MULTIPLE ALVEOPLASTI
Nama : Iradatullah
NIM : J045 18 2005
Pembimbing : drg. M. Gazali, Sp.BM (K), MARS
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Tulang alveolar adalah bagian dari rahang atas dan rahang bawah yang membentuk
dan mendukung soket gigi (alveoli). Hal ini terbentuk ketika gigi erupsi, dalam rangka
memberikan perlekatan osseus untuk membentuk ligamen periodontal dan secara bertahap
menghilang setelah gigi hilang. Gigi geligi asli ketika hilang perubahan akan terjadi pada
alveolus dan jaringan lunak di sekitarnya. Beberapa dari perubahan ini akan mengganggu
kenyamanan pembuatan gigi tiruan.
Bedah preprostetik adalah bagian dari bedah mulut dan maksilofasial yang bertujuan
untuk membentuk jaringan keras dan jaringan lunak yang seoptimal mungkin sebagai dasar
dari suatu protesa. Meliputi teknik pencabutan sederhana dan bedah preprostetik lebih
ditujukan untuk modifikasi bedah pada tulang alveolar dan jaringan sekitarnya untuk
memudahkan pembuatan dental protesa yang baik, nyaman, dan estetis. Tujuan dari bedah
preprostetik adalah untuk menyiapkan jaringan lunak dan jaringan keras dari rahang untuk
suatu protesa yang nyaman yang akan mengembalikan fungsi oral, bentuk wajah dan estetis.1
Salah satu kelainan yang dapat mengganggu fungsi dari gigi tiruan adalah adanya
penonjolan tulang (eksostosis). Patogenesis dari eksostosis ini masih diperdebatkan, yang
dapat dipengaruhi faktor genetik misalnya umur dan jenis kelamin atau faktor lingkungan
misalnya trauma setelah pencabutan gigi dan tekanan kunyah. Penonjolan tulang
berhubungan dengan meningkatnya umur dan jenis kelamin, hal ini bisa dilihat dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Aree Jainkittivong dkk. (2000) yang menunjukkan prevalensi
penonjolan tulang tertinggi terjadi pada umur 60 tahun dan pada kelompok umur yang lebih
tua yaitu sebesar 21,7%.2
1
mengurangi tuberositas agar mendapatkan basis gigi tiruan yang baik, atau untuk
menghilangkan undercut; serta memperbaiki prognatisme maksila sehingga didapatkan
estetik yang baik pada pemakaian gigi tiruan.4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Defenisi
Abnormalitas terkait jaringan keras pada rongga mulut khususnya tulang rahang
adalah adanya terdapat tulang spikula, atau tepi tulang yang tajam pada prosesus alveolar,
atau kelainan kongenital seperti misalnya torus palatinus dan mandibula, dan multiple
eksostosis. Alveoplasti adalah suatu tindakan bedah untuk membentuk prosesus alveolaris
sehingga dapat memberikan dukungan yang baik bagi gigi tiruan immediate maupun gigi
tiruan yang akan dipasang beberapa minggu setelah operasi dilakukan.3,5
3
II.3 Rekontouring Ridge Alveolar
Gambar 2. A, Penampilan klinis rahang atas setelah pencabutan gigi. B, Pembukaan flap
untuk tindakan rekonturing. C, bentuk alveolar yang baik setelah rekonturing
4
b. Intraseptal Alveoplasty
Alveoloplasti intraseptal, atau teknik Dean, melibatkan pengangkatan tulang
intraseptal dan reposisi tulang kortikal labial. Teknik ini paling baik digunakan pada
daerah ridge dengani kontur yang relatif teratur dan tinggi yang memadai tetapi
terdapat undercut pada ruang labial karena konfigurasi ridge alveolar. Teknik ini
dapat dilakukan pada saat pencabutan gigi atau pada periode awal penyembuhan
pasca operasi.6
Setelah puncak alveolar ridge terlihat pada flap mucoperiosteum, knable tang kecil
dapat digunakan untuk menghilangkan bagian intraseptal tulang alveolar (Gambar 3).
Setelah pengangkatan tulang dilakukan, tekanan minimal cukup untuk membuang
bagian labiokortikal dari ridge alveolar untuk memperkecil dimensi labiopalatal.
Setelah memposisikan bagian labiocortical, mukosa alveolar dapat disatukan dengan
teknik jahitan yang terputus atau continue.6
5
c. Pengurangan Tuberositas Maksilaris
Kelebihan horizontal atau vertikal dari daerah tuberositas maksila merupakan akibat
dari kelebihan tulang, peningkatan ketebalan jaringan lunak yang menutupi tulang,
atau keduanya. Akses ke tuberositas untuk pengangkatan tulang dilakukan dengan
membuat sayatan crestal yang meluas hingga aspek posterior area tuberositas. Aspek
paling belakang dari sayatan ini sering dibuat dengan pisau bedah No. 12.6
Pembuatan flap mukoperiosteal dengan full tikness dilakukan dalam arah bukal dan
palatal untuk mendapatkan akses yang memadai ke seluruh area tuberositas (Gambar
3). Tulang dapat diangkat menggunakan knable tang atau rotary instrument, dengan
hati-hati dilakukan untuk menghindari perforasi dasar sinus maksilaris. Setelah
kelebihan tulang dihilangkan, area tersebut harus dihaluskan dengan bone file dan
diirigasi dengan larutan saline. Flap mucoperiosteal kemudian dapat dirapatkan
kembali.6
Kelebihan, jaringan lunak yang tumpang tindih akibat pengangkatan tulang
dikeluarkan secara elips. Penutupan tanpa tegangan pada area ini penting, terutama
jika dasar sinus terekspose. Jahitan harus dipertahankan sekitar 7 hari. Pembuatan
gigitiruan awal dapat dikerjakan kira-kira 4 minggu setelah operasi.4
Tonjolan tulang yang berlebihan dan area undercut yang dihasilkan lebih sering
terjadi pada rahang atas dibanding rahang bawah. Insisi pada crest memanjang 1
hingga 1,5 cm di luar setiap ujung area yang membutuhkan rekonturing, dan flap
mucoperiosteal fullthickness diperlukan untuk mengekspos area eksostosis tulang.
Jika area bermasalah kecil, penggunaan bone file sudah cukup; area yang lebih luas
memerlukan penggunaan knable tang atau rotary instrument (Gambar 4). Setelah
rekonturing tulang, jaringan lunak dikembalikan, dan inspeksi visual dan palpasi
dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada tonjolan atau undercuts tulang.6
7
palatine untuk menghindari kerusakan pada pembuluh darah palatine dan area
dianteriornya. Setelah eksposur yang memadai, rotary instrumen atau bone file
digunakan untuk menghilangkan kelebihan tulang di area ini. Diirigasi dengan saline
dan ditutup dengan jahitan continue atau interupted.6
Resiko dan komplikasi yang umum terjadi pada tindakan alveoplasti adalah : 7
Perdarahan sebagai komplikasi dari tindakan alveoplasti jarang terjadi. Umumnya
perdarahan setelah tindakan akan semakin berkurang seiring waktu.
Resiko infeksi meningkat seiring tingkat higienitas mulut pasien yang buruk oleh
karena akumulasi bakteri pada daerah post tindakan. Medikasi antibiotic membantu
mencegah resiko infeksi.
Luka pasca tindakan yang dapat terbuka oleh karena jahitan yang longgar.
Trauma pada nervus dapat terjadi dan menyebabkan berkurangnya sensasi pada bibir
dan dagu. Kondisi ini merupakan jarang terjadi.
Trauma pada jaringan lunak dan keras.
8
BAB III
PEMBAHASAN
Protesa yang tidak pas dan tidak stabil ini dapat terjadi oleh karena belum
dilakukannya tindakan bedah pra-prostetik seperti alveoplasti segera pasca ekstraksi gigi.
Alveoplasti adalah bedah preprostetik yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan
kondisi struktur jaringan keras dan lunak pada tulang alveolar, sehingga dapat memberikan
dukungan gigi tiruan yang retensif dan stabil. Hal ini dilakukan dengan membentuk dan
menghaluskan lengkungan alveolar dan menutup dengan jaringan lunak yang sehat yang
membantu dalam memberikan protesa gigi yang stabil dan retentif. Tujuan utamanya adalah
untuk membentuk ujung tulang yang tajam dan menghilangkan setiap spikula atau potongan-
potongan tulang yang ada setelah ekstraksi gigi.8
Alveoplasti dapat dilakukan sesederhana dengan cara kompresi dinding soket setelah
ekstraksi metode tertutup. Alveoplasti intraseptal adalah jenis lain dari alveoplasti yang
mencakup pengangkatan septum / tulang interdental dan menghasilkan aproksimasi dari plat
kortikal labial dan lingual serta mengurangi undercut. Teknik tersebut dapat dilakukan pada
saat pencabutan gigi. Teknik ini bermanfaat dalam menjaga ketinggian alveolar tetapi
menghasilkan penurunan lebar dan ketebalan ridge alveolar. Alveoplasti intraseptal dan
ekstraksi non-bedah dengan soket yang ditekan dengan benar menjaga alveolar ridge dengan
baik dalam jangka panjang dibandingkan dengan reduksi tulang labial yang biasanya
dilakukan pada alveoplasti sekunder.9
9
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Basa S, Uckan S, Kisnisci R. Preprosthetic and Oral Soft Tissue Surgery. United
Kingdom: Wiley-Blackwell, 2010: 321-23.
2. Kurtzman GM, Silverstein LH. A Technique for Surgical Mandibular Exostosis Removal.
Compendium 2006; 27(10):520-5
3. Fragiskos FD. Oral Surgery. Springer; Berlin: 2007.
4. Indresano, A. T. and Laskin, D. M. Procedures to Improve the Bony Alveolar Ridge. In:
Laskin, D. M., editor. Oral and Maxillofacial Surgery. St. Louis: Mosby, 1985: 293-305.
5. Purwanto dan Basoeseno. Buku ajar praktis bedah mulut. Jakarta: EGC; 2013. 120-2.
6. Hupp RJ, et all. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, Six Edition. 2014.
7. Anonim. Alveoplasty Guideline, Ministry of Health. Available at
https://www.health.gov.fj/wp-content/uploads/2014/05/Alveoplasty.doc.pdf. Diakses
tanggal 24 Januari 2020.
8. Nandhana S, Kathiravan. Incidence of Alveoloplasty Post Extraction- A Retrospective
Study. Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. 9 (4); 2017: 441-443.
9. Parvez A, Malik MA, Sheikh MA. Incidence of Alveoloplasty and its Indications –
Protocol to Reduce the Incidence. Pakistan Oral & Dental Journal. 33 (2); 2013: 236-239.
11