Anda di halaman 1dari 47

WALK THROUGH SURVEY DI PERUSAHAAN

PT. MARTINA BERTO, TBK


14 NOVEMBER 2019
KESEHATAN KERJA DAN ERGONOMI

Kelompok II

Laras Hanum S 030.12.147


Ayu Fitriah 030.13.034
Ade Kurnia Cornelis B 030.14.002
Cika Dhia Salsabila 030.14.037
Devi Sawitri 030.14.048
Fahri Somantri 030.14.060
Feni Andriani 030.14.068
Nur Hadi Kuswoyo 030.14.149
Tri Mulyani 030.14.194
Winda Wiranti 030.14.200

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 11 – 18 NOVEMBER 2019
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
atas rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan kunjungan perusahaan Walk
Through Survey sebagaimana mestinya. Laporan Walk Through Survey disusun
untuk melengkapi rangkaian kegiatan Pelatihan Hiperkes dan Kesehatan Kerja
yang dilaksanakan pada periode 28 Oktober 2019 – 29 November 2019. Laporan
ini memaparkan mengenai Kesehatan Kerja dan Ergonomi pada perusahaan PT.
Martina Berto, Tbk.
Dalam usaha penyelesaian laporan ini, kami banyak memperoleh
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan
oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami menerima semua saran dan
kritikan yang membangun guna perbaikan kedepannya.

Jakarta, 18 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................................ 2
1.3 Ruang Lingkup ................................................................................... 2
1.4 Dasar Hukum ..................................................................................... 3
1.5 Gambaran Umum Perusahaan ............................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 10


2.1 Kesehatan Kerja ............................................................................... 10
2.2 Ergonomi .......................................................................................... 18
2.3 Antopometri ..................................................................................... 21
2.4 Aplikasi Prinsip Ergonomi di Tempat Kerja ................................... 23
2.5 Pencegahan HIV/AIDS dan Narkoba ............................................ 24

BABA III HASIL PENGAMATAN .................................................................. 25


3.1 Fasilitas Pelayanan Kesehatan .......................................................... 28
3.2 Program Pelayanan Kesehatan .......................................................... 28
3.3 Training and Development Program ................................................ 29
3.4 Pemeriksaan Kesehatan .................................................................... 30
3.5 Kesesuaian Pekerja dengan Alat ...................................................... 30
3.6 Program Pemenuhan Gizi Pekerja, Kantin atau Ruang Makan ....... 31
3.7 Penyakit Akibat Kerja ...................................................................... 31
3.8 Sarana P3K dan Tim ........................................................................ 31

ii
BAB IV RUMUSAN MASALAH ..................................................................... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 37


5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 37
5.2 Saran ................................................................................................. 37

BAB VI PENUTUP ............................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur Produksi ........................................................................................ 9

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pemecahan Masalah ............................................................................... 32

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah semua kondisi dan faktor
yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja
maupun orang lain di tempat kerja, Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja suatu
perusahaan menentukan baik tidaknya suatu performa kerja dalam perusahaan
tersebut, pengembangan dan peningkatan K3 di sektor kesehatan perlu dilakukan
guna menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat hubungan
kerja yang dapat mempengaruhi produktivitas dan efisiensi kerja. K3 juga bertujuan
mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).
Ruang lingkup kesehatan kerja dan ergonomi merupakan sektor yang berperan.
Kecelakaan di tempat kerja merupakan penyebab utama penderita
perorangan dan penurunan produktivitas. Menurut ILO, setiap tahun ada lebih dari
250 juta kecelajaan di tempat kerja dan lebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit
karena bahaya di tempat kerja, terlebih lagi, 1,2 juta pekerja meninggal akibat
kecelakaan dan sakit di tempat kerja, dalam istilah ekonomi, diperkirakan bahwa
kerugian tahunan akibat kecelakaan kerja dan penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan di beberapa Negara dapat mencapai 4 persen dari produk nasional bruto
(PNB).
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia
masih tergolong rendah. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing
perusahaan Indonesia di dunia Internasional masih sangat rendah. Motivasi utama
dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk mencegah
kecelakaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan, Selain
membutuhkan perhatian yang terus menerus, tindakan efektif pada keselamatan dan
kesehatan kerja menuntut komitmen bersama dari pekerja dan pengusaha, pekerja
dan pengusaha harus siap untuk menghormati prinsip-prinsip keselamatan dan
kesehatan kerja yang diakui dengan baik. Oleh karena itu disamping perhatiaan
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi pekerja dengan peraturan

1
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja seperti yang telah diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 1/1970 tentang keselamatan kerja.
Salah satu kegiatan dalam pelatihan hiperkes yang diselenggarakan oleh
Pusat K3 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI adalah melakukan
kunjungan ke perusahaan PT. Martina Berto, tbk. pada tanggal 11 Oktober 2019,
merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri kosmetik, berlokasi di Pulo
Gadung, Jakarta Timur. Melalui laporan ini kami, dokter muda Universitas Trisakti
menyampaikan hasil inspeksi secara objektif dan subjektif pada PT. Martina Berto,
tbk. beserta hasil analisa data dan pemecahan masalah yang kami temukan terkait
penerapan SMK3 di perusahaan tersebut.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Tujuan Umum
- Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan produktivitas

1.2.2 Tujuan Khusus


- Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja
- Mengetahui fasilitas pelayanan kesehatan dan program kesehatan pada
perusahaan sebagai bagian dari K3

1.3 Ruang Lingkup


1. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja.
- Sarana dan Prasarana.
- Tenaga (dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja, dokter Perusahaan
dan paramedis Perusahaan).
- Organisasi (pimpinan Unit Pelayanan Kesehatan Kerja, pengesahan
penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja).
2. Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.
- Awal (Sebelum Tenaga Kerja diterima untuk melakukan pekerjaan).
- Berkala (sekali dalam setahun atau lebih).

2
- Khusus (secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu berdasarkan
tingkat resiko yang diterima).
- Purna Bakti (dilakukan tiga bulan sebelum memasuki masa pensiun).
3. Pelaksanan P3K (petugas, kotak P3K dan Isi Kotak P3K).
4. Pelaksanaan Gizi Kerja.
- Kantin / ruang makan
- Katering pengelola makanan bagi Tenaga Kerja.
- Pemeriksaan gizi dan makanan bagi Tenaga Kerja.
- Pengelola dan Petugas Katering.
5. Pelaksanaan Pemeriksaan Syarat-Syarat Ergonomi.
Prinsip Ergonomi:
- Antropometri dan sikap tubuh dalam bekerja.
- Efisiensi Kerja.
- Organisasi Kerja dan Desain Tempat Kerja
- Faktor Manusia dalam Ergonomi.
Beban Kerja :
- Mengangkat dan Mengangkut.
- Kelelahan.
- Pengendalian Lingkungan Kerja.
6. Pelaksanaan Pelaporan (Pelayanan Kesehatan Kerja, Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja dan Penyakit Akibat Kerja)

1.4 Dasar Hukum


Dengan alasan untuk melindungi para tenaga kerja dan pengembangan usaha
demi tercapainya tidak adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja maka ada
beberapa landasan yang digunakan oleh perusahaan, sebagai berikut :

 UU No.I tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja


 UU No 13 tahun 2003 pasal 86 dan 87 tentang ketenagakerjaan
 UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
 UU No 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja

3
 Permenakertrans No.03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja
 Kepres RI No.22 tahun 1993 tentang penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja
 Kepmenakertrans No.68 tahun 2004 tentang pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja
 Permenakertrans No.11/Men/VI/2005 tentang pencegahan penyalahgunaan
narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja
 Permenakertrans No.01/Men/1976 tentang kewajiban pelatihan hiperkes
bagi dokter perusahaan
 Permenakertrans No.01/Men/1979 tentang kewajiban pelatihan hiperkes
bagi paramedik perusahaan
 Permenakertrans No.Per 02/Men/1980 tentang pemeriksaan kesehatan
tenaga kerja dalam penyelanggaraan keselamatan kerja
 Permenakertrans No.Per 03/Men/1983 tentang pelayanan kesehatan kerja.
 SE.Menakertrans No.SE.01/Men/1979 tentang pengadaan kantin dan ruang
makan
 SE.Dirjen binawas No.SE.86/BW/1989 tentang perusahaan catering yang
mengelola makanan bagi tenaga kerja
 Permenakertrans No.Per 05/MEN/VIII/2008 tentang pertolongan pertama
pada kecelakaan di tempat kerja.
 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No 609 tahun 2012
tentang pedoman penyelesaian kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja.
 PP No. 44 tahun 2005 tentang penyelenggaraan program jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan kecelakaan.

1.5 Gambaran Umum Perusahaan


 Sejarah Perusahaan

4
PT. Martina Berto Tbk merupakan perusahaan yang memproduksi
kosmetik dan jamu, Martina Berto didirikan pada tahun1977 oleh Dr H.C
Martha Tilar, Dr HC Martha Tilar mengawali usaha dengan membuka salon
kecantikan pada tahun 1977, selain itu beliau terus menimba ilmu tantang
kecantikan dan perawatan tubuh ke pusat kecantikan di Amerika dan Eropa,
hal inilah yang membangkitkan semangat dan kesadaran beliau bahwa
bahan baku yang berasal dari Indonesia jika diolah dengan baik dan
professional dapat menghasilkan kosmetika alami dan jamu tradisional
yang dapat mempercantik wanita Indonesia dan dunia secara holistic.
Setelah sukses dalam bisnis salon kecantikan dengan beberapa salon di
Jakarta, Ibu Martha Tilaar mendirikan sekolah kecantikan Puspita Martha
yang mencetak ahli kecantikan, penata rias, penata rambut dan terapis.
Salon dan sekolah tersebut di operasikan di bawah bendera PT Martha
Beauty Gallery, kesuksesan tersebut mendorong Ibu Martha Tilaar memulai
untuk memproduksi kosmetika dan jamu dan mendirikan PT Martina Berto
pada tanggal 1 juni 1977 dengan mitra usaha yaitu Bapak Bernard Pranata
(alm) dan Ibu Theresia Harsini Setiady. Adapun merk pertama yang
diproduksi dan dipasarkan adalah “Sari Ayu Martha Tilaar” sebagai
kosmetika alami yang berkonsep holistic, dengan laboratorium praktek
disalon dan sekolah kecantikan tersebut. Hal ini menyebabkan produk-
produk Sari Ayu Martha Tilaar selalu berkiblat pada pendidikan dan
layanan konsumen yang praktis dan mudah di terapkan. Karena sambutan
pasaran yang tinggi maka pada tanggal 22 Desember 1981 didirikan pabrik
modern yang pertama PT Martina Berto di Jl. Pulo Ayang Kawassan
Industri Pulo Gadung Jakarta Timur. Dengan berjalannya waktu, pabrik
krkurangan kapasitas produksi, kemudian pada tahun 1986 didirikan pabrik
kedua di Jl. Pulokambing II/1, Kawasan Industri Pulo Gadung dengan
konsentrasi pada kosmetika kering, semi padat dan jamu sedangkan pabrik
yang pertama dikonsentrasikan pada produk kosmetika cair. Pada periode
1988-1994 perseroan melahirkan merek-merek kosmetika baru seperti
Cempaka, Martina, Persona, Biokos Martha Tilaar, Caring Colours Martha

5
Tilaar dan Belia Martha Tilaar untuk mengantisipasi permintaan pasar yang
meningkat. Produk-produk ini telah membantu menyerap kapasitas pabrik
cukup besar, perubahan stategi berikutnya dalah setelah tahun 2000 adalah
penataan ulang atas merek-merek yang tetap berlabel “Martha Tilaar”
dengan lisensi dari Dr. Martha Tilaar dan keluarga, dan merek-merek yang
tetap menjadi hak Intelektual Perseroan seperti “Cempaka” dan “Persona”.
Periode 1993-1995 Perseroan mengakuisisi beberapa anak perusahaan yang
bergerak dibidang kosmetik, yaitu PT Cedefino(CDF), PT Kurnia Harapan
Raya (KHR) dan PT Estrella Laboratories (Estrella). Untuk mencapai
efisisiensi produksi pada periode 1995-1996 Perseroan melakukan proses
restrukturisasi usaha dan relokasi pabrik. Perkembangan strategis
berikutnya dalam periode 2001-2009 antara lain pemetaan ulang merek-
merek disegmen yang berbeda. Pada tahun 2011 Perseroan menawarkan
umum perdana (IPO) saham di Bursa Efek Indonesia, dan melepaskan
1/3(sepertiga bagian) dari seluruh saham dicatatkan dan disetor penuh
kepada public. Pada tahun2013 Perseroan mendirikan pabrik kemas untuk
memenuhi kebutuhan bahan kemas produk pareto Perseroan. Pada tahun
2016 Perosoan membeli merek Rudy Hadisuwarno untuk kategori
kosmetika dan perawatan tubuh.

 Visi dan Misi perusahaan


Visi:
- Menjadi perusahaan perawatan kecantikan dan spa yang termuka di
dunia dengan produk yang bernuasa ketimuran dan alami, melalui
pemanfaatan teknologi modern, penelitian dan pengembangan
sebagai sarana peningkatan nilai tambah bagi konsumen dan
pemangku kepentingan lainya.

Misi:
- Mengembangkan, memproduksi dan memasarkan produk
perawatan kecantikan dan spa yang bernuansa ketimuran dan alami

6
dengan standar mutu internasional guna memenuhi kebutuhan
konsumen di berbagai segmen pasar dari premium, menengah atas,
menengah dan menengah-bawah dalam suatu portofolio yang sehat
dan setiap merek mampu mencapai posisi 3 besar di Indonesia di
setiap segmen pasar yang dimasukinya
- Menyediakan layanan yang prima kepada semua pelanggan dalam
porsi yang seimbang,termasuk konsumen dan para penyalur produk
- Mempertahankan kondisi keuangan yang sehat dan pertumbuhan
bisnis
- Merekrut, melatih dan mempertahankan tenaga kerja yang
kompeten dan produktif sebagai bagian dari aset Perseroan
- Memanfaatkan metode operasi, sistem dan teknologi yang esien dan
efektif di seluruh unit dan fungsi usaha
- Menerapkan ‘’Good Corporate Governance’’ secara konsisten demi
kepentingan para pemangku kepentingan (stakeholders)
- Memberikan tingkat keuntungan yang wajar kepada para pemegang
saham
- Mengembangkan pasar internasional kosmetika, produk spa dan
herbal dengan fokus jangka menengah di kawasan Asia Pacic dan
fokus jangka panjang di pasar global dengan produk dan merek
pilihan

 Alamat Perusahaan : di Jl. Pulo Kambing II no 1, Kawasan Industri


Pulogadung, Jakarta Timur
 Jumlah Pegawai Perusahaan : Jumlah total pegawai perusahaan adalah ±
1200 orang pekerja
 Jam Kerja: Jam kerja pegawai dibagi menjadi 2 shift utama
o Factory : Jam Kerja : 07.30 – 14.30 Shfit I dan Shift II 15.30 –
22.00
o Office : Jam Kerja : 08.00 - 16.30

7
 Asuransi Pegawai : BPJS Ketenagakerjaan, Asuransi Komersial, dan BPJS
Kesehatan
 Kelembagaan P2K3 : Perusahaan ini memiliki kelembagaan P2K3
 Dokter Perusahaan : Perusahaan ini memiliki 1 dokter perusahaan, 1
perawat dan 1 apoteker.
 Alur Produksi
Rencana produksi bulanan dihitung oleh bagian PPIC. Dari rencana
produksi ini bagian produksi akan menghitung jumlah jam orang yang
diperlukan berdasarkan standar jam orang yang telah ditetapkan oleh bagian
IE (Industrial Engineering). Jam orang adalah jumlah jam produksi dikali
dengan jumlah orang yang diperlukan melaksanakan produksi tersebut. Hal
ini berkaitan dengan efisiensi dan produktifitas perusahaan.
Dalam pelaksanaanya, produksi akan meminta bahan baku ke
gudang bahan baku menggunakan dokumen PWO (Proccess Work Order).
Gudang akan menyiapkan kebutuhan sesuai dengan PWO dan hasil
penimbangan akan diperiksa ulang oleh produksi. Jika semua bahan telah
siap, produksi akan mengolah bahan tersebut sesuai dengan LPP (Lembar
Petunjuk Proses). Tiap langkah LPP yang telah dilaksanakan kemudian
diparaf oleh operator dan pengawas yang bersangkutan dan setiap
penyimpangan, adjusting, atau segala perbaikan yang tidak tertera di LPP
akan dicatat sebagai pedoman pemeriksaan dan penelusuran jika terjadi
kesalahan. Proses pencucian dan sanitasi mesin produksi dilakukan setiap
pergantian batch ataupun pergantian produk dengan prosedur yang telah
ditetapkan.
Selama proses hingga dihasilkan produk ruahan, dibagian produksi
terdapat tim dari QC untuk melakukan pengawasan mutu pada tiap akhir
proses sebelum pengemasan. QC akan memeriksa kesesuain spesifikasi
produk tersebut dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika
telah memenuhi spesifikasi tersebut dapat diteruskan untuk pengemasan
dan jika kurang memenuhi, bagian produksi akan melakukan adjusting.
Segala perbaikan yang dilakukan terhadap produk harus dicatat LPP dan

8
didokumentasikan. Produk ruahan yang telah dinyatakan lulus oleh QC
kemudian akan dikemas. Permintaan bahan kemas ke gudang menggunakan
dokumen PCO (Packing Order) dan pengemasan dilakukan berdasarkan
prosedur pengemasan dari R&D yang disebut LPK (Lembar Petunjuk
Kemas).
Secara umum produksi kosmetik yang dilakukan di PT Martina
Berto Tbk. ada 4 macam yaitu produksi liquid, lipstik, make-up base, dan
dekoratif. Masing- masing produksi tersebut memiliki supervisor yang
bertanggung jawab secara langsung pada manager produksi.

Gambar 1. Alur Produksi

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Kerja


2.1.1 Definisi
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental
dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan
melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan
dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar
yang sehat tetap sehat dan bukan sekadar mengobati, merawat, atau menyembuhkan
gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama di bidang
kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya
penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.1
Status kesehatan seseorang menurut Blum ditentukan oleh empat faktor sebagai
berikut.
a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia
(organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri,
mikroorganisme), dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
c. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatan, rehabilitasi.
d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.1
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut Ramli (2013:62) adalah
kondisi atau faktor yang mempengaruhi atau dapat mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan pekerja atau pekerja lain (termasuk pekerja sementara dan kontraktor),
pengunjung, atau setiap orang di tempat kerja. Menurut Mangkunegara (dalam
Sayuti, 2013:196) Kesehatan kerja adalah kondisi yang bebas dari gangguan fisik,
mental emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Keselamatan kerja sama dengan hygene perusahaan. Kesehatan kerja memiliki
sifat sebagai berikut:
a. Sasarannya adalah manusia.

10
b. Bersifat medis.
Situasi dan kondisi suatu pekerjaan, baik tata letak tempat kerja atau
material - material yang digunakan, memiliki risiko masing-masing terhadap
kesehatan pekerja. Ridley (2008) menyatakan bahwa kita harus memahami
karakteristik material yang digunakan dan kemungkinan reaksi tubuh terhadap
material tersebut untuk meminimasi risiko material terhadap kesehatan.
Pengetahuan tentang substansi yang digunakan dalam pekerjaan serta cara
substansi tersebut masuk ke dalam tubuh merupakan pengetahuan penting bagi
pekerja. Dengan pengetahuan tersebut, pekerja dapat mengetahui reaksi tubuh
terhadap substansi kimia tersebut sehingga dapat meminimasi timbulnya penyakit.1

2.1.2 Program Kesehatan


Pelayanan kesehatan (health care service) merupakan hak setiap orang yang
dijamin dalam Undang Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya peningkatkan
derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara
keseluruhan.
Aplikasi kesehatan kerja berupa upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.2
a. Pelayanan kesehatan Promotif
Suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan
yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
b. Pelayanan kesehatan Preventif
Suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit. Upaya preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh alat/mesin dan masyarakat yang
berada di sekitar lingkungan kerja ataupun penyakit menular umumnya
yang bisa terjangkit pada saat melakukan pekerjaan yang diakibatkan oleh
pekerja. Upaya preventif diperlukan untuk menunjang kesehatan optimal
pekerja agar didapat kepuasan antara pihak pekerja dan perusahaan
sehingga menimbulkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Aplikasi upaya

11
preventif diantaranya pemakaian alat pelindung diri dan pemberian gizi
makanan bagi pekerja.
c. Pelayanan kesehatan Kuratif
Suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang
ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit, pengendalian penyakit, pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Upaya penatalaksanaan
penyakit yang timbul pada saat bekerja merupakan langkah untuk
meningkatkan kepuasan pekerja dalam bekerja, sekaligus memberi motivasi
untuk pekerja supaya memiliki kesehatan yang optimal. Penyakit yang
sering timbul dalam suatu lokasi pekerjaan dapat menjadi tolak ukur dalam
mengambil langkah promosi dan pencegahan, sehingga tujuan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan kerja optimal dilaksanakan.
d. Pelayanan kesehatan Rehabilitatif
Suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan
bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai
anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat,
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya

Salah satu aspek yang harus diimplementasikan dalam kesehatan kerja


adalah adanya pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja, baik sejak awal sebelum
bekerja, selama bekerja, maupun sesudah bekerja. Tujuan dari pemeriksaan
kesehatan ini ditujukan agar selain tenaga kerja yang diterima di awal berada dalam
kondisi kesehatan setinggi-tingginya, juga untuk memantau status kesehatan
pekerja dan juga meminimalisir dan mendeteksi dini apakah ada penyakit akibat
kerja yang ditimbulkan akibat proses produksi.3

2.1.3 Pemeriksaan Kesehatan


Dalam pelaksanaan program kesehatan kerja, di dalamnya terkandung
kewajiban pelaksanaan pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja. Pemeriksaan

12
kesehatan dilakukan oleh dokter perusahaan yang ditunjuk oleh pengusaha dan
telah memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi dan Koperasi No. Per. 01/MEN/1976. Tujuan dari dilakukan
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja secara umum adalah memperoleh dan
mempertahankan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya selama bekerja maupun
setelah bekerja.
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja terbagi atas tiga ,antara lain:
a. Pemeriksaan kesehatan awal
Ditujukan agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi
kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular
yang akan mengenai tenaga kerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan yang
akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang
bersangkutan dan tenaga kerja lainnya terjamin. Pemeriksaan yang
dilakukan antara lain, pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani,
rontgen paru, laboratorium rutin dan pemeriksaan lain yang berkaitan
dengan pekerjaan tertentu.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
Merupakan pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu
terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter perusahaan. Pemeriksaan
dimaksudkan untuk menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari
pekerjaan sedini mungkin (deteksi dini) yang kemudian perlu dikendalikan
dengan usaha pencegahan. Semua perusahaan harus melakukan
pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya 1
tahun sekali.
c. Pemeriksaan kesehatan khusus
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter perusahan
secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu. Pemeriksaan bertujuan untuk
menilai adanya pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau
kelompok tenaga kerja tertentu.
Pemeriksaan kesehatan khusus dapat dilakukan terhadap:

13
1. Tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang
memerlukan perawatan lebih dari 2 minggu.
2. Tenaga kerja usia lebih dari 40 tahun atau tenaga kerja wanita dan
tenaga kerja cacat, serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan
tertentu.
3. Tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai
gangguan kesehatannya. Perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai
kebutuhan.

2.1.4 Sarana P3K


Sarana P3K di tempat kerja diatur dalam Permenakertrans RI No.
15/MEN/VIII/2008. Dalam Permenakertrans tersebut, dijabarkan bahwa
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja (P3K) adalah upaya
memberikan pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada
pekerja/buruh/dan/atau orang lain yang berada di tempat kerja, yang mengalami
sakit atau cidera di tempat kerja.4
Fasilitas P3K yang dimaksud dalam Permenakertrans ini meliputi ruang
P3K, kotak P3K dan isinya sesuai standar, alat evakuasi dan alat transportasi,
fasilitas tambahan berupa alat pelindung diri dan/atau peralatan khusus di tempat
kerja yang memiliki potensi bahaya yang bersifat khusus. Pengusaha wajib
menyediakan ruang P3K dalam hal proses produksi mempekerjakan pekerja/buruh
100 orang atau lebih atau kurang dari 100 orang dengan potensi bahaya tinggi.
Ruang P3K juga diatur standarnya, salah satunya meliputi lokasi yang harus
dekat dengan toilet/kamar mandi, jalan keluar, mudah dijangkau, dan dekat dengan
tempat parkir kendaraan. Kotak P3K juga harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut, yaitu terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibawa, berwarna dasar putih
dengan lambang P3K berwarna putih dengan lambang P3K berwarna hijau dengan
isi kotak sesuai dengan Permenakertrans yang mengatur. Penempatan kotak P3K
juga harus pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau dengan diberi tanda arah
yang jelas dan cukup cahaya serta mudah diangkat apabila digunakan dan
disesuaikan dengan jumlah tenaga kerja yang ada, dan dalam hal tempat kerja

14
dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih masing-masing unit kerja harus
menyediakan kotak P3K sesuai jumlah pekerja/buruh.

2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Menurut Sedarmayanti (2011:125) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu sebagai berikut:1,2
1. Kebersihan
Kebersihan merupakan syarat utama bagi pegawai agar tetap sehat,
dan pelaksanaannya tidak memerlukan banyak biaya. Untuk menjaga
kesehatan, semua ruangan hendaknya tetap dalam keadaan bersih.
2. Air Minum dan Kesehatan
Air minum yang bersih dari sumber yang sehat secara teratur
hendaknya diperiksa dan harus disediakan secara cuma-cuma dekat tempat
kerja. Hal ini penting karena di tempat persediaan air yang disangsikan
kebersihannya, dan di tempat kerja terbuka, apabila tidak ada persediaan air
bersih, pegawai akan cenderung menyegarkan diri dengan air kotor.
3. Urusan Rumah Tangga
Kerapihan dalam ruang kerja membantu pencapaian produktivitas
dan mengurangi kemungkinan kecelakaan. Jika jalan sempit dan tidak bebas
dari tumpukan bahan dan hambatan lain, maka waktu akan terbuang untuk
menggeser hambatan tersebut sewaktu bahan dibawa ke dan dari tempat
kerja atau mesin.
4. Ventilasi, Pemanas dan Pendingin
Ventilasi yang menyeluruh perlu untuk kesehatan dan rasa
keserasian para pegawai, oleh karenanya merupakan faktor yang
mempengaruhi efisiensi kerja. Pengaruh udara panas dan akibatnya dapat
menyebabkan banyak waktu hilang karena pegawai tiap kali harus pergi ke
luar akibat “keadaan kerja yang tidak tertahan”.
5. Tempat Kerja, Ruang Kerja dan Tempat Duduk
Seorang pegawai tak mungkin bekerja jika baginya tidak tersedia
cukup tempat untuk bergerak tanpa mendapat gangguan dari teman

15
sekerjanya, gangguan dari mesin ataupun dari tumpukan bahan. Dalam
keadaan tertentu kepadatan temapt kerja dapat berakibat buruk bagi
kesehatan pegawai, tetapi pada umumnya kepadatan termaksud
menyangkut masalah efisiensi kerja.
6. Pencegahan Kecelakaan
Pencegahan kecelakaan harus diusahakan dengan meniadakan
penyebabnya, apakah sebab itu merupakan sebab teknis atau sebab yang
datang dari manusia.
7. Pencegahan Kebakaran
Kebakaran yang tidak terduga, kemungkinan terjadi di daerah
beriklim panas dan kering serta lingkungan industri tertentu. Pencegahan
senantiasa lebih baik daripada memadamkan kebakaran, tetapi harus
ditekankan pentingnya peralatan dan perlengkapan lainnya untuk
pemadaman kebakaran, yang harus dipelihara dalam keadaan baik.
8. Gizi
Pembahasan lingkungan kerja tidak dapat lepas tanpa menyinggung
tentang masalah jumlah dan nilai gizi makanan para pegawai. Di beberapa
negara jumlah makanan pegawai tiap hari hanya sedikit melebihi yang
diperlukan badannya, jadi hanya cukup untuk hidup dan sama sekali kurang
untuk dapat mengimbangi pengeluaran tenaga selama menjalankan
pekerjaan yang berat. Dalam keadaan yang demikian tidak dapat diharapkan
bahwa pegawai akan sanggup menghasilkan keluaran yang memerlukan
energi berat, yang biasanya dapat dihasilkan oleh pegawai yang sehat,
cukup makan, lepas dari kesulitan akibat iklim yang harus dihadapi.

9. Penerangan/cahaya, warna dan suara bising di tempat kerja


Pemanfaatan penerangan/cahaya dan warna di tempat kerja dengan
setepat-tepatnya mempunyai arti penting dalam menunjang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3). Kebisingan di tempat kerja merupakan faktor
yang perlu dicegah dan dihilangkan karena akan dapat mengakibatkan
kerusakan.

16
2.1.6 Penyakit Akibat Kerja
Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 1998, penyakit
akibat kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi
kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang
sudah diakui.6
Beberapa faktor penyebab penyakit akibat kerja, antara lain:
1. Faktor fisik
- Suara bising mengakibatkan ketulian
- Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif menyebabkan penyakit
kelainan darah dan kulit.
- Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps,
hiperpireksia. Sedangkan suhu yang terlalu rendah menyebabkan
frosbite.
- Tekanan udara yang tinggi menyebabkan Caison Disease
- Pencahayaan yang buruk menyebabkan kelainan pada mata.
- Getaran dapat menyebabkan Raynaud’s disease.

2. Faktor kimia
- Debu dapat menyebabkan pneumoconiosis, diantaranya: silikosis,
asbestosis dan lainnya.
- Uap dapat menyebabkan demam uap logam (metal fume fever),
dermatosis.
- Gas dapat menyebabkan keracunan, misalkan CO, H2S, Pb dan
lainnya.
- Larutan zat kimia dapat menyebabkan iritasi pada kulit
- Awan atau kabut

3. Faktor biologi
- Misalkan bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan
penyakit akibat kerja pada tenaga kerja penyamak kulit

17
4. Faktor fisiologi/ergonomi
- Kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang tidak benar dalam
melakukan pekerjaan dan lain-lain yang dapat menimbulkan
kelelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat
menyebakan terjadi perubahan fisik.

5. Faktor mental-psikologis
- Hubungan kerja atau hubungan industrial yang tidak baik dapat
menyebabkan depresi atau penyakit psikosomatis.

2.2 Ergonomi
Tujuan dari ergonomi adalah efisiensi dan kesejahteraan yang berkaitan erat
dengan produktivitas dan kepuasan kerja. Adapun sasaran dari ergonomi adalah
seluruh tenaga kerja baik sektor formal, informal, maupun tradisional. Pendekatan
ergonomi mengacu pada konsep total manusia, mesin, dan lingkungan yang
bertujuan agar pekerjaan dalam industri dapat berjalan secara efisien, selamat, dan
nyaman. Dengan demikian, dalam penerapannya harus memperhatikan beberapa
hal yaitu: tempat kerja, posisi kerja, dan proses kerja.
Prinsip ergonomi adalah mencocokkan pekerjaan untuk pekerja. Ini berarti
mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan kebutuhan pekerja,
bukan mengharapkan pekerja untuk menyesuaikan diri. Desain ergonomis yang
efektif menyediakan workstation, peralatan dan perlengkapan yang nyaman dan
efisien bagi pekerja untuk digunakan. Hal ini juga menciptakan lingkungan kerja
yang sehat, karena mengatur proses kerja untuk mengendalikan atau
menghilangkan potensi bahaya. Tenaga kerja akan memperoleh keserasian antara
tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara bekerja harus diatur
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan yang
berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain.
Adapun tujuan penerapan ergonomi adalah sebagai berikut:

18
(1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, dengan meniadakan beban
kerja tambahan (fisik dan mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan
meningkatkan kepuasan kerja;
(2) Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan jalan meningkatkan kualitas
kerjasama sesama pekerja, pengorganisasian yang lebih baik dan
menghidupkan sistem kebersamaan dalam tempat kerja;
(3) Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional antara aspek-aspek teknik,
ekonomi, antropologi, dan budaya dari sistem manusia-mesin untuk tujuan
meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin.
Adapun manfaat pelaksanaan ergonomi adalah menurunnya angka
kesakitan akibat kerja, menurunnya kecelakaan kerja, biaya pengobatan dan
kompensasi berkurang, stress akibat kerja berkurang, produktivitas membaik, alur
kerja bertambah baik, rasa aman karena bebas dari gangguan cidera, kepuasan kerja
meningkat.
Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi:(1)
tekhnik; (2) fisik; (3) pengalaman psikis; (4) anatomi, utamanya yang berhubungan
dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian; (5) anthropometri; (6) sosiologi;
(7) fisiologi, terutama berhubungan dengan temperatur tubuh, oxygen up take dan
aktivitas otot; (8) disain; dan sebagainya.
Ditinjau dari asal katanya, ergonomi berarti bidang studi yang mempelajari
tentang hukum-hukum pekerjaan (dalam bahasa Yunani, ergos = pekerjaan,
nomos = hukum). Namun, bila didefinisikan secara bebas, ergonomi adalah
bidang studi multidisplin yang mempelajari prinsip-prinsip dalam mendesain
peralatan, mesin, proses, dan tempat kerja yang sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan manusia yang menggunakannya.
Ergonomi dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pekerjaan, baik dalam hal mempernyaman penggunaan, mengurangi
kesalahan, dan meningkatkan produktivitas. Dengan demikian, akan menambah
nilai-nilai kemanusiaan yang diinginkan, seperti meningkatkan keselamatan
kerja, mengurangi kelelahan/stres akibat pekerjaan, mengurangi cuti sakit akibat

19
penyakit muskuloskeletal akibat kerja, meningkatkan kepuasan kerja, dan
memperbaiki kualitas hidup.
Sebagai bidang studi multidisiplin, ergonomi mencakup berbagai aspek
ilmu yang sangat luas. Pada dasarnya, ergonomi dapat dibagi menjadi 3
kelompok spesialisasi ilmu, yaitu :
1. Ergonomi fisik, yang meliputi sikap kerja, aktivitas mengangkat beban,
gerakan repetitif, penyakit muskuloskeletal akibat kerja, tata letak
tempat kerja, keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Ergonomi kognitif, yang meliputi beban mental akibat kerja,
pengambilan keputusan, penampilan keterampilan kerja, interaksi
manusia-mesin, pelatihan yang berhubungan dengan sistem
perencanaan pekerja.
3. Ergonomi organisasi, meliputi komunikasi, manajemen sumber daya
pekerja, perencanaan tugas, perencanaan waktu kerja, kerja sama tim
kerja, perencanaan partisipasi kerja, ergonomi komunitas, paradigma
kerja yang baru, pola kerja jarak jauh dan manajemen kualitas kerja.

Ada beberapa aspek pendekatan ergonomis yang harus dipertimbangkan


untuk melakukan pendekatan ergonomi, antara lain :
1. Sikap dan Posisi Kerja
Pertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan sikap atau posisi kerja,
baik duduk ataupun berdiri merupakan suatu hal yang sangat penting.
Adanya sikap atau posisi kerja yang tidak mengenakkan dan
berlangsung dalam waktu yang lama, akan mengakibatkan pekerja cepat
mengalami kelelahan serta membuat banyak kesalahan.

2. Kondisi Lingkungan Kerja


Faktor yang mempengaruhi kemampuan kerja, terdiri dari faktor yang
berasal dari dalam diri manusia (intern) dan faktor dari luar diri manusia

20
(ekstern). Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah kondisi
lingkungan yang meliputi semua keadaan yang terdapat di sekitar
tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, getaran mekanis,
warna, baubauan dan lain-lain. Adanya lingkungan kerja yang bising,
panas, bergetar atau atmosfer yang tercemar akan memberikan dampak
yang negatif terhadap kinerja operator.
3. Efisiensi Ekonomi Gerakan dan Pengaturan Fasilitas Kerja
Perancangan sistem kerja haruslah memperhatikan prinsip-prinsip
ekonomi gerakan yaitu mengurangi gerakan kerja yang secara berlebih.
Gerakan kerja yang memenuhi prinsip ekonomi gerakan dapat
memperbaiki efisiensi kerja dan mengurangi kelelahan kerja.

2.3 Antropometri
Antropometri adalah ilmu yang berhubungan dengan pengukuran dimensi
dan karakteristik tubuh manusia lainnya seperti volume, pusat gravitasi, dan
massa segmen tubuh manusia. Ukuran-ukuran bagian tubuh manusia sangat
bervariasi, tergantung pada:
1. Umur. Dimensi-dimensi tubuh manusia terus bertambah sampai
akhir usia belasan tahun, setelah itu dimensi tubuh relative konstan
dan menjelang masa geriatric, dimensi tubuh akan berkurang lagi.
2. Jenis kelamin. Umumnya dimensi-dimensi tubuh laki-laki lebih
besar dari wanita, kecuali untuk dimensi lebar pinggul.
3. Ras. Penelitian yang dilakukan di Amerika menyatakan bahwa suatu
peralatan yang didesain pas untuk 90% laki-laki Amerika memang
cocok untuk 90% laki-laki Jerman, tetapi hanya cocok untuk 80%
laki-laki Perancis, 65% laki-laki Italia, 45% laki-laki Jepang.
4. Pekerjaan. Pengemudi truk biasanya lebih tinggi dan lebih berat dari
populasi pada umumnya, pekerja tambang bawah tanah memiliki
lingkaran batang tubuh, lengan, dan tungkai yang lebih lebar.
5. Periode dari masa ke masa. Diet dan gaya hidup dapat mengubah
dimensi tubuh manusia dari masa ke masa. Penelitian lain di Amerika

21
dan Indonesia menyatakan terjadi peningkatan tinggi dan berat badan
pada individu yang lahir pada generasi berikutnya.

Guna kepentingan ergonomi, pengukuran dimensi-dimensi tubuh manusia


merupakan bagian yang terpenting dari antropometri karena akan menjadi data
dasar untuk mempersiapkan desain berbagai peralatan, mesin, proses, dan
tempat kerja.
2.3.1 Pengukuran Dimensi Tubuh
Pengukuran dimensi tubuh manusia dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
dimensi statis dan dimensi dinamis/fungsional. Untuk mendesain peralatan
yang digunakan oleh manusia, seyogianya mengaplikasikan kedua jenis
pengukuran dimensi ini. Walaupun ukuran-ukuran dimensi fungsional lebih
berarti untuk aktivitas manusia sesungguhnya, tetapi pada kenyataannya saat
ini lebih banyak data antropometrik statis dibandingkan dengan data
antropometrik dinamis.

2.3.1.1 Dimensi Statis


Dimensi statis merupakan pengukuran yang dilaksanakan pada saat
tubuh manusia dalam sikap statis (posisi diam di tempat). Dua jenis sikap
standar pengukruan dimensi statis, terdiri dari :
1. Sikap berdiri standar. Manusia yang diukur harus berdiri tegak,
melihat lurus ke muka dalam bidang Frankfurt (bidang yang melalui
sudut lateral mata dan liang telinga luar), dengan bahu yang tidak
kaku dan lengan diposisikan tegak lurus ke bawah.
2. Sikap duduk standar. Manusia yang diukur harus duduk dengan
tegak pada permukaan tempat duduk yang horizontal, melihat lurus
ke muka dalam bidang Frankfurt, dengan bahu yang tidak kaku,
dengan lengan atas diposisikan tegak lurus ke bawah dan lengan
bawah dalam posisi horizontal ke muka, tinggi tempat duduk
disesuaikan agar tungkai atas berada dalam posisi horizontal ke
muka dan tungkai bawah tegak lurus di atas lantai.

22
2.3.1.2 Dimensi Dinamis
Dimensi-dimensi ini diukur pada saat tubuh dalam posisi
mengerjakan beberapa aktivitas fisik. Pada kebanyakan aktivitas fisik,
misalnya mengemudi mobil, menjangkau peralatan di meja kerja, merakit
peralatan elektronik, dan lain-lain, anggota tubuh manusia bekerja bersama-
sama secara terkoordinasi.
Oleh sebab itu, batas maksimal ukuran praktis jangkauan lengan
tidak semata-mata berdasarkan panjang lengan. Dimensi ukuran tersebut
akan dipengaruhi oleh ukuran-ukuran dari gerak bahu, rotasi batang tubuh,
luasnya punggung membungkuk, dan penyelesaian pelaksanaan fungsi-
fungsi pekerjaan oleh tangan dan jari. Dengan demikian, ukuran-ukurannya
menjadi suatu ilustrasi yang kompleks yang disebut somatografi.

2.4 Aplikasi Prinsip Ergonomi Di Tempat Kerja


Aspek-aspek psikologis, biomekanika, dan ergonomi berperan penting
dalam perbaikan peralatan, tempat, dan lingkungan kerja. Misalnya, bentuk
pegangan dan berat suatu peralatan kerja, posisi tubuh/ lengan serta gerakan pada
saat bekerja, penataan tempat kerja, perbaikan pencahayaan, pengendalian
kebisingan, kebersihan tempat kerja. Oleh sebab itu, pemeliharaan toleransi
biomekanika kerja merupakan hal yang esensial untuk mencapai prinsip-prinsip
desain ergonomic yang baik, guna mencegah terjadinya kegagalan komponen-
komponen anatomi tubuh akibat terjadinya stress fisik yang kumulatif.
Di tempat kerja, pekerja akan saling berinteraksi dengan komponen-
komponen sistem kerja seperti organisasi, lingkungan, tempat kerja, jabatan,
tugas kerja, desain mesin, dan desain alat bantu kerja.
Pendeketan praktis yang digunakan untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip
ergonomi di tempat kerja adalah dengan mempertimbangkan keseimbangan dan
keselarasan antara pekerja dan komponen sistem kerja tersebut. Dengan
mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada pekerja, kondisi
fisik, dan kebiasaan bekerja, maka perencanaan berbagai sistem kerja yang
mengaplikasikan prinsip-prinsip ergonomi dapat mengurangi stress fisik yang

23
berlebihan dan tercapainya penampilan yang optimal demi terciptanya
peningkatan produktivitas kerja, serta mengurangi kemungkinan terjadinya
gangguan musculoskeletal dan gangguan kesehatan lain pada pekerja.

2.5 Pencegahan HIV AIDS dan Narkoba2


a. HIV/AIDS
HIV/AIDS saat ini di bukan hanya menjadi masalah kesehatan akan tetapi
juga menjadi masalah di bidang dunia kerja yang berdampak pada produktivitas
dan profitabilitas perusahaan. Kementrian Ketenagakerjaan RI telah mengeluarkan
Keputusan Menteri No. 68/Men/IV/2004 mengenai pencegahan dan
Penaggulangan HIV/AIDS di tempat kerja, di mana dalam Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi terdapat kewajiban pengusaha untuk melakukan
upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja melalui:
1. Pengembangan kebijakan tentang upaya pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS di tempat kerja yang dapat dituangkan dalam Peraturan
Perusahaan (PP) atau Perjajian Kerja Bersama (PKB)
2. Pengkomunikasian kebijakan dengan cara menyebarluaskan informasi dan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
3. Pemberian perlindungan kepada pekerja/buruh dengan HIV/AIDS dari tindak
dan perlakuan diskriminatif.
4. Penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja khusus untuk
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan peraturan
perundan-undangan yang berlaku.

Menurut ILO terdapat beberapa prinsip kunci dan kaidah tentang


HIV/AIDS di dunia kerja yang berlaku bagi semua aspek pekerjaan dan semua
tempat kerja, termasuk sektor kesehatan, antara lain:
1. Isu tempat kerja
HIV/ AIDS adalah isu tempat kerja, karena dia mempengaruhi angkatan
kerja, dan karena tempat kerja dapat memainkan peran vital dalam membatasi
penularan dan dampak epideminya.

24
2. Nondiskriminasi
Tidak ada diskriminasi terhadap pekerja berdasarkan status HIV yang nyata
atau dicurigai.
3. Kesetaraan gender
Hubungan gender yang lebih setara dan pemberdayaan wanita adalah penting
untuk mencegah penularan HIV dan membantu masyarakat mengelola
dampaknya.
4. Lingkungan kerja yang sehat
Tempat kerja harus meminimalkan risiko pekerjaan, dan disesuaikan dengan
kesehatan dan kemampuan pekerja.
5. Dialog Sosial
Kebijakan dan program HIV/AIDS yang sukses membutuhkan kerjasama dan
saling percaya antara pengusaha, pekerja dan pemerintah
6. Tidak boleh melakukan skrining untuk tujuan rekrutmen
Tes HIV di tempat kerja harus dilaksanakan secara sukarela dan rahasia, tidak
bolehdigunakan untuk menskrining pelamar atau pekerja.
7. Kerahasiaan
Akses kepada data perseorangan, termasuk status HIV pekerja, harus dibatasi
oleh aturan dan kerahasiaan.

8. Melanjutkan hubungan pekerjaan


Pekerja dengan penyakit yang berkaitan dengan HIV harus dibolehkan
bekerja dalam kondisi yang sesuai selama dia mampu secara medik.
9. Pencegahan
Mitra sosial mempunyai posisi yang unik untuk mempromosikan upaya
pencegahan melalui informasi, pendidikan dan dukungan bagi perubahan
perilaku.
10. Kepedulian dan dukungan Pekerja berhak mendapat pelayanan kesehatan
yang terjangkau.

b. Pencegahan Narkoba

25
Seperti yang tercantum Pasal 2 (1) Pengusaha wajib melakukan upaya aktif
pencegahan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja”. (2) a. Penetapankebijakan;
b. Penyusunan dan pelaksanaan program. Pasal 3“Pengusaha dan pekerja/buruh
dapat berkonsultasi dengan pemerintah yang terkait“. Pasal 4“Pengusaha dapat
meminta pekerja/buruh yang diduga menyahgunakan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya untuk melakukan tes dengan biaya ditanggung oleh perusahaan”

Pimpinan, manajemen tempat kerja mengembangkan budaya lingkungan


kerja bersih narkoba melalui upaya pencegahan seperti sosialisai/desiminasi,
pemberian ketrampilan (Life Skill) untuk pekerja.

Program pencegahan melalui pelatihan keterampilan kepada


pekerja, bertujuan untuk memperkuatkeluarga pekerja membangun faktor protektif
di dalam keluarga, sehingga mengurangi resiko pekerja, anggota keluarganya
terlibat dalam berbagai persoalan kesehatan, sosial, termasuk menjadi
penyalahgunaan narkoba, serta untuk mewujudkan hubungan keluarga pekerja
yang positif.

Melaksanakan EAPs (Employee Assistance Programs) untuk menyediakan


layanan rahasia guna membantu pekerja mengatasi persoalan pribadi yang
dihadapi, yang mungkin berdampak terhadap kinerja kerja pekerja, seperti masalah
keuangan, atau kesulitan di dalam perkawinan.

Pimpinan, manajemen tempat kerja menerapkan kebijakan lingkungan kerja


bebas narkoba, untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi
komunitas pekerja, melindungi dan mempromosikan pola hidup sehat dan aman.

26
BAB III
HASIL PENGAMATAN

3.1 Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia yaitu klinik. Pada klinik terdapat
1 dokter perusahaan dan 1 paramedis. Terdiri dari satu ruangan pemeriksaan dan
satu ruang obat – obatan. Klinik tersebut buka buka dari hari senin sampai jumat
pada pukul 07.00 – 16.00. Klinik tersebut hanya untuk menangani luka – luka kecil
seperti lecet, untuk luka – luka besar, biasanya dirujuk ke Rumah Sakit yang
terdekat dari perusahaan.

3.2 Program Kesehatan


Pelayanan kesehatan adalah hak setiap orang dan dijamin dalam Undang
Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya peningkatkan derajat kesehatan baik
perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan.

27
Program kesehatan kerja berupa upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.
• Pelayanan kesehatan Promotif
Suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan
yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.
• Pelayanan kesehatan Preventif
Suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit Upaya preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh alat/mesin dan masyarakat yang
berada di sekitar lingkungan kerja ataupun penyakit menular umumnya
yang bisa terjangkit pada saat melakukan pekerjaan yang diakibatkan oleh
pekerja. Upaya preventif diperlukan untuk menunjang kesehatan optimal
pekerja agar didapat kepuasan antara pihak pekerja dan perusahaan
sehingga menimbulkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Aplikasi upaya
preventif diantaranya pemakaian alat pelindung diri dan pemberian gizi
makanan bagi pekerja.
• Pelayanan kesehatan Kuratif
Suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang
ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit, pengendalian penyakit, pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Upaya penatalaksanaan
penyakit yang timbul pada saat bekerja merupakan langkah untuk
meningkatkan kepuasan pekerja dalam bekerja, sekaligus memberi motivasi
untuk pekerja supaya memiliki kesehatan yang optimal. Penyakit yang
sering timbul dalam suatu lokasi pekerjaan dapat menjadi tolak ukur dalam
mengambil langkah promosi dan pencegahan, sehingga tujuan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan kerja optimal dilaksanakan.
• Pelayanan kesehatan Rehabilitatif
Suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan
bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai

28
anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat,
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya

Salah satu aspek yang harus diimplementasikan dalam kesehatan kerja


adalah adanya pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja, baik sejak awal sebelum
bekerja, selama bekerja, maupun sesudah bekerja. Tujuan dari pemeriksaan
kesehatan ini ditujukan agar selain tenaga kerja yang diterima di awal berada dalam
kondisi kesehatan setinggi-tingginya, juga untuk memantau status kesehatan
pekerja serta mendeteksi dini apakah ad penyakit akibat kerja yang ditimbulkan
akibat proses produksi.

3.3. Training and Development Program


PT. Martina Berto Tbk memberikan pelatihan-pelatihan kepada karyawan
pada setiap level baik pelatihan umum maupun fungsional. Pelatihan umum
bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran, dengan materi wajib
meliputi ISO, GMP, SMK3, Halal. Sedangkan pelatihan fungsional bertujuan untuk
meningkatkan kompetensi karyawan sesuai dengan kebutuhan bagian/departemen
nya.

3.4.Pemeriksaan Kesehatan
PT. Martina Berto Tbk selalu mengadakan Pemeriksaan Kesehatan Awal
kepada calon tenaga kerja. Dengan melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik
oleh dokter perusahaan pada calon tenaga kerja.
PT. Martina Berto Tbk melakukan pemeriksaan kesehatan berkala setiap
tahunnya serta dilakukannya pemeriksaan Spirometry dan Audiometri.
Perusahaan juga memberikan pemeriksaan kesehatan khusus yang dilayani
oleh dokter perusahaan pada tenaga kerja yang memiliki keluhan khusus. Namun
jika tenaga kerja tersebut memerlukan pemeriksaan penunjang yang tidak tersedia
di klinik perusahaan, maka tenaga kerja akan dirujuk ke Rumah Sakit setempat yang
lebih memadai.

29
3.5.Kesesuaian Pekerja dengan Alat
Pada beberapa bagian, para pekerja melakukan pekerjaannya dalam posisi
statis seperti duduk dan berdiri dalam waktu yang lama. Pada bagian pencetakkan
dan labelling sudah menggunakan APD standar berupa hair cap, masker, baju
khusus, sarung tangan dan sepatu khusus, yang disediakan oleh perusahaan. Namun
beberapa pekerja tidak menggunakan APD standar yang disediakan dengan benar,
seperti tidak menempatkan masker pada daerah hidung meskipun terpapar dengan
zat kimia yang merupakan bahan baku lipstik. Pada bagian labelling pekerja bekerja
secara berdiri dalam waktu yang lama dan menunduk ke arah conveyor sehingga
tidak didapatkan posisi ergonomis. Pada bagian pencetakkan para pekerja bekerja
secara duduk dengan waktu yang lama dengan kondisi kursi dan meja yang
tampaknya kurang memperhatikan ergonomi pekerja.

3.6. Program Pemenuhan Gizi Pekerja, Kantin atau Ruang Makan

Pada PT. Martina Berto Tbk terdapat 2 kantin untuk makan siang tenaga
kerja. Hal ini menyebabkan jenis makanan, kecukupan gizi serta kesehatan
makanan setiap tenaga kerja dapat diketahui dan diatur. Dapat disimpulkan bahwa
perusahaan memperhatikan aspek kebutuhan gizi tenaga kerja. Pada PT. Martina
Berto Tbk tidak mempunyai ahli gizi, sehingga untuk menu makanan diatur oleh
vendor catering yang sudah di setujui oleh pihak perusahaan.

3.7. Penyakit Akibat Kerja

PT. Martino Berta Tbk, belum terdapat penyakit akibat kerja pada tenaga
kerja yang terdeteksi sampai saat ini. Sedangkan untuk penyakit yang sering
dikeluhkan pekerja ke klinik diantaranya ISPA, diare, dyspepsia dan diabetes.

3.8. Sarana P3K dan Tim

30
Perusahaan telah menyediakan kotak P3K berdasarkan peraturan
Permenaker No. 15 Tahun 2008. Terdapat HSE yang bertanggung jawab untuk
memberikan pertolongan pertama kepada tenaga kerja yang mengalami kecelakaan
kerja. Sehingga jika terjadi kecelakaan atau penyakit akibat kerja, maka yang
melakukan pertolongan pertama yaitu petugas tersebut, dan petugas tersebut telah
dilatih.

31
BAB IV
RUMUSAN MASALAH

32
Tabel 1. Pemecahan Masalah
No. Jenis Kegiatan Potensi Bahaya Efek Bahaya Pengendalian Undang -Undang
1. 
Fasilitas pelayanan Petugas kesehatan Tidak berjalannya Sosialisasi dan pelatihan bagi Permenakertrans kop RI No 1
kesehatan, personil kurang menguasai program program kesehatan petugas kesehatan tentang Tahun 1976 tentang Kewajiban
kesehatan dan kesehatan dengan baik program kesehatan Latihan Hiperkes Bagi Dokter
sarana Perusahaan.
P3K
Kelangsungan pelayanan Administrative control, shift dan Permenakertrans RI No 3 Tahun
kesehatan tidak ada jam Pelayanan kesehatan jadwal kerja 1982 tentang Pelayanan
kerja terhambat Kesehatan Tenaga Kerja

Tenaga kerja belum terdaftar Harus mengikutsertakan semua


- - UU no 24 tahun 2011 tentang
dalam BPJS Tenaga kerja tidak tenaga kerja dalam jaminan BPJS
mendapat jaminan pemeliharaan kesehatan - UU no 40 tahun 2004 tentang
pemeliharaan kesehatan jamsostek sistem jaminan sosial nasional.
oleh BPJS

1
2. Penyakit Akibat Tidak adanya data rinci Tidak dapat mengetahui Administratif control. Setiap -Permenakertrans No Per.
Kerja mengenai epidemiologi status kesehatan tenaga terdapat penyakit akibat kerja 01/Men/1981 tentang kewajiban
10 besar penyakit kerja harus dicatat secara rinci dan lapor penyakit akibat kerja
sosialisasi -Keputusan menteri tenaga kerja
No.333 tahun 1989 tentang
diagnosis dan laporan penyakit
akibat kerja

Penggunaan masker masih Dapat menyebabkan Sosialisasi tata cara penggunaan Permenakertrans No Per
belum baik penyakit akibat kerja masker yang baik dan benar , 08/Men/VII/2010 tentang alat
misalnya ISPA substitusi masker pelindung diri

3. Kesesuaian pekerja Tidak disediakan kursi yang Musculoskeletal Substitusi dengan kursi yang - UU no.1 th 1970
dengan alat memiliki sandaran, meskipun Disorder memiliki sandaran ttg keselamatan
(Ergonomi) jam kerja yang lama dengan Resiko jatuh akibat kerja
posisi yang statis ketidak
seimbangan
Tombol pengendalian mesin Menyediakan tangga kecil untuk - UU RI no. 13 th 2003 ttg
yang letaknya lebih tinggi dari tenaga kerja Ketenagakerjaan
pekerja

2
Melakukan penyuluhan - PP no.50 th 2012 ttg penerapan
bagaimana posisi yang ergonomis SMK3
dalam melakukan
pekerjaan
menyediakan alat-alat yang PERMENAKERT RANS
sesuai dengan prinsip ergonomis no.PER.03/MEN/ 1982 ttg
demi meningkatnya produktivitas pelayanan kesehatan kerja
tenaga kerja pada perusahaan.
4. Gizi tenaga kerja - - - Surat Ederan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. SE.
01/ Men/1979 tentang pengadaan
kantin dan ruang makan.
5. Pemeriksaan - - - - UU no 1 tahun 1970 tentang
kesehatan(awal, Keselamatan Kerja
berkala, khusus) - Permenaker No2/ Men/ 1980
tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja dalam
penyelenggaraan keselamatan
kerja

3
6. Program kesehatan Perusahaan belum mengadakan Status kesehatan tenaga Meningkatkan aspek promotif -PP No. 50 tahun 2012 tentang
penyuluhan berkala kerja tidak terjamin dan serta preventif (dilakukan penerapan Sistem Keselamatan
sejahtera penyuluhan) dalam menunjang dan Kesehatan Kerja (SMK3)
pengetahuan tenaga kerja tentang
penyakit akibat kerja serta
mencegah terjadinya penyakit atau
kecelakaan akibat kerja
Perusahaan belum mengadakan
jelas tentang 4 program utama Menyelenggarakan program
kesahatan kuratif dan rehabilitatif apabila
ada PAK yang terjadi
7. Pencegahan HIV, Perusahaan belum Tingkat pengetahuan Menjadwalkan dan melakukan - PER. 11/MEN/VI/2005 tentang
AIDS, dan narkoba mengadakan program tenaga kerja rendah penyuluhan tentang narkoba dan Pencegahan dan Penanggulangan
pencegahan HIV, AIDS, dan HIV secara berkala Penyalahgunaan dan Peredaran
narkoba Gelap Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif Lainnya di
Tempat Kerja
- Kep. 68/MEN/2004 tentang
Pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS di tempat Kerja

4
5
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil walk through survey yang kami lakukan, maka kesimpulan yang
dapat ditarik adalah:
 Dari aspek ergonomis sikap dan posisi tubuh pekerja kurang ergonomis.
 Dari aspek pemenuhan gizi pekerja baik, pekerja diberikan catering untuk
makan 3 kali, terdapat ruang makan dan kantin.
 Untuk pemeriksaan kesehatan sesuai dengan aturan, pemeriksaan kesehatan
awal telah dilakukan pada semua calon tenaga kerja yang meliputi
wawancara dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan berkala dilakukan rutin
setiap 1 tahun 1 kali.
 Dari aspek program kesehatan, perusahaan belum rutin mengadakan
penyuluhan berkala
 Dari aspek pencegahan HIV, AIDS, dan narkoba sudah dilakukan secara
optimal dengan sosialisasi HIV AIDS dan narkoba.
 Perusahaan menyediakan kotak P3K hampir di setiap devisi atau bagian
produksi.
 Ditinjau dari segi personil kesehatan, PT. Martina Berto memiliki dokter
yang melakukan pelayanan kesehatan yang datang setiap hari kerja.

5.2 Saran
Dari hasil walk through survey yang kami lakukan, maka kami ajukan beberapa
saran yaitu :
 Melakukan sosialisasi dan pelatihan petugas kesehatan demi kelangsungan
program kesehatan (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif) seperti
penyuluhan mengenai ISPA akibat tidak mengguakan APD dengan benar,
dan Penyakit Muskuloskeletal akibat pekerjaan yang sering terjadi.

6
 Penyuluhan tentang penggunaan APD yang baik dan benar seperti
menggunakan APD berupa masker sebelum memasuki area perusahaan agar
mengurangi paparan debu dari perusahaan, menggunakan APD sesuai
dengan fungsi yang semestinya dan penyuluhan mengenai posisi yang
ergonomis dalam melakukan pekerjaan.

 Melakukan penyuluhan tentang bagaimana sikap tubuh yang ergonomis


dalam bekerja.

7
BAB VI
PENUTUP

Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa


Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk
menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik
fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan
lingkungan. Jadi Keselamatan dan Kesehatan Kerja tidak selalu berkaitan dengan
masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu unsur yang penting
dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan
perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur nmasalah Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tetapi masih banyak faktor di lapangan yang
mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang disebut sebagai bahaya
kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi
standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak. Tidak
hanya bagi para pekerja, tetapi juga pengusaha itu sendiri, masyarakat dan
lingkungan sehingga dapat tercapai peningkatan mutu kehidupan dan produktivitas
nasional.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Redjeki S. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia. 2016. Available at:
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Kesehatan-dan-Keselamatan-Kerja-
Komprehensif.pdf
2. Sayuti, Abdul Jalaludin. Manajemen Kantor Praktis. Bandung: Alfabeta.
2013.
3. Republik Indonesia. 2009. Undang-undang No.36 Tahun 2009 Pasal 52 ayat
(2) UU Kesehatan. Sekretariat Negara. Jakarta.
4. Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia. Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:
Per.15/Men/Viii/2008 Tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Di
Tempat Kerja. Available at: http://www.gmf-aeroasia.co.id/wp-
content/uploads/bsk-pdf-
manager/127_PERMENAKERTRANS_NO._PER.15_MEN_VIII_2008_
TENTANG_PERTOLONGAN_PERTAMA_PADA_KECELAKAAN_DI
TEMPAT_KERJA.PDF
5. Suma’mur. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (Hiperkes) Jakarta:
CV. Sagung Seto. 2009.
6. ILO. Occupational Health Services in ILO Encyclopaedia, 2000 : 16.1-62
7. International Labor Organization . Keselamatan dan kesehatan Kerja . 5th
ed. Jakarta : ILO. 2013
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Nomor: PER. 11 /
MEN / VI / 2005.

Anda mungkin juga menyukai