I. PENDAHULUAN
Bahwa apa yang akan kami sampaikan dalam Duplik ini, merupakan upaya kami untuk
mencoba menjelaskan kebenaran fakta, dengan harapan tidak ada pihak yang tersesat
dalam mengikuti maupun mengamati proses persidangan ini. Kami juga mengharapkan
Pengadilan tidak terpengaruh dari permintaan-permintaan dan desakan-desakan dari
pihak lain yang hendak melemparkan tanggungjawab. Untuk itu kami memohon agar
Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini berani mengambil keputusan untuk
menyatakan kebenaran yang benar-benar hakiki dan bersandar kepada keadilan yang
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Replik yang telah disampaikan oleh Penuntut
Umum melemahkan Pledoi dari Penasehat Hukum Terdakwa.
Dimana Penuntut Umum tetap berpendirian bahwa Terdakwa terbukti melakukan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b,
ayat (2), ayat (3) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah di rubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Adapun tanggapan dalam Replik Jaksa Penuntut
Umum terhadap Pledoi Penasehat Hukum Terdakwa Mumun Ihwan,SE Bin (Alm) H.
Saedang yaitu :
1. Dengan demikian unsur “setiap orang” telah terpenuhi :
Bahwa yang dimaksud dengan unsur Setiap Orang adalah orang atau subyek hukum
yang cakap dan mampu mempertanggungjawabkan perbuatan secara hukum.
Dipersidangan telah dihadapkan terdakwa Bereueh Firdaus, SE Bin T. Lisman dan
setelah identitas dıbacakan oleh Ketua Majells Hakim, temyata sesuai dengan
Identitas yang terdapat dalam Surat dakwaan Berdasarkan keterangan para saksi,
surat serta keterangan terdakwa selama dalam persidangan, maka yang diajukan
sebagai terdakwa dalam perkara ini adalah seseorang yang diketahui bemama
Mumun Ihwan, SE Bin (Alm) H. Saedang dimana Terdakwa yang merupakan
subyek hukum selama dalam persidangan diketahui sehat jasmani dan rohaninya,
tidak dalam keadaan kurang sempuma akalnya (verstandelijke vermogens} atau
sakit jiwa {zeckelijke storing der verstandelijke vermogens) sebagalmana dimaksud
pasal 44 KUHP. Terdakwa juga tidak dalam keadaan adanya faktormenghapuskan
Halaman 1 dari 10
kesalahannya karena pengaruh daya paksa (overmacht) baik dari orang maupun
keadaan tertentu, baik bersifat absolut maupun relatif yang tidak dapat dihindarkan
lagi sebagaimana dimaksud Pasal 48 KUHP. Sehingga terdakwa dipandanq dapat
mempertanggung jawabkan perbuatannya di depan hukum.
Halaman 2 dari 10
Bahwa terhadap selisih dari perhitungan kerugian keuangan negara menyangkut
penghitungan kerugian keuangan negara dalam membuktian kesalahan terdakwa,
dalam fakta persidangan kebijakan yang dilakukan oleh terdakwa yang tidak sesuai
dengan kewenangan-nya Sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.
Kalkulasi keruglan negara dalam surat tuntutan penuntut umum, menemukan
pembenaran empirik ketika memperhatikan fakta persidangan bahwa terdakwa
dengan menggunakan kewenangannya selaku Pengguna Anggaran telah melakukan
beberapa perbuatan seperti : keputusan perubahan lokasi pekerjaan di Malasin/Desa
Babul Makmur Kec. Simeulue Barat. Kab.Simeulue berpindah ke Desa
Mitem/Amabaan Kec. Simeulu Barat yang tanpa dilakukan kajian dan menyimpangi
perencanaan dan terdakwa selaku pengguna anggaran melakukan Pembayaran
progress 54%, namun dilapangan hanya 22,54%.
Menurut Penuntut Umum, bahwa frasa “kerugian keuangan negara” tidak dapat
dipisahkan dari definisi keuangan negara yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1)
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa keuangan negara adalah
semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Maka kerugian
keuangan negara diletakan pada proses pengelolaan keuangan negara yang tidak
bertanggungjawab sehingga merugikan negara. Sedangkan frasa "kekayaan negara"
adalah semua bentuk kekayaan hayati dan non hayati berupa benda berwujud
maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dikuasai
dan/atau dimiliki oleh negara (Tjandra, 2014:5-6).
Bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam proses persidangan ini yakni menuju
kepada Kebenaran materiel yang dimaksudkan adalah kebenaran yang seimbang
antara hukuman dan kesalahan, yang takaran hukuman sesuai dengan ketercelaan
dari sifat jahat dari sebuah perbuatan, dengan mempertimbang segala hal ikhwal
sehingga suatu tindak pidana itu terjadi.
Kebenaran materiel adalah kebenaran yang sebenamya, kebenaran yang hakiki yang
sebenamya tidak bisa dijumpai di muka bumi ini, kebenaran tersebut hanya ada di
langit, namun setidaknya walaupun kita manusia tidak bisa menyamainya, tapi
setidak-tidaknya mendekati kebenaran hakiki tersebut, dan itu sebagai ikhtiar kita
manusia, yang dalam konteks ini adalah benar secara substansial dan benar secara
procedural.
Bahwa Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-X/2012 dalam
putusannya menyebutkan akuntan publik dan BPKP atas perminlaan dari penyidik
dapat melakukan perhitungan kerugian keuangan negara. kemudian Apabila
penyidik dan penuntut umum rnemiliki kemampuan untuk melakukan
penghitungan, mereka juga dapat menghitung sendiri kerugian negara akibat
perbuatan korupsi.
Bahwa angka nilai kerugian keuangan negara sebesarRp 2.921.186.000,- (dua
milyar sembilan ratus dua puluh satu juta seratus delapan puluh enam ribu rupiah)
merupakan fakta dalam persidangan yang telah tidak dibantah lagi oleh semua
Halaman 3 dari 10
terdakwa yang mana nilal tersebut bersumber dan kekurangan volumen pekerjaan
antara Sebagai berikut:
1. Divisi 4. Perlebaran perkerasan dan bahu jalan :
Lapisan agregat Kelas B kekurangan volume 468,00 M3 sebesar
Rp.372.719.880,00
2. Divisi 5. Perkerasan Berbutir :
Lapisan agregat Kelas A, terdapat kekurangan volume 2.808,00 M3 sebesar
Rp.2.282.904.000,00. Jumlah sebesar 2.655.623.880,00 + Nilai PPN (10%)
Rp.265.562.388,00 sehingga diperoleh nilai total sebesar Rp.2.921.186.000,-
(dua milyar sembilan ratus dua puluh satu juta seratus delapan puluh enam
ribu ruptah).
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi pasal 32 menyatakan kerugian Negara
adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan
instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk. Undang-undang
Nomor 1 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 1 ayat 22 dan Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 1 ayat 15 juga
menjelaskan mengenai kerugian keuangan negara.
Kedua peraturan perundangan-undangan tersebut menyatakan bahwa kerugian
keuangan negara adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata
dan pasti jumlahnya sebagal akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun
lalai.
Bahwa Mantan Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. H. Nuhammad Hatta Ali, pada
suatu kesempatan telah secara tegas menjelaskan bahwa "rumusan Surat Edaran
Mahkamah Agung No. 4 tahun 2016 tidak selamanya mengikat hakim. Siapa pun
yang memeriksa kerugian negara, baik BPK maupun BPKP, tidak harus diikuti
hakim. Demikian pula dengan ahli. lika ada ahli yang berpendapat tidak ada
kerugian negara, hakim juga tidak berkewajiban untuk mengikuti." Dengan
demikian, penentuan kerugian negara pada hakikatnya dikembalikan kepada
keyakinan masing-masing penegak hukum, berdasarkan seluruh alat bukti yang
dihadirkan di persidangan. Adapun kedudukan masing-masing penghitung kerugian
negara (BPK, BPKP, Auditor Independen) dapat dilihat secara seimbang, dan
perbedaan di antara para penghitung kerugian negara pada dasarnya tidak ada
bedanya dengan perbedaan pendapat atau pandangan antara para ahli-ahli yang
memang sudah biasa terjadi di persidangan. Adapun dalam perkara ini kita harus
dapat secara bijak melihat dan mempertimbangkan seluruh keterangan ahli yang
ada, serta persesuaiannya dengan alat bukti di persidangan. Dari sanalah, keyakinan
dapat ümbul dan suatu keputusan yang arif dapat diambil oleh dalam pemeriksa
perkara.
Bahwa berdasarkan fakta persidangan volume dan mutu pada pekerjaan
pengaspalan jalan Sp Baturagi-jalan arah simpang patriot yang mana dikuatkan oleh
Ahli audit forensic engineering Politeknik Negeri Lhokseumawe tanggal 1
Desember 2020 dengan kesimpulan:
Halaman 4 dari 10
1. Tebal aspal AC-BC tidak sesuai dengan yang tertera pada dokumen MC Akhir
dan As Built Drawing;
2. Volume pekerjaan laston lapis antara (AC-BC) dan lapisan resap pengikat aspal
cair tidak sesuai dengan yang tertera pada dokumen kontrak addendum;
3. Item lapisan pondasi agregat kelas B pada pekerjaan perlebaran perkerasan dan
bahu jalan tidak dilaksanakan;
4. Item lapisan pondasi agregat kelas A pada pekerjaan perkerasan berbutir tidak
memenuhi persyaratan seperti yang tercantum pada spesifikasi;
Dan terhadap kekurangan volume fisik diperoleh nilai perhitungan dari harga satuan
sebesar Rp. 2.921.186.000,- (dua milyar sembilan ratus dua puluh satu juta seratus
delapan puluh enam ribu rupiah).
Bahwa nílai kerugian keuangan negara sebesar Rp. 2.921.186.000,- (dua milyar
sembilan ratus dua puluh satu juta seratus delapan puluh enam ribu rupiah)
merupakan fakta persidangan yang didapatkan dari keterangan para saksi dan ahli.
Halaman 5 dari 10
depan Pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan
Pengadilan yang menyatakan kesalahannya, dan telah memperoleh
kekuataan hukum tetap” (vide: Ali, M. Hatta. (2012). “Peradilan Sederhana,
cepat dan biaya ringan menuju keadilan Restoratif”. Bandung: P.T Alumni.
hal.234), sehingga dengan demikian Terdakwa belum dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang didakwakan, dan untuk adanya
pertanggungjawaban pidana harus dipastikan terlebih dahulu telah dinyatakan
sebagai pembuat suatu tindak pidana. Menurut Roeslan Saleh mengatakan
bahwa “Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang
dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan
perbuatan pidana atau tindak pidana” (vide : Roeslan Saleh, Perbuatan
Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 1990),
hlm.75), yang kemudian Mahrus Ali mengatakan bahwa “Pada dasar adanya
pembuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidana
nya adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat perbuatan pidana
hanya akan dipidana jika ia mempunya kesalahan dalam melakukan
perbuatan tersebut.” (Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2011), hlm. 156), maka karenanya Jaksa Penuntut Umum perlu
untuk membuktikan unsur-unsur selanjutnya terlebih dahulu, sehingga apakah
benar Terdakwa adalah Pelaku Tindak Pidana yang telah melakukan suatu
kesalahan yang dapat diminta Pertanggungjawabannya.
Dengan demikian unsur “setiap orang” tersebut belum terpenuhi sebelum Jaksa
Penuntut Umum dapat membuktikan unsur-unsur selanjutnya terlebih dahulu.
Halaman 6 dari 10
2. Bahwa terhadap keputusan perubahan lokasi pekerjaan di Desa Malasin/Desa
Babul Makmur Kec. Simeulue Barat Kab. Simeulue berpindah ke
Mitem/Amabaan Kec. Simeulue Barat yang tanpa dilakukan kajian dan
menyimpangi perencanaan dan terdakwa selaku Pengguna Anggaran
melakukan pembayaran progres 54% , namun dilapangan hanya 22,54% tidak
boleh dilakukan, dan hal ini bertentangan dengan Pasal 21 ayat (1) UU Nomor
1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan “pembayaran
atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau Jasa
diterima”;
3. Bahwa dalam fakta persidangan terkait perpindahan lokasi dan penambahan
waktu 50 (lima puluh) hari telah dilaksanakan tanpa ada kajian dan dukungan
teknis sehingga sangat tergambar tidak hanya sebatas perbuatan melawan
hukum namun Men Res (Sikap Batin) terdakwa untuk melakukan tindak pidana
korupsi.
-Bahwa dalam fakta persidangan sebagaimana keterangan Ahli Keuangan
menyatakan “Bahwa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 38 tahun
2019 tentang pedoman APBD disebutkan bahwa terhadap pelaksanaan tidak
selesai dalam hal pembayaran dan diberikan perpanjangan hari kerja selama 50
hari kerja”. Selanjutnya Ahli Keuangan juga menerangkan “Bahwa sepengetahuan
ahli dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri 13 tahun 2006 ada menjelaskan
mengenai pergeseran anggaran, tetapi mengenai perpindahan lokasi pekerjaan
tidak dijelaskan”.
-Bahwa Terdakwa sebagai ASN dan juga PPK telah melaksanakan Tugas dan
Kewenangan sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan
dengan mengedepankan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Poin 50 Peraturan
Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang perubahan Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah yang menyebutkan :
“50. Pengadaan Berkelanjutan adalah Pengadaan Barang/Jasa yang bertujuan
untuk mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara ekonomis tidak
hanya untuk Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah sebagai
penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan mengurangi
dampak negatif terhadap lingkungan dalam keseluruhan siklus
penggunaannya”.
Dengan demikian unsur “melawan hukum” tersebut tidak terpenuhi.
3. Unsur “Melakukan Perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi”.
-Bahwa pada Repliknya Jaksa Penuntut Umum menanggapi Pledoi Terdakwa
dengan menyatakan “Melakukan Perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi” yang dilakukan oleh Terdakwa, yaitu dengan tanggapan
yang pada intinya yaitu “Bahwa berdasarkan fakta persidangan volume dan mutu
pada pekerjaan pengaspalan jalan Sp Baturagi-jalan arah simpang patriot yang
Halaman 7 dari 10
mana dikuatkan oleh Ahli audit forensic engineering Politeknik Negeri
Lhokseumawe tanggal 1 Desember 2020 dengan kesimpulan:
1. Tebal aspal AC-BC tidak sesuai dengan yang tertera pada dokumen MC Akhir
dan As Built Drawing;
2. Volume pekerjaan laston lapis antara (AC-BC) dan lapisan resap pengikat
aspal cair tidak sesuai dengan yang tertera pada dokumen kontrak addendum;
3. Item lapisan pondasi agregat kelas B pada pekerjaan perlebaran perkerasan
dan bahu jalan tidak dilaksanakan;
4. Item lapisan pondasi agregat kelas A pada pekerjaan perkerasan berbutir tidak
memenuhi persyaratan seperti yang tercantum pada spesifikasi;
Dan terhadap kekurangan volume fisik diperoleh nilai perhitungan dari harga
satuan sebesar Rp. 2.921.186.000,- (dua milyar sembilan ratus dua puluh satu juta
seratus delapan puluh enam ribu rupiah).
Bahwa nílai kerugian keuangan negara sebesar Rp. 2.921.186.000,- (dua milyar
sembilan ratus dua puluh satu juta seratus delapan puluh enam ribu rupiah)
merupakan fakta persidangan yang didapatkan dari keterangan para saksi dan
ahli.”
-Bahwa adanya nilai kerugian keuangan negara dalam tanggapan Jaksa Penuntut
Umum tersebut diatas tidak serta merta terjadi Tindak Pidana yang dilakukan oleh
Terdakwa, karena Jaksa Penuntut Umum tidak jelas menyebutkan dan menjelaskan
serta membuktikan Terdakwa telah memperkaya dirinya ataupun orang lain atau
suatu korporasi.
-Dengan demikian unsur “Melakukan Perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi” tidak terpenuhi.
Bahwa berdasarkan Tanggapan dan Jawaban terhadap Replik Jaksa Penuntut Umum
(JPU) yang telah diuraikan diatas maka kami Penasihat Hukum Terdakwa berpendapat
bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat membuktikan seluruhnya unsur-unsur
yang didakwakan kepada Terdakwa. Oleh karena JPU tidak dapat membuktikan
seluruhnya unsur-unsur yang didakwakan, sesuai dengan yurisprudensi yang menyatakan
“Tidak terpenuhinya satu unsur yang didakwakan atau dituduhkan, mengakibatkan
tidak terbuktinya tuntutan atau dakwaan seluruhnya dan terdakwa karenanya harus
dibebaskan dari segala tuntutan dan dakwaan”
Dan karenanya Kami Penasihat Hukum Terdakwa Bereueh Firdaus,SE Bin T. Lisman
masih berpendapat tetap berpendirian pada pembelaan yang telah kami sampaikan
sebagaimana dalam Pledoi / Pembelaan yang telah kami serahkan dihadapan sidang pada
tanggal 19 Mei 2022 bahwa Terdakwa Bereueh Firdaus,SE Bin T. Lisman Tidak
Terbukti Bersalah, Serta Tidak Terbukti Secara Sah dan Meyakinkan Menurut
Halaman 8 dari 10
Hukum Melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah didakwakan
Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka kami memohon kepada Majelis Hakim Yang
Mulia yang memeriksa dan mengadili perkara ini, agar kiranya memutuskan:
1. Menyatakan Terdakwa BEREUEH FIRDAUS,SE BIN T. LISMAN, Tidak
Terbukti Bersalah, Serta Tidak Terbukti Secara Sah dan Meyakinkan
Menurut Hukum Melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana Dakwaan
Primair, yang diatur dan diancam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf a, b,
ayat (2), ayat (3) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHPidana;
2. Menyatakan Terdakwa BEREUEH FIRDAUS,SE BIN T. LISMAN Bebas dari
Seluruh Tuntutan Hukum (vrijspraak), atau setidak-tidaknya menyatakan Terdakwa
BEREUEH FIRDAUS,SE BIN T. LISMAN Lepas dari Segala Tuntutan Hukum
(onslag van recht vervolging);
3. Menyatakan membebaskan Terdakwa BEREUEH FIRDAUS,SE BIN T. LISMAN
dan Membayar Denda sebesar Rp.300.000 000, (tiga ratus juta rupiah) dengan
segala akibat hukumnya:
4. Menyatakan Membebaskan/Melepaskan dan/atau mengeluarkan Terdakwa
BEREUEH FIRDAUS,SE BIN T. LISMAN dari Rumah Tahanan seketika pada
saat Putusan dibacakan:
5. Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk segera mengeluarkan Terdakwa:
BEREUEH FIRDAUS,SE BIN T. LISMAN dari Rumah Tahanan seketika saat
putusan dibacakan;
6. Memulihkan dan merehabilitasi nama baik, hak-hak dan martabat terdakwa
BEREUEH FIRDAUS,SE BIN T. LISMAN dalam keadaan semula:
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan pada Negara:
IV. PENUTUP
Akhirnya kami memohon kepada Allah SWT Tuhan yang Maha Kuasa semoga Majelis
Hakim yang Memeriksa dan Mengadili Perkara ini mendapatkan petunjuk dan
bimbingan-Nya dalam memutus perkara ini secara adil dan bijaksana serta dapat
mempertimbangkan Pledoi/Pembelaan yang telah kami serahkan serta Duplik ini.
Halaman 9 dari 10
JUNAIDI, S.H. ZULFAN S.H.
Halaman 10 dari 10