Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN INVESTIGASI OUTBREAK HAIs

RSU YARSI PONTIANAK TAHUN 2018

Jalan Tanjung Raya II Telp. (0561) 739685 – FAX (0561) 767078


Email rsi_yarsiptk@yahoo.co.id
PONTIANAK – KALBAR
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

HAIs (Healthcare Associated Infections) merupakan suatu infeksi yang dialami oleh
pasien selama dirawat di pelayanan kesehatan dan menunjukkan gejala infeksi baru dan
bukan dalam masa inkubasi termasuk penyakit yang diderita karena pekerjaan. Kejadian
HAIs banyak dihubungkan dengan pemasangan alat, seperti CAUTI (Catheter Associated
Urinary Tract Infection), VAP (Ventilator Associated Pneumonia), CRBSI (Catheter (IV,
Central) Related Blood Stream Infection) dan IDO (Infeksi Daerah Operasi) karena tindakan
insisi serta plebitis. Surveilans HAIs merupakan suatu sistem yang aktif dan
berkesinambungan dalam mengamati peningkatan atau penurunan kejadian dan penyebaran
penyakit pada suatu populasi dan selanjutnya dilakukan analisis dan diseminasi secara
periodik kepada pihak-pihak yang terkait atau stakeholder. Surveilans diharapkan mampu
menurunkan angka kejadian HAIs dengan melakukan tindankan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang ada di rumah sakit terutama untuk pendeteksian wabah atau KLB
sehingga tidak menimbulkan kematian yang tinggi. Upaya pencegahan dan pengendalian
dapat dimulai dengan prosedur pemasangan yang aseptik, perawatan yang komprehensif
selama pemasangan alat, serta pemantuan kemungkinan infeksi dengan melakukan
identifikasi risiko melalui bundle prevention. Dalam melaksanakan kegiatan surveilans
mengacu pada standar prosedur, panduan, dan alur pelaporan yang melibatkan semua
perawat, kepala ruangan, IPCLN, IPCO, dan dokter yang merawat. Pelaporan yang
berkualitas akan meningkatkan validitas dan reliabilitas data yang dikumpulkan sehingga
hasil pelaporan akurat. Hal tersebut akan meningkatkan ketepatan dalam strategi perbaikan
dan intervensi yang akan dilakukan, sehingga mampu meningkatkan keselamatan pasien
selama dirawat di RSU YARSI Pontianak dengan menurunkan angka kejadian HAIs.

B. Tujuan

Umum:

Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum YARSI Pontianak.

Khusus :

1. Memberikan gambaran angka kejadian HAIs di RSU YARSI Pontianak


2. Melakukan strategi perbaikan dalam pencegahan dan pengendalian kejadian HAIs di
RSU YARSI Pontianak.
3. Meningkatkan kualitas dan ketepatan pelaporan data surveilans.
4. Mencegah secara dini terjadinya kasus KLB/ Out Break HAIs.

C.SASARAN
Semua pasien yang menjalani perawatan di ruang rawat inap dan ICU
D. WAKTU PELAKSANAAN
Pencatatan dan pelaporan kejadian infeksi nosokomial dilakukan setiap hari,
kemudian data diakumulasikan menjadi data bulanan dan dianalisa setiap 3 bulan sekali, serta
dibuat laporan tahunan 1 tahun sekali.

E. METODE ANALISA

Kejadian Infeksi (numerator)


HAIs Kateter = X 1000‰
Jumlah pemakaian kateter menetap
(denumerator)

Kejadian Infeksi (numerator)


HAIs IDO = X 100%
Jumlah Tindakan operasi (denumerator)

Kejadian Infeksi (numerator)


HAIs VAP = X 1000‰
Jumlah pemakaian ventilator (denumerator)

Kejadian Infeksi (numerator)


HAIs IADP = X 1000‰
Jumlah pemakaian Vena Sentral (denumerator)

Kejadian plebhits (numerator)


HAIs PLEBHITIS = X 1000‰
Jumlah pemakaian IV Line (denumerator)
BAB II
LAPORAN INFEKSI RUMAH SAKIT YARSI PONTIANAK
PERIODE JANUARI-MARET 2018

A. Pendahuluan
Infeksi Rumah Sakit (IRS) merupakan masalah terutama di rumah sakit-rumah sakit
besar yang merawat pasien dengan beragam jenis penyakit. Pengendalian IRS merupakan
suatu upaya penting dalam meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit. Pencegahan
kejadian IRS harus diupayakan sedapat mungkin, antara lain dengan menerapkan tindakan
asepsis dan membiasakan perilaku higienis pada petugas kesehatan serta pelaksanaan
surveilans.
Surveilans (IRS) sebagai salah satu program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
harus dilaksanakan untuk memantau mutu pelayanan. Data dasar infeksi rumah sakit yang
didapatkan dari hasil surveilans dapat dijadikan sebagai bahan untuk mengukur
keberhasilan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

B. Tujuan Survey

A. Memperoleh data dasar.

B. Menilai standar mutu RS.

C. Mencegah terjadinya KLB HAIs

D. Menilai keberhasilan suatu program PPI.


C. Hasil Surveilans HAIs dan Analisis pada bulan Januari

TABEL ANGKA KEJADIAN HAIs DI RSU YARSI PONTIANAK BULAN JANUARI


TAHUN 2018
JENIS INFEKSI
PLEBHITIS terkait ISK Terkait IDO Terkait
NO. RUANGAN Pemasangan cateter urine
pemasangan IVL menetap tindakan operasi
N D ‰ TARGET N D ‰ TARGET N D ‰ TARGET
1 R. internis 0 766 0 0 163 0 0 0 0
R. Bedah +
poly
2 bedah,Obgyn 0 334 0 ≤5‰ 0 144 0 ≤ 4,7‰ 79 5 6,33 ≤ 2%
3 R. Anak 4 382 10,47 0 0 0 0 0 0
4 R. Kebidanan 0 115 0 31 0 0 8 0 0
5 R.ICU 0 49 0 0 49 0 0 49 0

hasil surveilans HAIs RSU YARSI


bulan Januari 2018
12 11.39%
10.47‰
10
8
6
plebhitis
4 ISK
2 IDO
0 0 0 0 0 0 0 0
0
R. internis R. Bedah + poly R. Anak R. Kebidanan R.ICU
bedah

Hasil analisa berdasarkan tabel dan grafik di atas adalah :

Infeksi daerah operasi (IDO) periode tahun 2017 dengan rata-rata capaian 3,80%, angka IDO di bulan
januari terjadi peningkatan yaitu dengan rata-rata nilai 6,33% sehingga bisa dikatakan terjadi
peningkatan 2x dibanding periode tahun 2017, sedangkan angka plebhitis pada periode tahun 2017
dengan rata-rata nilai 7,9‰ sedangkan pada bulan januari 2018 terjadi peningkatan angka plebhitis
dengan nilai 10,47‰, angka kejadian ISK pada periode sebelumnya tahun 2017 yaitu rata-rata nilai
4,2‰ sedangkan pada januari 2018 terjadi penurunan yang signifikan yaitu 0‰. Dari kesimpulan
data di atas bahwa terjadi peningkatan yang signifikan untuk angka kejadian IDO dan
plebhitis sehingga masih di bawah target yang ditetapkan sesuai dengan kamus indicator mutu
pelayanan minimal RS yaitu plebhitis ≤ 5 ‰, IDO ≤ 2%.
TABEL ANGKA KEJADIAN HAIs DI RSU YARSI PONTIANAK BULAN FEBRUARI
TAHUN 2018

JENIS INFEKSI
PLEBHITIS terkait ISK Terkait IDO Terkait
NO. RUANGAN Pemasangan cateter urine
pemasangan IVL menetap tindakan operasi
N D ‰ TARGET N D ‰ TARGET N D ‰ TARGET
1 R. internis 0 519 0 0 145 0 0 0 0
R. Bedah +
5 79 5.95
2 poly bedah 0 290 0 0 126 0
≤5‰ ≤ 4,7‰ ≤2‰
3 R. Anak 4 338 11.83 0 0 0 0 0 0
4 R. Kebidanan 0 114 0 44 0 0 12 0 0
5 R.ICU 0 48 0 33 0 0 0 0 0

hasil surveilans HAIs RSU YARSI


bulan Februari 2018
14
11.83‰
12
10
8
5.95% plebhitis
6
ISK
4
IDO
2
0 0 0 0
0
R. internis R. Bedah + poly R. Anak R. Kebidanan R.ICU
bedah

Analisa data

Analisa Data berdasarkan tabel dan grafik di atas adalah :

Data yang dikumpulkan dan dianalisa untuk mengetahui angka kejadian infeksi rumah sakit di RSU
YARSI Pontianak meliputi, Plebhitis pada pasien dengan pemasangan infus, Infeksi Daerah Operasi
(IDO), dan Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada pasien dengan kateterisasi uretra), angka IDO mencapai
5.95% pada bulan ini, kemudian angka phlebitis mencapai 11.83‰ kejadian IRS IDO bulan januari
tahun 2018 secara umum terjadi penurunan angka IRS pada pasien yang di rawat , tetapi masih di
bawah target yang ditetapkan yaitu target standar pelayanan minimal yang menetapkan angka IDO
<2%, sedangkan angka kejadian plebhitis pada bulan ini terjadi peningkatan dibandingkan bulan
januari 2018 sebelumnya, sehingga masih di bawah target pencapaian yaitu ≤ 5‰.

TABEL ANGKA KEJADIAN HAIs DI RSU YARSI PONTIANAK BULAN MARET


TAHUN 2018

JENIS INFEKSI
PLEBHITIS terkait ISK Terkait IDO Terkait
NO. RUANGAN Pemasangan cateter urine
pemasangan IVL menetap tindakan operasi
N D ‰ TARGET N D ‰ TARGET N D ‰ TARGET
1 R. internis 0 626 0 0 18 0 0 0 0
R. Bedah +
2 poly bedah 0 372 0 0 197 0 4 106 3.77
≤5‰ ≤ 4,7‰ ≤2‰
3 R. Anak 0 343 0 0 0 0 0 0 0
4 R. Kebidanan 0 138 0 0 65 0 0 12 0
5 R.ICU 0 59 0 51 0 0 0 0

hasil surveilans HAIs RSU YARSI


bulan Maret 2018
4 3.77%
3.5
3
2.5
2 plebhitis
1.5
ISK
1
0.5 IDO
0 0 0 0
0
R. internis R. Bedah + poly R. Anak R. Kebidanan R.ICU
bedah

Hasil analisa berdasarkan tabel dan grafik di atas adalah :

Data yang dikumpulkan dan dianalisa untuk mengetahui angka kejadian infeksi rumah sakit di RSU
YARSI Pontianak meliputi, Plebhitis pada pasien dengan pemasangan infus, Infeksi Daerah Operasi
(IDO), dan Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada pasien dengan kateterisasi uretra), angka IDO mencapai
3,77% pada bulan ini, kemudian angka phlebitis terjadi penurunan yang signifikan yaitu 0‰. kejadian
IRS IDO bulan januari tahun 2018 secara umum terjadi penurunan angka IRS pada pasien yang di
rawat , tetapi masih di bawah target yang ditetapkan yaitu target standar pelayanan minimal yang
menetapkan angka IDO <2%, sedangkan angka plebhitis terjadi penurunan mencapai 0‰, sehingga
target yang diinginkan tercapai. Tetapi wajib dilakukan analisa dikarenakan dari tahun 2017 angka
IDO tinggi dan masih di bawah target yang ditentukan oleh kemenkes yaitu ≤2%.

D. Rekomendasi

Dari data yang telah dikumpulkan dari bulan juni 2017-maret 2018. Bahwa angka IDO di RSU
YARSI Pontianak tidak pernah terjadi penurunan yang signifikan sehingga harus dilakukann prioritas
audit/ monitoring terkait bundles HAIs dan dilakukan grading matrixs untuk Infections Risk
Assesment HAIs. Langkah tersebut di ambil untuk dilakukan evaluasi apakah terjadi penurunan untuk
HAIs khususnya kasus IDO di RSU YARSI Pontianak.

Ditetapkan di Pontianak
Pada tanggal : 31 Juli, 2017

Ketua Tim PPIRS,

Dr. Agung Nugroho, Sp. Pd


BAB III
INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT PERIODE JANUARI-MARET 2018

No ISSUE PROBABILITAS DAMPAK SYSTEM YG ADA SKORE RANGKING


RESIKO RISIKO

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

HAIs

1 Plebitis 5 2 2 20 2

2 ISK 3 2 2 12 3

3 IDO 4 5 2 40 1

Kesimpulan :

Berdasarkan hasil grading matrix yang dilakukan dapat di analisa bahwa angka tertinggi atau rangking tertinggi untuk kasus HAIs di
RSU YARSI Pontianak adalah kasus IDO dengan rangking risiko 1 dan score resiko 40, dari hasil tersebut dapat di simpulkan kasus
untuk IDO harus di tangani segera dan ditetapkan sebagai KLB.
BAB IV
PELAPORAN KASUS KLB HAIs

A. Langkah-langkah penanggulangan KLB


1. Menyiapkan Lapangan
a. Investigasi :
a) Kunjungan ke tempat kejadian, yaitu di unit rawat inap bedah, kemudian
ke ruangan pasien yang di duga IDO.
b) Dokumentasikan hasil temuan (wawancara, observasi, rekam medis)
c) Konsultasi ke ahli DPJP yang terduga IDO : Untuk memastikan diagnose
tersebut benar IDO.

b. Hasil investigasi :
Pasien yang mengalami IDO adalah pasien yang sudah lebih dari 1 minggu
pasca operasi dan masih dikategorikan infeksi daerah operasi sejak 30 hari
pasca operasi sampai 90 hari pasca operasi. Luka daerah operasi tampak
merah, bengkak, keluar pus, dan daerah luka post op terbuka. 5 orang pasien
pasca bedah yang ditemukan dilakukan rawat inap ulangan dengan lama hari
rawat rata-rata 5 hari.
Pasien yang dilakukan rawat inap ulang pasca bedah dan dinyatakan IDO
dengan hasil pemerikasaan penunjang laboratorium sebagai berikut :

TGL OPERASI TGL


& INFEKSI &
NO. INISIAL UMUR DIAGNOSA Pemeriksaan Pemeriksaan KETERANGAN
penunjang pre penunjang
operasi post operasi
1. Tn. T 52 th Hernia inguinalis 15/03/2018 22/03/2018 Meninggal
lateralis dextra / WBC 10.8 g/dl WBC: 20.0
herniorepair g/dl
2. Tn. M 26 th Ileus obstruktif / 18/12/2018 24/3/2018 Meninggal
laparatomy
3. Ny. M 67 th Laparotomy/ 20/03/2018 28/03/2018 Hidup
cholelitiasys WBC: 14,9g/dl WBC :
23,5g/dl
B. Identifikasi Penyebab Masalah
Identifikasi masalah yang dilakukan dengan menggunakan fish Bone

Man (petugas) : Fasilitas


1. Setiap pasien yang dilakukan operasi khususnya px dr. budiman
jarang untuk dilakukan mandi pre op minimal 2x dengan 1. instrument bedah masih belum tersedia dan
menggunakan sabun antiseptic dikarenakan waktu tunggu pre op lengkap
yang singkat dan pasien masuk dr IGD dan Poly langsung, 2. kapasitas R.OK yang hanya teredia 2 ruangan
transfer ke OK. dan dengan alat yang minimal hanya bisa
2. pasien pre op hanya melakukan persinggahan sebentar di ruang dilakukan operasi elektif sebanyak 6 pasien
bedah 1-2 jam hanya untuk melakukan inform konsen pre op (tidak termasuk operasi cyto)
3. pencukuran pre op dilakukan ≥2 jam sebelum operasi/ pasien 3. belum tersedianya hexos fan dan AC sentral di
telah mencukur di rumah R.OK
4. tidak patuhnya petugas dalam penerapan bundles IDO dalam
4.
upaya pengendalian dan pencegahan infeksi pasca bedah
5. operator pada saat operasi masih ditemukan menggunakan APD
yang tidak lengkap ( tidak menggunakan alas kaki tertutup)
6. banyaknya jumlah pasien yang dilakukan operasi cyto.
INFEKSI DAERAH
OPERASI
(IDO)

Metode /Proses Manajemen :

1. SPO tentang penerapan bundles HAIs IDO belum patuh 1. Belum adanya kebijakan direktur tentang
dilaksanakan oleh Petugas (dokter, perawat) pengaturan waktu jam operasional R. OK
2. Belum adanya SPO pembatasan jumlah pasien operasi elektif dan 2. Kurangnya dukungan manajemen (direktur) terkait
waktu operasi di RSU YARSI fasilitas kelengkapan R.OK dan alat penunjang
3. Tingginya angka operasi cyto yang dilakukan oleh operator lainnya.
4. Tingginya jam kerja operasi elektif pada malam hari sehingga
meningkatkan human error pada petugas.
5. Belum adanya alur prosedur penerimaan pasien pre op elektif dan
cyto
C. Penyusunan PDSA berdasarkan hasil audit checklist bundles IDO

Berdasarkan hasil audit bundles IDO yang di ambil sampel pasien pre operasi yang
ada di ruang perawatan bedah dari tanggal 9 April-10 April 2018 dengan metode incidental
sampling yaitu mengambil sampel populasi semua pasien yang pada saat ke lapangan ditemui
dan masuk dalam kriteria. Populasi yang diambil yaitu semua pasien yang akan dilakukan
prosedur operasi.
Total pasien yang diambil untuk sampel audit bundles IDO sebanyak 6 orang dengan
instrument checklist kepatuhan yang sudah dipatenkan oleh CDC tahun 2011 dan sudah di uji
cobakan di semua RS di Indonesia.
a. Score tingkat kepatuhan
Tingkat kepatuhan/ level compliance. Persentase scor dapat dikategorikan dengan tingkat
kepatuhan dalam bentuk kepatuhan, kategori :
1. Patuh > atau =85% (kepatuhan baik)
2. Intermediate 76-84% (kepatuhan sedang)
3. Minimal < atau = 75% (kepatuhan minimal)
b. scoring formula
1. Kriteria ditandai dengan ya dan tidak
2. Nilai kepatuhan jumlah total ya dibagi jumlah total ya dan tidak dikali 100%

Total number of “ya”


X 100%
Total number “ya & tidak”

Kesimpulan :
dari hasil audit yang dilakukan didapat score tingkat kepatuhan terhadap penerapan bundles
IDO oleh petugas di RSU YARSI Pontianak yaitu 60.8% (angka kepatuhan minimal karena
≤ 75%).
Langkah-langkah PDSA sbb:

Plan
1. Komunikasikan semua rencana perbaikan kepada petugas yang berhubungan langsung
dengan proses operasi yaitu petugas kamar bedah, petugas perawatan beda, petugas
sarana medis,
2. Komunikasikan kepada pihak manajemen dan direktur terkait sarana dan fasilitas
R.Ok dalam Upaya penurunan Angka Infeksi
3. Komunikasikan kepada manajemen dan direktur terkait penerapan kebijakan dan SPO
pembatasan waktu operasi elektif/ waktu operasional pembedahan di unit OK.
4. Komunikasikan kepada direktur terkait kebijakan tentang alur persiapan pasien pre
operasi elektif maupun cyto.
5. Edukasi ulang tentang pedoman pencegahan SSI kepada petugas kamar, operator dan
perawatan bedah
6. Implementasi pedoman pengunaan antimikroba profilaksis dan monitoring kepatuhan
penggunaannya.
7. Mengembangkan bundle SSI dan edukasi ulang tentang Bundles SSI kepada semua
petugas kamar bedah dan perawatan bedah.
8. Implementasikan bundle SSI, lakukan evaluasi dan monitoring kepatuhan petugas
menjalankan bundle
9. Edukasi ulang tentang cuci tangan bedah dan cara melakukan preparasi kulit pasien
dan lakaukan monitoring
10. Edukasi ulang tentang penggunaan Alat Pelindung Diri kepada semua petugas Kamar
bedah pada saat melakukan tindakan operasi
11. Mengembangkan materi edukasi untuk persiapan pasien preoperasi
12. Berikan laporan bulanan dan berikan umpan balik kepada dokter bedah tentang angka
kepatuhan terhadap Bundles HAIs.
13. Buat pedoman RS tentang penggunaan antimikroba profilaksis
14. Melakukan analisis atas kejadian IDO dengan metode RCA atau dengan Fish Bone.

DO
1. Mengkomunikasikan semua rencana perbaikan kepada petugas yang berhubungan
langsung dengan proses operasi yaitu petugas kamar bedah, petugas perawatan beda,
petugas sarana medis,
2. mengkomunikasikan kepada pihak manajemen dan direktur terkait sarana dan fasilitas
R.Ok dalam Upaya penurunan Angka Infeksi
3. mengkomunikasikan kepada manajemen dan direktur terkait penerapan kebijakan dan
SPO pembatasan waktu operasi elektif/ waktu operasional pembedahan di unit OK.
4. mengkomunikasikan kepada direktur terkait kebijakan tentang alur persiapan pasien
pre operasi elektif maupun cyto.
5. Melakukan Edukasi ulang tentang pedoman pencegahan SSI kepada petugas kamar,
operator dan perawatan bedah
6. Melakukan Implementasi pedoman pengunaan antimikroba profilaksis dan
monitoring kepatuhan penggunaannya.
7. Mengembangkan bundle SSIdan edukasi ulang tentang Bundles SSI kepada semua
petugas kamar bedah dan perawatan bedah.
8. mengimplementasikan bundle SSI, lakukan evaluais dan monitoring kepatuhan
petugas menjalankan bundle
9. Melakukan edukasi ulang tentang cuci tangan bedah dan cara melakukan preparasi
kulit pasien dan lakaukan monitoring
10. Melakukan edukasi ulang tentang penggunaan Alat Pelindung Diri kepada semua
petugas Kamar bedah pada saat melakukan tindakan operasi
11. Mengembangkan materi edukasi untuk persiapan pasien preoperasi
12. Berikan laporan bulanan dan berikan umpan balik kepada dokter bedah tentang angka
kepatuhan terhadap Bundles HAIs.
13. Membuat pedoman RS tentang penggunaan antimikroba profilaksis
14. Melakukan analisis atas kejadian IDO dengan metode RCA atau dengan Fish Bone.

Study
1. Screening pasien pre operasi masih belum dilakukan dengan baik, terlihat persiapan
pre operasi masih dilakukan dengan segera dan pemeriksaan penunjang masih belum
dilakukan dengan lengkap
2. Perbaikan edukasi pasien yang akan dilakukan operasi masih belum berjalan dengan
baik,
3. Proses pencukuran masih dilakukan sendiri oleh pasien di rumah/ dengan waktu ≥2
jam sebelum operasi
4. Pencukuran masih menggunakan pencukur biasa, tetapi disposable
5. Pemberian antibiotic profilaksis masih belum diterapkan oleh sebagian petugas/
operator
6. Semua pasien pre op untuk sebagian operator masih belum dilakukan dikarenakan
persiapan operasi yang cukup singkat, sebagian besar pasien datang dari IGD/Poly
langsung ke Ruang.OK sehingga tidak ada waktu yang cukup untuk persiapan mandi
2x sebelum pre operasi
7. Menjaga suhu tubuh pasien normal selama pre,intra dan post operasi sudah dilakukan
dengan baik.
8. Pembatasan lalu lintas petugas saat operasi sudah berjalan dengan baik
9. Masih rendahnya tingkat kepatuhan petugas/ operator dalam menggunakan APD pada
saat melakukan tindakan operasi
10. Perawatan luka pada pasien post op sudah dilakukan sesuai standard dan audit
kepatuhan petugas bekerja sesuai dengan SOP.
11. Belum adanya kebijakan direktur dan SOP tentang alur dan persiapan pasien pre
operasi elektif dan cyto
12. Belum adanya kebijakan tentang pembatasan waktu dan jumlah pasien operasi elektif
13. Masih seringnya operasi elektif dilakukan pada malam hari bahkan sampai tengah
malam, sementara menurt CDC dan WHO tahun 2011 tingkat kelembaban pada
malam hari sangat tinggi sehingga angka resiko infeksi pada pasien jika dilakukan
pembedahan cukup tinggi dibandingkan pada pagi dan siang hari.

ACT
1. Untuk petugas kamar bedah yang belum patuh dilakukan pembinaan dengan
reedukasi secara terus menerus melibatkan manager kamar bedah dan direktur dengan
pencapaian target dalam 2 bulan
2. Untuk implementasi bundle yang belum sepenuhnya dilakukan, maka dibuat
perbaikan cara implementasi bundle dan buat rencana reedukasi dan pengawasan yang
ketat untuk proses ini.
3. Lakukan rekredensial ulang terhadap petugas terkait kewenangan klinis.
BAB V
LAPORAN SENSUS HARIAN PASIEN DI RSU YARSI PONTIANAK
PERIODE JANUARI-MARET 2018

A. Pendahuluan

Untuk menilai tingkat keberhasilan atau memberikan gambaran tentang keadaan


pelayanan di rumah sakit biasanya dilihat dari berbagai segi, yaitu :

a. Tingkat Pemanfaatan sarana pelayanan


b. Mutu Pelayanan
c. Tingkat Efisiensi Pelayanan
Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit,
diperlukan berbagai indikator. Selain itu agar informasi yang ada dapat bermakna harus ada
nilai parameter yang akan dipakai sebagai nilai banding antara fakta dengan standard yang
diinginkan. Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui
tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit.
Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :

1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur) BOR menurut Huffman
(1994) adalah “the ratio of patient service days to inpatient bed count days in a period
under consideration”. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase
pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran
tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR
yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus :BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X Jumlah
hari dalam satu periode)) X 100%
2. AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat) AVLOS menurut
Huffman (1994) adalah “The average hospitalization stay of inpatient discharged during
the period under consideration”. AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata
lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat
efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada
diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara
umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus : AVLOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran) TOI menurut Depkes RI (2005) adalah
rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi
berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat
tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus : TOI = ((Jumlah tempat tidur X Periode) – Hari perawatan) / Jumlah pasien
keluar (hidup +mati)
4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur) BTO menurut Huffman (1994)
adalah “…the net effect of changed in occupancy rate and length of stay”. BTO menurut
Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa
kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun,
satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus : BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur
5. NDR (Net Death Rate) NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam
setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan
gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :NDR = (Jumlah pasien mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup + mati) ) X
1000 ‰
6. GDR (Gross Death Rate) GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum
untuk setiap 1000 penderita keluar.
Rumus : GDR = ( Jumlah pasien mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup + mati))
X 1000 ‰
a. Laporan angka kematian ,pada pasien yang dirawat inap ≥ 48 jam di seluruh unit
adalah sebagai berikut :

periode
no ruangan januari februari maret
hidup mati ≥48 jam hidup mati ≥48 jam hidup mati ≥48 jam
1 internis 183 3 242 1 175 1
2 bedah 81 0 86 0 93 3
3 anak 101 0 80 0 93 0
4 RB 59 0 58 0 60 0
5 ICU 15 2 9 5 12 2
jumlah pasien 439 5 475 6 433 6
persentase 11,26‰ 12,47‰ 13,51‰

b. Grafik jumlah kematian pasien rawat inap ≥48 jam di RSU YARSI Pontianak

jumlah kematian pasien rawat inap disemua unit


≥48 jam RSU YARSI Pontianak
6
5
5
4 januari
3 3
3 februari
2 2
2 maret
1 1
1
0 0 0 0 0 0 0 0
0
internis bedah anak RB ICU

Analisa Data

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah kematian pasien ≥48 jam di rawat inap
yaitu pada bulan januari angka kematian tertinggi terdapat di ruang rawat inap internis
dengan jumlah kematian yaitu sebanyak 3 orang, pada bulan februari terjadi peningkatan
angka kematian di ruang ICU sebanyak 5 orang, kemudian pada bulan maret angka kematian
pasien terjadi di ruang perawatan bedah yaitu pasien pasca bedah sebanyak 3 orang, dan di
ruang ICU sebanyak 2 orang.

c. Grafik angka kematian pasien rawat inap ≥48 jam periode januari- maret 2018
Angka Kematian ≥48 Jam (‰) Pada Pasien
Rawat Inap Di Rsu Yarsi
Periode Januari-maret 2018
14 13.51‰
13.5
13
12.47‰
12.5
12
11.26‰ angka kematian ≥48 jam (‰)
11.5
11
10.5
10
januari februari maret

Analisa data

Dari data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan angka kematian
perbulan pada pasien yang telah dilakukan rawat inap ≥48 jam, angka kematian tertinggi
terjadi pada bulan maret yaitu mencapai 13,51‰ dengan jumlah kematian tertinggi di ruang
rawat inap bedah yaitu 3 pasien yang meninggal pasca operasi dan 2 orang pasien yang di
rawat di ICU.
Sumber data statistic rumah sakit umum yarsi Pontianak Periode januari-maret 2018

Tabel Sensus harian pasien rawat inap periode bulan januari 2018

JUMLAH
HARI JUMLAH JUMLAH
NO. RUANGAN RAWAT PASIEN BED BOR% AVLOS TOI BTO GDR ‰ NDR ‰
1 internis 766 186 33 74.87 4 1 23 26.88 16.12
2 bedah 334 81 24 43.15 4 5 3 0 0
3 anak 445 101 27 53.16 4 6 4 0 0
4 RB 161 59 16 32.45 3 6 4 0 0
5 ICU 49 17 2 79.03 3 1 9 117.6 117.64

Grafik sensus harian pasien rawat inap RSU YARSI periode januari 2018

SENSUS HARIAN PASIEN RAWAT INAP RSU YARSI PERIODE


JANUARI 2018
140
117.6
120 117.64

100 BOR
79.03
80 74.87 AVLOS
60
60 53.16 TOI
43.15 40
40 32.45 BTO
26.88
23 GDR
20 16.12
6
4 3 6 4 0 0 9 6
1 4 5 3 0
0
4 4
0 0 3 1 1 0 0 NDR
0
internis bedah anak RB ICU TARGET

Analisa Data

Dari hasil tabel dan grafik data statistic pada bulan januari 2018 dapat disimpulkan bahwa ;

1. BOR atau Angka penggunaan tempat tidur terendah diantara semua unit ruang rawat
inap adalah R.Kebidanan dengan angka BOR 32.45%, R.Bedah BOR 43.15% dan
R.Anak dengan angka BOR 53.16% sehingga dapat dinyaatakan angka BOR di kedua
ruangan tersebut masih rendah dan di bawah target yang ditetapkan yaitu 60-85%,
2. AVLOS atau Rata-rata lamanya pasien dirawat di RSU YARSI yaitu 3-4 hari
sehingga bisa dikatakan mencapai target ideal yang diinginkan yaitu 6-9 hari lamanya
dirawat.
3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran bed) di RSU Yarsi terlama
perputarannya yaitu di R.anak dan kebidanan yang mencapai 6 hari. Sehingga masih
belum mencapai target yang ditentukan yaitu 1-3 hari batas ideal TOI.
4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur) masih dibawah standar yang
ditentukan karena untuk perhitungan BTO dilakukan selama 1 tahun, batas ideal
target yang ditentukan yaitu 40-50 kali per tahun.
5. NDR (Net Death Rate) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap
1000 penderita keluar. Untuk angka NDR tertinggi terdapat di ruangan internis
dengan angka NDR 16.12‰, sedangkan angka tertinggi terdapat di R.ICU dengan
angka NDR 117.64‰ Tetapi data NDR di runagan ICU terdapat Miss ( diragukan
hasilnya ) dikarenakan angka NDR tersebut terlampau tinggi, dikarenakan jumlah bed
ICU hanya 2 bed dengan lama hari rawat sebanyak 3 hari.
6. GDR (Gross Death Rate) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita
keluar. Terdapat di R.Internis dengan angka GDR 16.12‰ dan angka tertinggi
terdapat di R.ICU dengan angka GDR 117.6‰.

Tabel. Sensus harian pasien rawat inap periode bulan Februari 2018

JUMLAH
HARI JUMLAH JUMLAH GDR NDR
NO. RUANGAN RAWAT PASIEN BED BOR% AVLOS TOI BTO ‰ ‰
1 Internis 519 243 33 31.38 2 2 7 8.23 4.11
2 Bedah 290 86 24 43.15 3 2 5 0 0
3 Anak 349 80 27 41.69 5 5 3 0 0
4 Rb 167 58 16 37.27 3 6 4 0 0
5 Icu 48 14 2 85.71 3 1 7 428.5 375.14
Grafik sensus harian pasien rawat inap RSU YARSI periode Februari 2018

SENSUS HARIAN PASIEN RAWAT INAP RSU YARSI PERIODE


FEBRUARI 2018

450 428.5

400 375.14
350 BOR
300 AVLOS
250
TOI
200
BTO
150
85.71 GDR
100 60
31.38 43.15 37.27 40
50 46.16 NDR
5 5 3 7 6
0
2 2 7 4.11 3 2 5 0 0 3 0 0 3 5 4 0 0 1 1 0 0
8.23
internis bedah anak RB ICU TARGET

Analisa Data

1. BOR atau Angka penggunaan tempat tidur terendah diantara semua unit ruang rawat
inap adalah R.Kebidanan dengan angka BOR 37.27% dan R.Anak dengan angka BOR
46.16% sedangkan untuk BOR di R.Internis 31.38% dan di R. Bedah angka BOR
43.15% sehingga dapat dinyatakan angka BOR tersebut masih rendah, dan terjadi
penurunan BOR pada bulan februari ini dan di bawah target yang ditetapkan yaitu 60-
85%.
2. AVLOS atau Rata-rata lamanya pasien dirawat di RSU YARSI yaitu 2-3 hari
sehingga bisa dikatakan mencapai target ideal yang diinginkan yaitu 6-9 hari lamanya
dirawat.
3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran bed) di RSU Yarsi terlama
perputarannya yaitu di R.anak dan kebidanan yang mencapai 6 hari. Sehingga masih
belum mencapai target yang ditentukan yaitu 1-3 hari batas ideal TOI.
4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur) masih dibawah standar yang
ditentukan karena untuk perhitungan BTO dilakukan selama 1 tahun, batas ideal
target yang ditentukan yaitu 40-50 kali per tahun.
5. NDR (Net Death Rate) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap
1000 penderita keluar. Untuk angka NDR tertinggi terdapat di ruangan internis
dengan angka NDR 4.11‰, sedangkan angka tertinggi terdapat di R.ICU dengan
angka NDR 375.14‰ Tetapi data NDR di runagan ICU terdapat Miss ( diragukan
hasilnya ) dikarenakan angka NDR tersebut terlampau tinggi, dikarenakan jumlah bed
ICU hanya 2 bed dengan lama hari rawat sebanyak 3 hari. Dari hasil analisa tersebut
dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan angka kematian di unit R.internis tetapi
terjadi peningkatan angka NDR di R.ICU.
6. GDR (Gross Death Rate) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita
keluar. Terdapat di R.Internis dengan angka GDR 8.23‰ sehingga dapat diartikan
bahwa terjadi penurunan angka kematian di bulan februari ini, dan terjadi peningkatan
angka GDR tersebut pad bulan februari, angka tertinggi terdapat di R.ICU dengan
angka GDR 428.5‰.

Tabel. Sensus Harian Pasien Rawat Inap Periode Bulan Maret 2018

JUMLAH
HARI JUMLAH JUMLAH GDR NDR
NO. RUANGAN RAWAT PASIEN BED BOR% AVLOS TOI BTO ‰ ‰
1 internis 628 176 33 61.38 4 2 5 5.68 5.68
2 bedah 372 101 24 51.6 4 3 6 39.6 29.7
3 anak 350 93 27 41.81 4 5 3 0 0
4 RB 191 60 16 38.5 3 5 4 0 0
5 ICU 59 14 2 95.16 4 1 7 285.7 142.85

Grafik sensus harian pasien rawat inap RSU YARSI periode Maret 2018

SENSUS HARIAN PASIEN RAWAT INAP RSU YARSI PERIODE


MARET 2018

300 285.7

250

BOR
200
AVLOS
150 142.85
TOI
95.16 BTO
100
61.38 60 GDR
51.6
39.6 41.81 38.5 40
50 NDR
29.7
4 2 5 4 3 6 4 5 3 0 0 3 5 4 4 7 6 1 0 0
5.68 0 0 1
0
5.68
internis bedah anak RB ICU TARGET
Tabel total rekapitulasi sensus harian pasien rawat inap periode januari-maret 2018

BULAN JENIS SENSUS DI SEMUA UNIT RAWAT INAP


BOR AVLOS TOI BTO GDR NDR
JANUARI 50.04 3.6 3.2 9 28.89 26.752
FEBRUARI 47.84 3 3.4 5.2 87.34 75.85
MARET 57.69 3.8 2.8 5 66.2 36.56

Grafik hasil rekapitulasi sensus harian pasien rawat inap periode januari-maret 2018

HASIL REKAPITULASI SENSUS HARIAN PASIEN RAWAT


INAP PERIODE JANUARI-MARET 2018

70

60 57.69
50.04
50 47.84

40
JANUARI
30 FEBRUARI
20 MARET

10 9
3.6 3.8 5.2 5
3 3.2 3 2.8
0
BOR AVLOS TOI BTO
Grafik hasil rekapitulasi sensus harian pasien rawat inap periode januari-maret 2018

HASIL REKAPITULASI SENSUS HARIAN PASIEN RAWAT INAP


YANG MENINGGAL ≤ 48 JAM & ≥ 48 JAM DI RSU YARSI
PERIODE JANUARI-MARET 2018
100
87.34‰
90
80 75.85‰
70 66.2‰

60
50 GDR
40 36.56‰
NDR
30 28.89‰ 26.752‰
20
10
0
JANUARI FEBRUARI MARET

Analisa data dan kesimpulan

1. Telah terjadi peningkatan BOR dari bulan sebelumnya, tetapi di R.anak dan
R.Kebidanan BOR masih rendah dan belum mencapai target yang ditentukan
sehingga perlu dilakukan analisa lebih lanjut untuk ditindak lanjuti. Tiga unit
yang lain BOR mencapai target yang ditentukan yaitu 60-85%.
2. Untuk angka AVLOS telah mencapai target yang ditentukan untuk batas
waktu ideal yaitu 6-9 hari.
3. Untuk TOI sudah mencapai target yang ditentukan yaitu 1-3 hari.
4. BTO Masih belum bisa dilakukan rekapitulasi karena untuk nilai yang ideal
dilakukan perhitungan selama 1 tahun dengan nilai ideal adalah 40-50x/ tahun
5. terjadi peningkatan nilai GDR pada bulan februari dan maret, sehingga perlu
dilakukan analisa terkait angka kematian yang tinggi di rawat inap khususnya
pada pasien rawat inap ≥ 48 jam.
6. Kematian pasien rawat inap tertinggi ≥48 jam terdapat di R.ICU dengan nilai
GDR 285.7‰, Tetapi hasil tersebut masih diragukan di karenakan jumlah bed
yang tersedi di unit tersebut sedikit dan perputaran pasien lama, sehingga perlu
dikaji ulang terkait jumlah kapasitas Bed di ICU,
7. Angka GDR tertinggi ke 2 terdapat di ruang R.I Bedah yaitu mencapai angka
39.6‰ dari data ini juga bisa disebut KLB terkait angka GDR yang dari 2
bulan terakhir 0, kematian yang terjadi di unit Bedah yaitu pada pasien pasca
bedah ulangan, dari hasil tersebut di atas, bhwa perlunya dilakukan analisa
lebih mendalam oleh pihak manajemen terkait angka kematian pasien pasca
bedah sebanyak 3 orang
8. Angka NDR tertinggi terdapt di ICU dengan nilai NDR 142.85‰ hasil ini
masih diragukan kevalidannya dikarenakan jumlah Bed yang sedikit yaitu 2
menyebabkan hasil tidak bisa dilakukan validasi
9. Angka kejadian NDR tertinggi ke 2 yaitu terdapat di R.I. Bedah dengan nilai
NDR 29.7‰ dengan jumlah kasus kematian
4 orang, dimana pada bulan januari dan februari angka kejadian NDR 0.

Rekomendasi
1. Perlu dilakukannya koordinasi Tim yaitu manajemen/ direktur, petugas terkait
( petugas kamar bedah, dokter ahli, petugas R.I.Bedah), Komite PPI, PMKP
untuk melakukan analisa dan tindak lanjut atas kejadian KLB tersebut.
2. Perlu dilakukannya penanggulangan dan rencana strategi oleh pihak terkait
( Direktur, semua disiplin Ilmu, Komite medik dalam upaya perbaikan mutu
RS.
3. Dibuatnya kebijakan dan SOP yang benra dan sesuaikan dengan kondisi yang
ada di RS terkait pelayanan medis
4. Koordinasi dengan Tim medis terkait penerapan Clinical pathway di RS.

Anda mungkin juga menyukai