Anda di halaman 1dari 7

Laporan Pragmatik

Pengertian, Sejarah, Ruang Lingkup, dan Daya Pragmatik

Kelompok 12

Tri Ananda Putri Utami 1710722020

Radikaa Sawitri 1710722021

Aisya Rizano 1710722022

Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Andalas

2020
Pengertian Pragmatik

Menurut KBBI pragmatic adalah cabang ilmu linguistik yang berkenaan


dengan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam
komunikasi. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari penggunan bahasa dalam
komunikasi, khususnya hubungan antarkalimat dan konteks dan situasi kalimat itu
digunakan. Dari kutipan ini, dapat dikatakan bahwa bila cara berbicara tentang
pragmatic berarti berbicara tentang bagaimana penutur memilih bentuk-bentuk
bahasa untuk mencapai tujuan bertutur (Gunarwan, 2004:2)
Pragmatik bersifat komplemen, yang berarti bahwa studi tentang bahasa
dilakukan baik secara terpisah dari sistem formal bahasa maupun dari sebagian yang
melengkapi (Leech, 1993).

Richards dkk. (1985: 225) bahwa Pragmatics is the study of the use of language
in communication, particularly the relationship between sentences and the context
and situations in which they are used. Pragmatik merupakan ilmu penggunaan bahasa
dalam komunikasi, khususnya hubungan antarkalimat dan konteks dan situasi kalimat
itu digunakan. Dari kutipan ini, dapat dikatakan bahwa bila berbicara tentang
pragmatik berarti berbicara tentang bagaimana penutur memilih bentuk-bentuk
bahasa untuk mencapai tujuan bertutur (Gunarwan, 2004: 2).

Ketika bentuk-bentuk dan penggunaan kebahasaan dikaji dengan


menghubungkannya pada kondisi-kondisi setempat atau khusus, maka hal ini berada
dalam kawasan sosiopragmatik. Leech (1983:10-11), Tarigan (1990:26-27), dan
Trosborg (1995:37) berpendapat bahwa bila suatu kajian telah melingkupi kondisi
lokal yang lebih khusus penggunaan bahasa, maka ini termasuk dalam wawasan
mengenai sosiopragmatik. Artinya, dalam masyarakat local setempat yang lebih
khusus ini jelas kelihatan kalau atau penggunaan berkomunikasi bahasa atau
senantiasa berubah. Perubahan itu aneka masyarakat bahasa, dalam situasi-situasi
sosial dan mitra-mitra tutur yang berbeda.
Sejarah Pragmatik

Ilmu pragmatik pertamakali dikemukakan oleh Morris pada tahun 1938( Mey,
1993:35). Ketika ia membicarakan bentuk umum ilmu tanda (semiotic). Ia
menjelaskan dalam (Levinson, 1983:1) bahwa semiotic memiliki tiga bidang kajian,
yaitu sintaksis (syintax), semantik (semantics), dan pragmatik (pagmatics). Sintaksis
merupakan kajian lingustik yang mengkaji hubungan formal antartanda.Semantik
adalah kajian linguistic tentang hubungan tanda dengan orang yang
menginterpretasikan tanda tersebut. Namun , tahun 1955, Austin, dalam bukunya
yang berjudul How To Do Things Word (1962), telah mengembangkan ilmu ini
dengan menurunkan teori tindak tutur. Buku ini dianggap sebagai peletak dasar
kajian pragmatic. Teori Austin dilanjutkan oleh muridnya, Searle (1969), dengan
karya yang berjudul Speech Acts. Beranjak dari teori Austin, Searle mencoba
mengembangkan kerangka yang lebih sistematik mengenai tindak tutur dan
menghubungkannya dengan teori-teori linguistik

Langkah Searle ini memancing perhatian linguis, seperti Grice (1975) dengan
Teori Grice-nya yang membuahkan prinsip pragmatik, Levinson (1983), Gazdar
(1979), Leech (1983), dan linguis lainnya untuk memperkaya khasanah kajian dan
teori-teori pragmatik. Oleh karena itu, sebagai subdisiplin termuda linguistik
pragmatik telah berkembang cukup pesat ( Purwo, 1990:11 dan Gunarwan, 2004:3).

Berkembangnya ilmu pragmatic dilandasi oleh semakin sadarnya paralinguis


bahwa upaya menguak hakikat bahasa atau upaya pengkajian bahasa yang lebih
dititikberatkan pada kaidah-kaidah tata bahasa (gramatikal sentries) tidak akan
membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pandangan
bagaimana bahasa itu digunakan dalam konteks komunikasi (Leech, 1983:1).

Pada awal-awal perkembangannya, pragmatic sering dilihat sebelah mata oleh


sekelompok linguis. Pragmatik dianggap sebagai keranjang sampah semantik.
Pragmatik dijadikan tempat pembuangan kalimat-kalimat yang ketika itu ‘melawan
logika’ linguistic oleh penganut linguistik formal. Namun, sekarang pragmatic sudah
dianggap disiplin ilmu yang bergengsi sebagai sebuah fenomena baru dalam
linguistik.

Tiga hal mendasar yang terjadi pada peta perkembangan kajian kebahasaan dalam
sejarah munculnya kajian pragmatik:

1. Pergeseran prinsip formalisme menjadi fungsionalisme.


Menurut pandangan formalisme bahasa bertujuan memberikan dan
menjelaskan unsur-unsur yang membangun sebuah bahasa, berlawanan
dengan pandangan ini, fungsionalisme menitikberatkan kajian bahasa pada
upaya memberikan dan menjelaskan fungsi bahasa, yakni untuk apa bahasa itu
digunakan.

2. Pergeseran prinsip gramatikal sentri menjadi pragmatikal sentris


Penjelasan tentang gramatikal sentris, yaitu pengkajian bahasa lebih
dititikberatkan pada kaidah-kaidah tata bahasa yang bersifat konvensional.
Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam analisis kebahasaan, faktor kaidah
memegang peranan penting. Artinya makna suatu ujaran sangat ditentukan
oleh kaidah kebahasaan yang berlaku pada ujaran tersebut.
Penjelasan pragmatik (pragmatikalsentris) melangkah lebih jauh
daripada penjelasan tata bahasa (gramatikal sentris), namun walaupun
jangkauannya lebih luas, di satu pihak kualitas penjelasannya lebih lemah
daripada penjelasan tata bahasa. Dikatakan lebih lemah karena bila
dibandingkan dengan kaidah-kaidah tata bahasa, prinsip-prinsip pragmatic
menempatkan kendala-kendala yang lebih lemah pada perilaku bahasa; karena
itu daya prediksi prinsip-prinsip pragmatic hanya bersifat probabilistis saja.

3. Pergeseran dari kaidah menjadi masalah


Dalam pragmatik, faktor kaidah sudah dapat dikesampingkan dan
lebih mengutamakan bagaimana sebuah tuturan/bahasa dapat mewakili
pemikiran/keinginan dari sipenutur. Berbeda dengan paham yang berkembang
sebelumnya, analisis bahasa lebih terfokus dalam upaya mengotak-atik kaidah
sebagai suatu yang mutlak.

Ruang Lingkup

1. Deiksis

Deiksis adalah salah satu gejala semantic yang terdapat pada kata
yang hanya dapat di tafsirkan acuannya dengan mempertimbangan
konteks pembicaraan (Hasan Alwi dkk, 1998).

2. Pra anggapan
Pra anggapan adalah apa yang digunakan oleh penutur sebagai dasar
bersama bagi para peserta percakapan (Brown danyale, 1996).

3. Tindak Tutur
Suatu tuturan atau ujaran yang merupakan satuan fungsional dalam
komunikasi (Richard, Plat, 1993).

4. Implikatur Percakapan
Istilah implikatur dipakai oleh Grice (1975) untuk menerangkan apa
yang mungkin di artikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur,
yang berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur itu
(Brown dan Yule, 1996). Menurut Levinson (1983), implikatur
percakapan merupakan penyimpangan dari muatan semantic suatu
kalimat.
Daya Pragmatik

Edy Tri Sulistyo (2013:38) menyatakan bahwa, daya pragmatic merupakan


makna tersirat dibalik ujaran, yang mampu menggerakkan mitra tuturnya untuk
melakukan apa yang dimaksudkan penutur dibalik ujaran yang dituturkannya.
Perbedaan antara makna (sense) makna ditentukan secara semantis. Sedangkan daya
(force) makna ditentukan secara semantic dan pragmatis. Ikatan antara makna dan
daya juga perlu disadari. Daya mencakup makna dan secara semantis, daya sekaligus
juga dapat diturunkan dari makna. Menurut Leech (1993: 23) daya pragmatic
dibentuk oleh daya ilokusi dan daya retorik secara bersama-sama

. Daya retorika adalah makna tuturan diihat dari ketaatan penutur pada prinsip-
prinsip retorik (misalnya sejauh mana penutur mengatakan yang benar, berbicara
dengan sopan, atau bernada ironis). Daya pragmatic berkaitan dengan interpretasi atas
tuturan.
Daftar Pustaka

Revita, Ike.2013. Pragmatik:Kajian Tindak Tutur Permintaan Lintas Bahasa.


Padang: Fakultas Ilmu Budaya.

http://repository.ut.ac.id/4754/1/PBIN4212-M1.pdf

http://digilib.unila.ac.id/6426/13/BAB%20II.pdf

file:///C:/Users/acer/Downloads/PRAGMATIK_KONSEP_DASAR_MEMAHAMI_
KONTEKS_TUTURAN.pdf

Anda mungkin juga menyukai