Tumor Otak
Tumor Otak
FADLI SYAMSUDDIN
1306345781
FADLI SYAMSUDDIN
1306345781
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmatNya sehingga
karya tulis ilmiah yang berjudul “Analisis Praktik Residensi Keperawatan
Medikal Bedah Pada Pasien Gangguan Sistem Neurologi Dengan Kasus Tumor
Otak Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Roy Di Rumah Sakit Umum
Cipto Mangunkusumo Jakarta ” dapat diselesaikan sebagai salah satu prasyarat
dalam menyelesaikan program Pendidikan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Dukungan,bimbingan dan
arahan dari banyak pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan karya
tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada:
1. Seluruh pasien yang telah saya rawat selama menjalani program spesialis di
Rumah Sakit RSCM
2. Prof.Dr.Ratna Sitorus, SKp,M.App.Sc sebagai supervisor utama yang telah
banyak memberikan arahan, saran, dan motivasi dalam menjalani proses
spesialis dan membimbing cara berfikir kritis perawat spesialis.
3. Bapak I Made Kariasa, S.Kp.,MM.,M.Kep. Sp.KMB sebagai sebagai
supervisor yang juga telah banyak memberikan arahan, saran, dan motivasi
dalam proses spesialis dan membimbing cara berfikir kritis perawat spesialis.
4. Ibu Yunisar Gultom S.Kp.,MCIN sebagai supervisor lapangan yang dengan
sabar membimbing dan memberikan arahan tentang pelaksanaan program
Evidence Based Nursing dan proyek inovasi.
5. Ibu Ns. Siti Aisyah, S.Kep selaku pembimbing di lantai 5 RSCM yang banyak
meluangkan waktu untuk berdiskusi dalam keperawatan neurologi.
6. Seluruh Perawat di ruang neurologi lantai 5 zona A dan B RSCM , Instalasi
Gawat Darurat RSCM, Instalasai Gawat Darurat dan Poliklinik dan
Neuorodiagnostik RS PON yang telah menerima saya dengan sangat baik.
7. Dr. dr. Muh. Isman Jusuf, Sp.S, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Gorontalo, tempat dimana penulis bekerja, yang selama ini banyak membantu
ix
Penulis
Fadli Syamsuddin
Juni 2017
Abstrak
Kata kunci : Model Adaptasi Roy, thermal tactile stimulation, screening tools
xi
Fadli Syamsuddin
June 2017
Abstract
xii
xiii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
Tabel 3.1 Gambaran Pasien Neurologi di Ruang Rawat Inap Neurologi Zona A,
Zona B dan Ruang IGD RSCM ...................................................................................... 40
Tabel 3.2 Gambaran diagnosa keperawatan pada pasien neurologi ............................. 41
Tabel 3.3 Telaah Kritis .................................................................................................... 41
Tabel 3.4 Distribusi Jumlah Pasien Stroke yang mengalami disfagia sesuai kriteria
EBN ................................................................................................................ 51
Tabel3.5 Distribusi pasien yang dilakukan thermal tactile stimulation berdasarkan
Jenis Kelamin ................................................................................................. 52
Tabel3.6 Distribusi pasien yang dilakukan Augmentative And Alternative
Communication berdasarkan Usia .................................................................. 52
Tabel3.7.Distribusi Penerapan EBN pada pasien dengan Afasia Motorik yang
mengalami depresi .......................................................................................... 53
Tabel3.8 Distribusi Frekuensi Pasien Stroke Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Jenis Kelamin di Ruang Rawat Neurologi...................................................... 60
Tabel3.9.Distribusi Frekuensi Pasien Stroke Berdasarkan Usia di Ruang Rawat
Neurologi ........................................................................................................ 60
Tabel3.10 Analisa Skrining Pasien Stroke Berdasarkan NIHSS,BBS,3IQ dan
FAST .............................................................................................................. 61
Tabel3.11 Distribusi Frekuensi Pasien dengan Gangguan Neurologi Berdasarkan
Jenis Kelamin di Ruang Rawat Neurologi...................................................... 63
Tabel3.12 Distribusi Frekuensi Pasien dengan Gangguan Neurologi Berdasarkan
Diagnosa Medis di Ruang Rawat Neurologi .................................................. 63
xv
xvi
1 Universitas Indonesia
Gangguan neurologi saat ini menjadi salah satu ancaman dan tantangan
bagi kesehatan masyarakat. Gangguan neurologi umumnya seperti demensia,
epilepsi, gangguan sakit kepala, multiple sclerosis, neuroinfections, gangguan
neurologis terkait dengan malnutrisi, rasa sakit yang terkait dengan
gangguan neurologi, penyakit Parkinson, stroke, tumor otak dan trauma (WHO,
2016). Gangguan neurologi dan gejala sisa mereka saat ini diperkirakan
mempengaruhi sebanyak satu miliar orang di seluruh dunia. Sebagian besar
gangguan neurologi mengakibatkan cacat jangka panjang, sehingga langkah-
langkah prevalensi harus dilakukan (WHO, 2006). Pada laporan KIA ini, penulis
mengambil kasus tumor otak sebagai kasus kelolaan utama dan kasus gangguan
neurologis lainnya pada 30 resume kelolaan.
Tumor otak atau tumor intracranial merupakan neoplasma atau proses desak
ruang yang timbul di dalam rongga tengkorak baik didalam kompartemen
supratentorial maupun intratentorial. Di dalam hal ini mencakup tumor-tumor
primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofise, saraf otak, serta tumor
metastasis lainnya dari bagian tubuh. Berdasarkan data statistic central brain
tumor registry of united state 2009 angka insidensi tahunan tumor susunan saraf
pusat di amerika adalah 20,6 kasus per 100.000 penduduk pertahun (7,3 per
100.000 untuk tumor jinak, dan 13,3 per 100.000 untuk tumor ganas ) dimana
wanita lebih banyak (22,3) dibanding pria (18,8). Prevalensi tumor susunan saraf
pusat primer tahun 2010 diperkirakan sebanak 221,8 per 100.000 penduduk (61,9
per 100.000 untuk tumor ganas dan 177,3 per 100.000 penduduk untuk kelompok
tumor jinak). Diperkirakan sebanyak 688.096 orang di United States menderita
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
3
tumor otak dan tumor susunan saraf pusat primer pada tahun 2010 (Satyanegara,
2010).
Angka harapan hidup penderita tumor susunan saraf pusat juga bervariasi sesuai
usia. Data dari Surveillance, Epidemniology and Result pada tahun 1995-2009
menunjukkan bahwa angka harapan hidup selama 5 tahun pada tumor otak primer
ganas dan tumor susunan saraf pusat (tidak termasuk limfoma, leukemia, tumor
hipofisis dan kelenjar pineal, dan tumor olfaktorius pada kavitas nasal) adalah
sebesar 38,8% (32,4 5 pada pria dan 35,5% pada wanita). Angka harapan hidup
ini sebesar 73 % pada usia 0-19 tahun, 57,75 % pada kelompok usia 20-44 tahun,
31,7% pada kelompok usia 55,64 tahun, 10% pada kelompok usia 65-74 tahun,
dan 5,7% pada kelompok usia lebih dari atau sama dengan 75 tahun.
(Satyanegara, 2014).
Selain itu, penulis beserta kelompok juga menerapkan peran perawat sebagai
agent of change atau sebagai inovator dengan melakukan kegiatan inovasi
keperawatan berupa screening tools pada pasien yang mengalami gangguan
neurologis. di Gedung A Lantai V RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta.
Pada kegiatan ini penulis berperan terkait penggunaan screening NIHSS pada
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
4
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran umum pelaksanaan dan pengalaman prantik residensi
mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, khususnya peminatan
Neurologi menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem persarafan di Gedung A lantai 5
RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
5
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
BAB 2
STUDI PUSTAKA
2.1.2 Patofisiologi
Tumor secara umum dikategorikan dalam dua bagian yaitu benigna dan
malignan. Tumor yang sifatnya malignan menunjukkan perubahan yang signifikan
mencakup nuclear atypia, frekuensi mitosis dan necrotic. Hal ini terkait
kecepatan pertumbuhan dan invasi kejaringan sekitar. Tumor malignan dapat juga
melakukan metastasis yang bisa diketahui dari tumor primer, hal ini bisa terjadi
karena melalui bloodstream, sistem limfatik, atau cairan serebrospinal dan
proliferasi di daerah yang mengalami metastasis (Woodward, 2011).
Tumor dimulai ketika sel tumbuh dan membelah diri secara tidak teratur.
Pertumbuhan sel yang tidak teratur disebabkan oleh perubahan genetik yang
menyebabkan transformasi sel menjadi sel yang malignant. Terjadinya mutasi
genetic disebabkan karena adanya kesalahan reflikasi Deoxyribonucleid Acid
(DNA). Ada tiga dari gen tersebut yakni oncogenic, tumor suppressor genes dan
DNA repair genes. Oncogenic genes merupakan gen yang berperan dalam
pertumbuhan sel, dan jika terjadi mutasi maka akan terjadi multiplikasi sel secara
tidak terkontrol. Sedngkan tumor suppressor genes berperan dalam in aktivasi
proliferasi sel. . sementara DNA repair genes normalnya berfungsi untuk
memperbaiki kerusakan DNA, adanya kerusakan fungsi ini diikuti terjadinya
akumulasi mutasi DNA yang akhirnya terbentuklah tumor.
6 Universitas Indonesia
Tumor otak akan menyebabkan penekanan ke jaringan otak sekitarnya, invasi dan
destruksi terhadap parenkim otak. Fungsi parenkim akan terganggu karena
hipoksia arterial maupun vena, terjadi kompetisi pengambilan nutrisi, pelepasan
produk metabolism, serta adanya pengaruh pelepasan mediator radang sebagai
akibat lanjut dari hal tersebut diatas. Efek massa yang ditimbulkan dapat
menyebabkan gejala deficit neurologis fokal berupa kelemahan suatu sisi tubuh,
gangguan sensorik, parese nervus kranialis atau bahkan kejang. Astrositoma low
grade yang merupakan grade II klasifikasi WHO akan tumbuh lebih lambat
dibandingkan dengan bentuk yang maligna. Tumor doubling time untuk
astrocytoma low grade kira-kira 4 kali lebih lambat dibandingkan dengan
astrocytoma anaplastic (grade III astrocytoma) . sering diperlukan waktu
beberapa tahun antara gejala awal hingga diagnosa low grade astrocytoma
ditegakkan, interval ini kira-kira 3,5 tahun astrocytoma low grade ini seringkali
disebut difuse astrocytoma WHO grade II. ( Jafardi Iskandar, 2003).
2.1.3 Etiologi
Penyebab utama dari tumor otak sejauh ini belum diketahui secara pasti, namun
faktor resiko yang dikaitkan dengan kejadian tumor otak adalah radiasi ion, selain
itu faktor predisposisi genetik. Lama waktu yang diperlukan sejak terpapar sampai
dengan kejadian tumor otak berkisar 10-20 tahun. Adanya radiasi pada cranium
meningkatkan insidensi dari tumor itu sendiri tergantung jenis tumornya seperti
meningioma dan glioma. Adanya kerusakan dari genetic menjadi predisposisi dari
tumor otak meskipun dalam jumlah yang kecil dari kejadian tumor otak. Tidak
ada evidence yang kuat mendukung bahwa faktor gaya hidup mempengaruhi
perkembangan dari tumor otak. Meskipun berbagai media mengatakan ada peran
dari penggunaan selular phone dengan kejadian tumor otak, namun dari
berdasarkan data 10 tahun terakhir tidak ada keterkaitan penggunaan seluler
phone dengan kejadian tumor otak, begitupun dengan kejadian terkait riwayat
tumor otak, faktor okupasional, eksposure terhadap gelombang elektromagnetik
dan virus juga tidak ada evidence yang kuat terkait resiko tumor otak.
(Woodward, 2011; Drislane, 2002; Hickey, 2014).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
8
Saat ini, ada evidence yang mendukung kemungkinan adanya hubungan faktor
imunologi dengan glioma, pasien yang dilaporkan mengalami alergi memiliki
resiko yang rendah dengan kejadian glioma. Pasien yang mengalami glioma
menunjukkan kadar serum immunoglobulin E (IgE) level yang rendah. Namun
terkait mekanisme antara genetic dan sel immunoglobulin belum bisa dijelaskan
secara pasti prosesnya seperti apa (Hickey, 2014)
2.1.4 Klasifikasi
World Health Organization (WHO) pada tahun 1970 mulai menginisiasi
pengklasifikasian tumor otak berdasarkan bukti pathological, dan terbaru pada
tahun 2007 WHO mengklasifikasikan tumor otak sebagai berikut :
a. Tumor Neuroepitel meliputi tumor astrositik, tumor oligodendroglia, tumor
oliguastrik, tumor epindim, tumor pleksus koroid, tumor neuroepitel lain,
tumor regio pineal, dan tumor embrional.
b. Tumor saraf kranial dan paraspinal meliputi schwanoma, , neurofibroma,
perineurinoma, dan tumor selabung saraf tepi.
c. Tumor Selaput otak meliputi tumor sel meningotel, tumor mesenkim, lesi
melanostik primer, neoplasma lain berkaitan dengan meningens.
d. Limfoma dan Neoplasma hematopoetik meliputi limfoma maligna,
plasmasitoma, dan sarcoma granulositik.
e. Tumor Germ Cell
f. Tumor region sela
g. Tumor metastasis.
(Satyanegara, 2014).
Klasifikasi yang banyak digunakan adalah yang dirumuskan oleh UICC (Unio
International Contra Cancrum). Pembagiannya berdasarkan lokasi sel-sel tumor
yaitu pada intrakortikal, ekstrakortikal dan tumor metastase. Yang termasuk dalam
kategori intrakortikal misalnya tumor yang berasal dari sel glia atau atrosist
seperti terdapat pada glioma, limfoma maligna, dan meduloblastoma yang
termasuk kategori malignan. Sedangkan tumor ekstrakortikal yang berasal dari
neuroepitel, lapisan mesodermal dan embrionik (kongenital) misalnya terdapat
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
9
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
10
Pada pengalaman klinis kasus-kasus tumor otak ternyata tidak hanya diperankan
oleh kategori histologis diatas semata. Yang menjadi kriteria keganasan klinis
tumor otak adalah tampilan tingkah laku yang diinduksi serta diperankan oleh :
a. Volume efektif tumor ( termasuk edema sekelilingnya)
b. Efek massa yang ada (termasuk herniasi)
c. Keterlibatan dengan aliran cairan serebrospinal (hidrosefalus)
d. Keterlibatan arteri (infark)
e. Keterlibatan pusat-pusat vital (hiphotalamus dan batang otak).
(Satyanegara, 2014).
Presentasi klinis ini sering kali dapat mengarahkan perkiraan lokasi tumor otak.
Secara umum presentasi klinis pada kebanyakan kasus tumor otak merupakan
manifestasi dari peningkatan tekanan intracranial, sebaliknya gejala neurologis
yang bersifat progresif walaupun tidak jelas ada tanda-tanda peninggian tekanan
intracranial, perlu dicurigai adanya tumor otak. Gejala terkait tumor otak meliputi
sakit kepala, kejang, perubahan kognitif dan mood, penurunan secara progresif
fokal neurologis, gangguan fungsi penglihatan dan bicara. (Woodward, 2011)
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
11
meliputi emosi yang labil, affect yang datar, kehilangan inisiatif dan
spontanitas, ganguan perilaku social.
2) Lobus frontalis posterior, area brocca berlokasi dilobus frontalis posterior-
inferior, jika tumor terdapat pada area brocca di area hemisper yang dominan
akan berpengaruh pada penurunan fungsi bicara. Jika tumor berada area lobus
frontalis posterior dimana ini adalah area fungsi motoric maka akan terjadi
kelemahan fungsi motoric, seperti monoparesis atau aktivitas kejang fokal.
b. Lobus parietal, adanya tumor pada lobus ini menyebabkan penurunan sensasi,
kesulitan dalam mengenal objek, neglect syndrome, gerstumant syndrome (
agnosia, kehilangan diskrimasi sisi kiri atau kanan, acalkulia, dan agrafia).
Aktivitas kejang dan hemianospia, serta parietal lobe syndrome.
c. Lobus temporal, adanya tumor pada area ini menyebabkan gangguan
psikomotor, kejang, kelemahan, gangguan lapang pandang (biasanya terjadi
kehilangan fungsi penglihatan pada upper quadran), penurunan memori, ketika
tumor berada pada area dominan akan terjadi ganguan bicara dan bahasa.
Psikomotorik seizure dengan disertai halusinasi penglihatan, pendengaran dan
penciuman selain itu juga terjadi amnesia.
d. Lobus oksipitalis, adanya tumor pada area ini menyebabkan homonymous
quadrantanopia, visual halusinasi dan ketidakmampuan mengenal objek yang
familiar.
e. Region pituitary dan hipotalamus, adanya tumor pada area ini menyebabkan
penurunan penglihatan, sakit kepala, Cushing syndrome, giantism, acromegaly,
dan hypopituarism, ganguan metabolism lemak dan karbohidrat, gangguan
pola tidur, penurunan dorongan seksual.
f. Ventrikel lateralis dan ventrikel 3, adanya tumor pada lokasi ini menyebabkan
terjadinya hidrosefalus noncomunican, sakit kepala, dan muntah.
g. Brainstem, tumor pada area ini menyebakan gangguan fungsi menelan,
artikulasi, dan refleks gag, penurunan fungsi motoric dan sensorik, vertigo,
ataxia, nistagmus, dysphagia, nausea, muntah. Kematian mendadak bisa terjadi
jika terjadi pusat vital (pernapasan dan henti jantung).
h. Midbrain, adanya tumor pada area ini menyebabkan parinaud syndrome,
abnormal posturing, dan ptosis.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
12
i. Fourth ventrikel, tumor pada area ini menyebabkan hidrosefalus, sakit kepala,
muntah, kematian mendadak jika terjadi penekanan pada pusat
cardiorespiratory, kehilangan refleks muntah dan menelan.
j. Cerebellum, adanya tumor pada lokasi ini menyebabkan terjadinya cerebellar
signs (ataxia, inkoordinasi, nystagmus, vertigo, nausea, peningkatan ICP (sakit
kepala, vomiting dan perubahan TTV).
(Satyanegara, 2014; Hickey, 2014).
2.1.7 Penanganan
Pada saat menentukan jenis pengobatan bagi penderita astrositoma, perlu dinilai
manfaat yang akan diperolehnya. Manfaat tersebut diukur berdasarkan lamanya
kelangsungan hidup penderita dibandingkan lamanya pemberian pengobatan. Dan
yang paling penting adalah kualitas hidup penderita setelah pengobatan. Modalitas
penanganan terhadap tumor otak mencakup tindakan-tindakan :
a. Terapi operatif
Pembedahan dilakukan berdasarkan besarnya tumor di dalam otak dan status
fungsional penderita. Penderita yang mengalami tumor yang berlokasi di pusat
vital dengan hemiparesis, disfasia/afasia, penderita usia lanjut bukan merupakan
indikasi untuk operasi (Jafardi I, 2003)
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
13
Tindakan operasi pada tumor otak (khususnya yang ganas) bertujuan untuk
mendapatkan diagnosa pasti dan dekompresi internal mengingat obat-obatan anti
edema otak tidak dapat diberikan secara terus menerus. Prinsip penanganan pada
tumor jinak adalah pengambilan total sementara pada tumor ganas tujuannya
selain dikompresi juga untuk mengetahui jenis tumor sehingga dapat menentukan
langkah pengobatan selanjutnya (kemoterapi atau radioterapi).
b. Terapi konservatif :
1) Radioterapi
Radioterapi untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan menggunakan
sinar X dan sinar-sinar Gamma disamping juga radiasi lainnya seperti proton,
partikel alfa, neutron dan pimeson. Tujuan dari terapi radiasi ini adalah
menghancurkan tumor dengan dosis yang masih dapat ditoleransi oleh jaringan
normal yang ditembusnya. Keberhasilan terapi radiasi pada tumor ganas otak
diperankan oleh beberapa faktor :
a) Terapi yang baik dan tidak mencederai struktur penting lainnya
b) Sensitivitas sel tumor dan sel normal
c) Tipe sel yang disinar
d) Metastasis
e) Kemampuan sel normal untuk melakukan repopulasi.
f) Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval antar fraksi radiasi.
2) Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum mempunyai
nilai keberhasilan yang bermakna. Saat ini yang menjadi titik pusat perhatian
modalitas terapi ini adalah tumor-tumor otak jenis astrositoma (grade III dan IV),
glioblastoma dan astrositoma anaplastic beserta variannya.
3) Imunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa tumbuhnya suatu
tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi imunologi tubuh sehingga
diharapkan dengan melakukan restorasi sistem imun dapat menekan pertumbuhan
tumor.
(Satyanegara, 2014).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
14
2.1.8 Prognosis
Prognosis penderita tumor otak terutama untuk jenis astrisitoma tergantung dari
tiga faktor : usia, status fungsional, dan grade histologis. Penderita usia ≤ 45 tahun
mempunyai kelangsungan hidup empat kali lebih besar dibandingkan penderita
berusia ≥ 65 tahun. Pada low grade astrocytoma, prognosis akan lebih buruk jika
disertai dengan peningkatan tekanan intracranial, gangguan kesadaran, perubahan
perilaku, defisit neurologis yang bermakna, dan adanya penyangatan kontras pada
pemeriksaan radiologis (Jafardi, 2003).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
15
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
16
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
17
3. Mode fungsi peran adalah satu dari dua mode sosial dan foskus terhadap peran
seseorang dalam masyarakat. Fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang
berhubungan dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola
interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain. Peran dibagi menjadi peran
primer, sekunder dan tersier. Peran primer yaitu peran yang ditentukan oleh jenis
kelamin, usia dan tahapan tumbuh kembang. Peran sekunder yaitu peran yang
harus diselesikan oleh tugas peran primer. Peran tersier merupakan cara individu
menemukan harapan dari peran mereka (Roy, 2009; Tomey &Aligood, 2010).
4. Mode adaptasi Interpendensi, berfokus pada hubungan seseorang dengan orang
lain. Hubungan interpendensi didalamnya mempunyai keinginan dan kemampuan
memberi dan menerima semua aspek seperti cinta, hormat, nilai, rasa memiliki,
waktu dan bakat (Roy, 2009; Tomey &Aligood, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
18
a. Pengkajian Perilaku
Respon manusia merupakan fokus pengkajian perilaku dalam sistem adaptasi
manuasia. Perilaku didefinisikan sebagain aksi atau reaksi dalam keadaan tertentu
yang dapat diobservasi atau tidak dapat diobservasi. Perilaku yang tidak dapat
diobservasi dapat terjadi pada seseorang yang merasa cemas, sedangkan perilaku
yang dapat diobservasi merupakan perilaku yang dapat diamati oleh orang lain.
Dalam menilai perilaku perlu dikelompokkan dalam 4 model adaptif dan sistem
grup yang menggambarkan proses mekanisme koping. Data perilaku meliputi 4
model adaptif yaitu;
1) Fisiologis, meliputi ; oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat,
proteksi, Pengindraan, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis, fungsi
endokrin.
2) Konsep diri, meliputi ; fisik diri dan personal self.
3) Fungsi peran, meliputi; proses transisi peran, perilaku peran, integrasi peran,
pola penguasaan peran, proses koping.
4) Interdependence, meliputi; pola memberi dan menerima, afeksi, pola
kesendirian,\ strategi koping perpisahan dan kesendirian. Semua perilaku
yang didapatkan kadang tidak jelas pada pasien. Perilaku yang tidak dapat
diobservasi dapat diperoleh dari seseorang atau kelompok. Sedangkan,
perilaku yang dapat diobservasi dapat dikumpulkan dengan diobservasi,
mendengar dan pengukuran. Hal penting yang diperlukan dalam melakukan
pnegkajian perilaku adalah komunikasi efektif diantara perawat, pasien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya (Roy, 2009).
b. Pengkajian Stimulus
Suatu stimulus didefinisikan sebagai sesuatu yang memprovokasi sebuah respons.
Stimulus dapat berasal dari internal dan eksternal yang mencakup semua kondisi
keadaaan dan mempengaruhi sekeliling dan atau mempengaruhi perkembangan
dan perilaku seseorang. Stimulus dikaji berdasarkan hubungan dengan perilaku
yang ditunjukkan pasien. Tujuan dari keperawatan menurut Roy adalah mengubah
perilaku yang tidak efektif menjadi perilaku yang adaptif. Stimulus merupakan
kunci untuk mencapai tujuan tersebut. Merubah stimulus dapat merubah kapasitas
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
19
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
20
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
21
kontrol nyeri, tingkat nyeri, koping, koping keluarga, partisapsi keluarga dalam
perawatan professional, dukungan keluarga selama perawatan, termoregulasi,
tidur, kualitas hidup, tanda-tanda vital, kontrol mual dan muntah, status
kenyamanan, harapan, fungsi sensori, status nutrisi, dan keinginan untuk hidup
(Moerhoed, 2016).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
22
c) Manajemen kejang (Pertahankan jalan napas, monitor arah kepala dan mata
selama kejang, berikan oksigen dengan benar, catat lama kejang, Catat
karakteristik kejang, berikan obat anti kejang dengan benar.
d) Terapi oksigen (Bersihkan mulut,hidung dan sekresi, pertahankan kepatenan
jalan napas, siapkan peralatan oksigen, monitor aliran oksigen
e) Penghisapan lendir jalan napas (Tentukan perlunya suction, gunakan alat
pelindung diri, lakukan suction, monitor status oksigenasi (Bulechek, 2016).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
BAB 3
PROSES RESIDENSI
Pada bab ini akan dijelaskan tentang kasus kelolaan pasien dengan tumor otak, 30
kasus resume pasien dengan gangguan neurologis, evidence based practice
tentang thermal tactile stimulation pada pasien stroke yang mengalami
dysphagia, dan proyek inovasi tentang screeining tools pada pasien gangguan
neurologis.
23 Universitas Indonesia
Hasil thorax foto AP : tidak tampak kelainan pada jantung dan paru-paru.
CT Scan : tampak massa intra aksial lobus frontal bilateral dengan perifokal
edema yang menyempitkan ventrikel lateralis kiri ventrikel lateralis kanan kornu
anterior dan ventrikel III, Hernia subfalcine ke sisi kanan sejauh +/`1,6cm,
edema serebri, hematoma frontal bilateral( 25 Oktober 2016).
Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : Nyeri, kejang
Stimulus konstektual : SOL intrakranial
Stimulus residual : faktor lingkungan (polusi) dan lifestyle.
2) Nutrisi
Pengkajian perilaku
Asupan nutrisi pasien tidak adekuat karena pasien muntah, kejang dan penurunan
kesadaran, dari pengkajian riwayat alergi dari ibu pasien diketahui pasien tidak
ada alergi makanan, pemeriksaan fungsi menelan dengan menggunakan Massei
bedsisde swallowing screen (MBSS) diketahui gangguan menelan tidak ada,
kerusakan membrane mukosa mulut tidak ada, karies gigi tidak ada, kebersihan
rongga mulut bersih. Berat badan pasien 70 Kg, TB 170 cm, Terpasang NGT
diet cair, energy 1800 KKal dalam bentuk makanan blenderized 3 x 300 ml
ditambah susu formula 3 x 300 ml. pemeriksaan biokimia albumin 4,05 g/dl.
Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : mual muntah, penurunan kesadaran, kejang
Stimulus konstektual : SOL
Stimulus residual :-
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
25
3) Eliminasi
Pengkajian perilaku
Pasien buang air kecil dengan menggunakan pampers, selama masuk di RS pasien
sudah 2 hari tidak BAB. Bising usus 5x/menit. Tidak ada riwayat konstipasi,
diare, atau komsumsi obat khusus.
Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : imobilisasi, penurunan asupan cairan dan makanan.
Stimulus konstektual : Penurunan kesadaran, SOL intracranial.
Stimulus residual : riwayat pasien kurang mengkomsumsi makanan berserat.
4) Aktivitas Istirahat
Pengkajian perilaku
pasien selama dirawat hanya lebih banyak tidur, tingkat kesadaran somnolen.
Status fungsional bartel index (3) kategori ketergantungan berat, semua
pemenuhan ADL pasien dibantu oleh ibu dan perawat, kekuatan otot ekstremitas
atas 4444/4444, ekstremitas bawah 4444/4444, rentang gerak sendi tidak ada
ganguan, postur tubuh pasien tampak tidak ada kelainan, namun pasien cenderung
lebih suka baring. Tonus otot normal.
Pengkajian Stimulus
stimulus fokal : penurunan kesadaran, nyeri kepala, pasien tidak bisa melihat.
Stimulus kontektual : SOL intracranial
Stimulus residual : riwayat pasien yang hanya ditempat tidur sejak tidak bisa
melihat (satu bulan sebelum masuk RS).
5) Proteksi
Pengkajian perilaku
Pasien ada riwayat pembedahan biopsy bulan oktober 2016. Dan masih tampak
bekas craniotomy, pengkajian resiko jatuh pasien fall morse scale (55) resiko
tinggi jatuh. Skala breden (9) resiko tinggi decubitus.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
26
Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : penurunan kesadaran, tidak bisa melihat
Stimulus Kontekstual : SOL intracranial
Stimulus residual : riwayat gangguan penglihatan sejak 1 bulan SMRS.
6) Sensasi
Pengkajian perilaku
fungsi pendengaran pasien baik, namun fungsi penglihatan mengalami gangguan,
pasien tidak bisa melihat sejak 1 bulan SMRS, funduskopi kesan papil atropi
sekunder, pengkajian nyeri vass 7 (nyeri berat) dengan durasi sekitar 5 sampai 10
menit dengan frekuensi tiap jam.
Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : SOL intracranial
Stimulus kontesktual : riwayat pembedahan biopsy
Stimulus residual : riwayat tumor otak sejak 5 bulan SMRS
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
27
Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : muntah,
Stimulus kontekstual : penurunan kesadaran, kejang
Stimulus residual :-
8) Neurologi
Pengkajian perilaku
penurunan kesadaran bertahap 10 jam SMRS disertai muntah (3x) setelah sarapan
kontak menurun, tidak ada nyeri kepala, 4 jam SMSRS pasien sulit dibangunkan
dan tidak dapat menurut perintah. Kesadaran Composmentis, GCS E4M6V5,
pupil isokor 3mm/3 mm, RCL/RCTL nonrekatif. RF : +2/+2, RP : negative,
Kaku kuduk : negative N. Cranialis paresis N VII dextra sentral.
Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : edema serebri, sol intracranial
Stimulus kontextual : riwayat biopsy (pembedahan)
Stimulus residual : riwayat 5 bulan pasien tidak sadarkan diri dan kejang.
9) Endokrin
Pengkajian perilaku
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal oleh pasien dan keluarga. GDS 120 mg/dl.
Pengkajian Stimulus
Tidak ada.
Pengkajian stimulus
Belum dapat dinilai.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
28
Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : Penurunan fungsi tubuh (pasien tidak bisa melihat) Stimulus
Kontekstual : Peran pasien sebagai anak. Stimulus Residual : sejak pasien sakit
pasien resigen dari kantor.
d. Mode Interdependensi
Pengkajian Perilaku
Support sistem didapatkan pasien dari keluarga. Keluarga adaptif uuntuk merawat
pasien dan mengikuti proses keperawatan, meskipun ibu pasien tampak sedih dan
mengungkapkan ketakutannya terkait kondisi anaknya, mengingat pasien adalah
anak tunggal dan bapak pasien sudah meninggal. Semenjak pasien sakit ibu pasien
yang mengurus meskipun kelurga juga membantu namun pasien tinggal serumah
dengan ibunya, semenjak pasien tidak bisa melihat semua aktivitas pasien dibantu
secara total oleh ibu pasien.
Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : penurunan kesadaran
Stimulus kontekstual : riwayat kejang dan riwayat pasien tidak bisa melihat
Stimulus residual : riwayat kematian bapak dalam keluarga dan pasien anak
tunggal.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
29
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
30
Manajemen pengobatan
Regulator
Ikuti prosedur pemberian obat, perivikasi resep obat-obatan semebelum
pemberian obat, , berikan (dexamethasone 5 mg 4x IV, paracetamol 1 gram 3x
IV, Kepra 500 mg 2x PO), monitor pasien mengenai efek terapeutik obat.
Kognator
Pertimbangkan pengetahuan pasien mengenai obat-obatan, instruksikan klienn
dan keluarga mengenai efek yang diharapkan dari obat, pantau kepatuhan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
31
b. Nyeri akut
Manajemen nyeri
Regulator
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. Observasi adanya perubahan
nonverbal, pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan tepat, kaji mekanisme atau pengalaman nyeri sebelumnya dan cara
mengotrol, , pemberian analgesic ( parasetamol 1 gram 3x IV). Evaluasi
keefektifan pengontrolan nyeri yang dilakukan baik secara farmakologis
maupun nonfarmakologis.
Kognator
Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
dan samapaikan penerimaan pasien terhadap nyeri, ajarkan pasien mengenai
teknik pengontrolan nyeri, berikan informasi mengenai nyeri, seprti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antispasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur, libatka keluarga dalam midalitas penurun nyeri jika
memungkinkan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
32
Manajemen nutrisi
Regulator
Tentukan status gizi, identifikasi adanya alergi, lakukan atau bantuan
perawatan mulut, tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan gizi, pastikan diet mencakup makanan tinggi
kandungan serat untuk mencegah konstipasi.
Kognator
Ajarkan pasien dan keluarga terkait pentingnya pemberian makan dan
pemenuhan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
33
kepada pasien dan keluarga akan penggunaaan laksatif yag tepat, instruksikan
pasien mengenai hubungan antara diet, latihan dan asupan cairan terhadap
kejadian konstipasi.
Dukungan emosional
kognator
Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai pengalaman emosi,
penyebab emosi, buat penyataan yang mendukung dan berempati, dorong
pasien dan keluarga untuk berbicara sebagai cara menurunkan emosi.
Dukungan spiritual
Kognator
berikan privasi untuk beribadah, anjurkan untuk meningkatkan ibadah pasien,
tawarkan keluarga untuk menyiapkan music rohani, jelaskan terkait layanan
rohani atau doa dari keluarga.
3.1.7 Evaluasi
Tn. ES telah menjalani perawatan dari tanggal 18 November 2016 di IGD
kemudian dipindahkan keruangan perawatan neurologi tanggal 19 November
2016 dikamar 516 lantai 5 Zona A, dan sampai praktik Residensi II berakhir
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
34
tanggal 16 Desember 2016 pasien masih dirawat dikamar 516 Zona lantai 5.
Adapun evaluasi yang dilakukan mulai dari perawatan hari pertama sampai selesai
praktik residensi, sebagai berikut :
a. Penurunan kapasitas adaptif intracranial
Dari hasil perawatan selama 26 hari (21 November 2016 – 16 Desember 2016).
Respon pasien terhadap masalah penurunan kapasitas adaptif intracranial yakni
maladaptif meskipun dari rentang tersebeut sempat menunjukan perbaikan
meskipun hanya beberapa hari namun setelah terjadi perburukan terkait penurunan
kesadaran atau bisa juga karena kejadian kejang. Penanganan medis yang
dilakukan dengan pemberian obat-obatan dalam hal ini dexamethasone, kepra dan
parasetamol dengan perubahan dosis berulang kali dilakukan begitupun dengan
rute pemberian namun pemberian obat-obatan hanya untuk mengurangi gejala
yang muncul namun untuk penganan SOL intracranial (Astrisitoma Grade II)
harus dilakukan pembedahan namun terdapat kendala terutama dalam
pengambilan dalam keluarga terkait keputusan tindakan tersebut.
b. Nyeri akut
Respon pasien terhadap masalah nyeri akut juga maladaptife meskipun pada
beberepa kondisi pasien dengan penambahan dosis analgesic (Paracetamol 1 gr 3x
IV) sampai dosis maksimal 1 gr 4x IV). Peningkatan insensitas nyeri dikaitkan
dengan efek dari penekanan oleh tumor pada area sekitarnya sehingga masalah ini
mengikuti maslah pertama diatas.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
35
status neurologis sehingga juga diikuti dengan masalah nutrisi. Respon adaptif
disini dimaksud karena pasien sudah menjalani pemberian makan per oral setelah
3 hari pemakaain selang NGT (22 November 2017 dilakukan up NGT).
Pemberian makan berlangsung selama 1 minggu per oral, namun karena pasien
mengalami penurunan kesadaran (25 November 2016), GCS E3M4V4 disertai
kejang yang berlangsung selama 2 menit karena indikasi ini pasien dilakukan
pemasangan ulang NGT dan sampai berakhir dinas masih terpasang.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
36
Dari tabel diatas diketahu bahwa kasus terbanyak adalah pasien dengan
cerebrovaskuler disease dengan jumlah 46,67% kemudian SOL dengan 23,34 %.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
37
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
38
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
39
karena itu, penulis bermaksud untuk menerapkan evidence based nursing practice
Thermal Tactile Stimulation (TTS) pada pasien stroke yang mengalami dysphagia.
Penerapan evidence based nursing (EBN) yang dilakukan oleh penulis diruang
rawat neurologi zona A lantai 5 gedung A RSCM didasarkan pada empat
komponen PICO yaitu :
a. Patient problem (P): pasien stroke yang mengalami gangguan menelan
(dysphagia).
b. Intervention (I) : Thermal tactile stimulation (TTS)
c. Comparison (C) : Tidak ada
d. Outcome (O) : Meningkatkan kemampuan menelan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
40
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
41
Pada pelaksanaan EBN ini melibatkan pasien stroke yang dirawat di Ruang
Neurologi lantai 5 RSCM dari tanggal 29 April 2017 sampai tanggal 3 Mei 2017
sebanyak 8 orang. Dari sejumlah pasien stroke tersebut disesuaikan lagi
berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi sehingga didapatkan 3 orang yang sesuai.
Penerapan EBN ini dilaksanakan dari tanggal 29 april sampai 3 Mei 2017 .
Adapun pelaksanaan EBN berdasarkan telah jurnal yang sudah dilakukan yaitu :
1) Mahasiswa melakukan pengkajian data demografik dan riwayat pasien, jika
pasien sesuai dengan kriteria inklusi maka dilanjutkan dengan penjelasan
terkait EBN kepada pasien dan keluarga.
2) Mahasiswa kemudian melakukan screening dysphagia atau menelan dengan
menggunakan Massey bedside swallowing screen.
3) Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam TTS meliputi kom,
kaca laring, termos yang berisi es batu, handscoen, dan tissue. Selanjutnya es
dituangkan ke dalam kom dan kaca laring dimasukkan kedalam untuk
mendinginkan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
42
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
43
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
44
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
45
National Institute Health Stroke Scale (NIHSS), Barthel indext dan Modified
ranking scale (mRS) (Harrison, Mc Arthur, and Quinn, 2013)
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
46
2. Weakness (Kelemahan)
a. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan diperoleh bahwa
perawat menilai format pengkajian yang ada di ruangan sudah cukup
mewakili kebutuhan pengkajian kasus neurologi.
b. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya diketahui
bahwa perawat menilai tidak ada lagi format pengkajian yang perlu untuk
ditambahkan pada format pengkajian yang sudah ada
c. Format pengkajian yang digunakan ruangan bersifat umum dan tidak mampu
mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada pasien neurologi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
47
3. Oppurtunities (Kesempatan)
a. Mahasiswa residensi keperawatan yang sedang menjalani praktik di RS Cipto
Mangunkusumo memiliki program inovasi keperawatan dalam kurikulum
pendidikan sehingga dapat menerapkan ide-ide baru yang dapat
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.
b. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan beberapa PP dan PA di ruang
neurologis lantai V gedung A RS Cipto Mangunkusumo, diketahui bahwa
pihak rumah sakit bersedia untuk menerima informasi baru terkait penerapan
screening tools pada kasus-kasus neurologi.
4. Threats (Ancaman)
Berbagai rumah sakit di luar RS Cipto Mangunkusumo sudah menjalani berbagai
program akreditasi yang juga dijalani oleh RSCM sehingga akan mendorong
pihak rumah sakit lainnya untuk terus juga meningkatkan sistem pelayanan
termasuk pada kasus neurologi.
Fungsi luhur atau fungsi kortikal luhur (FKL) mengaitkan perilaku dari manusia
dengan sistem persarafan susunan saraf pusat (Harsono, 2015). FKL sendiri
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
48
Gangguan peredaran darah otak atau yang lebih dikenal dengan cerebrovascular
disease (CVD) merupakan berbagai kelainan pada sistem vaskularisasi di otak
seperti malformasi pembuluh darah, stroke iskemik, dan stoke hemoragik. Infeksi
pada sistem persarafan pada umumnya terbagi menjadi dua yakni meningitis dan
encephalitis.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
49
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
50
yang tidak menyenangkan dari kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial
dari seorang individu. Nyeri pada pasien tidak hanya disebabkan oleh penyakit
yang diderita maupun status penyakitnya, nyeri dapat pula disebabkan oleh
prosedur lain seperti suctioning maupun perubahan posisi (Rahu et al., 2015).
Saat ini terdapat berbagai macam tools atau format pengkajian nyeri yang telah
valid dan reliabel untuk digunakan seperti Visual Analog Scale (VAS) dan
Numerical Rating Scale (NRS) (Woodward & Mestecky, 2011). Self-report
merupakan indikator nyeri terbaik yang dapat didapatkan dalam tahap pengkajian,
namun nyeri lebih sulit dikaji pada pasien yang tidak dapat berkomunikasi,
dibawah pengaruh sedasi, maupun terintubasi sehingga tidak mampu melaporkan
nyeri yang dirasakannya (Rahu et al., 2015).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
51
pada indikator fisik dan penilaian intuisi dari perawat yang bersangkutan. Hal ini
akan berpengaruh pada tingkat validitas dari data yang dihasilkan pada
pengkajian. Maka dari itu, tools telah dikembangkan untuk memfasilitasi perawat
dalam mengkaji nyeri pada pasien dengan penurunan kesadaran diantaranya
Behavioural Pain Scale (BPS), Critical Care Pain Observation Tool (CCPOT),
dan Non-Verbal Pain Scale (NVPS) (Woodward & Mestecky, 2011). Schafheutle
et al (2004) dalam Woodward dan Mestecky (2011) menyebutkan bahwa perawat
seringkali menganggap ringan masalah nyeri pada pasien sehingga gagal dalam
mengkaji nyeri secara berkala dan menangani nyeri itu sendiri.
NVPS merupakan hasil adaptasi dari FLACC sehingga dapat digunakan pada
populasi dewasa yang tersusun atas 3 (tiga) domain perilaku (face, movement,
guarding) dan 2 (dua) domain fisik (tanda vital serta pernapasan) (Odhner et al.,
2003). NVPS sama dengan NRS memiliki rentang dari 0-10, semakin tinggi nilai
maka semakin tinggi intensitas nyeri yang dirasakan pasien (Cade, 2008). Pada
penelitian yang lain yang membandingkan 5 buah format pengkajian nyeri pada
pasien dengan penyakit kritis diketahui bahwa NVPS mudah untuk diaplikasikan
karena tidak membutuhkan instruksi maupun alat bantu lain (Pudas-tahka, Axelin,
Aantaa, Lund, & Salantera, 2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
52
Berdasarkan waktunya, insomnia dapat bersifat akut dan kronik. Insomnia akut
terjadi bila gangguan tidur terjadi beberapa hari sampai minggu. Bila insomnia
terus berlanjut mencapai bulan maka dikatakan sebagai insomnia kronik.
International Classification of Sleep Disorder/ ICSD (2001) memberikan batas
waktu insomnia akut meliputi beberapa hari sampai empat minggu, insomnia sub
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
53
akut meliputi empat minggu sampai kurang dari enam bulan sedangkan insomnia
kronik bila melebihi enam bulan. Kozier and Erb’s (2008) menyebutkan bahwa
istilah insomnia kronik intermiten yang menggambarkan kondisi insomnia yang
terjadi beberapa malam kemudian diikuti tidur adekuat beberapa malam.
Berbagai macam tes afasia dapat digunakan untuk pengkajian awal yang adekuat
untuk mendukung observasi klinis sehingga dapat membantu dalam proses
penegakkan diagnosa keperawatan. Terdapat dua instrumen untuk mendeteksi
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
54
afasia yaitu Frenchay Aphasia Screening Test (FAST) dan Uleevaal Screening
Test (UAS). Namun dalam penggunaanya, FAST lebih sering digunakan
dibandingkan dengan UAS. Instrumen FAST terdiri dari 18 item yang mengkaji
empat aspek bahasa yaitu pemahaman, ekspresi verbal, membaca dan menulis
dengan rentang skor 0-30. Pasien dikatakan afasia jika skor yang diperoleh < 27
dengan usia diatas 60 tahun atau < 25 dengan usia dibawah 60 tahun (El Hachioui
et al., 2016; Salter, Jutai, Foley, Hellings, & Teasell, 2006).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
55
Beberapa instrumen lain dalam mendeteksi afasia yang juga digunakan di klinik
yaitu token Test (TT) dengan jumlah 21 soal yang memerlukan waktu 20-30
menituntuk mengisi seluruh instrumeen, Boston Diagnostic Aphasia Examination
(BDAE) dengan jumlah 27 soal dan memerlukan satu hingga tiga jam dalam
menyelesaikan pengisian instrumen, Minnesota Test for Differential Diagnosis Of
Aphasia (MTDDA) yang memerlukan 45 menit dalam mengisi instrumen. Rata-
rata tes ini memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 20 menit hingga 3 jam
sehingga tidak tepat untuk digunakan pada pasien yang tidak toleransi dengan
waktu yang lama (Browndyke, 2002)
b. Mobilisasi penuh
Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas.
b. Kemampuan Mobilitas
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
56
TINGKAT
KATEGORIK
AKTIVITAS
0 Mampu merawat diri sendiri secara pnaenuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan /pengawasan
3 Memerlukan bantuan, pengawas org lain
4 Sangat tergantung dan tdk dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
57
1. Proses Inovasi
a. Persiapan
Rencana penerapan program inovasi residensi di ruangan dilaksanakan selama
kurang lebih selama 4 minggu terhitung dari tanggal 30 Maret sampai dengan 27
April 2017 di ruang neurologi lantai V (lima) Gedung A RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Rangkaian kegiatan inovasi diawali dari
pengidentifikasian masalah, dikaitkan dengan kebutuhan RS khususnya pada
perawatan pasien dengan gangguan neurologis. Selanjutnya kelompok melakukan
konsultasi dengan pembimbing akademik serta pembimbing klinik terkait ide
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
58
b. Sasaran
Sasaran program inovasi ini adalah pasien neurologi di ruang neurologi lantai V
Gedung A RS Cipto Mangunkusumo Jakarta
c. Pelaksana
Fadli Syamsuddin., M.Kep
Harun Al Rasid., M.Kep
Suyanto., M.Kep
Eny Elinda Widyaastuti., M.Kep
Dewi Sartiya Rini., M.Kep
Tri Antika Rizki Kusuma Putri., M.K
d. Sosialisasi
Sosialisasi dilaksanakan pada tanggal 28 April 2017 sebelum penerapan inovasi di
ruangan neurologi Lantai V Gedung A RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan kritik serta saran berhubungan dengan pelaksanaan
inovasi. Pada tahap ini melibatkan bagian bidang keperawatan, pembimbing
klinik, supervisor, kepala ruangan, serta perwakilan dari departemen neurologi RS
Cipto Mangunkusumo. Selanjutnya penerapan inovasi dilaksanakan berdasarkan
revisi dari proposal yang telah disusun sebelumnya.
e. Pelaksanaan Inovasi
Pelaksanaan inovasi screening tools dilakukan oleh mahasiswa residensi
neurologi yang diawali dengan sosialisasi kepada PP dan PA pada tanggal 28
April 2017 di ruang pendidikan lt 5 RSCM selanjutnya mahasiswa mulai
melakukan screening yang meliputi screening nyeri, screening insomnia,
screening afasia, screening inkontinensia, screening rentang gerak dan screening
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
59
tingkat keparahan stroke yang dimulai pada tanggal 28 April sampai dengan 3
Mei 2017
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Analisis Kritis Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Tumor Otak
4.1.1 Mode Adaptasi Fisiologis
4.1.1.1 Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
Tumor otak menyebabkan penekanan kejaringan otak sekitarnya, invasi dan
destruksi terhadap parenkim otak. Sehingga fungsi parenkim otak akan terganggu
karena hipoksia arterial, maupun vena, terjadi kompetisi pengambilan nutrisi ,
pelepasan produk metabolism serta adanya pengaruh pelepasan mediator radang
sebagai akibat lanjut dari hal tersebut diatas.efek massa yang ditimbulkan dapat .
dapat menyebabkan gejala deficit neurologis. Gejala lainnya adalah meningginya
tekanan intrakaranial sebagai akibat pertumbuhan tumor yang daapt
menyebabkan edema vasogenik. Penderita akan mengalami keluahan-keluhan
sakit kepala yang progresif , nausea, muntah-muntah, mengantuk, dan gangguan
penglihatan (edema papip pada pemeriksaan fundoskopi). Kejang-kejang
merupakan manifestasi utama yang seringakli dijumpai, walaupun restrosfektif
dapat dijumpai gangguan lain terlebih dahulu seperti kesulitan berbicara,
perubahan sensibilitas, gangguan penglihatan, atau motoric. Pada tumor low grade
astristoma kejang-kejang dijumpai pada 80% kasus dibandingkan high grade
sebesar 30%. (Jufardi, 2003; Setyanegara, 2014; )
Pada kasus Tn. ES gejala disebutkan diatas semuanya muncul seperti penurunan
kesadaran, kejang, mual muntah, sakit kepala, gangguan penglihatan. Kelemahan
dan lain-lain. Pengobatan simptomatis, rehabilitasi dan dukungan psikologis
sanagt penting, pemberian steroid, umumnya akan memberikan hasil yang
membaik karena pengurangan massa tumor yang disertai edema sekitar tumor.
Pemberian antikonvulsan tidak diberikan secara sistematik dan hanya diberikan
pada penderita yang mengalami kejang. Pada kasus Tn. ES pengobatan yang
diberikan dexametashone 5 mg 4x intravena, Paracetamol 1 gram 3x intravena,
kepra 500 mg. pemberian steroid diatas memiliki side efeck terjadinya stress ulcer
sehingga diberikan omeprazole 40 mg Intravena. Focus asuhan keperawatan pada
60 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
62
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
63
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
64
mengalami disfagia, faktor tersebut lama hari rawat dan stimulus diberikan bukan
mulai pada fase akut, selain itu juga usia, dan konsisi psikis pasien.
Skrining yang dilakukan pada pasien stroke meliputi skrining NIHSS, skrining
BBS, skrining 3 IQ dan skrining FAST. Dari hasil skrining NIHSS diketahui
bahwa pasien yang mengalami defisit neurologis berat sebanyak 6 orang pasien
(75%) dan yang mengalami defisit neurologis sedang serta defisit neurologis
ringan masing-masing 1 orang pasien (12,5%). Sedangkan hasil skrining BBS
menggambarkan bahwa pasien stroke yang membutuhkan kursi roda untuk
mobilisasi sebanyak 4 orang pasien (50%) sedangkan mobilisasi dengan bantuan
untuk berjalan dan mobilisasi mandiri masing-masing 2 orang pasien (25%).
Sementara dari hasil skrining 3IQ diketahui pasien stroke yang mengalami
inkontinensi sebanyak 3 orang pasien yang terdiri dari 2 orang pasien (25%) yang
mengalami inkontinensia urgensi dan 1 orang pasien (12,5%) yang mengalami
inkontinensi fungsional sedangkan yang tidak mengalami inkontinensia sebanyak
5 orang pasien (65,5%). Selain itu hasil skrining FAST untuk pasien stroke
menunjukkan bahwa dari 8 orang pasien stroke hanya 3 orang pasien stroke
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
65
(37,5%) yang mengalami afasia dan 5 orang pasien (62,5%) yang tidak
mengalami afasia.
Deskripsi data responden terdiri dari gambaran jenis kelamin, usia, diagnosa
media, penyebab pasien non-communicable, serta kategori nyeri pasien
berdasarkan Adult Non Verbal Pain Scale (ANVPS). Hasil analisis data pasien
yang terlibat dalam pelaksanaan pengkajian nyeri menggunakan ANVPS yang
melibatkan 11 pasien dengan gangguan neurologi yang tidak dapat dilakukan
pengkajian nyeri menggunakan Visual Analog Scale (VAS) menunjukan bahwa
sebagian besar pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 7 pasien (63,6%)
sedangkan pasien berjenis kelamin perempuan berjumlah 4 orang (36,4%). Usia
pasien berada dalam rentang 18 hingga 77 tahun yang sebagian besar berusia
kurang dari 60 tahun yakni sebanyak 6 orang (54,54%). Diagnosa medis
terbanyak yang ditegakan pada pasien yaitu stroke ischaemic sebanyak 4
responden (36,4%).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
66
kesadaran sehingga tidak mampu melaporkan secara subjektif skala nyeri yang
dirasakannya.
Hasil pengkajian diketahui bahwa 8 pasien (72,7%) tidak merasakan nyeri dan 3
pasien (27,3%) terlaporkan mengalami nyeri dengan skala nyeri sedang. Selama
proses pelaksanaan tidak ditemukan hambatan dalam mengaplikasikan format
pengkajian dan bila dibandingkan dengan format pengkajian nyeri FLACC,
berdasarkan uji statistik dengan menggunakan independent t test diketahui bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan format ANVPS dan
FLACC (p value: 0,021).
4.3.2 Pembahasan
Kegiatan inovasi mahasiswa residensi terkait screening tools pada pasien yang
mengalami gangguan neurologi di ruang perawatan neurologi zona A lt.5 RSCM
memiliki kelebihan dan kekurangan baik dari isi skrining maupun saat
pelaksaannya. Adapun kelebihan dan kelemahan dari tiap screening tools adalah:
1. Kelebihan
a. Mendapatkan kemudahan dalam mengkaji insomnia dengan menggunakan
skrining insomnia severity index karena format yang sederhana dan terdiri dari
7 pertanyaan tertutup secara singkat.
b. Format pengkajian AVNPS merupakan format pengkajian FLACC yang sudah
dimodifikasi untuk dapat diterapkan pada populasi dewasa sehingga dapat
lebih mudah untuk diterapkan di ruang rawat inap neurologi zona A RSCM
c. Format pengkajian 3IQ memiliki jumlah pertanyaan terdiri dari 6 pertanyaan,
sehingga mudah diaplikasikan untuk mengetahui kejadian inkontinensia urin,
mampu mendeteksi jenis-jenis inkontinensia urin dan pertanyaan yang disusun
sangat jelas, sehingga semua perawat mampu menggunakan skrining tersebut.
d. Format BBS mampu menentukan kemampuan berjalan pasien yang disertai
dengan petunjuk yang jelas dalam menilai skor pada masing-masing item
pengkajian
e. Skrining FAST sangat sederhana, metodenya cepat dan singkat hanya
memerlukan waktu 3-10 menit sehingga sangat tepat digunakan pada pasien
yang tidak bertoleransi dengan waktu pengkajian yang lama
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
67
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Kasus Kelolaan Utama
1) Masalah keperawatan pada kasus dengan tumor otak adalah penurunan
kapasitas adaptif tekanan intracranial, nyeri akut, hambatan mobilitas fisik
dan ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan serta konstipasi
2) Focus tujuan keperawatan pada status neurologi, control nyeri, mobilisasi dan
status nutrisi
3) Intervensi keperawatan difokuskan pada monitor neurologi, manajemen
edema serebral, terapi oksigen, pengaturan posisi, perawatan luka,
manajemen nyeri, manajemen nutrisi dan manajemen konstipasi
5.1.2 Resume pasien gangguan Neurologis
1) Kasus terbanyak pada pasien dengan gangguan neurologis adalah penyakit
cerebrovaskuler.
2) Penyakit cerebrovaskuler terbanyak adalah stroke iskemik
3) Masalah keperawatan terbanyak adalah pemurunan kapasitas adaptif
intracranial dan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.
5.1.3 Penerapan Evidance Based Nursing Practice Thermal Tactile Stimulation (TTS)
pada pasien stroke yang mengalami disfagia secara statistik tidak menunjukkan
pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan kemampuan menelan namun
secara klinis refleks menelan pasien setelah diberikan TTS sudah mulai ada
bahkan kemampuan menelan sudah ada namun belum dilakukan pemberian
makan per oral karena terkait kecenderungan pasien yang sering tertidur.
5.1.4 Proyek Inovasi penggunaan format pengkajian pada pasien dengan gangguan
neurologi sangat efektif digunakan dalam mengkaji dan mendeteksi adanya
masalah keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan neurologi sehingga
penegakan diagnose keperawatan
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan dalam karya ilmiah keperawatan antara lain :
5.1.1 Pelayanan Keperawatan
a. Menggunakan dan mengembangkan Model Adaptasi Roy dalam pemberian asuhan
keperawatan khususnya pada pasien yang mengalami gangguan neurologi
68 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
DAFTAR PUSTAKA
Ames, N. J., Sulima, P., Yates, J. M., McCullagh, L., Gollins, S. L., Soeken, K.,
& Wallen, G. R. (2011). Effects of systematic oral care in critically ill
patients: A multicenter study. American Journal of Critical Care, 20(5).
http://doi.org/10.4037/ajcc2011359
Andersson, P., Persson, L., Hallberg, I. R., & Renvert, S. (1999). Testing an
oral assessment guide during chemotherapy treatment in a Swedish care
setting: a pilot study. Journal of Clinical Nursing, 8(2), 150–8.
http://doi.org/10.1046/j.1365-2702.1999.00237.x
Antoinette, T. (2007). Neurorehabilitation Nursing of Persons with TBI: From
Injury to Recovery. In N. D. Zasler, D. I. Katz, & R. D. Zafonte (Eds.),
Brain Injury Medicine : Principles and Practice (pp. 733–764). New York,
NY: Demos Medical Publishing.
Berry, A. M., Davidson, P. M., Masters, J., Rolls, K., & Ollerton, R. (2011).
Effects of three approaches to standardized oral hygiene to reduce bacterial
colonization and ventilator associated pneumonia in mechanically ventilated
patients: A randomised control trial. International Journal of Nursing
Studies, 48(6), 681– 688. http://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2010.11.004
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. (A. Suslia & Peni Puji Lestari, Eds.) (8th
ed.). Jakarta: Salemba Medika.
70 Universitas Indonesia
71 Universitas Indonesia
Grap, M. J., Munro, C. L., Hamilton, V. A., Jr, R. K. E., Sessler, C. N., &
Ward, K.
R. (2011). Early , Single Chlorhexidine Application Reduces
Ventilator- Associated Pneumonia in Trauma Patients. Heart
and Lung The Journal of Acute and Critical Care.
http://doi.org/10.1016/j.hrtlng.2011.01.006
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
73
Lisnawati, Kwandou, L., Akbar, M., Muis, A., Kaelan, C., & Patellongi, I.
(2012).
Hubungan skor cognitive test for delirium (ctd) dengan luaran
berdasarkan glasgow outcome scale (gos) pada penderita cedera
kepala tertutup ringan- sedang. JTS Kesehatan, 2(2), 163–170
Lla, S., Wlse, S. F., Rf, M., Jm, M. N., Rr, P. J., Filho, S., … Neto, M. M .
(2014).
Oral health of patients under short hospitalization period :
observational study, 558–563. http://doi.org/10.1111/jcpe.12250
Lombard, L. a, & Zafonte, R. D. (2005). Agitation After Traumatic Brain
Injury.
American Journal of Physical Medicine Rehabilitation, 84(10),
797–812.
http://doi.org/10.1097/01.phm.0000179438.22235.08
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
74
http://doi.org/10.1016/j.neubiorev.2015.04.010
Malec, J. F., & Cicerone, K. D. (2006). Cognitive Rehabilitation. In R.
W. Evans (Ed.), Neurology and Trauma (2nd ed., pp. 238–261).
New York, NY: Oxford University Press.
Mcilvoy, L., & Meyer, K. (2008). Nursing Management of Adults
with Severe Traumatic Brain Injury.
Mcilvoy, L., & Meyer, K. (2012). Nursing Management of Adults
with Severe Traumatic Brain Injury (AANN Clinical Practice
Guideline Series).
McLernon, S. (2011a). Management of Patents with Traumatic Brain
Injury. In S. Woodward & A.-M. Mestecky (Eds.), Neuroscience
Nursing : Evidence Base Practice (pp. 531–555). United Kingdom:
Blackwell Publishing Ltd.
Munro, B. C. L., Grap, M. J., Deborah, J., Mcclish, D. K., & Sessler, C. N.
(2009).
Chlorhexidine, Toothbrushing, and Preventing Ventilator-Associated
Pneumonia
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
75
from
http://scholar.google.com/scholar?hl=en&btnG=Search&q=intitle:N
o+Title#0
Oupra, R., Griffiths, R., Pryor, J., & Mott, S. (2010). Effectiveness of
Supportive Educative Learning programme on the level of strain
experienced by caregivers of stroke patients in Thailand. Health and
Social Care in the Community, 18(1), 10–20.
http://doi.org/10.1111/j.1365-2524.2009.00865.x
Prendergast, V., Jakobsson, U., Renvert, S., & Hallberg, I. R. (2012). Effects
of a standard versus comprehensive oral care protocol among
intubated neuroscience ICU patients: results of a randomized
controlled trial. The Journal of Neuroscience Nursing : Journal of the
American Association of Neuroscience Nurses, 44(3), 134–46; quiz
147–8. http://doi.org/10.1097/JNN.0b013e3182510688
Prendergast, V., Kleiman, C., & King, M. (2013). The Bedside Oral
Exam and the Barrow Oral Care Protocol : Translating evidence-
based oral care into practice. Intensive & Critical Care Nursing, 1–
9. http://doi.org/10.1016/j.iccn.2013.04.001
Rasyid.Sp.S(K), D. dr. A., Misbach.Sp.S(K).FAAN, P. dr. J., &
Haris.Sp.S(K).FICA,
D. S. (2015). Stroke : Komplikasi Medis dn Tata Laksana. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Roy, S. C. (2009). The Roy Adaptation Model (3rd ed.). United State of
America: Pearson Education Inc.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
76
Singh, K., Morse, A. M., Tkachenko, N., & Kothare, S. V. (2016). Sleep
Disorders Associated With Traumatic Brain Injury. Pediatric
Neurology, 60, 1–4. http://doi.org/10.1053/apmr.2001.26081
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010).
Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing
(12th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health / Lippincott
Williams & Wilkins.
Sona, C. S., Zack, J. E., Schallom, M. E., McSweeney, M., McMullen, K.,
Thomas, J., … Schuerer, D. J. E. (2008). The Impact of a Simple,
Low-cost Oral Care Protocol on Ventilator-associated Pneumonia
Rates in a Surgical Intensive Care Unit. Journal of Intensive Care
Medicine, 24(1), 54–62. http://doi.org/10.1177/0885066608326972
Sørensen, R. T., Rasmussen, R. S., Overgaard, K., Lerche, A., Johansen,
A. M., & Lindhardt, T. (2013). Dysphagia screening and intensified
oral hygiene reduce pneumonia after stroke. The Journal of
Neuroscience Nursing : Journal of the American Association of
Neuroscience Nurses, 45(3), 139–46.
http://doi.org/10.1097/JNN.0b013e31828a412c
Wang, L.-L., Zhao, R., Li, J.-Y., Li, S.-S., Liu, M., Wang, M., … Guan, D.-
W.
(2016). Pharmacological activation of cannabinoid 2 receptor
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
77
Retrieved from
http://www.aann.org/apps/ws_downloads/download.php?file=75 WHO.
(2006). Neurological Disorders: a Public Health Approach. Neurological
Zee, C.-S., Go, J. L., Kim, P. E., & Geng, D. (2006). Computed
Tomography and Magnetic Resonance Imaging in Traumatic Brain
Injury. In Randolph W. Evans (Ed.), Neurology and Trauma (2nd ed.).
New York, NY: Oxford University Press.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
LAMPIRAN
A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif intracranial
belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari
kebutuhan belum teratasi
A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif intracranial
belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari
kebutuhan belum teratasi
4. Hambatan Mobilitas fisik belum teratasi
5. Resiko Konstipasi belum teratasi
6. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif intracranial
belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari
kebutuhan belum teratasi
4. Hambatan Mobilitas fisik belum teratasi
5. Resiko Konstipasi teratasi.
6. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif intracranial
belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari
kebutuhan belum teratasi
4. Hambatan Mobilitas fisik belum teratasi
5. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
27 November 2016
A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut teratasi
3. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang
dari kebutuhan teratasi
4. Hambatan Mobilitas fisik belum
A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang
dari kebutuhan teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
A:
A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan.
10 Desember 2016
Pukul LIBUR
11 Desember 2016
Pukul
12 Desember 2016 PERAWAT S: kontak inadekuat
Pukul 13.00
A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan.
A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan.
A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan. tubuh
A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan.
A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
LIBUR RESIDENSI II
Lampiran 1
I. INFORMASI UMUM
Pengkajian Tanggal : / Waktu: WIB
A. Identitas Pasien
Nama : RM :
Umur : Jenis kelamin :
Agama : Pendidikan :
terakhir
Pekerjaan :
Alamat :
Diagnosa :
Medis
B. Identitas Penanggungjawab
Nama : Umur :
Pendidikan :
terakhir
Hubungan :
Alamat :
II. ADAPTASI
A. FISIOLOGIS
1. Oksigenasi
Pengkajian perilaku (tahap I)
2. Nutrisi
Pengkajian perilaku (tahap I)
- Stimulus kontekstual :
- Stimulus residual :
Masalah Keperawatan :
- Stimulus residual :
Masalah Keperawatan :
6. Sensori
Pengkajian perilaku (tahap I)
Masalah Keperawatan :
8. Fungsi neurologi
Pengkajian perilaku (tahap I)
9. Endokrin
Pengkajian perilaku (tahap I)
B. KONSEP DIRI
1. Fisik diri
Pengkajian perilaku (tahap I)
2. Personal diri
Pengkajian perilaku (tahap I)
C. FUNGSI PERAN
Pengkajian perilaku (tahap I)
No Diagnosa Keperawatan Nursing Outcomes Classification (NOC) Nursing Intervention Classification (NIC)
1. Informasi Umum
Tn. AK, Umur 41 tahun, Status menikah, Agama Islam, Wiraswasta, Alamat KH. Wahid
Hasyim Menteng Jakarta Pusat. NRM 415 81 18, dirawat diruang perawatan Neurologi Lantai
5 kamar 517 Gedung A RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 1 Oktober 2016 pukul
20.21 WIB. Dirawat diruang 517 tanggal 2 Oktober 2016
Diagnosa Medis :Penurunan Kesadaran dengan Paresis N VII ec Stroke Hemoragik, Sepsis ec
CAP dd TBC dengan infeksi Sekunder,Acute On CKD dd/ CKD Stage IIIB, ARDS ec Infeksi
(CAP), Hipertensi emergency.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 3 oktober 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 28 x/menit, TD 180/100mmHg, denyut nadi 122x/menit, saturasi 97%,
Akral Hangat. AGD (: 7,418/ 43,80/97,60/28,10/29,50/3,60/97,6/27,6/3,3. DPL : Hb 11,7
mg/dl, Leukosit 18,49 10^3/ul, kadar fibrinogen 670,3 mg/dl, Radiologi : Thorax proyeksi AP
: infiltrate parakardial kanan, parahiller bilateral, dan suprahiler bilateral DD/ Pneumonia. CT
Scan : Perdarahan thalamus kiri dengan perifokal edema dan herniasi subfalcine ke sisi kanan,
enchephalosemalacia luas dilobus parietotemporo-occipital kanan (teritori cabang a cerebri
media kanan), infark lobus frontal kiri (teritori a. cerebri anterior kiri).2) Nutrisi : penurunan
kesadaran, cairan NGT warna kuning kehitaman dengan adanya bekuan darah. Laboratorium :
Hb :11,7 g/dl, albumin: 3,47 g/dl, Globulin : 4,03 g/dl SGOT : 68 U/L, GDS : 164 (4 Oktober
2016). 3) Eliminasi :Belum dapat nilai pasien terpasang kateter urin. 4) Aktivitas dan
Istirahat :(MORSE) nilai 57,Barthel Index : 0, Hemiparese Dextra. 5) Proteksi :adaptif.
Laboratorium prokalsitonin : 0,15 mg/dl. Leukosit : 18,49 10^3/uL.6) Sensasi : belum dapat
nilai. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratotium
: ureum : 133 mg/dl, kreatinin 4,00 mg/dl, Magnesium : 2,73 mg/dl. 8) Neurologis :Pasien
tiba-tiba jatuh dan tidak sadarkan diri sejak 2 jam SMRS, Kesadaran supor, GCS
E3M5Vdisfasia, pupil isokor 3mm/3mm, RF : +2/+2, RP : Babinsky +/+, kesan paresis N VII
dextrasentral. 9) Endokrin :GDS: 164 mg/dl.Mode Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode
Fungsi Peran : peran sebagai bapak (kepala keluarga). Mode Interdependensi :belum dapat
dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
13. Stimulus
Stimulus fokal : perdarahan pada otak, Stimulus kotekstual : riwayat hipertensi tidak terkontrol,
Stimulus residual : usia
3. Diagnosa Keperawatan :1) Penurunan kapasitas adaptif intracranial 2) Ketidakefektifan pola
napas 3) Gangguan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan 4) Ketidakseimbangan Cairan dan elekrolit.
4. Tujuan : 1) status neurologi : kesadaran dan otonomik 2) status Pernapasan 3) status nutrisi 4)
Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa.
5. intervensi : 1) Manajemen intracranial 2) Oksigen therapy dan Monitoring Pernapasan 3)
Manajemen Nutrisi & Enteral Feeding 4) Manajemen Cairan dan Elektrolit 5)Kontrol infeksi
6) Medication Manajemen ( NaCl 0,9 % 500 cc / 6jam, Asering 500 cc/12 jam + Drip
Novalgin/12 jam, perdipine 5 mg/jam (12,5cc), Meropenem 1 gram 2x1, Flumucyl,
Parasetamol 1 gram 3 x1 drips, Omeprazole 40 mg 1 x, Amlodipin 10 mg 1x, manitol 125 cc
3x, HCT 25 mg 1x, Lepofloxacin 750 mg1x 48 jam, combivent 3x, pulmunent 2x 1, Clonidin
0,075 2x.
6. Evaluasi : Setelah 5 hari perawatan pasien menunjukkan perilaku maladaptive, pasien
mengalami penurunan kesadaran dan belum menujukan perbaikan, GCS E3M4Vdispasia,
respon infeksi juga tidak menunjukan perbaikan hal ini dilihat dari hasil pemeriksaan leukosit
dan kalsitonin, selain itu hipertermia pasien masih relative berkisar pada 40 oC -39oC. . AGD :
pH :7,443; PCO2 : 38,39; P02: 118,40 mmHg; HCO3 28,60 mmol/L, Total CO2 28,10
mmol/L; O2 : 98.80 (6 Oktober 2016), Prokalsitonin (5 Oktober 2016) : 7,17 mg/ml.,
Leukosit : 17,26 10^3 u/L. Masalah Baru adanya bersihan jalan napas, Gangguan pertukaran
gas, Resiko Penyebaran Infeksi
1. Informasi Umum
Tn. TP, Umur 54 tahun, Status menikah, Agama Kristen Protestan, karyawan Swasta, Alamat
Jl.Gajah * no 380 RT/RW 004/017 Jatimulya Bekasi Jawa Barat . NRM 415 83 66, dirawat
diruang perawatan Neurologi Lantai 5 kamar 517 Gedung A RSP Nasional Cipto
Mangunkusomo, MRS 6 Oktober 2016 pukul 19.00 WIB. Dirawat diruang 517 tanggal 9
Oktober 2016 pukul 14.15 WIB. Tanggal Pengkajian 10 Oktober 2016 pukul 16.00.
Diagnosa Medis : Penurunan Kesadaran ec susp. NCSE dd/ SOL IK, dd (Metabolik sepsis),
CAP, AKI dd Acute on CKD, Hipertensi, Hipercoagulate State.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 10 Oktober 2016 pukul 16.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 18 x/menit, TD 155/90 mmHg, denyut nadi 102 x/menit, Suhu 37 c
saturasi 99 %, Akral Hangat. AGD (Ph 7,39, pCO2 34,30, p O2 104,90) (. DPL :eritrosit 5,54
10^6, Leukosit 19,71 10^3/ul, neutrophil 95,0% LED 95 mm) Radiologi : Thorax proyeksi AP
: infiltrate diperihiller dan pericardial kanan-kiri, serta suprahiller kanan, DD Pneumonia.. CT
Scan lesi multidens diregio oksipital sinistra, sistem ventrikel lateral sinis terolditerasi dan
terdorong ke kontralateral, middline shift >0,05, girus dan sulcus kabur 2) Nutrisi : penurunan
kesadaran,nutrisi parenteral NGT /.Glukosa Sewaktu 141 mg/dll, Trigliserida 177.
Laboratorium : Hb :10,9 g/dl, albumin: 2,24 ureum 54 g/dl,. (9 Oktober 2016).3) Eliminasi
:Belum dapat nilai pasien terpasang kateter urin, BAB dibantu.4) Aktivitas dan Istirahat
:(fall MORSE Scale) nilai 55,Barthel Index : 0, : 5) Proteksi : adaptif. Laboratorium
prokalsitonin : 25,53 mg/dl. Leukosit : 19,71 10^3/Ul, .6) Sensasi : belum dapat nilai. 7)
Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum
: 158 mg/dl, natrium 148 mg/dl, kreatinin darah : 5,0 mg/dl. 8) Neurologis : penurunan
kesadaran 10 jam SMRS mendadak, Pasien tiba-tiba ditemukan tergelatak dilantai dengan
kesadaran yang menurun Hermina kemudian minta rujukan ke RSCM GCS E3M4V4 , pupil
isokor 3mm/3mm, RF : +2/+2, RP : negative bilateral) Endokrin : GDS: 141 mg/dl.Mode
Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai bapak (kepala
keluarga). Mode Interdependensi :belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
14. Stimulus
Stimulus fokal :lesi intracranial, SOL Stimulus kotekstual : genetic riwayat hipertensi tidak
terkontrolStimulus residual : usia
3. Diagnosa Keperawatan :1) Penurunan kapasitas adaptif intracranial 2) Ketidakefektifan
bersihan jalan napas 3) Resiko Peningkatan TIK.
4. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan : Serebral, Status Neurologi. 2) Status Pernapasan :
Kepatenan Jalan Napas, 3)Status Neurologi : Kesadaran.
5. Intervensi : 1) Peningkatan Perfusi Serebral, 2) Oksigen Therapy & Penghisapan Lendir
pada jalan napas3) Monitor Tekanan Intra Kranial (TIK) 4) Medication Manajemen (IVFD
0,9% 500 cc/12 jam, Keppra 1000 mg Gangg-750 mg, (jam 08.00-20.00) Dexamethasone 4x5
mg iv , heparin 10.000 unit/24 jam, Paracetamol 3 x 1 gr iv, meropenem 3 x1 gram,
Omeprazole 2 x 40 mg iv, Laxadine 3x CI, Inhalasi Combivent/8 jam,
6. EVALUASI.
Setelah 5 hari perawatan pasien menujukkan perilaku Adaptive dengan penurunan kesadaran,
Pola napas, dan peningkatan Tekanan Intrakranial akibat adanya massa SOL intrakarinal.
Rencana pengobatan selanjutnya akan dilakukan tindakan pembedahan untuk SOL intracranial
namun masih memerlukan beberapa pertimbangan. Masalah Baru adanya hambatan mobilitas
fisik.,.
1. Informasi Umum
Tn. DKK, Umur 69 tahun, Status menikah, Agama Budha, Wiraswasta, Alamat Jl. Kincir raya
no 12 RT/RW 005/010 Pulo Gadung Jakarta Timur. 415-85-89, dirawat RSP Nasional Cipto
Mangunkusomo, MRS 11 Oktober 2016 pukul 15.59 WIB. Dirawat diruang 517Lantai 5 Zona
A tanggal 12 Oktober 2016 pukul 2.30 WIB
Diagnosa Medis : Hemiplegia Dextra paresis VII,XII Dextra Sentral Apasia EC CVD SI,
CKD on HD, Peningkatan Enzim Transaminase.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 12 Oktober 2016 pukul 10.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 120/80mmHg, denyut nadi 97 x/menit, Suhu 36,8 c saturasi
98 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 9,86 g/dl, HT 30,4 mg/dl, Trombosit 156 10^3 Leukosit
16,710^3/ul, Fibrinogen 397,5. CT Scan : Kesan Hipodens temporal,parietal, oksipital
sinistra.RO/ Kardiomegali, 2) Nutrisi : diet makanan lunak p. Laboratorium : Hb :9,86 g/dl,
ureum 116,5 g/dl, Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l, GDS :103. (12
Oktober 2016).3) Eliminasi :Pasien belum BAK sejak kemarin, dan BAB sejak 3 hari yang
lalu. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 55,Barthel Index : 0, Hemiplegia
Dextra: 5) Proteksi : adaptif. Laboratorium Leukosit : 16,71 10^3/Ul, .6) Sensasi : belum
dapat nilai. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab.
Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l 8)
Neurologis : Kelemahan tubuh sisi kanaan mendadak 1 hari SMRS, Kesadaran supor, GCS
E3M6V apasia , pupil isokor 4mm/4 mm, RF : +2/+2, RP : Babinski positif dextra kesan
paresis N VII , XII) Endokrin : adaptif.Mode Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode
Fungsi Peran : peran sebagai bapak (kepala keluarga). Mode Interdependensi :belum dapat
dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
15. Stimulus
Stimulus fokal : Iskemia pada otak, Stimulus kotekstual : riwayat hipertensi tidak terkontrol,
Stimulus residual : usia
3. Diagnosa Keperawatan :1) Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral 2) Retensi
Urin 3) Ketidakseimbangan elektrolit 4) Hambatan Mobilitas Fisik.
4. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan Serebral, Status Neurologis : Kesadaran 2) Perawatan Diri :
Eliminasi, 3) Keseimbangan Elektrolit4) mobilisasi
5. Intervensi : 1) Status Neurologi : Kesadaran, Penigkatan Perfusi Serebral 2) Perawatan
Retensi Urin 3) Terapi Hemodialisa 4) Medication Manajemen (NaCL 0,9% 500/12 jam, B12
3x50mg PO, As. Folat 1x150mg PO, Bicnat 3 x500 mg PO, Caco33 3 x500 mg Po, B6 2 x1
Tab Po, Ascardia 1 x89 mg, Laxadinen.
6. Evaluasi
Setelah 5 Hari perawatan pasien belum menunjukkan perilaku adaptive terhadap dengan
perfusi serebral dan hambatan mobilitas fisik.Pasien sudah menunjukkan perilaku adaptive
terhadap retensi urin dan keseimbangan elektrolit dengan menjalani terapi hemodialisa.
Masdalah baru adanya resiko kerusakan integritas kulit.
1. Informasi Umum
Tn. P., Umur 55 tahun, Status menikah, Agama Islam , Pensiunan, Alamat tangerang. 416- 16-
33 , Masuk IGD RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, 17 Desember 2016 pukul 13.50 WIB.
Diagnosa Medis :penurunan kesadaran, status epeiliptikus, ec susfek stroke hemoragik dd
status stroke iskemik luas OH 1.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 27 Desember 2016 pukul 14..30 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 194/105 mmHg, denyut nadi 137 x/menit, Suhu 38,5 c
saturasi 99 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 16,7g/dl, HT 52 mg/dl, leukosit 11,9 10 3 /ul),
AGD pH/PCo2/PO2/02sat/ Standar HCO3 :7,331/19,3/223,4/99,4/14,4. Thorax foto :cord an
pulmo dalam batas normal. CT scan (17 desember 2017) infark lacunar multiple
diperiventrikuler kanan-kiri, basal ganglia kiri, thalamus kanan kiri, tidak tampak perdarahan
intracranial, sinusisitis frontal kiri, ethmoid bilateral, maksilla kanan dan kista retensi sinus
maksilla kiri. 2) Nutrisi : saat ini masih puasa. p. Laboratorium : Hb :16,7 g/dl, ureum 29 g/dl,
Kreatinin 11 g/dl. SGOT : 32 U/L, SGPT 39 U/l, GDS :104. (17 Desember 2016). 3)
Eliminasi : Pasien terpasang DC, dan BAB sejak 2 hari yang lalu. 4) Aktivitas dan Istirahat
:(fall MORSE Scale) nilai 55, Barthel Index : 0, pasien penurunan kesadaran) Proteksi :
adaptif. Laboratorium Leukosit : 11,9 10^3/Ul,, prokalsitonin 0,04 mg/dl.6) Sensasi : belum
dapat nilai. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa : mukosa lembab. 8)
Neurologis :penurunan kesadaran diawali dengan kejang 1,5 jam SMRS kemudian dibawa ke
RS Agung kemudian dirujuk ke RSCm selama perjalanan pasien sempat kejang, Tampak sakit
berat, GCS E2M4V 2, pupil isokor 3mm/ mm, RF : +3/+2, RP : Babinski positif bilateral,
nervus cranialis kesan paresis negative, Motorik kesan hemiparesis dextra sekuel.) Endokrin :
adaptif.Mode Konsep Diri : adaptip Mode Fungsi Peran : peran sebagai suami (kepala rumah
tangga). Mode Interdependensi : adaptif
b. Stimulus
Stimulus fokal : Infark lacunar multipel
Stimulus kotekstual : Hipertensi Emergency
Stimulus residual : penyakit degenerative.
3. Diagnosa Keperawatan :1) resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, 2)
ketidakefektifan pola napas, 2) hipertermia.
4. Tujuan : 1) status neurologi, perfusi serebral 2) status pernapasan 3) Thermoregulasi
5. Intervensi : 1) monitor neurologi, manajemean kejangm 2) Okigen Therapy 2) Medication
Manajemen (NaCL 0,9% 500/12 jam, perdifin 5 mg/jam, paracetamol 1 gr 4x IV, laxadin PO
15 ml 3x, Omeprazole 40 mg 1x IV, Fenitoin (loading) 1400 mg 1x saja IV, Fenitoin
(maintenance)100 mg IV 3x
6. Evaluasi :setelah diberikan intervensi keperawatan selama 6 jam pasien masih mengalami
penurunan kesadaran dengan GCS E2M4V2 pasien terpasang voltran, pasien kejang, suhu
tubuh pasien juga masih 38,5C.
1. Informasi Umum
Tn. H, Umur 62 tahun, Status menikah, Agama Islam , PNS, Jl Bukit Indah Blok L 2/6
RT/RW :003/007 kelurahan Serua Ciputat Tangeran Selatan MR 415 91 95, dirawat RSP
Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 25 Oktober 2016 pukul 17.00 WIB. Dirawat diruang
516 Lantai 5 Zona A tanggal 25 november 2016 pukul 23.40 WIB.
Diagnosa Medis : Susp. Mielitis dd/ SOL Medulla Spinalis, DM Tipe 2 on GD on regular
Insulin, Diplidemia, Riwayat Hematemesis, Ulkus Dekubitus Gr. II , Anemia.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 7 November 2016 pukul 10.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 135/80mmHg, denyut nadi 90 x/menit, Suhu 37o c saturasi
99 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 9,1g/dl, HT 26,5mg/dl, Eritrosit 3,12 10^6, Trombosit 93
10^3 Leukosit 14,7 10^3/ul, Neutrofil 88,1%, Eosinofil 20,2 %, LED 17 mm, (3 November
2016) , 2) Nutrisi : Pasien terpasang NGT dan dipuasakan sementara dilakukan irigasi
lambung dengan produksi warna hitam 700 cc/24jam, P. Laboratorium : Hb :9,1 g/dl, globulin
4,77 g/dl, albumin globulin ratio ,8. (7 November 2016). 3) Eliminasi :Terpasang kateter
urine, dan Belum BAB 5 hari. 4) Aktivitas dan Istirahat MRI lesi intradular ekstramedular
level T8 s/d L1 suspek metastasis, penebalan jaringan paravertebrata level T8 9 terutama sisi
kiri, disertai edema corpus T8 dan Costa, suspek metastasis :(fall MORSE Scale) nilai
40,Barthel Index : 19, 5) Proteksi : Laboratorium Leukosit : 16,71 10^3/Ul, 6) Sensasi :
sensorik hiperestesi setinggi T.10 ke bawah otonom on Kateter, 7) Cairan dan elektrolit &
Keseimbangan Asam Basa : mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin
5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis : 18 jam SMRS kelemahan kedua
tungkai memberat hanya dapat menekuk tidak dapat berdidri, disertai rasa kesemutan yang
menjalar pinggang terasa terikat seperti memakai ikat pinggang, , Kesadaran Composmentis,
GCS E4M6V5, pupil isokor 3mm/3 mm,RCL/RCTL +/+, RF : +2/+2//+1/+1, Motorik
5555/5555//2211/1122, RP : negative, Kaku kuduk : negative) Endokrin : GDS 250.Mode
Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai bapak (kepala
keluarga). Mode Interdependensi :maladaptive.
b. Stimulus
Stimulus fokal : lingkungan , Stimulus kotekstual : generative, Stimulus residual :
3. Diagnosa Keperawatan : 1) Resiko ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer 2) Hambatan
Mobilitas Fisik 3) Kerusakan integritas kulit 4) Nutrisi Kurang dari Kebutuhan 5)nyeri akut 6)
Resiko Ketidakseimbangan Kadar glukosa Darah 7) Konstipasi 8) Resiko Infeksi.
4. Tujuan :1) Perfusi Jaringan perifer, Status Neurologis : Kesadaran, 2) mobilitas 3) integritas
kulit 4) status nutrisi 5) kontrol nyeri 6) level glukosa darah 7) eliminasi bowel 8) pengetahuan
: manajemen infeksi.
5. Intervensi :1). pemberian produk darah, Status Neurologi : Kesadaran, Penigkatan Perfusi
Serebral 2). terapi latihan : ambulasi 3). Wound care 4). Manajemen Nutrisi 5). Manajemen
Nyeri 6) manajemen hiperglikemik 7). Pemberian Enema 8).Manajemen Obat ( NaCl 0,9%
500 cc/12 JamSeloxyTablet 100cmt 1x PO, Cavit DJ 500 mg 3x PO, Laxadin 15 cc 3x PO,
Omeprazole 1 gram 1x PO, Inpepsa 15 cc 4x PO, Homolog 6 unit 3x SK, Merpenem 2 gr 3x
IV, Gabapentin 300 mg 2x PO, Neurobiou 1 gram IV, lantus , Pracetamol 500 mg 3x PO, Metil
Prednisolon.
6. Evaluasi
Setelah 5 Hari perawatan pasien nyeri kepala sudah bisa terkontrol dan kerusakan integritas
kulit sudah mulai menunjukkan perbaikan.Pasien juga sudah BAB spontan setelah dilakukan
enem 3 x, luka decubitus juga sudah mengalami perbaikan. Masalah yang belum teratasi
terkait keterbatasan pada pergerakan ekstermitas bawah akibat massa pada medulla spinalis
1. Informasi Umum
Tn. UAA, Umur 29 tahun, Status menikah, Agama Islam , Wiraswasta, Jl. Bendungan Hillir
Raya RT. 09/010 Tanah Abang, Jakarta Pusat. RM. 417-78-62, dirawat RSP Nasional Cipto
Mangunkusomo, MRS 3 November 2016 pukul 12.00 WIB. Dirawat diruang 516 Lantai 5
Zona A tanggal 3 november 2016 pukul 20.00 WIB.
Diagnosa Medis :Toxoplasma Ensepalitis, Erupsi Obat alergi Tipe Makula Papular, SIDA
belum ARV, TB on OAT, Hepatitis B.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 7 November 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 18 x/menit, TD 120/70mmHg, denyut nadi 80 x/menit, Suhu 36,8 c saturasi
99 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 10g/dl, HT 29,1mg/dl, Trombosit 398 10^3 Leukosit
5,30^3/ul, Eosinofil 20,2 %, limfosit 14,5%.(4 November 2016) . CT Scan : Kesan edema
serebri frontal dan oksifital .RO/ tak tampak radiologis pada jantung dan paru. , 2) Nutrisi :
diet makanan lunak estimasi asupan energy 1900 KKal. BB 50 Kg, TB 160 cm, p.
Laboratorium : Hb :10 g/dl, globulin 4,77 g/dl, albumin globulin ratio ,8. (7 November 2016).
3) Eliminasi : Terpasang kateter urine, dan BAB 1x hari yang lalu. 4) Aktivitas dan Istirahat
:(fall MORSE Scale) nilai 40, Barthel Index : 19, 5) Proteksi : Laboratorium Leukosit : 16,71
10^3/Ul, wajah dada, punggung, lengan bil-ateral tungkai atas bilateral : macula, papula
eritematosus, multiple--, mil-ier, diskret, KGB inguinal bilateral teraba pembesaran sektar 1
cm tidak nyeri mobile. .6) Sensasi :adaptip. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam
Basa : mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT : 156
U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis : nyeri kepala 2 minggu SMRS, Kesadaran Composmentis,
GCS E4M6V5, pupil isokor 3mm/3 mm, RF : +2/+2, RP : negative, Kaku kuduk : negative)
Endokrin : adaptif.Mode Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai
bapak (kepala keluarga). Mode Interdependensi : belum dapat dinilai pasien diantar oleh
keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal :Virus HIV dan TB paru, Stimulus kotekstual : riwayat prikomastiaStimulus
residual : -
3. Diagnosa Keperawatan :1) Resiko ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral 2) nyeri akut
2) Kerusakan integritas kulit 4). Resiko Infeksi.
4. Tujuan :1) Perfusi Jaringan Serebral, Status Neurologis : Kesadaran 2) pain managemen 3)
integritas kulit.
5. Intervensi :1) Status Neurologi : Kesadaran, Penigkatan Perfusi Serebral 2) Pain Management.
3) Topical Manajemen 4) Infection Control 5) Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/12
Jam, paracetamol 500 mg 3x Po, Homoclomin 10 mg 2x PO, Dexamethazone 5 gram 3x IV,
Manitol 250 mg 1x IV loading, Azitramicin 250 mg 1x PO, decubal Crim 1 gram 2x TopicaL
6. Evaluasi
Setelah 5 Hari perawatan pasien nyeri kepala sudah bisa terkontrol dengan VAS 1 dan
kerusakan integritas kulit sudah mulai menunjukkan perbaikan.Untuk pengobatan TB sdh
masuk 2 bulan sedangkan untuk terapi ARV sementara persiapan.Masalah keperawatan yang
muncul adalah Ansietas dan kesiapan untuk meningkatkan pengetahuan.
1. Informasi Umum
Tn. ES, Usia 30 tahun, status belum menikah, Agama Kristen Protestan, Jl. Bendungan Hillir
Raya RT. 09/010 Tanah Abang, Jakarta Pusat. RM. 417-78-62, dirawat RSP Nasional Cipto
Mangunkusomo, MRS 18 November 2016 pukul 20.14 WIB. Dirawat diruang 516 Lantai 5
Zona A tanggal 19 november 2016 pukul 05.15 WIB.
Diagnosa Medis :.Riwayat Penurunan Kesadaran, papil atrofi sekunder, epilepsy simptomatik
EC SOL IK Astrositoma Grade II Frontal Bilateral
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 21 November 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 18 x/menit, TD 100/70mmHg, denyut nadi 58 x/menit, Suhu 37,6 c saturasi
97 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 14g/dl, HT 43,3mg/dl, Leukosit 14,3^3/ul, Eosinofil 0,0 %,
neutrophil 89,7% limfosit 7,1 %. LED 30 mm. (20 November 2016) . CT Scan : tampak massa
intra aksial lobus frontal bilateral dengan perifokal edema yang menyempitkan ventrikel
lateralis kiri ventrikel lateralis kanan kornu anterior dan ventrikel III, Hernia subfalcine ke sisi
kanan sejauh +/`1,6cm, edema serebri, hematoma frontal bilateral( 25 Oktober 2016) , 2)
Nutrisi : Terpasang NGT diet cair, energy 1900 KKal. BB 70 Kg, TB 170 cm, 3) Eliminasi :
Terpasang panpers, dan pasien belum BAB sudah 2 hari . 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall
MORSE Scale) nilai 40,Barthel Index :13) Proteksi : Laboratorium Leukosit : 14,31 10^3/Ul,
pasien tidak bisa lagi melihat .6) Sensasi :adaptip. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan
Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT :
156 U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis : penurunan kesadaran bertahap 10 jam SMRS disertai
muntah (3x) setelah sarapan kontak menurun, tidak ada nyeri kepala, 4 jam SMSRS pasien
sulit dibangunkan dan tidak dapat menurut perintah. Kesadaran Composmentis, GCS
E4M6V5, pupil isokor 3mm/3 mm, RCL/RCTL nonrekatif. RF : +2/+2, RP : negative, Kaku
kuduk : negative N. Cranialis paresis N VII dextra sentral. ) Endokrin :adaptif. Mode Konsep
Diri :belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai anak Mode Interdependensi :
belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : faktor lingkungan dan degenerative, Stimulus kotekstual : ,Stimulus residual :
3. Diagnosa Keperawatan :1) Penuerunan kapasitas adafpif intracranial 2) Hambatan Mobilitas
fisik 3) Nutrisi Kurang dari kebutuhan, 4) Konstipasi 5) Resiko Jatuh/Cedera. 6) Ansietas
4. Tujuan :1). Perfusi Jaringan Serebral, Status Neurologis : Kesadaran 2). Join movement 3).
Status Nutrisi 4). Eliminasi Bowel 5). Perilaku pencegahan jatuh 6). Level ansietas
5. Intervensi :1). Status Neurologi : Kesadaran, Penigkatan Perfusi Serebral, Manajemen Kejang,
2).terapi latihan : Mobilitas, 3). Manajemen Nutrisi 4). Manajemen konstipasi 5). Dukungan
Emosional 6). Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/12 Jam, Dexamethasone 5 mg 4x
IV, keppra 500 mg 2x PO, Omeprazole 40 mg 2x IV, Laxadin 15 CC 3x PO, Paracetamol 1
gram 3x IV.
6. Evaluasi
Setelah 6 jam perawatan pasien menunjukan kesadaran GCS E3M5V5, pasien dan keluarga
sudah mengemukakan perasaan terkait kondisi penyakit, dan rencana pengobatan untuk
penanganan SOL IK.
1. Informasi Umum
Tn. SH Usia 50 tahun, status menikah, Agama Islam, Jl. Kayu Manis RT 07/06 Matraman
Jakarta Timur, DKI Jakarta. RM. 416-05-86, dirawat RSP Nasional Cipto Mangunkusomo,
MRS 23 November 2016 pukul 20.51 WIB. Dirawat diruang 511 Lantai 5 Zona B tanggal 24
november 2016 pukul 20.00 WIB.
6. Evaluasi
Setelah 5 Hari perawatan pasien nyeri kepala sudah bisa terkontrol dan kerusakan integritas
kulit sudah mulai menunjukkan perbaikan.
1. Informasi Umum
Tn. DH, Usia 50 tahun, status menikah, Agama Islam, Jl.Kayu Manis RT 07/06 Matraman
Jakarta Timur, DKI Jakarta. RM. 416-05-86, dirawat RSP Nasional Cipto Mangunkusomo,
MRS 23 November 2016 pukul 20.51 WIB. Dirawat diruang 511 Lantai 5 Zona B tanggal 24
november 2016 pukul 20.00 WIB.
1. Informasi Umum
Tn.S, Usia 65 tahun, status menikah, Agama Islam, Jl. H Taba RT 4/6 Duren Sawit Jakarta
Timur DKI Jakarta. RM. 244 01 46, dirawat RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 4
Desember 2016 pukul 09.20 WIB. Dirawat diruang 516 Lantai 5 Zona A tanggal 5 Desember
2016 pukul 21.45 WIB.
Diagnosa Medis, 1).Penurunan kesadaran dengan gangguan fungsi batang otak hemiparesis
dupleks ec ICH, IVH, SAH dengan Edema Serebri 2) Pneumonia Aspirasi 3) Hipertensi
Emergensi 4) hiperglikemia reaktif dd/ DM Type II, 5) Stress Ulcer 6) Hipokalemia.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 6 November 2016 pukul 16.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 160/80mmHg, denyut nadi 130 x/menit, Suhu 38,5 c
saturasi 98 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 13,7 g/dl, Leukosit 22,3 10^3/ul, trombosit 244
10^3/ul. (4 Desember 2016) .AGD 7,375/31,5/163,1/18,6/99,1%.(4 Desember 2016) CT Scan
perdarahan intraventrikuler lateralis bilateral subarachnoid, intraparenkim, edema serebri (4
Desember 2016) , 2) Nutrisi : Terpasang NGT dan sedang dilairkan produksi meningkat 400
cc warna merah kehitaman pasien amsih dipuasakan. 3) Eliminasi :Terpasang panpers dan
kateter. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 40,Barthel Index :15) Proteksi :
Laboratorium Leukosit : 22,3 10^3/Ul 6) Sensasi : tidak bisa dinilai. 7) Cairan dan elektrolit
& Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin
5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis : penurunan kesadaran sejak 1 jam
SMRS, sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala hebat, terdapat muntah berulang berwarna
kuning setelah itu pasien menjadi tidak sadar, pasien kemudian dibawa ke RSCM tidak ada
demam atau sesak napas, pasien diketahui hipertensi sejak 8 tahun SMRS , rutin berobat .
Kesadaran , GCS E1M4V1, pupil isokor 3mm/3 mm, RCL/RCTL melambat. Refleks kornea
positif bilateral, .RF : +1/+, RP :positif bilateral, N. Cranialis paresis sulit dinilai. ) Endokrin
:GDS 218 mg/dlMode Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran
sebagai anak Mode Interdependensi : belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : Hiperertensi
Stimulus kotekstual : faktor lingkungan, degenerative dan genetik
Stimulus residual : riwayat keluarga
3. Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunan Kapasitas adaptif intracranial 2) Resiko
ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral 3) Ketidakefektifan Bersihan Jalan napas 4) Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh 5) Hambatan Mobilitas fisik 6)Konstipasi
4. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan Serebral, 2) Status Neurologis : Kesadaran 3) Status Pernapasan :
ventilasi 4) status nutrisi 5) pergerakan sendi 6) eliminasi Usus
5. Intervensi :1) manajemen edema serebral 2)monitor TIK dan Status Neurologi : Kesadaran,
Penigkatan Perfusi Serebral 3)terapi oksigen dan monitor pernapasan dan manajemen jalan
napas 4) pemberian makan dengan tabung enteral 5). perawatan tirah baring dan pengaturan
posisi neurologi. 6) manajemen konstipasi 7) Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/12
Jam, TE 1000 500cc/24 jam, Perdipine drip 2,5 cc/jam (2 amp/50 cc), Manitol 125 cc 4x IV,
Parasetamol 1g 3x IV, Sulfactat CI 4x PO, insulin cardose 3x3U, SKOmeprazolo 40 mg 1x
IV, Laxadin 15 ml 3x PO, KSR 600 mg 3x PO, Catopril 25 mg 3x PO, Amlodipin 10 mg 1x
PO, Combiven 1 resp /8jam inh., Flumucil syr 15 ml 3x PO, Ceptriaxone 2 g 1x IV,
lenofloxacil 750 mg 1x IV.
1. Informasi Umum
Tn. Eman Abdul Rachman, Usia 59 tahun, status menikah, Agama Islam, Jl. Kelapa Dua
Wetan CIbubur RT/RW 08/012 Ciracas Jakarta Timur DKI Jakarta. RM. 416 07 91, dirawat
RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 27 November 2016 pukul 20.42 WIB. Dirawat
diruang 516 Lantai 5 Zona A tanggal 28 november 2016 pukul 23.20 WIB.
Diagnosa Medis :.Penurunan Kesadaran, paresis N VII Sinistra sentral Hemiparesis Sinistra
Ec Stroke Hemoragik, Hipertensi Grade II, CAD, Hipokalemia, .
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 6 November 2016 pukul 16.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 120/80mmHg, denyut nadi 108 x/menit, Suhu 36,5 c
saturasi 98 %, Akral dingin. (. DPL : Hb 13,7 g/dl, limfosit 17%Leukosit 2,2 10^3/ul,
basophil 1,9 %, . (23 November 2016) . CT Scan perdarahan intraparenkimal cerebri di lobus
temporoparietal kanan hingga kapsula eksterna kanan (estimasi volume 48 ml) disertai
perifokal edema yang mendesak dan menyempitkan ventrikel lateralis kanan dan ventrikel III
serta menyebabkan midline shift ke kiri sejauh +/- 0,6 cm edema cerebri hemisfer kiri. (26
November 2016) , 2) Nutrisi : Terpasang NGT diet cair, energy 1900 KKal. ( Diet cair 1200
kal per NGT berupa belender 4x300 ml, BB NA Kg, TB 157 cm, 3) Eliminasi :Terpasang
panpers dan kateter. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 40,Barthel Index
:15) Proteksi : Laboratorium Leukosit : 14,31 10^3/Ul, pasien tidak bisa lagi melihat .6)
Sensasi :adaptip. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab.
Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l 8)
Neurologis : penurunan kesadaran bertahap 10 jam SMRS disertai muntah (3x) setelah
sarapan kontak menurun, tidak ada nyeri kepala, 4 jam SMSRS pasien sulit dibangunkan dan
tidak dapat menurut perintah. Kesadaran Composmentis, GCS E4M6V5, pupil isokor 3mm/3
mm, RCL/RCTL nonrekatif. RF : +2/+2, RP : negative, Kaku kuduk : negative N. Cranialis
paresis N VII dextra sentral. ) Endokrin :adaptif. Mode Konsep Diri :belum dapat dinilai
Mode Fungsi Peran : peran sebagai anak Mode Interdependensi : belum dapat dinilai
pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal :hipertensi grade 3 Stimulus kotekstual :usia, genetikStimulus residual : riwayat
keluarga
3. Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunan Kapasitas adaptif intracranial 2) Resiko
ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral 3) Ketidakefektifan Bersihan Jalan napas 4) Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh 5) Hambatan Mobilitas fisik 6)Konstipasi
4. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan Serebral, 2) Status Neurologis : Kesadaran 3) Status Pernapasan :
ventilasi 4) status nutrisi 5) pergerakan sendi 6) eliminasi Usus
5. Intervensi :1) manajemen edema serebral 2)monitor TIK dan Status Neurologi : Kesadaran,
Penigkatan Perfusi Serebral 3)terapi oksigen dan monitor pernapasan dan manajemen jalan
napas 4) pemberian makan dengan tabung enteral 5). perawatan tirah baring dan pengaturan
posisi neurologi. 6) manajemen konstipasi 7) Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/12
Jam, Parasetamol 1g 3x IV, Omeprazolo 4 mg 1x IV, Laxadin 15 ml 3x PO, KSR 600 mg 3x
PO, Catopril 25 mg 3x PO, Amlodipin 5 mg 1x PO, Combiven /8jam inh.
6. Evaluasi
Setelah 5 hari perawatan pasien sudah menunjukkan perbaikan E4M6V4, proses perbaikan
afasia sensorik sudah mulai meskipun masih perlahan, tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial juga sudah tidak Nampak, pasien juga sudah BAB, pasien sudah tidak terpasang
O2 simple mask. namun pasien mengeluh nyeri dada, pasien ada riwayat CAD, pasien juga
tampak sedih dan stress karena anaknya hanya satu yang sering datang terkadang pasien.
1. Informasi Umum
Tn. Sido Wimbuh Romiyah, Usia 27 tahun, status belum menikah, Agama Islam, Jl. Batu
Ceper RT/RW 002/004 Tangerang Banten. RM. 416 14 12, dirawat RSP Nasional Cipto
Mangunkusomo, MRS 11 Desember 2016 pukul 19.56 WIB. Dirawat diruang 516 Lantai 5
Zona A tanggal 11 Desember 2016 pukul 23.31 WIB.
Diagnosa Medis :.Penurunan Kesadaran, Hemiparesis Sinistra paresis N VII Sinistra sentral
Ec Stroke Hemoragik, Hipertensi Emergency, Hematemesis ec Stres Ulcer
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 12 Desember 2016 pukul 15.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 230/130mmHg, denyut nadi 86 x/menit, Suhu 37,5 c
saturasi 98 %, Akral Hangat (. DPL : Hb 16,74g/dl, Leukosit 13.3 10^3/ul, 11 Desember
2016) AGD ( pH 7,440, pCO2 48,2, PO2 123,1, O2 Saturasi 98,7 %) (11 Desember 2016) . CT
Scan Lesi Hiperdens dikapsula eksterna kanan estimasi volume 40 ml) , Girus dan Sulcus
Kabur, Intracerebral Hemoragik (11 Desember 2016) , 2) Nutrisi : Terpasang NGT diet cair,
energy 1900 KKal. ( Diet cair 1200 kal per NGT berupa belender 6x100 ml, BB NA Kg, TB
157 cm, 3) Eliminasi :Terpasang panpers dan kateter, pasien belum BAB 3 hari. 4) Aktivitas
dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 40,Barthel Index :13 ) Proteksi : Laboratorium
Leukosit : 13,31 10^3/Ul,.6) Sensasi :adaptip. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan
Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 17,8 g/dl, Kreatinin 0,95 g/dl. SGPT
29U/l, GDS 129 mg/dl. Neurologis : pasien datang dengan keluhan kelemahan tubuh sisi kiri,
14 jam SMRS pasien terjatuh saat ke kamar mandi kepala tidak terbentur, keluhan disertai
sakit kepala, muntah 1x dan tampak tersedak saat diberi minum, GCS E3M5V3, pupil isokor
3mm/3 mm, RCL/RCTL rekatif. RF : +2/+2, RP : negative, Kaku kuduk : negative N.
Cranialis paresis N VII dextra sentral. ) Endokrin :adaptif. Mode Konsep Diri :belum dapat
dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai anak Mode Interdependensi : belum dapat
dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : Hipertensi , Stimulus kotekstual : Rokok, Stimulus residual : Genetik
3. Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunan kapasitas adaftif Intrakranial 2) Gangguan Perfusi
Jaringan Serebral 3) Ketidakefektifan [Pertukaran gas 4) Ketidakefektifan Bersihan Jalan
napas 5) Hambatan Mobilitas fisik 5)Konstipasi
4. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan Serebral, 2( Status Neurologis : Kesadaran 3)status pernapasan ::
pertukaran gas 4)status pernapasan : ventilasi 5) pergerakan sendi 6)eliminasi usus.
5. Intervensi :1) manajemen edema serebral 2)monitor TIK dan Status Neurologi : Kesadaran,
Penigkatan Perfusi Serebral 3)terapi oksigen dan monitor p-ernapasan 4) manajemen jalan
napas 5 perawatan tirah baring dan pengaturan posisi neurologi. 6) manajemen konstipasi 7)
Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/8 Jam, Perdipine 5mg/jam (2 ampul 12,5 cc/jam)
manitol 125 cc 4X IV, Parasetamol 1g 4x IV, Omeprazolo 40 mg 2x IV, Laxadin 15 ml 3x
PO, KSR 600 mg 3x PO, Catopril 50 mg 3x PO, Amlodipin 10 mg 1x PO.
6. Evaluasi
Setelah 2 Hari perawatan pasien GCS E1M3V2, pasien Terpasang Gudel, Suction Berkala, O2
NRM 15 LPM, TD 160/81 mmHG, N 145 x/menit, RR 21, Suhu 39 oC, SpO2 100%, AGD
pH/PCO2/P02/ HCO3/Total CO2/O2 saturasi: 7,503/18,78/144,40/14.80/15,48/99,50. Tanda
herniasi batang otak juga muncul dan terjadi alkalosis respiratorik. Masalah keperawatan masih
sama dengan hari sebelumnya dan belum menunjukkan perbaikan.
1. Informasi Umum
Tn. AM , Usia 17 tahun, status belum menikah, Agama Islam, Jl. Batu Ceper RT/RW 002/004
Tangerang Banten. RM. 416 14 78, dirawat RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 13
Desember 2016 pukul 04.00 WIB. Dirawat diruang 516 Lantai 5 Zona A tanggal 14
Desember 2016 pukul 10.10 WIB.
Diagnosa Medis :.SAH IVH, Fraktur basis cranii anterior, fraktur kominutif os. Metatarsal
Pedis Kanan, Fraktur Kominutif 1/3 proksimal os Tibia Kiri, Fraktur Kominutif 1/3 Proksimal
Fibula Kiri, Dislokasi Shoulder Kiri, Kontusio Paru, Hipolakemia, Hiperglikemia Reaktif dd
DM Tipe II
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 14 Desember 2016 pukul 16.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 16 x/menit, TD 140/70mmHg, denyut nadi 89 x/menit, Suhu 37,7 c saturasi
99 %, Akral Hangat (. DPL : Hb 15,5g/dl, Leukosit 14.3 10^3/ul, 13 Desember 2016) AGD (
pH 7,28, pCO2 33,5, PO2 155, O2 Saturasi 99,2 %) (13 Desember 2016) . CT Scan Perdarahan
Subarachnoid di Regio Fronto Temporal, intraventrikel lateralis kiri, kornu temporal dan
posterior, Fraktur os mastoideus kiri dengan hematosinus, hematosinus sphenoid bilateral,
perdarahan subgaleal region prototemporal kiri (13 Desember 2016), thorax foto: konsolidasi
dilapangan tengah, atas paru kiri dd/pneumonia, tak tampang bilateral radiologis pada jantung.
2) Nutrisi :Terpasang NGT dipuasakan ,rencana diet energy 1900 KKal. ( Diet cair 1200 kal
per NGT akan diberikan bertahap, BB 80 Kg, TB 170 cm,IMT 27,68 Hb 15,5, albumin 4,5,
GDS 225). 3) Eliminasi :Terpasang panpers dan kateter 4) Aktivitas dan Istirahat : RO
pedis Dext. Fraktur kominutif, Ro Cruris : fraktur kominutif 1/3 diafisis, proksimal os Tibia
kiri, fraktur oblige 1/3 diafisisproksimal os fibula kiri (13/12/2016) . :(fall MORSE Scale) nilai
50 ,Barthel Index :13 ) Proteksi : Laboratorium Leukosit : 14,31 10^3/Ul,.6) Sensasi :.
Adaptif 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab.
Laboratorium : ureum 17,7 g/dl, Kreatinin 0,9 g/dl. SGPT/SGPT 29U/l/ 40, GDS 225 mg/dl,
Elektrolit : 143/3,0/113. Neurologis :4 Jam SMRS pasien mengendari motor mekanisme
kecelakaan tidak diketahui, kecepatan motor tdk diketahui, pasien ditolong oleh warga dan
diantar ke kantor polisi kemudian dibawa ke RSCM pasien ada riwayat perdrahan hidung dan
telinga. , GCS E3M5V3:4, pupil isokor 3mm/3 mm, RCL/RCTL rekatif. RF : +2/+2, RP :
negative, Kaku kuduk : negative N. Cranialis paresis : tidak ada kesan paralisis. ) Endokrin
:GDS 225 mg/dl. Mode Konsep Diri :belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran
sebagai anak Mode Interdependensi : belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : KLL, Stimulus kotekstual : - Stimulus residual : -
3. Diagnosa Keperawatan :1) penurunan kapasitas adaptif intracranial 2) nyeri akut 3)
Hambatan Mobilitas fisik. 4) Resiko Cedera
4. Tujuan :1) Perfusi Jaringan Serebral, 2( Status Neurologis : Kesadaran ) 2. Control Nyeri 3)
pergerakan sendi.
5. Intervensi :1) manajemen edema serebral, monitor TIK dan Status Neurologi : Kesadaran,
Penigkatan Perfusi Serebral, terapi oksigen 2) manajemen nyeri 3) perawatan tirah baring dan
pengaturan posisi neurologi. 4). Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/12 Jam, IVFD
12,5 MeqE/12 Jam, , Parasetamol 1g 3x IV, Laxadin 15 ml 3x PO, Ceftriaxone 2 gr 2x IV,
ketorolac 30 mg 3x IV, ranitidine 50 mg 2x, IV, extrace 40 mg 1x IV, Flumucyl 300 mg 1x IV,
prohiper 10 mg IX Po, sangobion 1 tab 1x Po.
6. Evaluasi
Setelah 2 Hari perawatan pasien GCS E4M6V5, kesadarn composmentis, pasien simple mask
O2 5 LPM, TD 120/80 mmHG, N 80 x/menit, RR 16 , Suhu 37 oC, SpO2 100%, pasien sudah
tidak terpasang restrain, pasien juga sudah kooperatif saat diajak bicara, namun pasien belum
ingat pas kejadian kecelakaan. Pasien sudah bisa istirahat. Terkait pelaksaanan penatalaksanaan
fraktur keluarga menolak karena keterbatasan dana, pasien pembiayaan umum.
1. Informasi Umum
Tn. P, Usia 55 tahun, status menikah (Duda) , Agama Islam, Jl.Menara Air no.75 Manggarai.
416 16 76, dirawat RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 17 Desember 2016 pukul
13.52 WIB.
Diagnosa Medis :. Penurunan kesadaran status epileptikus ec suspek stroke hemoragik dd
stroke iskemik luas, Hipertensi Emergency, Leukositosis reaktif dd susfektif.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 17 Desember 2016 pukul 14.30 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 32 x/menit, TD 230/130mmHg, denyut nadi 105 x/menit, Suhu 39 o c
saturasi 99 %, Akral Hangat (. DPL : Hb 16 g/dl, Leukosit 11.9 10^3/ul, 17 Desember 2016)
AGD ( pH 7,3 , pCO2 19, PO2 223,1, O2 Saturasi 99%) (17 Desember 2016) . CT Scan :
Infark Lakunar multiple di periventricular kanan-kiri, basal ganglia kiri, thalamus kanan kiri,
tidak tampak perdarahan intracranial, sinusitis frontal kiri, ethmoidalis bilateral, maksilla kanan
(17 Desember 2016) , 2) Nutrisi : Terpasang NGT 3) Eliminasi : Terpasang panpers dan
kateter. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 50,Barthel Index :15 ) Proteksi :
Laboratorium Leukosit : 11,9 10^3/Ul,.6) Sensasi : belum dapat dikaji. 7) Cairan dan
elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 29 g/dl,
Kreatinin 1,1 g/dl. SGOT 32 U/I, SGPT 39 U/l, GDS 104 mg/dl. Neurologis :, kejang
kelonjotan sejak 1,5 SMRS ditemukan dikamar , pasien sebelumnya diketahui pasien
melakukan aktivitas seperti biasa , kejang preiktal tidak diketahui, iktal : tangan kanan dan kaki
kanan kelojotan kepala ke kanan, mata ke kanan, mulut tidak mencong, mulut berbusa, tidak
sadar (30 menit kemudian keempat anggota gerak kelojotan, GCS E2M5V2, pupil isokor
4mm/4 mm (on midriasis), RCL/RCTL rekatif. RF : +3/+2, RP : positif bilateral, Kaku kuduk
: negative N. Cranialis kesan tidak ada paresis.. ) Endokrin :adaptif. Mode Konsep Diri
:belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai ayah (single parents) Mode
Interdependensi : belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal :perdarahan Stimulus kotekstual : HT Stimulus residual : riwayat keluarga
3. Diagnosa Keperawatan :1) ketidaefktifan Perfusi Jaringan Serebral 2) ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan 3) Hambatan Mobilitas fisik 4) Resiko cedera.
4. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan Serebral, ( Status Neurologis : Kesadaran 2)status nutrisi 3 )
pergerakan sendi 6) Manajemen Lingkuna
5. Intervensi :1) Status Neurologi : Kesadaran, Penigkatan Perfusi Serebral , terapi oksigen dan
monitor pernapasan, serta manajemen jalan napas 2 . Monitoring Nutrisi , 3) perawatan tirah
baring dan pengaturan posisi neurologi. 4)Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/8 Jam,
Perdipine 5mg/jam (2 ampul 12,5 cc/jam) manitol 125 cc 4X IV, Parasetamol 1g 4x IV,
Omeprazolo 40 mg 2x IV, Laxadin 15 ml 3x PO, KSR 600 mg 3x PO, Catopril 50 mg 3x PO,
Amlodipin 10 mg 1x PO.
6. Evaluasi
Setelah 2 Hari perawatan pasien GCS E1M3V2, pasien Terpasang Gudel, Suction Berkala, O2
NRM 15 LPM, TD 160/81 mmHG, N 145 x/menit, RR 21, Suhu 39 oC, SpO2 100%, AGD
pH/PCO2/P02/ HCO3/Total CO2/O2 saturasi: 7,503/18,78/144,40/14.80/15,48/99,50. Tanda
herniasi batang otak juga muncul dan terjadi alkalosis respiratorik. Masalah keperawatan masih
sama dengan hari sebelumnya dan belum menunjukkan perbaikan .
7. Informasi Umum
Tn. G, Usia 18 tahun, , Agama Islam, Tangerang , dirawat RSP Nasional Cipto
Mangunkusomo, MRS 22 April 2017 pukul 14.17 WIB.
Diagnosa Medis :. Penurunan kesadaran EC meningoencefalitis TB, Hiponatremi, ISK, HAP,.
8. Pengkajian
c. Perilaku
Pengkajian tanggal 24April 2017 pukul 14.30 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 18 x/menit, TD 150/100mmHg, denyut nadi 85 x/menit, Suhu 38 o c
saturasi 99 %, Akral Hangat (. DPL : Leukosit Leukosit 16,52 10◦3/u l.
10^3/ul, 26 Aprill 2017)( AGD7,551/32.189/28,4/29,5/30,9/99,9) ( pH %) . CT Scan :Tidak
tampak lacunar or sol,tanda infeksi intracranial(22 A[pril 2017), 2) Nutrisi : Terpasang NGT
3) Eliminasi : Terpasang panpers dan kateter. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale)
nilai 50,Barthel Index :15 ) Proteksi : Laboratorium Leukosit Leukosit 16,52 10◦3/u l : 6)
Sensasi :7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa : mukosa lembab.
Laboratorium :Natrium 131 mEq/l, kalium 2,82 mEq). Neurologis :, pasiene menagalami
penurunan kesadaran bertahap sejak 3 hari SMRS sebelumnya terdapat demam, nyeri kepala,
semakin lama semakin memberat . saat di IGD bangkitan uMUM durasi 5 menit setelah
kejang pasien kembali kesadaran smeual .GCS E3M4V2, pupil 3 mm/3mm, RCL/RCTL +/+,
RF 2/2 RP : babinsky (-) bilateral Endokrin : adaptif. Mode Konsep Diri :belum dapat dinilai
Mode Fungsi Peran : peran sebagai anak Mode Interdependensi : belum dapat dinilai
pasien diantar oleh keluarganya.
d. Stimulus
Stimulus fokal :infeksi bakteri TB stimulus kontektual paparan dengan lingkungan Stimulus
residual : riwayat keluarga
9. Diagnosa Keperawatan :1) risisko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, ketidakefektifan
bersihan jalan napas, ketidakseimbangan cairan elektroloit 4)hambatan mobilitas fisik.
10. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan Serebral, ( Status Neurologis : Kesadaran 2)status jalan napas 3 )
status cairan 4) status mobiltas
11. Intervensi : 1) monitor neurulogi, manajemen kejang 2)terapi oksigen dan penghisapan lendir
jalan napas 3) manajemen elektrolit 4)perawatan tirah baring 5) manajemen medikasurifamfisn
600 mg 1x, INH 300 mg 1x/ pirazinamid 1500 mg, ethambutol 100 mg 1x, riklona 1 mg ,
ranitidine 50 mg, Na Cl 500 mg, Zovirax 500 mg, inpepsa , omz 40 mg iV, Nacl 0,9 %, TE
100/24 jam, kcl 25 meQ, KN2/8 jam
12. Evaluasi
Setelah 4Hari perawatan pasien GCS E2M4V3, pasien Terpasang Gudel, Suction Berkala, O2
NRM 10 LPM, TD 150/100 mmHG, N 80 x/menit, RR 21, Suhu 39 oC, SpO2 100%, produksi
secret (+), pasien belum bisa dajak komunikasi. Bangkitan kejan 4 menit,