Anda di halaman 1dari 37

Altenator merupakan bagian dari komponen-komponen pada sistem pengisian.

Fungsi utama dari


alternator yaitu mengubah energi gerak (mekanis) dari mesin menjadi energi listrik. Tenaga
mekanik dari mesin dihubungkan ke alternator melalui v-belt kemudian ke pulli alternator.
Alternator akan menghasilkan arus bolak balik (arus AC) yang nantinya arus ini akan disearahkan
sehingga menjadi arus searah (arus DC) oleh komponen diode. Alternator sendiri terdiri dari
beberpa komponen-komponen, antara lain :

Rotor
Komponen rotor pada alternator merupakan komponen yang berputar. Rotor sendiri tersusun dari
inti magnet (pole core), field coil atau disebut juga dengan rotor coil, slip ring dan poros rotor (rotor
shaft). Fiel coil pada rotor disusun dengan cara digulung dengan arah putaran yang sama dengan
arah putaran rotor dan ujung-ujung dari field coil dihubungkan pada slip ring. Pada rotor terdiri dari
2 pole core dan pole core tersebut dipasangkan pada masing-masing ujung field coil dan juga
berfungsi sebagai pembungkus kumparan rotor. Magnetic flux merupakan hasil dari aliran arus
listrik yang melalui kumparan dan satu kutup menjadi kutub selatan dan kutub satu lagi menjadi
kutub utara. Komponen slip ring terbuat dari logam baja putih atau stainless steel dengan
pembuatan permukaan slip ring dibuat halus agar permukaan slip ring tidak mempercepat
keausan dari brush (sikat). Slip ring dipisahkan dari rotor shaft (poros rotor)

Stator

Komponen stator pada alternator ini merupakan komponen diam. Pada komponen stator ini
tersusun dari bagian stator core dan stator coil (kumparan stator). Komponen stator ini dilindungi
oleh bagian depan dan belakang dari frame. Pada stator coil tersusun dari kawat tembaga yang
diluarnya sudah dilapisi dengan insulator. Pada bagian dalam stator terdapat slot-slot yang terdiri
dari tiga kumparan bebas. Inti stator berfungsi sebagai saluran dari garis-garis gaya magnet dari
pole core ke hasil yang lebih efektif stator coil.

Diode atau rectifier

Diode atau rectifier terdiri dari diode positif dan diode negatif. Setiap tiga buah diode diikat oleh
pemegang diode (lihat gambar diatas). Arus yang dihasilkan oleh alternator nantinya akan dikirim
ke diode dari sisi pemegang diode positif dan juga semua dari ujung-ujung framenya terisolasi.
Selama proses penyearahan arus akan mengakibatkan diode-diode menjadi panas sehingga
diode perlu adanya pendinginan. Pendinginan pada diode dilakukan dengan menggunakan diode
holders yang berfungsi untuk meradiasikan panas sehingga diode tidak akan mengalami panas
berlebihan.

Rumah alternator
Rumah alternator berfungsi sebagai tempat berputarnya stator dan jarak (celah) antara stator
dengan rumah alternator ini memiliki celah yang kecil.

Kipas pendingin

Kipas pendingin pada alternator berfungsi untuk mendinginkan komponen-komponen di dalam


alternator, termasuk dengan komponen diode-diode.

Puli
Puli alternator berfungsi untuk memindahkan atau meneruskan tenaga putaran dari mesin ke rotor
pada alternator. Selain itu, pulli alternator juga berfungsi untuk menentukan perbandingan
kecepatan putaran antara putaran mesin dengan putaran alternator

Fungsi Sikat Pada Alternator dan Akibat Bila Sikat Alternator Habis

Alternator merupakan bagian dari sistem pengisian yang ada pada kendaraan.
Alternator berfungsi untuk menghasilkan energi listrik. Salah satu komponen-
komponen alternator yang penting adalah sikat arang atau carbon brush.
Sikat berfungsi untuk mengalirkan arus listrik dari regulator ke rotor coil alternator.
Di dalam alternator terdapat dua buah sikat yaitu sikat positif yang berhubungan
dengan terminal F pada alternator dan sikat negatif yang berhubungan dengan body
alternator atau dan terminal E (massa).
Sikat didalam alternator selalu menempel pada bagian slip ring. Ketika rotor coil
berputar maka slip ring juga akan ikut berputar sehingga terjadi gesekan antara slip
ring dengan sikat, akibatnya sikat lama-kelamaan akan mengalami keausan. Kontak
antara sikat dengan slip ring harus baik agar listrik dapat mengalir dengan baik.
Oleh sebab itu untuk menjaga kontak antara sikat dengan slip ring agar tetap baik
maka pada sikat dilengkapi dengan pegas. Pegas ini berfungsi untuk menekan sikat
agar selalu berhubungan dengan slip ring.
Sikat merupakan salah satu penyebab gangguan yang sering terjadi pada
alternator, karena komponen ini yang akan cepat mengalami keausan dibandingkan
komponen-komponen alternator lainnya. Sikat yang sudah pendek akan
menyebabkan tekanan pegas sikat juga akan semakin melemah sehingga akan
dapat menyebabkan aliran listrik ke rotor coil menjadi kurang baik. berkurangnya
aliran listrik ke rotor coil akan menyebabkan medan magnet yang ditimbulkan di
rotor coil akan melemah sehingga tegangan yang dihasilkan oleh alternator juga ikut
menurun.
Sedangkan apabila sikat sudah habis maka listrik yang menuju ke rotor coil akan
terputus sehingga medan magnet tidak akan dihasilkan oleh rotor coil. Karena tidak
ada medan magnet maka alternator tidak akan menghasilkan listrik sehingga sistem
pengisian tidak akan terjadi. Oleh sebab itu apabila sikat alternator habis maka
harus segera diganti dengan yang baru.
Sikat patah atau rumah sikat yang pecah sering terjadi akibat kesalahan saat
perakitan alternator. Hal ini dapat terjadi karena pada saat alternator dibongkar
(rotor coil dilepas) maka sikat akan keluar akibat dari tekanan pegas. Apabila saat
merakit alternator (memasang rotor coil) tidak memasukkan sikat pada rumahnya
maka sikat yang keluar ini dapat tertekan oleh slip ring sehingga sikat dapat patah
dan rumah sikat dapat pecah.
Saat merakit alternator maka selalu lakukan prosedur yang benar terutama saat
memasang sikat. Pada sistem pengisian konvensional pada saat memasang sikat
alternator maka sikat dimasukkan dahulu ke dalam rumahnya kemudian dengan
menggunakan kawat yang dimasukkan ke dalam lubang kecil yang sudah ada pada
frame belakang, tahan sikat menggunakan kawat tersebut. Setelah itu, masukkan
rotor coil ke dalam frame belakang alternator.

Fungsi Rectifier Pada Alternator

Alternator merupakan salah satu komponen pengisian yang berfungsi menghasilkan


energi listrik.
Listrik yang dihasilkan alternator akan berbentuk arus AC (Alternating Current) atau
bolak-balik dan kemudian akan dirubah menjadi arus DC (Direct Current) atau arus
searah yang kemudian arus listrik ini digunakan untuk menyuplai kebutuhan listrik
dikendaraan dan untuk melakukan pengisian pada baterai.
Untuk mengubah arus listrik dari arus AC ke DC maka pada alternator dilengkapi
dengan komponen rectifier.
Rectifier atau juga disebut dengan dioda penyearah pada alternator berfungsi untuk
menyearahkan arus yang dihasilkan dari stator coil alternator dari arus AC (bolak-
balik) menjadi arus DC (searah).
Selain itu rectifier juga berfungsi untuk mencegah arus balik dari baterai menuju ke
alternator.
Pemasangan rectifier pada alternator dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Pada gambar di atas terdapat 6 buah rectifier yang tersusun dengan stator coil.
Ketiga ujung dari stator koil dihubungkan dengan dua bagian dioda yaitu pada
bagian anoda dan katoda. Setiap ujung stator koil akan dipasangkan dengan dua
buah dioda.
Arus listrik akan dapat mengalir dari bagian anoda ke katoda dan sebaliknya arus
tidak dapat mengalir dari katoda ke anoda.

Sehingga semua arus yang dihasilkan dari ketiga ujung stator coil akan mengalir
keluar dari dioda ujung anoda ke kathoda. Oleh sebab itu arus listrik akan menjadi
searah setelah melewati rectifier.

Komponen Sistem Pengisian dan Fungsinya


Sistem pengisian (charging system) merupakan bagian dari sistem kelistrikan yang
ada di dalam kendaraan. Untuk menyalakan mobil dibutuhkan tenaga listrik, tenaga
listrik yang digunakan bersumber dari baterai. Jika baterai digunakan secara terus
menerus maka lama-kelamaan tenaga listrik di dalamnya akan habis juga karena
baterai memiliki nilai kapasitas berapa tegangan listrik yang bisa disimpan di
dalamnya oleh sebab itu diperlukan sebuah sistem yang dapat mengisi tegangan
listrik didalam baterai kembali.

Selain itu, untuk mensuplai kebutuhan aksesoris berupa lampu-lampu, radio dan
lain-lain juga dibutuhkan tegangan listrik, jika hanya baterai yang digunakan untuk
mensuplai semua kebutuhan tersebut maka baterai tidak akan sanggup dan bisa
juga akan memperpendek umur baterai, oleh sebab itu juga dibutuhkan suatu
sistem yang dapat memenuhi kebutuhan kelistrikan kendaraan tersebut.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan mengenai fungsi sistem pengisian pada
kendaraan, antara lain :
• Untuk melakukan pengisian (charging) pada baterai ketika mesin hidup.
• Untuk mensuplai kebutuhan listrik ketika mesin hidup, meliputi kebutuhan
lampu-lampu dan aksesoris lainnya.

Komponen-komponen pada sistem pengisian :

Alternator
Alternator pada sistem pengisian memiliki fungsi untuk merubah energi gerak
(mekanis) dari mesin menjadi energi listrik. Alternator sendiri didalamnya terbadat
banyak komponen, komponen-komponen pada alternator tersebut antara lain :
• Puli berfungsi sebagai tempat dari tali kipas (V-belt) untuk menggerakkan
rotor.
• Kipas atau fan berfungsi untuk mendinginkan komponen-komponen didalam
alternator meliputi dioda (rectifier), kumparan dan lain-lain.
• Rotor merupakan komponen yang berputar dan berfungsi untuk
membangkitkan medan magnet
• Stator merupakan komponen yang diam dan memiliki fungsi untuk
menghasilkan arus AC (Alternating Current) atau arus bolak-balik.
• Dioda (rectifier) merupakan komponen elektronika yang ada didalam
alternator yang memiliki fungsi untuk menyearahkan arus yang dihasilkan
oleh alternator (dari arus AC menjadi arus DC).

Regulator
Regulator pada sistem pengisian berfungsi untuk mengatur besar kecilnya arus
listrik yang dapat masuk ke rotor coil sehingga tegangan yang dihasilkan oleh
alternator akan konstan (sama) pada setiap putaran mesin, baik putaran lambat,
sedang maupun tinggi. Regulator pada sistem pengisian terdapat 2 tipe, yaitu
regulator tipe point (terpisah dengan alternator) dan regulator tipe IC (menjadi satu
didalam alternator).

Baca juga : cara kerja regulator konvensional pada sistem pengisian

Kelebihan dari regulator IC dibandingkan dengan regulator tipe point antara lain :
• Stabilitas dari pengaturan tegangan dan arus output yang dihasilkan baik.
• Ukuran regulator dibuat kecil sehingga dapat menyatu dengan alternator.
• Tahan terhadap guncangan (getaran) dan dapat digunakan dalam waktu
yang relatif lama karena tidak banyak komponen-komponen pada ic regulator
yang bergerak.
• Tidak memerlukan banyak penyetelan.
• Tahanan pada kumparan rotor lebih kecil sehingga arusnya dapat diperbesar.

Baterai (Accu)
Baterai (accu) berfungsi sebagai sumber listrik pada saat starter, sistem pengapian
dan sistem kelistrikan body. Selain itu, baterai juga berfungsi sebagai penstabil arus
dan sebagai tempat penampung tegangan saat proses pengisian berlangsung.
Ampere meter
Ampere meter berfungsi untuk mengusur besarnya arus listrik yang dikeluarkan
alternator untuk pengisian baterai.
Kunci kontak
Kunci kontak berfungsi sebagai saklar, pada sistem pengisian kunci kontak
berfungsi untuk menghubungkan dan memutuskan aliran arus listrik ke lampu CHG
dan ke regulator (aliran listrik yang ke regulator berfungsi untuk mengaktifkan
regulator).
Kabel
Kabel berfungsi untuk konduktor listrik (tempat mengalirnya arus listrik dari satu
komponen ke komponen lain).
Sekering (fuse)
Sekering (fuse) berfungsi sebagai pengaman rangkaian kelistrikan jika terjadi
hubungan singkat (konslet).
Lampu Indikator (CHG)
Lampu indikator (CHG) berfungsi sebagai indikator (indikasi) bahwa sistem
pengisian ini berfungsi dengan normal.

Cara Kerja Sistem Pengisian Kovensional

Sistem pengisian merupakan salah satu sistem yang ada pada kendaraan yang
berfungsi untuk melakukan pengisian kembali arus listrik di dalam baterai (aki/ accu)
agar baterai selalu siap sedia bila akan digunakan, serta berfungsi untuk mensuplai
kebutuhan arus listrik ke sistem kelistrikan yang ada ketika kendaraan hidup.
Sistem pengisian pada kendaraan mobil terdiri dari beberapa komponen,
komponen-komponen sistem pengisian antara lain baterai, alternator, regulator,
fuse, fusible link, lampu indikator pengisian dan ignition switch.
Prinsip kerja alternator
Pada alternator terdiri dari beberapa komponen, komponen-komponen alternator
antara lain rotor coil (field coil), stator koil, diode, puli, kipas pendingin alternator,
bantalan (bearing), sikat (brush), slip ring dan rangka.
Saat rotor coil mendapatkan atau dialiri arus maka pada rotor koil akan timbul
kemagnetan. Bila puli alternator berputar maka akan membuat rotor coil juga ikut
berputar. Didalam rotor coil terdapat stator coil sehingga bila rotor coil berputar
maka akan terjadi pemotongan medan magnet oleh stator coil. Terjadinya
pemotongan medan magnet oleh stator coil akan menimbulkan arus listrik dan arus
listrik yang ditimbulkan ini adalah jenis arus AC (bolak-balik).
Pada sistem pengisian konvensional, regulator yang digunakan adalah regulator
konvensional yaitu regulator yang masih menggunakan kontak pemutus. Pada
regulator konvensional terdapat dua buah kumparan yaitu kumparan voltage relay
dan kumparan voltage regulator. Kumparan voltage relay berguna untuk mematikan
lampu indikator pengisian sedangkan voltage regulator berfungsi untuk mengatur
arus pengisian.
Cara kerja dari sistem pengisian konvensional antara lain sebagai berikut :
Saat kunci kontak On dan kendaraan belum hidup
Saat kunci kontak diputar pada posisi On, namun kendaraan belum hidup maka
pada saat ini belum terjadi pengisian pada baterai, tapi pada alternator tepatnya
pada rotor coil telah timbul kemagnetan.
Cara kerjanya yaitu ketika kunci kotak diputar pada posisi On dan kendaraan belum
hidup adalah arus baterai positif akan mengalir dari baterai menuju ke fusible link
menuju ke kunci kontak menuju ke fuse menuju ke lampu indikator pengisian
menuju ke terminal L regulator menuju ke kontak P0 menuju ke kontak P1 lalu ke
massa.
Pada saat yang sama arus baterai posisif akan mengalir menuju ke fuse menuju ke
terminal IG regulator menuju ke terminal PL1 menuju ke kontak PL0 menuju ke
kontak F regulator menuju ke terminal F alternator menuju ke rotor coil lalu ke
massa.
Pada saat ini lampu indikator akan dialiri arus dan akan membuat lampu indikator
pengisian menyala sera pada saat ini rotor koil juga dialiri listrik dari terminal F
regulator maka pada rotor coil akan timbul medan magnet.
Pada saat kendaraan berjalan dengan kecepatan lambat
Ketika kendaraan berjalan pada kecepatan lambat atau idle maka sistem pengisian
sudah berjalan dan lampu indikator pengisian akan mati.

Baca juga : Penyebab lampu CHG menyala terus-menerus saat mesin hidup
Ketika kendaraan dhidupkan pada putaran idle atau saat kendaraan berjalan
dengan pada kecepatan lambat maka alternator akan menghasilkan listrik. Pada
stator coil alternator pada terminal N arus listrik akan mengalir menuju terminal N
regulator kemudian ke voltage relay dan massa. Karena voltage relay dialiri arus
maka akan menarik kontak P0 sehingga kontak P0 akan berhubungan dengan
kontak P2. Pada saat ini lampu indikator akan mati karena tidak mendapatkan
massa (massa diputus).
Pada saat yang sama, alternator juga menghasilkan arus listrik pada terminal B
yang sudah disearahkan oleh diode. Arus dari terminal B alternator akan dialirakan
ke baterai untuk melakukan pengisian dan ke kumparan voltage regulator. Karena
kendaraan masih berputar lambat maka tegangan yang dihasilkan alternator akan
rendah sehingga tegangan yang mengalir ke voltage regulator juga rendah,
akibatnya kemagnetan yang terjadi pada voltage regulator juga akan kecil sehingga
kemagnetan ini belum dapat menarik kontak PL 0. Karena kontak PL 0 belum
tertarik maka kontak PL 0 masih berhubungan dengan kontak PL 1.
Pada saat yang sama arus baterai yang menuju ke terminal IG regulator akan
mengalir ke kontak PL 1 kemudian ke kontak PL 0 kemudian ke terminal F regulator
kemudian ke terminal F alternator kemudian ke rotor koil lalu ke massa. Pada saat
ini kemagnetan yang terjadi pada rotor coil besar karena mendapatkan arus
langsung dari baterai tanpa melewati hambatan. Oleh sebab itu walaupun
kendaraan pada kecepatan idle ataupun berjalan pada kecepatan lampat tetap
terjadi proses pengisian baterai.
Pada saat kendaraan berjalan pada kecepatan sedang
Bila kecepatan kendaraan bertambah menjadi kecepatan sedang maka lampu
indikator pengisian akan tetap mati dan besarnya arus listrik yang dihasilkan untuk
pengisian baterai harus tetap stabil.

Cara kerjanya adalah bila kecepatan kendaraan bertambah menjadi kecepatan


sedang maka tegangan yang dihasilkan pada terminal B alternator juga akan
bertambah, akibatnya yang mengalir ke voltage regulator juga akan bertambah
sehingga kemagnetan yang terjadi juga akan bertambah. Kemagnetan pada voltage
regulator akan menarik kontak PL 0 namun belum mampu menarik kontak PL 0 agar
terhubung dengan kontak PL 2 (keadaan PL 0 mengambang).
Pada saat yang sama, maka aliran listrik dari terminal IG akan mengalir menuju
resistor kemudian ke terminal F regulator kemudian ke terminal F alternator
kemudian ke rotor coil kemudian ke massa. Karena arus yang menuju ke rotor coil
harus melewati resistor (tahanan) maka arus yang mengalir ke rotor coil akan
menjadi kecil, akibatnya medan magnet yang ditimbulkan oleh rotor coil juga akan
menjadi kecil.
Karena medan magnet yang dihasilkan oleh rotor coil kecil dan kecepatan putaran
rotor coil bertambah maka tegangan yang dihasilkan oleh alternator akan tetap
stabil.
Saat kendaraan berjalan pada kecepatan tinggi
Ketika kecepatan kendaraan naik menjadi kecepatan tinggi maka lampu indikator
pengisian akan tetap mati dan tegangan yang dihasilkan oleh alternator pun harus
tetap stabil jangan sampai terjadi over charging.

Ketika kecepatan kendaraan naik menjadi kecepatan tinggi maka tegangan yang
dihasilkan oleh alternator pada terminal B juga akan meningkat sehingga
kemagnetan yang timbul pada voltage regulator juga akan semakin naik.
Kemagnetan yang terjadi pada voltage regulator ini akan mampu menarik kontak PL
0 untuk berhubungan dengan kontak PL 2 sehingga arus dari terminal IG regulator
akan mengalir ke massa, akibatnya rotor coil tidak akan mendapatkan arus dari
terminal F. Karena rotor coil tidak mendapatkan arus maka kemagnetan pada rotor
coil akan menghilang. Menghilangnya kemagnetan pada rotor coil akan
menyebabkan tegangan pengisian yang dihasilkan oleh alternator juga akan
melemah.

Ketika tegangan yang dihasilkan alternator melemah pada terminal B maka


kemahnetan yang timbul pada voltage regulator pun juga akan menjadi kecil
(melemah). Akibatnya kontak PL 0 akan kembali terhubung dengan kontak PL 1
(kontak PL 0 lepas dari kontak PL 2). Ketika kontak PL 0 tidak terhubung kembali
dengan kontak PL 2 maka rotor coil akan kembali dialiri listrik sehingga akan timbul
kemagnetan pada rotor coil. Hal tersebut akan terjadi berkali-kali (kontak PL 0
hubung lepas dengan kontak PL 2) sehingga tegangan yang dihasilkan oleh
alterator tetap stabil tidak mengalami over charging.
Prinsip Kerja Alternator
Alternator merupakan salah satu komponen-komponen sistem pengisian kendaraan.
Alternator memiliki peran yang sangat penting pada sistem pengisian yaitu untuk
menghasilkan tegangan dan arus listrik yang nantinya digunakan untuk mengisi
(mencharger) baterai (aki/ accu).
Alternator berfungsi untuk merubah energi mekanik (gerak) menjadi energi listrik.
Listrik yang dihasilkan oleh alternator berbentuk listrik AC (bolak-balik). Untuk
merubah arus AC menjadi DC, maka pada alternator dilengkapi komponen
penyearah arus yaitu diode (rectifier). Diode ini menjadi satu di dalam alternator.
Selain diode, komponen-komponen alternator lainnya adalah rotor coil, stator coil
(field coil), kipas pendingin alternator, bearing, slip ring, puli, sikat (brush), shaft dan
rangka.
Prinsip kerja alternator

Bila sebuah konduktor (penghantar) diletakkan diantara magnet yang memiliki kutub
yang berbeda. Kemudian konduktor tersebut diputar sehingga memotong garis gaya
magnet yang ditimbulkan oleh kedua magnet tersebut. Maka akan timbul induksi
elektromagnetik sehingga akan menghasilkan arus listrik pada ujung konduktor
tersebut. Arus listrik yang dihasilkan oleh konduktor tersebut akan bersifat arus
bolak-balik karena arah arus yang dihasilkan berubah-ubah arahnya. Pada posisi
satu (pada gambar diatas) arah arus menuju ke arah huruf A sedangkan pada saat
posisi tiga (pada gambar diatas) arah arus menuju huruf B.
Hal tersebut diterapkan juga pada alternator, dimana pada alternator terdapat
kumparan yang diam (stator coil) dan kumparan yang bergerak (rotor coil). Pada
saat kunci kontak On maka rotor coil akan dialiri arus listrik sehingga pada rotor coil
akan timbul kemagnetan. Pada saat mesin dihidupkan maka puli alternator juga ikut
berputar (putaran puli alternator diputarkan oleh puli poros engkol melalui v-belt)
dan akan memutar rotor coil.
Di dalam rotor coil terdapat komponen penghantar yaitu stator coil (kumparan yang
diam) sehingga ketika rotor coil berputar, akibatnya medan magnet yang dibentuk
oleh rotor coil akan dipotong oleh stator coil sehingga pada stator coil akan timbul
induksi elektromagnetik.
Akibat dari induksi elektromagnetik yang terjadi, maka akan menghasilkan arus
listrik pada kumparan stator coil. Arus listrik yang dihasilkan ini akan bersifat arus
AC (bolak-balik). Arus bolak balik yang dihasilkan oleh stator coil ini nantinya akan
dirubah menjadi arus searah oleh diode (rectifier).

Pada alternator terdapat empat buah terminal yaitu terminal B, E, F dan terminal N.
Terminal B merupakan terminal output tegangan alternator yang nantinya
dihubungkan ke baterai untuk pengisian arus dan juga dihubungkan ke terminal B
regulator untuk mengatur arus pengisian.
Terminal F alternator berhubungan dengan sikat positif dan rotor coil, serta
terhubung dengan terminal F regulator.
Terminal N alternator terhubung dengan netral stator coil, serta terhubung dengan
terminal N regulator.
Sedangkan terminal E alternator terhubung dengan sikat negatif dan rotor coil, serta
terhubung dengan terminal E regulator. Terminal E juga dihubungkan dengan bodi
atau rangka alternator yang nantinya bodi alternator dihubungkan dengan terminal
negatif baterai (aki/ accu).
Penyebab Sistem Pengisian Konvensional Tidak Bekerja dan Bagaiana
Cara Mengatasinya

Sistem pengisian pada kendaraan memiliki fungsi utama yaitu untuk mengisi
kembali arus listrik di dalam baterai. Selain itu sistem pengisian juga berfungsi untuk
mensuplai energi listrik ke sistem-sistem kelistrikan yang berada di kendaraan
selama mesin hidup.
Sistem pengisian kendaraan dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu sistem pengisian
konvensional dan sistem pengisian IC. Pada kesempatan kali ini kami akan
membahas masalah yang saring ditimbulkan pada sistem pengisian konvensional.
Salah satu masalah yang sering terjadi pada sistem pengisian konvensional ini
adalah tidak adanya tegangan listrik yang dihasilkan oleh sistem pengisian.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan sistem pengisian tidak bekerja
antara lain :

1. V-belt putus
V-belt merupakan komponen yang berfungsi untuk menghhubungkan antara
putaran mesin dengan alternator. Apabila v-belt putus maka putaran mesin tidak
akan terhubung dengan alternator sehingga alternator tidak akan berputar.
Akibatnya maka tidak akan terjadi induksi tegangan pada alternator atau tegangan
listrik tidak akan dihasilkan oleh alternator walaupun pada alternator terjadi
kemagnetan pada field coil atau kumparan rotor.
2. Regulator rusak
Apabila regulator mengalami kerusakan maka dapat mengakibatnya sistem
pengisian tidak bekerja. Beberapa komponen yang terdapat pada regulator yang
apabila terjadi kerusakan maka sistem pengisian tidak akan bekerja antara lain
resistor putus kontak point pada voltage regulator kotor.

Apabila resistor dan kontak point yang ada pada rangkaian voltage regulator ini
putus maka aliran listrik dari terminal IG akan terhambat atau bahkan tidak dapat di
alirkan ke komponen rotor coil sehingga kemagnetan pada alternator tidak dapat
dibangkitkan oleh rotor coil.
3. Alternator rusak
Alternator merupakan bagian penting di dalam sistem pengisian yang berfungsi
untuk membangkitkan energi listrik yang nantinya digunakan untuk mengisi kembali
baterai dan untuk mensuplai arus listrik ke komponen-komponen kelistrikan selama
mesin hidup. Bila alternator ini rusak maka tentunya sistem pengisian tidak akan
bekerja, komponen-komponen alternator yang dapat mempengaruhi hilangnya
tegangan pengisian antara lain :
Rotor coil putus
Rotor coil merupakan kumparan yang ada di dalam alternator yang bergerak
bersama-sama dengan pully alternator. Rotor coil ini merupakan bagian alternator
yang berfungsi untuk membangkitkan medan magnet.
Rotor coil akan dapat membangkitkan medan magnet apabila ada arus listrik yang
melewati rotor coil sehingga apabila arus listrik ini hilang atau tidak ada maka rotor
coil tidak akan dapat membangkitkan kemagnetan.
Tegangan listrik dapat dihasilkan jika penghantar atau kumparan stator memotong
gaya medan magnet, apabila medan magnet tidak ada maka tegangan listrik juga
tidak akan dihasilkan. Arus listrik tidak dapat mengalir ke rotor coil dapat disebabkan
oleh beberapa hal, diantaranya adalah sambungan rotor coil dengan slip ring putus,
sikat habis, kumparan rotor terbakar atau terjadi hubungan singkat.
Stator coil putus
Stator coil merupakan bagian di dalam alternator yang berfungsi sebagai pemotong
garis medan magnet yang dibangkitkan oleh rotor coil. jika kumparan pada stator
coil ini putus maka sistem pengisian tidak akan terjadi.
Dioda putus
Dioda atau rectifier merupakan komponen elektronika yang berfungsi untuk
menyearahkan arus, atau merubah arus bolak balik (AC) menjadi arus searah (DC).
Jika doda penyearah ini putus maka arus listrik yang dihasilkan oleh alternator tidak
dapat disearahkan dan tidak dapat dialirkan. Akibatnya tidak akan ada arus
pengisian atau sistem pengisian tidak akan bekerja.
4. Wiring dan sirkuit
Komponen-komponen sistem pengisian saling dihubungkan melalui sebuah
rangkaian sistem pengisian. Komponen penghubung rangkaian tersebut adalah
kabel dan socket.
Bila kabel penghubung ini putus atau sambungan socket lepas maka akan dapat
menyebabkan sistem pengisian tidak bekerja karena sudah tentu bila kabel putus
atau socket lepas maka aliran listrik juga akan terputus, misalnya saja kabel yang
menghubungkan antara kunci kontak dengan terminal IG regulator putus atau
socket IG regulator lepas maka listrik tidak akan dapat dialirkan menuju ke rotor coil
sehingga rotor coil tidak akan terjadi kemagnetan dan menyebabkan sistem
pengisian tidak bekerja.
5. Komponen pengaman putus
Setiap komponen kelistrikan selalu dilengkapi dengan komponen pengaman yaitu
fuse. Fuse atau sekering berfungsi untuk emngamankan komponen-komponen pada
sistem pengisian agar tidak rusak bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan misalnya
terjadi hubungan pendek (konslet) atau arus yang mengalir besar.
Untuk mengatasi masalah-masalah diatas yang penyebabkan tidak adanya
tegangan pengisian yang dihasilkan oleh sistem pengisian dapat diatasi dengan
cara :
No Gejala atau gangguan Cara mengatasi
1 V-belt putus Ganti V-belt dengan yang baru
2 Regulator terbakar Ganti regulator
3 Rotor coil terbakar Perbaiki kumparan rotor coil atau
ganti alternator
4 Stator coil terbakar Perbaiki kumparan stator coil
atau ganti alternaor
5 Socket atau sambungan kabel Perbaiki sambungan kabel dan
putus atau kendor socket
6 Sikat (brush) habis Ganti sikat
7 Dioda putus Ganti dioda
8 Fuse putus Ganti fuse dengan spesifikasi
yang sama

Penyebab Lampu CHG (Indikator Pengisian) Menyala Terus Saat Mesin


Hidup
Salah satu sistem penting yang terdapat pada kendaraan adalah sistem pengisian
atau charging system.
Sistem pengisian ini berfungsi untuk mengisi kembali energi listrik ke dalam baterai
sehingga energi listrik yang tersimpan di dalam baterai selalu tersedia. Selain itu,
sistem pengisian juga berfungsi untuk mensuplai energi listrik ke seluruh sistem
kelistrikan yang ada pada kendaraan tersebut.
Sistem pengisian ini bekerja atau menghasilkan energi listrik pada saat mesin
dinyalakan. Energi gerak dari mesin ini akan dirubah menjadi energi listrik oleh
sistem pengisian.
Komponen yang merubah energi gerak menjadi listrik ini adalah komponen
generator atau alternator. Selain itu, untuk menjaga tegangan listrik yang dihasilkan
tetap stabil pada semua kecepatan maka pada sistem pengisian dipasangkan
pengatur tegangan keluar yaitu regulator.
Pada sistem pengisian kendaraan mobil juga dilengkapi dengan lampu indikator
pengisian atau lampu CHG. Lampu ini digunakan sebagai indikator apakah terjadi
masalah pada sistem pengisian atau tidak.
Baca juga : Komponen-komponen sistem pengapian
Salah satu masalah yang sering ditemui oleh pemilik kendaraan adalah lampu CHG
ini menyala terus ketika mesin hidup, padahal seharusnya lampu ini harus mati
ketika mesin hidup dan menyala ketika mesin mati namun kunci kontak On.
Tentu saja apabila lampu CHG ini menyala terus menerus walaupun mesin hidup
akan sangat mengganggu pengendara dan hal ini mengindikasikan ada masalah
pada sistem pengisian kendaraan tersebut.
Untuk dapat mengetahui penyebab lampu CHG ini menyala terus-menerus maka
anda harus mengetahui terlebih dahulu wiring diagram sistem pengisian kendaraan
tersebut. Sebagai contoh, di bawah ini diperlihatkan wiring diagram sistem pengisian
konvensional.
Lampu CHG dapat menyala karena adanya arus listrik yang mengalir ke lampu,
mudahnya pada lampu salah satu terminalnya mendapatkan tegangan positif dan
satu terminal lainnya mendapatkan tegangan negatif (massa).
Apabila salah satu tegangan yang ada diterminal ini dihilangkan atau dua terminal
tegangannya sama (positif dan positif atau negatif dan negatif) maka tidak ada aliran
arus listrik yang ke lampu karena salah satu syarat adanya aliran listrik adalah
adanya beda potensial sehingga apabila keadaan tersebut terjadi maka lampu tidak
akan menyala.
Kejadian di atas diterapkan pada kerja dari lampu CHG disistem pengisian. Ketika
kunci kontak On dan mesin mati maka lampu CHG menyala dan ketika mesin hidup
maka lampu CHG mati.
Baca juga : Cara kerja sistem pengisian konvensional
Untuk mematikan lampu CHG ini dilakukan oleh komponen voltage relay pada
regulator. Voltage relay aktif ketika adanya tegangan dari terminal N sehingga
apabila terdapat masalah pada voltage relay dan tegangan N (tegangan N hilang)
maka lampu tidak akan mati.
Penyebab lampu CHG menyala terus
1. Terminal F regulator dan F alternator tidak terhubung
Terminal F regulator dan F alternator tidak terhubung dapat disebabkan beberapa
hal misalnya sambungan kabel putus atau sambungan socket lepas. Apabila
terminal F regulator dengan terminal F alternator tidak terhubung maka tidak ada
harus yang menuju ke rotor coil sehingga rotor coil tidak akan dapat menimbulkan
medan magnet dan akibatnya tegangan listrik tidak akan dihasilkan termasuk pada
terminal N.
2. Socket terminal E alternator lepas
Socket terminal E alternator lepas atau terminal E alternator tidak mendapatkan
massa. Hal ini juga akan membuat rotor coil tidak akan dapat menghasilkan magnet
sehingga tegangan listrik yang dihasilkan aternator juga tidak ada dan akibatnya
tegangan pada terminal N juga tidak ada.
3. Sikat alternator habis
Apabilat sikat alternator habis maka arus listrik tidak dapat mengalir ke rotor coil
sehingga rotor coil tidak akan menghasilkan medan magnet dan akibatnya alternator
tidak menghasilkan tengangan termasuk pada terminal N.
4. Kumparan alternator rusak
Pada alternator terdapat dua kumparan yaitu rotor coil dan stator coil. apabila salah
satu kumparan ini rusak atau terbakar maka akibatnya alternator tidak akan
menghasilkan tegangan listrik termasuk pada terminal N nya.
5. Terminal N alternator dan N regulator tidak terhubung
Terminal N alternator dan N regulator tidak terhubung dapat disebabkan karena
kabel putus atau socket terlepas. Apabila terminal N pada alternator dan terminal N
pada regulator tidak terhubung maka tegangan N tidak akan dapat dialirkan ke
voltage relay regulator untuk mematikan lampu CHG.
6. Terminal IG regulator tidak terhubung dengan kunci kontak
Terminal IG regulator tidak terhubung dengan kunci kontak dapat disebabkan
karena kabel putus atau socket lepas. Apabila terminal IG regulator tidak terhubung
dengan terminal IG kunci kontak maka tidak ada arus yang mengalir ke terminal IG
regulator sehingga rotor coil juga tidak dialiri arus. Akibatnya rotor coil tidak ada
magnet dan alternator tidak menghasilkan tengangan listrik termasuk pada terminal
N.
7. Regulator rusak
Regulator rusak ini yang disebabkan karena rangkaian terminal IG menuju ke
terminal F tidak terhubung juga dapat memutus aliran listrik yang menuju ke rotor
coil sehingga alternator tidak dapat menghasilkan tegangan listrik. Selain itu, apabila
voltage relay pada regulator rusak juga dapat menyebabkan lampu CHG akan
menyala terus menerus.

Akibat MAP sensor Rusak

Pada kendaraan EFI (ElectronicFuel Injection) terdapat sensor-sensor yang


digunakan, sensor-sensor ini berguna sebagai signal input ECU (Electronic Control
Unit) sebagai dasar ECU untuk memerintahkan aktuator-aktuator dikendaraan
bekerja misalnya untuk mengatur penyemprotan injektor.
Salah satu sensor yang terdapat pada kendaraan adalah MAP (Manifold Absolute
Pressure) sensor. MAP sensor terdapat pada kendaraan dengan jenis D-EFI,
sedangkan pada kendaraan jenis L-EFI tidak menggunakan MAP sensor, namun
fungsinya digantikan dengan air flow meter.
MAP sensor berfungsi untuk mengukur jumlah udara yang masuk berdasarkan
dengan tekanan di intake manifold. ECU akan menggunakan informasi dari MAP
sensor ini untuk mengatur jumlah bahan bakar yang akan disemprotkan atau
diinjeksikan agar performa mesin tetap optimal dan konsumsi bahan bakar dapat
efisien.
MAP sensor terhubung dengan intake manifold melalui selang, dan pada MAP
sensor terdapat 3 terminal yaitu terminal E2, teminal VC dan terminal PIM. Terminal
E2 digunakan sebagai ground atau massa, terminal VC merupakan signal tegangan
input MAP sensor dari ECU yaitu sebesar 5 volt sedangkan terminal PIM
merupakan signal tegangan output MAP sensor yang dikirim kembali ke ECU.
Selang yang terhubung antara intake manifold dan MAP sensor bila lepas maka
dapat mengakibatkan putaran mesin menjadi kasar atau mesin menjadi mati, hal
tersebut tergantung dari besar kecilnya lubang selang pada intake manifold.
Apakah akibat yang ditimbulkan jika MAP sensor rusak?
Akibat yang timibulkan jika MAP sensor ini rusak sebenarnya kelihatan tidak begitu
berdampak fatal, karena bila terjadi kerusakan pada MAP sensor maka ECU masih
menyimpan data pada memori ECU, untuk digunakan sebagai data ketika MAP
sensor tidak berfungsi.
Namun bila MAP sensor mengalami kerusakan harus segera diperbaiki atau diganti
karena jika MAP sensor rusak akan menimbulkan gejala-gejala berikut ini :
• Lampu check engine EFI yang berada di dashboard kendaraan akan
menyala.
• Mesin menjadi bermasalah saat putaran idle yaitu idle terasa kasar.
• Saat kendaraan digas untuk akselerasi akan menjadi lambat.
• Emisi gas buang yang ditimbulkan menjadi lebih banyak.
• Pemakaian bahan bakar menjadi lebih boros.

Cara mengetahui MAP sensor yang rusak


Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah MAP sensor
mengalami kerusakan atau tidak yaitu salah satunya dengan menggunakan scanner
EFI. Selain itu dapat dilakukan dengan memeriksa tegangan input yang menuju ke
terminal VC dan memeriksa tegangan output yang keluar dari terminal PIM. Berikut
ini contoh pemeriksaan MAP sensor pada toyota tipe 4AFE :
Terminal Kondisi Soket Kundisi Kunci Kontak Tegangan Spesifikasi
E2 dan VC Dilepas Kunci Kontak On 5 volt
E2 dan PIM Terpasang Kunci Kontak On dan 0,3 – 0,5 volt
Kevakuman 0,13 bar
E2 dan PIM Terpasang Kunci Kontak On dan 0,7 – 0,9 volt
Kevakuman 0,27 bar
E2 dan PIM Terpasang Kunci Kontak On dan 1,1 – 1,3 volt
Kevakuman 0,40 bar
E2 dan PIM Terpasang Kunci Kontak On dan 1,5 – 1,7 volt
Kevakuman 0,54 bar
Jika kerusakan pada MAP sensor sudah diperbaiki, maka untuk menghapus data
yang tersimpan di ECU dapat dilakukan dengan menggunakan scanner EFI atau
melepas sekering EFI kurang lebih selama 10 detik. Namun untuk lebih jelasnya
tentang cara pemeriksaan MAP sensor dapat dilakukan dengan melihat buku
manual kendaraan tersebut.

Fungsi MAP (Manifold Absolute Pressure) Sensor

Kendaraan dengan sistem injeksi (EFI) di dalamnya terdapat berbagai jenis sensor
untuk mendeteksi kinerja mesin, beban kerja mesin, temperatur mesin, udara masuk
dan sebagainya.
Hasil pengukuran atau pendeteksian oleh sensor ini selanjutnya dikirimkan ke ECU
untuk diolah atau dikalkulasikan untuk mengatur kerja dari aktuator-aktuator,
misalnya untuk mengatur durasi penyemprotan injektor.
Salah satu sensor yang terdapat pada kendaraan EFI adalah sensor MAP (Manifold
Absolute Pressure).
Sensor MAP ini berbeda dengan sensor MAF (Mass Air Flow). Pada kendaraan
injeksi tipe D-EFI digunakan sensor MAP sedangkan untuk kendaraan injeksi tipe L-
EFI digunakan sensor MAF.
Fungsi kedua sensor ini hampir sama yaitu untuk mendeteksi banyaknya udara
yang masuk. Volume udara masuk ini diukur agar campuran antara udara dan
bahan bakar dapat ideal.
Salah satu metode untuk mengukur volume udara yang masuk pada mesin injeksi
adalah dengan menggunakan sensor MAP.
Sensor MAP ini berfungsi untuk mendeteksi atau mengukur volume udara yang
masuk berdasarkan kevakuman yang terjadi di dalam intake manifold.
Cara kerja MAP sensor
Sensor MAP terdiri dari tiga terminal kabel dan satu selang vakum. Selang vakum
sensor MAP ini terhubung dengan intake manifold chamber, sedangkan tiga
terminal kabel ini yaitu terdiri dari :

• Terminal VC, yaitu terminal yang mendapatkan tegangan atau signal inputan
dari ECU yaitu sebesar 5 volt ketika kunci kontak di On kan.
• Terminal PIM, yaitu terminal yang digunakan sebagai terminal keluaran atau
signal output dari sensor MAP. Tegangan ini nilainya akan bervariasi
tergantung dari kevakuman manifold dan tegangan keluaran ini nantinya akan
dikirimkan kembali ECU sebagai inputan data oleh ECU.
• Terminal E2, yaitu terminal yang digunakan sebagai massa atau ground dari
sensor MAP.
Cara kerja dari sensor MAP ini adalah mengukur tekanan di dalam intake manifold
chamber melalui selang vakum yang terhubung di antara sensor MAP dengan
intake manifold chamber.
Kevakuman pada intake manifold terjadi ketika mesin dalam keadaan hidup dan
akan berubah-ubah nilai kevakumannya ketika pedal gas diinjak (tergantung bukaan
throttle valve).
Di dalam sensor MAP terdapat komponen silicon chip yang berfungsi merubah
tahanan sesuai dengan tekanan intake manifold.
Satu sisi dari silicon chip terhubung dengan tekanan intake manifold dan satu sisi
lainnya terhubung dengan ruang vakum (vacuum chamber). Untuk lebih jelasnya
perhatikan gambar di bawah ini :

Pada ruang vacuum chamber tekanannya akan tetap konstan sedangkan pada
ruang intake manifold pressure tekanannya akan berubah-ubah.
Perubahan tekanan pada intake manifold akan menyebabkan perubahan bentuk
dari silicon chip. Nilai tahanan pada silicon chip juga akan berubah sesuai dengan
tingkat perubahannya.
Tegangan signal dari ECU akan masuk kedalam terminal VC yaitu sebesar 5 volt.
Tegangan ini akan mengalir melewati silicon chip. Apabila tahanan pada silicon chip
besar maka tegangan yang melewatinya akan semakin kecil.
Tegangan yang telah melewati silicon chip ini selanjutnya akan dikirimkan ke
terminal PIM dan selanjutkan di kirimkan ke ECU.
Ketika terjadi masalah pada sensor MAP maka lampu check engine atau MIL
(Malfunction Indicator Lamp) akan menyala.
Letak dari lampu check engine atau MIL terletak pada bagian combination meter
atau pada dashboard kendaraan.
Pada kondisi normal, lampu check engine akan mati ketika mesin hidup dan akan
menyala ketika kunci kontak On dan mesin mati, namun apabila lampu check
engine ini menyala secara terus-menerus hal ini menandakan ada masalah pada
sensor.
Baca juga : Akibat sensor MAP rusak
Untuk dapat mengetahui apakah kerusakan yang terjadi karena benar-benar
disebabkan karena sensor MAP dan bukan sensor-sensor lainnya maka dibutuhkan
alat khusus yaitu scan tool atau scanner EFI.

Sensor-Sensor Pada Sistem EFI


Sensor-sensor pada engine EFI merupakan komponen-komponen yang berfungsi
untuk mensensor atau mendeteksi kondisi dari engine sebagai inputan data yang
akan dikirim ke ECU, sehingga berdasarkan data-data dari sensor-sensor maka
ECU akan memerintahkan actuator untuk bekerja. Adapun sensor-sensor pada
engine EFI antara lain sebagai berikut :
1. MAP(Manifold Absolute Pressure) Sensor

MAP sensor berfungsi untuk :


• Berguna untuk mengukur berapa banyak udara yang masuk ke dalam ruang
bakar berdasarkan tekanan kevakuman pada intake manifold dan nantinya
data ini akan digunakan untuk menentukan seberapa banyak jumlah bahan
bakar yang akan diinjeksikan
• Sebagai dasar untuk memajukan dan mengundurkan saat pengapian pada
Elektronic Spark Advancer (ESA)
2. Sensor Air Flow Meter atau Sensor Mass Air Flow

Sensor Air Flow Meter atau Mass Air Flow ini terdapat pada mesin EFI tipe L.
Fungsi dari sensor air flow meter ini adalah untuk mengukur jumlah udara yang
masuk kedalam intake manifold yang nantinya inputan dari singnal air flow ini
digunakan oleh ECU untuk menentukan berapa banyak bahan bakar yang akan
diinjeksikan.

3. IATS (intake Air Temperatur sensor)

Sensor IATS ini berfungsi untuk mendeteksi temperatur atau suhu udara yang
masuk kedalam intake manifold.

4. WTS(Water Temperatur Sensor) atau ECT (Engine Coolant Temperatur)


Sensor
WTS ini berfungsi untuk menyensor atau mendeteksi temperatur engine dengan
cara menyensor temperatur dari air pendingin, yang nantinya berguna untuk :
• Bila engine masih dalam keadaan dingin maka ECU akan memerintahkan
injektor menyemprotkan bahan bakar yang lebih banyak sehingga campuran
bahan bakar dan udara menjadi kaya
• Bila engine terjadi masalah berupa over heating maka ECU akan
memutuskan atau menghentikan proses penginjeksian sehingga engine mati

5. TPS(Throttle Position Sensor)

TPS berfungsi untuk mensensor atau mendeteksi pembukaan dari pedal gas melalui
bukaan throttle yang berguna untuk menentukan jumlah bahan bakar yang akan
diinjeksikan sesuai dengan bukaan gas
6. Knock Sensor
Knock sensor berfungsi untuk :
• Mensensor atau mendeteksi engine bila terjadi masalah knocking atau
ngelitik.
• Bila terjadi knocking pada engine maka ECU akan memerintahkan timing
pengapian untuk dimundurkan sampai tidak terjadi knocking kemudian
dimajukan kembali. Cara kerja dari kontrol loop ECU saat terjadi masalah
knocking dapat dilihat pada skema dibawah ini


7. VSS (Vehicle Speed Sensor)

VSS berfungsi untuk menyensor atau mendeteksi kecepatan dari kendaraan


8. Crank Angle Sensor atau Crank Shaft Position Sensor dan Cam Angle
Sensor atau Cam Shaft Position Sensor

Crank Angle Sensor atau Crank Shaft Position Sensor berfungsi untuk mendeteksi
sudut dari crank shaft atau poros engkol. Sedangkan Cam Angle Sensor atau Cam
Shaft Position Sensor berfungsi untuk mendeteksi sudut daricam shaft atau poros
nok. Kedua sensor ini secara keseluruhan digunakan untuk mensensor atau
mendeteksi putaran dari engine dan mengidentifikasi posisi piston.
9. A/F (Air Fuel Ratio) Sensor

A/F sensor berfungsi untuk mensensor atau mendeteksi setelan campuran udara
dan bahan bakar saat kendaraan pada kecepatan idle atau stasioner

Anda mungkin juga menyukai