Oleh :
Biologi 2017 E
C. Alelopati
Alelopati merupakan pelepasan senyawa bersifat toksik yang dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman disekitarnya dan senyawa yang bersifat
alelopati disebut alelokimia (Kurniasih,2002). Sedangkan menurut Rice (1995),
Inderjit & Keating (1999) dan Singh et al (2003) mendefinisikan alelopati
sebagai pengaruh langsung maupun tidak langsung dari suatu tumbuhan terhadap
tumbuhan lainnya, baik yang bersifat positif maupun negatif melalui pelepasan
senyawa kimia ke lingkungannnya (Junaedi et al., 2006).
Alelopati terjadi pada tumbuhan dan dapat mengakibatkan tumbuhan di sekitar
penghasil allelopati tidak dapat tumbuh atau mati. Hal ini dilakukan untuk
memenangkan kompetisi nutrisi dengan tanaman lain yang berbeda jenis. Oleh
karena itu, alelopati dapat diaplikasikan sebagai pembasmi gulma sehingga
mengurangi penggunaan herbisida sintetik yang berbahaya bagi lingkungan
(Prabowo, 2010). Allelopati dapat mempengaruhi proses respirasi, fotosintesis,
aktivasi enzim, kadar hormon, ketersediaan mineral, pembelahan sel, dan
permeabilitas dinding dan membran sel (Chou 1999; Reigosa et al, 1999).
Beberapa senyawa alelopati menghambat pembelahan sel-sel akar,
menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel,
menghambat respirasi akar, menghambat sintesis protein, menghambat aktivitas
enzim, serta menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan
(Soetikno, 1990).
Narwal (1999) dan Cipollini, et.al. (2008) menyatakan bahwa efek
penghambatan senyawa alelopati pada organisme target bisa terjadi secara
langsung maupun tidak langsung, namun bagaimana penghambatan terjadi di
alam belum bisa diketahui secara pasti. Hal ini dikarenakan terdapat faktor lain
selain alelokimia yang bisa menghambat pertumbuhan diantaranya kompetisi,
faktor biotik, dan abiotik (Brooks, 2008) sehingga penelitian ‘bioassay’ penting
dilakukan untuk mengevaluasi potensi alelokimia tersebut.
Senyawa alelopati kebanyakan dikandung pada jaringan tanaman, seperti akar,
ubi, rhizome, batang, daun, bunga, buah dan biji yang dikeluarkan tanaman
melalui cara penguapan, eksudasi akar, hasil lindihan dan pelapukan sisasisa
tanaman (Moenandir, 1988) yang mampu mengganggu pertumbuhan tanaman
lain di sekitarnya. Beberapa senyawa yang diidentifikasi sebagai alelopati adalah
flavanoid, tanin, asam fenolat, asam ferulat, kumarin, terpenoid, stereoid,
sianohidrin, quinon, asam sinamik dan derivatnya, (Risvi et al.,1992).
Menyiram ekstrak alelopati ke 3 cawan petri yang telah ditanami biji sawi
(5 ml per hari) selama 10 hari
VIII. Pembahasan
Berdasarkan analisis dari tabel pengaruh alelopati daun tanaman kamboja
(Plumeria) terhadap persentase perkecambahan biji sawi merah (Brassica juncea
L) selama 10 hari dapat diketahui bahwa senyawa alelopati pada daun kamboja
berpengaruh terhadap perkecambahan biji sawi merah. Hal tersebut dapat dilihat
dari waktu perkecambahan biji sawi merah yang terhambat akibat disiram oleh
ekstrak alelopati daun kamboja sebanyak 5 ml setiap hari (selama 10 hari).
Ekstrak daun kamboja tersebut mengandung senyawa alelopati. Alelopati dapat
mempengaruhi proses respirasi, fotosintesis, aktivasi enzim, kadar hormon,
ketersediaan mineral, pembelahan sel, dan permeabilitas dinding dan membran
sel (Chou 1999; Reigosa et al, 1999). Beberapa senyawa yang diidentifikasi
sebagai alelopati adalah flavanoid, tanin, asam fenolat, asam ferulat, kumarin,
terpenoid, stereoid, sianohidrin, quinon, asam sinamik dan derivatnya, (Risvi et
al.,1992).
Selain menghambat waktu perkecambahan, senyawa alelopati daun kamboja
juga menghambat pertumbuhan radikula atau pemanjangan radikula. Rata-rata
ukuran panjang radikula yang paling besar adalah pada penyiraman dengan air
akuades saja (kontrol) tanpa adanya ekstrak daun kamboja. Hal tersebut
dikarenakan beberapa senyawa alelopati menghambat pembelahan sel-sel akar,
menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel,
menghambat respirasi akar, menghambat sintesis protein, menghambat aktivitas
enzim, serta menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan
(Soetikno, 1990).
Menurut Moenandir (1988), daun merupakan tempat terbesar bagi senyawa
alelopati beracun yang mengganggu tanaman tetangganya atau tanaman yang
berada di sekitarnya. Namun dari hasil penelitian ini, persentase biji sawi merah
berkecambah adalah 100% sampai hari terakhir (hari ke-10), hal ini dikarenakan
daun yang digunakan untuk ekstrak alelopati merupakan daun kamboja segar
sehingga perkecambahan biji tidak terhambat sampai hari terakhir. Karena, pada
umumnya konsentrasi senyawa alelopati yang berasal dari daun segar jauh lebih
rendah dibandingkan yang berasal dari serasah yang telah terdekomposisi
(Hasanuzaman, 1995).
Pada tabel 1., dapat dilihat bahwa pada perlakuan kontrol yaitu penyiraman
dengan air aquades tanpa diberi ekstrak daun kamboja, perkecambahan biji sawi
merah tidak terhambat. Biji sawi merah mulai berkecambah pada hari ke-2
dengan persentase perkecambahan sebesar 100%, hal tersebut sesuai dengan
waktu perkecambahan biji sawi merah pada umumnya yaitu selama 2 hari.
Sedangkan pada perlakuan penyiraman dengan perbandingan terkecil antara air
aquades dengan ekstrak daun kamboja berturut-turut yaitu 10 ml: 7 ml; 10 ml:
140 ml; 10 ml: 210 ml, dapat diketahui bahwa semakin banyak konsentrasi
ekstrak daun kamboja maka semakin lama waktu biji untuk mulai berkecambah.
Pada perbandingan air akuades dengan ekstrak daun kamboja sebesar 10 ml :
210 ml merupakan perbandingan yang paling efektif dalam menghambat
perkecambahan biji sawi merah yakni selama tiga sampai empat hari. Sedangkan
pada perbandingan 10 ml: 7 ml, perkecambahan biji terhambat selama dua hari
dan pada perbandingan 10 ml: 140 ml, biji terlambat berkecambah selama tiga
hari.
IX. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh allelopati daun kamboja (Plumeria) terhadap perkecambahan biji sawi
merah (Brassica juncea L), semakin tinggi konsentrasi zat allelopati yang
diberikan maka semakin terhambatnya pertumbuhan atau pemanjangan radikula
pada biji sawi merah, yang ditandai dengan IKP yang rendah yaitu pada
perlakuan 1:21 dengan IKP terendah 16,53%.
DAFTAR PUSTAKA
Cipollini, D., Stevenson, D., Cipollini, K., 2008, “Contrasting effects of allelochemicals
from two invasive plants on the performance of a nonmycorrhizal plant”,
International Journal Plant Science.
Dalimartha, S. 1999. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Kanker. Hal 62-63.
Penebar Swadata. Jakarta.
Einhellig FA. 1995. Interactions involving allelopathy in cropping systems. Agron
J
Junaedi A, Chun SG, Lee SB, Chung IM, Kim KH. 2006. Rice allelopathic potential of
recombinant inbred lines in Nongan/Sathi cross. KoreanJ Crop Science 50 supp.
Kurniasih, B., 2002, “Sifat Perakaran Beberapa Varietas Padi Gogo dalam Cekaman
Residu Alelopati Gulma” JournalAgrivita 24, pp 47-52.
Moenandir, J. 1988. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Rajawali Press.
Jakarta.
Narwal, S.S., 1994.Allelopathy in crop production.Scientific Publisher,
India,pp:105
Rice, E.L, 1984, Allelopathy. Academic Press. p. 422, New York :USA.
Risvi, S. J. H., H. Haque, V. K. Singh and V. Risvi.1992. A discipline called
allelopathy. In :Risvi, S. J. H. and V. Risvi. 1992. Allelopathy. Chapman and Hall
Pub.Co. Ltd. Madras.
Sastroutomo, S.S 1990. Ekologi Gulma. Edisi 5,.Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Singh HP, Batish DR, Kohli RK. 2003. Allelopathic interaction and allelochemicals:
new possibilities for sustainable weed management. Crit Rev Plant Sci.
Soetikno, 1990, Ekologi Gulma, Yogyakarta : Kanisius.
Syamsuhidayat, S. S., dan Hutapea, J. R. 1991. Inventaris Tanaman Obat
Indonesia (I). Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Hal 452—453.
Tampubolon, A. S. 1967. Obat Asli Indonesia. 214-215. Dian Rakjat. Jakarta.
Weston LA. 1996. Utilization of allelopathy for weed management in
agroecosystems. Agron J.