Disusun Oleh:
1. Rasiman, S.Kep
2. Raden Aneu Tresna’aty, S.Kep
3. Untung Tristiantoro, S.Kep
4. Isni Maftuhah, S.Kep
5. Emi Sudarmini, S.Kep
6. Isnen Istiyanti, S.Kep
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia dewasa ini yang semakin sulit dan komplek , dari
frustasi yang berlangsung terlalu lama dan tidak dapat diatasi dapat
semuanya menjadi sesuatu yang nyata sebagaimana dunia luar realitas yang
sebenarnya.
memprihatinkan, yaitu 6 juta orang atau sekitar 2,5% dari total penduduk
besar lainnya enggan dan sebagain besar lainnya lagi tidak punya biaya
(Kompas, 2001). Saat ini semakin banyak terjadi kasus bunuh diri, baik di
Indonesia maupun secara global, yaitu sekitar 90% bunuh diri disebabkan
atau emosi yang selama ini mempengaruhi perilaku yang tidak disadarinya
(emotional chatarsis).
seperti depresi yang disertai dengan perilaku kekerasan serta beberapa hasil
riset mengenai terapi menggambar (art therapy) yang dapat menjadi salah
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
depresi.
2. Tujuan khusus
skor depresi.
C. Manfaat
Melalui hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan
Judul :
ketidakpercayaan dan adanya rasa saling curiga yang pada akhirnya menurunkan
efektivitas terapi lisan yang sudah ada di penjara. Tujuan penelitian ini untuk
yang digunakan dalam penelitian ada 2 cara yaitu pilot study dan follow-up study.
Hasil signifikan p value = 0,000 atau ada pengaruh terlihat dari nilai p <0,05 yang
menunjukkan hipotesis diterima yang artinya terapi seni dapat menurunkan gejala
Pertahanan yang dilakukan itu bisa berupa berdiam diri, berbohong, dan tindakan
(Gussak, 1997).
Hambatan-hambatan ini menyulitkan suksesnya pengobatan karena
lebih rentan yang secara fisik sehat. Kehidupan penjara bisa menyebabkan
tekanan psikologis dan memperburuk kondisi yang sudah ada (Morgan, 1981).
adalah depresi. Eyestone dan Howell (1994) menemukan bahwa 25% dari 102
Association, 1994.
Depresi sering menyebabkan kecenderungan bunuh diri dan perilaku
bahwa depresi dapat diturunkan dengan beberapa cara, di antaranya melalui seni.
fundamental dari penjara. Hal ini dibuktikan melalui kerajinan dimana narapidana
dapat mengecat dinding mural, membuat dekoratif amplop yang digunakan untuk
mengirim surat kepada orang yang dicintai, serta tato yang rumit yang dirancang
dan ditampilkan dengan bangga. Kemampuan untuk menciptakan seni yang baik
adalah pembangun status dan bisa mendapatkan rasa hormat dan persahabatan
bagi seniman dari rekan-rekan nya (Gussak & Ploumis-Devick, 2004; Kornfeld,
1997). Gussak (1997) menyatakan ada delapan manfaat yang didapatkan dari
rendah, buta huruf, dan lainnya merupakan hambatan untuk komunikasi verbal
tidak dipaksa untuk mendiskusikan perasaan dan ide yang mungkin bisa
meresap ketidakjujuran.
6. Seni dapat mengurangi gejala patologis tanpa penafsiran verbal.
7. Seni mendukung kegiatan kreatif di penjara dan menyediakan pengalihan yang
dirinya dalam cara yang dapat diterima oleh budaya dalam dan luar. Banyak
literatur yang mendukung manfaat tersebut melalui sketsa kasus (Hari &
Hipotesis dari penelitian ini bahwa narapidana yang menerima terapi seni akan
penjara Florida. Terdiri dari 6 grup yang terdiri dari 8 orang sehingga total
(FEATS). Terapi seni yang dilakukan berbasis penilaian, prestasi, dan survei yang
dikembangkan oleh staf konselor dan peneliti utama. Metode Formal Elements
Art Therapy Scale (FEATS) ini diberikan sekali sebelum intervensi dan sekali
setelah dilakukan intervensi, dengan skor yang dibandingkan hasil dari sebelum
terapi dan setelah terapi. Prosedur terapi seni ini para peserta diminta
memilih sebuah apel dari sebuah pohon (PPAT). Gambar-gambar ini digunakan
untuk pre-dan posttest yang dinilai menggunakan panduan rating (Gantt &
Tabone, 1998).
Penilaian ini menggunakan skala likert dengan rentang nilai 0-5 pada
rotasi. Skala rating ini dirancang untuk dapat menentukan beberapa hal, di
antaranya: (a) besar depresi; (b) gangguan bipolar, mania (c) skizofrenia; dan (d)
delirium, demensia, amnestik, dan gangguan kognitif lainnya. Hal itu juga dapat
digunakan untuk menilai perubahan klien dari waktu ke waktu. Sebagai contoh,
Gantt dan Tabone (2003) menggunakan skala likert ini untuk menilai perubahan
gejala pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan skizofrenia sebelum dan
akan menunjukkan warna yang cerah dan menonjol sesuai energi, ruang, realisme,
perubahan lain, seperti keterampilan sosialisasi umum dan sikap terhadap situasi
Survei
Survei terdiri dari tujuh kategori yang berfokus pada interaksi dan
kepatuhan pada aturan penjara dan hasil survey ini diharapkan sesuai dengan
optimis terhadap obat, kepatuhan dengan obat, kepatuhan diet, dan pola tidur yang
teratur. Rentang nilai antara 0-5, dengan 0 menunjukkan kepatuhan dan harapan
yang rendah sedangkan 5 menunjukkan sikap positif atau kepatuhan dan harapan
posttest yang digunakan untuk menilai perilaku peserta, setelah menerima terapi
populasi umum.
Hasil dan pembahasan
Pre-dan post survey serta hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan
pair-t tes untuk menemukan perbedaan dalam pre dan post. Hasil yang sudah ada
dilakukan terapi. Efek ukuran untuk setiap item pada kedua penilaian dihitung
dengan menggunakan persamaan D Cohen. Survei observasional pre-dan posttest
dan posttes. Perubahan pada setiap gambar yang dihasilkan dari 14 skala penilaian
disajikan pada Tabel 1 dibawah ini. Hasil penelitian menunjukkan ada perubahan
yang signifikan dalam tujuh dari 14 skala yang ada, di antaranya: warna menonjol,
warna fit, tersirat energi, ruang, integrasi, rincian objek dan lingkungan serta
kualitas garis. Hasil signifikan atau ada pengaruh terlihat dari nilai p <0,05 yang
Tabel 2.1. Hasil Pre dan Posttest dengan Perbandingan Metode Formal Elements
Hasil penelitian menunjukkan tujuh item dari pengamatan survei pre dan
posttest terlihat signifikan dengan nilai (p ≤ 0,000) atau p value ≤ 0,005. Hal ini
menunjukkan bahwa ada peningkatan yang positif dalam sikap mereka seperti
kepatuhan pada aturan yang diterapkan di lembaga permasyarakatan serta
perubahan perilaku yang diamati dalam sesi terapi seni. Hasil penelitian
menunjukkan ada perubahan yang signifikan dalam tujuh dari 14 skala yang ada,
di antaranya: warna menonjol, warna fit, tersirat energi, ruang, integrasi, rincian
objek dan lingkungan serta kualitas garis. Hasil tersebut mendukung kesimpulan
bahwa ada penurunan gejala depresi dan peningkatan suasana hati setelah
menjadi 6 kelompok dan tiap kelompok terdiri dari 8 orang. Analisa statistik
yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa statistik simple paired t-test.
4. Hasil Ada Hasil signifikan p value = 0,000 atau ada pengaruh terlihat dari nilai p
<0,05 yang menunjukkan hipotesis diterima yang artinya terapi seni dapat
tersebut tidak dapat diturunkan dengan terapi yang sudah ada seperti terapi lisan
A. Depresi
1. Definisi
Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu tidak ada harapan lagi
(Namora, 2009). Menurut PPDGJ III (2001), depresi merupakan suatu gangguan afek
(mood) yang disertai hilangnya minat atau rasa senang dalam semua aktivitas dan waktu
senggang dengan gejala utama yaitu adanya afek depresif, hilang minat dan kegembiraan
serta berkurangnya energi yang meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya
aktivitas.
2. Penyebab Depresi
a. Somatogenik
Penurunan aktivitas seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat
lemah dan tidak berarti, kondisi seperti ini yang rentan secara psikis (Iyus, 2006).
b. Psikogenik
Ketidakmampuan dalam penyesuaian diri, hubungan dalam keluarga yang tidak
pasangan hidup atau orang yang dicintai dapat menjadi stressor yang akan
pun berkurang. Hal ini akan berpengaruh negatif pada kondisi sosial mereka yang
merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh masyarakat lingkungan dimana ia berada
(Jurgen, 2007).
3. Tanda dan Gejala Depresi
Berdasarkan PPDGJ III diagnosis gangguan jiwa, tanda dan gejala depresi terdiri
atas gejala utama (suasana perasaan yang depresi atau sedih atau murung, kehilangan
minat dan kegembiraan dan berkurangnya energi yang mengarah pada meningkatnya
keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas) dan gejala tambahan (konsentrasi dan
perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, perasaan bersalah dan
tak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistik, gagasan yang
b. Jenis Kelamin
Hasil rata-rata depresi adalah 13,5% dengan perbandingan perempuan dan
laki-laki 14,1 banding 8,6. Dengan demikian, perempuan lebih banyak menderita
urusan rumah dan mengurus suami yang harus dilakukan sampai usia lanjut (Suryo,
2007).
c. Riwayat Pengobatan
Insidens efek samping obat meningkat dengan bertambahnya umur dan
riwayat keturunan yang pernah menderita depresi akan lebih memperkuat diagnosis
dari depresi. Hal ini berhubungan dengan faktor biologis sebagai penyebab depresi
yang terdiri dari faktor genetik, gangguan pada otak terutama sistem
serebrovaskuler, gangguan neurotransmitter yaitu serotonin dan perubahan endokrin
dicintai sehingga menjadi janda atau duda dapat membuat seorang mengalami
Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia III) yang merujuk pada ICD 10
kurangnya dua dari gejala tambahan yang telah berlangsung sekurang-kurangnya dua
empat dari gejala tambahan yang telah berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu
pemeriksa, namun dapat juga digunakan oleh pasien untuk menilai depresinya
dilakukan skoring maka akan didapatkan hasil berdasarkan skor yang diperoleh
yaitu:
0–4 = Depresi tidak ada atau minimal
5–7 = Depresi ringan
8 – 15 = Depresi sedang
>16 = Depresi berat
c. Skala Depresi Geriatrik (SDG)
SDG adalah suatu kuesioner yang terdiri dari 30 pertanyaan yang harus dijawab
sederhana saja dan hanya dengan menjawab ya atau tidak (Gallo, 1998). Adapun
0–5 = Normal
16 – 30 = Depresi berat
7. Penatalaksanaan Depresi
Menurut Amir (2005), penatalaksanaan depresi adalah sebagai berikut:
a. Psikoterapi
Psikoterapi yaitu terapi yang digunakan untuk menghilangkan keluhan-keluhan
yang sistematis yaitu mengubah cara pikir maladaptif dan otomatik pada pasien-
kepercayaan yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia dan masa depan
dapat menyebabkan depresi. Pasien harus menyadari cara berpikirnya yang salah.
Kemudian ia harus belajar cara merespons cara pikir yang salah tersebut dengan
cara yang lebih adaptif. Dari perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal
menyenangkan.
3) Psikoterapi Suportif
Psikoterapi ini hampir selalu diindikasikan, memberikan kehangatan,
terjadi akibat konflik perkembangan yang tidak selesai. Terapi ini dilakukan
dalam periode jangka panjang. Perhatian pada terapi ini adalah defisit psikologik
yang berkaitan dengan rasa bersalah, rasa rendah diri berkaitan dengan
a). Antidepresan
Mulailah dengan SSRI atau salah satu antidepresan terbaru. Jika tidak
bipolar (10% dengan TCA, dengan SSRI lebih rendah tetapi semua konsep
b). Lithium
Ia cukup efektif pada bipolar serta untuk mempertahankan remisi dan begitu
menuntut remisi segera (misalnya bunuh diri yang akut), pada beberapa
depresi psikotik, pada pasien yang tak dapat mentoleransi obat (misalnya
pasien tua yang berpenyakit jantung). Lebih dari 90% pasien memberikan
respons.
B. Terapi Menggambar
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan
waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok
perubahan atau ketiganya (Keliat, 2005). Sedangkan terapi menggambar di lihat dari
aktivitasnya termasuk bagian dari terapi aktivitas seni untuk meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan sosial klien. Prinsip terapi menggambar adalah sebagai senjata
penghubung interaksi antara dunia internal klien dengan luar realitas sebenarnya (Ade dkk,
2007).
Sublimasi sangat sesuai untuk diterapkan menjadi konsep utama dalam terapi seni
dan dapat digunakan sebagai proses penyembuhan lewat seni. Lewat proses sublimasi,
perasaan-perasaan primitif yang anti sosial diubah menjadi tindakan-tindakan sosial yang
menggantikan kesenangan yang bersifat negatif (Kramer dalam Wibawa, 2008). Sublimasi
merupakan sebuah proses perubahan. Melalui menggambar dan melukis, perasaan dari
frustasi atau kemarahan dapat diubah ke dalam bentuk yang lebih membangun. (Edwards
Terapi seni secara harafiah dapat diartikan sebagai penggabungan dua buah disiplin
ilmu, yaitu antara ilmu seni dan psikologi. Dengan demikian, istilah terapi seni, yang secara
verbal terdiri dari kata Terapi dan Seni, secara nyata menggabungkan dua jenis disiplin ilmu,
yaitu seni (Art) dan psikologi (Malchiodi, 1998 dalam Anoviyanti). Tujuan terapi seni
bukanlah untuk menghasilkan karya seni yang estetik, ataupun untuk mengasah bakat untuk
menghasilkan seorang seniman, akan tetapi tujuan akhir yang ingin dicapai oleh terapi seni
adalah untuk membantu pasien agar merasa lebih nyaman terhadap diri mereka sendiri
(Anoviyanti, 2008).
pernyataannya yang menilai bahwa terapi seni dapat diibaratkan sebagai “Pembicaraan
Simbolik” atau Symbolic Speech. Dalam artian, melalui karya seni, apa yang tidak dapat
dikatakan melalui kata-kata serumit dan sekompleks apapun akan dapat tersalurkan melalui
kegiatan menggambar atau melukis. Pendekatan ini, yang seringkali disebut “Art
Psychotherapy”.
Terapi seni adalah intervensi klinis didasarkan pada keyakinan bahwa proses kreatif
yang terlibat dalam pembuatan seni penyembuhan dan kehidupan meningkatkan. Hal ini
digunakan untuk membantu pasien. Kegiatan menggambar dapat digunakan untuk melatih
Wibawa, 2008).
Ada beberapa alasan menggunakan terapi seni dengan menggambar, antara lain
merupakan perminan yang sama sehingga dapat dikerjakan dalam suasana, dan tempat yang
lebih fleksibel, d) menggambar membuat klien belajar untuk kreatif, e) menggambar artinya
membuat suatu permainan ini berarti membuat perasaan klien senang, gembira, dan akhirnya
membangun motivasi hidup yang lebih semangat dan bergairah, f) menggambar memberi
kemungkinan untuk membuat ekspresi dari batin-perasaan klien lewat gambar (Ade dkk,
2007).
khayal dan membuat klien bersikap spontan dengan sarana gambar, ekspresi yang terbentuk
di batin (dunia klien) terungkap lewat menggambar, mengembangkan daya kreatif klien,
mengembangkan dan mengubah mengenai “berkhayal diri sendiri” (Ade dkk, 2007).
Peserta (klien) dalam terapi menggambar yaitu klien yang memiliki kemampuan dari
berpikir primitif ke berpikir dengan suatu bentuk tertentu (abstrak konkrit), serta klien yang
mempunyai kebiasaan mempergunakan tubuhnya (Ade dkk, 2007). Skema dalam melakukan
terapi kreatif seni gambar ini antara lain yaitu terapi ini diadakan satu kali seminggu di unit
rehabilitasi, kelompok ini mengikuti terapi selama satu kali dalam seminggu, setiap kali
terapi kreatif menggambar dilakukan dalam waktu satu jam, dan instruktur tidak boleh lupa
dengan daftar absen dari pasien yang mengikuti (Ade dkk, 2007). Sejumlah penelitian yang
telah dilakukan pada terapi menggambar frekuensi pemberian terapi beraneka ragam mulai
yang dilakukan ada menggambar dan mewarnai. Pasien bisa leluasa menggambar pada seni
gambar, sedangkan instruktur tidak boleh mengganggu kebebasan pasien (Ade dkk,2007).
a. Menggambar Bebas
berimaginasi melalui alat gambar pada bidang gambar (Nurhadiat, 2004). Menggambar
bebas bertujuan untuk mewujudkan ide secara kasar dan membantu dalam pembicaran
teknis (Kristianti, 1993). Menggambar sebuah objek yang ada di angan-angan dan
imajinasi belaka hasil penghayatan seseorang, tidak mungkin hasilnya sama persis
dengan penghayatan orang lain. Dalam hal ini tidak berhak seorangpun menyangkalnya,
ekspresi tidak perlu memikirkan aliran-aliran seni lukis yang akan kita ikuti. Kebebasan
berkarya dan berekperimen merupakan modal dasar yang utama (Nurhadiat, 2004).
Intinya menggambar ekspresi disebut juga menggambar bebas, yaitu bebas
berimajinasi dan bebas bereksperimen, dalam rangka membuat gambar yang memiliki
nilai keindahan dan kepuasan (Nurhadiat, 2004). Pikiran mempunyai penglihatan yang
tidak dibatasi pada tempat dan waktu. Ia dapat membentuk, manipulasi dan mengubah
gambar jauh dari bentuk-bentuk normal yang tidak terikat oleh waktu dan tempat.
Gambar yang dihasilkan biasanya tidak jelas dan susah untuk dijelaskan. Dari gambar
yang kita bayangkan, kita mendayagunakan kemampuan kita untuk berfikir secara visual
dan memberi bentuk pada pikiran dan gagasan kita. Gambar tersebut memberikan respon
bagi pikiran, menstimulasi imajinasi kita untuk lebih jauh lagi dan membuka dialog
antara diri kita dan gambar tersebut untuk eksplorasi dan pengembangan ide lebih jauh
lagi. Dengan demikain menggambar dari imajinasi adalah alat pemikiran yang
b. Menggambar Terstruktur
bentuk dasar seperti lingkaran, segitiga, dan persegi, hampir pada setiap pasien dan setiap
sesi muncul. Visualisasinya tampak timbul dan tenggelam (fluktuatif), dan juga
divisualisasikan dalam berbagai gaya. Selain lingkaran dalam visualisasi tersebut tampak
juga bentuk-bentuk geometris dasar seperti persegi dan segitiga. Bentuk persegi
merupakan bentuk orisinal yang melingkupi lingkaran (Simon dalam Sukmawati 2010).
Lingkaran dalam persegi adalah bentuk integrasi image yang paling dini, yang
melambangkan kebutuhan kita untuk menjadi diri kita sendiri, selain itu juga merujuk
pada kebutuhan untuk terhubung dengan dunia luar, dan disaat yang bersamaan juga
memisahkan diri darinya sedangkan untuk bentuk segitiga, penulis berasumsi bahwa
simbol tersebut erat kaitannya dengan transendensi Ilahiah. Atau dengan kata lain terkait
pada kebutuhan akan ketuhanan, terkait dengan aspek religious (Simon dalam
Anoviyanti, 2008).
c. FEATS
FEATS merupakan Elemen Formal Skala Terapi Seni (prestasi) yang mencakup
skala rotasi untuk mengukur sudut atau kemiringan benda, seperti pohon atau seseorang
yang tertuang dalam gambar. Rotasi telah terbukti menjadi kriteria penting dalam
membedakan kelompok pasien tertentu, seperti skizofrenia dan gangguan otak organik.
Rotasi telah terbukti menjadi kriteria yang membedakan kelompok pasien tertentu,
seperti skizofrenia dan gangguan otak organik. Namun, skala ini terlalu sulit untuk
Menggambar dari seorang wanita 40 tahun datang dengan skizofrenia (atas), dan
menggambar dari seorang laki-laki 24 tahun didiagnosis dengan gejala skizofrenia dan co-
Gb.2
Asli prestasi skala rotasi (kiri), dan skala dihitung dirujuk dalam penelitian ini.
d. PPAT
menggambarkan sedang mengambil sebuah apel dari pohon dengan cara tersendiri. Dari
cara yang digunakan dapat terlihat bentuk, garis, dan warna yang digambarkan dengan
media gambar seperti spidol, pastel atau pensil warna. Gambar kemudian dapat dinilai
pilihan warna, tingkat perkembangan, energi, kualitas garis, realisme, logika, detail
dengan pemecahan masalah. Hasil gambar dapat diinterpretasikan dengan beberapa hal
memiliki keunggulan rendah warna, detail dan dapat menunjukkan beberapa kesulitan
Gb.3
C. Implikasi
Beberapa implikasi yang dapat diambil dari pemberian terapi menggambar ini di
antaranya :
1. Pasien
Bisa dijadikan sebagai salah satu terapi alternative yang bisa dijadikan pendamping
terapi medis terhadap klien dengan depresi. Terapi menggambar ini tidak hanya bisa
dilakukan di rumah sakit tetapi juga bisa dilakukan dirumah. Pada pelaksanaan terapi
jenis gambar yang dipilih tidak diperhatikan karena pasien bebas menggambar apa saja
2. Rumah Sakit
Karena terapi ini bisa dilakukan di rumah maka sebagai perawat kita bisa menjadikan
terapi menggambar sebagai terapi yang bisa dijadikan sebagai bahan ketika melakukan
home visit kepada pasien dengan gangguan atau gejala depresi. Kemudian dapat
3. Mahasiswa
Melatih caring sebagai calon perawat sehingga ketika turun di lahan praktek akan
bisa mengaplikasikan terapi menggambar sebagai salah satu kegiatan yang bisa
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Karakteristik responden yang mengikuti terapi seni di antaranya narapidana yang telah
yang menjadi indikator penilaian, di antaranya: warna menonjol, warna fit, tersirat
energi, ruang, integrasi, rincian objek dan lingkungan serta kualitas garis. Hasil
signifikan atau ada pengaruh terlihat dari nilai p≤0,000 yang berarti nilai p≤0,05 dan
B. Saran
Hasil penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan memodifikasi metode-
frekuensi menggambar yang diberikan kepada klien, sehingga hasilnya bisa lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Ade, S., Hendarsih, S., Gofur, A., & Riwidikdo H. 2007. Terapi Modalitas dalam Keperawatan
Kesehatan Jiwa, Jogjakarta, Mitra Cendekia.
Ahmad, I. H, 2009, Pengaruh Terapi Senam Aerobik terhadap Penurunan Skor Agession Self
Control Pada Pasien dengan Risiko Prilaku Kekerasan di Ruang Sakura RSUD
Banyumas, Skripsi, UNSOED.
Anoviyanti R.S., 2008, Terapi Seni Melalui Melukis pada Pasien Skizofrenia dan
Ketergantungan Narkoba, ITB J. Vis. Art & Des. Vol. 2, No. 1, 2008, 72-84, Bandung.
Baihaqi, Sunardi.,Akhlan, R., & Heryati, E., 2007, Psikiatri, Refika Aditama, Bandung.
Hanauer, D. R., Identifying Conflicts of Anorexia nervosa as manifested in the Art Therapy
process, The Arts in Psychotherapy, 2003, (30) September, pp 137-149.
IOWA Outcome Projects, 2003, Nursing Outcome Classification (NOC), 3rd Edition, IOWA,
Mosby.
Keliat, B. A., & Akemat, 2004, Keperawatan Jiwa:Terapi Aktifitas kelompok., EGC, Jakarta.
Malchiodi, C. A., 2006, Medical Art Therapy With Children, Guilford Publication, New York.
Maramis, W. F., 2004, Ilmu kedokteran jiwa, Airlangga University Press, Surabaya.
Mukhtar, D., & Hadjam, N. R., Efektivitas Art Therapy untuk meningkatkan Ketrampilan Sosial
pada Anak yang Mengalami Gangguan Perilaku.Psikologika, 2006, (Volume 2, No. 1)
Juni, pp 16-24.
Nainis, Nancy, et al., Relieving Symptoms in Cancer: Innovative Use of Art Rherapy, Journal of
Pain and Symptom Management, 2006, (Vol. 3 No. 2) February, pp 162-169.
Nurhadiat, Dedi., 2004, Pendidikan Seni Rupa, Grasindo, Jakarta.
Nurjannah, I., 2005, Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa, Mocomedia , Yogyakarta.
Stuart, G. W., & Sundeen, S. J., 1998, Buku saku keperawatan jiwa, (Edisi 3) Alih bahasa, Achir
yani, EGC, Jakarta.
Sukmawati, A., 2010, Pengaruh Terapi Seni Menggambar terstruktur terhadap Penurunan Skor
Agession Self Control Pada Pasien dengan Risiko Prilaku Kekerasan di Ruang Sakura
RSUD Banyumas, Skripsi, UNSOED.
Townsend, C, Mary, 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri (edisi 3), EGC, Jakarta.
Utari, D., 2007, Pengaruh Menggambar Sebagai Terapi Bermain Terhadap Penurunan Tingkat
Kecemasan pada Anak yang Akan Menjalani Prosedur Khitan, Skripsi, UNIBRAW.
Wibawa, H.M., 2008, Pengaruh Finger Painting terhadap Perubahan Perilaku Agresif Anak
TK.B di Sekolah XXX Suatu Studi Kasus dari XXX, Skipsi, UPH.
Witojo, D., & Arif W., Pengaruh Terapi Komunikasi Teraupetik terhadap Penurunan Tingkat
perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia di RSJ Daerah Surakarta. Berita Ilmu
Keperawatan, 2008, (Vol.1 No.1) Maret, pp 1-6.