Anda di halaman 1dari 100

SOSIALISASI

PERKAP NOMOR 6 TAHUN 2019


TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA

Tim Sosialiasi Perkap Selasa, 15 Oktober 2019


PERKAP NOMOR 6 TAHUN 2019
SISTEMATIKA

Matriks Perubahan Pengertian

Matriks Perubahan Pengaturan

Penjelasan (Diagram)
SISTEMATIKA
PERKAP NOMOR 6 TAHUN 2019 8 Bab 46 Pasal

Bab Bab Bab Bab Bab Bab Bab Bab


I II III IV V VI VII VIII
KETEN- BANTEK EVA- KETEN-
LP &
TUAN SIDIK GP NIS WASDAL LUASI TUAN
LIDIK PENUTUP
UMUM SIDIK DIK

TERDIRI DARI TERDIRI DARI TERDIRI DARI TERDIRI DARI TERDIRI DARI TERDIRI DARI TERDIRI DARI TERDIRI DARI

Pasal 2 Bagian 9 Bagian 3 Pasal 2 Pasal 6 Bagian 1 Pasal 1 Pasal


Gelar perkara Evaluasi Waktu
Pengertian-
pengertian
7 Pasal 7 Pasal biasa
Labfor
Identifikasi
9 Pasal Kinerja berlakunya
Laporan Polisi Giat sidik Pelaksana
Gelar perkara Dokfor Penyidik/ PERKAP
Penyelidikan SPDP Atasan
khusus Psikologi Penyidik
Upaya paksa penyidik
forensik Pembantu
Pemeriksaan Pejabat
Digital
Tap TSK pengemban
forensik
Pemberkasan fungsi
Serah BP wassidik
Serah TSK+BP Sasaran
Henti sidik Metode
Hasil wasdal
PERUBAHAN PENGERTIAN
Atasan Penyidik Tersangka
Perkap 14 Perkap 14
Pejabat Polri yang berperan selaku Seseorang yang karena
Penyidik, dan secara perbuatannya atau keadaannya,
struktural membawahi langsung berdasarkan bukti permulaan patut
penyidik/penyidik pembantu diduga sebagai pelaku tindak
pidana

Perkap 6 Perkap 6
Pejabat Polri yang mempunyai Seseorang yang karena
kewenangan penyidikan yang perbuatannya atau keadaannya,
secara struktural membawahi berdasarkan 2 (dua) alat bukti yang
langsung penyidik/penyidik sah didukung barang bukti patut
pembantu diduga sebagai pelaku tindak
pidana
PERUBAHAN PENGERTIAN
Saksi Barang bukti
Perkap 14 Perkap 14
Orang yang dapat memberikan Barang-barang baik yang berwujud,
bergerak atau tidak bergerak yang dapat
keterangan guna kepentingan
dijadikan alat bukti dan fungsinya untuk
Penyidikan, penuntutan dan peradilan diperlihatkan kepada terdakwa ataupun
tentang suatu perkara pidana yang saksi dipersidangan guna mempertebal
Didengar, dilihat dan atau dialami keyakinan hakim dalam menentukan
sendiri kesalahan terdakwa

Perkap 6 Perkap 6
Orang yang dapat memberikan Benda bergerak atau tidak bergerak,
keterangan dalam rangka penyidikan, berwujud atau tidak berwujud yang
penuntutan dan peradilan suatu tindak telah dilakukan penyitaan oleh
pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat penyidik untuk keperluan
sendiri dan ia alami sendiri termasuk pemeriksaan dalam tingkat
yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia penyidikan, penuntutan dan
lihat sendiri dan ia alami sendiri pemeriksaan di sidang pengadilan
PERUBAHAN PENGATURAN

PERKAP 14 PERKAP 6
KEGIATAN PENYELIDIKAN MELIPUTI: KEGIATAN PENYELIDIKAN
a. Pengolahan TKP; DILAKUKAN DENGAN CARA
b. Pengamatan (observasi); a. Pengolahan TKP;
c. Wawancara (interview); b. Pengamatan (observasi);
d. Pembuntutan (surveillance); c. Wawancara (interview);
e. Penyamaran (under cover); 1 d. Pembuntutan (surveillance);
f. Pelacakan (tracking); dan e. Penyamaran (undercover);
g. Penelitian dan analisis dokumen. f. Pembelian terselubung (undercover
buy);
g. Penyerahan dibawah pengawasan
(control delivery);
h. Pelacakan (tracking); dan/atau
i. Penelitian dan analisis dokumen.
PERUBAHAN PENGATURAN

PERKAP 14 PERKAP 6
KEGIATAN PENYIDIKAN KEGIATAN PENYIDIKAN
DILAKSANAKAN SECARA BERTAHAP TINDAK PIDANA TERDIRI ATAS:
MELIPUTI:

A. Penyelidikan; A. Penyelidikan;
B. Pengiriman SPDP; B. Dimulainya penyidikan;
2
C. Upaya paksa; C. Upaya paksa;
D. Pemeriksaan; D. Pemeriksaan;
E. Gelar perkara; E. Penetapan Tersangka;
F. Penyelesaian berkas perkara; F. Pemberkasan;
G. Penyerahan berkas perkara ke G. Penyerahan Berkas Perkara;
Penuntut Umum; H. Penyerahan Tersangka dan Barang
H. Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti; dan
Bukti; dan I. Penghentian penyidikan.
I. Penghentian penyidikan.
PERUBAHAN PENGATURAN
PERKAP 14 PERKAP 6
DASAR DILAKUKAN PENYIDIKAN PENYIDIKAN DILAKUKAN DENGAN DASAR
a. Laporan polisi/pengaduan; a. Laporan polisi; dan
b. Surat perintah tugas; b. Surat Perintah Penyidikan
c. Laporan hasil penyelidikan (LHP); 3
d. Surat Perintah Penyidikan; dan
e. SPDP.

SPDP dikirimkan kepada penuntut umum,


SPDP dibuat dan dikirimkan
pelapor/korban, dan terlapor dalam waktu
setelah terbit surat perintah 4
paling lambat 7 (tujuh) hari setelah
penyidikan.
diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.
PERUBAHAN PENGATURAN
PERKAP 14 PERKAP 6
Registrasi Administrasi penyidikan adalah
pencatatan kegiatan proses penyidikan
NIHIL 5
secara manual dan/atau melalui aplikasi
e-manajemen penyidikan.

Aplikasi Elektronik manajemen penyidikan


yang selanjutnya disebut Aplikasi e-mp
adalah Aplikasi yang berbasis website yang
digunakan oleh Penyidik atau Penyidik
NIHIL 6 Pembantu dalam sistem manajemen
penyidikan, sebagai sarana pengendalian
dan database perkara pidana.

Keadilan restoratif adalah penyelesaian


kasus pidana yang melibatkan pelaku,
NIHIL 7
korban dan/atau keluarganya serta pihak
terkait, dengan tujuan agar tercapai
keadilan bagi seluruh pihak.
PERUBAHAN PENGATURAN
PERKAP 14 PERKAP 6
membuka kembali penyidikan yang telah membuka kembali Penyidikan
dihentikan setelah didapatkan bukti 8
berdasarkan putusan praperadilan; dan
baru;
GP Khusus
melakukan kajian awal guna menilai
NIHIL 9
layak/tidaknya dibuatkan laporan polisi;
Lap. Polisi
a. Gelar perkara biasa;
1. awal proses penyidikan;
2. pertengahan proses penyidikan; a. Gelar perkara biasa;
dan 10
b. Gelar perkara khusus.
3. akhir proses penyidikan.
b. Gelar perkara khusus.
GP

NIHIL 11 bukan merupakan tindak pidana, dilakukan


penghentian penyelidikan
Hasil GP
PERUBAHAN PENGATURAN
PERKAP 14 PERKAP 6
NIHIL 12 Dalam proses penyidikan dapat dilakukan
keadilan restoratif
Giat Sidik
Apabila hasil pengawasan penyelidikan dan
penyidikan ditemukan pelanggaran dalam
Dalam hal hasil pengawasan ditemukan
proses penyelidikan dan/atau penyidikan
adanya dugaan pelanggaran disiplin
yang dilakukan oleh Penyidik dan/atau
atau kode etik profesi Polri yang
Penyidik Pembantu sebagaimana dimaksud
dilakukan penyidik/penyidik pembantu,
dalam Pasal 39 huruf a, dilakukan:
sebelum diproses melalui mekanisme 13
a. pembinaan, apabila melakukan
acara hukuman disiplin, harus dilakukan
pelanggaran prosedur;
pemeriksaan pendahuluan oleh
b. proses penyidikan, apabila ditemukan
atasan penyidik, pengawas penyidikan
dugaan pelanggaran tindak pidana; atau
atau pejabat atasan pengawas
c. pemeriksaan pendahuluan, apabila
penyidikan.
ditemukan dugaan pelanggaran kode
etik dan disiplin.

Wasdal
PERUBAHAN PENGATURAN
PERKAP 14 PERKAP 6
Apabila hasil pengawasan penyelidikan dan
Dalam hal hasil pengawasan ditemukan penyidikan ditemukan pelanggaran dalam
adanya dugaan pelanggaran disiplin proses penyelidikan dan/atau penyidikan
atau kode etik profesi Polri yang yang dilakukan oleh Penyidik dan/atau
dilakukan penyidik/penyidik pembantu, Penyidik Pembantu, dilakukan:
sebelum diproses melalui mekanisme 14 a. pembinaan, apabila melakukan
acara hukuman disiplin, harus dilakukan pelanggaran prosedur;
pemeriksaan pendahuluan oleh b. proses penyidikan, apabila ditemukan
atasan penyidik, pengawas penyidikan dugaan pelanggaran tindak pidana; atau
atau pejabat atasan pengawas c. pemeriksaan pendahuluan, apabila
penyidikan. ditemukan dugaan pelanggaran kode
etik dan disiplin.

Wasdal
PERUBAHAN PENGATURAN
PERKAP 14 PERKAP 6
Untuk mengukur tingkat keberhasilan • Untuk mengukur keberhasilan penyidikan
penyidik/penyidik pembantu, dilakukan yang dilakukan oleh Penyidik/Penyidik
evaluasi kinerja dengan membuat Pembantu, dilakukan evaluasi kinerja
rekapitulasi data tentang kegiatan dan melalui aplikasi e-mp.
hasil penyelidikan dan penyidikan • Atasan Penyidik dalam melakukan
berupa: 15 pengawasan dan pengendalian kegiatan
a. jumlah perkara yang diterima, penyidikan, dilaksanakan melalui aplikasi
diproses dan diselesaikan; dan e-mp.
b. rincian jumlah setiap jenis
penindakan yang dilaksanakan oleh
penyidik/penyidik pembantu
meliputi pemanggilan,pemeriksaan,
penangkapan,penahanan,
penggeledahan,penyitaan,
pengeluaran tahanan dan
penyerahan berkas perkara.

Evaluasi
Kinerja
BAB I

Ketentuan Umum yang berisi :

Pengertian-pengertian dalam Pasal 1


Perkap Nomor 6 Tahun 2019

Ruang lingkup berlaku untuk pengemban


fungsi penyidikan di lingkungan polri
BAB II – Laporan Polisi & Penyelidikan
▪ Info Masyarakat
▪ Info Anggota

Masyarakat LI

Laporan LP - B Ka SPKT Pejabat RESERSE LIDIK

▪ Karobinops ▪ Sprin Lidik


▪ Yanmas Piket Reserse
▪ Dirserse ▪ Ren Lidik
Bareskrim Penomoran ▪ Riksa
▪ Kapolres/ ▪ Giat
▪ SPKT Polda, LP Pelapor
waka lidik/metode
Polres, Polsek dalam e-MP ▪ BA
▪ Kapolsek/ ▪ Sasaran Lidik
Wawancara
waka ▪ LHP

DI KAJI
Gelar
Sidik TP Pidana LHP
Perkara
Laporan Bukan TP,
STT Tentukan
Tidak Henti Lidik
LP Layak pidana atau
bukan,
Limpah ke
LP-A/LP-B
instansi lain
BAB III – Penyidikan
▪ TIPIRING
▪ PELANGGARAN

LIDIK SIDIK SPDP Upaya Paksa Riksa


▪ Sprin sidik
▪ Blm ditemukan Dikirimkan : ▪ Pemanggilan
▪ Ren sidik ▪ SAKSI
TSK/ dan atau ▪ PU ▪ Penangkapan
▪ Registrasi ▪ AHLI
Bp ▪ Pelapor/korban ▪ Penahanan
mindik ▪ TERSANGKA
▪ Pengembangan ▪ Terlapor ▪ Penggeledahan
▪ Penerbitan ▪ KONFRONTASI
perkara ▪ Penyitaan
sp2hp ▪ REKON-
▪ Blm terpenuhi PALING LAMBAT ▪ Pemberian
▪ Restoratif STRUKSI
alat bukti 7 HARI surat
justice

Penyerahan Penyerahan
Henti Sidik TSK dan BP Berkas Perkara Pemberkasan Tap TSK
▪ Dilakukan ▪ Setelah BP dinyatakan
▪ Penyerahan BP
melalui GP biasa lengkap oleh JPU
ke JPU
▪ Untuk memenuhi ▪ TSK tdk ditahan, ▪ Pembuatan
▪ BP dikembalikan ▪ Min 2 Alat
kepastian untuk serah ke JPU Resume
oleh JPU, Bukti
hukum, keadaan dpt ditangkap & ▪ Penyusunan isi
penyidik ▪ Melalui GP
hukum dan ditahan berkas perkara
memenuhi ▪ Dpt di
kemanfaatan ▪ Tdhp perkara tipiring yg meliputi
permintaannya cegah ke
hukum & gar lantas , penyidik kelengkapan
dan BP Luar Negeri
▪ Dilaksanakan serahkan BP, BB, Mindik
diserahkan
sesuai dgn saksi dan terdakwa ke
kembali ke JPU
ketentuan pengadilan
BAB III – Penyidikan (2)

▪ TIPIRING
▪ PELANGGARAN

LIDIK SIDIK SPDP

▪ Sprin Sidik
▪ Blm ditemukan Dikirimkan :
▪ Ren sidik
TSK/ dan atau ▪ PU
▪ Registrasi Admin
BP ▪ Pelapor/korban
Sidik
▪ Pengembangan ▪ Terlapor
▪ Penerbitan
perkara
SP2HP
▪ Blm terpenuhi PALING LAMBAT
▪ Restoratif
alat bukti 7 HARI
Justice

UPAYA PAKSA
BAB III – Penyidikan (4)

SP Upaya Tap
Riksa
DP Paksa TSK

▪ Pemanggilan
▪ Saksi
▪ Penangkapan ▪ Min 2 Alat Bukti
▪ Ahli
▪ Penahanan ▪ Melalui GP
▪ Tersangka
▪ Penggeledahan ▪ Dpt di cegah ke
▪ Konfrontasi
▪ Penyitaan luar negeri
▪ Rekonstruksi
▪ Pemberian surat

Pemberkasan
BAB III – Penyidikan (4)

TAP Pember Penyerahan


Penyerahan
Berkas
TSK kasan TSK dan BP
Perkara
▪ Pembuatan ▪ Penyerahan BP
▪ Setelah BP dinyatakan
resume ke JPU
lengkap oleh JPU
▪ Penyusunan ▪ BP dikembalikan
▪ TSK tdk ditahan, untuk
isi berkas oleh JPU,
serah ke JPU dpt ditangkap
perkara yg penyidik
& ditahan
meliputi memenuhi
▪ Terhadap perkara TIPIRING
kelengkapan permintaannya
& GAR LANTAS , penyidik
mindik dan BP
serahkan BP, BB, saksi dan
diserahkan
Terdakwa ke pengadilan
kembali ke JPU

Henti Sidik

▪ Dilakukan melalui GP biasa


▪ Untuk memenuhi kepastian
hukum, keadaan hukum dan
kemanfaatan hukum
▪ Dilaksanakan sesuai dgn
ketentuan
BAB IV – Gelar Perkara
GELAR PERKARA

GELAR PERKARA BIASA


GELAR PERKARA KHUSUS

GP BIASA GP KHUSUS
▪ MENENTUKAN TP ATAU ▪ MERESPON DUMAS
BUKAN ▪ BUKA KEMBALI SIDIK
▪ TAP TSK BERDASAR PUTUSAN
▪ HENTI SIDIK PRAPID
▪ LIMPAH PERKARA ▪ MENINDAKLANJUTI
▪ PEMECAHAN KENDALA PERKARA YG MENJADI
SIDIK PERHATIAN MASY
BAB V – Bantuan Teknis Penyidikan

Laboratorium Forensik Psikologi Forensik


Penyidik memerlukan riksa Penyidik memerlukan
dan uji BB pemeriksaan TSK/ saksi/
korban yg hrs mendapatkan
Identifikasi penanganan psikis scra khusus
Penyidik memerlukan penyidik memerlukan
kepastian Identitas TSK/ pemeriksaan TSK/ saksi/
Saksi/ Korban dan sebagai korban yg hrs mendapatkan
alat bukti. penanganan psikis scra khusus
Kedokteran Forensik Digital Forensik
Penyidik memerlukan riksa Penyidik memerlukan periksa
TSK/ saksi/ korban yg harus dan uji BB digital yang harus
mendapatkan penanganan mendapat penanganan secara
fisik secara khusus khusus
BAB VI – Wasdal Sidik

SASARAN WASDAL SIDIK METODE


▪ PENYELIDIK DAN ▪ LIT MIN DAN E-MP
PENYIDIK/DIKTU ▪ ATASAN PENYIDIK ▪ WAS TEKNIS TAKTIS
▪ GIAT LIDIK SIDIK ▪ PEJABAT PENGEMBAN ▪ ASISTENSI DAN
▪ ADMINISTRASI LIDIK FUNGSI WASSIDIK SUPERVISI
SIDIK ▪ GELAR PERKARA

HASIL WASDAL SIFAT/BENTUK


❑ DITEMUKAN PELANGGARAN DLM PROSES ▪ RUTIN
SIDIK: ▪ INSIDENTIL
▪ PEMBINAAN, APABILA MELAKUKAN
PELANGGARAN PROSEDUR
▪ PROSES SIDIK, APABILA DITEMUKAN
DUGAAN PELANGGARAN TINDAK PIDANA;
▪ PEMERIKSAAN PENDAHULUAN, APABILA
DITEMUKAN DUGAAN KODE ETIK DAN
ATAU DISIPLIN
BAB VII – Evaluasi Penyidik/Dik Tu

Dilakukan evaluasi kinerja


melalui aplikasi e-MP untuk
mengukur keberhasilan
sidik oleh penyidik/diktu

Atasan penyidik dalam


melakukan pengawasan dan
pengendalian sidik melalui
aplikasi e-MP

Aplikasi e-MP diatur dalam


Perkabareskrim
TERIMA KASIH
PERATURAN KAPOLRI
NOMOR 6 TAHUN 2019
TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
JUDUL PERKAP

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK


INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2019
TENTANG
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
PERKAP No. 6 Tahun 2019

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ini yang


dimaksud dengan:
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Polri
adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.
3. Penyidik adalah pejabat Polri yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk melakukan penyidikan.
4. Penyidik Pembantu adalah pejabat Polri yang diangkat oleh Kapolri
berdasarkan syarat kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam
melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.
Pasal 1

5. Atasan Penyidik adalah Pejabat Polri yang mempunyai kewenangan


penyidikan yang secara struktural membawahi langsung
Penyidik/Penyidik Pembantu.
6. Tindak Pidana adalah suatu perbuatan melawan hukum berupa
kejahatan atau pelanggaran yang diancam dengan hukuman pidana
penjara, kurungan atau denda.
7. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
8. Penyelidik adalah pejabat Polri yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk melakukan penyelidikan.
9. Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya, berdasarkan 2 (dua) alat bukti yang sah didukung
barang bukti patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Pasal 1

10. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka
penyidikan, penuntutan dan peradilan suatu tindak pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri termasuk yang
tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
11. Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana.
12. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
13. Laporan Informasi adalah informasi tentang suatu peristiwa dari
masyarakat atau yang diketahui sendiri oleh Anggota Polri untuk
dilakukan penyelidikan guna mengetahui apakah peristiwa tersebut
merupakan peristiwa pidana atau bukan.
Pasal 1

14. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang


karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada
pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan
terjadinya peristiwa pidana.
15. Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak
yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk
menindak menurut hukum yang berlaku terhadap seseorang yang
telah melakukan tindak pidana yang merugikannya.
16. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan yang selanjutnya
disingkat SPDP adalah surat pemberitahuan kepada Kepala
Kejaksaan tentang dimulainya penyidikan yang dilakukan oleh
Penyidik Polri.
17. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan yang
selanjutnya disingkat SP2HP adalah surat pemberitahuan terhadap
pelapor/pengadu tentang hasil perkembangan penyidikan.
Pasal 1

18. Tertangkap Tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu


sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah
beberapa saat setelah tindak pidana itu dilakukan atau sesaat
kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang
melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya diketemukan
benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan
tindak pidana yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau
turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
19. Tempat Kejadian Perkara yang selanjutnya disingkat TKP adalah
tempat suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi dan tempat lain
dimana korban dan/atau barang bukti dan/atau saksi dan/atau
pelaku yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat
ditemukan.
20. Barang Bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud
atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh Penyidik
untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan
dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Pasal 1

21. Laporan Hasil Penyelidikan adalah Laporan tertulis yang dibuat oleh
Penyelidik yang berisi tentang hasil penyelidikan terhadap suatu
peristiwa yang diduga tindak pidana.
22. Pelapor adalah orang yang memberitahukan dan menyampaikan
tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa
pidana dan secara langsung terlibat dalam peristiwa tersebut.
23. Pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh
pejabat pengemban fungsi pengawasan penyidikan berdasarkan surat
perintah dari atasan Penyidik yang berwenang terhadap Penyidik
atau Penyidik Pembantu yang diduga telah melakukan pelanggaran
proses penyelidikan dan/atau penyidikan.
24. Gelar Perkara adalah kegiatan penyampaian penjelasan tentang
proses penyelidikan dan penyidikan oleh Penyidik kepada peserta
gelar dan dilanjutkan diskusi kelompok untuk mendapatkan
tanggapan/masukan/ koreksi guna menghasilkan rekomendasi
untuk menentukan tindak lanjut proses penyelidikan dan penyidikan.
Pasal 1

25. Registrasi Administrasi penyidikan adalah pencatatan kegiatan


proses penyidikan secara manual dan/atau melalui aplikasi e-
manajemen penyidikan.
26. Aplikasi Elektronik manajemen penyidikan yang selanjutnya disebut
Aplikasi e-mp adalah Aplikasi yang berbasis website yang digunakan
oleh Penyidik atau Penyidik Pembantu dalam sistem manajemen
penyidikan, sebagai sarana pengendalian dan database perkara
pidana.
27. Keadilan restoratif adalah penyelesaian kasus pidana yang
melibatkan pelaku, korban dan/atau keluarganya serta pihak terkait,
dengan tujuan agar tercapai keadilan bagi seluruh pihak.
Pasal 2

Ruang lingkup peraturan ini berlaku untuk pengemban fungsi


penyidikan di lingkungan Polri.
PERKAP No. 6 Tahun 2019

BAB II
LAPORAN POLISI DAN
PENYELIDIKAN
Bagian Ke Satu – Laporan Polisi

Pasal 3
(1) Penyelidik berwenang menerima laporan/pengaduan baik secara
tertulis, lisan maupun menggunakan media elektronik tentang
adanya tindak pidana.
(2) Laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diterima di:
a. Satker pengemban fungsi Penyidikan pada tingkat Mabes
Polri; atau
b. SPKT/SPK pada tingkat Polda/Polres/Polsek.
Bagian Ke Satu – Laporan Polisi

(3) Pada SPKT/SPK yang menerima laporan/pengaduan,


ditempatkan Penyidik/Penyidik Pembantu yang ditugasi untuk:
a. menjamin kelancaran dan kecepatan pembuatan laporan
polisi;
b. melakukan kajian awal guna menilai layak/tidaknya
dibuatkan laporan polisi; dan
c. memberikan pelayanan yang optimal bagi warga masyarakat
yang melaporkan atau mengadu kepada Polri.
(4) Setelah dilakukan kajian awal sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf b, dibuat:
a. tanda penerimaan laporan; dan
b. laporan polisi.
Bagian Ke Satu – Laporan Polisi

(5) Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b,


terdiri atas:
a. laporan polisi model A, yaitu laporan polisi yang dibuat oleh
anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau
menemukan langsung peristiwa yang terjadi; dan
b. laporan polisi model B, yaitu laporan polisi yang dibuat oleh
anggota Polri atas laporan yang diterima dari masyarakat.
(6) Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diberi
penomoran, sebagai Registrasi Administrasi penyidikan.
(7) Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
penanganannya dapat:
a. dilimpahkan ke kesatuan setingkat/tingkat bawah;
b. diambil alih oleh satuan tingkat atas; dan
c. dilimpahkan ke instansi lain.
Bagian Ke Satu – Laporan Polisi

Pasal 4

(1) Setelah laporan Polisi dibuat, Penyidik/Penyidik Pembantu yang


bertugas di SPKT/SPK pada tingkat Polda/Polres/Polsek atau
pejabat penerima laporan yang bertugas di Satker pengemban
fungsi Penyidikan pada tingkat Mabes Polri, segera melakukan
pemeriksaan terhadap pelapor dalam bentuk berita acara
wawancara saksi pelapor.
Bagian Ke Satu – Laporan Polisi

(2) Kepala SPKT/SPK atau pejabat penerima laporan pada tingkat


Mabes Polri, meneruskan laporan Polisi dan berita acara
wawancara saksi pelapor kepada:
a. pejabat pengemban fungsi pembinaan operasional
penyidikan untuk laporan yang diterima di Mabes Polri;
b. Direktur Reserse Kriminal Polda untuk laporan yang
diterima di SPKT Polda sesuai jenis perkara yang dilaporkan;
c. Kapolres/Wakapolres untuk laporan yang diterima di SPKT
Polres; atau
d. Kapolsek/Wakapolsek untuk laporan yang diterima di SPK
Polsek.
(3) Penerimaan Laporan Polisi pada Satker pengemban fungsi
penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bagian Ke Dua – Penyelidikan

Pasal 5

(1) Penyelidikan dilakukan berdasarkan:


a. laporan dan/atau pengaduan; dan
b. surat perintah penyelidikan.
(2) Dalam hal terdapat informasi mengenai adanya dugaan tindak
pidana, dibuat laporan informasi dan dapat dilakukan
penyelidikan sebelum adanya laporan dan/atau pengaduan
dengan dilengkapi surat perintah.
Bagian Ke Dua – Penyelidikan

Pasal 6

(1) Kegiatan penyelidikan dilakukan dengan cara:


a. pengolahan TKP;
b. pengamatan (observasi);
c. wawancara (interview);
d. pembuntutan (surveillance);
e. penyamaran (undercover);
f. Pembelian terselubung (undercover buy)
g. penyerahan dibawah pengawasan (control delivery);
h. pelacakan (tracking); dan/atau
i. penelitian dan analisis dokumen.
Bagian Ke Dua – Penyelidikan

(2) Sasaran penyelidikan meliputi:


a. orang;
b. benda atau barang;
c. tempat;
d. peristiwa/kejadian; dan/atau
e. kegiatan.
Bagian Ke Dua – Penyelidikan
Pasal 7

(1) Sebelum melakukan penyelidikan, penyelidik wajib membuat


rencana penyelidikan.
(2) Rencana penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diajukan kepada Penyidik, paling sedikit memuat:
a. surat perintah penyelidikan;
b. jumlah dan identitas Penyidik/penyelidik yang akan
melaksanakan penyelidikan;
c. objek, sasaran dan target hasil penyelidikan;
d. kegiatan dan metode yang akan dilakukan dalam
penyelidikan;
e. peralatan dan perlengkapan yang diperlukan dalam
pelaksanaan kegiatan penyelidikan;
f. waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan
penyelidikan; dan
g. kebutuhan anggaran penyelidikan.
Bagian Ke Dua – Penyelidikan
Pasal 8

(1) Penyelidik wajib membuat Laporan Hasil Penyelidikan secara


tertulis kepada Penyidik.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
berisi:
a. tempat dan waktu;
b. kegiatan penyelidikan;
c. hasil penyelidikan;
d. hambatan; dan
e. pendapat dan saran.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditandatangani
oleh ketua tim penyelidik.
Bagian Ke Dua – Penyelidikan
Pasal 9

(1) Hasil Penyelidikan yang telah dilaporkan oleh tim penyelidik,


wajib dilaksanakan gelar perkara untuk menentukan peristiwa
tersebut diduga:
a. tindak pidana; atau
b. bukan tindak pidana.

(2) Hasil gelar perkara yang memutuskan:


a. merupakan tindak pidana, dilanjutkan ke tahap penyidikan;
b. bukan merupakan tindak pidana, dilakukan penghentian
penyelidikan; dan
c. perkara tindak pidana bukan kewenangan Penyidik Polri,
laporan dilimpahkan ke instansi yang berwenang.
Bagian Ke Dua – Penyelidikan

(3) Dalam hal atasan Penyidik menerima keberatan dari pelapor atas
penghentian penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, dilakukan gelar perkara untuk menentukan kegiatan
penyelidikan dapat atau tidaknya ditingkatkan ke tahap
penyidikan.
PERKAP No. 6 Tahun 2019

BAB III
PENYIDIKAN
Bagian Ke Satu – Kegiatan Penyidikan
Pasal 10

(1) Kegiatan penyidikan tindak pidana terdiri atas:


a. penyelidikan;
b. dimulainya penyidikan;
c. upaya paksa;
d. pemeriksaan;
e. penetapan tersangka;
f. pemberkasan;
g. penyerahan berkas perkara;
h. penyerahan tersangka dan barang bukti; dan
i. penghentian penyidikan.
Bagian Ke Satu – Kegiatan Penyidikan

(2) Dalam hal penyidikan tindak pidana ringan dan pelanggaran,


kegiatan penyidikan, terdiri atas:
a. pemeriksaan;
b. memberitahukan kepada terdakwa secara tertulis tentang
hari, tanggal, jam dan tempat sidang;
c. menyerahkan berkas ke pengadilan; dan
d. menghadapkan terdakwa berserta barang bukti ke sidang
pengadilan.
Bagian Ke Satu – Kegiatan Penyidikan

(3) Penyidik dalam melaksanakan kegiatan penyidikan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), harus melaksanakan registrasi
administrasi penyidikan.
(4) Registrasi administrasi penyidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), dilakukan secara terpusat.
(5) Setiap perkembangan penanganan perkara pada kegiatan
penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
harus diterbitkan SP2HP.
Bagian Ke Satu – Kegiatan Penyidikan
Pasal 11

Penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a,


dilakukan apabila:
a. belum ditemukan tersangka dan/atau barang bukti;
b. pengembangan perkara; dan/atau
c. belum terpenuhi alat bukti.
Bagian Ke Satu – Kegiatan Penyidikan
Pasal 12

Dalam proses penyidikan dapat dilakukan keadilan restoratif,


apabila terpenuhi syarat:
a. materiel, meliputi:
1. tidak menimbulkan keresahan masyarakat atau tidak
ada penolakan masyarakat;
2. tidak berdampak konflik sosial;
3. adanya pernyataan dari semua pihak yang terlibat
untuk tidak keberatan, dan melepaskan hak
menuntutnya di hadapan hukum;
4. prinsip pembatas:
a) pada pelaku:
1) tingkat kesalahan pelaku relatif tidak berat,
yakni kesalahan dalam bentuk kesengajaan; dan
2) pelaku bukan residivis;
b) pada tindak pidana dalam proses:
1) penyelidikan; dan
2) penyidikan, sebelum SPDP dikirim ke Penuntut
Umum;
Bagian Ke Satu – Kegiatan Penyidikan

b. formil, meliputi:
1. surat permohonan perdamaian kedua belah pihak (pelapor
dan terlapor);
2. surat pernyataan perdamaian (akte dading) dan
penyelesaian perselisihan para pihak yang berperkara
(pelapor, dan/atau keluarga pelapor, terlapor dan/atau
keluarga terlapor dan perwakilan dari tokoh masyarakat)
diketahui oleh atasan Penyidik;
3. berita acara pemeriksaan tambahan pihak yang berperkara
setelah dilakukan penyelesaian perkara melalui keadilan
restoratif;
4. rekomendasi gelar perkara khusus yang menyetujui
penyelesaian keadilan restoratif; dan
5. pelaku tidak keberatan dan dilakukan secara sukarela atas
tanggung jawab dan ganti rugi.
Bagian Ke Dua – Dimulainya Penyidikan
Pasal 13

(1) Penyidikan dilakukan dengan dasar:


a. Laporan Polisi; dan
b. Surat Perintah Penyidikan.
(2) Surat Perintah Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, paling sedikit memuat:
a. dasar penyidikan;
b. identitas tim penyidik;
c. perkara yang dilakukan penyidikan;
d. waktu dimulainya penyidikan; dan
e. identitas Penyidik selaku pejabat pemberi perintah.
(3) Setelah Surat Perintah Penyidikan diterbitkan, dibuat SPDP.
Bagian Ke Dua – Dimulainya Penyidikan
Pasal 14

(1) SPDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikirimkan


kepada penuntut umum, pelapor/korban, dan terlapor dalam
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkan Surat
Perintah Penyidikan.
(2) SPDP paling sedikit memuat:
a. dasar penyidikan berupa laporan polisi dan Surat Perintah
Penyidikan;
b. waktu dimulainya penyidikan;
c. jenis perkara, pasal yang dipersangkakan dan uraian
singkat tindak pidana yang disidik;
d. identitas tersangka; dan
e. identitas pejabat yang menandatangani SPDP.
Bagian Ke Dua – Dimulainya Penyidikan

(3) Identitas tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf


d, tidak perlu dicantumkan dalam SPDP, bila Penyidik belum
dapat menetapkan tersangka.
(4) Dalam hal Tersangka ditetapkan setelah lebih dari 7 (tujuh)
hari diterbitkan Surat Perintah Penyidikan, dikirimkan surat
pemberitahuan penetapan tersangka dengan dilampirkan SPDP
sebelumnya.
(5) Apabila Penyidik belum menyerahkan berkas perkara dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari kepada Jaksa Penuntut Umum,
Penyidik wajib memberitahukan perkembangan perkara dengan
melampirkan SPDP.
Bagian Ke Dua – Dimulainya Penyidikan
Pasal 15

(1) Sebelum melakukan penyidikan, Penyidik wajib membuat


rencana penyidikan yang diajukan kepada atasan Penyidik
secara berjenjang.
(2) Rencana penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling
sedikit memuat:
a. jumlah dan identitas Penyidik;
b. objek, sasaran dan target penyidikan;
c. kegiatan dan metode yang akan dilakukan dalam
penyidikan;
d. karakteristik dan anatomi perkara yang akan disidik;
e. waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan
penyidikan;
f. sarana dan prasarana yang diperlukan dalam pelaksanaan
kegiatan penyidikan;
g. kebutuhan anggaran penyidikan; dan
h. kelengkapan administrasi penyidikan.
Bagian Ke Tiga – Upaya Paksa
Pasal 16

(1) Upaya paksa meliputi:


a. pemanggilan;
b. penangkapan;
c. penahanan;
d. penggeledahan;
e. penyitaan; dan
f. pemeriksaan surat.
(2) Upaya paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
didahului dengan penyelidikan.
Bagian Ke Tiga – Upaya Paksa
Pasal 17

(1) Pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a,


dilakukan secara tertulis dengan menerbitkan surat panggilan
atas dasar Laporan Polisi dan Surat Perintah Penyidikan.
(2) Pemanggilan terhadap Tersangka/Saksi/Ahli dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan undangan.
(3) Pemanggilan terhadap Tersangka/Saksi/Ahli dilakukan melalui:
a. perwakilan negara Republik Indonesia tempat domisili orang
yang dipanggil, untuk WNI yang berada di luar wilayah
Indonesia; atau
b. perwakilan negaranya di Indonesia, bagi WNA yang berada
di luar wilayah Indonesia.
Bagian Ke Tiga – Upaya Paksa

(4) Pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),


dikoordinasikan dengan Divisi Hubungan Internasional Polri.
(5) Pemanggilan terhadap pejabat negara dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan.
(6) Tersangka yang telah dipanggil untuk pemeriksaan guna
penyidikan perkara dan tidak jelas keberadaannya, dicatat di
dalam Daftar Pencarian Orang dan dibuatkan surat pencarian
orang.
Bagian Ke Tiga – Upaya Paksa
Pasal 18

(1) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b,


dapat dilakukan oleh Penyidik atau Penyidik Pembantu terhadap
tersangka atau oleh penyelidik atas perintah Penyidik.
(2) Penyidik atau Penyidik Pembantu yang melakukan penangkapan
wajib dilengkapi dengan surat perintah penangkapan dan surat
perintah tugas.
(3) Dalam hal tertangkap tangan, tindakan penangkapan dapat
dilakukan oleh petugas dengan tanpa dilengkapi surat perintah
penangkapan atau surat perintah tugas.
Bagian Ke Tiga – Upaya Paksa

(4) Penangkapan terhadap warga negara asing yang berada di


wilayah Indonesia harus diberitahukan ke kedutaan atau
konsulat perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia,
berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional Polri.
(5) Dalam hal penangkapan tidak sah berdasarkan putusan
praperadilan segera dilepaskan sejak dibacakan putusan atau
diterima salinan putusan.
(6) Tersangka yang diduga berada di luar wilayah Indonesia,
Penyidik berkoordinasi dengan Bagkerma Robinops Bareskrim
Polri untuk verifikasi pengajuan proses penerbitan Red Notice
yang dilaksanakan melalui mekanisme Gelar Perkara dengan
mengundang Divisi Hubungan Internasional Polri.
Bagian Ke Tiga – Upaya Paksa
Pasal 19

(1) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c,


dilakukan oleh Penyidik terhadap tersangka dengan dilengkapi
surat perintah penahanan.
(2) Tindakan penahanan dilakukan sesuai peraturan perundang-
undangan.
(3) Tanggung jawab administrasi terhadap tersangka yang ditahan
berada pada Penyidik yang mengeluarkan surat perintah
penahanan, dan tanggung jawab pemeliharaan dan perawatan
tersangka yang ditahan selama di dalam rutan berada pada
pejabat pengemban fungsi tahanan dan barang bukti.
(4) Dalam hal penahanan tidak sah berdasarkan putusan pra
peradilan, tersangka segera dilepaskan sejak dibacakan putusan
atau diterima salinan putusan.
Bagian Ke Tiga – Upaya Paksa
Pasal 20

(1) Penggeledahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d,


dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu dengan dilengkapi
dengan:
a. surat perintah penggeledahan; dan
b. surat izin penggeledahan dari pengadilan, kecuali dalam
keadaan sangat perlu dan mendesak.
(2) Penggeledahan pakaian dan/atau badan terhadap perempuan
dilakukan oleh Polisi wanita/PNS Polri wanita/wanita yang
dipercaya dan ditunjuk untuk diminta bantuannya oleh
Penyidik/Penyidik Pembantu.
Bagian Ke Tiga – Upaya Paksa
Pasal 21

(1) Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf e,


dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu terhadap
benda/barang yang berkaitan dengan perkara yang ditangani
untuk kepentingan penyidikan.
(2) Penyidik/Penyidik Pembantu yang melakukan penyitaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilengkapi dengan:
a. surat perintah penyitaan; dan
b. surat izin penyitaan dari ketua pengadilan, kecuali dalam
hal tertangkap tangan.
(3) Dalam hal penyitaan tidak sah berdasarkan putusan
praperadilan segera dikembalikan barang yang disita sejak
dibacakan putusan atau diterima salinan putusan.
(4) Penyitaan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
Bagian Ke Tiga – Upaya Paksa
Pasal 22

(1) Pemeriksaan surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf


f, merupakan tindakan Penyidik/Penyidik Pembantu untuk
membuka, memeriksa dan menyita surat yang dikirim melalui
kantor pos dan giro, perusahaan komunikasi, penyelenggara
sistem elektronik, jasa pengiriman barang atau angkutan, jika
benda/barang tersebut diduga kuat mempunyai hubungan
dengan perkara pidana yang sedang ditangani.
(2) Untuk kepentingan pemeriksaan surat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Penyidik/Penyidik Pembantu dapat meminta
kepada kepala kantor pos dan giro, perusahaan telekomunikasi,
jasa pengiriman barang atau angkutan untuk menyerahkan
kepadanya surat yang dimaksud dan untuk kepentingan itu
harus dibuatkan surat tanda penerimaan.
Bagian Ke Tiga – Upaya Paksa

(3) Pemeriksaan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


dilakukan dengan izin khusus yang diberikan oleh ketua
pengadilan negeri, kecuali dalam keadaan sangat perlu dan
mendesak dan/atau ketentuan peraturan perundangan-
undangan lain.
(4) Pemeriksaan surat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
Bagian Ke Empat – Pemeriksaan
Pasal 23

(1) Pemeriksaan dilakukan oleh Penyidik dan/atau Penyidik


Pembantu terhadap saksi, ahli, dan Tersangka yang dituangkan
dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh
Penyidik dan/atau Penyidik Pembantu yang melakukan
pemeriksaan dan orang yang diperiksa.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan
untuk mendapatkan alat bukti dalam proses penyidikan
mendapatkan keterangan saksi, ahli dan tersangka yang
dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.
Bagian Ke Empat – Pemeriksaan
Pasal 24

(1) Untuk kepentingan pembuktian dapat dilakukan pemeriksaan


konfrontasi dengan mempertemukan saksi dengan saksi atau
saksi dengan tersangka.
(2) Pemeriksaan konfrontasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Penyidik/Penyidik Pembantu wajib menghindarkan terjadinya
konflik.
(3) Dalam hal menguji persesuaian keterangan para saksi atau
tersangka, Penyidik/Penyidik Pembantu dapat melakukan
rekonstruksi.
Bagian Ke Lima – Penetapan Tersangka
Pasal 25

(1) Penetapan tersangka berdasarkan paling sedikit 2 (dua) alat


bukti yang didukung barang bukti.
(2) Penetapan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan melalui mekanisme gelar perkara, kecuali
tertangkap tangan.
Bagian Ke Lima – Penetapan Tersangka
Pasal 26

(1) Tersangka dapat dikenakan tindakan pencegahan agar tidak


melarikan diri keluar wilayah negara Indonesia.
(2) Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, untuk kepentingan
penyidikan, Penyidik dalam tahap awal dapat mengajukan
permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi untuk
mencegah berpergian ke luar negeri orang yang disangka
melakukan tindak pidana dan ditindaklanjuti secara tertulis.
Bagian Ke Enam – Pemberkasan
Pasal 27

(1) Setelah selesai dilaksanakan penyidikan, dibuat resume sebagai


ikhtisar dan kesimpulan hasil penyidikan tindak pidana.
(2) Apabila resume selesai dibuat, dilaksanakan penyusunan isi
berkas perkara yang meliputi kelengkapan administrasi
penyidikan.
(3) Administrasi penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
terdiri atas:
a. isi berkas perkara; dan
b. bukan isi berkas perkara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Administrasi Penyidikan, diatur
dengan Peraturan Kabareskrim Polri.
Bagian Ke Tujuh – Penyerahan Berkas Perkara
Pasal 28

(1) Penyerahan berkas perkara ke Penuntut Umum dilakukan


setelah pemberkasan dalam proses penyidikan selesai.
(2) Apabila berkas perkara dikembalikan oleh Penuntut Umum
kepada Penyidik, berkas perkara diserahkan kembali ke
Penuntut Umum setelah dilakukan pemenuhan petunjuk
Penuntut Umum terhadap kekurangan isi/materi berkas
perkara.
Bagian Ke Delapan
Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti

Pasal 29

(1) Penyerahan tersangka dan barang bukti dilakukan setelah


berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum.
(2) Apabila Tersangka tidak ditahan dan dikhawatirkan melarikan
diri atau tidak kooperatif, untuk kepentingan penyerahan
tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum dapat
dilakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka.
(3) Dalam hal acara pemeriksaan cepat yang merupakan perkara
tindak pidana ringan, dan/atau perkara pelanggaran lalu lintas,
Penyidik atas kuasa Penuntut Umum demi hukum menyerahkan
berkas perkara, barang bukti, saksi, dan terdakwa ke pengadilan.
Bagian Ke Sembilan – Penghentian Penyidikan
Pasal 30

▪ Penghentian penyidikan dilakukan melalui Gelar Perkara.


▪ Penghentian penyidikan dapat dilakukan untuk memenuhi
kepastian hukum, rasa keadilan dan kemanfaatan hukum.
▪ Penghentian penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
PERKAP No. 6 Tahun 2019

BAB IV
GELAR PERKARA
Pasal 31

Pasal 31

Gelar Perkara dilaksanakan dengan cara:


a. gelar perkara biasa; dan
b. gelar perkara khusus.
Pasal 32

Pasal 32

(1) Gelar perkara biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31


huruf a, dilaksanakan untuk:
a. menentukan tindak pidana atau bukan;
b. menetapkan Tersangka;
c. penghentian penyidikan;
d. pelimpahan perkara; dan
e. pemecahan kendala penyidikan.
(2) Pelaksanaan Gelar Perkara biasa dapat mengundang fungsi
pengawasan dan fungsi hukum Polri.
(3) Pelimpahan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, dilaporkan kepada atasan Penyidik secara berjenjang.
Pasal 32

Pasal 33

(1) Gelar perkara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31


huruf b, dilaksanakan untuk:
a. merespons pengaduan masyarakat dari pihak yang
berperkara dan/atau penasihat hukumnya setelah ada
perintah dari Atasan Penyidik;
b. membuka kembali Penyidikan berdasarkan putusan
praperadilan; dan
c. menindaklanjuti perkara yang menjadi perhatian
masyarakat.
(2) Pelaksanaan Gelar Perkara khusus wajib mengundang fungsi
pengawasan dan fungsi hukum Polri serta ahli.
PERKAP No. 6 Tahun 2019

BAB V
BANTUAN TEKNIS
PENYIDIKAN
Pasal 34

Pasal 34

Penyidik dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana didukung


dengan bantuan teknis penyidikan untuk pembuktian secara ilmiah
(Scientific Crime Investigation);
Pasal 35
Pasal 35

Bantuan teknis penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34,


antara lain:
a. laboratorium forensik, digunakan dalam hal Penyidik
memerlukan pemeriksaan dan pengujian barang bukti yang
harus mendapat penanganan dan/atau perlakuan khusus;
b. identifikasi, digunakan dalam hal Penyidik memerlukan
kepastian identitas Tersangka/Saksi/Korban tindak pidana dan
sebagai alat bukti;
c. kedokteran forensik, digunakan dalam hal Penyidik memerlukan
pemeriksaan tersangka/saksi/korban yang harus mendapatkan
penanganan/perlakuan fisik secara khusus;
d. psikologi forensik, digunakan dalam hal Penyidik memerlukan
pemeriksaan tersangka/saksi/korban yang harus mendapatkan
penanganan/perlakuan psikis secara khusus; dan
e. digital forensik, digunakan dalam hal Penyidik memerlukan
pemeriksaan dan pengujian barang bukti Digital yang harus
mendapat penanganan dan/atau perlakuan khusus.
PERKAP No. 6 Tahun 2019

BAB VI
PENGAWASAN DAN
PENGENDALIAN
Bagian Ke Satu – Pelaksana
Pasal 36

Pengawasan dan pengendalian penyidikan dilaksanakan oleh:


a. atasan Penyidik; dan
b. pejabat pengemban fungsi pengawasan penyidikan.
Bagian Ke Dua – Atasan Penyidik
Pasal 37

Atasan Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a,


bertugas:
a. mengawasi dan memastikan setiap tahapan penyidikan berjalan
sesuai rencana.
b. menjamin terselenggaranya proses penyelidikan dan penyidikan
secara efektif dan efisien;
c. melakukan analisis dan evaluasi hasil penyelidikan dan/atau
penyidikan;
d. melakukan pengecekan kelengkapan perorangan untuk
menjamin keamanan, keselamatan Penyidik dan Penyidik
Pembantu dalam pelaksanaan tugas;
e. membantu pemecahan masalah dan hambatan yang dihadapi
oleh Penyidik/Penyidik Pembantu dalam pelaksanaan tugas; dan
f. meminimalisir dan menindaklanjuti komplain masyarakat
terhadap penyidikan.
Bagian Ke Tiga – Pejabat Pengemban
Fungsi Pengawasan Penyidikan
Pasal 38

Pejabat pengemban fungsi pengawasan penyidikan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 36 huruf b, bertugas:
a. melakukan pengawasan penyelidikan dan penyidikan di
lingkungan Polri;
b. melakukan pemeriksaan materi dan administrasi penyidikan;
c. melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap
Penyidik/Penyidik Pembantu; dan
d. melakukan koordinasi dengan fungsi pengawasan di luar
fungsi reserse kriminal.
Bagian Ke Empat – Sasaran
Pasal 39

Sasaran pengawasan dan pengendalian penyelidikan dan penyidikan


meliputi:
a. Penyelidik dan Penyidik/Penyidik Pembantu;
b. kegiatan penyelidikan dan penyidikan; dan
c. administrasi Penyelidikan dan Penyidikan.
Bagian Ke Lima – Metode
Pasal 40

Metode pengawasan dan pengendalian kegiatan penyelidikan dan


penyidikan, paling sedikit meliputi:
a. penelitian administrasi dan e-manajamen penyidikan;
b. pengawasan taktis dan teknis;
c. asistensi dan supervisi; dan
d. gelar perkara.
Bagian Ke Lima – Metode
Pasal 41

(1) Pengawasan dan pengendalian kegiatan penyelidikan dan


penyidikan dilakukan secara:
a. rutin; dan
b. insidentil.
(2) Pengawasan secara rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, dilakukan oleh atasan Penyidik yang berwewenang sejak
terbit surat perintah penyelidikan dan/atau penyidikan.
Bagian Ke Lima – Metode

(3) Pengawasan penyidikan secara insidentil sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan oleh pejabat pengemban
fungsi pengawasan penyidikan berdasarkan surat perintah
atasan Penyidik yang berwewenang, apabila terdapat:
a. adanya dugaan pelanggaran/penyimpangan yang dilakukan
Penyidik dan/atau Penyidik Pembantu dalam menangani
perkara berdasarkan pengaduan masyarakat; atau
b. penyelidikan dan/atau penyidikan yang menjadi perhatian
publik.
(4) Pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a, penanganannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Ke Enam Hasil Pengawasan
dan Pengendalian
Pasal 42

(1) Apabila hasil pengawasan penyelidikan dan penyidikan


ditemukan pelanggaran dalam proses penyelidikan dan/atau
penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik dan/atau Penyidik
Pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a,
dilakukan:
a. pembinaan, apabila melakukan pelanggaran prosedur;
b. proses penyidikan, apabila ditemukan dugaan pelanggaran
tindak pidana; atau
c. pemeriksaan pendahuluan, apabila ditemukan dugaan
pelanggaran kode etik dan disiplin.
Bagian Ke Enam Hasil Pengawasan
dan Pengendalian

(2) Proses penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,


didasarkan hasil gelar perkara dan/atau pemeriksaan
pendahuluan sesuai perintah atasan Penyidik.
(3) Apabila dalam pemeriksaan pendahuluan sebagimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, ditemukan pelanggaran kode etik dan/atau
disiplin, dilimpahkan kepada fungsi propam untuk dilakukan
pemeriksaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ke Enam Hasil Pengawasan
dan Pengendalian
Pasal 43

Apabila hasil pengawasan penyelidikan dan penyidikan ditemukan


pelanggaran atas kegiatan penyelidikan dan/atau penyidikan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b, dilakukan
pembinaan terhadap Penyidik dan/atau Penyidik Pembantu yang
melakukan pelanggaran dan memberi petunjuk taktis dan teknis
terhadap proses penyelidikan dan/atau penyidikan.
Bagian Ke Enam Hasil Pengawasan
dan Pengendalian
Pasal 44

Apabila dalam pengawasan penyelidikan dan/atau penyidikan


ditemukan adanya pelanggaran terhadap administrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 huruf c, pejabat pengemban pengawas
penyidikan merekomendasi kepada atasan Penyidik untuk
memberikan pembinaan terhadap Penyidik dan/atau Penyidik
Pembantu.
PERKAP No. 6 Tahun 2019

BAB VII
EVALUASI
PENYIDIK/PENYIDIK
PEMBANTU
Pasal 45

Pasal 45

(1) Untuk mengukur keberhasilan penyidikan yang dilakukan oleh


Penyidik/Penyidik Pembantu, dilakukan evaluasi kinerja melalui
aplikasi e-mp.
(2) Atasan Penyidik dalam melakukan pengawasan dan
pengendalian kegiatan penyidikan, dilaksanakan melalui aplikasi
e-mp.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan sistem aplikasi
e-mp sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan
Peraturan Kabareskrim Polri.
PERKAP No. 6 Tahun 2019

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46

Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2019

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA


REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MUHAMMAD TITO KARNAVIAN

Anda mungkin juga menyukai