyelesaian melalui Surat Keputusan Pembebasan (SKP)


Selanjutnya, berdasarkn Pasal 25 Peraturan BPK No. 3/2007 BPK
mengeluarkan surat keputusan pembebanan apabila:
- Jangka waktu untuk mengajukan keberatan telah terlampaui dan
bendahara tidak mengajukan keberatan
- Bendahara mengajukan keberatan tapi ditolak
- Telah melapaui jangka waktu 40 hari sejak ditandatangani
SKTJM namun kerugian negara belum diganti sepenuhnya

Surat Keputusan Pembebanan ini disampaikan kepada bendahara


melalui atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satuan kerja dengan
tembusan kepada pimpinan instansi dengan tanda terima dari bendahara.
Surat keputusan pembebanan ini mempunyai kekuatan negara untuk
pelaksanaan sita eksekusi.

Berdasarkan surat keputusan pembebanan dari Badan Pemeriksa


Keuangan, bendahara wajib mengganti kerugian negara dengan cara
menyetorkan secara tunai ke kas negara/daerah dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah menerima surat keputusan
pembebanan. Apabila dalam jangka waktu tujuh hari terlampaui dan
bendahara tidak mengganti kerugian secara tunai, maka instansi yang
bersangkutan mengajukan permintaan kepada instansi yang berwenang
untuk melakukan penyitaan dan penjualan lelang atas harta kekayaan
bendahara. Selama proses pelelangan dilaksanakan, dilakukan
pemotongan penghasilan yang diterima bendahara sebesar 50% setiap
bulan sampai lunas.

9
Apabila bendahara memiliki mas pensiun, maka dalam SKPP
dicantumkan bahwa yang bersangkutan masih mempunyai utang kepada
negara dan taspen yang menjadi hak bendahara dapat diperhitungkan
untuk mengganti kerugian negara.

6. Tata Cara Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah yang Disebabkan oleh Pihak


Ketiga dan Tata Cara Pemantauan Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah oleh
BPK
 Tata cara penyelesaian kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh
pihak ketiga
Tata cara penyelesaian kerugian negara/daerah yang disebabkan pihak
ketiga dapat didasarkan pada ketentuan sebagai berikut:
1. Pasal 10 ayat (3) huruf C, UU No. 15/2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan menyatakan bahwa untuk menjamin
pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang
memantau:
- Penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh
pemerintah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan
pejabat lain
- Pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada
Bendahara, pengelola BUMD/D dan lembaga atau badan lain
yang mengelola keuangan negara/daerah yang telah ditetapkan
oleh BPK
- Pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang
ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan negara tetap. Dinyatakan bahwa
penyelesaian ganti kerugian negara yang diakibatkan oleh
perbuatan melawan negara pihak ketiga dilaksanakan melalui
proses peradilan
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5/1997 tentang Tuntutan
Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang
Daerah, Pasal 1 huruf W menyatakan bahwa Surat Keterangan
Tanggungjawab Mutlak (SKTJM) adalah surat pernyataan
pertanggungjawaban pegawai untuk mengembalikan kerugian
daerah, disertai jaminan minimal sama dengan nilai kerugian
daerah, berita acara serah terima.
3. Lampiran Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 21/1997 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5/1997
tentang Tuntutan Perbendaharan dan Tuntutan Ganti Rugi
Keuangan dan Barang Daerah menyatakan:
a. Bahwa Pelakasanaan TP-GR sebagaimana dimaksud dalam
Permendagri No.5/1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan
dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah

10
dapat ditinjau dari berbagai, ditinjau dari pelaku yaitu oleh
pihak ketiga meliputi perbuatan antara lain:
1. Tidak menempati janji/kontrak (wanprestasi)
2. Pengiriman barang yang mengalami kerusakan karena
kesalahannya
3. Penipuan, penggelapan dan perbuatan lainnya yang
secara langsung atau tidak langsung menimbulkan
kerugian bagi daerah
b. Tata cara penyelesaian yang dapat dilakukan apabila terjadi
perbuatan yang merugikan daerah adalah:
1. Melalui Upaya Damai
Penyelesaian kerugian Daerah melalui upaya damai
yaitu apabila penggantian kerugian daerah dilakukan
secara tunai sekaligus dan angsuran dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 2 (dua) tahun dengan
menandatangani Surat Keterangan Tanggung Jawab
Mutlak (SKTJM).
2. Melalui cara lain
Apabila pelaku kerugian daerah ternyata ingkar janji
(wanprestasi) maka daerah dapat melakukan dengan
cara tagihan secara paksa melalui Badan/Instansi
penagih yang berwenang setelah diputuskan Kepala
Daerah bahwa tagihan akan/telah menjadi macet.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5/1997 tentang Tuntutan


Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah
tersebut diatas masih berlaku dan menjadi dasar dalam tata cara
penyelesaian kerugian negara/daearh yang disebabkan pihak ketiga.

 Tata cara pemantauan penyelesaian kerugian negara/daerah oleh


BPK
Untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK
mempunyai kewenangan untuk memantau penyelesaian ganti kerugian
negara/daerah yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap pegawai negeri
bukan bendahara dan pejabat lain, pelaksanaan pengenaan ganti kerugian
negara/daerah kepada bendahara, pengelolaan BUMN/D dan lembaga atau
badan lain yang mengelola keuangan negara/daerah yang telah ditetapkan oleh
BPK serta pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang
ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
negara tetap. Berikut ini tata cara pemantauan penyelesaian kerugian
negara/daerah terhadap pihak ketiga oleh BPK:
1. Penyelesaian ganti kerugian negara/daerah dilakukan oleh instansi
dan pihak ketiga melalui upaya damai dengan cara pihak ketiga
membuat suatu surat pernyataan kesanggupan yang menyatakan
11
kesanggupan/pengakuan bahwa yang bersangkutan
bertanggungjawab atas kerugian negara/daerah yang terjadi dan
bersedia mengganti kerugian negara dimaksud atau melalui upaya
damai lain yang diperkenankan dalam kontrak/perjanjian antara
instansi dan pihak ketiga
2. Dalam hal pihak ketiga telah membuat suatu surat pernyataan
kesanggupan, maka orang yang bersangkutan wajib menyerahkan
jaminan kepada instansi/lembaga, anatara lain dalam bentuk
dokumen-dokumen sebagai berikut:
a. Bukti kepemilikan barang/kekayaan lain atas nama pihak
ketiga
b. Surat kuasa menjual/mecairkan barang/kekayaan lain dari
pihak ketiga
3. Surat pernyataan kesanggupan ditandatangani oleh pihak ketiga
dengan diketahui oleh pimpinan instansi/lembaga dan disaksikan
oleh sedikitnya 2 orang saksi
4. Dapat ditarik kembali
5. Surat kuasa menjual/mencairkan barang/harta kekayaan yang
dijaminkan berlaku setelah pihak ketiga tidak melaksanakan Surat
Pernyataan Kesanggupan
6. Jangka waktu penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang
tertera dalam surat pernyataan kesanggupan dilakukan secara tunai
paling lambat 40 hari kerja sejak Surat Pernyataan Kesanggupan
ditandatangani
7. Apabila penyelesaian melalui Surat Pernyataan Kesanggupan tidak
tercapai atau tidak dapat menjamin penyelesaian ganti kerugian
negara/daerah, maka instansi/lembaga mengajukan gugatan perdata
ke pengadilan berkoordinasi dengan kejaksaan selaku pengacara
negara
8. Apabila pengadilan menawarkan upaya mediasi dengan lembaga
peradilan sebagai mediator, maka upaya tersebut dapat ditemput
dalam rangka memperoleh ganti kerugian negara/daerah
9. Dalam hal atas perkara tersebut telah terdapat putusan pengadilan
yang berkekuatan negara tetap, maka instansi harus segera
mendorong pihak yang berwenang melakukan eksekusi atas
putusan pengadilan tersebut
10. Apabila putusan pengadilan dimaksud telah menetapkan kewajiban
bagi pihak ketiga untuk membayar uang pengganti maka instansi
harus mendorong pihak yang berwenang (Kejaksaan Negeri) untuk
segera mengeksekusi putusan pengadilan tersebut dan menyetor ke
kas negara/daerah

12
7. Mekanisme Penyelesaian Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai
Negeri Bukan Bendahara Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2016
Pegawai Negeri bukan bendahara adalah Pegawai Aparatur Sipil Negara,
Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang bekerja/diserahi tugas selain tugas bendahara. Pejabat lain adalah pejabat negara,
tidak termasuk bendahara dan Pegawai Negeri Bukan Bendahara.
Mekanisme penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai
negeri bukan bendahara atau pejabat lain adalah suatu proses yang dilakukan serta
ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota dalam hal
penetapan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada pegawai negeri yang tugas
dan tanggung jawabnya tidak sebagai bendahara, sebagaimana diatur pada ketentuan
Pasal 35 Ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003 dan Pasal 59 Ayat (2) UU No. 1 Tahun
2004.
Sesuai dengan amanat undang-undang, pengenaan ganti kerugian
negara/daerah terhadap pegawai negeri Bukan Bendahara merupakan kewenangan
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota dan tata cara pengenaan tuntutan
ganti kerugian tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016
tentang Tata Cara Tututan Ganti Kerugian Negara /Daerah Terhadap Pegawai Negeri
Bukan Bendahara atau Pejabat Lain.
Adapun alur penyelesaian kerugian negara melalui tuntutan ganti kerugian
negara terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Penanganan Informasi Awal
a. Adanya Informasi Kerugian Negara/Daerah
Informasi mengenai terjadinya Kerugian Negara/Daerah bersumber
dari:
- Hasil pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung
- Aparat Pengawasan Internal Pemerintah
- Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan
- Laporan tertulis dari masyarakat secara bertanggungjawab
- Perhitungan ex-offico
- Pelaporan secara tertulis

Dalam Pasal 5 ayat (2) PP Nomor 38/2016 menyatakan bahwa


atasan langsung atau kepala satuan kerja dapat menunjuk Pegawai
Aparatur Sipil Negara/Anggota Tentara Nasional Indonesia/Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia/Pejabat Lain untuk melakukan
tugas verifikasi terhadap informasi sebagaimana dimaksud pada Pasal
5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 38/2016.

Apabila hasil verifikasi terdapat indikasi kerugian


negara/daerah maka akan ditindaklanjuti dengan ketentuan sebagai
berikut:
13
1. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku
Bendahara Umum Daerah
- Melaporkan kepada Gubernur, Bupati atau Walikota
- Memberitahukan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan

Untuk indikasi kerugian daerah yang terjadi dilingkungan


Satuan Kerja Perangkat Daerah:

2. Atasan kepala satuan/kepala satuan kerja


- Melaporkan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga
- Memberitahukan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan

Untuk indikasi kerugian negara yang terjadi dilingkungan


satuan kerjanya:

3. Gubernur, Bupati, atau Walikota memberitahukan kepada


Badan Pemeriksa Keuangan, untuk indikasi kerugian
daerah yang dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah
4. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
- Melaporkan kepada Presiden
- Memberitahukan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan

Untuk indikasi kerugian negara yang dilakukan oleh


Menteri/Pimpinan Lembaga:

5. Presiden memberitahukan kepada Badan Pemeriksa


Keuangan, untuk indikasi Kerugian Negara/Daerah yang
dilakukan Menteri Keuangan/Pimpinan Lembaga
Negara/Gubernur, Bupati atau Walikota.
b. Pembentukan Tim Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
(TPKN/TPKD)
Dalam rangka kewenangannya, PPKN/D diberikan
kewenangan untuk membentuk Tim Penyelesaian Kerugian Negara
dan Tim Penyelesaian Kerugian Daerah, untuk selanjutnya disingkat
dengan TPKN/D. TPKN/D bertugas melakukan pemeriksaan Kerugian
Negara/Daerah paling lambat 7 hari kerja setelah dibentuk. Tugas dan
wewenang TPKN/D adalah sebagai berikut:
- Menyusun kronologis terjadinya Kerugian Negara/Daerah
- Mengumpulkan bukti pendukung terjadinya Kerugian
Negara/Daerah
- Menghitung jumlah Kerugian Negara/Daerah

14
- Menginventarisasi harta kekayaan milik Pegawai Negeri Bukan
Bendahara atau Pejabat Lain yang dapat dijadikan sebagai
jaminan penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
- Melaporkan hasil pemeriksaan kepada pejabat yang
membentuknya

Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016


mengatur bahwa hasil pemeriksaan Kerugian Negara/Daerah yang
dilakukan oleh TPKN/D disampaikan kepada orang yang diduga
menyebabkan Kerugian Negara/Daerah untuk dimintakan tanggapan.
Tanggapan tersebut disampaikan kepada TPKN/D paling lambat 14
hari kerja sejak hasil pemeriksaan disampaikan.

Dalam hal TPKN/D menerima dan menyetujui tanggapan


tersebut, TPKN/D akan memperbaiki hasil pemeriksaan. Apabila
TPKN/D menolak tanggapan tersebut maka TPKN/D melampirkan
tanggapan atau klarifikasi tersebut dalam hasil pemeriksaan, maka
dianggap tidak keberatan atas hasil pemeriksaan. Atas hasil
pemeriksaan akan disampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada
pejabat yang membentuk. Laporan hasil pemeriksaan TPKN/D
menyatakan bahwa:

- Kekurangan uang, surat berharga, dan barang disebabkan


perbuatan melanggar hukum atau lalai Pegawai Negeri Bukan
Bendahara atau Pejabat Lain.
- Kekurangan uang, surat berharga, dan barang bukan disebabkan
perbuatan melanggar hukum atau lalai Pegawai Negeri Bukan
Bendahara atau Pejabat Lain.

Atas laporan hasil pemeriksaan yang disampaikan oleh TPKN/D,


PPKN/D atau pejabat yang diberikan kewenangan dapat memberikan pendapat
dengan menyetujui atau tidak menyetujui atas laporan hasil pemeriksaan
tersebut. Apabila PPKN/D atau bejabat yang berikan kewenangan segera
menugaskan TPKN/D untuk melakukan pemeriksaan ulang terhadap materi
yang tidak disetujui.

Sedangkan apabila PPKN/D atau pejabat yang diberi kewenangan


menyetujui laporan hasil pemeriksaan. Maka PPKN/D segera menugaskan
TPKN/D untuk melakukan penuntutan penggantian Kerugian Negara/Daerah
kepada pihak yang merugikan.

2. Penyelesaian melalui Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak


(SKTJM)
Dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 diatur
juga bahwa penuntutan penggantian Kerugian Negara/Daerah, TPKN/D
mengupayakan surat pernyataan kesanggupan dan pengakuan Pihak Yang
15
Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris bahwa kerugian
tersebut menjadi tanggungjawabnya dan bersedia mengganti Kerugian
Negara/Daerah dalam bentuk Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak
(SKTJM). SKTJM adalah surat pernyataan dari Pegawai Negeri Bukan
Bendahara atau Pejabat Lain yang menyatakan kesanggupan/pengakuan
bahwa Kerugian Negara/Daerah menjadi tanggungjawabnya dan bersedia
mengganti Kerugian Negara/Daerah dimaksud.
Pembayaran penggantian kerugian negara/daerah dibayarkan secara
tunai atau angsuran. Pembayaran tersebut terdapat perbedaan waktu sesuai
dengan sebab terjadinya kerugian negara/daerah yaitu:
- Dalam hal kerugian negara/daerah sebagai akibat perbuatan
melanggar hukum. Pihak yang merugikan/pengampu/yang
memperoleh hak/ahli waris wajib mengganti kerugian
negara/daerah paling lama 90 hari kalender sejak SKTJM
ditandatangani.
- Dalam hal kerugian negara/daerah sebagai akibat kelalaian, Pihak
Yang Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris
wajib mengganti kerugian negara/daerah dalam waktu paling
lama 24 bulan sejak SKTJM ditandatangani.
3. Penyelesaian melalui Penerbitan Surat Keputusan Pembebasan
Penggantian Kerugian Sementara (SKP2KS)

Dalam hal SKTJM tidak diperoleh, TPKN/TPKD segera


menyampaikan laporan kepada PPKN/D. Selanjutnya paling lambat 7 hari
kerja setelah menerima laporan dari TPKN/TPKD, PPKN/D menerbitkan
Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara (SKP2KS).
SKP2KS adalah surat yang dibuat oleh Presiden/Menteri/Pimpinan
Lembaga/Gubernur, Bupati atau Walikota/Kepala Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah/Kepala Satuan kerja/Atasan Kepala Satuan Keruja dalam
hal SKTJM tidak mungkin diperoleh.

SKP2KS mempunyai kekuatan untuk pelaksanaan sita jaminan. Atas


SKP2KS yang disampaikan kepada Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang
Memperoleh Hak/Ahli Waris, dapat diterima atau diajukan keberatan secara
tertulis kepada PPKN/D dengan disertai bukti.

4. Penyelesaian melalui Majelis

PPKN/D melakukan penyelesaian Kerugian Negara/Daerah mengenai:

1. Kekurangan uang, surat berharga, dan barang bukan disebabkan


perbuatan melanggar negara atau lalai Pegawai Negeri Bukan
Bendahara atau Pejabat Lain sebagaiamana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 38/2016

16
2. Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli
Waris dinyatakan wanprestasi atas penyelesaian Kerugian
Negara/Daerah secara damai sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 PP No.38/2016
3. Penerimaan atau keberatan Pihak Yang
Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris atas
penerbitan SKP2KS sebagaimanaa dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(1) PP No. 38/2016

Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 mengatur bahwa


dalam rangka penyelesaian Kerugian Negara/Daerah maka dibentuk Majelis.
Jumlah anggota Majelis terdiri dari 3 atau 5 orang. Anggota majelis yang
dibentuk oleh Presiden dengan ditetapkan tersendiri oleh Presiden sesuai
dengan kewenangannya. Sedangkan anggota Majelis yang dibentuk oleh
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara ditetapkan tersendiri oleh
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sesuai dengan
kewenangannya.

Anggota Majelis yang dibentuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga


terdiri dari:

- Pejabat/pegawai pada negara sekretariat jenderal/kesekretariatan


badan lain
- Pejabat/pegawai pada inspektorat jenderal/satuan pengawasan
internal
- Pejabat/pegawai lain yang diperlukan sesuai dengan keahliannya

Anggota Majelis yang dibentuk oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota,


terdiri dari:

- Pejabat/pegawai pada negara sekretariat daerah


provinsi/kabupaten/kota
- Pejabat/pegawai pada inspektorat provinsi/kabupaten/kota
- Pejabat/pegawai lain yang diperlukan sesuai dengan keahliannya

Majelis mempunyai tugas memeriksa dan memberikan pertimbangan


kepada PPKN/D atas:

- Penyelesaian atas kekurangan uang, surat berharga, dan barang


bukan disebabkan perbuatan melanggar negara atau lalai Pegawai
Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah
Nomor 38/2016
- Penggantian Kerugian Negara/Daerah setelah Pihak Yang
Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris

17
dinyatakan wanprestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016
- Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah yang telah diterbitkan
SKP2KS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016Penyelesaian Kerugian
Negara/Daerah yang telah diterbitkan SKP2KS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2016

Dalam melakukan tugasnya Majelis melakukan siding, putusan Majelis


disampaikan kepada PPKN/D.

5. Penentuan Nilai Kerugian Negara/Daerah


Dalam rangka penyelesaian Kerugian Negara/Daerah, dilakukan
penentuan nilai atas berkurangnya:
a. Barang milik negara/daerah yang berada dalam penugasan
Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain
b. Barang bukan milik negara/daerah yang berada dalam penugasan Pegawai
Negeri Bukan Bendahara dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.

Berdasarkan putusan, majelis menyampaikan pertimbangan kepada


PPKN/D untuk menerbitkan Surat Keputusan Pembebasan Penggantian
Kerugian yang selanjutnya disebut SKP2K. SKP2K adalah surat keputusan
yang ditetapkan oleh Presiden/Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur, Bupati
atau Walikota yang mempunyai kekuatan tentang pembebabasan penggantian
Kerugian Negara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau
Pejabat Lain.

Penentuan nilai didasarkan atas nilai wajar barang yang sejenis. Dalam
hal nilai buku maupun nilai wajar dapat ditentukan, maka nilai barang yang
digunakan adalah nilai yang tertinggi diantara kedua nilai tersebut.

6. Penagihan dan Penyetoran

Penagihan dalam rangka penyelesaian Kerugian Negara/Daerah


dilakukan atas dasar SKTJM, SKP2KS dan SKP2K. penagihan dilakukan
dengan surat penagihan yang diterbitkan oleh PPKN/D paling lambat 7 hari
kerja sejak SKTJM, SKP2KS, atau SKP2K ditetapkan.

Pihak yang merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli Waris


yang telah melakukan penyetoran ganti Kerugian Negara/Daerah ke Kas
Negara/Daerah sesuai dengan jumlah dan jangka waktu yang tercantum dalam
SKTJM, SKP2KS, atau SKP2K, dinyatakan telah melakukan pelunasan
dengan surat keterangan tanda lunas. Surat keterangan tanda lunas
ditandatangani oleh PPKN/D.

18
Surat Keterangan tanda lunas disampaikan kepada:

- Badan Pemeriksa Keuangan


- Majelis
- Pihak Yang Merugikan/Pengampu/Yang Memperoleh Hak/Ahli
Waris yang melakukan penyetoran ganti Kerugian
Negara/Daerah
- Instansi yang berwenang melakukan sita atas harta kekayaan

Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur, Bupati, atau Walikota


melaporkan penyelesaian Kerugian Negara/Daerah kepada Badan Pemeriksa
Keuangan paling lambat 60 hari setelah Tuntutan Ganti Kerugian dinyatakan
selesai.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam Undang-Undang Perbendaharaan, penyelesaian ganti kerugian
negara/daerah terdiri atas penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap
bendahara, dan penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri
bukan bendahara atau pejabat lain. Penetapan ganti kerugian yang dilakukan oleh
bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan ketentuan Pasal
62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Sehingga lebih lanjut tata cara
penyelesaian ganti kerugian terhadap bendahara ini, diatur secara tersendiri dalam
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara. Adapun alur penyelesaian
kerugian negara melalui tuntutan ganti kerugian negara terhadap bendahara adalah
dimulai dari penanganan informasi awal, yakni bermula dari adanya informasi
kerugian negara/daerah kemudian dilanjutkan dengan pembentukan Tim Penyelesaian
Kerugian Negara (TPKN); selanjutnya Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan;
Penyelesaian melalui Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM);
Penyelesaian melalui Surat Keputusan Penetapan Batas Waktu (SKPBW); serta
Penyelesaian melalui Surat Keputusan Pembebanan (SKP).

20
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Perbendaharaan,


Jakarta, 2016, “Pengantar Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah.”
https://slideplayer.info/slide/11822663/ diakses pada tanggal 20 November 2022

https://www.academia.edu/48979176/MAKALAH_BAB_14_PENYELESAIAN_KE
RUGIAN_NEGARA_DAERAH diakses pada tanggal 20 November 2022

https://kepri.bpk.go.id/ diakses pada tanggal 20 Novemver 2022

Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Tekni Pengelolaan Keuangan


Daerah.

21

Anda mungkin juga menyukai