Anda di halaman 1dari 160

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI : TUMOR OTAK DENGAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY DI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL
DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

KARYA ILMIAH AKHIR

FADLI SYAMSUDDIN
1306345781

PROGRAM PENDIDIKAN NERS SPESIALIS


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH KEKHUSUSAN NEUROLOGI
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2017

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI : TUMOR OTAK DENGAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY DI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL
DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah

FADLI SYAMSUDDIN
1306345781

PROGRAM PENDIDIKAN NERS SPESIALIS


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH KEKHUSUSAN NEUROLOGI
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2017
vi

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmatNya sehingga
karya tulis ilmiah yang berjudul “Analisis Praktik Residensi Keperawatan
Medikal Bedah Pada Pasien Gangguan Sistem Neurologi Dengan Kasus Tumor
Otak Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Roy Di Rumah Sakit Umum
Cipto Mangunkusumo Jakarta ” dapat diselesaikan sebagai salah satu prasyarat
dalam menyelesaikan program Pendidikan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Dukungan,bimbingan dan
arahan dari banyak pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan karya
tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada:

1. Seluruh pasien yang telah saya rawat selama menjalani program spesialis di
Rumah Sakit RSCM
2. Prof.Dr.Ratna Sitorus, SKp,M.App.Sc sebagai supervisor utama yang telah
banyak memberikan arahan, saran, dan motivasi dalam menjalani proses
spesialis dan membimbing cara berfikir kritis perawat spesialis.
3. Bapak I Made Kariasa, S.Kp.,MM.,M.Kep. Sp.KMB sebagai sebagai
supervisor yang juga telah banyak memberikan arahan, saran, dan motivasi
dalam proses spesialis dan membimbing cara berfikir kritis perawat spesialis.
4. Ibu Yunisar Gultom S.Kp.,MCIN sebagai supervisor lapangan yang dengan
sabar membimbing dan memberikan arahan tentang pelaksanaan program
Evidence Based Nursing dan proyek inovasi.
5. Ibu Ns. Siti Aisyah, S.Kep selaku pembimbing di lantai 5 RSCM yang banyak
meluangkan waktu untuk berdiskusi dalam keperawatan neurologi.
6. Seluruh Perawat di ruang neurologi lantai 5 zona A dan B RSCM , Instalasi
Gawat Darurat RSCM, Instalasai Gawat Darurat dan Poliklinik dan
Neuorodiagnostik RS PON yang telah menerima saya dengan sangat baik.
7. Dr. dr. Muh. Isman Jusuf, Sp.S, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Gorontalo, tempat dimana penulis bekerja, yang selama ini banyak membantu

ix

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


baik dari segi financial maupun support secara emosional kepada penulis
selama menempuh Program Spesialis ini.
8. Kedua Orang Tuaku, kakak, adik, kemanakan yang selalu mensuport dan
mendoakan penulis selama ini.
9. Sahabat-sahabatku peminatan KMB 2013 dan peminatan neurologi yang saling
mensuport sehingga saling menguatkan dalam menyelesaikan program
spesialis keperawatan medical bedah.
Dan akhirnya penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan
tulisan ini. Semoga karya tulis ilmiah dapat bermanfaat untuk pengembangan
Ilmu Keperawatan.

Depok, Juni 2017

Penulis

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


NERS SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien


Gangguan Sistem Neurologi dengan Tumor Otak Menggunakan
Pendekatan Model Adaptasi Roy di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta.

Fadli Syamsuddin
Juni 2017

Abstrak

Perawat spesialis neurosains berperan dalam praktik keperawatan berupa pemberi


asuhan keperawatan lanjut, melakukan pembuktian ilmiah dan agen pembaharu.
Asuhan keperawatan dilakukan pada kasus pasien dengan Tumor Otak dan 30
pasien gangguan neurologis dengan pendekatan Model adaptasi Roy. Perilaku
maladaptif paling banyak terganggu pada mode fisologis dengan diagnosa resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. Evidence Based Nursing dilakukan
dengan menerapkan thermal tactile stimulation pada 3 pasien stroke yang
mengalami disfagia dengan hasil yang signifikan (p value 0,038). Program inovasi
menerapkan enam screening tools yaitu Insomnia Severity Index (ISI), National
Institute Health Stroke Scale (NIHSS), 3 Incontinence Question (3 IQ), Berg
Balance Scale ( BBS), Frenchay Aphasia Screening Test (FAST) dan Adult Non
Verbal Pain Scale (ANVPS) pada pasien dengan gangguan neurologi yang
terbukti memudahkan perawat dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang
tepat. Model Adaptasi Roy telah berpengaruh besar terhadap profesi
keperawatan. Model ini adalah salah satu model yang paling banyak digunakan
dalam memandu penelitian, pendidikan dan praktik keperawatan.

Kata kunci : Model Adaptasi Roy, thermal tactile stimulation, screening tools

xi

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


NURSE SPECIALIST OF MEDICAL SURGICAL NURSING
FACULTY OF NURSING
UNIVERSITY OF INDONESIA

Analysis of Medical Surgical Nursing Residency Practice on Neurological


System Disorders with tumor brain Cases Using Roy Adaptation Model
Approach at Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta

Fadli Syamsuddin
June 2017

Abstract

Neuroscience nurse specialist play role in nursing practice as advanced nursing


care providers, conduct scientific evidence and innovator. Roy adaptation model
approach was used in the nursing care of the tumor brain patients and 30 patients
of neurological disorders cases. Risk of cerebral tissue perfusion ineffectiveness
was the most often of nursing diagnosis enforced which was caused maladaptive
behavior in physiological mode. Evidence based nursing was implemented by
thermal tactile stimulationin 3 stroke patients with disfagia with significant results
(p value 0.038). The Innovation program application six screening tools are
Insomnia Severity Index (ISI), National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS),
3 Incontinence Questions (3 IQs), Berg Balance Scale (BBS), Frenchay Aphasia
Screening Test (FAST) and Adult Non Verbal Pain Scale (ANVPS) in
neurological disorders patients proven to facilitate nurses in establishing nursing
diagnoses. Roy Adaptation Model has greatly influenced the profession of
nursing. It is one of the most frequently used models to guide nursing research,
education and practice.

Keywords: Roy adaptation model, thermal tactile stimulation, screening tools

xii

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 4
1.2.1 Tujuan umum 4
1.2.2 Tujuan khusus 4
1.3 Manfaat 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 6
2.1 Tumor Otak 6
2.1.1. Definisi Tumor otak 8
2.1.3 Patofisiologi 8
2.1.4 Klasifikasi tumor otak ................................................................... 12
2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik ............................................................. 12
2.1.6 Penanganan tumor otak.... ........................................................... 15
2.2 Model Keperawatan Adaptasi Roy ........................................................ 14
2.2.1 Pengkajian... ................................................................................ 18
2.2.2 Diagnosa Keperawatan................................................................ 20
2.2.3 Penentuan Tujuan Keperawatan.. ................................................ 21
2.2.4 Intervensi Keperawatan ......................................................... .... 22
2.2.5 Evaluasi................................................................................ ....... 22
BAB 3 PROSES RESIDENSI ................................................................................... 23
3.1 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan tumor otak .............................. 23
3.2 Gambaran 30 pasien dengan gangguan neurologis........................... ........ 34
3.3 Evidence Based Nursing : Thermal tactile stimulation pada pasien
stroke dengan afasia motorik..................................................................... 37
3.4 Proyek Inovasi: format pengkajian pada pasien dengan gangguan
neurologi....................................................................................................... 42

xiii

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


BAB 4 PEMBAHASAN .............................................................................................. 59
4.1 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan tumor otak dengan
Pendekatan Model Adaptasi Roy ................................................................. 59
4.2 Analisis Penerapan Model Adaptasi Roy pada Tiga Puluh Satu
Kasus Pasien dengan Gangguan Neurologi.................................................. 63
4.3 Analisis Pencapaian Evidence Based Nursing (EBN): Penerapan thermal
tactile stimulation pada pasien stroke dengan afasia motorik. ......... 63
4.4 Analisis proyek inovasi: format pengkajian pada pasien dengan
gangguan neurologi
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 68
5.1 Kesimpulan 87
5.2 Saran 87

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Gambaran Pasien Neurologi di Ruang Rawat Inap Neurologi Zona A,
Zona B dan Ruang IGD RSCM ...................................................................................... 40
Tabel 3.2 Gambaran diagnosa keperawatan pada pasien neurologi ............................. 41
Tabel 3.3 Telaah Kritis .................................................................................................... 41
Tabel 3.4 Distribusi Jumlah Pasien Stroke yang mengalami disfagia sesuai kriteria
EBN ................................................................................................................ 51
Tabel3.5 Distribusi pasien yang dilakukan thermal tactile stimulation berdasarkan
Jenis Kelamin ................................................................................................. 52
Tabel3.6 Distribusi pasien yang dilakukan Augmentative And Alternative
Communication berdasarkan Usia .................................................................. 52
Tabel3.7.Distribusi Penerapan EBN pada pasien dengan Afasia Motorik yang
mengalami depresi .......................................................................................... 53
Tabel3.8 Distribusi Frekuensi Pasien Stroke Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Jenis Kelamin di Ruang Rawat Neurologi...................................................... 60
Tabel3.9.Distribusi Frekuensi Pasien Stroke Berdasarkan Usia di Ruang Rawat
Neurologi ........................................................................................................ 60
Tabel3.10 Analisa Skrining Pasien Stroke Berdasarkan NIHSS,BBS,3IQ dan
FAST .............................................................................................................. 61
Tabel3.11 Distribusi Frekuensi Pasien dengan Gangguan Neurologi Berdasarkan
Jenis Kelamin di Ruang Rawat Neurologi...................................................... 63
Tabel3.12 Distribusi Frekuensi Pasien dengan Gangguan Neurologi Berdasarkan
Diagnosa Medis di Ruang Rawat Neurologi .................................................. 63

xv

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Catatan perkembangan kasus utama

Lampiran 3 Resume 30 kasus neurologi

xvi

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perawat spesialis klinik diartikan sebagai seorang perawat ahli yang
memiliki pengetahuan khusus dalam memberikan pelayanan keperawatan. Peran
perawat spesialis saat ini mencakup pemberi asuhan yang berkualitas bagi pasien,
mentoring perawat, dan menjadi ujung tombak perubahan inovatif dalam
memajukan sistem kesehatan pada pasien, dan keluarga. Selain itu seorang
perawat spesialis harus memiliki kompetensi yang mencakup perawatan
langsung, konsultasi, sistem kepemimpinan, kolaborasi, pembinaan, penelitian,
dan pembuatan keputusan etis (Foster & Flanders, 2014).

Penulis berperan sebagai pemberi keperawatan langsung yaitu penulis telah


melakukan praktek keperawatan selama 1 tahun dan pada periode tersebut
penulis telah melaksanakan asuhan keperawatan pada 30 pasien dengan
gangguan neurologis, dan lebih memfokuskan melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan tumor otak melakukan asuhan keperawatan pada
pasien gangguan sistem persarafan dengan pendekatan Teori Model keperawatan
Roy pada aspek fisiologi, psiko-sosial dan spiritual. Penulis melakukan
intervensi keperawatan secara regulator dan kognator untuk meningkatkan upaya
preventif, promotif dan rehabilitatif berdasarkan stimulus yang ada pada pasien
secara umum pada gangguan persyarafan dan khususnya pada tumor otak untuk
menurunkan insidensi, morbiditas dan kecacatan pada pasien tersebut.

Penulis memilih menggunakan Model Adaptasi Roy dikarenakan Model


Adaptasi Roy mengkaji respon individu terhadap perubahan yang terjadi pada
dirinya sendiri secara mendalam sampai pada terbentuknya koping untuk
memberikan gambaran suatu proses control sebagai sebuah sistem yang adaktif.
Model Adaptasi Roy digambarkan secara terperinci yang memandang manusia
secara menyeluruh meliputi dimensi fisiologi, psikologis, sosiokultural dan
spiritual sebagai satu kesatuan yang utuh (Novita et al., 2013)

1 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


2

Sistem saraf berperan dalam mengatur dan mengintegrasikan seluruh fungsi


tubuh, pergerakan rangka, sensasi, kemampuan mental, dan emosi. Sistem saraf
mengumpulkan informasi berupa stimulus yang berasal dari lingkungan internal
dan eksternal berupa input sensory kemudian memproses dan menginterpretasi
input tersebut kemudian berespon terhadap stimulus yang diberikan oleh sistem
motoric atau sistem sensorik (Lemone & Burke, 2008).

Gangguan neurologi saat ini menjadi salah satu ancaman dan tantangan
bagi kesehatan masyarakat. Gangguan neurologi umumnya seperti demensia,
epilepsi, gangguan sakit kepala, multiple sclerosis, neuroinfections, gangguan
neurologis terkait dengan malnutrisi, rasa sakit yang terkait dengan
gangguan neurologi, penyakit Parkinson, stroke, tumor otak dan trauma (WHO,
2016). Gangguan neurologi dan gejala sisa mereka saat ini diperkirakan
mempengaruhi sebanyak satu miliar orang di seluruh dunia. Sebagian besar
gangguan neurologi mengakibatkan cacat jangka panjang, sehingga langkah-
langkah prevalensi harus dilakukan (WHO, 2006). Pada laporan KIA ini, penulis
mengambil kasus tumor otak sebagai kasus kelolaan utama dan kasus gangguan
neurologis lainnya pada 30 resume kelolaan.

Tumor otak atau tumor intracranial merupakan neoplasma atau proses desak
ruang yang timbul di dalam rongga tengkorak baik didalam kompartemen
supratentorial maupun intratentorial. Di dalam hal ini mencakup tumor-tumor
primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofise, saraf otak, serta tumor
metastasis lainnya dari bagian tubuh. Berdasarkan data statistic central brain
tumor registry of united state 2009 angka insidensi tahunan tumor susunan saraf
pusat di amerika adalah 20,6 kasus per 100.000 penduduk pertahun (7,3 per
100.000 untuk tumor jinak, dan 13,3 per 100.000 untuk tumor ganas ) dimana
wanita lebih banyak (22,3) dibanding pria (18,8). Prevalensi tumor susunan saraf
pusat primer tahun 2010 diperkirakan sebanak 221,8 per 100.000 penduduk (61,9
per 100.000 untuk tumor ganas dan 177,3 per 100.000 penduduk untuk kelompok
tumor jinak). Diperkirakan sebanyak 688.096 orang di United States menderita

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
3

tumor otak dan tumor susunan saraf pusat primer pada tahun 2010 (Satyanegara,
2010).

Angka harapan hidup penderita tumor susunan saraf pusat juga bervariasi sesuai
usia. Data dari Surveillance, Epidemniology and Result pada tahun 1995-2009
menunjukkan bahwa angka harapan hidup selama 5 tahun pada tumor otak primer
ganas dan tumor susunan saraf pusat (tidak termasuk limfoma, leukemia, tumor
hipofisis dan kelenjar pineal, dan tumor olfaktorius pada kavitas nasal) adalah
sebesar 38,8% (32,4 5 pada pria dan 35,5% pada wanita). Angka harapan hidup
ini sebesar 73 % pada usia 0-19 tahun, 57,75 % pada kelompok usia 20-44 tahun,
31,7% pada kelompok usia 55,64 tahun, 10% pada kelompok usia 65-74 tahun,
dan 5,7% pada kelompok usia lebih dari atau sama dengan 75 tahun.
(Satyanegara, 2014).

Selain peran dalam memberikan asuhan keperawatan yang konfrehesif pada


pasien dengan gangguan neurologi, penulis juga menerapkan Evidence Based
Nursing (EBN). Dimana EBN merupakan suatu pendekatan seumur hidup untuk
memecahkan masalah dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan yang
terintegrasi dengan bukti terbaik dari penelitian sehingga menghasilkan hasil
positif bagi pasien (Kathleen, 2013; Melnyk, Gallagher-Ford, Long, & Fineout-
Overholt, 2014). Dalam penerapan EBN pada pasien gangguan neurologi disini,
penulis menerapkan Thermal Tactile Stimulation dalam meningkatkan
kemampuan menelan pasien stroke yang mengalami disfagia. Pemilihan EBN
dengan berfokus pada pasien yang mengalami disfagia didasarkan atas angka
kejadian sekitar 50-65% pasien stroke mengalami kesulitan dalam menelan makanan
dan atau minuman. Disfagia dikaitkan dengan meningkatnya morbiditas dan
mortalitas setelah stroke, hal ini dihubungkan dengan risiko pneumonia aspirasi.

Selain itu, penulis beserta kelompok juga menerapkan peran perawat sebagai
agent of change atau sebagai inovator dengan melakukan kegiatan inovasi
keperawatan berupa screening tools pada pasien yang mengalami gangguan
neurologis. di Gedung A Lantai V RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta.
Pada kegiatan ini penulis berperan terkait penggunaan screening NIHSS pada

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
4

pasien stroke untuk menilai tingkat keparahan stroke dan mengevaluasi


perkembangan pasien.

Dari uraian tersebut, penulis bermaksud untuk membuat laporan yang


menguraikan tentang penerapan asuhan keperawatan dengan menggunakan
pendekatan Model Adaptasi Roy pada pasien gangguan persarafan yang
dituangkan dalam karya ilmiah akhir dengan judul “Analisis Praktek Residensi
Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Gangguan Sistem Persarafan Dengan
Kasus Tumor Otak Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Roy di RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran umum pelaksanaan dan pengalaman prantik residensi
mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, khususnya peminatan
Neurologi menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem persarafan di Gedung A lantai 5
RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Melakukan analisis terhadap asuhan keperawatan menggunakan Model
Adaptasi Roy pada pasien gangguan sistem neurologi terutama pasien Tumor
Otak di di Gedung A lantai 5 RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta.
b. Melakukan analisis terhadap penerapan evidence based nursing pada pasien
gangguan sistem persarafan di Gedung A lantai 5 RSUPN Dr.
Ciptomangunkusumo Jakarta.
c. Melakukan analisis terhadap kegiatan inovasi keperawatan di ruang neurologi
Gedung A lantai 5 RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta

1.3. Manfaat Penulisan


1.3.1 Manfaat Pelayanan
a. Memberikan informasi dan pengalaman baru bagi perawat medikal bedah

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
5

khususnya perawat neurologi dalam memberikan asuhan keperawatan


holistic dan komprehensif pada pasien dengan gangguan neurologi
menggunakan Model Adaptasi Roy.
b. Menjadi masukan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
berdasarkan pemanfaatan hasil penelitian terbaru yang dapat diaplikasikan
sebagai suatu evidence based nursing practice, sehingga meningkatkan
profesionalisme dalam pemberian asuhan keperawatan.
c. Menjadi masukan bagi institusi pelayanan untuk tetap melakukan berbagai
inovasi dalam pemberian asuhan keperawatan sehingga layanan yang kita
berikan dapat meningkatkan mutu kesehatan

1.3.2 Pendidikan Keperawatam


Hasil analisis praktik residensi ini diharapkan menjadi masukan dan bahan
infomasi untuk pendidikan keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pasien dengan gangguan neurologi menggunakan pendekatan
model adaptasi Roy. Serta dapat memotivasi bagi tim pengajar dan mahasiswa
untuk mengembangan nursing intervention berdasarkan evidence based nursing
practice, sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang akan
berimplikasi pada mutu pelayanan kesehatan.

1.3.3 Manfaat Keilmuan


Hasil analisis praktik residensi ini, diharapkan dapat memperkuat aplikasi teori
keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan, memperkaya ilmu
pengetahuan keperawatan, menambah wawasan bagi perawat dan mahasiswa
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan dengan ganguan
neurologis

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
BAB 2
STUDI PUSTAKA

2.1 Tumor Otak


2.1.1 Defenisi
Tumor otak atau tumor intracranial merupakan neoplasma atau proses desak ruang
(space accupying atau space taking lesion) yang timbul di dalam ronga tengkorak
baik di dalam kompartemen supratentorial maupun intratentorial mencakup
tumor-tumor primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofise, saraf
otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya
(Satyanegara, 2014).

2.1.2 Patofisiologi
Tumor secara umum dikategorikan dalam dua bagian yaitu benigna dan
malignan. Tumor yang sifatnya malignan menunjukkan perubahan yang signifikan
mencakup nuclear atypia, frekuensi mitosis dan necrotic. Hal ini terkait
kecepatan pertumbuhan dan invasi kejaringan sekitar. Tumor malignan dapat juga
melakukan metastasis yang bisa diketahui dari tumor primer, hal ini bisa terjadi
karena melalui bloodstream, sistem limfatik, atau cairan serebrospinal dan
proliferasi di daerah yang mengalami metastasis (Woodward, 2011).

Tumor dimulai ketika sel tumbuh dan membelah diri secara tidak teratur.
Pertumbuhan sel yang tidak teratur disebabkan oleh perubahan genetik yang
menyebabkan transformasi sel menjadi sel yang malignant. Terjadinya mutasi
genetic disebabkan karena adanya kesalahan reflikasi Deoxyribonucleid Acid
(DNA). Ada tiga dari gen tersebut yakni oncogenic, tumor suppressor genes dan
DNA repair genes. Oncogenic genes merupakan gen yang berperan dalam
pertumbuhan sel, dan jika terjadi mutasi maka akan terjadi multiplikasi sel secara
tidak terkontrol. Sedngkan tumor suppressor genes berperan dalam in aktivasi
proliferasi sel. . sementara DNA repair genes normalnya berfungsi untuk
memperbaiki kerusakan DNA, adanya kerusakan fungsi ini diikuti terjadinya
akumulasi mutasi DNA yang akhirnya terbentuklah tumor.

6 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


7

Tumor otak akan menyebabkan penekanan ke jaringan otak sekitarnya, invasi dan
destruksi terhadap parenkim otak. Fungsi parenkim akan terganggu karena
hipoksia arterial maupun vena, terjadi kompetisi pengambilan nutrisi, pelepasan
produk metabolism, serta adanya pengaruh pelepasan mediator radang sebagai
akibat lanjut dari hal tersebut diatas. Efek massa yang ditimbulkan dapat
menyebabkan gejala deficit neurologis fokal berupa kelemahan suatu sisi tubuh,
gangguan sensorik, parese nervus kranialis atau bahkan kejang. Astrositoma low
grade yang merupakan grade II klasifikasi WHO akan tumbuh lebih lambat
dibandingkan dengan bentuk yang maligna. Tumor doubling time untuk
astrocytoma low grade kira-kira 4 kali lebih lambat dibandingkan dengan
astrocytoma anaplastic (grade III astrocytoma) . sering diperlukan waktu
beberapa tahun antara gejala awal hingga diagnosa low grade astrocytoma
ditegakkan, interval ini kira-kira 3,5 tahun astrocytoma low grade ini seringkali
disebut difuse astrocytoma WHO grade II. ( Jafardi Iskandar, 2003).

2.1.3 Etiologi
Penyebab utama dari tumor otak sejauh ini belum diketahui secara pasti, namun
faktor resiko yang dikaitkan dengan kejadian tumor otak adalah radiasi ion, selain
itu faktor predisposisi genetik. Lama waktu yang diperlukan sejak terpapar sampai
dengan kejadian tumor otak berkisar 10-20 tahun. Adanya radiasi pada cranium
meningkatkan insidensi dari tumor itu sendiri tergantung jenis tumornya seperti
meningioma dan glioma. Adanya kerusakan dari genetic menjadi predisposisi dari
tumor otak meskipun dalam jumlah yang kecil dari kejadian tumor otak. Tidak
ada evidence yang kuat mendukung bahwa faktor gaya hidup mempengaruhi
perkembangan dari tumor otak. Meskipun berbagai media mengatakan ada peran
dari penggunaan selular phone dengan kejadian tumor otak, namun dari
berdasarkan data 10 tahun terakhir tidak ada keterkaitan penggunaan seluler
phone dengan kejadian tumor otak, begitupun dengan kejadian terkait riwayat
tumor otak, faktor okupasional, eksposure terhadap gelombang elektromagnetik
dan virus juga tidak ada evidence yang kuat terkait resiko tumor otak.
(Woodward, 2011; Drislane, 2002; Hickey, 2014).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
8

Saat ini, ada evidence yang mendukung kemungkinan adanya hubungan faktor
imunologi dengan glioma, pasien yang dilaporkan mengalami alergi memiliki
resiko yang rendah dengan kejadian glioma. Pasien yang mengalami glioma
menunjukkan kadar serum immunoglobulin E (IgE) level yang rendah. Namun
terkait mekanisme antara genetic dan sel immunoglobulin belum bisa dijelaskan
secara pasti prosesnya seperti apa (Hickey, 2014)

2.1.4 Klasifikasi
World Health Organization (WHO) pada tahun 1970 mulai menginisiasi
pengklasifikasian tumor otak berdasarkan bukti pathological, dan terbaru pada
tahun 2007 WHO mengklasifikasikan tumor otak sebagai berikut :
a. Tumor Neuroepitel meliputi tumor astrositik, tumor oligodendroglia, tumor
oliguastrik, tumor epindim, tumor pleksus koroid, tumor neuroepitel lain,
tumor regio pineal, dan tumor embrional.
b. Tumor saraf kranial dan paraspinal meliputi schwanoma, , neurofibroma,
perineurinoma, dan tumor selabung saraf tepi.
c. Tumor Selaput otak meliputi tumor sel meningotel, tumor mesenkim, lesi
melanostik primer, neoplasma lain berkaitan dengan meningens.
d. Limfoma dan Neoplasma hematopoetik meliputi limfoma maligna,
plasmasitoma, dan sarcoma granulositik.
e. Tumor Germ Cell
f. Tumor region sela
g. Tumor metastasis.
(Satyanegara, 2014).

Klasifikasi yang banyak digunakan adalah yang dirumuskan oleh UICC (Unio
International Contra Cancrum). Pembagiannya berdasarkan lokasi sel-sel tumor
yaitu pada intrakortikal, ekstrakortikal dan tumor metastase. Yang termasuk dalam
kategori intrakortikal misalnya tumor yang berasal dari sel glia atau atrosist
seperti terdapat pada glioma, limfoma maligna, dan meduloblastoma yang
termasuk kategori malignan. Sedangkan tumor ekstrakortikal yang berasal dari
neuroepitel, lapisan mesodermal dan embrionik (kongenital) misalnya terdapat

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
9

pada meningioma, adenoma hipofisis, neurinoma dan kraniofaringioma. Dan


kategori yang terakhir adalah metastasis.

Grading tumor neuroepitel meliputi :


a. Grade I : Astrositoma piloistik, astrositoma sel raksasa subependim,
papilloma pleksus koroid, ganglioglioma.
b. Grade II : Astrositoma difus, oligodendroglioma, ependioma,
c. Grade III :Astrositoma anaplastic, oligondenroglioma anaplastic, ependioma
anaplastic.
d. Grade IV : Glioblastoma, meduloblastoma, pineuloblastoma.

Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada prognosanya didasari


oleh morfologi klinis yang berkaitan dengan tingkah laku biologis. Sifat
keganasan btumor otak didasarkan hasil evaluasi morfologi makroskopis dan
histologis neoplasma, dikelompokkan atas kategori-kategori :
a. Benigna (jinak) dimana morfologi tumor tersebut makroskopis menunjukkan
batas yang jelas, tidak infiltrative dan hanya mendesak organ sekitarnya.
Disamping itu juga terdapat pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis
maupun rekurensi setelah dilakukan pengangkatan total. Tampilan histologis
memperlihatkan struktur sel regular, pertumbuhan lambat tanpa mitosis,
densitas sel yang rendah dengan diferensiasi struktur yang jelas parenkim,
stroma yang tersusun teratur tanpa adanya formasi.
b. Maligna (ganas) secara makroskopik yang infiltraf dan ekspansi destruktif
tanpa batas yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung memebentuk metastasis
dan rekurensi pasca pengangkatan total. Secara histologis menunjukkan
peningkatan selularitas, pleomorfisme walaupun susunan sel dan jaringanya
bagus. Diferensiasi sel kurang begitu jelas disproporsi rasio nucleus terhadap
sitoplasma multinukleus, formasi sel-sel raksasa, tumbuh cepat dengan mitosis
yang banyak area nekrosis, pertumbuhan patologis dan neoformasi terutama
seperti bentuk fistula atau sinusoidal.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
10

Pada pengalaman klinis kasus-kasus tumor otak ternyata tidak hanya diperankan
oleh kategori histologis diatas semata. Yang menjadi kriteria keganasan klinis
tumor otak adalah tampilan tingkah laku yang diinduksi serta diperankan oleh :
a. Volume efektif tumor ( termasuk edema sekelilingnya)
b. Efek massa yang ada (termasuk herniasi)
c. Keterlibatan dengan aliran cairan serebrospinal (hidrosefalus)
d. Keterlibatan arteri (infark)
e. Keterlibatan pusat-pusat vital (hiphotalamus dan batang otak).
(Satyanegara, 2014).

2.1.5 Manifestasi Klinik


Perubahan pada parenkim intracranial baik difus maupun regional akan
menampilkan gejala dan tanda gangguan neurologis sehubungan dengan ganggua
pada nucleus spesifik. Tertentu atau serabut traktus pada tingkat neurofisiologi
dan neuroanatomi tertentu seperti gejala-gejala: kelumpuhan , gangguan mental,
gangguan endokrin dan sebagainya. Gejala yang paling sering adalah deficit
neurologis progresif (68%), kelemahan motoric (45%), sakit kepala (54%), dan
kejang (26%). (Satyanegara, 2014)

Presentasi klinis ini sering kali dapat mengarahkan perkiraan lokasi tumor otak.
Secara umum presentasi klinis pada kebanyakan kasus tumor otak merupakan
manifestasi dari peningkatan tekanan intracranial, sebaliknya gejala neurologis
yang bersifat progresif walaupun tidak jelas ada tanda-tanda peninggian tekanan
intracranial, perlu dicurigai adanya tumor otak. Gejala terkait tumor otak meliputi
sakit kepala, kejang, perubahan kognitif dan mood, penurunan secara progresif
fokal neurologis, gangguan fungsi penglihatan dan bicara. (Woodward, 2011)

Focal sign dan symptoms


a. Lobus frontale
1) Lobus frontalis anterior menunjukkan ganguan kogntif dan personalitas, deficit
memori, kesulitan konsentrasi, kelambatan dalam proses mental dan reaksi,
abulia dan kesulitan dalam berhitung, perubahan personalitas dan perilaku

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
11

meliputi emosi yang labil, affect yang datar, kehilangan inisiatif dan
spontanitas, ganguan perilaku social.
2) Lobus frontalis posterior, area brocca berlokasi dilobus frontalis posterior-
inferior, jika tumor terdapat pada area brocca di area hemisper yang dominan
akan berpengaruh pada penurunan fungsi bicara. Jika tumor berada area lobus
frontalis posterior dimana ini adalah area fungsi motoric maka akan terjadi
kelemahan fungsi motoric, seperti monoparesis atau aktivitas kejang fokal.
b. Lobus parietal, adanya tumor pada lobus ini menyebabkan penurunan sensasi,
kesulitan dalam mengenal objek, neglect syndrome, gerstumant syndrome (
agnosia, kehilangan diskrimasi sisi kiri atau kanan, acalkulia, dan agrafia).
Aktivitas kejang dan hemianospia, serta parietal lobe syndrome.
c. Lobus temporal, adanya tumor pada area ini menyebabkan gangguan
psikomotor, kejang, kelemahan, gangguan lapang pandang (biasanya terjadi
kehilangan fungsi penglihatan pada upper quadran), penurunan memori, ketika
tumor berada pada area dominan akan terjadi ganguan bicara dan bahasa.
Psikomotorik seizure dengan disertai halusinasi penglihatan, pendengaran dan
penciuman selain itu juga terjadi amnesia.
d. Lobus oksipitalis, adanya tumor pada area ini menyebabkan homonymous
quadrantanopia, visual halusinasi dan ketidakmampuan mengenal objek yang
familiar.
e. Region pituitary dan hipotalamus, adanya tumor pada area ini menyebabkan
penurunan penglihatan, sakit kepala, Cushing syndrome, giantism, acromegaly,
dan hypopituarism, ganguan metabolism lemak dan karbohidrat, gangguan
pola tidur, penurunan dorongan seksual.
f. Ventrikel lateralis dan ventrikel 3, adanya tumor pada lokasi ini menyebabkan
terjadinya hidrosefalus noncomunican, sakit kepala, dan muntah.
g. Brainstem, tumor pada area ini menyebakan gangguan fungsi menelan,
artikulasi, dan refleks gag, penurunan fungsi motoric dan sensorik, vertigo,
ataxia, nistagmus, dysphagia, nausea, muntah. Kematian mendadak bisa terjadi
jika terjadi pusat vital (pernapasan dan henti jantung).
h. Midbrain, adanya tumor pada area ini menyebabkan parinaud syndrome,
abnormal posturing, dan ptosis.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
12

i. Fourth ventrikel, tumor pada area ini menyebabkan hidrosefalus, sakit kepala,
muntah, kematian mendadak jika terjadi penekanan pada pusat
cardiorespiratory, kehilangan refleks muntah dan menelan.
j. Cerebellum, adanya tumor pada lokasi ini menyebabkan terjadinya cerebellar
signs (ataxia, inkoordinasi, nystagmus, vertigo, nausea, peningkatan ICP (sakit
kepala, vomiting dan perubahan TTV).
(Satyanegara, 2014; Hickey, 2014).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Diagnostik


Pemeriksaan CT Scan dan MRI merupakan pemeriksaan terpilih untuk
mendeteksin adanya tumor-tumor intracranial dalam hal ini dapat diketahui secara
terperinci letak lokasi tum or dan pengaruhnya terhadap jaringan sekitarnya,
bahkan pada kasus-kasus teretentu dapat pula diduga jenisnya dengan akurasi
yang hampir tepat. Pemeriksaan konvensional seperti foto polos kepala, EEG,
Ekhoensefalografi, dan pemeriksaan penunjang yang invasive seperti
pneumoensefalografi sudah jarang diterapkan, kecuali pada keadaan darurat
dengan kendala fasilitas pemeriksaan mutakhir diatas tidak ada. (Satyanegara,
2014)

2.1.7 Penanganan
Pada saat menentukan jenis pengobatan bagi penderita astrositoma, perlu dinilai
manfaat yang akan diperolehnya. Manfaat tersebut diukur berdasarkan lamanya
kelangsungan hidup penderita dibandingkan lamanya pemberian pengobatan. Dan
yang paling penting adalah kualitas hidup penderita setelah pengobatan. Modalitas
penanganan terhadap tumor otak mencakup tindakan-tindakan :
a. Terapi operatif
Pembedahan dilakukan berdasarkan besarnya tumor di dalam otak dan status
fungsional penderita. Penderita yang mengalami tumor yang berlokasi di pusat
vital dengan hemiparesis, disfasia/afasia, penderita usia lanjut bukan merupakan
indikasi untuk operasi (Jafardi I, 2003)

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
13

Tindakan operasi pada tumor otak (khususnya yang ganas) bertujuan untuk
mendapatkan diagnosa pasti dan dekompresi internal mengingat obat-obatan anti
edema otak tidak dapat diberikan secara terus menerus. Prinsip penanganan pada
tumor jinak adalah pengambilan total sementara pada tumor ganas tujuannya
selain dikompresi juga untuk mengetahui jenis tumor sehingga dapat menentukan
langkah pengobatan selanjutnya (kemoterapi atau radioterapi).
b. Terapi konservatif :
1) Radioterapi
Radioterapi untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan menggunakan
sinar X dan sinar-sinar Gamma disamping juga radiasi lainnya seperti proton,
partikel alfa, neutron dan pimeson. Tujuan dari terapi radiasi ini adalah
menghancurkan tumor dengan dosis yang masih dapat ditoleransi oleh jaringan
normal yang ditembusnya. Keberhasilan terapi radiasi pada tumor ganas otak
diperankan oleh beberapa faktor :
a) Terapi yang baik dan tidak mencederai struktur penting lainnya
b) Sensitivitas sel tumor dan sel normal
c) Tipe sel yang disinar
d) Metastasis
e) Kemampuan sel normal untuk melakukan repopulasi.
f) Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval antar fraksi radiasi.
2) Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum mempunyai
nilai keberhasilan yang bermakna. Saat ini yang menjadi titik pusat perhatian
modalitas terapi ini adalah tumor-tumor otak jenis astrositoma (grade III dan IV),
glioblastoma dan astrositoma anaplastic beserta variannya.
3) Imunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa tumbuhnya suatu
tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi imunologi tubuh sehingga
diharapkan dengan melakukan restorasi sistem imun dapat menekan pertumbuhan
tumor.
(Satyanegara, 2014).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
14

2.1.8 Prognosis
Prognosis penderita tumor otak terutama untuk jenis astrisitoma tergantung dari
tiga faktor : usia, status fungsional, dan grade histologis. Penderita usia ≤ 45 tahun
mempunyai kelangsungan hidup empat kali lebih besar dibandingkan penderita
berusia ≥ 65 tahun. Pada low grade astrocytoma, prognosis akan lebih buruk jika
disertai dengan peningkatan tekanan intracranial, gangguan kesadaran, perubahan
perilaku, defisit neurologis yang bermakna, dan adanya penyangatan kontras pada
pemeriksaan radiologis (Jafardi, 2003).

2.2 Model Keperawatan Adaptasi Roy


2.2.1 Model Adaptasi Roy
Model Adaptasi Roy dapat membantu perawat untuk memberikan asuhan
keperawatan yang holisitk dan komprehensif. Perawat berperan dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan berfokus kepada kemampuan adaptasi
pasien. Selain itu perawat juga berupaya meningkatkan dan mempertahankan
mekanisme koping pasien untuk beradaptasi terhadap stimulus yang terjadi.
Model Adaptasi Roy menyatakan bahwa individu mampu meningkatkan
kesehatannya dengan cara mempertahankan perilaku yang adaptif. Hakekatnya,
model ini melibatkan pasien dalam perawatan diri dengan mempertahnkan koping
yang adaptif. Kondisi ini tentunya akan mengarah tehadap pencapaian kesehatan
yang optimal bagi pasien (Alligood & Tomey, 2010; Roy, 2009).

Pelaksanaan asuhan keperawatan umumnya telah menerapkan pendekatan ilmiah


melalui proses keperawatan. Asuhan keperawatan yang dikembangkan mengacu
pada pedoman standar praktek pelaksanaan asuhan keperawatan. Pelaksanaan
asuhan keperawatan tersebut merupakan aplikasi unsur dan konsep dari beberapa
model dan model keperawatan yang di adopsi, digabung, dikembangkan serta
dilaksanakan Diantaranya model dan model yang mewarnai asuhan keperawatan
yaitu model yang dikemukakan oleh Sister Callista Roy yang dikenal dengan
model model adaptasi (Adaptation Model). Alligood & Tomey (2010)
menjelaskan konsep model model keperawatan adaptasi menurut Roy adalah

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
15

menguraikan bagaimana individu meningkatkan kesehatannya dari perilaku yang


kurang adaptif mengganti dengan cara perilaku yang adaptif.

Wawancara atau anamnesa dalam pengkajian keperawatan merupakan hal utama


yang dilaksanakan perawat karena memungkinkan 80% diagnosis masalah pasien
dapat ditegakan dari anamnesis. Dari model sistem, sistem adaptif manusia
dipandang sebagai bagian interaktif dalam suatu kelompok untuk mencapai suatu
tujuan. Sistem adaptif manusia merupakan suatu yang kompleks, beragam dan
berespon terhadap stimulus lingkungan untuk mencapai adaptasi. Dengan
kemampuan beradaptasi terhadap stimulus lingkungan, manusia memiliki
kemampuan untuk merubah lingkungan (Roy & Andrews, 1999 dalam Tomey &
Alligood, 2010). Asumsi filosofis yang mendasari model yaitu humanisme dan
veritivity. Humanisme meyakini sangat penting untuk mengetahui dan menilai
orang dan pengalaman manusia, bahwa keduanya saling berbagai dalam kekuatan
yang kreatif. Veritiviti meyakini adanya tujuan, nilai dan makna dari semua
kehidupan manusia (Alligood & Tomey, 2010; Roy, 2009).

Model Adaptasi Roy menekankan konsep adaptasi pada manusia. Dasarnya


meliputi keperawatan, manusia, sehat dan lingkungan yang merupakan hubungan
dan suatu sistem yang saling behubungan. Ada empat mode adaptasi yang
behubungan dengan manusia dalam merespon stimulus lingkungan. Empat mode
tersebut adalah :
1. Mode adaptasi fisiologis, mode ini berhubungan dengan proses fisik dan
kimiawi yang berhubungan dengan fungsi dan aktifitas kehidupan (Tomey &
Aligood, 2010). Ada lima kebutuhan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar
dari mode fisiologi yaitu:
a. Oksigenasi yang merupakan kebutuhan tubuh untuk memperoleh oksigen dan
proses dasar kehidupan yang meliputi ventilasi, pertukaran gas dan transport
gas.
b. Nutrisi yang merupakan kebutuhan yang berhubungan dengan sistem
pencernaan seperti ingesti dan asimilasi dari metabolism dan makanan,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
16

penyimpanan energi, membentuk jaringan dan regulasi dari proses


metabolisme.
c. Eliminasi merupakan proses fisiologis untuk mengeksresikan pembuangan
hasil-hasil metabolisme melalui ginjal dan intestinal.
d. Aktifitas dan istirahat merupakan keseimbangan dalam proses dasar kehidupan
yang mencakup mobilisasi dan tidur yang memberikan fungsi fisiologis yang
optimal dari semua komponen dan periode perbaikan dan pemulihan.
e. Proteksi merupakan perlindingan pada dua proses kehidupan dasar yaitu proses
pertahanan spesifik dan non spesifik atau imunitas. Ada empat proses
kompleks yang berkontribusi dalam mode fisiologis yaitu:
f. Sensasi merupakan proses sensori penglihatan, pendengaran, sentuhan, rasa,
bau yang memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan. Sensasi
nyeri adalah fokus partikuler komponen ini.
g. Cairan dan Elektrolit, Keseimbangan Asam Basa. Keseimbangan cairan dan
elektrolit serta asam basa adalah proses yang berhubungan dengan cairan,
elektrolit dan asam basa yang diterima seluler, ekstraseluler dan intertisial serta
fungsi sistem.
h. Fungsi Neurologi untuk mengontrol dan mengkoordinasikan proses
perpindahan, kesadaran dan kongnitif, dan sebagai regulasi aktifitas tubuh
i. Endokrin merupakan proses yang berhubungan dengan sekresi hormon dan
bersamaan dengan fungsi neurologi untuk mengkoordinasikan fungsi tubuh.
2. Mode Adaptasi Konsep Diri, fokus spesifiknya adalah psikologi dan spiritual
pada manusia sebagai sistem. Konsep diri merupakan bentuk dari reasksi persepsi
internal dan persepsi lainnya. Konsep diri terdiri dari Physical Self didalamnya
terdapat Body Sensation dan Body Image, dan Personal Self didalamnya terdapat
Self Consistency, Self Ideal, dan moral-ethic-spiritual. Body Sensasion yaitu
bagaimana seseorang merasakan keadaan fisik dirinya sendiri. Body Image yaitu
bagaimana seseorang memandang fisiknya sendiri. Self Consistency yaitu
bagaimana upaya seseorang untuk memelihara dirinya sendiri dan menghindari
dari ketidak seimbangan. Self Ideal hubungannya dengan apa yang harus
dilakukan dan moral-ethic-spiritual yaitu keyakinan seseorang dan evaluasi diri
(Roy, 2009;Tomey &Aligood, 2010).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
17

3. Mode fungsi peran adalah satu dari dua mode sosial dan foskus terhadap peran
seseorang dalam masyarakat. Fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang
berhubungan dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola
interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain. Peran dibagi menjadi peran
primer, sekunder dan tersier. Peran primer yaitu peran yang ditentukan oleh jenis
kelamin, usia dan tahapan tumbuh kembang. Peran sekunder yaitu peran yang
harus diselesikan oleh tugas peran primer. Peran tersier merupakan cara individu
menemukan harapan dari peran mereka (Roy, 2009; Tomey &Aligood, 2010).
4. Mode adaptasi Interpendensi, berfokus pada hubungan seseorang dengan orang
lain. Hubungan interpendensi didalamnya mempunyai keinginan dan kemampuan
memberi dan menerima semua aspek seperti cinta, hormat, nilai, rasa memiliki,
waktu dan bakat (Roy, 2009; Tomey &Aligood, 2010).

2.2.2 Proses Keperawatan menurut Model Adaptasi Roy


2.2.2.1 Pengkajian
Menurut Roy terdapat tiga karakteristik dalam proses keperawatan yaitu proses
yang holistik, yang dimaksudkan dengan perawat harus melihat fungsi dari sistem
dalam tubuh manusia secara keseluruhan, meskipun hanya beberapa item yang
menunjukkan perilaku yang mal adaptif. Hal ini karena setiap sistem dalam tubuh
manuasi saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Yang kedua
kemampuan menggunakan intusi dan pengetahuan dalam melakukan penilaian
klinis. Karakteristik ketiga adalah mampu menghormati keyakinan pasien atau
individu dalam membuat keputusan untuk dirinya sendiri dan masa depannya.
Skema I : Proses keperawatan berdasarkan model adapatasi Roy (Roy, 2009)
Berdasarkan skema diatas proses keperawatan menurut Model Adaptasi Roy
merupakan siklus yang tidak terputus. Proses keperawatan terdiri dari pengkajian
perilaku pasien akibat masalah yang dihadapai, pengakajian stimulus sebagai
penyebab dari proses koping pasien, penegakan diagnosis dibuat berdasarkan
perilaku dan stimulus pada pasien, penerapan tujuan dibuat untuk merubah
perilaku pasien, intervensi diberikan untuk meningkatkan proses koping dan
evaluasi dilakukan untuk melihat proses adaptasi pasien. Penjelasan dalam proses
keperawatan berdasarkan Model Adaptasi Roy akan dijelaskan sebagai berikut.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
18

a. Pengkajian Perilaku
Respon manusia merupakan fokus pengkajian perilaku dalam sistem adaptasi
manuasia. Perilaku didefinisikan sebagain aksi atau reaksi dalam keadaan tertentu
yang dapat diobservasi atau tidak dapat diobservasi. Perilaku yang tidak dapat
diobservasi dapat terjadi pada seseorang yang merasa cemas, sedangkan perilaku
yang dapat diobservasi merupakan perilaku yang dapat diamati oleh orang lain.
Dalam menilai perilaku perlu dikelompokkan dalam 4 model adaptif dan sistem
grup yang menggambarkan proses mekanisme koping. Data perilaku meliputi 4
model adaptif yaitu;
1) Fisiologis, meliputi ; oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat,
proteksi, Pengindraan, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis, fungsi
endokrin.
2) Konsep diri, meliputi ; fisik diri dan personal self.
3) Fungsi peran, meliputi; proses transisi peran, perilaku peran, integrasi peran,
pola penguasaan peran, proses koping.
4) Interdependence, meliputi; pola memberi dan menerima, afeksi, pola
kesendirian,\ strategi koping perpisahan dan kesendirian. Semua perilaku
yang didapatkan kadang tidak jelas pada pasien. Perilaku yang tidak dapat
diobservasi dapat diperoleh dari seseorang atau kelompok. Sedangkan,
perilaku yang dapat diobservasi dapat dikumpulkan dengan diobservasi,
mendengar dan pengukuran. Hal penting yang diperlukan dalam melakukan
pnegkajian perilaku adalah komunikasi efektif diantara perawat, pasien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya (Roy, 2009).

b. Pengkajian Stimulus
Suatu stimulus didefinisikan sebagai sesuatu yang memprovokasi sebuah respons.
Stimulus dapat berasal dari internal dan eksternal yang mencakup semua kondisi
keadaaan dan mempengaruhi sekeliling dan atau mempengaruhi perkembangan
dan perilaku seseorang. Stimulus dikaji berdasarkan hubungan dengan perilaku
yang ditunjukkan pasien. Tujuan dari keperawatan menurut Roy adalah mengubah
perilaku yang tidak efektif menjadi perilaku yang adaptif. Stimulus merupakan
kunci untuk mencapai tujuan tersebut. Merubah stimulus dapat merubah kapasitas

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
19

koping seseorang atau sistem adaptif seseorang. Untuk memprioritaskan perilaku


yang akan dirubah maka perawat perlu mengkaji stimulus fokal, kontekstual dan
residual yang mempengaruhi respon pasien. Stimulus fokal didefinisikan sebagai
stimulus internal atau eksternal yang secara langsung mempengaruhi sistem
adaptasi seseorang atau kelompok. Untuk mengkaji stimulus ini perawat mencari
tahu penyebab langsung dari perilaku yang ditimbulkan pasien. Satu stimulus
fokal dapat menyebabkan lebih dari sati mode adaptif. Contoh pasien yang
mengalami kelemahan tidak hanya mempengaruhi mode fisiolgis tetapi juga
mempengaruhi mode konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi Tidak hanya
mobilitas yang dipengaruhi, gambaran diri, fungsi peran dan hubungan dengan
orang lain bisa juga terganggu. Stimulus kontekstual didefinisikan sebagai semua
stimuli internal atau eksternal yang mempengaruhi situasi tersebut. Stimulus ini
berkonstribusi terhadap perilaku yang disebabkan oleh stimulus fokal. Stimulus
kontekstual dapat diartikan sebagai faktor resiko pada kondisi tertentu. Stimuli
residual didefinisikan sebagai stimulus yang memiliki efek lanjutan dari perilaku
seseorang atau kelompok dalam sistem adaptasi. Dampak dari stimulus ini tidak
dapat divalidasi. Roy mengidentifikasi terdapat dua cara memvalidasi stimulus
dapat terjadi. Pertama, apakah stimulus tersebut memiliki efek pada perilaku.
Kedua, perawat memvalidasi stimulus berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
yang dimiliki. Stimulus residual dapat menjadi stimulus fokal atau kontekstual
ketika dapat divalidasi dan mampu mempengaruhi perilaku yang ditunjukkan oleh
pasien (Roy,2009). Stimulus umum yang mempengaruhi adaptasi :

1) Kultur – Status sosial ekonomi, etnis, sistem keyakinan

2) Keluarga- Struktur dan tugas-tugas.

3) Tahap Perkembangan – Faktor usia, jenis, tugas, keturunan, dan genetik.

4) Integritas Modes Adaptif – Fisiologis ( mencakup patologi penyakit), konsep

diri, fungsi peran, interdependensi.

5) Efektivitas Cognator – Persepsi, pengetahuan, ketrampilan.

6) Pertimbangan Lingkungan – Perubahan lingkungan internal atau eksternal,

pengelolaan medis, menggunakan obat-obat, alkohol, tembakau.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
20

2.2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan menurut Model Adaptasi Roy sebagai sebuah proses
penilaian yang dihasilkan dalam laporan untuk menyampaikan status adaptasi dari
individu atau kelompok. Dalam menegakkan Diagnosis keperawatan sesuai
model, Roy menganjurkan diagnosis yang ditegakkan mampu mengidentifikasi
perilaku bersamasama dengan stimulus yang mempengaruhi paling relevan.
Diagnosis keperawatan merupakan proses pemikiran kritis perawat dalam
menentukan masalah pasien. Pengembangan Diagnosis keperawatan berkembang
dengan munculnya sistem klasifikasi diagnosis North American Nursing
Diagnosis Association (NANDA). Roy memiliki peran dalam pengembangan
klasifikasi diagnosis keperawatan dari 1973 sampai 1983, sistem klasifikasi ini
sepenuhnya akan berhubungan dengan Model Adaptasi Roy (Roy, 2009)

Diagnosis keperawatan pada pasien yang mengalami tumor otak meliputi


penurunan kapasitas adaptif intracranial, resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral, nyeri akut, resiko cedera, ketakutan, dukacita, kerusakan persepsi
sensory. Kecemasan, isolasi social, ketidakmampuan koping keluarga, dan
gangguan penyesuaian individu (Ackley, 2010; Hickey 2014).

2.2.2.3 Penetapan Tujuan


Penetapan tujuan didefinisikan sebagai pembentukan pernyataan yang jelas dari
perilaku hasil dari proses perawatan. Tujuan umum dari intervensi keperawatan
adalahuntuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku adaptif dan mengubah
perilaku yang tidak efektif menjadi perliaku yang adaptif. Fokus dalam
menetapkan tujuan adalah perubahan perilaku dai individu dan kelompok.
Penetapan tujuan harus menunjuk tidak hanya perilaku yang akan diamati tetapi
juga cara perilaku akan berubah (seperti perilaku yang diamati, diukur, atau
laporan subjektif pasien) dan kerangka waktu sebagai tanda pencapaian tujuan
(Roy, 2009).

Adapun tujuan asuhan keperawatan berdasarkan Nursing Outcome Clasification


(NOC) untuk pasien dengan tumor otak meliputi status neurologi : kesadaran,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
21

kontrol nyeri, tingkat nyeri, koping, koping keluarga, partisapsi keluarga dalam
perawatan professional, dukungan keluarga selama perawatan, termoregulasi,
tidur, kualitas hidup, tanda-tanda vital, kontrol mual dan muntah, status
kenyamanan, harapan, fungsi sensori, status nutrisi, dan keinginan untuk hidup
(Moerhoed, 2016).

2.2.2.4 Intervensi keperawatan


Berdasarkan penjabaran dari Roy pada sistem adaptasi manusia, stimulus dari
lingkungan internal dan eksternal yang mengaktifkan proses koping untuk
mengahasilkan perilaku. Intervensi dideskripsikan sebagai pemilihan pendekatan
keperawatan untuk meningkatkan adaptasi dengan merubah stimulus atau
menguatkan proses adaptasi. Intervensi keperawatan dapat berfokus pada kedua
stimulus dan proses koping. Intervensi mengarah dalam pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan. Ketika fokus dari tujuan adalah perilaku, sedangkan fokus dari
intervensi adalah stimulus yang mempengaruhi perilaku atau kemampuan untuk
mengatasi stimulus. Untuk meningkatkan adaptasi pasien, jika memungkinkan
stimulus yang dirubah adalah stimulus fokal sebagai penyebab langsung dari
perilaku. Dalam memanajemen stimuli untuk mengubah perilaku pasien yang
dapat dilakukan adalah dengan mengubah, meningkatkan, menurunkan,
menghilangkan atau mempertahankan stimulus. Dengan mengubah stimulus
diharapakan merubah proses koping untuk berespon secara positif (Roy, 2009).

Intervensi keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan neurologis


berdasarkan Nursing Intervention Clasification (NIC) meliputi :
a) peningkatan perfusi serebral (monitor tingkat kesadaran, monitor tingkat
orientasi, monitor GCS, monitor TTV, monitor status pernapasan, monitor
respon terhadap stimuli, monitor respon terhadap obat.
b) manajemen jalan napas (Bersihkan mulut,hidung dan sekresi, Pertahankan
kepatenan jalan napas, Siapkan peralatan oksigen, Monitor aliran oksigen,
Monitor terapi oksigen.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
22

c) Manajemen kejang (Pertahankan jalan napas, monitor arah kepala dan mata
selama kejang, berikan oksigen dengan benar, catat lama kejang, Catat
karakteristik kejang, berikan obat anti kejang dengan benar.
d) Terapi oksigen (Bersihkan mulut,hidung dan sekresi, pertahankan kepatenan
jalan napas, siapkan peralatan oksigen, monitor aliran oksigen
e) Penghisapan lendir jalan napas (Tentukan perlunya suction, gunakan alat
pelindung diri, lakukan suction, monitor status oksigenasi (Bulechek, 2016).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
BAB 3
PROSES RESIDENSI

Pada bab ini akan dijelaskan tentang kasus kelolaan pasien dengan tumor otak, 30
kasus resume pasien dengan gangguan neurologis, evidence based practice
tentang thermal tactile stimulation pada pasien stroke yang mengalami
dysphagia, dan proyek inovasi tentang screeining tools pada pasien gangguan
neurologis.

3.1 Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Tumor Otak


3.1.1 Identitas Pasien
Tn. ES, Usia 30 tahun, status belum menikah, Agama Kristen Protestan, Jl.
Bendungan Hillir Raya RT. 09/010 Tanah Abang, Jakarta Pusat. RM. 417-78-62,
dirawat RSP Nasional Cipto Mangunkusomo. Pasien masuk IGD RSCM pada
tanggal 18 November 2016 pukul 20.14 WIB. Dirawat diruang 516 Lantai 5
Zona A tanggal 19 november 2016 pukul 05.15 WIB. Pengkajian dilakukan
tanggal 21 November 2016 pukul 17.00 WIB. Pasien masuk dengan diagnosa
medis : Riwayat penurunan kesadaran, papil atropi sekunder, epilepsy
simptomatik EC SOL Intra Kranial Astrisitoma Grade II Frontal Bilateral.

3.1.2 Pengkajian Prilaku dan Stimulus


a. Mode Adaptasi Fisiologis
1) Oksigenasi
Pengkajian perilaku
Status oksigenatif pasien maladaftif ditandai dengan peningkatan frekuensi
pernapasan 24x/menit, irama napas ireguler, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan, perkusi sonor pada semua lapang paru, bunyi napas vesikuler, tidak
ada bunyi napas tambahan. Saturasi oksigen 97%, tekanan darah 100/70 mmHg,
bunyi jantung S1 dan S2 terdengar normal dan regular, denyut nadi 58x/menit,
capillary refill time <2detik, akral teraba hangat, konjungtiva tidak anemis.

23 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


24

Pemeriksaan Darah rutin : Hb: 14 g/dl, Hematokrit 43,3 mg/dl, Leukosit


14,3^3/ul, Eosinofil 0,0 %, neutrophil 89,7% limfosit 7,1 %. LED 30 mm. (20
November 2016)

Hasil thorax foto AP : tidak tampak kelainan pada jantung dan paru-paru.
CT Scan : tampak massa intra aksial lobus frontal bilateral dengan perifokal
edema yang menyempitkan ventrikel lateralis kiri ventrikel lateralis kanan kornu
anterior dan ventrikel III, Hernia subfalcine ke sisi kanan sejauh +/`1,6cm,
edema serebri, hematoma frontal bilateral( 25 Oktober 2016).

Pengkajian Stimulus :
Stimulus fokal : Nyeri, kejang
Stimulus konstektual : SOL intrakranial
Stimulus residual : faktor lingkungan (polusi) dan lifestyle.

2) Nutrisi
Pengkajian perilaku
Asupan nutrisi pasien tidak adekuat karena pasien muntah, kejang dan penurunan
kesadaran, dari pengkajian riwayat alergi dari ibu pasien diketahui pasien tidak
ada alergi makanan, pemeriksaan fungsi menelan dengan menggunakan Massei
bedsisde swallowing screen (MBSS) diketahui gangguan menelan tidak ada,
kerusakan membrane mukosa mulut tidak ada, karies gigi tidak ada, kebersihan
rongga mulut bersih. Berat badan pasien 70 Kg, TB 170 cm, Terpasang NGT
diet cair, energy 1800 KKal dalam bentuk makanan blenderized 3 x 300 ml
ditambah susu formula 3 x 300 ml. pemeriksaan biokimia albumin 4,05 g/dl.
Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : mual muntah, penurunan kesadaran, kejang
Stimulus konstektual : SOL
Stimulus residual :-

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
25

3) Eliminasi
Pengkajian perilaku
Pasien buang air kecil dengan menggunakan pampers, selama masuk di RS pasien
sudah 2 hari tidak BAB. Bising usus 5x/menit. Tidak ada riwayat konstipasi,
diare, atau komsumsi obat khusus.

Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : imobilisasi, penurunan asupan cairan dan makanan.
Stimulus konstektual : Penurunan kesadaran, SOL intracranial.
Stimulus residual : riwayat pasien kurang mengkomsumsi makanan berserat.

4) Aktivitas Istirahat
Pengkajian perilaku
pasien selama dirawat hanya lebih banyak tidur, tingkat kesadaran somnolen.
Status fungsional bartel index (3) kategori ketergantungan berat, semua
pemenuhan ADL pasien dibantu oleh ibu dan perawat, kekuatan otot ekstremitas
atas 4444/4444, ekstremitas bawah 4444/4444, rentang gerak sendi tidak ada
ganguan, postur tubuh pasien tampak tidak ada kelainan, namun pasien cenderung
lebih suka baring. Tonus otot normal.

Pengkajian Stimulus
stimulus fokal : penurunan kesadaran, nyeri kepala, pasien tidak bisa melihat.
Stimulus kontektual : SOL intracranial
Stimulus residual : riwayat pasien yang hanya ditempat tidur sejak tidak bisa
melihat (satu bulan sebelum masuk RS).

5) Proteksi
Pengkajian perilaku
Pasien ada riwayat pembedahan biopsy bulan oktober 2016. Dan masih tampak
bekas craniotomy, pengkajian resiko jatuh pasien fall morse scale (55) resiko
tinggi jatuh. Skala breden (9) resiko tinggi decubitus.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
26

Hasil pemeriksaan Leukosit 14,3^3/ul, Eosinofil 0,0 %, neutrophil 89,7%


limfosit 7,1 %..
CT Scan : tampak massa intra aksial lobus frontal bilateral dengan perifokal
edema yang menyempitkan ventrikel lateralis kiri ventrikel lateralis kanan kornu
anterior dan ventrikel III, Hernia subfalcine ke sisi kanan sejauh +/`1,6cm,
edema serebri, hematoma frontal bilateral( 25 Oktober 2016).

Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : penurunan kesadaran, tidak bisa melihat
Stimulus Kontekstual : SOL intracranial
Stimulus residual : riwayat gangguan penglihatan sejak 1 bulan SMRS.

6) Sensasi
Pengkajian perilaku
fungsi pendengaran pasien baik, namun fungsi penglihatan mengalami gangguan,
pasien tidak bisa melihat sejak 1 bulan SMRS, funduskopi kesan papil atropi
sekunder, pengkajian nyeri vass 7 (nyeri berat) dengan durasi sekitar 5 sampai 10
menit dengan frekuensi tiap jam.

Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : SOL intracranial
Stimulus kontesktual : riwayat pembedahan biopsy
Stimulus residual : riwayat tumor otak sejak 5 bulan SMRS

7) Cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa


Pengkajian perilaku
Asupan cairan pasien tidak adekuat ditandai dengan perilaku asupan yang
diberikan melalui NGT, dan pemberian cairan intravena dengan NaCl 0,9% 500
cc /12 jam. Asupan nutrisi cair melalui NGT kurang lebih 1000 cc (diet cair).
tidak tampak edema ektremitas. Hasil pemeriksaan elektrolit. Ureum 16,4 g/dl,
kreatinin 0,810 g/dl. Elektrolit 135/3,5/108.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
27

Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : muntah,
Stimulus kontekstual : penurunan kesadaran, kejang
Stimulus residual :-

8) Neurologi
Pengkajian perilaku
penurunan kesadaran bertahap 10 jam SMRS disertai muntah (3x) setelah sarapan
kontak menurun, tidak ada nyeri kepala, 4 jam SMSRS pasien sulit dibangunkan
dan tidak dapat menurut perintah. Kesadaran Composmentis, GCS E4M6V5,
pupil isokor 3mm/3 mm, RCL/RCTL nonrekatif. RF : +2/+2, RP : negative,
Kaku kuduk : negative N. Cranialis paresis N VII dextra sentral.
Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : edema serebri, sol intracranial
Stimulus kontextual : riwayat biopsy (pembedahan)
Stimulus residual : riwayat 5 bulan pasien tidak sadarkan diri dan kejang.

9) Endokrin
Pengkajian perilaku
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal oleh pasien dan keluarga. GDS 120 mg/dl.
Pengkajian Stimulus
Tidak ada.

b. Mode Konsep Diri


Pengkajian perilaku
Sulit dinilai karena pasien masih susah diajak komunikasi, pasien cenderung
tertidur.

Pengkajian stimulus
Belum dapat dinilai.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
28

c. Mode Fungsi Peran


Pengkajian perilaku
Pasien merupakan Anak. Pasien berkerja sebagai karyawan disebuah perusahaan
asuransi. Selama dirawat pasien ditemani oleh ibu Pasien tinggal dengan ibunya
pasien. bapak pasien sduah meninggal.

Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : Penurunan fungsi tubuh (pasien tidak bisa melihat) Stimulus
Kontekstual : Peran pasien sebagai anak. Stimulus Residual : sejak pasien sakit
pasien resigen dari kantor.

d. Mode Interdependensi
Pengkajian Perilaku
Support sistem didapatkan pasien dari keluarga. Keluarga adaptif uuntuk merawat
pasien dan mengikuti proses keperawatan, meskipun ibu pasien tampak sedih dan
mengungkapkan ketakutannya terkait kondisi anaknya, mengingat pasien adalah
anak tunggal dan bapak pasien sudah meninggal. Semenjak pasien sakit ibu pasien
yang mengurus meskipun kelurga juga membantu namun pasien tinggal serumah
dengan ibunya, semenjak pasien tidak bisa melihat semua aktivitas pasien dibantu
secara total oleh ibu pasien.

Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal : penurunan kesadaran
Stimulus kontekstual : riwayat kejang dan riwayat pasien tidak bisa melihat
Stimulus residual : riwayat kematian bapak dalam keluarga dan pasien anak
tunggal.

3.1.3 Diagnosis Keperawatan


Selama pasien Tn. ES menjalani perawatan, diagnosis keperawatan yang
ditegakkan adalah sebagai berikut :
a. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan adanya SOL
intracranial ditandai dengan penurunan kesadaran, adanya edema serebri,
kejang.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
29

b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya penekanan oleh SOL intracranial


ditandai dengan pasien melaporkan nyeri, dan tampak meringis kesakitan, dan
menangis
c. Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan penglihatan
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e. Resiko konstipasi berhubungan dengan imobilisasi fisik.
f. Penurunan koping keluarga.

3.1.4 Tujuan Keperawatan


Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan stimulus yang ditemukan pada Tn. ES
maka intervensi yang akan dilakukan untuk meningkatkan perilaku adaptif pasien.
untuk mencapai perilaku adaptif diperlukan tujuan dari setiap intervensi yang
dilakukan, tujuan dari perawatan Tn. ES adalah :

a. Setelah dilakujan intervensi dalam waktu 14 x24 jam Tn.ES menunjukkan


Status neurologis : Kesadaran dengan kriteria pasien mampu berespon
dengan stimulus eksternal, berorientasi dengan baik, berkomunikasi yang
sesuai, mematuhi perintah, sadar akan bahaya, sadar akan stimulus
lingkungan. Perfusi jaringan : Serebral dengan kriteria tekanan darah
sistolik dan diastolic normal, tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada
demam, kerusakan kognitif tidak terjadi, tidak terjadi kejang.
b. Setelah dilakukan intervensi dalam waktu 3x24 jam Tn.ES menunjukkan
Eliminasi Bowel dengan kriteria : pola BAB terkompensasi, tidak terjadi
konstipasi, dan tidak ada nyeri saat BAB. Setelah dilakukan intervensi dalam
waktu 3x24 jam Tn. ES menunjukkan Status Nutrisi : Asupan Nutrisi :
dengan kriteria kebutuhan kalori yang dibutuhkan sesuai dengan kalori yang
masuk. Setelah diberikan intervensi 7 x 24 jam keluarga menujukkan
koping adaptif terhadap kondisi perawatan.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
30

3.1.5 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Tn.ES berdasarkan diagnosis
keperawatan. Selama proses perawatan antara lain :
a. Penurunan kapasitas adaptif intracranial
Manajemen edema serebral
Regulator
Monitor status neurologis dengan ketat dan bandingkan dengan nilai normal,
monitor tanda-tanda vital, , monitor status neurologis, kurangi stimulus dalam
lingkungan pasien, hindari valsava maneuver. Berikan pelunak feces (laxadin
15 cc 3x), posisikan pasien 45 o, pertahankan suhu normal
Kognator
Monitor adanya kebingungan, perubaha pikiran, keluha pusinmg dan pingsan,
saring percakapan dalam pendengaran pasien, dorong keluarga yang penting
untuk bicara pada pasien, buat sarana komunikasi.
,
Manajemen kejang
Regulator
Pertahankan jalan napas, berikan oksigen dengan benar, monitor tanda-tanda
vital, monitor status neurologis, catat lama kejang, catat karakteristik kejang ,
berikan obat kejang (kepra 500 mg 2x), dokumentasikam informasi mengenai
kejang.
Kognator
Orientasikan pasien kembali setelah kejang.

Manajemen pengobatan
Regulator
Ikuti prosedur pemberian obat, perivikasi resep obat-obatan semebelum
pemberian obat, , berikan (dexamethasone 5 mg 4x IV, paracetamol 1 gram 3x
IV, Kepra 500 mg 2x PO), monitor pasien mengenai efek terapeutik obat.
Kognator
Pertimbangkan pengetahuan pasien mengenai obat-obatan, instruksikan klienn
dan keluarga mengenai efek yang diharapkan dari obat, pantau kepatuhan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
31

mengenai regimen obat. Pertimbangkan faktor-faktor yag dapat menghalangi


untuk mengkomsumsi obat yang diresepkan.

b. Nyeri akut
Manajemen nyeri
Regulator
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif. Observasi adanya perubahan
nonverbal, pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan tepat, kaji mekanisme atau pengalaman nyeri sebelumnya dan cara
mengotrol, , pemberian analgesic ( parasetamol 1 gram 3x IV). Evaluasi
keefektifan pengontrolan nyeri yang dilakukan baik secara farmakologis
maupun nonfarmakologis.
Kognator
Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
dan samapaikan penerimaan pasien terhadap nyeri, ajarkan pasien mengenai
teknik pengontrolan nyeri, berikan informasi mengenai nyeri, seprti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antispasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur, libatka keluarga dalam midalitas penurun nyeri jika
memungkinkan.

c. Hambatan Mobilitas fisik


Pengaturan posisi
Regulator
Berikan posisi yang terapeutik, gantin posisi tiap 2 jam sekali, pertahankan
posisi yag tepat saat mengatur posisi pasien.
Kognator
Jelaskan pentingnya pengaturan atau perubahan posisi, dorong paasien untuk
terlibat dalam perubahan posisi, anjurkan pasien untuk melakukan ROM,
tempatkan barang kebutuhan dalam jangkauan pasien, dukung pasien untuk
berpartispasi dalam perubahan posisi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
32

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


Pemberian makan dengan tabung enteral
Regulator
Monitor penempatan selang, monitor adanya residu, tinggikan kepala pasien
30-45 o , irigasi selang setiap 4-6 jam saat memberikan makan, gunakan teknik
bersih, berikan makanan sesuai dengan diet yang diprogramkan, hentikan
pemberian makan 30 sampai 60 menit sebelum meletakkan kepala pasien
dengan posisi kepala pasien dibawah. Monitor bunyi usus tiap 4 sampai 8 jam,
monitor status cairan dan elektrolit.
kognator
Jelaskan prosedur kepada pasien dan keluarga, ajarkan keluarga terkait cara
pemberian makan, siapkan individu atau keluarga untuk pemberian makan
menggunakan selang makan.

Manajemen nutrisi
Regulator
Tentukan status gizi, identifikasi adanya alergi, lakukan atau bantuan
perawatan mulut, tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan gizi, pastikan diet mencakup makanan tinggi
kandungan serat untuk mencegah konstipasi.
Kognator
Ajarkan pasien dan keluarga terkait pentingnya pemberian makan dan
pemenuhan.

e. Resiko konstipasi berhubungan dengan imobilisasi fisik.


Manajemen konstipasi
Regulator
Monitor tanda gejala konstipasi, monitor bising usus, berikan laxative (
laxadin15 cc 2x), evaluasi penggunaan laxative.
Kognator
Jelaskan untuk menghindari valsava manuver, identifikasi faktor yang
menyebabkan atau berkontribusi pada terjadinya konstipasi. Instruksikan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
33

kepada pasien dan keluarga akan penggunaaan laksatif yag tepat, instruksikan
pasien mengenai hubungan antara diet, latihan dan asupan cairan terhadap
kejadian konstipasi.

f. Penurunan koping keluarga.


Peningkatan koping
Kognator
Bantu pasien dan keluarga dalam mengidentifikasi tujuan jangka pendek dan
jangka panjag yang tepat, bantu pasien dan keluarga memeriksa sumber yang
ada memenuhi tujuan, bantu pasien dan keluarga untuk menyelesaikan masalah
secara konstruktif, berikan suasana penerimaan.

Dukungan emosional
kognator
Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai pengalaman emosi,
penyebab emosi, buat penyataan yang mendukung dan berempati, dorong
pasien dan keluarga untuk berbicara sebagai cara menurunkan emosi.

Dukungan spiritual
Kognator
berikan privasi untuk beribadah, anjurkan untuk meningkatkan ibadah pasien,
tawarkan keluarga untuk menyiapkan music rohani, jelaskan terkait layanan
rohani atau doa dari keluarga.

3.1.6 Catatan Perkembangan Pasien (SOAP)


Terkait catatan perkembangan pasien Tn. ES selama dilakukan perawatan dari
tanggal 21 november 2016 sampai 16 Desember 2016, terlampir……

3.1.7 Evaluasi
Tn. ES telah menjalani perawatan dari tanggal 18 November 2016 di IGD
kemudian dipindahkan keruangan perawatan neurologi tanggal 19 November
2016 dikamar 516 lantai 5 Zona A, dan sampai praktik Residensi II berakhir

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
34

tanggal 16 Desember 2016 pasien masih dirawat dikamar 516 Zona lantai 5.
Adapun evaluasi yang dilakukan mulai dari perawatan hari pertama sampai selesai
praktik residensi, sebagai berikut :
a. Penurunan kapasitas adaptif intracranial
Dari hasil perawatan selama 26 hari (21 November 2016 – 16 Desember 2016).
Respon pasien terhadap masalah penurunan kapasitas adaptif intracranial yakni
maladaptif meskipun dari rentang tersebeut sempat menunjukan perbaikan
meskipun hanya beberapa hari namun setelah terjadi perburukan terkait penurunan
kesadaran atau bisa juga karena kejadian kejang. Penanganan medis yang
dilakukan dengan pemberian obat-obatan dalam hal ini dexamethasone, kepra dan
parasetamol dengan perubahan dosis berulang kali dilakukan begitupun dengan
rute pemberian namun pemberian obat-obatan hanya untuk mengurangi gejala
yang muncul namun untuk penganan SOL intracranial (Astrisitoma Grade II)
harus dilakukan pembedahan namun terdapat kendala terutama dalam
pengambilan dalam keluarga terkait keputusan tindakan tersebut.

b. Nyeri akut
Respon pasien terhadap masalah nyeri akut juga maladaptife meskipun pada
beberepa kondisi pasien dengan penambahan dosis analgesic (Paracetamol 1 gr 3x
IV) sampai dosis maksimal 1 gr 4x IV). Peningkatan insensitas nyeri dikaitkan
dengan efek dari penekanan oleh tumor pada area sekitarnya sehingga masalah ini
mengikuti maslah pertama diatas.

c. Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan penglihatan


Respon pasien terhadap masalah hambatan mobilitas fisik juga mengikuti kondisi
status neurologis dalam hal ini kejadian penurunan kesadaran, kejang atau nyeri
maka pasien cenderung lebih imobilisasi. Namun saat kondisi neurologi cukup
baik maka pasien lebih melakukan mobilisasi meskipun terbatas di tempat tidur.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Terkait respon pasien terhadap diagnosa keperawatan pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan terkadang pasien berespon adaftif dan terkadang karena perubahan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
35

status neurologis sehingga juga diikuti dengan masalah nutrisi. Respon adaptif
disini dimaksud karena pasien sudah menjalani pemberian makan per oral setelah
3 hari pemakaain selang NGT (22 November 2017 dilakukan up NGT).
Pemberian makan berlangsung selama 1 minggu per oral, namun karena pasien
mengalami penurunan kesadaran (25 November 2016), GCS E3M4V4 disertai
kejang yang berlangsung selama 2 menit karena indikasi ini pasien dilakukan
pemasangan ulang NGT dan sampai berakhir dinas masih terpasang.

e. Resiko konstipasi berhubungan dengan imobilisasi fisik


Setelah perawatan pasien selama 2 hari, respon pasien terhadap konstipasi adalah
adaftif hal ini dikarenakan pada hari ketiga pasien telah BAB dengan konsistensi
lunak meskipun pasien mendapat laksatif, karena hal ini juga bertujuan untuk
mencegah pasien mengedan yang dapat menstimulasi peningkatan tekanan
intracranial. Selain itu keberhasilan pasien berespon adaftif terhadap masalah
keperawatan ini, karena pasien juga mau melakukan mobilisasi meskipun masih
terbatas.

f. Penurunan koping keluarga.


Selama memberikan asuhan keperawatan dan mengevaluasi koping keluarga juga
penulis bisa menggambarkan perubahan mekanisme koping terkait kondisi pasien.
pada saat awal adaptasi dengan lingkungan perawatan pasien dan ibunya sempat
menunjukkan kecemasan namun setelah dilakukan pasien dan ibunya menerima
dan mulai beradaptasi namun terkait pengambilan keputusan untuk operasi ini
yang berubah-rubah dan lama dalam pengambilan keputusan karena melibatkan
keluarga baik dari pihak ayah maupun ibunya. Keluarga baru menyetujui
dilakukan Operasi pada tanggal 15 desember 2017 setelah dilakukan family
meeting .

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
36

3.2.1 Gambaran Diagnose Medis kasus resume 30


Tabel 3.2 Diagnosa Medis kasus Neurologi
NO Diagnosa medis Jumlah Persentase (%)
1. Cerobrovaskuler disease 14 46,66
2 Trauma 5 16,66
3 SOL 7 23,34
4 Neuro infeksi 2 6,67
5 Penyakit neuro perifer 2 6,67
Total 30 100 %

Dari tabel diatas diketahu bahwa kasus terbanyak adalah pasien dengan
cerebrovaskuler disease dengan jumlah 46,67% kemudian SOL dengan 23,34 %.

Tabel 3.3 Jenis penyakit Cerebrovaskuler


NO Penyakit Serebrovaskuler Jumlah Persentase (%)
1 Stroke iskemik 8 57
2 Stroke Hemoragik 6 43
Total 14 100

Dari tabel diatas diketahui bahwa kasus penyakit cerebrovaskuler terbanyak


adalah stroke iskemik yakni 57 %.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
37

3.2.2 gambaran masalah keperawatan kasus neurologi


Tabel 3.2 Masalah keperawatan Kasus Neurologi
No Masalah Keperawatan Jumlah Persentase (%)
1. Penurunan kapasitas adaptif intracranial 12 16
2 Resiko ketidakefektifan perfusi serebral 12 16
3 Hambatan Mobilitas fisik 10 13,5
4 Ketidakepektifan bersihan jalan napas 3 4
5 Ketidakefektipan pola napas 5 6
6 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 9 12
kebutuhan tubuh
7 Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit 2 2,7
8 Kerusakan integritas jaringan 2 2,7
9 Kerusakan integritas kulit 7 9,4
10 Nyeri akut 8 10,8
11 Konstipasi 4 5,4
Total 74 100

dari tabel diatas diketahui bahwa masalah keperawatan terbanyak adalah


penurunana kapasitas adaptif intrkarnial dan resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
38

3.3 Evidance Based Nursing Practice : Thermal Tactile Stimulaion pada


Pasien Stroke yang Mengalami Disfagia
3.3.1 Pendahuluan
Disfagia merupakan kesulitan menelan cairan dan atau makanan yag disebabkan
gangguan pada proses menelan. Disfagia disebabkan oleh gangguan koordinasi
otot, kelemahan otot, atau tonus otot menelan yang dihubungkan dengan
gangguan hemisfer, nuclear dari serabut saraf otak yang mempersarafi, dan otot-
otot penguyah dan menelan. Sekitar 50-65 % pasien stroke akan mengalami
kesulitan dalam menelan makanan dan atau minuman. Disfagia dikaitkan dengan
meningkatnya morbiditas dan mortalitas setelah stroke, hal ini dihubungkan
dengan risiko pneumonia aspirasi. Disfagia disebut akut bila terjadi dalam 1-5 hari
setelah onset, dan disebut sub akut bila terjadi 21-28 haru pasca stroke. (Rasyid,
dkk. 2015)

Dsyfagia lebih banyak ditemukan pada pasien stroke hemoragik dibandingkan


stroke infark. Menurut American stroke Association, dysphagia didapatkan pada
sekitar 65% pasien stroke. Dysfagia yang bersifat sementara terjadi pada hampir
50% pasien stroke. Pasien dengan lesi infark kortikal atau sub kortikal atau
hemoragik yang kecil pada hemisphere serebri biasanya tidak mengalami
masalah menelan kecuali stroke berulang dan dan lesi subkortikal bilateral, dapat
terjadi gangguan menelan. Disfagia ditemukan pada hampir 30% pasien dengan
lesi hemisfer dan biasanya ditemukan pada pasien dengan kelemahan wajah,
afasia atau kelemahan suara. Disfagia ditemukan pada hampir 90% pada stroke
hemisfer bilateral (pseudobulbar).

Penanganan rehabiltasi yang selama ini dilakukan meliputi teknik postural,


modifikasi volume da kecepatan pemberian makanan, modifikasi diet,
compensatory swallowing maneuver, teknik untuk memperbaiki oral sensory dan
terapi latihan. Selama ini penanganan dysphagia lebih banyak dilakukan oleh tim
rehab medic sedangkan untuk intervensi keperawatan belum dilakukan. Oleh

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
39

karena itu, penulis bermaksud untuk menerapkan evidence based nursing practice
Thermal Tactile Stimulation (TTS) pada pasien stroke yang mengalami dysphagia.

3.3.2 Analisis PICO


Pasien stroke yang mengalami dysphagia atau gangguan menelan pada fase oral,
seperti kita ketahui disfagia terdir atas 3 fase yakni fase oral., faringeal dan
esofaghus. yang dirawat diruangan neurologi hanya dilakukan pemasangan selang
Nasogastrik Tube untuk pencegahan terjadinya aspirasi sekaligus untuk
pemberian nutrisi. Intervensi keperawatan yang khusus untuk penanganan disfagia
sejauh ini belum dilakukan oleh perawat diruangan. Pada pasien stroke yang
mengalami dysphagia dan terpasang selang NGT sejauh ini yang dilakukan hanya
perawatan oral hygiene. Penanganan dysphagia hanya dilakukan oleh petugas
rehabilitasi medic (speech therapy) namun karena keterbatasan jumlah tenaga
sehingga belum bisa di intensifkan untuk semua pasien stroke yang mengalami
dysphagia.

Penerapan evidence based nursing (EBN) yang dilakukan oleh penulis diruang
rawat neurologi zona A lantai 5 gedung A RSCM didasarkan pada empat
komponen PICO yaitu :
a. Patient problem (P): pasien stroke yang mengalami gangguan menelan
(dysphagia).
b. Intervention (I) : Thermal tactile stimulation (TTS)
c. Comparison (C) : Tidak ada
d. Outcome (O) : Meningkatkan kemampuan menelan.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
40

3.3.3 Pelaksanaan EBN


1. Tempat Pelaksanaan
EBN dilaksanakan di ruang perawatan neurologi lantai 5 Zona A Gedung A
RSUPN Cipto Mangunkusumo, dimana pasien stroke yang memenuhi kriteria
inklusi penelitian ini.
2. Waktu Pelaksanaan
Tabel 4.1 Pelaksanaan EBN
No Kegiatan Waktu Subyek
1 Identifikasi fenomena Oktober-Desember Penulis
2016
2 Penyusunan dan konsultasi Desember – April Penulis,
proposal 2017
supervisor
3 Presentasi proposal April 2017 Penulis
4 Persetujuan pelaksanaan EBN April – Mei 2017 Supervisor, Karu,
Diklat RS
5 Penerapan program EBN April – Mei 2017 Penulis, perawat
6 Evaluasi hasil dan penyusunan Mei 2017 Penulis,
laporan pelaksanaan EBN supervisor, karu ,
perawat
7 Persentasi Hasil Mei 2017 Penulis,
Supervisor, Karu,
Perawat

3. Subjek Penerapan EBN


Subjek dalam penerapan EBN ini adalah semua pasien stroke yag dirawat di
ruang neurologi zona A lantai V RSUPN Cipto Mangunkusumo. Adapun kriteria
subjek yag sesuai untuk pelaksanaan EBN in adalah :
a. Pasien stroke iskemik/hemoragik
b. GCS 14-15
c. Pasien yang mengalami dysphagia/terpasang NGT
Sementara itu kriteria ekslusi subjek adalah :
a. Pasien penurunan kesadaran
b. Pasien tidak kooperatif.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
41

4. Prosedur Pelaksanaan EBN


a. Tahap Persiapan
1) Membuat proposal EBN ditunjukan kepada bidag keperawatan, Komite Etik
Keperawatan dan Ruang neurologi Zona A lantai V RSCM.
2) Melakukan presentasi proposal EBN di Ruang Neurologi Zona A lantai V
RSCM.
3) Sosialisasi tentang tindakan Thermal Tactile Stimulation.
4) Mempersiapkan protap tindakan Thermal Tactile Stimulation.
b. Tahap Pelaksanaan
Penerapan kegiatan EBN terkait Thermal Tactile Stimulation (TTS) dilakukan di
Ruang Neurologi lantai 5 gedung A RSCM Jakarta. Sebelumnya mahasiswa
telah mensosialisasikan kegiatan EBN melalui pemaparan seminar proposal
kepada kepala ruangan, perawat primer, perawat pelaksana yang pada prinsipnya
disetujui untuk dilakukan. Penerapan TTS juga baru dilakukan setelah
mendapatkan persetujuan dari pasien dan keluarga.

Pada pelaksanaan EBN ini melibatkan pasien stroke yang dirawat di Ruang
Neurologi lantai 5 RSCM dari tanggal 29 April 2017 sampai tanggal 3 Mei 2017
sebanyak 8 orang. Dari sejumlah pasien stroke tersebut disesuaikan lagi
berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi sehingga didapatkan 3 orang yang sesuai.
Penerapan EBN ini dilaksanakan dari tanggal 29 april sampai 3 Mei 2017 .

Adapun pelaksanaan EBN berdasarkan telah jurnal yang sudah dilakukan yaitu :
1) Mahasiswa melakukan pengkajian data demografik dan riwayat pasien, jika
pasien sesuai dengan kriteria inklusi maka dilanjutkan dengan penjelasan
terkait EBN kepada pasien dan keluarga.
2) Mahasiswa kemudian melakukan screening dysphagia atau menelan dengan
menggunakan Massey bedside swallowing screen.
3) Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam TTS meliputi kom,
kaca laring, termos yang berisi es batu, handscoen, dan tissue. Selanjutnya es
dituangkan ke dalam kom dan kaca laring dimasukkan kedalam untuk
mendinginkan.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
42

4) Kemudian mahasiswa memposisikan pasien dalam keadaan 60®.


5) Setelah itu mahasiswa memakai handscoen dan menganjurkan pasien untuk
membuka mulut dan menjulurkan lidah.
6) Melakukan stimulasi dengan kaca laring yang tekah di didinginkan ke area
lidah yang telah ditentukan sampai mencapai daerah ovula atau sampai yang
bisa dijangkau.
7) Setiap stimulasi dilakukan selama 10 detik disetiap titik sampai semua titik
yang telah ditentukan sampai 5 menit.
8) Thermal Tactile stimulation diberikan selama 3 hari kemudian mahasiswa
kembali mengukur kemampuan menelan pasien

3.3.4 Hasil Penerapan EBN


Setelah dilakukan evaluasi penerapan EBN, maka didapatkan karakteristik pasien
yakni pasien stroke yang mengalami dysphagia atau terpasang selang NGT
berjumlah 3 orang pasien, terdiri dari 2 pasien berjenis kelamin perempuan
(66,7%) dan 1 orang pasien berjenis kelamin laki-laki (33,3%). Dari 3 pasien
stroke tersebut yang mengalami stroke hemoragik sebanyak 2 pasien (66,7%) dan
1 pasien yang mengalami stroke iskemik (33,3%).

Setelah dilakukan intervensi Thermal Tactile stimulation selama 3 hari, Secara


statistic didapatkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara sebelum dan
setelah dilakukan Thermal Tactile Stimulation (TTS) (p value > 0,05) artinya
semua pasien masih mengalami disfagia baik sebelum maupun setelah dilakukan
TTS. Hal ini berbeda dengan respon pasien yang diobservasi sesaat setelah
pemberian intervensi dan saat evaluasi menunjukkan bahwa ada 2 pasien stroke
yang mengalami peningkatan kemampuan menelan (66,7%) dan 1 pasien stroke
yang tidak menunjukkan peningkatan kemampuan menelan (33,3%). Hal ini
berarti bahwa intervensi TTS bermanfaat dalam membantu meningkatkan
kemampuan menelan pasien. hal yang perlu dilakukan dalam melengkapi tindakan
TTS adalah SOP dan pertahankan pasien untuk kooperatif atau pasien tidak
mengantuk, hal ini karena pengalaman mahasiswa selama melakukan tindakan
TTS, pasien terkadang susah dibangunkan dan sering mengantuk

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
43

3.4 Proyek Inovasi : Format Pengkajian Pada Pasien Dengan Gangguan


Neurologi
3.4.1 Pendahuluan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang sistematis dalam
pengumpulan data untuk mengidentifikasi status kesehatan klien dalam
menegakkan diagnosa keperawatan. Umumnya format pengkajian keperawatan
yang ada saat ini disusun berdasarkan berbagai pendekatan yaitu head to toe,
pengkajian persistem, dan pengkajian berdasarkan kebutuhan dasar manusia.
Format pengkajian ini bersifat umum dan digunakan oleh semua lingkungan
pelayanan tanpa memandang area kekhususan layanan sehingga diperlukan format
pengkajian pada area kekhususan bagi perawat untuk mengkaji masalah
keperawatan misalnya neurologi, bedah, dan sebagainya.

Masalah keperawatan yang sering ditemukan pada pasien dengan gangguuan


neurologi yaitu nyeri, gangguan mobilitas fisik, komunikasi verbal, insomnia dan
inkotinensia urin yang dapat dideteksi dengan menggunakan format pengkajian
khusus. Lydia susanti (2015) dalam penelitiannya menggunakan format
pengkajian Insomnia Severity Index (ISI) pada pasien neurologi ditemukan 38%
pasien yang mengalami insomnia dengan jenis kelamin terbanyak perempuan dan
pada kelompok umur 61-70 tahun. Umumnya faktor penyebab insomnia pada
pasien neurologi adalah nyeri kronis ( p value= 0,031) dan depresi (p value=
0,00). Damhudy Dedy (2012) dalam penelitiannya menggunakan format National
Institute Health Stroke Scale (NIHSS) untuk mengkaji kondisi pasien stroke fase
akut menunjukkan ada hubungan bermakna antara nilai nilai NIHSS dengan
diagnosa keperawatan aktual. Semakin besar nilai NIHSS semakin banyak
diagnosa keperawatan aktual yang diperoleh pada pasien stroke berat fase akut
(r=0,094, p=0,0005).

Brown (2006) dalam penelitiannya menggunakan kuesioner 3 Incontinence


Question (3 IQ) untuk mendeteksi kejadian inkontinensia urin pada pasien
neurologi dan menunjukkan bahwa penggunaan kuesioner 3 IQ relevan dalam
mendeteksi jenis-jenis inkontinensia urin dengan p value < 0.05. Suzanne (2014)
melakukan penelitian dengan menggunakan Berg Balance Scale ( BBS) dalam

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
44

mengukur keseimbangan duduk dan berjalan. Hasil penelitian menunjukkan


format BBS relevan digunakan pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik (p
value=0,0001, r=0,93). Choi (2015) dalam penelitian pada pasien stroke dengan
menggunakan format Frenchay Aphasia Screening Test (FAST) diketahui dapat
mendeteksi kejadian afasia dengan nilai koefisien korelasinya 0,995 dan p value=
0,0001. Rahu et al (2015) menggunakan skrining nyeri Adult Non Verbal Pain
Scale (ANVPS) pada pasien yang tidak dapat berkomunikasi, dibawah pengaruh
sedasi ataupun terpasang intubasi menunjukkan format ANVPS relevan
digunakan mendeteksi nyeri pada pasien yang tidak mampu melaporkan nyerinya
dengan p<0,01) dan nilai validitas (r =0,86)

Berdasarkan pengumpulan data awal dan hasil observasi yang dilakukan


kelompok sebagai studi pendahuluan untuk mengkaji pengetahuan dan kebutuhan
perawat dalam mengkaji pasien dengan gangguan neurologi didapatkan bahwa
dari 22 perawat di ruang rawat RSCM Gedung A Lantai 5 zona A neurologi
didapatkan bahwa 17 orang perawat (77,3%) memiliki pengetahuan yang kurang
terkait materi pengkajian keperawatan yang diperlukan bagi pasien dengan
gangguan neurologi dan 5 orang perawat (22,7%) memiliki pengetahuan yang
cukup. Sebagian besar perawat (68,2%) menyatakan bahwa format pengkajian di
ruangan sudah memadai dalam mendukung proses penegakan diagnosa
keperawatan namun di sisi lain, mereka menyatakan bahwa terdapat beberapa
screening tambahan yang perlu dilakukan pada saat pengkajian.

Pengalaman mahasiswa dalam mengisi format pengkajian yang telah tersedia di


ruang rawat neurologi cukup relevan dalam mengkaji dan menegakkan masalah
keperawatan secara umum. Format pengkajian yang tersedia mencakup biodata,
riwayat penyakit, keluhan, tanda-tanda vital, pola fungsional, jatuh, pemeriksaan
fisik. Format tersebut juga digunakan pada ruang perawatan lain tanpa melihat
kekhususan pasien yang dirawat pada ruang tersebut. Dilihat dari kekhususan
masalah neurologis, format yang tersedia belum dapat mewakili pengkajian
masalah keperawatan sehingga diperlukan screening tambahan. Hasil penelitian
yang relevan menyatakan bahwa pengkajian fungsional pasien stroke terdiri

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
45

National Institute Health Stroke Scale (NIHSS), Barthel indext dan Modified
ranking scale (mRS) (Harrison, Mc Arthur, and Quinn, 2013)

Dengan demikian, kelompok menyusun suatu bentuk format pengkajian yang


digunakan dalam mendukung pengkajian keperawatan secara lengkap dengan
berorientasi pada konsep pemenuhan kebutuhan dasar. Melalui format ini perawat
dapat menilai perubahan pemenuhan kebutuhan dasar yang terjadi pada pasien
sebagai dampak dari kondisi (patofisiologi) penyakitnya. Pada akhirnya format ini
juga membantu mempermudah perawat dalam menegakkan diagnose
keperawatan.

3.4.2 Analisa Situasi (SWOT)


Program inovasi pengunaan screening tools pada pasien neurologi akan
dilaksanakan di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Adapun pendekatan analisis
situasi pada program inovasi pengunaan screening tools pada pasien neurologi ini
menggunakan analisis Strength, Weakness, Oppurtunities, Threats (SWOT)
sebagai berikut:
1. Strength (Kekuatan)
Kekuatan dalam program inovasi yang akan dilaksanakan di RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta antara lain:
a. Ruangan neurologi zona A lt. 5 merupakan ruang rawat inap khusus
neurologi dengan sebaran berbagai kasus neurologi meliputi trauma, infeksi,
CVD, onkologi dan autoimun. Dengan demikian ideal luntuk menerapkan
screening tools yang ditujukan pada kasus neurologi.
b. Sumber daya ruangan memiliki jumlah tenaga perawat 28 orang, dengan
perbandingan 1 perawat: 6 orang pasien
c. Screenig tools bersifat sederhana dan mudah digunakan tanpa mengharuskan
keterampilan khusus.
d. Pelayanan keperawatan di RSCM telah memisahkan antara head nurse dan
head officer. Hal ini memudahkan koordinasi dan evaluasi pelayanan
keperawatan yang dilakukan, termasuk dalam hal menerapkan hal-hal baru
dalam pengembangan keperawatan neurologi di ruangan.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
46

e. RS Cipto Mangunkusumo merupakan rumah sakit pemerintah rujukan


nasional dengan fasilitas serta sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas
se-Indonesia.
f. RS Cipto Mangunkusumo selain sebagai rujukan nasional terkait kasus-kasus
yang kompleks namun juga sebagai rumah sakit pendidikan dan penelitian,
memiliki tenaga ahli dan clinical instructor (CI) yang kompeten di bidangnya
serta fasilitas yang memadai dalam hal pelaksanaan proses pendidikan dan
penelitian.
g. RS Cipto Mangunkusumo secara berkala mengadakan pelatihan in house
training untuk staf pelaksana keperawaran secara rutin, selain itu RS Cipto
Mangunkusumo juga memfasilitasi pengembangan staf melalui event
seminar/workshop baik skala nasional maupun internasional.
h. RS Cipto Mangunkusumo memiliki staf medis dengan level konsultan dan
tenaga perawat neuroscience yang sudah terlatih dan terdaftar dalam
himpunan perawat neuroscience Indonesia (HIPENI).
i. Perawat neuroscience di RS Cipto Mangunkusumo berkonsentrasi dalam
pengembangan neuroscience dengan ikut serta baik sebagai pengisi acara
maupun peserta terkait pelatihan-pelatihan dalam bidang neuroscience.
j. RS Cipto Mangunkusumo memberikan dukungan pada staf keperawatan
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 dan S2.

2. Weakness (Kelemahan)
a. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan diperoleh bahwa
perawat menilai format pengkajian yang ada di ruangan sudah cukup
mewakili kebutuhan pengkajian kasus neurologi.
b. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya diketahui
bahwa perawat menilai tidak ada lagi format pengkajian yang perlu untuk
ditambahkan pada format pengkajian yang sudah ada
c. Format pengkajian yang digunakan ruangan bersifat umum dan tidak mampu
mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada pasien neurologi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
47

d. Sebagian besar perawat baik PP maupun PA (perawat associate) memiliki


jenjang pendidikan D3 (hanya ada 1 orang PA yang lulus ners dan 2 orang
S.Kep).
e. RS Cipto Mangunkusumo belum memiliki ners spesialis neurologis.

3. Oppurtunities (Kesempatan)
a. Mahasiswa residensi keperawatan yang sedang menjalani praktik di RS Cipto
Mangunkusumo memiliki program inovasi keperawatan dalam kurikulum
pendidikan sehingga dapat menerapkan ide-ide baru yang dapat
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.
b. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan beberapa PP dan PA di ruang
neurologis lantai V gedung A RS Cipto Mangunkusumo, diketahui bahwa
pihak rumah sakit bersedia untuk menerima informasi baru terkait penerapan
screening tools pada kasus-kasus neurologi.

4. Threats (Ancaman)
Berbagai rumah sakit di luar RS Cipto Mangunkusumo sudah menjalani berbagai
program akreditasi yang juga dijalani oleh RSCM sehingga akan mendorong
pihak rumah sakit lainnya untuk terus juga meningkatkan sistem pelayanan
termasuk pada kasus neurologi.

3.4.3 Studi Pustaka


1. Gangguan Neurologi
Secara anatomis sistem persarafan meliputi bagian otak dan tulang belakang
beserta jaras-jarasnya. Secara fungsional sistem persarafan meliputi fungsi luhur,
fungsi motorik dan fungsi sensorik. Gangguan neurologi sendiri dapat
didefinisikan sebagai penurunan fungsi dari sistem persarafan diantaranya
gangguan fungsi luhur, gangguan peredaran darah otak, epilepsy, infeksi,
gangguan gait dan degeneratif, trauma, gangguan neuromuskular, serta gangguan
saraf autonom.

Fungsi luhur atau fungsi kortikal luhur (FKL) mengaitkan perilaku dari manusia
dengan sistem persarafan susunan saraf pusat (Harsono, 2015). FKL sendiri

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
48

meliputi kemampuan berbahasa, daya ingatan, kemampual visuospasial, emosi


dan kepribadian, serta kemampuan kognisi. Afasia merupakan salah satu
gangguan neurologi yang seringkali dijumpai pada pasien dengan gangguan
neurologi. Afasia terbagi menjadi 3 yakni afasia motorik afasia sensorik, serta
afasia global. Gangguan tidur merupakan salah satu dari gangguan fungsi luhur
dikarenakan tidur merupakan salah satu kegiatan susunan saraf pusat (Harsono,
2015).

Gangguan peredaran darah otak atau yang lebih dikenal dengan cerebrovascular
disease (CVD) merupakan berbagai kelainan pada sistem vaskularisasi di otak
seperti malformasi pembuluh darah, stroke iskemik, dan stoke hemoragik. Infeksi
pada sistem persarafan pada umumnya terbagi menjadi dua yakni meningitis dan
encephalitis.

Gangguan neuromuskular diantaranya neuropati, Guillan Bare Syndrome (GBS),


miopati, serta miastenia gravis. Kondisi neuropati seringkali dikaitkan dengan
neuropati diabetikum serta gangguan di saraf perifer. Miastenia gravis merupakan
salah satu kondisi autoimun yang menyebabkan penurunan kontraksi otot yang
seringkali terjadi pada otot bulbar dan menyebabkan ptosis serta diplopia. Selain
itu, bila terjadi pada otot pernapasan maka manifestasi klinis yang muncul yakni
sesak sedangkan bila terjadi pada otot gerak maka kelemahan umum dapat terjadi
pada pasien.

Penurunan kesadaran, nyeri, gangguan metabolism tubuh, serta kelemahan


anggota gerak merupakan salah beberapa manifestasi klinis yang paling sering
dijumpai pada ganggan sistem persarafan baik itu dikarenakan gangguan
vaskularisasi, infeksi, maupun neuromuscular disease. Maka dari itu, diperlukan
proses pengkajian yang komprehensif yang dapat mengkaji berbagai gangguan
atau masalah yang diakibatkan oleh penyakit-penyakit pada sistem persarafan.

2. Pengkajian Keperawatan Neurologi


a. Pengkajian National Institute Health Stroke Scale (NIHSS)
WHO (2008) mendefenisikan stroke sebagai gangguan saraf yang menetap baik
fokal maupun global (menyeluruh) yang disebabkan gangguan aliran darah diotak,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
49

yang mengakibatkan kerusakan pembuluh darah di otak, yang berlagsung selama


24 jam atau lebih. Pemeriksaan neurologis dalam penanganan kegawatdaruratan,
termasuk kasus stroke iskemik, haruslah cepat, tepat dan menyeluruh. Hal ini
dapat dilakukan dengan menggunakan skala atau sistem skoring yang formal
seperti National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS). NIHSS tidak hanya
menilai derajat defisisit neurologis, tetapi juga memfasilitasi komunikasi antar
pasien dan tenaga medis, mengidentifikasi kemungkinan sumbatan pembuluh
darah, menentukan prognosis awal dan komplikasi serta menentukan intervensi
yag diperlukan. Skor NIHSS < 20 mengindikasikan stroke dalam tingkat ringan
sampai sedang. Skor NIHSS ≥ 20 mengindikasikan stroke dalam tingkat yang
parah. (Adam, dkk., 2003).

Komponen NIHSS berdasarkan uji interrater reliability mendekati sempurna


(r²=0,98, p<0,001) dan NIHSS score juga menunjukkan baik (r²=0,94, p<0,001)
dan tidak menunjukkan adanya bias (Linda S., et al, 2000). Penilaian NIHSS
memiliki korelasi yang baik dengan dalam mengukur atau memprediksi tingkat
keparahan dari stroke. (Yaghi, S., et. All, 2016). NIHSS merupakan predictor
yang kuat untuk menilai disabilitas, dan prediksi untuk angka kematian setelah
perdarahan intracerebral, jika dibandingkan dengan Intracerebral Haemoragic
Score (ICHS) dan GCS. Sehingga diharapkan pengkajian NIHSS rutin dilakukan
dan didokumentasikan untuk melihat perkembangan pasien ICH (Kazaryan S., et
all, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Budiyono (2010) untuk melihat
hubungan derajat berat stroke non hemoragik dengan pecapaian Activity Daily
Living (ADL) menunjukkan subyek penelitian skor NIHSS sangat ringan
mempunyai peluang perbaikan ADL lebih baik dan berbeda bermakna dibanding
skor NIHSS sedang- berat.

b. Pengkajian Keperawatan Nyeri


Nyeri merupakan suatu bentuk mekanisme perlindungan ketika terjadinya
kerusakan jaringan yang pada hasil akhirnya menimbulkan stimulus nyeri
(Guyton & Hall, 2006). International Association for the Study of Pain dalam
Usman (2009) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensoris dan emosional

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
50

yang tidak menyenangkan dari kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial
dari seorang individu. Nyeri pada pasien tidak hanya disebabkan oleh penyakit
yang diderita maupun status penyakitnya, nyeri dapat pula disebabkan oleh
prosedur lain seperti suctioning maupun perubahan posisi (Rahu et al., 2015).

North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) mengklasifikan nyeri


sebagai diagnosa keperawatan aktual yang terbagi menjadi dua yakni nyeri akut
dan nyeri kronik yang dibatasi oleh kondisi klinis tertentu (NANDA, 2014). Pada
pelaksanaan pengkajian nyeri, perawat dituntut untuk mengetahui tiga (3) elemen
diantaranya: kualitas atau gambaran dari nyeri, kuantitas atau tingkat keparahan
nyeri, dan lokasi dari nyeri. Berhubungan dengan nyeri yang merupakan
pengalaman subjektif dari seorang individu maka cara untuk mengetahui dan
memahami nyeri yang dialami oleh pasien adalah dengan menanyakan langsung
kepada pasien tentang nyeri yang dirasakannya (Woodward & Mestecky, 2011).

Rahu et al (2015) menyebutkan bahwa kemampuan dalam mengkaji dan


mendokumentasikan nyeri pasien berhubungan langsung dengan kemampuan
dalam mengelola nyeri itu sendiri. Sehingga memiliki tools yang valid serta
reliabel dalam mengkaji nyeri tidak hanya pada pasien yang mampu melaporkan
nyerinya namun juga pada pasien-pasien yang mengalami penurunan kesadaran,
terintubasi, maupun yang berada di bawah pengaruh sedasi merupakan hal yang
penting bagi tenaga kesehatan.

Saat ini terdapat berbagai macam tools atau format pengkajian nyeri yang telah
valid dan reliabel untuk digunakan seperti Visual Analog Scale (VAS) dan
Numerical Rating Scale (NRS) (Woodward & Mestecky, 2011). Self-report
merupakan indikator nyeri terbaik yang dapat didapatkan dalam tahap pengkajian,
namun nyeri lebih sulit dikaji pada pasien yang tidak dapat berkomunikasi,
dibawah pengaruh sedasi, maupun terintubasi sehingga tidak mampu melaporkan
nyeri yang dirasakannya (Rahu et al., 2015).

Pengkajian nyeri terhadap pasien dengan penurunan kesadaran merupakan suatu


kegiatan yang kompleks dikarenakan ketidakmampuan pasien untuk
berkomunikasi (Woodward & Mestecky, 2011). Perawat seringkali berpatokan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
51

pada indikator fisik dan penilaian intuisi dari perawat yang bersangkutan. Hal ini
akan berpengaruh pada tingkat validitas dari data yang dihasilkan pada
pengkajian. Maka dari itu, tools telah dikembangkan untuk memfasilitasi perawat
dalam mengkaji nyeri pada pasien dengan penurunan kesadaran diantaranya
Behavioural Pain Scale (BPS), Critical Care Pain Observation Tool (CCPOT),
dan Non-Verbal Pain Scale (NVPS) (Woodward & Mestecky, 2011). Schafheutle
et al (2004) dalam Woodward dan Mestecky (2011) menyebutkan bahwa perawat
seringkali menganggap ringan masalah nyeri pada pasien sehingga gagal dalam
mengkaji nyeri secara berkala dan menangani nyeri itu sendiri.

Pada penelitian yang membandingkan enam (6) format pengkajian nyeri


diantaranya Adult Non Verbal Pain Scale (ANVPS), BPS, COMFORT Scale,
Face, Legs, Activity, Cry, and Consolability (FLACC), Pain Assessment
Behavioural Scale (PABS) didapatkan hasil bahwa ANVPS memiliki nilai
validitas tertinggi dalam mengkaji pasien-pasien yang tidak mampu melaporkan
nyerinya dengan menggunakan NRS (r: 0,86, p<0,01). Pada penelitian tersebut
ANVPS dibandingkan dengan FLACC yang telah dimodifikasi untuk populasi
dewasa dan valid selama periode istirahat, perubahan posisi maupun saat
suctioning (Rahu et al., 2015).

NVPS merupakan hasil adaptasi dari FLACC sehingga dapat digunakan pada
populasi dewasa yang tersusun atas 3 (tiga) domain perilaku (face, movement,
guarding) dan 2 (dua) domain fisik (tanda vital serta pernapasan) (Odhner et al.,
2003). NVPS sama dengan NRS memiliki rentang dari 0-10, semakin tinggi nilai
maka semakin tinggi intensitas nyeri yang dirasakan pasien (Cade, 2008). Pada
penelitian yang lain yang membandingkan 5 buah format pengkajian nyeri pada
pasien dengan penyakit kritis diketahui bahwa NVPS mudah untuk diaplikasikan
karena tidak membutuhkan instruksi maupun alat bantu lain (Pudas-tahka, Axelin,
Aantaa, Lund, & Salantera, 2009).

c. Penggunaan format screening tools gangguan tidur (insomnia)


Insomnia adalah gangguan jumlah dan kualitas tidur yang mengganggu fungsi
tubuh (Black & Hawks, 2014). International Classification of Sleep Disorder
(ICSD) tahun 2001 mengelompokkan insomnia menjadi tiga (3) yaitu ringan,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
52

sedang dan berat. Insomnia ringan menggambarkan suatu kondisi keluhan


gangguan jumlah tidur dan perasaan tidak nyaman saat bangun tidur yang dialami
seseorang yang tidak menimbulkan dampak atau bersifat minimal terhadap fungsi
kerja dan sosialnya. Insomnia sedang menimbulkan dampak yang bersifat ringan
sampai dengan sedang terhadap fungsi kerja dan sosial seseorang. Insomnia berat
menimbulkan dampak kerusakan berat terhadap fungsi kerja dan sosial seseorang.
Dampak yang muncul akibat insomnia meliputi gelisah, cemas, kelelahan dan
kelemahan.

ICSD (2001) mengelompokkan insomnia idiopatik dan insomnia psikofisiologis


ke dalam kategori disomnia dengan gangguan tidur intrinsik. Insomnia idiopatik
merupakan ketidakmampuan jangka panjang mendapatkan tidur adekuat yang
diakibatkan adanya kontrol neurologis abnormal sistem tidur bangun. Insomnia
psikofisiologis merupakan gangguan tidur yang berhubungan dengan tekanan
somatis dan upaya pencegahan tidur sehingga terjadi penurunan fungsi saat
terjaga.

International Classification of Sleep Disorder (2001) menyebutkan insomnia


psikofisiologis dapat dilatarbelakangi oleh dua penyebab yaitu tekanan somatis
(somatized tension) dan upaya pencegahan tidur (learned sleep-preventing
associations). Tekanan somatis berhubungan dengan kecemasan dan kegelisahan
yang dialami seseorang sehingga berdampak terhadap peningkatan kerja saraf
simpatis seperti peningkatan tekanan otot, vasokontriksi dan lain-lain. Sedangkan
learned sleep-preventing associationsberkaitan dengan respon terhadap kognitif
internal dan stimulus eksternal yang dapat mengganggu tidur seseorang. Dengan
kata lain, kondisi learned sleep-preventing associationsmemperberat tekanan
somatis yang dialami seseorang sehingga menyebabkan insomnia.

Berdasarkan waktunya, insomnia dapat bersifat akut dan kronik. Insomnia akut
terjadi bila gangguan tidur terjadi beberapa hari sampai minggu. Bila insomnia
terus berlanjut mencapai bulan maka dikatakan sebagai insomnia kronik.
International Classification of Sleep Disorder/ ICSD (2001) memberikan batas
waktu insomnia akut meliputi beberapa hari sampai empat minggu, insomnia sub

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
53

akut meliputi empat minggu sampai kurang dari enam bulan sedangkan insomnia
kronik bila melebihi enam bulan. Kozier and Erb’s (2008) menyebutkan bahwa
istilah insomnia kronik intermiten yang menggambarkan kondisi insomnia yang
terjadi beberapa malam kemudian diikuti tidur adekuat beberapa malam.

Chiu HY et al (2016) menyebutkan pengkajian insomnia bersifat muldidimensi


termasuk evaluasi klinis dan kuesioner self-report. Penggunaan kuesioner yang
sering digunakan antara lain indeks derajat insomnia (The Insomnia Severity
Index), indeks kualitas tidur Pittsburgh (the Pittsburgh Sleep Quality Index) dan
Skala Insomnia Atena (The Athens Insomnia Scale). Indeks derajat insomnia (ISI)
merupakan instrumen yang yang dirancang untuk mengkaji tingkat atau derajat
insomnia. ISI terdiri dari 7 pertanyaan meliputi sifat, derajat dan dampak
insomnia. Pertanyaan ISI menggunakan skala Likert dengan rentang total skore 0-
28. Hasil jumlah skor merefleksikan derajat insomnia yaitu rentang 0-7
menandakan tidak ada insomnia, 8-14 menandakan insomnia ringan, 15-21
menandakan insomnia sedang dan rentang 22-28 menandakan insomnia
berat.Morin et al (2011) melakukan uji validitas ISI dengan melibatkan 959 orang
partisipan dan medapatkan hasil alpha cronbach 0,90 dan 0,91. Nilai sensitivitas
86,1% dan spesifisitas 87,7% sehingga ISI dinyatakan valid dan reliabel untuk
mendeteksi insomnia.

d. Penggunaan format screening tools gangguan komunikasi (afasia)


Afasia adalah gangguan bahasa yang mempengaruhi produksi atau pemahaman
bicara dan kemampuan untuk membaca ataupun menulis. Umumnya afasia terjadi
karena adanya cedera otak yang disebabkan oleh stroke, tumor otak, trauma
kepala ataupun infeksi . Pada dasarnya hemisfer kiri pada lobus temporal atau
parietal merupakan pusat pengatur bahasa sehingga adanya kerusakan pada lobus
tersebut yaitu pada area broca, wernicke atau penghubung antara keduanya
menyebabkan terjadinya gangguan berbahasa (Thompson & McKeever, 2014).

Berbagai macam tes afasia dapat digunakan untuk pengkajian awal yang adekuat
untuk mendukung observasi klinis sehingga dapat membantu dalam proses
penegakkan diagnosa keperawatan. Terdapat dua instrumen untuk mendeteksi

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
54

afasia yaitu Frenchay Aphasia Screening Test (FAST) dan Uleevaal Screening
Test (UAS). Namun dalam penggunaanya, FAST lebih sering digunakan
dibandingkan dengan UAS. Instrumen FAST terdiri dari 18 item yang mengkaji
empat aspek bahasa yaitu pemahaman, ekspresi verbal, membaca dan menulis
dengan rentang skor 0-30. Pasien dikatakan afasia jika skor yang diperoleh < 27
dengan usia diatas 60 tahun atau < 25 dengan usia dibawah 60 tahun (El Hachioui
et al., 2016; Salter, Jutai, Foley, Hellings, & Teasell, 2006).

Berdasarkan systematic review Salter et al (2006), instrumen FAST baik


digunakan untuk mendeteksi afasia ditandai dengan beberapa kelebihan dan
kekurangan yaitu:
a. Kelebihan instrumen FAST
1. Instrumen FAST dapat digunakan dan dikembangkan oleh non spesialis
yaitu staf medikal junior, perawat dan terapis dalam mengidentifikasi
adanya gangguan bahasa

2. Tes menggunakan FAST sangat sederhana, metodenya cepat dan singkat


hanya memerlukan waktu 3-10 menit sehingga sangat tepat digunakan
pada pasien yang tidak bertoleransi dengan waktu pengkajian yang lama
3. Instrumen FAST dapat digunakan untuk mengkaji pasien dalam fase akut
dan pasca akut stroke
4. Instrumen FAST mengkaji aspek bahasa secara holistik yaitu
pemahaman,ekspresi verbal.membaca dan menulis
5. FAST menunjukkan sensivitas yang tertinggi 87% dan spesifitas 80%
dibandingkan dengan instrumen UAS. Validitas FAST terhadap
Functional Communication Profile (FCP) adalah baik dengan korelasi
koefisien 0,87 ( p<0,001) dan realibilitas dengan koefisien kendall’s
adalah 0,97.

b. Kekurangan instrumen FAST


Ada beberapa faktor yang menyebabkan hasil tes FAST menjadi bias yaitu
gangguan lapang pandang, gangguan visual, pasien bingung, dan pasien
kurang konsentrasi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
55

Beberapa instrumen lain dalam mendeteksi afasia yang juga digunakan di klinik
yaitu token Test (TT) dengan jumlah 21 soal yang memerlukan waktu 20-30
menituntuk mengisi seluruh instrumeen, Boston Diagnostic Aphasia Examination
(BDAE) dengan jumlah 27 soal dan memerlukan satu hingga tiga jam dalam
menyelesaikan pengisian instrumen, Minnesota Test for Differential Diagnosis Of
Aphasia (MTDDA) yang memerlukan 45 menit dalam mengisi instrumen. Rata-
rata tes ini memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 20 menit hingga 3 jam
sehingga tidak tepat untuk digunakan pada pasien yang tidak toleransi dengan
waktu yang lama (Browndyke, 2002)

Penggunaan format screening tools gangguan mobilisasi (kekuatan otot dan


rentang gerak)
Mobilitas adalah kemampuan seseorang untuk bergerak bebas dan teratur untuk
memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian sedangkan imobilisasi mengacu
pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak bebas (Potter & Perry, 2005).
Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, kesehatan, dan
memperlambat proses degeneratif (Mubarak dan Chayatin, 2007).

Terdapat dua jenis mobilisasi menurut Hidayat (2009), yaitu :


a. Mobilisasi sebagian (temporer)
Mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mampu bergeras secara bebas karena dipengaruhi oleh
kerusakan syaraf motorik dan sensorik.

b. Mobilisasi penuh
Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas.

Hidayat (2009) membagi pengkajian mobilitas sebagai berikut :


a. Kemampuan fungsi sensorik dan motorik
Kemampuan sensorik dan motorik anggota gerak kanan dan kiri.

b. Kemampuan Mobilitas

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
56

Pengkajian kemampuan mobilitas untuk menilai kemampuan otot untuk


bergerak miring ke kiri, ke kanan, duduk, berdiri, bangun dan berpindah tanpa
bantuan.

TINGKAT
KATEGORIK
AKTIVITAS
0 Mampu merawat diri sendiri secara pnaenuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan /pengawasan
3 Memerlukan bantuan, pengawas org lain
4 Sangat tergantung dan tdk dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan

Penggunaan format screening tools gangguan eliminasi (inkontinensia)


Inkontinensia urin merupakan kondisi keluarnya urin yang tidak terkendali.
Inkontinensia urin ini dikelompokkan lagi menjadi empat (4) tipe (stress, urge,
overflow fungsional). Instrumen yang digunakan untuk mengetahui inkontinensia
urine yang disesuaikan dengan tanda gejala dari tipe inkontinensia urine. Instrumen
yang digunakan adalah The Three Incontinence Questions (3IQ). Alat ukur 3IQ
ini terdiri dari tiga pertanyaan dengan pilihan jawaban dimana dari masing-
masing pilihan jawaban tersebut merupakan petunjuk dari gejala (symptom)
tipe Inkontinensia urin yang terjadi. 3IQ memiliki nilai sensitivitas 0,75 dan
spesifisitas itu 0,60, sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut efektif
untuk menilai gangguan inkontinensia urine pada wanita tanpa memiliki
gangguan neurologi (Brown et al, 2006).

Instrumen lainnya yang dapat digunakan untuk mengetahui inkontinensia urine


yang disebabkan neurogenic overbladder pada penderita multiple sklerosis
adalah Actionable bladder symptom screening tools (ABSST). Dengan nilai
vailiditas pada uji rank spearman ≥ 0,78. Adapun nilai realibilitas dengan uji alfa
cronbach ≥ 0,70, sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut efektif
untuk menilai gangguan inkontinensia urine pada pasien multiple sklerosis (Burk
et al, 2003)

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
57

3.4.4 Pelaksanaan Inovasi


Berdasarkan beberapa jurnal pendukung terkait screening tools pada pasien
dengan gangguan neurologi telah dibuktikan validitas dan reliabilitas dari format
NIHSS, ANVPS, ISI, FAST, ABSST menggunakan nilai pvalue maupun nilai
koefisien r sehingga dapat diterapkan sebagai inovasi kelompok dengan alur dan
strategi sebagai berikut:
1. Menyusun format pengkajian yang akan diterapkan
2. Sosialisasi program inovasi kepada PP dan PA
3. Pemilihan pasien dengan ketentuan:
a. Mengalami gangguan neurologi
b. Sedang dalam masa perawatan di RSCM Gedung A Lantai 5 zona A
neurologi
4. Bersedia ikut serta dalam program inovasi kelompok residensi neurologis.
5. Melakukan screening tools meliputi:
a. Screening nyeri
b. Screening insomnia ( Insomnia Severity Index)
c. Screening afasia
d. Screening inkontinensia
e. Screening rentang gerak
6. Evaluasi penerapan screening tools
a. Melihat output dari penggunaan screening tools pada pasien neurologi
b. Melihat kemampuan perawat ruangan dalam penggunaan screening tools

1. Proses Inovasi
a. Persiapan
Rencana penerapan program inovasi residensi di ruangan dilaksanakan selama
kurang lebih selama 4 minggu terhitung dari tanggal 30 Maret sampai dengan 27
April 2017 di ruang neurologi lantai V (lima) Gedung A RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Rangkaian kegiatan inovasi diawali dari
pengidentifikasian masalah, dikaitkan dengan kebutuhan RS khususnya pada
perawatan pasien dengan gangguan neurologis. Selanjutnya kelompok melakukan
konsultasi dengan pembimbing akademik serta pembimbing klinik terkait ide

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
58

maupun tema serta memohon perizinan pelaksaan program. Selanjutnya kelompok


menyusun proposal inovasi memuat Bab 1 pendahuluan, Bab 2 konsep teori, dan
Bab 3 telaah inovasi.

b. Sasaran
Sasaran program inovasi ini adalah pasien neurologi di ruang neurologi lantai V
Gedung A RS Cipto Mangunkusumo Jakarta

c. Pelaksana
Fadli Syamsuddin., M.Kep
Harun Al Rasid., M.Kep
Suyanto., M.Kep
Eny Elinda Widyaastuti., M.Kep
Dewi Sartiya Rini., M.Kep
Tri Antika Rizki Kusuma Putri., M.K

d. Sosialisasi
Sosialisasi dilaksanakan pada tanggal 28 April 2017 sebelum penerapan inovasi di
ruangan neurologi Lantai V Gedung A RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan kritik serta saran berhubungan dengan pelaksanaan
inovasi. Pada tahap ini melibatkan bagian bidang keperawatan, pembimbing
klinik, supervisor, kepala ruangan, serta perwakilan dari departemen neurologi RS
Cipto Mangunkusumo. Selanjutnya penerapan inovasi dilaksanakan berdasarkan
revisi dari proposal yang telah disusun sebelumnya.

e. Pelaksanaan Inovasi
Pelaksanaan inovasi screening tools dilakukan oleh mahasiswa residensi
neurologi yang diawali dengan sosialisasi kepada PP dan PA pada tanggal 28
April 2017 di ruang pendidikan lt 5 RSCM selanjutnya mahasiswa mulai
melakukan screening yang meliputi screening nyeri, screening insomnia,
screening afasia, screening inkontinensia, screening rentang gerak dan screening

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
59

tingkat keparahan stroke yang dimulai pada tanggal 28 April sampai dengan 3
Mei 2017

3.4.5 Evaluasi Penerapan Inovasi


3.4.5.1 Meningkatnya pengetahuan perawat terkait penggunaan format pengkajian
keperawatan tambahan
3.4.5.2 Perawat di ruang rawat RSCM Gedung A Lantai 5 zona A Neurologi dapat
menggunakan format pengkajian keperawatan tambahan
3.4.5.3 Ditegakkannya diagnosa keperawatan terkait penggunaan format
pengkajian keperawatan tambahan pada pasien di ruang rawat RSCM Gedung
A Lantai 5 zona A Neurologi

3.4.5.4 Diketahuinya kelebihan dan kekurangan dari format pengkajian


keperawatan tambahan yang diterapkan di ruang rawat RSCM Gedung A
Lantai 5 zona A Neurologi

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kritis Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Tumor Otak
4.1.1 Mode Adaptasi Fisiologis
4.1.1.1 Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
Tumor otak menyebabkan penekanan kejaringan otak sekitarnya, invasi dan
destruksi terhadap parenkim otak. Sehingga fungsi parenkim otak akan terganggu
karena hipoksia arterial, maupun vena, terjadi kompetisi pengambilan nutrisi ,
pelepasan produk metabolism serta adanya pengaruh pelepasan mediator radang
sebagai akibat lanjut dari hal tersebut diatas.efek massa yang ditimbulkan dapat .
dapat menyebabkan gejala deficit neurologis. Gejala lainnya adalah meningginya
tekanan intrakaranial sebagai akibat pertumbuhan tumor yang daapt
menyebabkan edema vasogenik. Penderita akan mengalami keluahan-keluhan
sakit kepala yang progresif , nausea, muntah-muntah, mengantuk, dan gangguan
penglihatan (edema papip pada pemeriksaan fundoskopi). Kejang-kejang
merupakan manifestasi utama yang seringakli dijumpai, walaupun restrosfektif
dapat dijumpai gangguan lain terlebih dahulu seperti kesulitan berbicara,
perubahan sensibilitas, gangguan penglihatan, atau motoric. Pada tumor low grade
astristoma kejang-kejang dijumpai pada 80% kasus dibandingkan high grade
sebesar 30%. (Jufardi, 2003; Setyanegara, 2014; )

Pada kasus Tn. ES gejala disebutkan diatas semuanya muncul seperti penurunan
kesadaran, kejang, mual muntah, sakit kepala, gangguan penglihatan. Kelemahan
dan lain-lain. Pengobatan simptomatis, rehabilitasi dan dukungan psikologis
sanagt penting, pemberian steroid, umumnya akan memberikan hasil yang
membaik karena pengurangan massa tumor yang disertai edema sekitar tumor.
Pemberian antikonvulsan tidak diberikan secara sistematik dan hanya diberikan
pada penderita yang mengalami kejang. Pada kasus Tn. ES pengobatan yang
diberikan dexametashone 5 mg 4x intravena, Paracetamol 1 gram 3x intravena,
kepra 500 mg. pemberian steroid diatas memiliki side efeck terjadinya stress ulcer
sehingga diberikan omeprazole 40 mg Intravena. Focus asuhan keperawatan pada

60 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


61

pasien dengan masalah peningkatan kapasitas adaptif intracranial adalah


pemantauan status neurologis, peningkatan perfusi cerebral, dan manajemen
kejang. Penatalaksanaan yang efektif pada astrositoma tipe low grade adalah
tindakan pembedahan sehingga untuk (Jufardi, 2003; Setyanegara, 2014;
Bulechek, 2016 )

4.1.1.2 Nyeri Akut


Perubahan pada parenkim otak akibat adanya tumor baik secara difus atau
regional akan menampilkan gejala dan tanda gangguan neurologis sehubungan
dengan ganggauan pada nucleus spesifik, tertentu atau serabut traktus pada
tingkat neurofisiologi dan neuroanatomi tertentu. Gejala yang paling sering adalah
nyeri kepala (54%). Nyeri kepala juga bisa terjadi sebagai tanda adanya
peningkatan intracranial. Terkait penanganan nyeri akut hampir sama dengan
masalah peningkatan kapasitas adaptif intracranial. Focus asuhan keperawatan
pada kasus ini adalah pada bagaimana melakukan tindakan manajemen nyeri
dengan tujuan bagaiman pasien dapat mengontrol nyeri yang ada.

4.1.1.3 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan


Adanya penekanan akibat tumor otak atau astrocytoma berkaitan dengan
peningkatan tekanan intracranial atau menyebakan terjadinya mual muntah selain
itu efek yang bisa terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial adalah terjadinya
deficit neurologi speerti penurunan kesadaran karena kondisi tersebut secara tidak
langsung akan berpengaruh pada kemampuan intake nutrisi pasien. pada kasus ini
adanya penurunan kesadaran merupakan indikasi dilakukukannya pemasangan
selang NGT, dan tidak dianjurkan untuk pemberian makan lewar oral sampai
status kesadaran pasien membaik. Focus tindakan keperawatan pada kasus ini
selain pada pemberian makan melalui tabung enteral juga tekait dengan
manajemen nutrisi diharapkan dengan tindakan tersebut status nutrsi pasien lebih
adaptif.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
62

4.1.1.4 Hambatan Mobilitas Fisik


Pada tumor otak, seperti telah dijelaskan diatas bahwa perubahan pada parenkim
intracranial baik yang difus maupun regional akan menampilkan gejala dan tanda
ganggua neurologi sehubungan dengan gangguan pada nucleis spesifik tertentu.
Presentasi kliniki sering kali dapat mengarahkan perkiraan lokasi tumor otak.
Pada Tn. ES. Berdasarkan hasil CT Scan diketahui bahwa letak massa pada lobus
fontalis bilateral dan empisema subkutis region frontotemporalis bilateral. Adanya
tumor pada area tersebut yang mana area teresbut adalah area fungsi motoric
maka akan terjadi kelemahan fungsi motoric, seperti monoparesis atau aktivitas
kejang fokal, adanya depek lobus temporal menyebakna ganguan psikomotorik,
kejang, kelemahan, gangguan lapang pandang bahkan kehilangan fungsi
penglihatan. Pada Tn. ES sudah tidak bisa lagi melihat atau fungsi penglihatan
sudah tidak ada , kejadiannya satu bulan SMRS, karena ganguan penglihatan
tersebut, pemenuhan aktivitas sehari-hari pasien dilakukan oleh ibunya. Focus
intervensi keperawatan pasien TN ES adalah pengaturan posisi yang bertujuan
agar pasien dengan keterbasan mobilitas masih bisa melakukan mobilisasi
sederhana untuk ROM dan pencegahan terjadinya decubitus sebagai dampak
imobilisasi (Satyanegara 2014; Hickey, 2014, Bulechek, 2016).

4.1.1.5 Resiko Konstipasi


Konstipasi terjadi sebagai dampak dari terjadinya kelemahan sehingga pasien
hanya imobilisasi, hal ini berpengaruh terhadap penurunan stimulasi pada
peristaltic usus yang akan menyebakan penyerapan cairan pada jonjot usus terjadi
sehingga menyebabkan feces menjadi keras dan terjadilah konstipasi. Selain
faktor tersebut, bisa juga sebagai akibat penurunana intake cairan dan serat akibat
penurunan kesadaran sehigga pemberian makanan tidak dilakukan secara peroral
tapi melalui selang NGT. Focus intervensi keperawatan pada kasus ini adalah
manajemen konstipasi dengan tujuan adalah kemampuan pasien untuk melakukan
eliminasi bowel. (Hickey, 2014, Bulechek, 2016).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
63

4.1.2 Mode Interdependensi


4.1.2.1 Penurunan Koping keluarga
Prognosis penderita tumor otak atau astrositoma tergantung pada tiga faktor yakni
usia , status fungsional dan grade histologis. Pada low grade astrositoma,
prognosis akan lebih buruk jika disertai dengan peningkatan tekanan intracranial,
gangguan kesadaran dan perubahan perilaku. Pada Tn. ES meskipun secara usia <
45 tahun namun secara histologi termasuk dalam low grade dan gejala tersebut.
Selain itu kondisi sebagai anak tunggal dan bapaknya telah meninggal tentu
menimbulkan kecemasan dan ketakutan tersendiri bagi keluarga yakni ibunya dan
itu yang sempat diutarakan pada saat dilakukan pengkajian. Focus intervensi
keperawatan pada peningkatan koping, dukungan emosional dan dukungan secara
spiritual. (Jupardi, 2003; Hickey, 2014; Bulechek, 2016).

4.2 Analisis Kritis Penerapan Evidance Based Nursing Practice : Thermal


Tactile Stimulation
Menurut American stroke association , dysphagia didapatkan pada sekitar 65%.
Keluhan sulit menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau
penyakit diorofaring dan esophagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat
gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari
rongga mulut ke lambung. Fungsi menelan dan refleks batuk yang baik penting
untuk mencegah aspirasi dari orofaring, dimana gangguan keduanya dapat
meningkatkan resiko infeksi.

Thermal Tactile Stimulation dengan melakukan gerakan strolling pada arkus


faringeus anterior. Stroking dilakukan menggunakan kaca laring dan penekanan
pada arkus aringeus anterior dari bagian dasar ke arah atas sejauh yang dijangkau.
Terapi ini diharapkan memberikan stimulus sensorik ke batang otak dan korteks
sehingga saat penederita sudah mulai fase oral, maka fase farinngeal akan terpicu
lebih cepat.

Intervensi TTS dapat meningkatkan kemampuan menelan pasien, namun ada


beberapa faktor yang berkontribusi dalam meningkatkan outcome pasien yang

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
64

mengalami disfagia, faktor tersebut lama hari rawat dan stimulus diberikan bukan
mulai pada fase akut, selain itu juga usia, dan konsisi psikis pasien.

4.3 Analisis Proyek Inovasi : Format Pengkajian pada Pasien dengan


Gangguan Neurologis
4.3.1 Hasil Proyek Inovasi
a. Hasil screening National Institute Health Stroke Scale (NIHSS), Berg Balance
Scale (BBS), Three Inkontinence Question (3 IQ), Frenchay Aphasia Screening
Test (FAST).
Pasien stroke yang dirawat di Ruang Neurologi zona A lt 5 RSCM sejak tanggal
28 April-3 Mei 2017 sebanyak 8 orang pasien. Adapun karakteristik pasien
berdasarkan jenis kelamin diketahui 3 orang pasien (37,5%) yang berjenis kelamin
laki-laki dan 5 orang pasien (62,5%) yang berjenis kelamin perempuan. Rerata
usia pasien stroke di ruang neurologi yaitu 58,8 tahun dengan usia minium 27
tahun dan usia maksimum 74 tahun. Pasien yang terdiagnosa stroke iskemik
sebanyak 6 orang pasien (75%) dan hanya 2 orang pasien (25%) yang terdiagnosa
stroke hemoragic.

Skrining yang dilakukan pada pasien stroke meliputi skrining NIHSS, skrining
BBS, skrining 3 IQ dan skrining FAST. Dari hasil skrining NIHSS diketahui
bahwa pasien yang mengalami defisit neurologis berat sebanyak 6 orang pasien
(75%) dan yang mengalami defisit neurologis sedang serta defisit neurologis
ringan masing-masing 1 orang pasien (12,5%). Sedangkan hasil skrining BBS
menggambarkan bahwa pasien stroke yang membutuhkan kursi roda untuk
mobilisasi sebanyak 4 orang pasien (50%) sedangkan mobilisasi dengan bantuan
untuk berjalan dan mobilisasi mandiri masing-masing 2 orang pasien (25%).
Sementara dari hasil skrining 3IQ diketahui pasien stroke yang mengalami
inkontinensi sebanyak 3 orang pasien yang terdiri dari 2 orang pasien (25%) yang
mengalami inkontinensia urgensi dan 1 orang pasien (12,5%) yang mengalami
inkontinensi fungsional sedangkan yang tidak mengalami inkontinensia sebanyak
5 orang pasien (65,5%). Selain itu hasil skrining FAST untuk pasien stroke
menunjukkan bahwa dari 8 orang pasien stroke hanya 3 orang pasien stroke

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
65

(37,5%) yang mengalami afasia dan 5 orang pasien (62,5%) yang tidak
mengalami afasia.

b. Hasil Analisis Inovasi Aplikasi Penggunaan Skrining Tool Insomnia Severity


Index
Pelaksanaan skrining insomnia severity index melibatkan 19 orang pasien
neurologi yang terdiri dari 10 orang (52,6%) perempuan dan 9 orang (47,4%) laki-
laki. Usia pasien berada dalam rentang 25 tahun sampai dengan 68 tahun. Kasus
neurologi diantara 19 orang pasien meliputi stroke iskemik (4 orang), stroke
hemoragik (2 orang), miastenia gravis (3 orang), SOL (7 orang), fraktur spinal (1
orang), tumor spinal (1 orang) dan epidural hematom ( 1 orang).

c. Hasil Analisis Inovasi Pelaksanaan Pengakajian Nyeri Menggunakan Adult


Non Verbal Pain Scale

Deskripsi data responden terdiri dari gambaran jenis kelamin, usia, diagnosa
media, penyebab pasien non-communicable, serta kategori nyeri pasien
berdasarkan Adult Non Verbal Pain Scale (ANVPS). Hasil analisis data pasien
yang terlibat dalam pelaksanaan pengkajian nyeri menggunakan ANVPS yang
melibatkan 11 pasien dengan gangguan neurologi yang tidak dapat dilakukan
pengkajian nyeri menggunakan Visual Analog Scale (VAS) menunjukan bahwa
sebagian besar pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 7 pasien (63,6%)
sedangkan pasien berjenis kelamin perempuan berjumlah 4 orang (36,4%). Usia
pasien berada dalam rentang 18 hingga 77 tahun yang sebagian besar berusia
kurang dari 60 tahun yakni sebanyak 6 orang (54,54%). Diagnosa medis
terbanyak yang ditegakan pada pasien yaitu stroke ischaemic sebanyak 4
responden (36,4%).

Penerapan ANVPS dilakukan pada pasien non-communicable atau tidak mampu


berkomunikasi baik disebabkan oleh penurunan kesadaran, gangguan komunikasi
seperti afasia, maupun terintubasi. Pada saat penerepan format pengakajian
ANVPS 5 pasien (45,5) tidak mampu berkomunikasi diakibatkan oleh penurunan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
66

kesadaran sehingga tidak mampu melaporkan secara subjektif skala nyeri yang
dirasakannya.

Hasil pengkajian diketahui bahwa 8 pasien (72,7%) tidak merasakan nyeri dan 3
pasien (27,3%) terlaporkan mengalami nyeri dengan skala nyeri sedang. Selama
proses pelaksanaan tidak ditemukan hambatan dalam mengaplikasikan format
pengkajian dan bila dibandingkan dengan format pengkajian nyeri FLACC,
berdasarkan uji statistik dengan menggunakan independent t test diketahui bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan format ANVPS dan
FLACC (p value: 0,021).

4.3.2 Pembahasan
Kegiatan inovasi mahasiswa residensi terkait screening tools pada pasien yang
mengalami gangguan neurologi di ruang perawatan neurologi zona A lt.5 RSCM
memiliki kelebihan dan kekurangan baik dari isi skrining maupun saat
pelaksaannya. Adapun kelebihan dan kelemahan dari tiap screening tools adalah:

1. Kelebihan
a. Mendapatkan kemudahan dalam mengkaji insomnia dengan menggunakan
skrining insomnia severity index karena format yang sederhana dan terdiri dari
7 pertanyaan tertutup secara singkat.
b. Format pengkajian AVNPS merupakan format pengkajian FLACC yang sudah
dimodifikasi untuk dapat diterapkan pada populasi dewasa sehingga dapat
lebih mudah untuk diterapkan di ruang rawat inap neurologi zona A RSCM
c. Format pengkajian 3IQ memiliki jumlah pertanyaan terdiri dari 6 pertanyaan,
sehingga mudah diaplikasikan untuk mengetahui kejadian inkontinensia urin,
mampu mendeteksi jenis-jenis inkontinensia urin dan pertanyaan yang disusun
sangat jelas, sehingga semua perawat mampu menggunakan skrining tersebut.
d. Format BBS mampu menentukan kemampuan berjalan pasien yang disertai
dengan petunjuk yang jelas dalam menilai skor pada masing-masing item
pengkajian
e. Skrining FAST sangat sederhana, metodenya cepat dan singkat hanya
memerlukan waktu 3-10 menit sehingga sangat tepat digunakan pada pasien
yang tidak bertoleransi dengan waktu pengkajian yang lama

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
67

f. Skrining NIHSS telah dimasukkan dalam guideline stroke dan


direkomendasikan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI), dan sudah dimasukkan dalam pengkajian awal pasien stroke di
IGD RSCM.
2. Kelemahan
a. Skrining insomnia severity index merupakan kuesioner subjektif sehingga perlu
dilengkapi dengan teknik pengkajian tambahan misalnya observasi sebagai
bentuk validasi.
b. Kekurangan yang terdapat pada format pengkajian ANVPS yang diterapkan
pada program inovasi yaitu terdapatnya 3 kategori pengkajian baru sehingga
diperlukan sosialisasi cara pengisian format serta kategori vital yang
membutuhkan kemampuan kritis penilai dalam menentukan nilai baseline
pasien sebagai data dasar pengkajian.
c. Skrining 3IQ bersifat subjektif sehingga hasil pengkajian memiliki
subjektifitas pasien yang tinggi sehingga perlu pengkajian tambahan. Selain itu
skrining ini tidak dapat dilakukan pada pasien yang mengalami afasia sensorik
d. Dalam pelaksanaan skrining NIHSS, ditemukan kendala .karena pasien sudah
menjalani hari perawatan di IGD atau boarderrest, sehingga tidak bisa lagi
dilakukan di ruangan perawatan neurologi.
e. Skrining BBS memerlukan kemampuan keterampilan khusus perawat dan
waktu yang cukup lama dalam pengkajian.
f. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hasil skrining FAST menjadi bias
yaitu jika pasien mengalami kurang konsentrasi, bingung atau memiliki
gangguan penglihatan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Kasus Kelolaan Utama
1) Masalah keperawatan pada kasus dengan tumor otak adalah penurunan
kapasitas adaptif tekanan intracranial, nyeri akut, hambatan mobilitas fisik
dan ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan serta konstipasi
2) Focus tujuan keperawatan pada status neurologi, control nyeri, mobilisasi dan
status nutrisi
3) Intervensi keperawatan difokuskan pada monitor neurologi, manajemen
edema serebral, terapi oksigen, pengaturan posisi, perawatan luka,
manajemen nyeri, manajemen nutrisi dan manajemen konstipasi
5.1.2 Resume pasien gangguan Neurologis
1) Kasus terbanyak pada pasien dengan gangguan neurologis adalah penyakit
cerebrovaskuler.
2) Penyakit cerebrovaskuler terbanyak adalah stroke iskemik
3) Masalah keperawatan terbanyak adalah pemurunan kapasitas adaptif
intracranial dan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.
5.1.3 Penerapan Evidance Based Nursing Practice Thermal Tactile Stimulation (TTS)
pada pasien stroke yang mengalami disfagia secara statistik tidak menunjukkan
pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan kemampuan menelan namun
secara klinis refleks menelan pasien setelah diberikan TTS sudah mulai ada
bahkan kemampuan menelan sudah ada namun belum dilakukan pemberian
makan per oral karena terkait kecenderungan pasien yang sering tertidur.
5.1.4 Proyek Inovasi penggunaan format pengkajian pada pasien dengan gangguan
neurologi sangat efektif digunakan dalam mengkaji dan mendeteksi adanya
masalah keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan neurologi sehingga
penegakan diagnose keperawatan

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan dalam karya ilmiah keperawatan antara lain :
5.1.1 Pelayanan Keperawatan
a. Menggunakan dan mengembangkan Model Adaptasi Roy dalam pemberian asuhan
keperawatan khususnya pada pasien yang mengalami gangguan neurologi

68 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


69

b. Menggunakan screening tools neurologi dalam melakukan pengkajian keperawatan


sehingga penegakan diagnose keperawatan lebih akurat dan tepat.
c. Menyiapkan pembimbing klinik yang memiliki kompetensi sebagai spesialis
keperawatan neurologi.

5.1.2 Pendidikan Keperawatan


Meningkatkan kemampuan berpikir kritis perawat terhadap kegiatan keperawatan yang
berdasarkan evidence based nursing yang ada, sehingga pengembangan keilmuan
keperawatan dapat terus ditingkatkan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
DAFTAR PUSTAKA

Algattas, H., & Huang, J. H. (2014). Traumatic Brain Injury Pathophysiology


and Treatments : Early , Intermediate , and Late Phases Post-Injury.
International Journal of Molecular Science, 15, 309–341.
http://doi.org/10.3390/ijms15010309
Alligood, M. ., & Tomey, A. . (2010). Nursing Theorist and Their Work. United
State of America: Elsevier Mosby.

Ames, N. J., Sulima, P., Yates, J. M., McCullagh, L., Gollins, S. L., Soeken, K.,
& Wallen, G. R. (2011). Effects of systematic oral care in critically ill
patients: A multicenter study. American Journal of Critical Care, 20(5).
http://doi.org/10.4037/ajcc2011359
Andersson, P., Persson, L., Hallberg, I. R., & Renvert, S. (1999). Testing an
oral assessment guide during chemotherapy treatment in a Swedish care
setting: a pilot study. Journal of Clinical Nursing, 8(2), 150–8.
http://doi.org/10.1046/j.1365-2702.1999.00237.x
Antoinette, T. (2007). Neurorehabilitation Nursing of Persons with TBI: From
Injury to Recovery. In N. D. Zasler, D. I. Katz, & R. D. Zafonte (Eds.),
Brain Injury Medicine : Principles and Practice (pp. 733–764). New York,
NY: Demos Medical Publishing.
Berry, A. M., Davidson, P. M., Masters, J., Rolls, K., & Ollerton, R. (2011).
Effects of three approaches to standardized oral hygiene to reduce bacterial
colonization and ventilator associated pneumonia in mechanically ventilated
patients: A randomised control trial. International Journal of Nursing
Studies, 48(6), 681– 688. http://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2010.11.004
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. (A. Suslia & Peni Puji Lestari, Eds.) (8th
ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Cameron, J. I., & Gignac, M. A. M. (2007). “Timing It Right”: A conceptual


framework for addressing the support needs of family caregivers to stroke

70 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


survivors from the hospital to the home. Patient Education and
Counseling, 70(3), 305–314.
http://doi.org/10.1016/j.pec.2007.10.020

Capruso, D. X., & Levin, H. S. (2006). Neurobehavioral Outcome of Head


Trauma.
In R. W. Evans (Ed.), Neurology and Trauma (2nd ed., pp. 192–
229). New York, NY: Oxford University Press.
Chan, E. Y., Lee, Y. K., Poh, T. H., Ng, I. H. L., & Prabhakaran, L. (2011).
Translating evidence into nursing practice: Oral hygiene for care
dependent adult. International Journal of Evidence-Based
Healthcare, 9(2), 172–183. http://doi.org/10.1111/j.1744-
1609.2011.00214.x

Cohn, J. L., & Fulton, J. S. (2006). Nursing staff perspectives on oral


care for neuroscience patients. The Journal of Neuroscience
Nursing : Journal of the American Association of Neuroscience
Nurses, 38(1), 22–30. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16568810

Costello, L.-A. S., Lithander, F. E., Gruen, R. L., & Williams, L. T.


(2014). Nutrition therapy in the optimisation of health outcomes in
adult patients with moderate to severe traumatic brain injury:
Findings from a scoping review. Injury, 45(12), 1834–1841.
http://doi.org/10.1016/j.injury.2014.06.004
Criddle, L. M., Everley, D., Franges, E., Johnson, F. S., Murphy, D.,
Starkweather, A., & Zrelak, P. A. (2008). Neurologic Care. United
State of America: Lippincott Williams & Wilkins.
Dougherty, L., Fergusson, D., Francis, C., & Iggulden, H.
(2008). Wound Management. United Kingdom: Wiley-
Blackwell.
Drapal, C. S. (2015). Oral Care Practice Guidelines for the Care-

71 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


72

Dependent Hospitalized Adult Outside of the Intensive Care Unit


Setting. Walden University. Retrieved from
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=cin20&AN=
104523183 &site=ehost-live
Dundas, J., Bennet, B., & Slark, J. (2011). Management of Patient with
Stroke adn Transient Ischemic Attack. In S. Woodward & A.-M.
Mestecky (Eds.), Neuroscience Nursing : Evidence Base Practice
(pp. 357–378). UniteKingdom: Blackwell Publishing Ltd.

Grap, M. J., Munro, C. L., Hamilton, V. A., Jr, R. K. E., Sessler, C. N., &
Ward, K.
R. (2011). Early , Single Chlorhexidine Application Reduces
Ventilator- Associated Pneumonia in Trauma Patients. Heart
and Lung The Journal of Acute and Critical Care.
http://doi.org/10.1016/j.hrtlng.2011.01.006

Hickey, J. V. (2003). The Clinical Practice of Neurological and


Neurosurgical Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Hilton, S., Sheppard, J. J., & Hemsley, B. (2016). Feasibility of


implementing oral health guidelines in residential care settings:
views of nursing staff and residential care workers. Applied Nursing
Research, 30, 194–203. http://doi.org/10.1016/j.apnr.2015.10.005
Hoshijima, H., Kuratani, N., Takeuchi, R., Shiga, T., Masaki, E., Doi, K.,
& Matsumoto, N. (2013). Effects of oral hygiene using
chlorhexidine on preventing ventilator-associated pneumonia in
critical-care settings: A meta- analysis of randomized controlled
trials. Journal of Dental Sciences, 8(4), 348– 357.
http://doi.org/10.1016/j.jds.2012.11.004
Japardi.Sp.BS, D. dr. I. (2004). Cedera Kepala. Jakarta: PT Bhuana Ilmu
Populer. Kalra, L., Evans, A., Perez, I., Melbourn, A., Patel, A., Knapp,
M., & Donaldson, N.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
73

(2004). Training Carers of Stroke Patients: Randomised Controlled


Trial. BMJ (Clinical Research Ed.), 328(7448), 1099.
http://doi.org/10.1136/bmj.328.7448.1099
Lam, O. L. T., McGrath, C., Li, L. S. W., & Samaranayake, L. P. (2012).
Effectiveness of oral hygiene interventions against oral and
oropharyngeal reservoirs of aerobic and facultatively anaerobic gram-
negative bacilli.
American Journal of Infection Control, 40(2),
175–182.
http://doi.org/10.1016/j.ajic.2011.03.004

Lisnawati, Kwandou, L., Akbar, M., Muis, A., Kaelan, C., & Patellongi, I.
(2012).
Hubungan skor cognitive test for delirium (ctd) dengan luaran
berdasarkan glasgow outcome scale (gos) pada penderita cedera
kepala tertutup ringan- sedang. JTS Kesehatan, 2(2), 163–170

Lla, S., Wlse, S. F., Rf, M., Jm, M. N., Rr, P. J., Filho, S., … Neto, M. M .
(2014).
Oral health of patients under short hospitalization period :
observational study, 558–563. http://doi.org/10.1111/jcpe.12250
Lombard, L. a, & Zafonte, R. D. (2005). Agitation After Traumatic Brain
Injury.
American Journal of Physical Medicine Rehabilitation, 84(10),
797–812.
http://doi.org/10.1097/01.phm.0000179438.22235.08

Lovely, M. P. (2014). Care of the Adult Patient with a Brain Tumor.


Chicago: American Association of Neuroscience Nurses.

Lucke-Wold, B. P., Smith, K. E., Nguyen, L., Turner, R. C., Logsdon, A.


F., Jackson,
G. J., … Miller, D. B. (2015). Sleep disruption and the sequelae
associated with traumatic brain injury. Neuroscience and
Biobehavioral Reviews, 55, 68–77.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
74

http://doi.org/10.1016/j.neubiorev.2015.04.010
Malec, J. F., & Cicerone, K. D. (2006). Cognitive Rehabilitation. In R.
W. Evans (Ed.), Neurology and Trauma (2nd ed., pp. 238–261).
New York, NY: Oxford University Press.
Mcilvoy, L., & Meyer, K. (2008). Nursing Management of Adults
with Severe Traumatic Brain Injury.
Mcilvoy, L., & Meyer, K. (2012). Nursing Management of Adults
with Severe Traumatic Brain Injury (AANN Clinical Practice
Guideline Series).
McLernon, S. (2011a). Management of Patents with Traumatic Brain
Injury. In S. Woodward & A.-M. Mestecky (Eds.), Neuroscience
Nursing : Evidence Base Practice (pp. 531–555). United Kingdom:
Blackwell Publishing Ltd.

McLernon, S. (2011b). Management of Patient with Traumatic Brain


Injury. In S. Woodward & A.-M. Mestecky (Eds.), Neuroscience
Nursing : Evidence Based Nursing (1st ed., pp. 531–555). United
Kingdom: Blackwell Publishing Ltd.

Misbach, J. (2011). Pandangan Umum Mengenai Stroke. In A. Rasyid & L.


Soertidewi (Eds.), Unit Stroke : Manajemen Stroke Secara
Komprehensif (pp. 1– 9). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Munro, B. C. L., Grap, M. J., Deborah, J., Mcclish, D. K., & Sessler, C. N.
(2009).
Chlorhexidine, Toothbrushing, and Preventing Ventilator-Associated
Pneumonia

in Critically Ill Adults. American Journal of Critical Care, 18(5),


428–438. http://doi.org/10.4037/ajcc2009792

National Stroke Association. (2010). Hope: A stroke Recovery Guide.


National Stroke Association. National Stroke Association. Retrieved

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
75

from
http://scholar.google.com/scholar?hl=en&btnG=Search&q=intitle:N
o+Title#0

Oupra, R., Griffiths, R., Pryor, J., & Mott, S. (2010). Effectiveness of
Supportive Educative Learning programme on the level of strain
experienced by caregivers of stroke patients in Thailand. Health and
Social Care in the Community, 18(1), 10–20.
http://doi.org/10.1111/j.1365-2524.2009.00865.x
Prendergast, V., Jakobsson, U., Renvert, S., & Hallberg, I. R. (2012). Effects
of a standard versus comprehensive oral care protocol among
intubated neuroscience ICU patients: results of a randomized
controlled trial. The Journal of Neuroscience Nursing : Journal of the
American Association of Neuroscience Nurses, 44(3), 134–46; quiz
147–8. http://doi.org/10.1097/JNN.0b013e3182510688

Prendergast, V., Kleiman, C., & King, M. (2013). The Bedside Oral
Exam and the Barrow Oral Care Protocol : Translating evidence-
based oral care into practice. Intensive & Critical Care Nursing, 1–
9. http://doi.org/10.1016/j.iccn.2013.04.001
Rasyid.Sp.S(K), D. dr. A., Misbach.Sp.S(K).FAAN, P. dr. J., &
Haris.Sp.S(K).FICA,
D. S. (2015). Stroke : Komplikasi Medis dn Tata Laksana. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Rasyid.SpS, D. A., & Soertidewi.Sp.S(K).M.Epid, D. L. (2007). Unit


Stroke : Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Roy, S. C. (2009). The Roy Adaptation Model (3rd ed.). United State of
America: Pearson Education Inc.

Satyanegara.Sp.BS, P. D. dr., Arifin.Sp.BS, D. dr. M. Z., Hasan.Sp.BS,


dr. R. Y., Abubakar.Sp.BS, dr. S., Yuliatri.Sp.BS, dr. N.,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
76

Prabowo.Sp.BS, dr. H., … Rahardja, dr. R. R. (2014). Ilmu Bedah


Saraf (5th ed.). Jakarta: PT Gramedia.

Singh, K., Morse, A. M., Tkachenko, N., & Kothare, S. V. (2016). Sleep
Disorders Associated With Traumatic Brain Injury. Pediatric
Neurology, 60, 1–4. http://doi.org/10.1053/apmr.2001.26081
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010).
Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing
(12th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health / Lippincott
Williams & Wilkins.

Sona, C. S., Zack, J. E., Schallom, M. E., McSweeney, M., McMullen, K.,
Thomas, J., … Schuerer, D. J. E. (2008). The Impact of a Simple,
Low-cost Oral Care Protocol on Ventilator-associated Pneumonia
Rates in a Surgical Intensive Care Unit. Journal of Intensive Care
Medicine, 24(1), 54–62. http://doi.org/10.1177/0885066608326972
Sørensen, R. T., Rasmussen, R. S., Overgaard, K., Lerche, A., Johansen,
A. M., & Lindhardt, T. (2013). Dysphagia screening and intensified
oral hygiene reduce pneumonia after stroke. The Journal of
Neuroscience Nursing : Journal of the American Association of
Neuroscience Nurses, 45(3), 139–46.
http://doi.org/10.1097/JNN.0b013e31828a412c

Spikman, J. M., Timmerman, M. E., Milders, M. V., Veenstra, W. S., &


van der Naalt, J. (2012). Social Cognition Impairments in Relation to
General Cognitive Deficits, Injury Severity, and Prefrontal Lesions in
Traumatic Brain Injury Patients. Journal of Neurotrauma, 29(1),
101–111. http://doi.org/10.1089/neu.2011.2084
Swift-Bandini, N. (1982). Manual of Neurological Nursing (Second).
United State of America: Little, Brown, and Company.

Wang, L.-L., Zhao, R., Li, J.-Y., Li, S.-S., Liu, M., Wang, M., … Guan, D.-
W.
(2016). Pharmacological activation of cannabinoid 2 receptor

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
77

attenuates inflammation, fibrogenesis, and promotes re-


epithelialization during skin wound healing. European Journal of
Pharmacology, 786, 128–136.
http://doi.org/10.1016/j.ejphar.2016.06.006
West, T. A., Bergman, K., Biggins, M. S., French, B., Galletly, J.,
Hinkle, J. L., & Morris, J. (2011). Care of the Patient with Mild
Traumatic Brain Injury.

Retrieved from
http://www.aann.org/apps/ws_downloads/download.php?file=75 WHO.
(2006). Neurological Disorders: a Public Health Approach. Neurological

disorders: public health challenges. Switzeland:


WHO Press.
http://doi.org/10.1001/archneurol.2007.19

Zee, C.-S., Go, J. L., Kim, P. E., & Geng, D. (2006). Computed
Tomography and Magnetic Resonance Imaging in Traumatic Brain
Injury. In Randolph W. Evans (Ed.), Neurology and Trauma (2nd ed.).
New York, NY: Oxford University Press.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017
LAMPIRAN

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RENCANA PERAWATAN PASIEN TN. ES DENGAN SOL INTRAKRANIAL (ASTROSITOMA GRADE II)

Tanggal Masalah Keperawatan Tujuan perawatan (NOC) Intervensi (NIC)

1 21/11/2016 Peningkatan kapasitas adaptif a. Status neurologi 1. Manajemen edema


intracranial b. Perfusi cerebral serebral
2. Manajemen kejang
3. Manajemen pengobatan

2. 21/11/2016 Nyeri Akut Pain control Manajemen nyeri


3 21/11/2016 Ketidakseimbangan Nutrisi Status nutrsi 1. Pemberian makan dengan
kurang dari kebutuhan tabung enteral
2. Manajemen nutrsi
4 22/11/2016 Hambatan Mobilitas fisik Mobilisasi Pengaturan posisi
5 22/11/2016 Resiko Konstipasi Eliminasi Bowel Manajemen konstipasi
5 22/11/2016 Penurunan Koping Keluarga Koping adaptif 1. Peningkatan koping
2. Dukungan Emosional
3. Dukungan spiritual

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN

TANGGAL/JAM PROFESI HASIL PEMERIKSAAN, ANALISIS,


RENCANA PENATALAKSANAAN TANDA
PASIEN TANGAN
22 November 2016 PERAWAT S : kontak inadekuat , ibu pasien
Pukul 19.00

O: kesadaran somnolen, GCS E3M4V4, TTV


: TD 110/70 mmHg, N = 85x/menit, RR =
20X/menit, S=36,7oC. dalam Batas normal
Pasien terpasang IVFD NaCl, pasien total
care, terpasang NGT, terpasan 02 nasal kanul.

A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif intracranial
belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari
kebutuhan belum teratasi

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan


23 November 2016 PERAWAT S : kontak inadekuat
Pukul 19.00

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


O: kesadaran somnolen, GCS E3M5V4, TTV
: TD 100/60 mmHg, N = 75x/menit, RR = 22
X/menit, S=36,7oC. dalam Batas normal
Pasien terpasang IVFD NaCl, pasien total
care, terpasang NGT, terpasan 02 nasal
kanul., pasien belum BAB 2 hari.

A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif intracranial
belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari
kebutuhan belum teratasi
4. Hambatan Mobilitas fisik belum teratasi
5. Resiko Konstipasi belum teratasi
6. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


24 November 2016 PERAWAT S : kontak inadekuat
Pukul 19 .00

O: kesadaran somnolen, GCS E3M5V4, TTV


: TD 110/70 mmHg, N = 80x/menit, RR = 20
X/menit, S=36,7oC. dalam Batas normal
Pasien terpasang IVFD NaCl, pasien total
care, terpasang NGT, terpasang 02 nasal
kanul..

A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif intracranial
belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari
kebutuhan belum teratasi
4. Hambatan Mobilitas fisik belum teratasi
5. Resiko Konstipasi teratasi.
6. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

25 November 2016 PERAWAT S : kontak adekuat


Pukul 13.00

O: kesadaran somnolen, GCS E3M5V5, TTV


: TD 110/80 mmHg, N = 85x/menit, RR = 20
X/menit, S=36,5oC. dalam Batas normal
Pasien terpasang IVFD NaCl, pasien total
care, , terpasang 02 nasal kanul., pemberian
makan per oral.

A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif intracranial
belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari
kebutuhan belum teratasi
4. Hambatan Mobilitas fisik belum teratasi
5. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

26 November 2016 LIBUR

27 November 2016

28 November 2016 PERAWAT S: kontak adekuat


Pukul 13.00

O: kesadaran komposmentis GCS


E3M6V5, TTV : TD 100/70 mmHg, N =
78x/menit, RR = 16 X/menit, S=36,5oC.
dalam Batas normal Pasien terpasang
IVFD NaCl, pasien total care, pemberian
makan per oral.

A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut teratasi
3. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang
dari kebutuhan teratasi
4. Hambatan Mobilitas fisik belum

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


teratasi
5. Penurunan Koping Keluarga teratasi

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

29 November 2016 PERAWAT S: kontak adekuat


Pukul 13.00

O: kesadaran komposmentis , GCS E4


M6V5, TTV : TD 100/70 mmHg, N =
78x/menit, RR = 16 X/menit, S=36,5oC.
dalam Batas normal Pasien terpasang
IVFD NaCl, pasien total care, pemberian
makan per oral.

A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang
dari kebutuhan teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

30 November 2016 PERAWAT S: kontak adekuat


Pukul 19.00

O: kesadaran Komposmentis , GCS


E4M6V5, TTV : TD 100/70 mmHg, N =
70x/menit, RR = 14 X/menit, S=36,3oC.
dalam Batas normal Pasien terpasang
IVFD NaCl, pasien total care,

A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

1 Desember 2016 PERAWAT S: kontak adekuat


Pukul 13.00

O: kesadaran Komposmentis , GCS

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


E4M6V5, TTV : TD 110/80 mmHg, N =
65x/menit, RR = 17 X/menit, S=36,3oC.
dalam Batas normal Pasien terpasang
IVFD NaCl, pasien total care,

A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

2 Desember 2016 PERAWAT S: kontak adekuat


Pukul 13.00

O: kesadaran Komposmentis , GCS


E4M6V5, TTV : TD 110/80 mmHg, N =
80x/menit, RR = 14 X/menit, S=37,5oC.
dalam Batas normal Pasien terpasang
IVFD NaCl, pasien total care,

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

3 Desember 2016 LIBUR


Pukul
4 Desember 2016 LIBUR
Pukul
5 Desember 2016 PERAWAT S: kontak inadekuat
Pukul 19.00

O: kesadaran somnolen GCS E3M5V4,


TTV : TD 100/70 mmHg, N =
78x/menit, RR = 20X/menit, S=36,5oC.
dalam Batas normal Pasien terpasang
IVFD NaCl, pasien total care, terpasang
NGT, terpasang O2 nasal kanul 3
ltr/menit , ibu dan pasien tampak lebih
banyak diam.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

6 Desember 2016 PERAWAT S: kontak inadekuat


Pukul 19.00

O: kesadaran somnolen GCS E3M5V4,


TTV : TD 110/70 mmHg, N = 85
x/menit, RR = 18 X/menit, S=37,8oC.
dalam Batas normal Pasien terpasang
IVFD NaCl, pasien total care, terpasang
NGT, terpasang O2 nasal kanul 3
ltr/menit.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

7 Desember 2016 PERAWAT S: kontak inadekuat


Pukul 19.00

O: kesadaran somnolen GCS E3M5V4,


TTV : TD 100/60 mmHg, N = 80
x/menit, RR = 17 X/menit, S=37,oC.
Pasien terpasang IVFD NaCl, pasien total
care, terpasang NGT, terpasang O2 nasal
kanul 3 ltr/menit.

A:

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan.

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

8 Desember 2016 PERAWAT S: kontak inadekuat


Pukul 13.00

O: kesadaran somnolen GCS E3M5V4,


TTV : TD 100/60 mmHg, N = 84
x/menit, RR = 20 X/menit, S=37,oC.
Pasien terpasang IVFD NaCl, pasien total
care, terpasang NGT, terpasang O2 nasal
kanul 3 ltr/menit.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan. Belum teratasi

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

9 Desember 2016 PERAWAT S: kontak inadekuat


Pukul 13.00

O: kesadaran somnolen GCS E3M5V4,


TTV : TD 110/70 mmHg, N = 80
x/menit, RR = 22 X/menit, S=37,oC.
Pasien terpasang IVFD NaCl, pasien total
care, terpasang NGT, terpasang O2 nasal

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


kanul 3 ltr/menit.

A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan.

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

10 Desember 2016
Pukul LIBUR
11 Desember 2016
Pukul
12 Desember 2016 PERAWAT S: kontak inadekuat
Pukul 13.00

O: kesadaran somnolen GCS E3M5V4,

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


TTV : TD 100/60 mmHg, N = 88
x/menit, RR = 19 X/menit, S=36,oC.
Pasien terpasang IVFD NaCl, pasien total
care, terpasang NGT, terpasang O2 nasal
kanul 3 ltr/menit.

A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan.

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

13 Desember 2016 PERAWAT S: kontak inadekuat


Pukul 13.00

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


O: kesadaran somnolen GCS E3M5V4,
TTV : TD 110/70 mmHg, N = 80
x/menit, RR = 22 X/menit, S=37,oC.
Pasien terpasang IVFD NaCl, pasien total
care, terpasang NGT, terpasang O2 nasal
kanul 3 ltr/menit.

A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan.

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

14 Desember 2016 PERAWAT S: kontak inadekuat

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


Pukul 13.00
O: kesadaran somnolen GCS E3M5V4,
TTV : TD 120/60 mmHg, N = 70
x/menit, RR = 18 X/menit, S=36,7oC.
Pasien terpasang IVFD NaCl, pasien total
care, terpasang NGT, terpasang O2 nasal
kanul 3 ltr/menit.

A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan. tubuh

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


15. Desember 2016 S: kontak inadekuat
Pukul 13.00

O: kesadaran somnolen GCS E3M5V4,


TTV : TD 110/70 mmHg, N = 80
x/menit, RR = 22 X/menit, S=37,oC.
Pasien terpasang IVFD NaCl, pasien total
care, terpasang NGT, terpasang O2 nasal
kanul 3 ltr/menit.

A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan

16 Desember 2016 PERAWAT S: kontak inadekuat


Pukul 13.00

O: kesadaran somnolen GCS E3M5V4,


TTV : TD 100/70 mmHg, N = 87
x/menit, RR = 18 X/menit, S=37,oC.
Pasien terpasang IVFD NaCl, pasien total
care, terpasang NGT, terpasang O2 nasal
kanul 3 ltr/menit.

A:
1. Peningkatan kapasitas adaptif
intracranial belum teratasi.
2. Nyeri Akut belum teratasi
3. Hambatan Mobilitas fisik belum
teratasi
4. Penurunan Koping Keluarga belum
teratasi
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


dari kebutuhan.

P. : Lanjutkan intervensi sesuai care plan


- pasien sementara menunggu jadwal
untuk operasi hal ini sesuai keputusan
family meetinn tanggal 15 Desember
2016

LIBUR RESIDENSI II

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


Pengkajian Keperawatan Model Adaptasi Roy 2015

Lampiran 1
I. INFORMASI UMUM
Pengkajian Tanggal : / Waktu: WIB

A. Identitas Pasien
Nama : RM :
Umur : Jenis kelamin :
Agama : Pendidikan :
terakhir
Pekerjaan :
Alamat :

Diagnosa :
Medis

B. Identitas Penanggungjawab
Nama : Umur :
Pendidikan :
terakhir
Hubungan :
Alamat :

II. ADAPTASI
A. FISIOLOGIS
1. Oksigenasi
Pengkajian perilaku (tahap I)

Praktik Residensi Neurologi 2016/2017 – FIK UI

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


Pengkajian Keperawatan Model Adaptasi Roy 2015

Pengkajian stimulus (tahap II)


- Stimulus fokal :
- Stimulus kontekstual :
- Stimulus residual :
Masalah Keperawatan :

2. Nutrisi
Pengkajian perilaku (tahap I)

Pengkajian stimulus (tahap II)


- Stimulus fokal :
- Stimulus kontekstual :
- Stimulus residual :
Masalah Keperawatan :
3. Eliminasi
Pengkajian perilaku (tahap I)

Pengkajian stimulus (tahap II)


- Stimulus fokal :
Praktik Residensi Neurologi 2016/2017 – FIK UI

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


Pengkajian Keperawatan Model Adaptasi Roy 2015

- Stimulus kontekstual :
- Stimulus residual :
Masalah Keperawatan :

4. Aktivitas dan istirahat


Pengkajian perilaku (tahap I)

Pengkajian stimulus (tahap II


- Stimulus fokal :
- Stimulus kontekstual :
- Stimulus residual :
Masalah Keperawatan :
5. Proteksi dan perlindungan
Pengkajian perilaku (tahap I)

Pengkajian stimulus (tahap II)


- Stimulus fokal :
- Stimulus kontekstual :

Praktik Residensi Neurologi 2016/2017 – FIK UI

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


Pengkajian Keperawatan Model Adaptasi Roy 2015

- Stimulus residual :
Masalah Keperawatan :

6. Sensori
Pengkajian perilaku (tahap I)

Pengkajian stimulus (tahap II)


- Stimulus fokal :
- Stimulus kontekstual :
- Stimulus residual :
Masalah Keperawatan :

7. Cairan dan elektrolit


Pengkajian perilaku (tahap I)

Pengkajian stimulus (tahap II)


- Stimulus fokal :
- Stimulus kontekstual :
- Stimulus residual :
Praktik Residensi Neurologi 2016/2017 – FIK UI

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


Pengkajian Keperawatan Model Adaptasi Roy 2015

Masalah Keperawatan :

8. Fungsi neurologi
Pengkajian perilaku (tahap I)

Pengkajian stimulus (tahap II)


- Stimulus fokal :
- Stimulus kontekstual :
- Stimulus residual :
Masalah Keperawatan :

9. Endokrin
Pengkajian perilaku (tahap I)

Pengkajian stimulus (tahap II)


- Stimulus fokal :
- Stimulus kontekstual :
- Stimulus residual :
Masalah Keperawatan :
Praktik Residensi Neurologi 2016/2017 – FIK UI

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


Pengkajian Keperawatan Model Adaptasi Roy 2015

B. KONSEP DIRI
1. Fisik diri
Pengkajian perilaku (tahap I)

Pengkajian stimulus (tahap II)


- Stimulus fokal :
- Stimulus kontekstual :
- Stimulus residual :
Masalah Keperawatan :

2. Personal diri
Pengkajian perilaku (tahap I)

Pengkajian stimulus (tahap II)


- Stimulus fokal :
- Stimulus kontekstual :
- Stimulus residual :
Masalah Keperawatan :
Praktik Residensi Neurologi 2016/2017 – FIK UI

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


Pengkajian Keperawatan Model Adaptasi Roy 2015

C. FUNGSI PERAN
Pengkajian perilaku (tahap I)

Pengkajian stimulus (tahap II)


- Stimulus fokal :
- Stimulus kontekstual :
- Stimulus residual :
Masalah Keperawatan :
D. INTERDEPENDEN
Pengkajian perilaku (tahap I)

Pengkajian stimulus (tahap II)


- Stimulus fokal :
- Stimulus kontekstual :
- Stimulus residual :
Masalah Keperawatan :

Praktik Residensi Neurologi 2016/2017 – FIK UI

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


Pengkajian Keperawatan Model Adaptasi Roy 2015

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Nursing Outcomes Classification (NOC) Nursing Intervention Classification (NIC)

Aplikasi Keperawatan Medikal Bedah – FIK UI

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


Pengkajian Keperawatan Model Adaptasi Roy 2015

IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN

No. Implementasi Evaluasi

Aplikasi Keperawatan Medikal Bedah – FIK UI

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


3.1 Resume 30 Kasus Pasien Gangguan Neurologi
Adapun resume kasus pasien dengan neurologi yang ditangani selama praktik residensi I, Residensi II dan Residensi III sebagai
berikut :

NO Inisial JK Diagnosa Medis Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 Tn.N L CVD SH 1) Resiko ketidakefektifan 1) Status 1) Monitor


peruse jaringan serebral neurologi neurologi
2) Ketidakefektifan bersihan 2) Status 2) Manajemen
jalan napas pernapasan jalan napas
3) Ketidakseimbangan 3) Status 3) Manajemen
nutrisi kurang dari nutrisi nutrisi
kebutuhan 4) Termoregul 4) Manajemen
4) Hipertermia asi hipertermia
5) Resiko ketidakstabilan 5) Kadar 5) Manajemen
kadar glukosa darah. glukosa glukosa darah
6) Kerusakan integritas kulit darah 6) Perawatan luka
6) Integritas Manajemen
kulit medikasi
7) Manajemen
medikasi
2 Tn, W L CVD SI 1) Resiko ketidaefekifan 1) Status 1) monito
perfusi jarinagnserebral neurologi neurologi
2) Ketdkefektifan bersihan 2) Status 2) manajemen
jalan napas pernapasas jalan napasa
3) Ketidakseimbangan nutrisi 3) Statsus 3) manajemen
kurang dari kebutuhan nutrisi nutrisi
tubuh 4) termoregulasi 4) manajemen

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


4) hipertermia hipotermia

3 Tn. L SDH Traumatik (Cedera 1) Resiko ketidakefektifan 1) Status 1) Monitor


BTN Kepala) perfusi serebral neurology neurologi
2) Nyeri akut dan perfusi 2) Manajemen
3) Resiko kerusakan serebral nyeri
integritas kulit 2) Control 3) Topical skin
nyeri 4) Manajemen
3) Integritas medikasi
kulit
4 Tn. S L SDH traumatic (Cedera 1) Penurunan kapasitas 1) Status 1) Monitor
Kepala) adaptif intracranial neurologi neurologi
2) Nyeri akut dan perfusi 2) Manajemen
3) Resiko kerusakan serebral nyeri
integritas kulit 2) Control 3) Topical skin
nyeri
3) Integritas
kulit

5 Tn. BK L CVD SH 1) Resiko ketidakefektifan 1) Status 1) Monitor


perfusi jaringan serebral neurologi neurologi
2) Nyeri akut dan perfusi 2) Manajemen
3) Diare cerebral nyeri
2) Control 3) Manajemen
nyeri cairan
3) Integritas 4) Manajemen
kulit medikasi

6 Tn. AG L CKB 1) Peneurunan kapasitas 1) Status 1) Monitor neurologi

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


adaptif intracranial neurologi 2) Terapi oksigen
2) Ketidakefektifan bersihan dan perfusi 3) Manajemen nyeri
jalan napas serebral 4) Perawatan luka
3) Nyeri akut 2) Control nyeri
4) Kerusakan integritas 3) Integritas
jaringan kulit
7 Tn BS Contusio Cerebri 1) Resiko ketidakefektifan 1) Status 1) Monitor neurologi
perfusi jaringan cerebral neurologi 2) Terapi oksigen
2) Nyeri akut dan perfusi 3) Manajemen nyeri
3) Kerusakan integritas cerebral 4) Perawatan luka
jaringan 2) Control nyeri
3) Integritas
kulit

8 Tn WB L SOL 1) Penurunan kapasitas adaptif 1) Status 1) Monitor


intracranial neuroplgi neurologi
2) Ketidakseimbangan dan perfusi 2) Terapi oksigen
elektrolit serebral 3) Manajemen
2) Status cairan cairan
lektrolit
9 Tn,W L Susp. GBS 1)Hambatan mobilitas fisik 1) mobilisasi 1) monitor neurologi
2) terapi oksigen
10 Tn. K L Contusio serebri 1) Resiko ketidakefektifan 1) Status 1) Monitor
perfusi jaringan serebral neurologi neurologi
2) Nyeri akut 2) Control nyeri 2) Terapi oksigen
3) Kerusakan integritas kulit 3) Integritas kulit 3) Perawatan luka
11 Tn. WK L CVD SI 1) Resiko ketidakefektifan 1) Status 1) monitorng
perfusi jaringan serebral neurologi neurologi
2) Ketidakefektifan pola napas 2) Statsus 2) oksigen therapy
3) Ketidakseimbangan nutrisi pernapasan 3) manajemen

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


12kurang dari kebutuhan 3) Statsu nutrisi nutrsisi
tubuh 4) mobilisasi 4) perubahan posisi
4) Hambatan mobiliutas fisk 5) manajemen
meidkasi
12 Tn. P L CVD SI 1) Resiko ketidakefektifan 1) Status 1) Monitoring
perfusi jaringan serebral neurologi neurologi
2) Ketidakefktifan pola napas 2) Statsu 2) Oksigen herapy
3) Ketdakseibngan nutrisi pernapsan 3) Manajemen
kurang dari kebutuhan 3) Statsu nutrisi nutrisi
tubuh 4) Manajemn
medikasi
13 Tn.AK L CVD SH 1) Penurunan kapasitas 1) Status 1) Manajmen
adaptip intracranial neurologi intracranial
2) Ketidakefektifan pola napas 2) Status 2) Oksigen therapy
3) Ketidakseimbnagn nutrisi pernapasan 3) Manajemen
kurang dari kebutuhan 3) Status nutrisi nutrisi
tubuh 4) Keseimbnagn 4) Manajememn
4) Ketidaksiembangan cairan elektrolit dan ccairan dan
dan elktrolit asam basa elktrolit
5) Control infeksi
dan
6) Manajemen
medikasi
14 Tn. TP L SOL 1) Penurunan kapsitas adptif 1) Status 1) Peningkatan
intracranial neurologiPerfi perfusi cerebral
2) Ketidakefektifan bersihan usi jaringan 2) Oksigen terapi
jalan napas serebral dan pngisapan
2) Status lendir
pernapasan

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


15 Tn.DKK L CVD SI 1) Resiko ketidakefektifan 1) Staus 1) monitor
jaringan serebral neurologi neurologi
2) Retensi urin 2) Perawatan diri 2) Perawatan
3) Ketidakseimbangan elektrolit : eliminasi retensi urin
4) Hambatan mobilitas fisik 3) Keseimbanagn 3) Terapi
elektrolit hemodialisa
4) mobilisasi 4) Manajemen
medikasi
16. Ny. N p CVD SH 1) Penurunan kapasitas adaptif 1) Status 1) monitoring
intrakranial neuologi neurologi
2) Ketidakefektipan pola napas 2) Status 2) oksigen therapy
3) Resiko pernapasan 3) manajemen
ketidakseimbanagnglukosa 3) Kadar glukosa kadar glukosa
darah darah darah
4) Hambatan mobilitas fisik 4) mobilisasi 4) perubahan posisi
5) manajemen
medikasi
17 Tn. Y L Cedera kepala 1) penurunan kapasitas adaptif 1) statsu 1) onitoring
intrakranial neurologi neurologi
2) kerusakn integritas jaringan 2) integritas 2) wound care
3) hambatan mobilitas fisik jaringan 3) perubahan posisi
3) mobiisasi 4) manajemen
medikasi.
18 Ny..MW P Miastenia gravis 1) Ketidakefektifan pola napas 1) Perfusi 1) Oksigen therapy
2) Resiko ketidakefektifan jarinagn 2) Manajemen
perfusi jaringans erebral perifer medikasi
adekuat
2) Status
pernapasan
19. Tn.P L CVD SI 1) Resiko ketidakefektifan 1) status 1) monitor

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


perfusi jaringan serebral neurologi neurologi
2) Ketidakefektifan pola napas 2) status 2) manajemen
3) hipertermia pernapasan kejang
3) thermorgeulas 3) terapi oksigen
i 4) manajemne
medikasi

20 Tn.H L SOL 1) Resiko ketidakefektifan 1) Perfusi jarinag 1) pemberian


perfusi jaringan perifer perifer produk darah
2) Hambatan mobilitas 2) Mobilitas 2) terapi latihan
3) Kerusakan integritas kulit 3) Integritas kulit 3) woud care
4) Nutrisi kurang dari 4) Status nutrisi 4) manajemen
kebutuhan tubuh 5) Control nyeri nutrisi
5) Nyeri akut 6) Level glukosa 5) manjemen nyeri
6) Resiko ketidakseimbangn darah 6) manajemen
kadar glukosa darah 7) Eleiminasi hiperglikemik
7) Konstipasi bowel 7) pemberian
8) Resiko infeksi 8) pengetahuan enema
8) manajemen obat

21 Tn. UAA L Toxoplasma ensefalitis 1) resiko ketidakefektifan 1) perfusi 1) monitor


perfusi jaringan srebral jaringan neurologi
2) nyeri akut serebral 2) manajemen
3) kerusakan integritas kulit 2) pain control nyeri
4) resiko infeksi 3) integritas kulit 3) control infeksi
4) manajemen
medikasi
22 Tn ES L SOL 1) penurunan kapasitas adaptif 1) status 1) peningkatan
intracranial neurologis perfusi serebra
2) ketidakseimbnagan nutrsi 2) join 2) manajemen

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


kurang dari kebutuhan movement kejang
tubuh 3) status nutrisi 3) manajemen
3) hambatan mobiltas fisik 4) eliminasi konstipas
4) konstipasi bowel 1) manajemen
5) resiko jatuh 5) perilaku medikasi
6) ansietas pencegahan
jatuh
23 Tn SH L SOL 1) peunurunan kapsitas adaptif 1) perfusi 1) monitor neurologi
tekanan intracranial jaringan 2) terrapin oksigen
2) ketidakefektifan pola napas serebral 3) topical oksigen
3) kerusakan integritas kulit 2) join 4) manajemen
4) nutrsisi kurang dari movement mediikasi
kebutuhan tubuh 3) status nutrisi
24 Tn. DH L SOL 1) peunurunan kapsitas adaptif 1) status 1) monitor neurologi
tekanan intracranial neurologi 2) terrapin oksigen
2) hamabtaan mobilitas fisik 2) join 3) topical oksigen
3) nutrisi kurang dari movemen 4) manajemen
kebutuhan ytubuh t mediikasi
4) nutrsisi kurang dari 3) eliminasi
kebutuhan tubuh bowel
5) konstipasi
25 Tn S l CVD SH 1) peunurunan kapsitas adaptif 1) perfusi 1) manajemen
tekanan intracranial jaringan edema serebral
2) ketidakefektifan pola napas serebral 2) terapi oksigen
3) nutrsisi kurang dari status 3) manajemen
kebutuhan tubuh neurologi nutrsisi
4) hambatan mobiltas fisik 3) status 4) perawatan tirah
5) konstipas pernapasa baring
4) status nutrisi
5) eliminasi

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


bowel
26 Tn.E L CVD SH 1) peunurunan kapsitas adaptif 1) perfusi 1) manajemen
tekanan intracranial jaringan edema serebral
2) ketidakefektifan bersihan serebral 2) terapi oksigen
jalan napas 2) status 3) manajemen
3) nutrsisi kurang dari neurologi nutrsisi
kebutuhan tubuh 3) status perawatan tirah
4) hambatan mobiltas fisik pernapasa baring
5) konstipas 4) status
nutrisi
inasi bowel
27 Tn.SWR L CVD SH 1) peunurunan kapsitas 7) perfusi 1) manajemen
adaptif tekanan jaringan edema serebral
intracranial serebral 2) terapi oksigen
2) ketidakefektifan bersihan 8) status 3) manajemen
jalan napas neurologi nutrsisi
3) nutrsisi kurang dari 9) status 4) perawatan tirah
kebutuhan tubuh pernapasa baring
4) hambatan mobiltas fisik 10) status nutrisi
5) konstipas eliminasi bowel
6)
28 Tn. AM L SAH Traumatik 1) penurunana kapasitas 1) statsu 1) manajemen
adaptif intracranial neurologi edema serebral
2) nyeri akut 2) control nyeri 2) terapi oksigen
3) hambatan mobilitas fisik 3) pergerakan 5) manajemen
4) resiko cedera sendi manajemen
edema serebral
3) perawatan tirah
baring

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


29 Tn,P L CVD SH 1) ketidakefektifan perfusi 1) status 1) Monitor neurologi
jaringan serebral neurologi 2) Majameen nutrsisi
2) ketidakseimbanagn nutrisi 2) status nutrisi 3) Perawatan tirah
kurang dari kebutuhan 3) pergerakan baring
tubuh sendi
3) hambatan mobiltas fisik
4) resiko cedera
30 Tn..G L ME TB 1) ketidakefektifan perfusi 1) Status 1) monitor
jaringan serebral neurologi neurologi
2) ketidaefektifan bersihan 2) Status jalan 2) manjaemen
jalan napas napas kejang
3) ketidakseimbanagn cairan 3) Status cairan 3) penghisapan
dan elktrolit 4) mobilisasi lendir
4) mobiltas fisik 4) manjemen
5) elketrolit
5) perawatan
tirah baring

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 1
1. Informasi Umum
Tn. N, Umur 54 tahun, Status menikah, Agama Islam, karyawan Swasta, Alamat matrman
Jakarta timur. NRM 41303 05, dirawat diruang perawatan Neurologi Lantai 5 kamar 517
Gedung A RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 2 Agustus 2016 pukul 20.30 WIB.
Dirawat diruang 516 tanggal 2Agustus 2016 pukul 14.00WIB
Diagnosa Medis : Penurunan Kesadaran ec CVD SH , Sepsis ec Pneumonia aspirasi, DM tipe
2, Hipokalemia, Hipoalbuminemia, AKI dd Acute on CKD, Hipertensi grade II, Stress Ulcer,
Ulkus decubitus grade 3
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 22 Agustus 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 24 x/menit, TD 212/111mmHg, denyut nadi 110 x/menit, Suhu 40 c saturasi
98 %, Akral Hangat. AGD (Ph 7,401, pCO2 47,70, p O2 76,90, HCO3 29,90, total CO2 31,40,
O2 Saturasi 95%, standar HCO3 28,9 (. DPL : Hb 10,9 g/dl, HT 33,2 mg/dl, Trombosit 481
10^3 Leukosit 15,57 10^3/ul, LED 130 mm, kadar fibrinogen 522,3 mg/dl, Radiologi :
Thorax proyeksi AP : infiltrate kedua paru, suspek pneumonia, aorta elongasi. CT Scan : infark
dibasal ganglia kanan, tidak tampak perdarahan maupun SOL , Sinusitis maksilla dan ethmoid
bilateral 2) Nutrisi : penurunan kesadaran, cairan NGT warna kehitaman dengan adanya
bekuan darah. Laboratorium : Hb :10,9 g/dl, albumin: 2,24 ureum 54 g/dl, trigliserida 174
mg/dl, protein total 5,4 g/dl SGOT : 68 U/L, GDS : 207, Gliko Hb (HbA1c) 8,9 DM. (4
Oktober 2016).3) Eliminasi :Belum dapat nilai pasien terpasang kateter urin. 4) Aktivitas dan
Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 55,Barthel Index : 0, Hemiparese Sinistra , Radiograpi
PEDIS AP dan Oblik : kalsifikasi vascular region metatarsal V pedis kiri, soft tissue swelling
region digiti V pedis kiri dengan empisema subkutis. : 5) Proteksi :adaptif. Laboratorium
prokalsitonin : 2,91 mg/dl. Leukosit : 15,57 10^3/Ul, .6) Sensasi : belum dapat nilai. 7) Cairan
dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum : 54
mg/dl, natrium 148 mg/dl, kreatinin darah : 1,70mg/dl. Kalsium 7,9 mg/dl. 8) Neurologis :
penurunan kesadaran 14 jam SMRS mendadak, Pasien tiba-tiba jatuh dan tidak sadarkan diri
sejak 2 jam SMRS, Kesadaran supor, GCS E3M4V2 , pupil isokor 5mm/5mm, RF : +2/+2,
RP : negative bilateral, fundoskopi kesan fundus hipertensif on viskositas 8,36 kesan paresis N
VII dextrasentral.NIHSS :11, 9) Endokrin : GDS: 164 mg/dl.Mode Konsep Diri : belum
dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai bapak (kepala keluarga). Mode
Interdependensi :belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : Iskemia pada otak, Stimulus kotekstual : riwayat hipertensi tidak terkontrol,
Stimulus residual : usia
3. Diagnosa Keperawatan : 1) Gangguan Perfusi Jaringan Serebral 2) Ketidakefektifan bersihan
jalan napas 3) Gangguan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan 4) Hipertermia 5) Resiko
Ketidakstabilan kadar glukosa darah 6) kerusakan integritas kulit.
4. Tujuan :1) Status neurologi dan perfusi serebral 2) status pernapasan 3) status nutrisi 4)
termoregulasi 5) kadar Glukosa darah 6) integritas kulit.
5. Intervensi : 1) Monitor Neurologi dan terapi oksigen 2) manajeemen jalan napas 3)
manajemen nutrisi dan pemberian nutrsi via tabung enteral 4) manajemen hipertermi 5)
manajemen glukosa darah 6) perawatan luka 7)Medication Manajemen ( KaEn 2 500/12 jam,
NaCl 0,9 % 500 cc / 12 jam, TE 1000 500 cc/24jam, Albumin 20 %/hari, Asering 500 cc/12
jam, OMZ drps 8 mg/jam, Paracetamol 1 G 3x, Cefoperazone Sulbactam 1 g 3x, Asam Folat 5
mg 2x, Neurodex 1 tab 2x, Simvastati 20 mg, 1x, Catopril 25 mg 3x, Ascardia 80 mg 1x,
Captopril 25 mg 3x, Amlodipin 10 mg 1x, Bisoprolol 2,5 mg 1x, Inpepsa CI 4x, OMZ 40 mg
2x, Novorapid 8 u 3x, Levamir 8u 1x).
6. Evaluasi
Selama 14 hari dirawat perilaku pasien masih belum adaptif , kesadaran Somnolen, GCS
E3M4V ETT, GDS pasien 180 mg/dl, pemberian nutrisi per NGT keluarga telah diajarkan cara
pemeberian makan melalui selang NGT, suhu tubuh pasien 38oC, telah dilakukan kompres dan
pemberian antipiretik,dilakukan KGDH senin, rabu , jumat , telah dilakukan perawatan luka
dan telah diajarkan keluarga untuk cara perawatan luka dirumah, dilakukan suction berkala
pada pasien dan juga telah diajarkan keluarga, Foto thorax : infiltrate dilapang atas paru kanan
relative bertambah, aorta dilatasi dan elongasi

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 2
1. Informasi Umum
Tn. S, Umur 59 tahun, Status menikah, Agama Islam, wiraswasata , Alamat jakarta selatan
NRM 412 22 90, dirawat diruang perawatan Neurologi Lantai 5 kamar 517 Gedung A RSP
Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 15 September 2016 pukul 15.30 WIB. Dirawat
diruang 517 tanggal 17 Septemebr 2016 pukul 21.00WIB
Diagnosa Medis : Penurunan Kesadaran ec CVD SI , CAP
Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 18 September 2016 pukul 10.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 23 x/menit, TD 150/100mmHg, denyut nadi 97 x/menit, Suhu 39 c saturasi
98 %, Akral Hangat. AGD (Ph 7,4, pCO2 37, , p O2 92, HCO3 29,90, total CO2 31,40, O2
Saturasi 97%, standar HCO3 28,9 (. DPL : Hb 12,6 g/dl, HT 37 mg/dl, Trombosit 300 10^3
Leukosit 18,9 10^3/ul, LED 120 mm, kadar fibrinogen Radiologi : Thorax proyeksi AP :
infiltrate kedua paru, suspek pneumonia, aorta elongasi. CT Scan : infark dibasal ganglia
kanan, bilateral 2) Nutrisi : penurunan kesadaran, pasien terpasang NGT Laboratorium : Hb
:12,6 g/dl, albumin: 3,2 ureum 65 g/dl, trigliserida 175 mg/dl, protein total 4,3 g/dl SGOT : 70
U/L, GDS : 120, (4 Oktober 2016).3) Eliminasi :Belum dapat nilai pasien terpasang kateter
urin. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 55,Barthel Index : 0, Hemiparese
Sinistra ,: 5) Proteksi :adaptif. Laboratorium prokalsitonin : 2,91 mg/dl. Leukosit :
18,910^3/Ul, .6) Sensasi : belum dapat nilai. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan
Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum : 32 mg/dl, natrium 146 mg/dl, kreatinin
darah : 1,20mg/dl. Kalsium 7,9 mg/dl. 8) Neurologis : penurunan kesadaran sejak 48
jamSMRS pasien awalnya banyak diam stelehan itu 12 jam SMRS sudah sudah untuk
dibangnukan sehingga keluaga ,embawa ke rscm S Kesadaran supor, GCS E2M4V2 , pupil
isokor 3mm/3mm, RF : +2/+2, RP : negative bilateral, fundoskopi kesan fundus hipertensif on
kesan paresis N VII dextrasentral.NIHSS :12) Endokrin : GDS: 112mg/dl.Mode Konsep Diri
: belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai bapak (kepala keluarga). Mode
Interdependensi :belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : Iskemia pada otak, Stimulus kotekstual : riwayat hipertensi tidak terkontrol,
Stimulus residual : riwayat keuarga
2. Diagnosa Keperawatan : 1) resiko ketidakefektfan perfusi jaringan serebral 2)
Ketidakefektifan bersihan jalan napas 3) Gangguan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan 4)
Hipertermia
3. Tujuan :1) Status neurologi dan perfusi serebral 2) status pernapasan 3) status nutrisi 4)
termoregulasi
4. Intervensi : 1) Monitor Neurologi dan terapi oksigen 2) manajeemen jalan napas 3)
manajemen nutrisi dan pemberian nutrsi via tabung enteral 4) manajemen
hipertermiMedication Manajemen (NaCl 0,9 % 500 cc / 12 jam, , OMZ drps 8 mg/jam,
Paracetamol 1 G 3x, Cefoperazone Sulbactam 1 g 3x, Asam Folat 5 mg 2x, Neurodex 1 tab 2x,
Simvastati 20 mg, 1x, Catopril 25 mg 3x, Ascardia 80 mg 1x, Captopril 25 mg 3x, Amlodipin
10 mg 1x, Bisoprolol 2,5 mg 1x, Inpepsa CI 4x, OMZ 40 mg 2x.
5. Evaluasi
Selama 6 jam hari dirawat perilaku pasien masih belum adaptif , kesadaran Somnolen, GCS
E2M4V2, produksi sekretmeningkat, suction berkala, perubahan posisi tiap 2 jam, namun
akhirnya digunakan kasur antidekubitus, pmeberian makan dilakukan secara parentera dan
keluarga telah diajarkan, keluarga juga tela melakukan pemenuhuan personal hygiene klien

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 3
1. Informasi Umum
Tn. BTN, Umur 43 tahun, Status menikah, Agamakatolik, karyawan Swasta, Alamat matrman
Jakarta timur. NRM398 36 96, dirawat diruang perawatan Neurologi Lantai 5 kamar 516
Gedung A RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 9september 2016 pukul 13.51WIB.
Dirawat diruang 516 tanggal10 Agustus 2016 pukul 14.30WIB
Diagnosa Medis :SDH , CAD, Hipertensi tidak terkontroll
2. Pengkajian
6. Perilaku
Pengkajian tanggal 22 Agustus 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 140/80 mmHg, denyut nadi 110 x/menit, Suhu 37 c saturasi
98 %, Akral Hangat., (. DPL : Hb 14,9 g/dl, HT 44,7 mg/dl, Trombosit 290 10^3 Leukosit
7.25 10^3/ul, dl, ). CT Scan :subdural/epidural hematoma diregio prontotemporal
parietalkanan sudah mulai absorbs disertai edema menyebakan herniasi subfalxine2) Nutrisi
:makanan per oral. Laboratorium : Hb :14,9 g/dl, ureum 24 g/dl, trigliserida 174 mg/dl, SGOT
: 16 U/L, GDS :109, 3) Eliminasi : terpasang kateter . 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall
MORSE Scale) nilai 55,Barthel Index : 0,pasien hanya berbaring ditempat tidur berhubung
nyeri kepla hebat. : 5) Proteksi :adaptif. Laboratorium Leukosit :7,25 10^3/Ul, .6) Sensasi :
adaptif 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa : mukosa lembab.
Laboratorium : ureum : 54 mg/dl, natrium 148 mg/dl, kreatinin darah : 1,70mg/dl. Kalsium 7,9
mg/dl. 8) Neurologis :sakit kepala memberat 1 bulan SMRS saat itu pasaien Kll j, Kesadaran
composmenti GCS E4M6V5 , pupil isokor 3mm/3mm, RF : +2/+2, RP : negative bilateral,
fundoskopi kesan fundus hipertensif os Endokrin : GDS: 164 mg/dl.Mode Konsep Diri :
belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai bapak (kepala keluarga). Mode
Interdependensi :belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal :SDH, stimulus kontextual KLL Stimulus residual : riwayat bawa kendaraan
cepat-cepat.
3. Diagnosa Keperawatan : 1) resiko Ketidakefektifan perfusi serebral 2)nyeri akut 3) risiko
kerusakan integritas kulit
4. Tujuan :1) Status neurologi dan perfusi serebral 2) control nyeri 3) integritas kulit.
5. Intervensi : 1) Monitor Neurologi 2) manajemen nyeri3) topical skin 4 ) manajemen medikasi
ivfd 500 cc /12 jam, ketorolac 3x30 mg, ranitidine 2x 50 mg, valsartam 80 mg, simpastatin 20
mg ix, bisoprolol
6. Evaluasi
Setelah intervensi selama 6 jam pasien menegluh nyeri kepala , kesadaran komposmentis ,
GCS E4M6V5, terdapat luka bisul diekstremitas.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 4
1. Informasi Umum
Tn. S, Umur 84 tahun, Status menikah, Agama Islam , , Alamat cempaka putih Jakarta pusat
NRM 415 73 46 , dirawat diruang perawatan Neurologi Lantai 5 kamar 517 Gedung A RSP
Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 14 september 2016 pukul 19.05 WIB. Dirawat diruang
516 tanggal 16 September 2019 pukul 01.20 WIB
Diagnosa Medis :SDH traumatic
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 22 Agustus 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 179 /90 mmHg, denyut nadi 90 x/menit, Suhu 37 c saturasi
99 %, Akral Hangat., (. DPL : Hb 11,8 g/dl, HT 35,4mg/dl, Trombosit 240 10^3 Leukosit
6,7510^3/ul, dl, ). CT Scan :subdural hematoma frontal bilateral kanan 30 cc midline shift
0,5 cm ke kanan ) Nutrisi :terpasang NGT . Laboratorium : Hb :11,8 g/dl, ureum 58 g/dl,
trigliserida 174 mg/dl, SGOT : 19 SGPT 12U/L, GDS :105, 3) Eliminasi : terpasang kateter .
4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 55,Barthel Index : 0,pasien hanya
berbaring ditempat tidur berhubung nyeri kepla hebat. : 5) Proteksi :f. Laboratorium Leukosit :
7,25 10^3/Ul, .6) Sensasi : adaptif 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :
mukosa lembab. Laboratorium : ureum : 58 mg/dl, natrium 141 mg/dl, kreatinin darah : 1,1
mg/dl. Kalsium 4,3mg/dl. 8) Neurologis :penurunan kesadaran bertahap sejak 5 hari lalu post
jatuh keudian pasien lemah, tidak mau makan. Kesadaran composmenti GCS E4M6Vafasia
global , pupil isokor 3mm/3mm, RF : +2/+2, RP : negative bilateral, fundoskopi kesan fundus
hipertensif os Endokrin : GDS: 105 mg/dl.Mode Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode
Fungsi Peran : peran sebagai bapak Mode Interdependensi : belum dapat dinilai pasien
diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal :SDH, stimulus kontextual jatuh Stimulus residual : usia lanjut
3. Diagnosa Keperawatan : 1) penurunan kapasitas adaptif intracranial 2)nyeri akut 3) risiko
kerusakan integritas kulit
4. Tujuan :1) Status neurologi dan perfusi serebral 2) control nyeri 3) integritas kulit.
5. Intervensi : 1) Monitor Neurologi 2) manajemen nyeri3) topical skin 4 ) manajemen medikasi
ivfd 500 cc /12 jam, captopril 2 x 25 mg, manitol 4 x 125 cc, parasetamol 3 x 1 gr IV, OMZ 1x
40 mg IV,
6. Evaluasi
Setelah intervensi selama 6, kesadaran komposmentis , GCS E4M6Vafasia global , pasien
cenderung tertidur,

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 5
1. Informasi Umum
Tn.BK , Umur 59 tahun, Status menikah, Agama islam , karyawan Swasta, AlamatBekasi
Jawa Barat . NRM 415 69 14 96, dirawat diruang perawatan Neurologi Lantai 5 kamar 516
Gedung A RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 5 september 2016 pukul 17.00WIB.
Dirawat diruang 516 tanggal 6 Sepetember 2016 pukul 20.09 WIB
Diagnosa Medis : CVD SH, Pneumonia aspirasi, HT tidak terkontrol
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 7 sepetember pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1) Oksigenasi
: RR 99 x/menit, TD 135/80 mmHg, denyut nadi 76x/menit, Suhu 37 c saturasi 98 %, Akral
Hangat., (. DPL : Hb 14,4 g/dl, HT 53,2 mg/dl, Trombosit 250 10^3 Leukosit 10^3/ul, dl, ).
CT Scan :perdarahan akut dimesensefalon-pons ) Nutrisi :terpasang NGT Laboratorium : Hb
:14,9 g/dl, ureum 30 g/dl, trigliserida 115 mg/dl, , 3) Eliminasi : terpasang kateter . 4)
Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 55,Barthel Index : 0,pasien hanya berbaring
ditempat tidur berhubung nyeri kepla hebat. : 5) Proteksi :adaptif. Laboratorium Leukosit
:10,3 10^3/Ul, .6) Sensasi : hemiplegik dextra7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan
Asam Basa : mukosa lembab. 8) Neurologis nyeri kepala GCS E4M6V5 , pupil isokor
3mm/3mm, RF : +2/+2, RP : negative bilateral, fundoskopi kesan fundus hipertensif os
sensorik hemiparesis dextra Endokrin : GDS: 164 mg/dl.Mode Konsep Diri : belum dapat
dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai bapak (kepala keluarga). Mode Interdependensi
:belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal :perdarah otak , stimulus kontextual KLLhipertensi tidak terkontrol : riwayat
keluarga
3. Diagnosa Keperawatan : 1) resiko Ketidakefektifan perfusi serebral 2)nyeri akut 3) diare
4. Tujuan :1) Status neurologi dan perfusi serebral 2) control nyeri 3) integritas kulit.
5. Intervensi : 1) Monitor Neurologi 2) manajemen nyeri3) manajemen cairan 4 ) manajemen
medikasi ivfd 500 cc /12 jam, ketorolac 3x30 mg, ranitidine 2x 50 mg, valsartam 80 mg,
simpastatin 20 mg ix, manitol 4 x 125 IV.
6. Evaluasi
Setelah intervensi selama 6 jam pasien nyeri kepala ,pusing , diare kesadaran komposmentis ,
GCS E4M6V5,

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 6
1. Informasi Umum
Tn.AG, Umur 30 tahun, Status menikah, Agama islam , karyawan Swasta, Alamat Jaksel
barat . NRM 415 70 79 dirawat diruang perawatan Neurologi Lantai 5 kamar 516 Gedung A
RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 9 september 2016 pukul 18.09 WIB. Dirawat
diruang 516 tanggal 20 Agustus 2016 pukul 09.WIB
Diagnosa Medis :CKB
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 22 Agustus 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 117/61mmHg, denyut nadi 107 x/menit, Suhu 37 c saturasi
98 %, Akral Hangat., (. DPL : Hb 13,9 g/dl, HT 40,9mg/dl, Trombosit 250 10^3 Leukosit
711,510^3/ul, dl, ). CT Scan :perdarahan intraparenkim lobus frontoparietal frontal kiri, pons
dan temporal kiri. Edma serebri, fraktur multiple os wajah.2) Nutrisi :makanan perNGT.
Laboratorium : Hb :1439 g/dl, ureum 24 g/dl, trigliserida 174 mg/dl, SGOT : 16 U/L, GDS
:100, 3) Eliminasi : terpasang kateter . 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai
55,Barthel Index : 0,pasien hanya berbaring ditempat tidur berhubung nyeri kepla hebat. : 5)
Proteksi :adaptif. Laboratorium Leukosit :7,25 10^3/Ul, .6) Sensasi : terdapat luka pada wajah
post repair rutur kornea. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa
lembab. Laboratorium : ureum : 25 mg/dl, natrium 149 mg/dl, kreatinin darah : 1,50mg/dl.
Kalsium 8,9mg/dl.8) Neurologis :penurunanak kesadran 4 jam SMRS pas membersihkan
APAR tiba-tiba bagian APAR jatuh dan menghantam wajah pasien GCS EXM5V2, RF
1/1Endokrin : GDS: 164 mg/dl.Mode Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode Fungsi
Peran : peran sebagai bapak (kepala keluarga). Mode Interdependensi :belum dapat dinilai
pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : perdarahan otak, stimulus kontekstual Kecelakaan kerja stimulus residual:-
3. Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunana kapasitas adaptif intracranial 2) bketidaefektifan
bersihan jalan napas 3)nyeri akut 4) kerusakan integritas jaringan ,
4. Tujuan :1) Status neurologi dan perfusi serebral 2) control nyeri 3) integritas kulit.
5. Intervensi : 1) Monitor Neurologi 2) terapi oksigen3) manajemen nyeri3) wound care 4 )
manajemen medikasi ivfd 500 cc /8 jam, ketorolac 3x30 mg, ranitidine 2x 50 mg, extrace 1 x
40 0 mg IV.
6. Evaluasi
Setelah intervensi selama 6 jam pasien menegluh nyeri kepala ,kontak tidak adaekaurt, pasien
penurunan kesadarn, terdapat luka pada wajah, pasien resiko jatuh dan mencederai diri
sehingga dilkukan pemasangan restrain.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 7
1. Informasi Umum
Tn. BS, Umur46 tahun, Status menikah, Agama islam , karyawan Swasta, AlamatTj. Priok
Jakarta Utara. NRM 415 72 51dirawat diruang perawatan Neurologi Lantai 5 kamar 517
Gedung A RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 9 september 2016 pukul 18.09 WIB.
Dirawat diruang 516 tanggal 20 Agustus 2016 pukul 09.WIB
Diagnosa Medis :riwayat penurunan kesadaran ec contiusio serebri , ICH, SDH, fraktur
multiple fronto parietal kanan
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 22 Agustus 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 140/71 mmHg, denyut nadi 82 x/menit, Suhu 37 c saturasi
98 %, Akral Hangat., (. DPL :15,2/42,3/20,080/262.000, ). CT Scan :SDH, EDH
parieotooksipital ICH. 2) Nutrisi :makanan perNGT. Laboratorium : Hb :15,2g/dl, ureum 22
g/dl, trigliserida 174 mg/dl, SGOT : 16 U/L, GDS :136 mg/dl, 3) Eliminasi : terpasang kateter
. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 55,Barthel Index : 0,pasien hanya
berbaring ditempat tidur berhubung nyeri kepla hebat. : 5) Proteksi :adaptif. Laboratorium
Leukosit :7,25 10^3/Ul, .6) Sensasi : terdapat luka pada wajah 7) Cairan dan elektrolit &
Keseimbangan Asam Basa : mukosa lembab. Laboratorium : ureum : 22 mg/dl, natrium 141
mg/dl, kreatinin darah : 0,79 mg/dl. Kalsium 3,5mg/dl. 8) Neurologis :penurunanak kesadran 9
jam SMRS akibat kecelakaan tunggal menabrak pohon mekanisme cedera tidak diketahuiGCS
E3M5V3, RF 1/1Endokrin : GDS: 164 mg/dl.Mode Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode
Fungsi Peran : peran sebagai bapak (kepala keluarga). Mode Interdependensi :belum dapat
dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : perdarahan otak, stimulus kontekstual Kecelakaan lalu lintas stimulus
residual:- riwayat sering pulang larut malam.
c. Diagnosa Keperawatan : 1) resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral 3)nyeri akut 4)
kerusakan integritas jaringan ,
d. Tujuan :1) Status neurologi dan perfusi serebral 2) control nyeri 3) integritas kulit.
e. Intervensi : 1) Monitor Neurologi 2) terapi oksigen3) manajemen nyeri3) wound care 4 )
manajemen medikasi ivfd 500 cc /12 jam, ketorolac 3x30 mg, ranitidine 2x 50 mg, laxadine
3xc1, manitol 4x125 ml. extrace 1 x 40 0 mg IV.
f. Evaluasi
Setelah intervensi selama 6 jam pasien menegluh nyeri kepala , kontak tidak adaekaurt, pasien
penurunan kesadaran GCS E2M5V2, pantau intake output, dan nEWSS. .

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 8
1. Informasi Umum
Tn.WB, Umur61 tahun, Status menikah, Agama islam , , Alamat Jaksel barat . NRM 415 70
79 dirawat diruang perawatan Neurologi Lantai 5 kamar 516 Gedung A RSP Nasional Cipto
Mangunkusomo, MRS 19 september 2016 pukul 21.30WIB. Dirawat diruang 517 tanggal 21
September 2016 pukul 06.WIB
Diagnosa Medis :penurunan kesadaran ec SOL , Riwayat SDH kronik, Limgoma maligna
Hodgkin
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 21 September 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 18 x/menit, TD 150/90mmHg, denyut nadi 94 x/menit, Suhu 37 c saturasi 98
%, Akral Hangat., (. DPL :13,2/31/13.600/300.000). (AGD : 7.44/28,7/113/98,6/19,6CT Scan
: epidural fluid kronik diregio temporal kiri denan defect os temporal kiri. 2) Nutrisi :makanan
perNGT. Laboratorium : Hb :13,2 g/dl, ureum 24 g/dl, trigliserida 174 mg/dl, SGOT : 99U/L,
GDS :119, 3) Eliminasi : terpasang kateter . 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale)
nilai 55,Barthel Index : 0,pasien hanya berbaring ditempat tidur berhubung nyeri kepla hebat. :
5) Proteksi : riwayat kejang berulang. Laboratorium Leukosit :\13,610^3/Ul, .6) Sensasi :
tidak dapat dinilai 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa : mukosa lembab.
Laboratorium : ureum : 24 mg/dl, natrium 136 mg/dl, kreatinin darah : 1,40mg/dl. Kalsium
3,1mg/dl. 8) Neurologis : kejangdan penurunana kesadaran 10 jam SMRS saat sedang tidur
pasien mengalami kejang periktal iktal tangan dan kaki kelonjotan dengan durasi 5 menit
sebanyak 4 kali , RF 2/2 fundoskopi early papil oedem. /1Endokrin :GDS: 119 mg/dl. GCS
E4M5V3 Mode Konsep Diri :belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai bapak
(kepala keluarga). Mode Interdependensi :belum dapat dinilai pasien diantar oleh
keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal SOL intracranial , stimulus kontekstual riwayat limfoma hodkin stimulus
residual:riwayat genetik
3. Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunana kapasitas adaptif intracranial 2) ketidakseimbangan
elektrolit
4. Tujuan : 1) Status neurologi dan perfusi serebral dan manajemen kejang 2) manajemen
cairan dan elktrolit
5. Intervensi :1) Monitor Neurologi 2) terapi oksigen3) manajemen nyeri3) wound care 4 )
manajemen medikasi ivfd 500 cc /8 jam, KCL 3 500 mg. curcuma 3 x300 mg,paracetamo 1
gr 3x IV, keppra 500 mg.
6. Evaluasi
Setelah intervensi selama 6 jam pasien menegluh nyeri kepala ,kejang durasi 3 menit, GCS
E4M5V3, pantau intake output.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 9
1. Informasi Umum
Tn.W, Umur 33 tahun, Status menikah, Agamaislam , karyawan Swasta, Alamat Jaksel barat
. NRM 417 41 12 dirawat diruang perawatan Neurologi Lantai 5 kamar 517 Gedung A RSP
Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 29 september 2016 pukul 11.36WIB. Dirawat diruang
517 tanggal29 September 2016 pukul 11.30 .WIB
Diagnosa Medis :Susp. GBS
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 29 September 2016 pukul 13.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 110/61 mmHg, denyut nadi 84 x/menit, Suhu 37 c saturasi
98 %, Akral Hangat., (. DPL : Hb 14,9 g/dl, HT143,1mg/dl, Trombosit 260 10^3 Leukosit 10
10^3/ul, dl, ). 2) Nutrisi :makanan per oral adekuat . Laboratorium : Hb :14,9 g/dl, ureum 21
albumin 4,68 g/dl, trigliserida 174 mg/dl, SGOT : 18U/L, GDS :112, 3) Eliminasi :adaptif 4)
Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 55,Barthel Index : 0,pasien tetraparesi
2211/ 1122//4444/4444: 5) Proteksi : adaptif. Laboratorium Leukosit :7,25 10^3/Ul, .6)
Sensasi : terdapat luka pada wajah post repair rutur kornea. 7) Cairan dan elektrolit &
Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum : 21 mg/dl, natrium 148
mg/dl, kreatinin darah : 1,50mg/dl. Kalsium 8,9mg/dl.8) Neurologis :kelemihan keempat
ektremitas sejak 5 minggu SMRS, GCS E4M6V5 RF +2/+2 Endokrin : GDS: 112
mg/dl.Mode Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai bapak
(kepala keluarga). Mode Interdependensi :belum dapat dinilai pasien diantar oleh
keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal :GBS, stimulus kontekstual autoimun Kecelakaan kerja stimulus residual:-
c. Diagnosa Keperawatan : 1) hambatan mobilitas fisik
d. Tujuan : 1) mobilisasi
e. Intervensi : 1) Monitor Neurologi 2) terapi oksigen3)
f. Evaluasi
Setelah intervensi selama 6 jam pasien menegluhemah pada tangan dan mudah sesak saat ke
kamar mandi. Kontak adekuat GCS E46V5 hasil LP kesan nimplamasi.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 10
1. Informasi Umum
Tn.K, Umur 33 tahun, Status menikah, Agamaislam , karyawan Swasta, Alamat Jakarta pusat
. NRM 415 80 03 dirawat diruang perawatan Neurologi Lantai 5 kamar 517 Gedung A RSP
Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 29 september 2016 pukul 14.19 WIB. Dirawat diruang
517 tanggal 29 September 2016 pukul 15.43 .WIB
Diagnosa Medis : Contusio cerebri , multiple laceratum.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 30 September 2016 pukul 09 00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 17 x/menit, TD 120/80 mmHg, denyut nadi 80 x/menit, Suhu 36 c saturasi
98 %, Akral Hangat., (. DPL : Hb 16 g/dl, HT143,1 mg/dl, Trombosit 260 10^3 Leukosit 10
10^3/ul, dl, ).CT Scan sugestif gmbaran komusio cerebri di soft tissue tidak tampak fraktur
pada tulang eajah. 2) Nutrisi :makanan per oral adekuat . Laboratorium : Hb :16 g/dl, ureum
21 albumin 4,68 g/dl, trigliserida 174 mg/dl, SGOT : 18U/L, GDS :112, 3) Eliminasi : adaptif
4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 55, Barthel Index : 0, 5) Proteksi : adaptif.
Laboratorium Leukosit : 7,25 10^3/Ul, .6) Sensasi : terdapat luka pada wajah post repair rutur
kornea. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa : mukosa lembab. Laboratorium
: ureum : 21 mg/dl, natrium 148 mg/dl, kreatinin darah : 1,50mg/dl. Kalsium 8,9mg/dl. 8)
Neurologis pasien pingsan setelah mengalami benturan dikepala 3 jam smrs. Pasien terjatuh
saat mebetulkan plafon dari ketinggiaj 6 meter pasien langsung tidak sadarkan diri Endokrin
:GDS: 130 mg/dl.Mode Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai
bapak (kepala keluarga). Mode Interdependensi : belum dapat dinilai pasien diantar oleh
keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : benturan pada kepala , stimulus kontekstual kecelakkan kerja Kecelakaan
kerja stimulus residual:-
3. Diagnosa Keperawatan : 1) resiko ketidaefektifan perfusi jaringan serebral dan nyeri akut,
kerusakam integritas kulit
4. Tujuan : 1status neurologi : perfusi serebral
5. Intervensi :1) Monitor Neurologi 2) terapi oksigen3) integritas kulit.
6. Evaluasi
Setelah intervensi selama 6 jam pasien , kontak ada tapi tidak adekuat. GCS E3M5V3.Pasien
mnegeluh nyeri VASS 2.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 11
1. Informasi Umum
Tn. W, Umur 65 tahun, Status menikah, Agama Islam , MR. 414-16-91 , Masuk IGD RSP
Nasional Cipto Mangunkusomo, 22 Novembe 2016 pukul 13.52 dirawat diruang 516 tangal 23
Novmber 2016
Diagnosa Medis :Penurunan kesadaran ec stroke iskemik
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 24 November 2016 pukul 09.o0 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 150/90mmHg, denyut nadi 85 x/menit, Suhu 37,5 c saturasi
99 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb12/36/12,900/250.00, AGD pH/PCo2/PO2/02sat/ Standar
HCO3 : 7,3/20/223/10.3/9,9. Thorax foto : kardiomegali CT Scan: infark meluas dregio basal
ganglia,regioatemporal. . 2) Nutrisi : terpasang NGT p. Laboratorium :, GDS :104. 3)
Eliminasi :terpasang kateterdan pamperrs. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale)
nilai 55,Barthel Index : 0, pasien penurunan kesadaran 5) Proteksi :susah dikaji Laboratorium
Leukosit : 11,9 10^3/Ul, .6) Sensasi : belum dapat nilai. 7) Cairan dan elektrolit &
Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin
5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis : Penurunan Kesadarn tiba-tiba
sejak5 jamSMRS setellah selsai shalat subuh pasien minum teh dan makan kue namun tiba-
pasien jatuh dan tidak sadarkan diri GCS E1M4V2 Endokrin : adaptif.Mode Konsep Diri :
adaptip Mode Fungsi Peran : peran sebagai kepala keluarga Mode Interdependensi :belum
bisa dinilai.
b. Stimulus
Stimulus fokal : stroke iskemik
Stimulus kotekstual : hipertensi tidak terkontrol
Stimulus residual : riwayat keluarga dengan sroke
3. Diagnosa Keperawatan : 1) resiko ketidakefektifan perfusi jjaringan serebral 2)
ketidakefektifan pola napas 3) ketidakseimbangan nutris kurang dari kebutuhan.4) hamabtan
mobiltas fisik
4. Tujuan : 1) status neurologi 2) status ernapasan 3) statsu nutrisi 4) mobilisasi
5. Intervensi : 1) monitoring neurologi 2) Okigen Therapy 3) manajemen nutrisi4) perubahan
posisi 2) Medication Manajemen (NaCL 0,9% 500/12 jam, amlod50 mg 2xipin 20 mg1x,
simpastatsi 10 mg,ranitidine50 mg 2xiv
6. Evaluasi
Setelah 3 hari perawatan pasien belum menunjukan respon yang adpaif. Satsus neurologi masi
mal adapti ditandai dnegan GCS E1M4VETT. Tanggal 25 Novmeber pasien dinyatakan
meninggal

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 12
7. Informasi Umum
Tn. P, Umur 55 tahun, Status menikah, Agama Islam , MR. 461-16-76 , Masuk IGD RSP
Nasional Cipto Mangunkusomo, 17 Desember 2016 pukul 13.52
Diagnosa Medis :Penur unan kesadaran ec stroke iskemik
8. Pengkajian
c. Perilaku
Pengkajian tanggal 17 Desember 2016 pukul 14.40 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 24 x/menit, TD 120/80mmHg, denyut nadi 97 x/menit, Suhu 36,5 c saturasi
99 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 16,7/52/11.900/300.000, AGD pH/PCo2/PO2/02sat/ Standar
HCO3 : 7,3/19/223/10.3/9,9. Thorax foto : kardiomegali CT Scan: infark multipel basal
ganglia kiri dan kanan. . 2) Nutrisi : terpasang NGT p. Laboratorium :, GDS :104. 3)
Eliminasi :terpasang kateterdan pamperrs. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale)
nilai 55,Barthel Index : 0, pasien penurunan kesadaran dan kejang 5) Proteksi : kejang
Laboratorium Leukosit : 11,9 10^3/Ul, .6) Sensasi : belum dapat nilai. 7) Cairan dan
elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5 g/dl,
Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis : Kelemahan tubuh sisi
kanaan mendadak 1 hari SMRS, Kesadaran supor, GCS E2M4Vgudel, pupil isokor 3mm/3
mm, RF : +2/+2, RP : Babinski positif bilteral kesan paresis N VII , XII) Endokrin :
adaptif.Mode Konsep Diri : adaptip Mode Fungsi Peran : peran sebagai kepala keluarga
Mode Interdependensi :belum bisa dinilai.
d. Stimulus
Stimulus fokal : stroke infarkdi bsala ganglia,
Stimulus kotekstual : hipertensi tidak terkontrol
Stimulus residual : riwayat keluarga dengan sroke
9. Diagnosa Keperawatan : 1) resiko ketidakefektifan perfusi jjaringan serebral 2)
ketidakefektifan pola napas 3) ketidakseimbangan nutris kurang dari kebutuhan.
10. Tujuan : 1) status neurologi 2) status ernapasan 3) statsu nutrisi
11. Intervensi : 1) monitoring neurologi 2) Okigen Therapy 3) manajemen nutrisi 2) Medication
Manajemen (NaCL 0,9% 500/12 jam, perdipin 5mg/jam, fenitoin 3 100 mg, simvastatsin 1 x
20 mg, asa fola 2 x 5 mg, oading ascardia 1x 320 mg/
12. Evaluasi
Setelah 6 jam perawatan pasien belum menunjukan respon yang adaaif. Satsus neurologi masi
mal adaptifditandai dnegan GCS E2M4VETT. Terapi juga masih dilanutkan sementara pasien
masih diruang Emergent IGD

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 13

1. Informasi Umum
Tn. AK, Umur 41 tahun, Status menikah, Agama Islam, Wiraswasta, Alamat KH. Wahid
Hasyim Menteng Jakarta Pusat. NRM 415 81 18, dirawat diruang perawatan Neurologi Lantai
5 kamar 517 Gedung A RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 1 Oktober 2016 pukul
20.21 WIB. Dirawat diruang 517 tanggal 2 Oktober 2016
Diagnosa Medis :Penurunan Kesadaran dengan Paresis N VII ec Stroke Hemoragik, Sepsis ec
CAP dd TBC dengan infeksi Sekunder,Acute On CKD dd/ CKD Stage IIIB, ARDS ec Infeksi
(CAP), Hipertensi emergency.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 3 oktober 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 28 x/menit, TD 180/100mmHg, denyut nadi 122x/menit, saturasi 97%,
Akral Hangat. AGD (: 7,418/ 43,80/97,60/28,10/29,50/3,60/97,6/27,6/3,3. DPL : Hb 11,7
mg/dl, Leukosit 18,49 10^3/ul, kadar fibrinogen 670,3 mg/dl, Radiologi : Thorax proyeksi AP
: infiltrate parakardial kanan, parahiller bilateral, dan suprahiler bilateral DD/ Pneumonia. CT
Scan : Perdarahan thalamus kiri dengan perifokal edema dan herniasi subfalcine ke sisi kanan,
enchephalosemalacia luas dilobus parietotemporo-occipital kanan (teritori cabang a cerebri
media kanan), infark lobus frontal kiri (teritori a. cerebri anterior kiri).2) Nutrisi : penurunan
kesadaran, cairan NGT warna kuning kehitaman dengan adanya bekuan darah. Laboratorium :
Hb :11,7 g/dl, albumin: 3,47 g/dl, Globulin : 4,03 g/dl SGOT : 68 U/L, GDS : 164 (4 Oktober
2016). 3) Eliminasi :Belum dapat nilai pasien terpasang kateter urin. 4) Aktivitas dan
Istirahat :(MORSE) nilai 57,Barthel Index : 0, Hemiparese Dextra. 5) Proteksi :adaptif.
Laboratorium prokalsitonin : 0,15 mg/dl. Leukosit : 18,49 10^3/uL.6) Sensasi : belum dapat
nilai. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratotium
: ureum : 133 mg/dl, kreatinin 4,00 mg/dl, Magnesium : 2,73 mg/dl. 8) Neurologis :Pasien
tiba-tiba jatuh dan tidak sadarkan diri sejak 2 jam SMRS, Kesadaran supor, GCS
E3M5Vdisfasia, pupil isokor 3mm/3mm, RF : +2/+2, RP : Babinsky +/+, kesan paresis N VII
dextrasentral. 9) Endokrin :GDS: 164 mg/dl.Mode Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode
Fungsi Peran : peran sebagai bapak (kepala keluarga). Mode Interdependensi :belum dapat
dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
13. Stimulus
Stimulus fokal : perdarahan pada otak, Stimulus kotekstual : riwayat hipertensi tidak terkontrol,
Stimulus residual : usia
3. Diagnosa Keperawatan :1) Penurunan kapasitas adaptif intracranial 2) Ketidakefektifan pola
napas 3) Gangguan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan 4) Ketidakseimbangan Cairan dan elekrolit.
4. Tujuan : 1) status neurologi : kesadaran dan otonomik 2) status Pernapasan 3) status nutrisi 4)
Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa.
5. intervensi : 1) Manajemen intracranial 2) Oksigen therapy dan Monitoring Pernapasan 3)
Manajemen Nutrisi & Enteral Feeding 4) Manajemen Cairan dan Elektrolit 5)Kontrol infeksi
6) Medication Manajemen ( NaCl 0,9 % 500 cc / 6jam, Asering 500 cc/12 jam + Drip
Novalgin/12 jam, perdipine 5 mg/jam (12,5cc), Meropenem 1 gram 2x1, Flumucyl,
Parasetamol 1 gram 3 x1 drips, Omeprazole 40 mg 1 x, Amlodipin 10 mg 1x, manitol 125 cc
3x, HCT 25 mg 1x, Lepofloxacin 750 mg1x 48 jam, combivent 3x, pulmunent 2x 1, Clonidin
0,075 2x.
6. Evaluasi : Setelah 5 hari perawatan pasien menunjukkan perilaku maladaptive, pasien
mengalami penurunan kesadaran dan belum menujukan perbaikan, GCS E3M4Vdispasia,
respon infeksi juga tidak menunjukan perbaikan hal ini dilihat dari hasil pemeriksaan leukosit
dan kalsitonin, selain itu hipertermia pasien masih relative berkisar pada 40 oC -39oC. . AGD :
pH :7,443; PCO2 : 38,39; P02: 118,40 mmHg; HCO3 28,60 mmol/L, Total CO2 28,10
mmol/L; O2 : 98.80 (6 Oktober 2016), Prokalsitonin (5 Oktober 2016) : 7,17 mg/ml.,
Leukosit : 17,26 10^3 u/L. Masalah Baru adanya bersihan jalan napas, Gangguan pertukaran
gas, Resiko Penyebaran Infeksi

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 14

1. Informasi Umum
Tn. TP, Umur 54 tahun, Status menikah, Agama Kristen Protestan, karyawan Swasta, Alamat
Jl.Gajah * no 380 RT/RW 004/017 Jatimulya Bekasi Jawa Barat . NRM 415 83 66, dirawat
diruang perawatan Neurologi Lantai 5 kamar 517 Gedung A RSP Nasional Cipto
Mangunkusomo, MRS 6 Oktober 2016 pukul 19.00 WIB. Dirawat diruang 517 tanggal 9
Oktober 2016 pukul 14.15 WIB. Tanggal Pengkajian 10 Oktober 2016 pukul 16.00.
Diagnosa Medis : Penurunan Kesadaran ec susp. NCSE dd/ SOL IK, dd (Metabolik sepsis),
CAP, AKI dd Acute on CKD, Hipertensi, Hipercoagulate State.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 10 Oktober 2016 pukul 16.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 18 x/menit, TD 155/90 mmHg, denyut nadi 102 x/menit, Suhu 37 c
saturasi 99 %, Akral Hangat. AGD (Ph 7,39, pCO2 34,30, p O2 104,90) (. DPL :eritrosit 5,54
10^6, Leukosit 19,71 10^3/ul, neutrophil 95,0% LED 95 mm) Radiologi : Thorax proyeksi AP
: infiltrate diperihiller dan pericardial kanan-kiri, serta suprahiller kanan, DD Pneumonia.. CT
Scan lesi multidens diregio oksipital sinistra, sistem ventrikel lateral sinis terolditerasi dan
terdorong ke kontralateral, middline shift >0,05, girus dan sulcus kabur 2) Nutrisi : penurunan
kesadaran,nutrisi parenteral NGT /.Glukosa Sewaktu 141 mg/dll, Trigliserida 177.
Laboratorium : Hb :10,9 g/dl, albumin: 2,24 ureum 54 g/dl,. (9 Oktober 2016).3) Eliminasi
:Belum dapat nilai pasien terpasang kateter urin, BAB dibantu.4) Aktivitas dan Istirahat
:(fall MORSE Scale) nilai 55,Barthel Index : 0, : 5) Proteksi : adaptif. Laboratorium
prokalsitonin : 25,53 mg/dl. Leukosit : 19,71 10^3/Ul, .6) Sensasi : belum dapat nilai. 7)
Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum
: 158 mg/dl, natrium 148 mg/dl, kreatinin darah : 5,0 mg/dl. 8) Neurologis : penurunan
kesadaran 10 jam SMRS mendadak, Pasien tiba-tiba ditemukan tergelatak dilantai dengan
kesadaran yang menurun Hermina kemudian minta rujukan ke RSCM GCS E3M4V4 , pupil
isokor 3mm/3mm, RF : +2/+2, RP : negative bilateral) Endokrin : GDS: 141 mg/dl.Mode
Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai bapak (kepala
keluarga). Mode Interdependensi :belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
14. Stimulus
Stimulus fokal :lesi intracranial, SOL Stimulus kotekstual : genetic riwayat hipertensi tidak
terkontrolStimulus residual : usia
3. Diagnosa Keperawatan :1) Penurunan kapasitas adaptif intracranial 2) Ketidakefektifan
bersihan jalan napas 3) Resiko Peningkatan TIK.
4. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan : Serebral, Status Neurologi. 2) Status Pernapasan :
Kepatenan Jalan Napas, 3)Status Neurologi : Kesadaran.
5. Intervensi : 1) Peningkatan Perfusi Serebral, 2) Oksigen Therapy & Penghisapan Lendir
pada jalan napas3) Monitor Tekanan Intra Kranial (TIK) 4) Medication Manajemen (IVFD
0,9% 500 cc/12 jam, Keppra 1000 mg Gangg-750 mg, (jam 08.00-20.00) Dexamethasone 4x5
mg iv , heparin 10.000 unit/24 jam, Paracetamol 3 x 1 gr iv, meropenem 3 x1 gram,
Omeprazole 2 x 40 mg iv, Laxadine 3x CI, Inhalasi Combivent/8 jam,
6. EVALUASI.
Setelah 5 hari perawatan pasien menujukkan perilaku Adaptive dengan penurunan kesadaran,
Pola napas, dan peningkatan Tekanan Intrakranial akibat adanya massa SOL intrakarinal.
Rencana pengobatan selanjutnya akan dilakukan tindakan pembedahan untuk SOL intracranial
namun masih memerlukan beberapa pertimbangan. Masalah Baru adanya hambatan mobilitas
fisik.,.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 15

1. Informasi Umum
Tn. DKK, Umur 69 tahun, Status menikah, Agama Budha, Wiraswasta, Alamat Jl. Kincir raya
no 12 RT/RW 005/010 Pulo Gadung Jakarta Timur. 415-85-89, dirawat RSP Nasional Cipto
Mangunkusomo, MRS 11 Oktober 2016 pukul 15.59 WIB. Dirawat diruang 517Lantai 5 Zona
A tanggal 12 Oktober 2016 pukul 2.30 WIB
Diagnosa Medis : Hemiplegia Dextra paresis VII,XII Dextra Sentral Apasia EC CVD SI,
CKD on HD, Peningkatan Enzim Transaminase.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 12 Oktober 2016 pukul 10.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 120/80mmHg, denyut nadi 97 x/menit, Suhu 36,8 c saturasi
98 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 9,86 g/dl, HT 30,4 mg/dl, Trombosit 156 10^3 Leukosit
16,710^3/ul, Fibrinogen 397,5. CT Scan : Kesan Hipodens temporal,parietal, oksipital
sinistra.RO/ Kardiomegali, 2) Nutrisi : diet makanan lunak p. Laboratorium : Hb :9,86 g/dl,
ureum 116,5 g/dl, Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l, GDS :103. (12
Oktober 2016).3) Eliminasi :Pasien belum BAK sejak kemarin, dan BAB sejak 3 hari yang
lalu. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 55,Barthel Index : 0, Hemiplegia
Dextra: 5) Proteksi : adaptif. Laboratorium Leukosit : 16,71 10^3/Ul, .6) Sensasi : belum
dapat nilai. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab.
Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l 8)
Neurologis : Kelemahan tubuh sisi kanaan mendadak 1 hari SMRS, Kesadaran supor, GCS
E3M6V apasia , pupil isokor 4mm/4 mm, RF : +2/+2, RP : Babinski positif dextra kesan
paresis N VII , XII) Endokrin : adaptif.Mode Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode
Fungsi Peran : peran sebagai bapak (kepala keluarga). Mode Interdependensi :belum dapat
dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
15. Stimulus
Stimulus fokal : Iskemia pada otak, Stimulus kotekstual : riwayat hipertensi tidak terkontrol,
Stimulus residual : usia
3. Diagnosa Keperawatan :1) Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral 2) Retensi
Urin 3) Ketidakseimbangan elektrolit 4) Hambatan Mobilitas Fisik.
4. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan Serebral, Status Neurologis : Kesadaran 2) Perawatan Diri :
Eliminasi, 3) Keseimbangan Elektrolit4) mobilisasi
5. Intervensi : 1) Status Neurologi : Kesadaran, Penigkatan Perfusi Serebral 2) Perawatan
Retensi Urin 3) Terapi Hemodialisa 4) Medication Manajemen (NaCL 0,9% 500/12 jam, B12
3x50mg PO, As. Folat 1x150mg PO, Bicnat 3 x500 mg PO, Caco33 3 x500 mg Po, B6 2 x1
Tab Po, Ascardia 1 x89 mg, Laxadinen.
6. Evaluasi
Setelah 5 Hari perawatan pasien belum menunjukkan perilaku adaptive terhadap dengan
perfusi serebral dan hambatan mobilitas fisik.Pasien sudah menunjukkan perilaku adaptive
terhadap retensi urin dan keseimbangan elektrolit dengan menjalani terapi hemodialisa.
Masdalah baru adanya resiko kerusakan integritas kulit.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 16
16. Informasi Umum
Ny. N, Umur 56 tahun, Status menikah, Agama Islam MR 388-28-65 , Masuk IGD RSP
Nasional Cipto Mangunkusomo, 24 Oktober 2016 pukul 17.40 WIB.
Diagnosa Medis :Penurunan kesadran disertai hemiparesisi dextra ec SAH.
17. Pengkajian
18. Perilaku
Pengkajian tanggal 25 Oktober 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 26 x/menit, TD 150/93 mmHg, denyut nadi 91 x/menit, Suhu 36,6 c
saturasi 99 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 9,76 g/dl, leukkosit 19.200 mg/dl, Thorax foto :
tidak tampak kelainan pada jantung dan paru.CT Scan perdarahan subarachnoid region
temporoparietal kiri 2) Nutrisi : terpasan NGT p. Laboratorium : Hb :9,76 g/dl, SGOT : 67
U/L, SGPT 24 U/l, GDS :3823) Eliminasi :terpasan kateter dan pampers. 4) Aktivitas dan
Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 55,Barthel Index : 0, Hemiparesis dextra: 5) Proteksi :
Laboratorium Leukosit : 19,2 10^3/Ul, .6) Sensasi : belum dapat nilai. 7) Cairan dan
elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5 g/dl,
Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis :penurunan kesadaran 10
jam SMRS , sesaat setelah pasien terjatuh lemas sesaat akan ke kamar mandi, dikatakan keapal
tidak terbentur, GCS E1M4V ETT
Endokrin :GDS 385 mg/dl Mode Konsep Diri : belum dikaji Mode Fungsi Peran : peran
sebagai istri (ibu rumah tangga). Mode Interdependensi :belum dikaji
19. Stimulus
Stimulus fokal :perdarahan subarachnoid
Stimulus kotekstual : hipertensi dan diabetes melitus
Stimulus residual : riwayat keluarga dengan Diabetes Melitus.
20. Diagnosa Keperawatan :1) Penurunan kapasitas adaptif tekanan intracranial, 2)
Ketidakefektifan pola napas 3) resiko ketidakseimbangan glukosa darah 4) hambatan mobilitas
fisik.
21. Tujuan : 1) status neurologis 2) status pernpasan 3) kadar glukosa darah 4) mobilisasi
22. Intervensi : 1) monitoring neurologi 2) Okigen Therapy 3Manajemen kadar glukosa darah 4)
perubahan posisi 5) Medication Manajemen (NaCL 0,9% 500/12 jam, fenitoin 100mg 3x iv,
meropenenm 1 g 3x Iv, OMZ 40 mg 1x IV, Insulin 3unit, KSR 600 mg. 3x
23. Evaluasi
Pukul 10.15 pasien dinyatakan meninggal.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 17
1. Informasi Umum
Tn. , A 21 tahun, Status Belum menikah, Agama Islam , Cipayung Jakarta Timur. . 415-93-
60 , Masuk IGD RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, 29 Oktober 2016 pukul 11.37
WIB.dan dirawat di ICU IGD Tanggal 29 Oktober 2016 pukul 23.37
Diagnosa Medis :penurunan kesadaran, ec. Cedera kepala
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 31 Oktober 2016 pukul 08.40 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 24 x/menit, TD 100/60mmHg, denyut nadi 86 x/menit, Suhu 37,5 c
saturasi 99 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 13,1 g/dl, leukosit 15.800/mg/dl, . Thorax foto :
tidak tampak kelainan pada jantung dan paru.CT Scan : perdarahan sub arachnoid di fissure
sylvi kanan disertai edema serebri kanan 2) Nutrisi : terpasang NGTp. Laboratorium : Hb
:13,1 g/dl, ureum 26,4 g/dl, Kreatinin 1,049g/dl. SGOT : 62 U/L, SGPT 46 U/l, GDS :156. 3)
Eliminasi :pasien terpasang kateter dan pampers. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE
Scale) nilai 55,Barthel Index : 0,hemiparesisis sisnistra: 5) Proteksi : pasien penurunan
kesadaran, Laboratorium Leukosit : 15,8 10^3/Ul, .6) Sensasi : belum dapat nilai. 7) Cairan
dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5
g/dl, Kreatinin 1,09 g/dl. SGOT : 62 U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis : riwayat penurunana
kesadaran 9 jam SMRS setelah menagaami kecelakaan dari arah yang berlawanan, pasien
dikatakan pingsan selama 1 jam, GCS E2M4V3, RCL/RCTL positip bilateral RF +2/+3 / /
xx/+3fundoskopo perdarahan dan eksudat negative.
Endokrin :adaptif.Mode Konsep Diri : adaptip Mode Fungsi Peran : peran sebagai istri (ibu
rumah tangga). Mode Interdependensi :adaptif
b. Stimulus
Stimulus fokal : perdarahan sub arahcnoid
Stimulus kotekstual : kecelakaan lalu lintas
Stimulus residual : riwayat kebiasan berkendara tidak seusuai aturan

3. Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunana kapasitas adaptif intracranial, 2) kerusakan integritas


jaringan 3) Hambatan Mobiliitas Fisik
4. Tujuan :Status Neurologi 2. Integritas jaringan 3. mobilisasi
5. Intervensi : 1) monitoring neurologi 2) wound care 3) perubahan posisi 4) Medication
Manajemen (IVFD Nacl -0,9% 500 cc/12 jam, ketorolac 3x 30 mg iv, OMZ 1x 40 mg iv,
estrace 1x 400 mg,
6. Evaluasi
Setelah perawatan selama 4 hari pasien belum menunjukkan peningkatan kesadaran, pasien
GCS E2M4V2, pasien saat ini konsul ortopedi untuk dilakukan tindakan pada fraktur tertutup
femur.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 18
7. Informasi Umum
Ny. MW, Umur 52 tahun, Status menikah, Agama Islam , Pensiunan, Alamat Jl. Kayu Manis
no 5 RT/RW 009/04 Matraman Jakarta Timur. 415-93-03 , Masuk IGD RSP Nasional Cipto
Mangunkusomo, 27 Oktober 2016 pukul 07.40 WIB.
Diagnosa Medis :Miastenia Gravis, Thalasemia Minor, Hepatitis C.
8. Pengkajian
9. Perilaku
Pengkajian tanggal 27 Oktober 2016 pukul 08.40 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 24 x/menit, TD 120/80mmHg, denyut nadi 97 x/menit, Suhu 36,5 c saturasi
99 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 7,91 g/dl, HT 28,1 mg/dl, AGD pH/PCo2/PO2/02sat/
Standar HCO3 : 7,63/ 26,6/149,3/ 99,0, 25,3. Thorax foto : tidak tampak kelainan pada jantung
dan paru. 2) Nutrisi : diet makanan lunak p. Laboratorium : Hb :7,91 g/dl, ureum 116,5 g/dl,
Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l, GDS :103. (12 Oktober 2016).3)
Eliminasi :Pasien belum BAK sejak kemarin, dan BAB sejak 3 hari yang lalu. 4) Aktivitas
dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 55,Barthel Index : 0, Hemiplegia Dextra: 5) Proteksi
: adaptif. Laboratorium Leukosit : 16,71 10^3/Ul, .6) Sensasi : belum dapat nilai. 7) Cairan
dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5
g/dl, Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis : Kelemahan tubuh
sisi kanaan mendadak 1 hari SMRS, Kesadaran supor, GCS E3M6V apasia , pupil isokor
4mm/4 mm, RF : +2/+2, RP : Babinski positif dextra kesan paresis N VII , XII) Endokrin :
adaptif.Mode Konsep Diri : adaptip Mode Fungsi Peran : peran sebagai istri (ibu rumah
tangga). Mode Interdependensi :adaptif
10. Stimulus
Stimulus fokal : miastenia
Stimulus kotekstual : thalasemia
Stimulus residual : usia dan genetik
11. Diagnosa Keperawatan : 1) Ketidakefektifan pola napas 2) Gangguan Perfusi Jaringan perifer
12. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan perifer adekuat 2) status pernapasan
13. Intervensi : 1) Okigen Therapy 2) Medication Manajemen (NaCL 0,9% 500/12 jam,
Mastinon 60 mg PO 3x1
14. Evaluasi
Setelah 4 jam perawatan pasien belum menunjukkan perilaku adaptive terhadap dengan pola
napas dan untuk perfusi jaringan perifer akan menjalani transfuse sesuai jadwal pasien.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 19

1. Informasi Umum
Tn. P., Umur 55 tahun, Status menikah, Agama Islam , Pensiunan, Alamat tangerang. 416- 16-
33 , Masuk IGD RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, 17 Desember 2016 pukul 13.50 WIB.
Diagnosa Medis :penurunan kesadaran, status epeiliptikus, ec susfek stroke hemoragik dd
status stroke iskemik luas OH 1.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 27 Desember 2016 pukul 14..30 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 194/105 mmHg, denyut nadi 137 x/menit, Suhu 38,5 c
saturasi 99 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 16,7g/dl, HT 52 mg/dl, leukosit 11,9 10 3 /ul),
AGD pH/PCo2/PO2/02sat/ Standar HCO3 :7,331/19,3/223,4/99,4/14,4. Thorax foto :cord an
pulmo dalam batas normal. CT scan (17 desember 2017) infark lacunar multiple
diperiventrikuler kanan-kiri, basal ganglia kiri, thalamus kanan kiri, tidak tampak perdarahan
intracranial, sinusisitis frontal kiri, ethmoid bilateral, maksilla kanan dan kista retensi sinus
maksilla kiri. 2) Nutrisi : saat ini masih puasa. p. Laboratorium : Hb :16,7 g/dl, ureum 29 g/dl,
Kreatinin 11 g/dl. SGOT : 32 U/L, SGPT 39 U/l, GDS :104. (17 Desember 2016). 3)
Eliminasi : Pasien terpasang DC, dan BAB sejak 2 hari yang lalu. 4) Aktivitas dan Istirahat
:(fall MORSE Scale) nilai 55, Barthel Index : 0, pasien penurunan kesadaran) Proteksi :
adaptif. Laboratorium Leukosit : 11,9 10^3/Ul,, prokalsitonin 0,04 mg/dl.6) Sensasi : belum
dapat nilai. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa : mukosa lembab. 8)
Neurologis :penurunan kesadaran diawali dengan kejang 1,5 jam SMRS kemudian dibawa ke
RS Agung kemudian dirujuk ke RSCm selama perjalanan pasien sempat kejang, Tampak sakit
berat, GCS E2M4V 2, pupil isokor 3mm/ mm, RF : +3/+2, RP : Babinski positif bilateral,
nervus cranialis kesan paresis negative, Motorik kesan hemiparesis dextra sekuel.) Endokrin :
adaptif.Mode Konsep Diri : adaptip Mode Fungsi Peran : peran sebagai suami (kepala rumah
tangga). Mode Interdependensi : adaptif
b. Stimulus
Stimulus fokal : Infark lacunar multipel
Stimulus kotekstual : Hipertensi Emergency
Stimulus residual : penyakit degenerative.
3. Diagnosa Keperawatan :1) resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, 2)
ketidakefektifan pola napas, 2) hipertermia.
4. Tujuan : 1) status neurologi, perfusi serebral 2) status pernapasan 3) Thermoregulasi
5. Intervensi : 1) monitor neurologi, manajemean kejangm 2) Okigen Therapy 2) Medication
Manajemen (NaCL 0,9% 500/12 jam, perdifin 5 mg/jam, paracetamol 1 gr 4x IV, laxadin PO
15 ml 3x, Omeprazole 40 mg 1x IV, Fenitoin (loading) 1400 mg 1x saja IV, Fenitoin
(maintenance)100 mg IV 3x
6. Evaluasi :setelah diberikan intervensi keperawatan selama 6 jam pasien masih mengalami
penurunan kesadaran dengan GCS E2M4V2 pasien terpasang voltran, pasien kejang, suhu
tubuh pasien juga masih 38,5C.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


Resume 20

1. Informasi Umum
Tn. H, Umur 62 tahun, Status menikah, Agama Islam , PNS, Jl Bukit Indah Blok L 2/6
RT/RW :003/007 kelurahan Serua Ciputat Tangeran Selatan MR 415 91 95, dirawat RSP
Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 25 Oktober 2016 pukul 17.00 WIB. Dirawat diruang
516 Lantai 5 Zona A tanggal 25 november 2016 pukul 23.40 WIB.
Diagnosa Medis : Susp. Mielitis dd/ SOL Medulla Spinalis, DM Tipe 2 on GD on regular
Insulin, Diplidemia, Riwayat Hematemesis, Ulkus Dekubitus Gr. II , Anemia.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 7 November 2016 pukul 10.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 135/80mmHg, denyut nadi 90 x/menit, Suhu 37o c saturasi
99 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 9,1g/dl, HT 26,5mg/dl, Eritrosit 3,12 10^6, Trombosit 93
10^3 Leukosit 14,7 10^3/ul, Neutrofil 88,1%, Eosinofil 20,2 %, LED 17 mm, (3 November
2016) , 2) Nutrisi : Pasien terpasang NGT dan dipuasakan sementara dilakukan irigasi
lambung dengan produksi warna hitam 700 cc/24jam, P. Laboratorium : Hb :9,1 g/dl, globulin
4,77 g/dl, albumin globulin ratio ,8. (7 November 2016). 3) Eliminasi :Terpasang kateter
urine, dan Belum BAB 5 hari. 4) Aktivitas dan Istirahat MRI lesi intradular ekstramedular
level T8 s/d L1 suspek metastasis, penebalan jaringan paravertebrata level T8 9 terutama sisi
kiri, disertai edema corpus T8 dan Costa, suspek metastasis :(fall MORSE Scale) nilai
40,Barthel Index : 19, 5) Proteksi : Laboratorium Leukosit : 16,71 10^3/Ul, 6) Sensasi :
sensorik hiperestesi setinggi T.10 ke bawah otonom on Kateter, 7) Cairan dan elektrolit &
Keseimbangan Asam Basa : mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin
5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis : 18 jam SMRS kelemahan kedua
tungkai memberat hanya dapat menekuk tidak dapat berdidri, disertai rasa kesemutan yang
menjalar pinggang terasa terikat seperti memakai ikat pinggang, , Kesadaran Composmentis,
GCS E4M6V5, pupil isokor 3mm/3 mm,RCL/RCTL +/+, RF : +2/+2//+1/+1, Motorik
5555/5555//2211/1122, RP : negative, Kaku kuduk : negative) Endokrin : GDS 250.Mode
Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai bapak (kepala
keluarga). Mode Interdependensi :maladaptive.
b. Stimulus
Stimulus fokal : lingkungan , Stimulus kotekstual : generative, Stimulus residual :
3. Diagnosa Keperawatan : 1) Resiko ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer 2) Hambatan
Mobilitas Fisik 3) Kerusakan integritas kulit 4) Nutrisi Kurang dari Kebutuhan 5)nyeri akut 6)
Resiko Ketidakseimbangan Kadar glukosa Darah 7) Konstipasi 8) Resiko Infeksi.
4. Tujuan :1) Perfusi Jaringan perifer, Status Neurologis : Kesadaran, 2) mobilitas 3) integritas
kulit 4) status nutrisi 5) kontrol nyeri 6) level glukosa darah 7) eliminasi bowel 8) pengetahuan
: manajemen infeksi.
5. Intervensi :1). pemberian produk darah, Status Neurologi : Kesadaran, Penigkatan Perfusi
Serebral 2). terapi latihan : ambulasi 3). Wound care 4). Manajemen Nutrisi 5). Manajemen
Nyeri 6) manajemen hiperglikemik 7). Pemberian Enema 8).Manajemen Obat ( NaCl 0,9%
500 cc/12 JamSeloxyTablet 100cmt 1x PO, Cavit DJ 500 mg 3x PO, Laxadin 15 cc 3x PO,
Omeprazole 1 gram 1x PO, Inpepsa 15 cc 4x PO, Homolog 6 unit 3x SK, Merpenem 2 gr 3x
IV, Gabapentin 300 mg 2x PO, Neurobiou 1 gram IV, lantus , Pracetamol 500 mg 3x PO, Metil
Prednisolon.
6. Evaluasi
Setelah 5 Hari perawatan pasien nyeri kepala sudah bisa terkontrol dan kerusakan integritas
kulit sudah mulai menunjukkan perbaikan.Pasien juga sudah BAB spontan setelah dilakukan
enem 3 x, luka decubitus juga sudah mengalami perbaikan. Masalah yang belum teratasi
terkait keterbatasan pada pergerakan ekstermitas bawah akibat massa pada medulla spinalis

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 21

1. Informasi Umum
Tn. UAA, Umur 29 tahun, Status menikah, Agama Islam , Wiraswasta, Jl. Bendungan Hillir
Raya RT. 09/010 Tanah Abang, Jakarta Pusat. RM. 417-78-62, dirawat RSP Nasional Cipto
Mangunkusomo, MRS 3 November 2016 pukul 12.00 WIB. Dirawat diruang 516 Lantai 5
Zona A tanggal 3 november 2016 pukul 20.00 WIB.
Diagnosa Medis :Toxoplasma Ensepalitis, Erupsi Obat alergi Tipe Makula Papular, SIDA
belum ARV, TB on OAT, Hepatitis B.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 7 November 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 18 x/menit, TD 120/70mmHg, denyut nadi 80 x/menit, Suhu 36,8 c saturasi
99 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 10g/dl, HT 29,1mg/dl, Trombosit 398 10^3 Leukosit
5,30^3/ul, Eosinofil 20,2 %, limfosit 14,5%.(4 November 2016) . CT Scan : Kesan edema
serebri frontal dan oksifital .RO/ tak tampak radiologis pada jantung dan paru. , 2) Nutrisi :
diet makanan lunak estimasi asupan energy 1900 KKal. BB 50 Kg, TB 160 cm, p.
Laboratorium : Hb :10 g/dl, globulin 4,77 g/dl, albumin globulin ratio ,8. (7 November 2016).
3) Eliminasi : Terpasang kateter urine, dan BAB 1x hari yang lalu. 4) Aktivitas dan Istirahat
:(fall MORSE Scale) nilai 40, Barthel Index : 19, 5) Proteksi : Laboratorium Leukosit : 16,71
10^3/Ul, wajah dada, punggung, lengan bil-ateral tungkai atas bilateral : macula, papula
eritematosus, multiple--, mil-ier, diskret, KGB inguinal bilateral teraba pembesaran sektar 1
cm tidak nyeri mobile. .6) Sensasi :adaptip. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam
Basa : mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT : 156
U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis : nyeri kepala 2 minggu SMRS, Kesadaran Composmentis,
GCS E4M6V5, pupil isokor 3mm/3 mm, RF : +2/+2, RP : negative, Kaku kuduk : negative)
Endokrin : adaptif.Mode Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai
bapak (kepala keluarga). Mode Interdependensi : belum dapat dinilai pasien diantar oleh
keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal :Virus HIV dan TB paru, Stimulus kotekstual : riwayat prikomastiaStimulus
residual : -
3. Diagnosa Keperawatan :1) Resiko ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral 2) nyeri akut
2) Kerusakan integritas kulit 4). Resiko Infeksi.
4. Tujuan :1) Perfusi Jaringan Serebral, Status Neurologis : Kesadaran 2) pain managemen 3)
integritas kulit.
5. Intervensi :1) Status Neurologi : Kesadaran, Penigkatan Perfusi Serebral 2) Pain Management.
3) Topical Manajemen 4) Infection Control 5) Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/12
Jam, paracetamol 500 mg 3x Po, Homoclomin 10 mg 2x PO, Dexamethazone 5 gram 3x IV,
Manitol 250 mg 1x IV loading, Azitramicin 250 mg 1x PO, decubal Crim 1 gram 2x TopicaL
6. Evaluasi
Setelah 5 Hari perawatan pasien nyeri kepala sudah bisa terkontrol dengan VAS 1 dan
kerusakan integritas kulit sudah mulai menunjukkan perbaikan.Untuk pengobatan TB sdh
masuk 2 bulan sedangkan untuk terapi ARV sementara persiapan.Masalah keperawatan yang
muncul adalah Ansietas dan kesiapan untuk meningkatkan pengetahuan.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 22

1. Informasi Umum
Tn. ES, Usia 30 tahun, status belum menikah, Agama Kristen Protestan, Jl. Bendungan Hillir
Raya RT. 09/010 Tanah Abang, Jakarta Pusat. RM. 417-78-62, dirawat RSP Nasional Cipto
Mangunkusomo, MRS 18 November 2016 pukul 20.14 WIB. Dirawat diruang 516 Lantai 5
Zona A tanggal 19 november 2016 pukul 05.15 WIB.
Diagnosa Medis :.Riwayat Penurunan Kesadaran, papil atrofi sekunder, epilepsy simptomatik
EC SOL IK Astrositoma Grade II Frontal Bilateral
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 21 November 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 18 x/menit, TD 100/70mmHg, denyut nadi 58 x/menit, Suhu 37,6 c saturasi
97 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 14g/dl, HT 43,3mg/dl, Leukosit 14,3^3/ul, Eosinofil 0,0 %,
neutrophil 89,7% limfosit 7,1 %. LED 30 mm. (20 November 2016) . CT Scan : tampak massa
intra aksial lobus frontal bilateral dengan perifokal edema yang menyempitkan ventrikel
lateralis kiri ventrikel lateralis kanan kornu anterior dan ventrikel III, Hernia subfalcine ke sisi
kanan sejauh +/`1,6cm, edema serebri, hematoma frontal bilateral( 25 Oktober 2016) , 2)
Nutrisi : Terpasang NGT diet cair, energy 1900 KKal. BB 70 Kg, TB 170 cm, 3) Eliminasi :
Terpasang panpers, dan pasien belum BAB sudah 2 hari . 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall
MORSE Scale) nilai 40,Barthel Index :13) Proteksi : Laboratorium Leukosit : 14,31 10^3/Ul,
pasien tidak bisa lagi melihat .6) Sensasi :adaptip. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan
Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT :
156 U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis : penurunan kesadaran bertahap 10 jam SMRS disertai
muntah (3x) setelah sarapan kontak menurun, tidak ada nyeri kepala, 4 jam SMSRS pasien
sulit dibangunkan dan tidak dapat menurut perintah. Kesadaran Composmentis, GCS
E4M6V5, pupil isokor 3mm/3 mm, RCL/RCTL nonrekatif. RF : +2/+2, RP : negative, Kaku
kuduk : negative N. Cranialis paresis N VII dextra sentral. ) Endokrin :adaptif. Mode Konsep
Diri :belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai anak Mode Interdependensi :
belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : faktor lingkungan dan degenerative, Stimulus kotekstual : ,Stimulus residual :
3. Diagnosa Keperawatan :1) Penuerunan kapasitas adafpif intracranial 2) Hambatan Mobilitas
fisik 3) Nutrisi Kurang dari kebutuhan, 4) Konstipasi 5) Resiko Jatuh/Cedera. 6) Ansietas
4. Tujuan :1). Perfusi Jaringan Serebral, Status Neurologis : Kesadaran 2). Join movement 3).
Status Nutrisi 4). Eliminasi Bowel 5). Perilaku pencegahan jatuh 6). Level ansietas
5. Intervensi :1). Status Neurologi : Kesadaran, Penigkatan Perfusi Serebral, Manajemen Kejang,
2).terapi latihan : Mobilitas, 3). Manajemen Nutrisi 4). Manajemen konstipasi 5). Dukungan
Emosional 6). Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/12 Jam, Dexamethasone 5 mg 4x
IV, keppra 500 mg 2x PO, Omeprazole 40 mg 2x IV, Laxadin 15 CC 3x PO, Paracetamol 1
gram 3x IV.
6. Evaluasi
Setelah 6 jam perawatan pasien menunjukan kesadaran GCS E3M5V5, pasien dan keluarga
sudah mengemukakan perasaan terkait kondisi penyakit, dan rencana pengobatan untuk
penanganan SOL IK.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 23

1. Informasi Umum

Tn. SH Usia 50 tahun, status menikah, Agama Islam, Jl. Kayu Manis RT 07/06 Matraman
Jakarta Timur, DKI Jakarta. RM. 416-05-86, dirawat RSP Nasional Cipto Mangunkusomo,
MRS 23 November 2016 pukul 20.51 WIB. Dirawat diruang 511 Lantai 5 Zona B tanggal 24
november 2016 pukul 20.00 WIB.

Diagnosa Medis :.Penurunan Kesadaran ec SOL Intrakranial Cerebellum dengan Hidrocepalus


Obstruktif dan Peningkatan TIK, Leukositosis Reaktif dd Infeksi, Suspek HAP.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 30 November 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 16 x/menit, TD 106/76mmHg, denyut nadi 132 x/menit, Suhu 38,2 c
saturasi 98 %, Akral dingin. (. DPL : Hb 14,2 g/dl, eritrosit 4,3 10^6/ul, Leukosit 2,2 10^3/ul,
basophil 1,9 %, . (23 November 2016) . CT Scan : Nodul kistik soliter dengan penyengatan
rim enhacemnt dipons sisi kiri , disertai edema perifokal yang melibatkan pons, mesensefalon,
dan thalamus disertai ventrikumegali DD inflamasi , lesi vaskuler mass ( low grade glioma)
(03 November 2016) , 2) Nutrisi : Terpasang NGT diet cair, energy 1900 KKal. BB 60 Kg,
TB 160 cm, 3) Eliminasi : Terpasang panpers dan kateter. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall
MORSE Scale) nilai 40,Barthel Index :13) Proteksi : Laboratorium Leukosit : 14,31 10^3/Ul,
pasien tidak bisa lagi melihat .6) Sensasi :adaptip. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan
Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT :
156 U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis : penurunan kesadaran bertahap 10 jam SMRS disertai
muntah (3x) setelah sarapan kontak menurun, tidak ada nyeri kepala, 4 jam SMSRS pasien
sulit dibangunkan dan tidak dapat menurut perintah. Kesadaran Composmentis, GCS
E2M4V2, pupil isokor 3mm/3 mm, RCL/RCTL nonrekatif. RF : +2/+2, RP : negative, Kaku
kuduk : negative N. Cranialis paresis N VII dextra sentral. ) Endokrin :adaptif. Mode
Konsep Diri :belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai anak Mode
Interdependensi : belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : SOL Intrakranial
Stimulus kotekstual :degeneratif
Stimulus residual :riwayat keluarga
3. Diagnosa Keperawatan :1). Penurunan Kapasitas adaftif intracranial 2). Ketidakefektifan
pola napas 3). Kerusakan integritas kulit 4). Nutrisi Kurang dari kebutuhan
4. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan Serebral, Status Neurologis : Kesadaran 2) Join movement 3)
status nutrisi 3)
5. Intervensi : 1) monitor Neurologi : Kesadaran,2) terapi oksigen 3) topical kulit Penigkatan
Perfusi Serebral Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/12 Jam, Dexamethasone 5 mg 4x
IV, keppra 500 mg 2x PO, Omeprazole 40 mg 2x IV, Laxadin 15 CC 3x PO, Paracetamol 1
gram 3x IV.

6. Evaluasi
Setelah 5 Hari perawatan pasien nyeri kepala sudah bisa terkontrol dan kerusakan integritas
kulit sudah mulai menunjukkan perbaikan.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 24

1. Informasi Umum

Tn. DH, Usia 50 tahun, status menikah, Agama Islam, Jl.Kayu Manis RT 07/06 Matraman
Jakarta Timur, DKI Jakarta. RM. 416-05-86, dirawat RSP Nasional Cipto Mangunkusomo,
MRS 23 November 2016 pukul 20.51 WIB. Dirawat diruang 511 Lantai 5 Zona B tanggal 24
november 2016 pukul 20.00 WIB.

Diagnosa Medis :.Penurunan Kesadaran ec SOL Intrakranial Cerebellum dengan Hidrocepalus


Obstruktif dan Peningkatan TIK, Leukositosis Reaktif dd Infeksi, Suspek HAP.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 30 November 2016 pukul 09.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 16 x/menit, TD 106/76mmHg, denyut nadi 132 x/menit, Suhu 38,2 c
saturasi 98 %, Akral dingin. (. DPL : Hb 14,2 g/dl, eritrosit 4,3 10^6/ul, Leukosit 2,2 10^3/ul,
basophil 1,9 %, . (23 November 2016) . CT Scan : Nodul kistik soliter dengan penyengatan
rim enhacemnt dipons sisi kiri , disertai edema perifokal yang melibatkan pons, mesensefalon,
dan thalamus disertai ventrikumegali DD inflamasi , lesi vaskuler mass ( low grade glioma)
(03 November 2016) , 2) Nutrisi : Terpasang NGT diet cair, energy 1900 KKal. BB 60 Kg,
TB 160 cm, 3) Eliminasi : Terpasang panpers dan kateter. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall
MORSE Scale) nilai 40,Barthel Index :13) Proteksi : Laboratorium Leukosit : 14,31 10^3/Ul,
pasien tidak bisa lagi melihat .6) Sensasi :adaptip. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan
Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT :
156 U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis : penurunan kesadaran bertahap 10 jam SMRS disertai
muntah (3x) setelah sarapan kontak menurun, tidak ada nyeri kepala, 4 jam SMSRS pasien
sulit dibangunkan dan tidak dapat menurut perintah. Kesadaran Composmentis, GCS
E3M6V4, pupil isokor 3mm/3 mm, RCL/RCTL nonrekatif. RF : +2/+2, RP : negative, Kaku
kuduk : negative N. Cranialis paresis N VII dextra sentral. ) Endokrin :adaptif. Mode
Konsep Diri :belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : Mode Interdependensi : belum
dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal :SOL Stimulus kotekstual : riwayat nyeri kepla
Stimulus residual :
c. Diagnosa Keperawatan :1) penurunan kapasitas adaptif intracranial 2). Gangguan Perfusi
Jaringan Serebral 2) Hambatan Mobilitas fisik 3) Nutrisi Kurang dari kebutuhan, 4) Konstipasi
5) Resiko Jatuh/Cedera. 6) Ansietas
d. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan Serebral, Status Neurologis : Kesadaran 2) Join movement 3)
status nutrisi 4) eleminasi bowel, 5) tingkat kecemasan
e. Intervensi : 1) Status Neurologi : Kesadaran, Penigkatan Perfusi Serebral Medication
Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/12 Jam, Omeprazole 40 mg 2x IV, Asam Folat 5 mg 2x PO,
Vitamin B6 10 mg PO, Vitamin B12 50 mg 2x PO, Simvastatin 20 mg 1x PO, Amlodipin 10
mg 1x PO, KSR 1 tab 3, Ascardi 8 gram 1x PO, Paracetamol 1 G 3X IV, Laxadin 15 CC 3x
PO, Paracetamol 1 gram 3x IV.
f. Evaluasi
Setelah diberikan intervensi keperawatan pasien mengatakan nyeri pada daerah kepala, pasien
masih hati-hati dalam bergerak ditempat tidur, pasien cenderung tidur.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 25

1. Informasi Umum

Tn.S, Usia 65 tahun, status menikah, Agama Islam, Jl. H Taba RT 4/6 Duren Sawit Jakarta
Timur DKI Jakarta. RM. 244 01 46, dirawat RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 4
Desember 2016 pukul 09.20 WIB. Dirawat diruang 516 Lantai 5 Zona A tanggal 5 Desember
2016 pukul 21.45 WIB.

Diagnosa Medis, 1).Penurunan kesadaran dengan gangguan fungsi batang otak hemiparesis
dupleks ec ICH, IVH, SAH dengan Edema Serebri 2) Pneumonia Aspirasi 3) Hipertensi
Emergensi 4) hiperglikemia reaktif dd/ DM Type II, 5) Stress Ulcer 6) Hipokalemia.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 6 November 2016 pukul 16.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 160/80mmHg, denyut nadi 130 x/menit, Suhu 38,5 c
saturasi 98 %, Akral Hangat. (. DPL : Hb 13,7 g/dl, Leukosit 22,3 10^3/ul, trombosit 244
10^3/ul. (4 Desember 2016) .AGD 7,375/31,5/163,1/18,6/99,1%.(4 Desember 2016) CT Scan
perdarahan intraventrikuler lateralis bilateral subarachnoid, intraparenkim, edema serebri (4
Desember 2016) , 2) Nutrisi : Terpasang NGT dan sedang dilairkan produksi meningkat 400
cc warna merah kehitaman pasien amsih dipuasakan. 3) Eliminasi :Terpasang panpers dan
kateter. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 40,Barthel Index :15) Proteksi :
Laboratorium Leukosit : 22,3 10^3/Ul 6) Sensasi : tidak bisa dinilai. 7) Cairan dan elektrolit
& Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin
5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l 8) Neurologis : penurunan kesadaran sejak 1 jam
SMRS, sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala hebat, terdapat muntah berulang berwarna
kuning setelah itu pasien menjadi tidak sadar, pasien kemudian dibawa ke RSCM tidak ada
demam atau sesak napas, pasien diketahui hipertensi sejak 8 tahun SMRS , rutin berobat .
Kesadaran , GCS E1M4V1, pupil isokor 3mm/3 mm, RCL/RCTL melambat. Refleks kornea
positif bilateral, .RF : +1/+, RP :positif bilateral, N. Cranialis paresis sulit dinilai. ) Endokrin
:GDS 218 mg/dlMode Konsep Diri : belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran
sebagai anak Mode Interdependensi : belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : Hiperertensi
Stimulus kotekstual : faktor lingkungan, degenerative dan genetik
Stimulus residual : riwayat keluarga
3. Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunan Kapasitas adaptif intracranial 2) Resiko
ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral 3) Ketidakefektifan Bersihan Jalan napas 4) Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh 5) Hambatan Mobilitas fisik 6)Konstipasi
4. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan Serebral, 2) Status Neurologis : Kesadaran 3) Status Pernapasan :
ventilasi 4) status nutrisi 5) pergerakan sendi 6) eliminasi Usus
5. Intervensi :1) manajemen edema serebral 2)monitor TIK dan Status Neurologi : Kesadaran,
Penigkatan Perfusi Serebral 3)terapi oksigen dan monitor pernapasan dan manajemen jalan
napas 4) pemberian makan dengan tabung enteral 5). perawatan tirah baring dan pengaturan
posisi neurologi. 6) manajemen konstipasi 7) Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/12
Jam, TE 1000 500cc/24 jam, Perdipine drip 2,5 cc/jam (2 amp/50 cc), Manitol 125 cc 4x IV,
Parasetamol 1g 3x IV, Sulfactat CI 4x PO, insulin cardose 3x3U, SKOmeprazolo 40 mg 1x
IV, Laxadin 15 ml 3x PO, KSR 600 mg 3x PO, Catopril 25 mg 3x PO, Amlodipin 10 mg 1x
PO, Combiven 1 resp /8jam inh., Flumucil syr 15 ml 3x PO, Ceptriaxone 2 g 1x IV,
lenofloxacil 750 mg 1x IV.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 26

1. Informasi Umum
Tn. Eman Abdul Rachman, Usia 59 tahun, status menikah, Agama Islam, Jl. Kelapa Dua
Wetan CIbubur RT/RW 08/012 Ciracas Jakarta Timur DKI Jakarta. RM. 416 07 91, dirawat
RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 27 November 2016 pukul 20.42 WIB. Dirawat
diruang 516 Lantai 5 Zona A tanggal 28 november 2016 pukul 23.20 WIB.
Diagnosa Medis :.Penurunan Kesadaran, paresis N VII Sinistra sentral Hemiparesis Sinistra
Ec Stroke Hemoragik, Hipertensi Grade II, CAD, Hipokalemia, .
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 6 November 2016 pukul 16.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 120/80mmHg, denyut nadi 108 x/menit, Suhu 36,5 c
saturasi 98 %, Akral dingin. (. DPL : Hb 13,7 g/dl, limfosit 17%Leukosit 2,2 10^3/ul,
basophil 1,9 %, . (23 November 2016) . CT Scan perdarahan intraparenkimal cerebri di lobus
temporoparietal kanan hingga kapsula eksterna kanan (estimasi volume 48 ml) disertai
perifokal edema yang mendesak dan menyempitkan ventrikel lateralis kanan dan ventrikel III
serta menyebabkan midline shift ke kiri sejauh +/- 0,6 cm edema cerebri hemisfer kiri. (26
November 2016) , 2) Nutrisi : Terpasang NGT diet cair, energy 1900 KKal. ( Diet cair 1200
kal per NGT berupa belender 4x300 ml, BB NA Kg, TB 157 cm, 3) Eliminasi :Terpasang
panpers dan kateter. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 40,Barthel Index
:15) Proteksi : Laboratorium Leukosit : 14,31 10^3/Ul, pasien tidak bisa lagi melihat .6)
Sensasi :adaptip. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab.
Laboratorium : ureum 116,5 g/dl, Kreatinin 5,42 g/dl. SGOT : 156 U/L, SGPT 343 U/l 8)
Neurologis : penurunan kesadaran bertahap 10 jam SMRS disertai muntah (3x) setelah
sarapan kontak menurun, tidak ada nyeri kepala, 4 jam SMSRS pasien sulit dibangunkan dan
tidak dapat menurut perintah. Kesadaran Composmentis, GCS E4M6V5, pupil isokor 3mm/3
mm, RCL/RCTL nonrekatif. RF : +2/+2, RP : negative, Kaku kuduk : negative N. Cranialis
paresis N VII dextra sentral. ) Endokrin :adaptif. Mode Konsep Diri :belum dapat dinilai
Mode Fungsi Peran : peran sebagai anak Mode Interdependensi : belum dapat dinilai
pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal :hipertensi grade 3 Stimulus kotekstual :usia, genetikStimulus residual : riwayat
keluarga
3. Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunan Kapasitas adaptif intracranial 2) Resiko
ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral 3) Ketidakefektifan Bersihan Jalan napas 4) Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh 5) Hambatan Mobilitas fisik 6)Konstipasi
4. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan Serebral, 2) Status Neurologis : Kesadaran 3) Status Pernapasan :
ventilasi 4) status nutrisi 5) pergerakan sendi 6) eliminasi Usus
5. Intervensi :1) manajemen edema serebral 2)monitor TIK dan Status Neurologi : Kesadaran,
Penigkatan Perfusi Serebral 3)terapi oksigen dan monitor pernapasan dan manajemen jalan
napas 4) pemberian makan dengan tabung enteral 5). perawatan tirah baring dan pengaturan
posisi neurologi. 6) manajemen konstipasi 7) Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/12
Jam, Parasetamol 1g 3x IV, Omeprazolo 4 mg 1x IV, Laxadin 15 ml 3x PO, KSR 600 mg 3x
PO, Catopril 25 mg 3x PO, Amlodipin 5 mg 1x PO, Combiven /8jam inh.
6. Evaluasi
Setelah 5 hari perawatan pasien sudah menunjukkan perbaikan E4M6V4, proses perbaikan
afasia sensorik sudah mulai meskipun masih perlahan, tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial juga sudah tidak Nampak, pasien juga sudah BAB, pasien sudah tidak terpasang
O2 simple mask. namun pasien mengeluh nyeri dada, pasien ada riwayat CAD, pasien juga
tampak sedih dan stress karena anaknya hanya satu yang sering datang terkadang pasien.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 27

1. Informasi Umum
Tn. Sido Wimbuh Romiyah, Usia 27 tahun, status belum menikah, Agama Islam, Jl. Batu
Ceper RT/RW 002/004 Tangerang Banten. RM. 416 14 12, dirawat RSP Nasional Cipto
Mangunkusomo, MRS 11 Desember 2016 pukul 19.56 WIB. Dirawat diruang 516 Lantai 5
Zona A tanggal 11 Desember 2016 pukul 23.31 WIB.
Diagnosa Medis :.Penurunan Kesadaran, Hemiparesis Sinistra paresis N VII Sinistra sentral
Ec Stroke Hemoragik, Hipertensi Emergency, Hematemesis ec Stres Ulcer
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 12 Desember 2016 pukul 15.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 20 x/menit, TD 230/130mmHg, denyut nadi 86 x/menit, Suhu 37,5 c
saturasi 98 %, Akral Hangat (. DPL : Hb 16,74g/dl, Leukosit 13.3 10^3/ul, 11 Desember
2016) AGD ( pH 7,440, pCO2 48,2, PO2 123,1, O2 Saturasi 98,7 %) (11 Desember 2016) . CT
Scan Lesi Hiperdens dikapsula eksterna kanan estimasi volume 40 ml) , Girus dan Sulcus
Kabur, Intracerebral Hemoragik (11 Desember 2016) , 2) Nutrisi : Terpasang NGT diet cair,
energy 1900 KKal. ( Diet cair 1200 kal per NGT berupa belender 6x100 ml, BB NA Kg, TB
157 cm, 3) Eliminasi :Terpasang panpers dan kateter, pasien belum BAB 3 hari. 4) Aktivitas
dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 40,Barthel Index :13 ) Proteksi : Laboratorium
Leukosit : 13,31 10^3/Ul,.6) Sensasi :adaptip. 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan
Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 17,8 g/dl, Kreatinin 0,95 g/dl. SGPT
29U/l, GDS 129 mg/dl. Neurologis : pasien datang dengan keluhan kelemahan tubuh sisi kiri,
14 jam SMRS pasien terjatuh saat ke kamar mandi kepala tidak terbentur, keluhan disertai
sakit kepala, muntah 1x dan tampak tersedak saat diberi minum, GCS E3M5V3, pupil isokor
3mm/3 mm, RCL/RCTL rekatif. RF : +2/+2, RP : negative, Kaku kuduk : negative N.
Cranialis paresis N VII dextra sentral. ) Endokrin :adaptif. Mode Konsep Diri :belum dapat
dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai anak Mode Interdependensi : belum dapat
dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : Hipertensi , Stimulus kotekstual : Rokok, Stimulus residual : Genetik
3. Diagnosa Keperawatan : 1) Penurunan kapasitas adaftif Intrakranial 2) Gangguan Perfusi
Jaringan Serebral 3) Ketidakefektifan [Pertukaran gas 4) Ketidakefektifan Bersihan Jalan
napas 5) Hambatan Mobilitas fisik 5)Konstipasi
4. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan Serebral, 2( Status Neurologis : Kesadaran 3)status pernapasan ::
pertukaran gas 4)status pernapasan : ventilasi 5) pergerakan sendi 6)eliminasi usus.
5. Intervensi :1) manajemen edema serebral 2)monitor TIK dan Status Neurologi : Kesadaran,
Penigkatan Perfusi Serebral 3)terapi oksigen dan monitor p-ernapasan 4) manajemen jalan
napas 5 perawatan tirah baring dan pengaturan posisi neurologi. 6) manajemen konstipasi 7)
Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/8 Jam, Perdipine 5mg/jam (2 ampul 12,5 cc/jam)
manitol 125 cc 4X IV, Parasetamol 1g 4x IV, Omeprazolo 40 mg 2x IV, Laxadin 15 ml 3x
PO, KSR 600 mg 3x PO, Catopril 50 mg 3x PO, Amlodipin 10 mg 1x PO.
6. Evaluasi
Setelah 2 Hari perawatan pasien GCS E1M3V2, pasien Terpasang Gudel, Suction Berkala, O2
NRM 15 LPM, TD 160/81 mmHG, N 145 x/menit, RR 21, Suhu 39 oC, SpO2 100%, AGD
pH/PCO2/P02/ HCO3/Total CO2/O2 saturasi: 7,503/18,78/144,40/14.80/15,48/99,50. Tanda
herniasi batang otak juga muncul dan terjadi alkalosis respiratorik. Masalah keperawatan masih
sama dengan hari sebelumnya dan belum menunjukkan perbaikan.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 28

1. Informasi Umum
Tn. AM , Usia 17 tahun, status belum menikah, Agama Islam, Jl. Batu Ceper RT/RW 002/004
Tangerang Banten. RM. 416 14 78, dirawat RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 13
Desember 2016 pukul 04.00 WIB. Dirawat diruang 516 Lantai 5 Zona A tanggal 14
Desember 2016 pukul 10.10 WIB.
Diagnosa Medis :.SAH IVH, Fraktur basis cranii anterior, fraktur kominutif os. Metatarsal
Pedis Kanan, Fraktur Kominutif 1/3 proksimal os Tibia Kiri, Fraktur Kominutif 1/3 Proksimal
Fibula Kiri, Dislokasi Shoulder Kiri, Kontusio Paru, Hipolakemia, Hiperglikemia Reaktif dd
DM Tipe II
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 14 Desember 2016 pukul 16.00 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 16 x/menit, TD 140/70mmHg, denyut nadi 89 x/menit, Suhu 37,7 c saturasi
99 %, Akral Hangat (. DPL : Hb 15,5g/dl, Leukosit 14.3 10^3/ul, 13 Desember 2016) AGD (
pH 7,28, pCO2 33,5, PO2 155, O2 Saturasi 99,2 %) (13 Desember 2016) . CT Scan Perdarahan
Subarachnoid di Regio Fronto Temporal, intraventrikel lateralis kiri, kornu temporal dan
posterior, Fraktur os mastoideus kiri dengan hematosinus, hematosinus sphenoid bilateral,
perdarahan subgaleal region prototemporal kiri (13 Desember 2016), thorax foto: konsolidasi
dilapangan tengah, atas paru kiri dd/pneumonia, tak tampang bilateral radiologis pada jantung.
2) Nutrisi :Terpasang NGT dipuasakan ,rencana diet energy 1900 KKal. ( Diet cair 1200 kal
per NGT akan diberikan bertahap, BB 80 Kg, TB 170 cm,IMT 27,68 Hb 15,5, albumin 4,5,
GDS 225). 3) Eliminasi :Terpasang panpers dan kateter 4) Aktivitas dan Istirahat : RO
pedis Dext. Fraktur kominutif, Ro Cruris : fraktur kominutif 1/3 diafisis, proksimal os Tibia
kiri, fraktur oblige 1/3 diafisisproksimal os fibula kiri (13/12/2016) . :(fall MORSE Scale) nilai
50 ,Barthel Index :13 ) Proteksi : Laboratorium Leukosit : 14,31 10^3/Ul,.6) Sensasi :.
Adaptif 7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab.
Laboratorium : ureum 17,7 g/dl, Kreatinin 0,9 g/dl. SGPT/SGPT 29U/l/ 40, GDS 225 mg/dl,
Elektrolit : 143/3,0/113. Neurologis :4 Jam SMRS pasien mengendari motor mekanisme
kecelakaan tidak diketahui, kecepatan motor tdk diketahui, pasien ditolong oleh warga dan
diantar ke kantor polisi kemudian dibawa ke RSCM pasien ada riwayat perdrahan hidung dan
telinga. , GCS E3M5V3:4, pupil isokor 3mm/3 mm, RCL/RCTL rekatif. RF : +2/+2, RP :
negative, Kaku kuduk : negative N. Cranialis paresis : tidak ada kesan paralisis. ) Endokrin
:GDS 225 mg/dl. Mode Konsep Diri :belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran
sebagai anak Mode Interdependensi : belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal : KLL, Stimulus kotekstual : - Stimulus residual : -
3. Diagnosa Keperawatan :1) penurunan kapasitas adaptif intracranial 2) nyeri akut 3)
Hambatan Mobilitas fisik. 4) Resiko Cedera
4. Tujuan :1) Perfusi Jaringan Serebral, 2( Status Neurologis : Kesadaran ) 2. Control Nyeri 3)
pergerakan sendi.
5. Intervensi :1) manajemen edema serebral, monitor TIK dan Status Neurologi : Kesadaran,
Penigkatan Perfusi Serebral, terapi oksigen 2) manajemen nyeri 3) perawatan tirah baring dan
pengaturan posisi neurologi. 4). Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/12 Jam, IVFD
12,5 MeqE/12 Jam, , Parasetamol 1g 3x IV, Laxadin 15 ml 3x PO, Ceftriaxone 2 gr 2x IV,
ketorolac 30 mg 3x IV, ranitidine 50 mg 2x, IV, extrace 40 mg 1x IV, Flumucyl 300 mg 1x IV,
prohiper 10 mg IX Po, sangobion 1 tab 1x Po.
6. Evaluasi
Setelah 2 Hari perawatan pasien GCS E4M6V5, kesadarn composmentis, pasien simple mask
O2 5 LPM, TD 120/80 mmHG, N 80 x/menit, RR 16 , Suhu 37 oC, SpO2 100%, pasien sudah
tidak terpasang restrain, pasien juga sudah kooperatif saat diajak bicara, namun pasien belum
ingat pas kejadian kecelakaan. Pasien sudah bisa istirahat. Terkait pelaksaanan penatalaksanaan
fraktur keluarga menolak karena keterbatasan dana, pasien pembiayaan umum.

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 29

1. Informasi Umum
Tn. P, Usia 55 tahun, status menikah (Duda) , Agama Islam, Jl.Menara Air no.75 Manggarai.
416 16 76, dirawat RSP Nasional Cipto Mangunkusomo, MRS 17 Desember 2016 pukul
13.52 WIB.
Diagnosa Medis :. Penurunan kesadaran status epileptikus ec suspek stroke hemoragik dd
stroke iskemik luas, Hipertensi Emergency, Leukositosis reaktif dd susfektif.
2. Pengkajian
a. Perilaku
Pengkajian tanggal 17 Desember 2016 pukul 14.30 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 32 x/menit, TD 230/130mmHg, denyut nadi 105 x/menit, Suhu 39 o c
saturasi 99 %, Akral Hangat (. DPL : Hb 16 g/dl, Leukosit 11.9 10^3/ul, 17 Desember 2016)
AGD ( pH 7,3 , pCO2 19, PO2 223,1, O2 Saturasi 99%) (17 Desember 2016) . CT Scan :
Infark Lakunar multiple di periventricular kanan-kiri, basal ganglia kiri, thalamus kanan kiri,
tidak tampak perdarahan intracranial, sinusitis frontal kiri, ethmoidalis bilateral, maksilla kanan
(17 Desember 2016) , 2) Nutrisi : Terpasang NGT 3) Eliminasi : Terpasang panpers dan
kateter. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale) nilai 50,Barthel Index :15 ) Proteksi :
Laboratorium Leukosit : 11,9 10^3/Ul,.6) Sensasi : belum dapat dikaji. 7) Cairan dan
elektrolit & Keseimbangan Asam Basa :mukosa lembab. Laboratorium : ureum 29 g/dl,
Kreatinin 1,1 g/dl. SGOT 32 U/I, SGPT 39 U/l, GDS 104 mg/dl. Neurologis :, kejang
kelonjotan sejak 1,5 SMRS ditemukan dikamar , pasien sebelumnya diketahui pasien
melakukan aktivitas seperti biasa , kejang preiktal tidak diketahui, iktal : tangan kanan dan kaki
kanan kelojotan kepala ke kanan, mata ke kanan, mulut tidak mencong, mulut berbusa, tidak
sadar (30 menit kemudian keempat anggota gerak kelojotan, GCS E2M5V2, pupil isokor
4mm/4 mm (on midriasis), RCL/RCTL rekatif. RF : +3/+2, RP : positif bilateral, Kaku kuduk
: negative N. Cranialis kesan tidak ada paresis.. ) Endokrin :adaptif. Mode Konsep Diri
:belum dapat dinilai Mode Fungsi Peran : peran sebagai ayah (single parents) Mode
Interdependensi : belum dapat dinilai pasien diantar oleh keluarganya.
b. Stimulus
Stimulus fokal :perdarahan Stimulus kotekstual : HT Stimulus residual : riwayat keluarga
3. Diagnosa Keperawatan :1) ketidaefktifan Perfusi Jaringan Serebral 2) ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan 3) Hambatan Mobilitas fisik 4) Resiko cedera.
4. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan Serebral, ( Status Neurologis : Kesadaran 2)status nutrisi 3 )
pergerakan sendi 6) Manajemen Lingkuna
5. Intervensi :1) Status Neurologi : Kesadaran, Penigkatan Perfusi Serebral , terapi oksigen dan
monitor pernapasan, serta manajemen jalan napas 2 . Monitoring Nutrisi , 3) perawatan tirah
baring dan pengaturan posisi neurologi. 4)Medication Manajemen ( NaCl 0,9% 500 cc/8 Jam,
Perdipine 5mg/jam (2 ampul 12,5 cc/jam) manitol 125 cc 4X IV, Parasetamol 1g 4x IV,
Omeprazolo 40 mg 2x IV, Laxadin 15 ml 3x PO, KSR 600 mg 3x PO, Catopril 50 mg 3x PO,
Amlodipin 10 mg 1x PO.
6. Evaluasi
Setelah 2 Hari perawatan pasien GCS E1M3V2, pasien Terpasang Gudel, Suction Berkala, O2
NRM 15 LPM, TD 160/81 mmHG, N 145 x/menit, RR 21, Suhu 39 oC, SpO2 100%, AGD
pH/PCO2/P02/ HCO3/Total CO2/O2 saturasi: 7,503/18,78/144,40/14.80/15,48/99,50. Tanda
herniasi batang otak juga muncul dan terjadi alkalosis respiratorik. Masalah keperawatan masih
sama dengan hari sebelumnya dan belum menunjukkan perbaikan .

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017


RESUME 30

7. Informasi Umum
Tn. G, Usia 18 tahun, , Agama Islam, Tangerang , dirawat RSP Nasional Cipto
Mangunkusomo, MRS 22 April 2017 pukul 14.17 WIB.
Diagnosa Medis :. Penurunan kesadaran EC meningoencefalitis TB, Hiponatremi, ISK, HAP,.
8. Pengkajian
c. Perilaku
Pengkajian tanggal 24April 2017 pukul 14.30 WIB Mode Adaptasi Fisiologis. 1)
Oksigenasi : RR 18 x/menit, TD 150/100mmHg, denyut nadi 85 x/menit, Suhu 38 o c
saturasi 99 %, Akral Hangat (. DPL : Leukosit Leukosit 16,52 10◦3/u l.
10^3/ul, 26 Aprill 2017)( AGD7,551/32.189/28,4/29,5/30,9/99,9) ( pH %) . CT Scan :Tidak
tampak lacunar or sol,tanda infeksi intracranial(22 A[pril 2017), 2) Nutrisi : Terpasang NGT
3) Eliminasi : Terpasang panpers dan kateter. 4) Aktivitas dan Istirahat :(fall MORSE Scale)
nilai 50,Barthel Index :15 ) Proteksi : Laboratorium Leukosit Leukosit 16,52 10◦3/u l : 6)
Sensasi :7) Cairan dan elektrolit & Keseimbangan Asam Basa : mukosa lembab.
Laboratorium :Natrium 131 mEq/l, kalium 2,82 mEq). Neurologis :, pasiene menagalami
penurunan kesadaran bertahap sejak 3 hari SMRS sebelumnya terdapat demam, nyeri kepala,
semakin lama semakin memberat . saat di IGD bangkitan uMUM durasi 5 menit setelah
kejang pasien kembali kesadaran smeual .GCS E3M4V2, pupil 3 mm/3mm, RCL/RCTL +/+,
RF 2/2 RP : babinsky (-) bilateral Endokrin : adaptif. Mode Konsep Diri :belum dapat dinilai
Mode Fungsi Peran : peran sebagai anak Mode Interdependensi : belum dapat dinilai
pasien diantar oleh keluarganya.
d. Stimulus
Stimulus fokal :infeksi bakteri TB stimulus kontektual paparan dengan lingkungan Stimulus
residual : riwayat keluarga
9. Diagnosa Keperawatan :1) risisko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, ketidakefektifan
bersihan jalan napas, ketidakseimbangan cairan elektroloit 4)hambatan mobilitas fisik.
10. Tujuan : 1) Perfusi Jaringan Serebral, ( Status Neurologis : Kesadaran 2)status jalan napas 3 )
status cairan 4) status mobiltas
11. Intervensi : 1) monitor neurulogi, manajemen kejang 2)terapi oksigen dan penghisapan lendir
jalan napas 3) manajemen elektrolit 4)perawatan tirah baring 5) manajemen medikasurifamfisn
600 mg 1x, INH 300 mg 1x/ pirazinamid 1500 mg, ethambutol 100 mg 1x, riklona 1 mg ,
ranitidine 50 mg, Na Cl 500 mg, Zovirax 500 mg, inpepsa , omz 40 mg iV, Nacl 0,9 %, TE
100/24 jam, kcl 25 meQ, KN2/8 jam
12. Evaluasi
Setelah 4Hari perawatan pasien GCS E2M4V3, pasien Terpasang Gudel, Suction Berkala, O2
NRM 10 LPM, TD 150/100 mmHG, N 80 x/menit, RR 21, Suhu 39 oC, SpO2 100%, produksi
secret (+), pasien belum bisa dajak komunikasi. Bangkitan kejan 4 menit,

Analisis praktik..., Fadli Syamsuddin, FIK UI, 2017

Anda mungkin juga menyukai