Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan pasca persalinan (Postpartum Hemorrhage = PPH) sampai saat ini
masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal baik di Negara
maju maupun di negara berkembang.
Kelahiran bayi adalah suatu proses normal namun adakalanya ditemui
kejadian morbiditas dan mortalitas maternal yang berkaitan dengan permasalahan
yang dihadapi pada kala ketiga persalinan. Kala ketiga persalinan merupakan suatu
proses berlanjut yang dimulai dengan lahirnya janin dan berakhir dengan lahirnya
plasenta. Umumnya sekitar 5 sampai 10 menit, tetapi tidak sampai melebihi dari 30
menit.
Kematian maternal adalah suatu tragedi dan merupakan kerugian besar bagi
masyarakat dan suatu bangsa. Sekitar setengah juta wanita mati tiap tahun akibat
proses kelahiran bayi dan kehamilan. Sekitar seperempat di antara mereka mengalami
komplikasi yang terjadi pada kala ketiga persalinan.
Indonesia yang terletak di Asia Tenggara sampai dengan saat ini masih
menduduki angka tertinggi kematian yaitu sebanyak 307/100.000 (SDKI tahun 1998-
2002). Faktor penyebab kematian tersebut yaitu perdarahan (28%) disusul
Preeklamsia-eklamsia dan infeksi masing-masing sebanyak 13% dan 10%. Secara
keseluruhan di seluruh dunia ini kematian maternal sebanyak 600.000 pertahun dan
yang disebabkan oleh PPH sebanyak 125.000 wanita pertahun.
Beberapa pendekatan untuk mencegah PPH diantaranya melalui penanganan
aktif kala tiga (PAKT). Setiap ibu melahirkan harus mendapatkan penanganan aktif
kala tiga (active management of the third stage). PAKT adalah sebuah tindakan
(intervensi) yang bertujuan mempercepat lahirnya plasenta dengan meningkatkan
kontraksi uterus sehingga menurunkan kejadian perdarahan postpartum karena atoni
uteri.
Tindakan ini meliputi 3 komponen utama yakni (1) pemberian uterotonika
(Oksitosin 10 unit disuntikan secara intramuskular segera setelah bahu depan atau
janin lahir seluruhnya), (2) tarikan tali pusat terkendali yang dilakukan pada saat
uterus berkontraksi kuat. Jangan lupa melakukan counter-pressure terhadap uterus
untuk menghindari inversi.
Oksitosin dan metilergonovin masih merupakan obat lini pertama. Oksitosin
dberikan lewat infus dengan dosis 20 unit per liter dengan tetesan cepat. Bila sudah
terjadi kolaps sirkulasi oksitosin 10 unit diberikan lewat suntikan intramiometrial.
Tidak ada kontraindikasi untuk oksitosin dalam dosis terapetik, hanya ada sedikit
efek. Metilergonovin tidak boleh diberikan pada pasien hipertensi. Misoprostol rektal
dengan dosis tinggi (1000 µg) terbukti efektif menghentikan perdarahan postpartum
yang membandel (refractory).
Penanganan berikutnya, jika tidak terdapat robekan jalan lahir maka segera
dilakukan eksplorasi kavum uterin untuk menyingkirkan adanya retensi sisa plasenta.
Jika setelah manuver ini perdarahan masih berlangsung dan kontraksi uterus lembek,
maka atonia uteri adalah penyebab perdarahan.
Pemberian tampon (packing) uterovagina pada PPH dengan kassa gulung
dapat merugikan karena memerlukan waktu untuk pemasangannya, selain itu juga
dapat menyebabkan perdarahan yang tersembunyi atau bila ada perembesan berarti
banyak darah yang sudah terserap di tampon tersebut sebelumnya dan dapat
menyebabkan infeksi. Hasil penelitian tentang tampon yang dikembangkan untuk
penanganan PPH adalah menggunakan Sengstaken-Blakemore tube, Rusch urologic
hydrostatic balloon catheter (Folley catheter) atau tamponade balloon catheter.
Pada tahun 2003 Sayeba Akhter dkk mengajukan alternatif baru dengan
pemasangan kondom yang diikatkan pada kateter. Dari penelitiannya disebutkan
angka keberhasilannya 100% (23 berhasil dari 23 PPH), kondom dilepas 24 – 48 jam
kemudian dan tidak didapatkan komplikasi yang berat. Indikasi pemasangan kondom
sebagai tampon tersebut adalah untuk PPH dengan penyebab Atonia Uteri. Cara ini
kemudian disebut dengan “Metode Sayeba”. Metode ini digunakan sebagai alternatif
penanganan HPP terutama sambil menunggu perbaikan keadaan umum, atau rujukan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah cara penggunaan kondom kateter untuk menghentikan perdarahan post
partum?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kondom kateter
2. Untuk mengetahui fungsi kondom kateter yang benar
3. Untuk mengetahui indikasi pemasangan kondom kateter
4. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian kondom kateter
5. Untuk mengetahui persiapan alat-alat penggunaan kondom kateter
6. Untuk mengetahui cara pemasangan kondom kateter

D. Manfaat
Untuk meningkatkan pengetahuan tentang kondom kateter
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Hasil penelitian tentang tampon yang dikembangkan untuk
penanganan PPH adalah menggunakan Sengstaken-Blakemore tube, Rusch
urologic hydrostatic balloon catheter (Folley catheter) atau tamponade balloon
catheter. Pada tahun 2003 Sayeba Akhter dkk mengajukan alternatif baru
dengan pemasangan kondom yang diikatkan pada kateter. Dari penelitiannya
disebutkan angka keberhasilannya 100% (23 berhasil dari 23 PPH), kondom
dilepas 24 – 48 jam kemudian dan tidak didapatkan komplikasi yang berat.
Metode ini dikembangkan di Bangladesh oleh seorang Ginekologist,
Prof. Sayeba Archer. Metode Sayeba digunakan sebagai alternatif penanganan
HPP terutama sambil menunggu perbaikan keadaan umum, atau rujukan.
Metode Sayeba yaitu salah satu upaya mengontrol perdarahan post
partum karena atonia uteri. Prinsip kerjanya adalah dengan cara menekan
cavum uteri dari sisi dalam ke arahn luar sehingga terjadi penekanan pada
arteria sistemik serta memberikan tekanan hidrostatistik dengan menggunakan
media kateter yang dimasukkan kondom dan di isi dengan air.
Pada awalnya kondom diikatkan dalam sebuah kateter, sehingga
metode ini lebih dikenal dengan nama kondom kateter. Sekarang kondom di
ikatkan langsung dalam ujung selang infus, sehingga cara ini sekarang dikenal
dengan tampon kondom.
Pemasangan bersifat sementara, sebagai persiapan sebelum rujuk,
selama dalam rujukan, atau menunggu persiapan operasi. Dalam situasi
darurat, dimana uterotonika tidak tersedia, maka pengunaan tampon kondom
sangat dianjurkan, meskipun evidence base nya rendah.

B. Fungsi
Fungsi utama metode ini adalah mengembangkan uterus dari dalam
dengan mengembangkan kondom yang di isi air, sehingga kondom menekan
pembuluh darah yang terbuka.
C. Indikasi
Indikasi utama adalah perdarahan karena atonia uteri, yang gagal
dikelola dengan cara medikamentosa, sementara uterus masih harus
dipertahankan. Sebagai persiapan harus dipastikan bahwa tidak terdapat
robekan jalan lahir, maupun ruptur uterus, dan tidak terdapat sisa jaringan
plasenta.

D. Keuntungan
1. Mudah
2. Tidak memerlukan biaya yang banyak
3. Semua tenaga kesehatan bisa melakukan nya termasuk bidan/perawat
4. Efektifitas tinggi
5. Pemasangan bersifat sementara
6. Aman
7. Sederhana

E. Kerugian
1. Kondom kateter bisa lepas jika pemasangan nya tidak benar
2. Kondom bisa bocor jika tidak layak pakai
3. Evidence base nya rendah
4. Rekomendasi nya lemah

F. Alat dan Bahan


1. Kondom steril layak pakai
2. Kateter foley
3. Larutan NaCL sesuai kebutuhan
4. Benang silk/benang tali pusat
5. Kassa jegul
G. Cheklist Cara Pemasangan
No. Urutan Tindakan Ya Tidak

Tahap Orientasi
1. Memperkenalkan diri
2. Menjelaskan maksud dan tujuan
3. Meminta persetujuan pasien/keluarga
4. Menyiapkan alat
5. Menjaga privacy
6. Mencuci tangan
Tahap Kerja

1. Penderita tidur diatas meja ginekologi dalam posisi


lithotomi.
2. Aseptik dan antiseptik genitalia eksterna dan sekitarnya

3. Buka kondom, masukkan ke dalam ujung kateter

4. Ikat mulut kondom dengan benang silk/benang tali pusat

5. Ujung luar kateter dihubungkan dengan cairan infus


NaCl
6. Asisten dalam posisi melakukan kompresi bimanual
interna. Asisten melepaskan kompresi, secara stimultan,.
bidan memasukan kondom ke dalam kavum uteri secara
digital menggunakan jari.
7. Kemudian kondom digembungkan dengan mengalirkan
cairan dari selang infus, sampai ada tahanan atau
perdarahan berhenti, kemudian cairan infus ditutup
kembali.
8. Dimasukkan tampon bola untuk memfiksasi kondom
supaya tidak terlepas 10.
9. Dilakukan observasi tanda vital dan perdarahan
pervaginam, selama 15 – 30 menit. Bila tanda vital stabil
dan perdarahan pervaginam berhenti, berarti pemasangan
kondom hidrostatik intrauterin berhasil.
10. Pasien dapat dilakukan observasi atau segera dirujuk atau
bila tindakan dilakukan di Rumah Sakit, dapat dilakukan
persiapan kamar operasi untuk laparatomi sebagai
rencana cadangan.
11. Apabila pasien stabil dan perdarahan per vaginam
berhenti, kondom hidrostatik intrauterin menjadi
tatalaksana utama, dan dapat dipertahankan selama 24-48
jam, jika perlu cairan dalam kondom dikeluarkan secara
bertahap. Berikan uterotonika dan antibiotik.
Tahap Terminasi

1. Menanyakan pasien bagaimana perasaan nya setelah


tindakan
2. Berpamitan

3. Dokumentasi
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perdarahan postpartum sering bersifat akut dan merupakan sebab utama
kematian maternal. Upaya untuk penanganan perdarahan postpartum ada 3 hal
yakni pencegahan, penghentian perdarahan, dan mengatasi syok. Penanganan
aktif kala III persalinan persalinan merupakan tindakan preventif yang harus
diterapkan pada setiap persalinan. Misoprostol dengan dosis 600-1000 dapat
dipakai bila obat lini pertama gagal.
Tindakan bedah dilakukan bila usaha menghentikan perdarahan tidak berhasil.
Tindakan tersebut adalah kompresi bimanual, tamponade, jahitan B Lynche,
histerektomi dan tamponade intraabdominal. Metode Sayeba merupakan salah
satu bentuk penanganan PPH dengan memasang balon kateter di cavum uteri.
Penggunaan kondom kateter ini aman, sederhana, murah untuk menghentikan
perdarahan pasca persalinan dan dapat dijadikan pilihan utama untuk perdarahan
pasca persalinan pada persalinan pervaginam. Seluruh petugas kesehatan
termasuk bidan dapat melakukan teknik ini saat menghadapi perdarahan pasca
persalinan.

B. Saran
Kondom kateter merupakan metode yang masih baru sehingga dilakukan usaha
untuk meningkatkan pengetahuan tentang kondom kateter yaitu penyuluhan
tentang :
1. Pengertian kondom kateter
2. Keuntungan metode kateter
3. Macam-macam modifikasi kondom keteter
4. Indikasi metode kondom kateter
5. Cara pemasangan kondom kateter
Lampiran

Skenario Roleplay Kondom Kateter

Pada suatu hari di Puskesmas Ungaran ada ibu bersalin bernama Ny.
Tuti, persalinan Ny. Tuti di tangani oleh bidan Via dan bidan Nana. Namun
setelah melalui proses persalinan Ny. Tuti mengalami PPH. Bidan Via lalu
melakukan KBI untuk menghentikan perdarahan, sedangkan bidan Nana
menangani bayinya. Ternyata KBI tidak berhasil menghentikan perdarahan.
Bidan Via pun melakukan KBE sedangkan bidan Nana menyiapkan obat
uterotonika untuk menghentikan perdarahan dan membuat uterus kontraksi.
Setelah dilakukan berbagai upaya penangan PPH, ternyata tidak ada yang
berhasil. Akhirnya Bidan Via pun merujuk Ny. Tuti ke RS. Namun sebelum
di rujuk Bidan Via melakukan tindakan pemasangan kondom kateter untuk
mencegah syok atau menghentikan perdarahan selama perjalanan ke RS.
Terjadilah percakapan antara Bidan Via, Ny. Tuti dan Pak Tio (Suami
bu Tuti)
Bidan Via : pak, bu ini ibu mengalami perdarahan karena rahim nya tidak
berkontraksi. Tadi saya sudah mencoba melakukan upaya
penanganan, namun rahim ibu masih belum berkontraksi
sehingga masih terjadi perdarahan. Saya sangat menyarankan
agar bu Tuti di rujuk ke RS yang alatnya lebih memadai.
Bagaimana pak/bu apakah setuju?
Pak Tio : kalo memang itu yg terbaik buat istri saya, saya setuju bu bidan
Bidan Via : Namun sebelum dirujuk kerumah sakit saya akan melakukan
tindakan guna mencegah ibu kehilangan darah lebih banyak saat
dalam perjalanan ke RS. Apakah ibu/bpk setuju?
Pak Tio : Saya setuju bu, tolong lakukan yang terbaik agar istri saya selamat
Bidan Via : Baik pak kalo gitu saya siapkan alatnya terlebih dahulu.
Bidan Via pun menyiapkan alat dan melakukan pemasangan kondom
kateter, untuk penanganan selama perjalanan merujuk.
*memasang kondom kateter....
Bidan Via : pak/bu ini saya sudah selesai memasang alatnya, sebaiknya kita
bergegas ke RS
Pak Tio : siap bu bidan..

Anda mungkin juga menyukai