Asuhan - Keperawatan - Anak - Dengan - Hisprung (1) - 1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan
gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal
dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung
adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia
akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana
tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan
abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi
usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah
keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke
bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian
tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hisprung di
Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.
Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung.
Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki
lebih banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit hisprung
terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai
dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta
kelainan kardiovaskuler.
Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya
kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah
berwarna hijau dan konstipasi faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi
karena faktor genetik dan faktor lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan
yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum,
manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan
pembedahan dan colostomi.
1.2 Rumusan Masalah
1
1. Apakah definisi hirschprung ?
2. Apa yang dimaksud kolostomi?
3. Bagaimana asuhan keperawatana home care pada pasien hirchprung dan kolostomi ?

1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah
pengetahuan kepada para pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu keperawatan
mengenai penyakit hisprung. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi syarat dalam
proses pembelajaran pada mata kuliah keperawatan anak.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2
2.1 Definisi Hischprung

Penyakit Hischprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini


merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik).
Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak
mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam
menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus
besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.Penyakit hirschsprung adalah suatu
kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada
usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138). Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital
yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari
usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).

2.1.2 Macam-macam Penyakit Hirschprung


Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :
a. Penyakit Hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70%
dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-
laki dibanding anak perempuan.
b. Penyakit Hirschprung segmen panjan
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau
usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.
(Ngastiyah, 1997 : 138).

2.1.3 Etiologi Hisprung


Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel “Neural Crest” ambrional yang
berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan
submukoisa untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.
Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di
kolon.
Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah
kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 : 1134).
3
a. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”
b. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus.
(Suriadi, 2001: 242).
2.1.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala setelah bayi lahir.
a. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)
b. Muntah berwarna hijau.
c. Distensi abdomen, konstipasi.
d. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja /
pengeluaran gas yang banyak.

Karena gejala tidak jelas. Gejala pada anak yang lebih besar waktu lahir.
a. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir.
b. Distensi abdomen bertambah
c. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
d. Terganggu tumbang karena sering diare.
e. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.
f. Perut besar dan membuncit.

2.1.5 Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi
usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada
usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian
yang rusak pada Mega Colon (Betz, Cecily & Sowden).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk
kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong
ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan
terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi
4
obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar (Price, S &
Wilson).
2.1.6 Manifestasi Klinis
a. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.
b. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja
seperti pita.
c. Obstruksi usus dalam periode neonatal.
d. Nyeri abdomen dan distensi.
e. Gangguan pertumbuhan.
(Suriadi, 2001 : 242)
Masa Neonatal :
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.
2. Muntah berisi empedu.
3. Enggan minum.
4. Distensi abdomen.
Masa bayi dan anak-anak:
1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh
(Betz, 2002 : 197)
2.1.7 Komplikasi
a. Gawat pernapasan (akut)
b. Enterokolitis (akut)
c. Striktura ani (pasca bedah)
d. Inkontinensia (jangka panjang)
(Betz, 2002 : 197)

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


a. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada
kolon.
b. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada
kolon.
5
c. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
d. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan
eksterna. (Betz, 2002 : 197).
2.1.9 Penatalaksanaan
Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi
loop atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan
hipertropi dapat kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan
dengan 1 dari 3 prosedur berikut :
a. Prosedur Duhamel: Penarikan kolon normal kearah bawah dan
menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
b. Prosedur Swenson: Dilakukan anastomosis end to end pada kolon
berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.
c. Prosedur save: Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh.
Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
d. Intervensi bedah
Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami
obstruksi. Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through
dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga,
rekto sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi ditutup
dalam prosedur kedua.
a. Persiapan prabedah
a. Lavase kolon
b. Antibiotika
c. Infuse intravena
d. Tuba nasogastric
e. Perawatan prabedah rutin
f. Pelaksanaan pasca bedah
2. Perawatan luka kolostomi
Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis dan
peningkatan suhu. Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara
sukar untuk diterima. Orangtua harus belajar bagaimana menangani
anak dengan suatu kolostomi. Observasi apa yang perlu dilakukan
bagaimana membersihkan stoma dan bagaimana memakaikan kantong
kolostomi. (Betz, 2002 : 198).
6
2.2 Definisi Colostomi
Colostomi merupakan Suatu tindakan membuat lubang pada kolon tranversum
kanan maupun kiri Atau kolonutaneustomi yang disebut juga anus prenaturalis yang
dibuat sementara atau menetap. Colostomy pada bayi dan anak hampir selalu
merupakan tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa merupakan keadaan
yang pathologis. Colostomy pada bayi dan anak biasanya bersifat sementara.
Colostomi dapat menimbulkan komplikasi dan perubahan konsep diri pasien.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa colostomi merupakan suatu
membuatan lubang di dinding perut dengan tujuan untuk mengeluarkan faces dapat
bersifat sementara ataupun permanen.
2.2.1 Indikasi Colostomi
1. Atresia Ani , adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai
lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka
yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah
terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan
yang cermat atau pemeriksaan perineum.
2. Penyakit peradangan usus akut, Terjadi karena kotoran menumpuk dan
menyumbat usus di bagian bawah yang membuat tak bisa BAB. Penumpukan
kotoran di usus besar ini akan membuat pembusukan yang akhirnya menjadi
radang usus.
3. Tidak memiliki anus (imperforata anus), Kelainan ini biasanya diketahui
sejak lahir. Diduga karena terjadi infeksi saat ibu hamil yang membuat
konstruksi usus ke anus tidak lengkap hingga atau karena kelainan genetic
4. Hirschsprung, yaitu kelainan bawaan sejak lahir karena kondisi saraf di usus
besar yang tidak berfungsi normal. Akibatnya kotoran akan menumpuk di usus
bawah karena fungsi saraf yang mendorong kotoran keluar tidak berjalan.
Kondisi ini membuat penderitanya terutama bayi tidak bisa BAB selama
berminggu-minggu yang akhirnya timbul radang usus. Bagian usus yang tak
ada persarafannya ini harus dibuang lewat operasi.

2.2.2 Jenis Colostomi Berdasarkan Lubang dan Lama Penggunaannya


Berdasarkan lubang colostomy dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Single barreled stoma
7
Yaitu dibuat dari bagian proksimal usus. Segmen distal dapat dibuang atau
ditutup.
2. Double barreled
Biasanya meliputi kolon transversum. Kedua ujung kolon yang direksesi
dikeluarkan melalui dinding abdominal mengakibatkan dua stoma.Stoma
distal hanya mengalirkan mukus dan stoma proksimal mengalirkan feses.
3. Kolostomi lop-lop
Yaitu kolon transversum dikeluarkan melalui dinding abdomen dan diikat
ditempat dengan glass rod.Kemudian 5-10 hari usus membentuk adesi
pada dinding abdomen, lubang dibuat dipermukaan terpajan dari usus
dengan menggunakan pemotong.
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada
beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara
permanen maupun sementara.
1. Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak
memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan,
perlengketan, atau pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak
memungkinkan feses melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa
kolostomi single barrel (dengan satu ujung lubang).
2. Kolostomi temporer/ sementara
Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk
mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti
semula dan abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua
ujung lubang yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut colostomy
double barrel.

2.2.3 Komplikasi Colostomi


Insidens komplikasi untuk pasien dengan kolostomi sedikit lebih tinggi dibandingkan
pasien ileostomi. Beberapa komplikasi umum adalah prolaps stoma, perforasi, retraksi
stoma, impaksi fekal dan iritasi kulit. Kebocoran dari sisi anastomotik dapat terjadi bila
sisa segmen usus mengalami sakit atau lemah. Kebocoran dari anastomotik usus
menyebabkan distensi abdomen dan kekakuan, peningkatan suhu, serta tanda shock.
Perbaikan pembedahan diperlukan (Brunner dan Suddarth, 2000).
8
2.2.4 Perawatan Colostomi
Perawatan Kolostomi adalah Membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma dan
mengganti kantong kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan.

2.3 Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
a. Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama,
alamat, tanggal pengkajian, pemberi informasi.
b. Keluhan utama
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan
pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen,
kembung, muntah.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah
lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal. Tanyakan sudah berapa
lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien mengatasi
masalah tersebut.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan,
persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
e. Riwayat Nutrisi meliputi: masukan diet anak dan pola makan anak.
f. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan
rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.

g. Riwayat kesehatan keluarga


Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita
Hirschsprung.
h. Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
i. Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
9
j. Riwayat kebiasaan sehari-hari

2.3.2 Pemeriksaan Fisik


a. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat
capilary refil, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi
apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi
dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.
2.3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
a. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan
tidak adanya daya dorong.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang inadekuat.
c. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
2. Post operasi
a. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan
b. Nyeri b/d insisi pembedahan
c. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan
kolostomi.
2.3.4 Intervensi Keperawatan
1. Pre operasi
a. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus
dan tidak adanya daya dorong
10
Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria
defekasi normal, tidak distensi abdomen.
Intervensi :
1) Monitor cairan yang keluar dari kolostomi.
Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan
menentukan rencana selanjutnya
2) Pantau jumlah cairan kolostomi.
Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk
penggantian cairan
3) Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.
Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola
defekasi terganggu.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang inadekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi
diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.
Intervensi :
1) Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.
Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
2) Pantau pemasukan makanan selama perawatan.
Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan
1300-3400 kalori
3) Pantau atau timbang berat badan.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan

c. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.


Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak
mengalami dehidrasi, turgor kulit normal.
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda dehidrasi.
Rasional : Mengetahui kondisi dan menentukan langkah
selanjutnya
2) Monitor cairan yang masuk dan keluar.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
11
3) Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan.
Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi

d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi


abdomen.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak
menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.
Intervensi :
1) Kaji terhadap tanda nyeri
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah
selanjutnya
2) Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus,
ketenangan.
Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
3) Kolaborsi dengan dokter pemberian obat analgesik sesuai program
Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada
sistem saraf pusat
2. Post operasi
a. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedaha
Tujuan :memberikan perawatan perbaikan kulit setelah dilakukan operasi
1) kaji insisi pembedahan, bengkak dan drainage
2) Berikan perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.
3) Oleskan krim jika perlu.

b. Nyeri b/d insisi pembedahan


Tujuan :Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak
menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.
Intervensi:
1) Observasi dan monitoring tanda skala nyeri
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah
selanjutnya
2) Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung
dansentuhan.
12
Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
3) Kolaborasi dalam pemberian analgetik apabila dimungkinkan.
Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada
sistem saraf pusat
c. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan
perawatan kolostomi.
Tujuan : pengetahuan keluarga pasien tentang cara menangani kebutuhan
irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi tambah adekuat.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi yang dialami perawatan di
rumah dan pengobatan.
2) Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan,
kecemasan dan perhatian tentang irigasi rectal dan perawatan
ostomi.
3) Jelaskan perbaikan pembedahan dan proses kesembuhan.
4) Ajarkan pada anak dengan membuat gambar-gambar sebagai
ilustrasi misalnya bagaimana dilakukan irigasi dan kolostomi
5) Ajarkan perawatan ostomi segera setelah pembedahan dan lakukan
supervisi saat orang tua melakukan perawatan ostomi.

2.3.5 Evaluasi

1. Pre operasi Hirschsprung

a. Pola eliminasi berfungsi normal

b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi

c. Kebutuhan cairan dapat terpenuhi

d. Nyeri pada abdomen teratasi

2. Post operasi Hirschsprung


a. Integritas kulit lebih baik
b. Nyeri berkurang atau hilang
13
c. Pengetahuan meningkat tentang perawatan pembedahan terutama
pembedahan kolon

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus
Seorang anak laki-laki (an.R) usia 3 tahun pulang rawat post operasi kolostomi
karna hirschprung dan terpasang stoma, An.r anak satu satunya dari pasangan suami
istri , ayah pasien bernama Tn.H berusia 35 tahun pekerjaan ayah pasien karyawan
swasta, Ibu pasien bernama ny.M berusia 25 tahun pekerjaan ibu rumah tangga,
setelah post operasi keluarga pasien meminta pasien di rawat dirumah saja. Pada saat
perawat home care kerumah dan di kaji, Saat dilakukan pengkajian pasien dengan
kesadaran composmentis, nadi 78x/menit, suhu 36,8c pernafasan 16x/menit, tekanan
darah 100/60 mmHg. Kondisi stoma berwarna kemerahan, pada luka terdapat adanya

14
pendarahan, mengalami pembengkakkan, posisi stoma disebelah kiri bawah abdomen
ada Perubahan eliminasi tinja Konsistensinya lunak, bau khas, berwarna kuning,
tidak ada konstipasi / diare, feses tertampung baik di dalam kantong stoma pasien,
pasien dibantu keluarga dalam mengurus feces nya. Ibu klien mengatakan masih
kurang mengerti dan masih agak takut memegang dan membersihkan kantong stoma
karna si Anak mengatakan nyeri pada lukanya, pasien terlihat gelisah, klien sering
menangis jika sedang merasa kesakitan pada perutnya, ibu klien mengatakan klien
kurang nyenyak tidur selalu terbangun, pasien takut stoma nya tertindih saat tidur,
stoma mengganggu kenyamanan tidur pasien, Nafsu makan klien kurang dari
biasanya, berat badan pasien turun dari sebelum operasi, sebelum operasi klien
frekuensi makan 3x/hari, namun setelah post operasi porsi makan nya berkurang,
klien hanya makan dan minum dengan porsi sedikit. pasien jarang keluar rumah ,
hanya menonton TV di rumah, Pasien merasa malu dengan adanya kantong kolostomi
pada abdomen nya, sehingga pasien tidak bisa bermain layaknya anak-anak
seumurannya. An.r tinggal dirumah permanen dengan ibu dan ayahnya di jalan
merdeka nomor 03, dirumah ibu klien membuka warung kecil, luas rumah klien 6x6
m² keadaan rumah selalu bersih, air dirumah klien bersih dan jernih, pembuangan
sampah ada petugas tersendiri.

3.1.1 Pengkajian
A. Identitas klien

Nama : An.R
Usia : 3th
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : jl. Merdeka No 3
Penaggung jawab : Tn. H
Diagnosa : post operasi kolostomi karna hirschprung

15
B. Identitas keluarga

No Nama Usia Status Pekerjaan

1. Tn. H 35 tahun Ayah Karyawan swasta

2. Ny. M 25 tahun Ibu Ibu tumah tangga

C. Dimensi fisiologi
Sistem pencernaan : nafsu makan kurang dari biasanya, berat badan klien
turun dari sebelum operasi, frekuensi makan berkurang post operasi, klien
makan dan minum hanya sedikit.
Sistem integumen : Kondisi stoma berwarna kemerahan, pada luka terdapat
adanya pendarahan, mengalami pembengkakkan, posisi stoma disebelah kiri
bawah abdomen.

D. Dimensi psikologis
 Status emosional : klien merasa malu dengan adanya kantong kolostomi di
perutnya, klien sering menangis jika sedang merasa kesakitan, tidur tidak
nyenyak selalu terbangun klien tajkut kantong pada stoma ny tertindih.
 Status sosial : klien jarang keluar rumah, klien tidak dapat bermain dengan
teman seumurannya.
 Strategi koping : klien menghabiskan waktunya dengan menonton TV
 Interaksi sosial : klien hanya berinteraksi dengan orang tuanya.

E. Dimensi Fisik
 Keadaan umum: kesadaran: composmentis, nadi 78x/menit, suhu 36,8ºc,
RR:16x/menit, TD: 100/60 mmHg. Kondisi stoma berwarna kemerahan,
pada luka terdapat adanya pendarahan, mengalami pembengkakkan, posisi
stoma disebelah kiri bawah abdomen ada Perubahan eliminasi tinja
Konsistensinya lunak, bau khas, berwarna kuning, tidak ada konstipasi /
diare, feses tertampung baik di dalam kantong stoma pasien.
 Keadaan Rumah : rumah klien permanen yang selalu bersih, dengan luas
6X6m², air di rumah klien bersih dan jernih, pembuangan sampah ada
tugasnya sendiri
 Sanitasi : tidak di temukan sampah
 Keamanan : tidak ada bahaya dari dalam maupun luar
 Dimensi sosial : Tn. H seorang pegawai swasta, Ny. M seorang ibu rumah
tangga yang membuka warung kecil-kecilan di rumahnya, An R di rawat

16
oleh orang tuanya, Ibu klien mengatakan masih kurang mengerti dan
masih agak takut memegang dan membersihkan kantong stoma.

3.1.2 Analisa data

No Data Etiologi Masalah

1. DS:
- Klien mengatakan nyeri Post operasi Gangguan rasa
pada lukanya kolostomi karna nyaman nyeri
- Ibu mengatakan klien sering hirschprung
menangis jika sedang
merasa kesakitan pada
perutnya.
- Ibu mengatakan saat tidur
klien sering terbangun karna
klien takut stoma nya
tertindih saat tidur
DO :
- Kondisi stoma berwarna
kemerahan Defisit pengetahuan
- pada luka terdapat adanya Kurang terpapar
pendarahan informasi tentang
- mengalami pembengkakkan perawatan stoma
- klien tampak gelisah

DS :

- Ibu klien mengatakan


kurang mengerti cara
perawatan stoma
- ibu klien mengatakan masih
2.
agak takut untuk memegang Ketidak seimbangan
dan membersihkan stoma nutrisi : kurang dari
Kurang asupan kebutuhan tubuh
DO :
makanan
- Kondisi stoma berwarna
kemerahan
- pada luka terdapat adanya
pendarahan
- mengalami pembengkakkan
- posisi stoma disebelah kiri
bawah abdomen ada
Perubahan eliminasi tinja

DS :

- Ibu mengatakan Nafsu


makan klien kurang dari

17
biasanya
- berat badan pasien turun
dari sebelum operasi
- sebelum operasi an. R
makan 3x/hari, namun
3.
setelah post operasi porsi
makan nya berkurang,

DO :

- klien hanya makan dan


minum dengan porsi
sedikit.
- klien terlihat lemah
- klien terlihat kurus
- mukosa bibir kering

3.13 Diagnosa keperawatan


1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d post operasi kolostomi karna hirschprung
2. Defisit pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi tentang perawatan
stoma
3. Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang
asupan makanan
3.1.4 Perencanaan

No Dx Tujuan dan KH Intervensi

1. Setelah dilakukan kunjungan Kunjungan pertama


home care selama 2x dalam - Kaji keluhan dan derajat nyeri
1minggu, di harapkan rasa nyeri - Motivasi untuk melakukan tekhnik
berkurang, dengan KH : pengaturan nafas dan pengalihan.
- Skala nyeri 0-10 - Hindari sentuhan seminimal
- Wajah tampak rilek mungkin untuk mengurangi
rangsangan nyeri
Kunjungan hari kedua
- Berikan analgetik sesuai dengan
program medis
- Terapkan metode komplementer
- Evaluasi tingkat nyeri
Setelah dilakukan kunjungan
home care selama 2x dalam 1 Kunjungan hari pertama
minggu, diharapakan keluarga
- Jelaskan pentingnya merawat luka
mampu menunjukan
pada pasien kolostomi
pengetahuannya dalam merawat - Observasi luka, catat karakteristik
stoma, dengan KH: drainase.
18
- Keluarga mampu - Kosongkan irigasi dan bersihkan
mengenal perawatan kantong kolostomi secara rutin.
2.
stoma
- Keluarga mampu Kunjungan hari kedua
menjelaskan dan - Evaluasi pengetahuan keluarga
mempraktekan kembali klien merawat klien.
yang di jelaskan perawat - Kolaborasi pemberian antibiotic

Setelah dilakukan kunjungan Kunjungan hari pertama


home care selama 2x dalam 1
minggu, diharapkan kebutuhan - Ukur tinggi dan berat badan klien
- Kaji pemenuhan nutrisi klien
nutrisi terpenuhi secara adekuat
- Jelaskan pentingnya makanan bagi
dengan KH:
proses penyembuhan
- Mempertahankan berat - Berikan makanan dengan jumlah
badan dalam batas normal kecil dan bertahap
- Klien mampu
3. Kunjungan hari kedua
menghabiskan ½ porsi
makanan yang disediakan - Evaluasi berat badan klien
- Klien mengalami - Evaluasi pola makan klien
peningkatan nafsu makan. - Evaluasi pemenuhan nutrisi klien
- Kolaborasi dengan ahli gizi

19
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah.
Baik masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air
besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara
yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang
benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak.
Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu
terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat
maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.

3.2 Saran
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang
penyakit hsaprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan.

20
DAFTAR PUSTAKA

- Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi
ke-3. Jakarta : EGC.
- Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGCKartono, Darmawan. 2004.
Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto.Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis
Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4
Jakarta: EGC.Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa:
Brahm U Pendit. Jakarta: EGC.
- Carpenito, Lynda juall. 1997 Buku saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta : EGC
- Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi Ke-2. Jakarta:
FKUI
- Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3. Jakarta : Media
Aesulapius FKUI
- Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah. (Penerjemah:
Waluyo, A.). Jakarta: EGC
- Sudoyo, W. A., dkk. (2006). Ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK -Canada Care Medical. (n.d). Colostomy care.
20 Mei 2013. http://www.canadacaremedical.com/ostomy/ColostomyCare.php

21

Anda mungkin juga menyukai