Anda di halaman 1dari 40

A.

Judul Penelitian

Peningkatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Terhadap

Keaktifan dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Siswa Kelas IV SD Negeri Rancapurut Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten

Sumedang Tahun Ajaran 2018/2019.

B. Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001

tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pembelajaran adalah proses interaksi

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar yang berlangsung dalam suatu

lingkungan tertentu. Pembelajaran dipandang secara nasional sebagai suatu proses

interaksi yang melibatkan komponen-komponen utama, yaitu peserta didik,

pendidik, dan sumber belajar yang berlangsung dalam suatu lingkungan belajar.

Endayani (2017) menyatakan bahwa, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

merupakan pengetahuan yang membahas dan mengkaji terkait kehidupan manusia

baik secara perorangan maupun sebagai makhluk sosial dan interaksinya dengan

lingkungan. Objek kajian dari IPS secara lengkap adalah kehidupan manusia,

lingkungan manusia serta terkait dengan aspek-aspek kehidupan manusia. Di

Indonesia pelajaran IPS disesuaikan dengan berbagai persfektif sosial yang

berkembang di masyarakat.

Dalam pembelajaran IPS seorang guru harus mampu menciptakan

suasana pembelajaran dengan baik. Proses pemilihan pendekatan, metode, strategi,

1
dan teknik dilakukan dengan mempertimbangkan situasi, kondisi, kebutuhan dan

karakteristik siswa yang dihadapi dalam rangka tujuan pembelajaran.

Dalam pembelajaran penggunaan model pembelajaran sangat

diperlukan, begitupun pada mata pelajaran IPS. Menurut Wahyuningsih (2010)

model pembelajaran merupakan salah satu strategi untuk mengoptimalkan proses

belajar mengajar dikelas. Model pembelajaran landasan praktik pembelajaran

penurunan psikologi pendidikan dan teori belajar yang diramcang berdasarkan

analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat

operasional dikelas (Suprijono, 2011). Terdapat berbagai model pembelajaran yang

dapat diterapkan untuk menarik perhatian siswa, sehingga dapat memaksimalkan

hasil belajar.

Proses belajar mengajar yang dilakukan di kelas selama ini sering

dilakukan satu arah saja dimana siswa hanya mendengarkan apa yang disampaikan

oleh guru saja, tidak ada hubungan timbal balik antara siswa dengan guru, siswa

dengan siswa dan guru dengan siswa. Begitu pun di SD Negeri Rancapurut dalam

pembelajaran di kelas siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja, tidak

ada interaksi antara guru dengan siswa. Hal ini menyebabkan keaktifan siswa pada

mata pelajaran IPS kurang sehingga tujuan pembelajaran kurang tercapai dengan

baik.

Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajari,

bukan hanya mengetahuinya. Dari pengalamannya diharapkan siswa dapat

memahami IPS secara lebih mendalam dan dapat diingat dalam waktu yang relatif

lama. Untuk itu guru perlu menciptakan kondisi pembelajaran IPS di SD yang dapat

2
mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu, sehingga guru harus menentukan

model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan

pembelajaran IPS adalah model Kooperatif tipe Snowball Throwing.

Wahyuningsih (2010) menyatakan bahwa model pembelajaran Snowball

Throwing merupakan salah satu model pembelajaran yang dikemas dalam suatu

permainan yang menarik yaitu saling melempar bola dari kertas yang berisi

pertanyaan. Dalam model pembelajaran ini ditekankan pada kemampuan peserta

didik untuk merumuskan suatu pertanyaan tentang materi yang disajikan.

Pembelajaran dalam permainan ini membutuhkan suatu kemampuan sederhana,

sehingga dapat dilakukan oleh seluruh peserta didik. Selain itu, kemampuan peserta

didik dalam bekerja sama dengan teman maupun kemampuan individunya dapat

diukur melalui model ini.

Pembelajaran ini lebih menekankan pada kegiatan pembelajaran pada

kelompok kecil, melatih siswa untuk mendengarkan pendapat orang lain, melatih

kreatifitas dan imajinasi siswa dalam membuat pertanyaan, serta memacu siswa

untuk bekerjasama, saling membantu, serta aktif dalam pembelajaran. Pada model

ini siswa belajar dan bekerja sama sampai pada pengalaman belajar yang maksimal,

baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok.

Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball

Throwing dalam Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar pada Mata

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Siswa Kelas IV SD Negeri Rancapurut

Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang Tahun Ajaran 2018/2019”.

3
C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, untuk menghindari luasnya

permasalahan yang diteliti, maka pada penelitian ini hanya dibatasi pada

Peningkatan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Terhadap

Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dapat dirumuskan permasalan

sebagai berikut:

1. Apakah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing dapat

Meningkatkan Keaktifan pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Siswa Kelas IV SD Negeri Rancapurut Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten

Sumedang Tahun Ajaran 2018/2019?

2. Apakah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing dapat

Meningkatkan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

(IPS) Siswa Kelas IV SD Negeri Rancapurut Kecamatan Sumedang Utara

Kabupaten Sumedang Tahun Ajaran 2018/2019?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah.

1. Untuk mendeskripsikan keaktifan siswa kelas IV SD Negeri Rancapurut

Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang Tahun Ajaran 2018/2019

4
Melalui Model Pembelajaran Snowball Throwing pada Mata Pelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS).

2. Untuk mendeskripsikan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Rancapurut

Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang Tahun Ajaran 2018/2019

Melalui Model Pembelajaran Snowball Throwing pada Mata Pelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS).

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Guru

a. Dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada guru tentang model

pembelajaran Snowball Throwing.

b. Memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya.

c. Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan belajar.

d. Diharapkan guru dapat menerapkan model pembelajaran Snowball

Throwing.

2. Bagi siswa

a. Dapat meningkatkan partisipasi siswa aktif untuk menanggapi dalam

pembelajaran IPS.

b. Dapat melatih siswa untuk belajar bersosialisasi dengan cara memahami

berbagai perbedaan dalam kelompok.

c. Dapat meningkatan hasil belajar siswa.

3. Bagi Sekolah

5
a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam usaha

memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar mengajar yang dilakukan

oleh guru di sekolah.

b. Memberikan sumbangan yang positif bagi kemajuan sekolah.

c. Perbaikan proses pembelajaran IPS dan peningkatan prestasi belajar siswa.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Penelitian ini dapat menjadi rujukan, sumber informasi atau bahan referensi.

b. Agar penelitian ini dapat memberikan motivasi kepada peneliti lain agar dapat

lebih baik dalam merancang suatu pembelajaran.

G. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berfikir diatas, maka peneliti mengajukan

hipotesis: Model Pembelajaran Snowball Throwing dapat Meningkatkan Keaktifan

dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Siswa Kelas

IV SD Negeri Rancapurut Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang

Tahun Ajaran 2018/2019.

H. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam penafsiran terhadap judul

penelitian yang penulis ajukan, maka diperlukan definisi operasional. Berikut ini

penulis uraikan definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu

sebagai berikut.

6
1. Snowball Throwing adalah pembelajaran yang dibentuk dalam suatu kelompok

kecil yang saling bekerja sama satu sam lain.

2. Keaktifan siswa adalah kegiatan fisik maupun psikis siswa dalam memahami

suatu pelajaran.

3. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang setelah ia

memahami sesuatu.

I. Landasan Teoritis

1. Belajar

a. Teori Belajar

Pengertian belajar telah dikemukakan Dalam The Guidance of Learning

Activities oleh W.H Burton dalam Siregar (2010) bahwa belajar adalah proses

perubahan tingkah laku pada diri individu karena adanya interaksi antara individu

dengan individu dan individu dengan lingkungannya. Aunurrahman (2013)

menyatakan 2 pengertian belajar yakni yang pertama adalah belajar menunjukkan

suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja, dan yang kedua

belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya.

Pengertian belajar menurut W.S.Winkel dalam Susanto (2013) adalah

suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang

dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,

pemahaman, keterampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan

berbekas. Belajar menurut Rusman (2012) merupakan suatu aktivitas yang dapat

dilakukan secara psikologis maupun secara fisiologis. Aktivitas yang bersifat

7
psikologis yaitu aktivitas yang merupakan proses mental, misalnya aktivitas

berfikir, memahami, menyimpulkan, menyimak, menelaah, membandingkan,

membedakan, mengungkapkan, menganalisis dan sebagainya. Sedangkan aktivitas

yang bersifat fisiologis yaitu aktivitas yang merupakan proses penerapan atau

praktik, misalnya melakukan eksperimen atau percobaan, latihan, kegiatan prakik,

membuat karya (produk), apresiasi dan sebagainya.

Menurut Siregar (2010) bahwa belajar adalah sebuah proses yang

kompleks di dalamnya terkandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah:

1) Bertambahnya jumlah pengetahuan

2) Adanya kemampuan mengingat dan mereproduksi

3) Adanya penyerapan pengetahuan

4) Menyimpulkan makna

5) Menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas

6) Adanya perubahan sebagai pribadi

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

suatu aktivitas yang secara sadar menerima pengetahuan, dan mengubah

pemahamannya melalui interaksi dengan orang lain, maupun dengan

lingkungannya. Dengan belajar seseorang akan bertambah jumlah pengetahuannya,

memiliki kemampuan untuk mengingat, adanya kemampuan untuk menerapkan

pengetahuan yang dimiliki, dapat menyimpulkan makna, mampu menafsirkan dan

mengaitkan pengetahuan tersebut dengan realitas.

b. Tujuan Belajar

8
Tujuan merupakan sesuatu yang mengarahkan semua proses yang

berlangsung dalam proses pembelajaran. Tujuan dari penyelenggaran sistem

pembelajaran adalah untuk memfasilitasi siswa agar memiliki kompetensi berupa

pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat digunakan dalam beragam

aktivitas kehidupan. Tujuan pembelajaran pertama kali diperkenalkan oleh B.F

Skinner pada tahun 1950 yang diterapkankan dalam ilmu perilaku (behavioral

science) dengan maksud untuk meningkatkan mutu pembelajaran (Pribadi, 2009).

Menurut Suprijono (2009), tujuan belajar yang eksplisit diusahakan

untuk dicapai dengan tindakan instruksional yang dinamakan instructional effects,

yang biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan, tujuan belajar

sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional disebut nurturant effects.

Bentuknya berupa kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan

demokratis, menerima orang lain, dan sebagainya. Tujuan ini merupakan

konsekuensi logis dari peserta didik “menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan

belajar tertentu.

Bloom dan David dalam Pribadi (2009) mengemukakan tiga domain atau

ranah yang dapat digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan pembelajaran

yang meliputi :

1) Tujuan pembelajaran pada ranah kognitif adalah untuk melatih kemampuan

intelektual siswa. Tujuan pada ranah ini membuat siswa mampu menyelesaikan

tugas–tugas yang bersifat intelektual.

9
2) Tujuan pembelajaran pada ranah afektif sangat terkait dengan sikap, emosi,

penghargaan dan penghayatan atau apresiasi terhadap nilai, norma dan sesuatu

yang sedang dipelajari.

3) Tujuan pembelajaran pada ranah psikomotor memiliki kaitan yang erat dengan

kemampuan dalam melakukan kegiatan–kegiatan yang bersifat fisik dalam

berbagai mata pelajaran. Misalnya, dalam mata pelajaran olahraga, drama dan

praktikum.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa proses

pembelajaran dirancang untuk suatu tujuan tertentu. Dengan mengetahui tujuan

pembelajaran, siswa akan lebih termotivasi dalam melakukan proses belajar dalam

upaya untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Tujuan pembelajaran

mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Tujuan pembelajaran pada ranah

kognitif yaitu untuk melatih kemampuan intelektual siswa (ranah pengetahuan).

Pada ranah afektif yaitu terkait dengan sikap, emosi, penghargaan dan penghayatan

atau apresiasi terhadap nilai, norma, dan sesuatu yang sedang dipelajari. Sedangkan

tujuan pembelajaran pada ranah psikomotor memiliki kaitan dengan kemampuan

dalam melakukan kegiatan–kegiatan yang bersifat fisik dalam berbagai mata

pelajaran.

2. Tinjauan Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Endayani (2017) menyatakan bahwa IPS mempunyai arti sebagai mata

pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan ditingkat

sekolah dasar, sekolah lanjutan pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas. Ilmu

pengetahuan social merupakan mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep

10
dasar dari berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan

psikologis serta kelayakan dan kebermaknaannya bagi siswa dan kehidupannya.

Endayani (2017) Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan suatu kelompok

ilmu pengetahuan tentang hubungan manusia dan lingkungannya dan terdiri atas

unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, kewarganegaraan, politik, sosiologi,

antropologi, dan psikologi. Ahmadi (1991) juga mengatakan bahwa, Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) adalah bidang studi yang merupakan paduan (fusi) dari

sejumlah mata pelajaran sosial. Dapat dijelaskan bahwa IPS merupakan hasil

kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran

seperti: Geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik.

Dari beberapa pengertian tentang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) seperti

yang telah dikemukan oleh beberapa ahli di atas, maka dapat peneliti simpulkan

bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu mata pelajaran yang

memadukan konsep-konsep dasar ilmu sosial seperti geografi, sejarah, ekonomi,

kewarganegaraan, politik, sosiologi, antropologi, dan psikologi yang diajarkan di

setiap jenjang pendidikkan. Pembelajaran IPS adalah suatu upaya yang dilakukan

dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan yang

berkaitan dengan isu-isu sosial dan kewarganegaraan yang diajarkan disetiap

jenjang pendidikan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan

kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal.

a. Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah

Dasar.

11
Fungsi dan tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah

Dasar (Fajar, 2005) adalah seperti berikut.

1. Fungsi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar (SD) adalah

untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan siswa

tentang masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.

2. Tujuan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar (SD) adalah:

1) Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan

kewarganegaraan melalui pendekatan pedagogis dan psikologis

2) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan

masalah, dan keterampilan sosial

3) Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan

4) Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetensi dalam

masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.

Sedangkan, (Hidayati, 2002) mengatakan bahwa tujuan pengajaran IPS

di sekolah Dasar adalah:

a. Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan

dimasyarakat.

b. Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisa, dan

menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di

masyarakat.

c. Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga

masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian.

12
d. Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan

keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupannya

yang tidak terpisahkan.

e. Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan

keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan, perkembangan

masyarakat, perkembangan ilmu dan teknologi.

b. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar

Menurut Fajar (2005), ruang lingkup mata pelajaran Ilmu Pengetahuan

Sosial seperti berikut.

1. Sistem sosial dan budaya

2. Manusia, tempat, dan lingkungan

3. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan

4. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan

Disini kompetensi dasar yang diteliti dalam penelitian, yang terdapat di

ruang lingkup mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yaitu jenis-jenis pekerjaan.

Adapun kompetensi dasar kelas IV adalah mengenal jenis-jenis pekerjaan.

c.Karaktertistik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Karakteristik mata pembelajaran IPS berbeda dengan disiplin ilmu lain

yang bersifat monolitik.Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) integrasi dari berbagai

disiplin ilmu-ilmu sosial, seperti sejarah, sosiologi, geografi, ekonomi, politik,

hukum dan budaya. Rumusan Ilmu Pengetahuan Sosial berdasarkan realitas dan

fenomena sosial melalui pendekatan interdisipliner. Mata pelajaran IPS memiliki

beberapa karakteristik antara lain.

13
1. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi,

sejarah, hukum, dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang

humaniora, pendidikan, dan agama.

2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan

geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa

sehingga menjadi pokok bahasan atau topic (tema) tertentu.

3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut prestiwa dan

perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan,

adaptasi dan pengelolahan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta

upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan ,

kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan.

3. Hasil Belajar Siswa

a. Pengertian Hasil Belajar Siswa

Menurut Susanto (2013), hasil belajar siswa adalah kemampuan yang

diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri

merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu

bentuk perubahan perilaku yang telatif tetap. Aunurrahman (2013) menyatakan

bahwa hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku. Walaupun tidak semua

perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas belajar

umumnya disertai perubahan tingkah laku.

Menurut Rusman (2012) Hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang

diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Belajar

tidak hanya penguasaan konsep teori mata pelajaran saja, tapi juga penguasaan

14
kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat–bakat, penyesuaian sosial, macam–macam

keterampilan, cita–cita, keinginan dan harapan. Menurut Hamalik dalam Rusman

(2012) menyatakan bahwa hasil belajar itu dapat terlihat dari terjadinya perubahan

dari persepsi dan perilaku termasuk juga perbaikan perilaku.

Menurut Aunurrahman (2013) bahwa seseorang dapat dikatakan berhasil

dalam proses belajar apabila ia mampu mencapai indikator– indikator dibawah ini,

yaitu :

1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi,

baik secara individual maupun kelompok

2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK)

telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang setelah ia

mempelajari sesuatu. Kemampuan itu mencakup ranah kognitif, ranaha fektif, dan

ranah psikomotor (Siregar, 2011).

1) Hasil belajar pada ranah kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang membahas tujuan pembelajaran

berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai

ke tingkat yang lebih tinggi, atau evaluasi. Beberapa kemampuan kognitif yang

didapatkan setelah mengalami proses belajar adalah :

a) Pengetahuan, tentang suatu materi yang telah dipelajari

b) Pemahaman, memahami makna materi

c) Aplikasi atau penerapan penggunaan materi atau aturan teoretis yang prinsip

15
d) Analisa, sebuah proses analisis teoretis dengan menggunakan kemampuan

akal

e) Sintesa, kemampuan memadukan konsep sehingga menemukan konsep baru

f) Evaluasi, kemampuan melakukan evaluatif atas penguasaan materi

pengetahuan

2) Hasil belajar pada ranah afektif

Ranah afektif meliputi tujuan belajar yang berkenaan dengan minat,

sikap dan nilai serta pengembangan penghargaan dan penyesuaian diri. Ranah

ini dibagi dengan lima jenjang tujuan, yaitu sebagai berikut :

a) Penerimaan (receiving) meliputi kesadaran akan adanya suatu sistem nilai,

ingin menerima nilai, dan memperhatikan nilai tersebut.

b) Pemberian respons (responding) meliputi sikap ingin merespon terhadap

sistem, misalnya bersikap jujur dalam setiap tindakannya.

c) Pemberian nilai atau penghargaan (valuing) penilaian meliputi penerimaan

terhadap suatu sistem nilai, memilih sistem nilai yang disukai dan

memberikan komitmen untuk menggunakan sistem nilai tertentu.

d) Pengorganisasian (organization) meliputi memilah dan menghimpun sistem

nilai yang akan digunakan, misalnya berperilaku jujur ternyata berhubungan

dengan nilai lain seperti kedisplinan dan kemandirian

e) Karakterisasi (characterization) meliputi perilaku secara terus menerus sesuai

dengan sistem nilai yang telah diorganisasikannya misalnya karakter dan

gaya hidup seseorang, sehingga ia dikenal sebagai pribadi yang jujur.

3) Hasil belajar pada ranah psikomotor

16
Psikomotor merupakan perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja

fungsi tubuh manusia. Hasil belajar yang didapatkan pada ranah psikomotor

apabila telah mengalami proses belajar mengajar adalah sebagai berikut :

a) Meniru : kemampuan mengamati suatu gerakan agar dapat merespons

b) Menerapkan : kemampuan mengikuti pengarahan, gerakan pilihan dan

pendukung dengan membayangkan gerakan orang lain.

c) Memantapkan : kemampuan memberikan respons yang terkoreksi atau

respons dengan kesalahan–kesalahan terbatas.

d) Merangkat : koordinasi rangkaian gerak dengan membuat aturan yang tepat.

e) Naturalisasi : gerakan yang dilakukan secara rutin dengan menggunakan

energi fisik dan psikis yang minimal.

Hasil belajar dapat dijadikan guru sebagai bentuk evaluasi untuk

mengetahui siswa mana saja yang dapat memahami materi pelajaran yang telah

disampaikan dan dapat mengetahui apakah penggunaan model pembelajaran

tertentu telah sesuai. Sedangkan hasil belajar bagi siswa sendiri dapat menjadikan

dirinya untuk lebih termotivasi dalam belajar. Hasil belajar yang dipakai dalam

penelitian ini adalah hasil belajar pada ranah kognitif.

4. Model Pembelajaran Snowball Throwing

a. Pengertian Snowball Throwing

Model pembelajaran snowball throwing merupakan model pembelajaran

kooperatif. Pembelajaran kooperatif dimaksudkan adalah pembelajaran yang

disusun melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam

memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Konsep belajar

17
berkelompok, tingkat keberhasilannya tergantung pada kemampuan dan aktivitas

anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.

Menurut Komalasari (2010) dalam bukunya pembelajaran kontekstual

konsep dan aplikasi, Model pembelajaran snowball throwing adalah model

pembelajaran yang menggali potensi kepemimpinan siswa dalam kelompok dan

keterampilan membuatmenjawab pertanyaan yang dipadukan melalui suatu

permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas mengenai pengertian model

pembelajaran snowball throwing, dapat diambil kesimpulan bahwa model snowball

throwing memiliki ciri–ciri sebagai berikut :

1) Berkelompok

2) Membuat sebuah pertanyaan pada sebuah kertas yang kemudian digulung

menyerupai sebuah bola

3) Throwing artinya melempar. Kertas yang telah digulung menyerupai bola yang

kemudian kertas berbentuk bola tersebut dilemparkan kepada siswa lain

4) Menjawab pertanyaan sesuai dengan yang tertulis pada kertas tersebut.

b. Langkah Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model Snowball Throwing

Langkah–langkah pembelajaran snowball throwing menurut Suprijono

(2013) sebagai berikut :

1) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan

2) Guru membentuk kelompok–kelompok dan memanggil masing– masing ketua

kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi

18
3) Masing–masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing–masing,

kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.

4) Kemudian masing–masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk

menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah

dijelaskan oleh ketua kelompok.

5) Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar

darisatu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit.

6) Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada

siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola

tersebut secara bergantian.

7) Evaluasi

8) Penutup

Berdasarkan keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa langkah–

langkah untuk melakukan model pembelajaran snowball throwing adalah guru

membentuk siswa menjadi kelompok–kelompok kecil, tiap kelompok menentukan

anggota kelompoknya. Guru memanggil ketua kelompok untuk menjelaskan

materi, yang kemudian materi tersebut akan dijelaskan oleh ketua kelompok kepada

anggota kelompoknya masing–masing. Setelah selesai tiap anggota kelompok akan

menuliskan pertanyaan ke dalam selembar kertas, yang kemudian kertas digulung

menyerupai sebuah bola dan dilemparkan kepada anggota kelompok lain. Kertas

yang berisi pertanyaan yang didapatkan oleh anggota kelompok lain akan dijawab

pertanyaannya oleh siswa yang menerima kertas itu. Siswa maju ke depan satu–satu

untuk menjelaskan jawabannya sambil dievaluasi oleh guru.

19
5. Keaktifan Siswa

a. Pengertian Keaktifan Siswa

Komalasari(2013) menyatakan bahwa seorang guru hendaknya mampu

menciptakan suasana pembelajaran yang mampu mendorong siswa aktif belajar

guna mendapatkan pengetahuan (knowledge), menyerap dan memantulkan nilai–

nilai tertentu (value) dan terampil melakukan keterampilan tertentu (skill). Siswa

akan lebih mudah mengikuti pembelajaran jika pembelajaran berada dalam suasana

yang menyenangkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru agar

terciptanya suasana pembelajaran yang menyenangkan adalah mendorong siswa

terlibat aktif.

Keaktifan menurut Rusman (2012) dapat berupa kegiatan fisik dan

psikis. Kegiatan fisik dapat berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih

keterampilan–keterampilan dan sebagainya. Sedangkan kegiatan psikis misalnya

menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah

yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil

percobaan dan kegiatan psikis yang lain. Menurut Erna (2009) bahwa keaktifan

siswa dalam pembelajaran mengambil beraneka kegiatan dari kegiatan fisik hingga

kegiatan psikis, artinya kegiatan belajar melibatkan aktivitas jasmaniah maupun

aktivitas moral.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

pengertian keaktifan siswa adalah aktivitas siswa yang melibatkan kegiatan fisik

maupun psikis dalam memahami suatu pelajaran. Aktivitas fisik dapat berupa

20
membaca, mencatat, menulis. Sedangkan Aktivitas psikis dapat berupa berfikir,

memahami, dan menyimpulkan suatu konsep.

Menurut Paul D. Dierich dalam Yamin (2010) yang menyatakan bahwa

keaktifan siswa dalam belajar lebih kompleks dan dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa macam, yaitu sebagai berikut:

1) Kegiatan–kegiatan visual: membaca, melihat gambar–gambar, mengamati,

eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau

bermain.

2) Kegiatan–kegiatan lisan (oral): mengemukakan suatu fakta atau prinsip,

menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,

mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.

3) Kegiatan–kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan,

mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu

permainan, mendengarkan radio.

4) Kegiatan–kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa

karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.

5) Kegiatan–kegiatan menggambar : menggambar, membuat grafik, chart, diagram

peta dan pola.

6) Kegiatan–kegiatan metrik: melakukan percobaan, memilih alat– alat,

melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari

dan berkebun.

21
7) Kegiatan–kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah,

menganalisis, faktor–faktor, melihat, hubungan–hubungan, dan membuat

keputusan.

8) Kegiatan–kegiatan emosional : minat, membedakan, berani tenang dan lain-lain.

Menurut Sudjana (2013), keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar

dapat dilihat dalam hal:

1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.

2) Terlibat dalam pemecahan masalah atau mengemukakan pendapat.

3) Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan

yang dihadapinya.

4) Berusaha mempelajari materi pelajaran, mencari, dan mencatat berbagai

informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

5) Melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan petunjuk guru.

6) Menilai kemampuan siswa itu sendiri dan hasil–hasil yang diperolehnya, hal ini

dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam mengerjakan soal secara mandiri.

7) Melatih diri dalam memecahkan soal dan menjawab pertanyaan baik dari guru

maupun siswa lain.

8) Menggunakan atau menerapkan apa yang diperolehnya dalam menyelesaikan

tugas hal ini dapat dilihat dari kemauan, semangat, dan antusias siswa dalam

proses pembelajaran.

Belajar adalah suatu aktivitas, aktivitas yang dimaksud menuntut gerak

siswa dalam belajar. Seseorang dapat dikatakan beraktivitas apabila ia terlibat atau

ikut serta dalam proses pembelajaran. Gerak siswa atau aktivitas siswa dapat berupa

22
kegiatan fisik yang melibatkan kegiatan lisan, kegiatan menulis, mendengarkan,

menggambarkan, metrik, mental dan emosional.

b. Manfaat Keaktifan Siswa

Aktivitas siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar

sehingga siswa yang seharusnya aktif dalam merencanakan kegiatan belajar, sebab

ia adalah objek pembelajaran yang melaksanakan kegiatan belajar itu sendiri.

Menurut Hamalik (2011), aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran memiliki

manfaat tertentu, antara lain:

1) Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.

2) Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa.

3) Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada gilirannya

dapat mempelancar kerja kelompok.

4) Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri, sehingga

sangat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual.

5) Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan

kekeluargaan, musyawarah dan mufakat.

6) Membina dan memupuk kerjasama antar sekolah dan masyarakat, dan hubungan

antara guru dan orang tua siswa, yang bermanfaat dalam pendidikan siswa.

7) Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga

mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan terjadinya

verbalisme.

8) Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan

dalam masyarakat yang penuh dinamika.

23
Selain manfaat diatas, Pribadi (2009) juga menyatakan bahwa proses

belajar akan berlangsung efektif jika siswa terlibat secara aktif dalam tugas–tugas

yang bermakna, dan berinteraksi dengan materi pelajaran secara intensif. Melihat

begitu besarnya manfaat yang didapatkan pada siswa beraktifitas atau aktif dalam

pembelajaran, maka Yamin dan Ansari (2009) menggungkapkan 4 hal strategi yang

perlu dikuasai guru dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan

keaktifan siswa di dalam kelas, yaitu:

1) Penyediaan pertanyaan yang mendorong berfikir dan berproduksi. Jika salah satu

tujuan mengajar adalah mengembangkan potensi siswa untuk siswa berpikir,

maka tujuan bertanya hendaknya lebih pada merangsang siswa berpikir.

Merangsang berpikir dalam arti merangsang siswa menggunakan gagasan

sendiri dalam menjawab pertanyaan bukan mengulangi gagasan yang sudah

dikemukakan guru.

2) Penyediaan umpan balik yang bermakna Umpan balik adalah respon/reaksi guru

terhadap perilaku atau pertanyaan dari siswa.

3) Belajar secara kelompok Salah satu cara membuat siswa menjadi aktif dalam

kegiatan belajar mengajar adalah melalui belajar kelompok. Dalam hal ini,

keterampilan bekerjasama turut dikembangkan.

4) Penyediaan penilaian yang memberi peluang siswa mampu melakukan unjuk

perbuatan.

Menilai adalah mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar

siswa, tentang apa yang sudah dikuasai dan belum dikuasai siswa. informasi

tersebut diperlukan agar guru dapat menentukan tugas/kegiatan apa yang harus

24
diberikan berikutnya kepada siswa agar pengetahuan, kemampuan dan sikap siswa

menjadi lebih berkembang. Salah satunya dapat melalui kerja praktik.

Berdasarkan keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa keaktifan

siswa dalam suatu pembelajaran sangat dibutuhkan karena siswa akan lebih

mengerti atau memahami materi yang diajarkan apabila siswa terlibat langsung

dalam proses pembelajaran tersebut. Selain hal tersebut, manfaat lain yang didapat

siswa antara lain memupuk disiplin siswa, melatih kerjasama, membentuk

pendidikan yang demokratis sehingga tiap siswa tanpa rasa takut dapat

memberanikan diri mengemukakan pendapatnya di dalam kelas. Manfaat

tersebutlah yang membuat guru semakin yakin untuk melibatkan siswa dalam

proses pembelajaran.

c. Penilaian Keaktifan Siswa

Keaktifan siswa dapat dinilai melalui adanya pengamatan (observasi).

Observasi menurut Purwanto (2013) ialah metode atau cara–cara menganalisis dan

mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat

atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Cara atau metode tersebut

pada umumnya ditandai oleh pengamatan tentang apa yang benar– benar dilakukan

oleh individu, dan membuat pencatatan–pencatatan secara objektif mengenai apa

yang diamati.

Sedangkan observasi menurut Aries S. (2011) adalah suatu metode untuk

mengadakan pencatatan secara sistematis tentang tingkah laku seseorang dengan

cara mengamati objek baik secara langsung maupun tidak langsung.

25
Yersild dan Meigs dalam Purwanto (2013) membagi situasi– situasi yang

dapat diselidiki melalui observasi langsung menjadi tiga macam, yaitu:

1) Situasi bebas (free situation) Merupakan objek yang diamati dalam keadaan

bebas, tidak terganggu, dan tidak mengetahui bahwa objek sedang diamati.

2) Situasi yang dibuat (manipulated situation) Pengamat sengaja membuat atau

menambahkan kondisi–kondisi atau situasi tertentu, kemudian mengamati

bagaimana reaksi–reaksi yang timbul dengan adanya kondisi atau situasi yang

sengaja dibuat.

3) Situasi campuran Merupakan gabungan dari kedua macam situasi bebas dan

situasi yang dibuat, dimana objek yang diamati tidak terganggu dengan reaksi

yang diciptakan oleh peneliti.

Pemberian model pembelajaran snowball throwing akan menciptakan

situasi yang dibuat (manipulated situation) karena keaktifan siswa yang terjadi

merupakan reaksi yang timbul dari situasi tersebut. Siswa akan menjawab

pertanyaan dan memberikan pertanyaan karena adanya perintah untuk melakukan

hal tersebut atau hal itu merupakan suatu keharusan. Cara atau metode observasi

pada umumnya dengan membuat pencatatan–pencatatan secara objektif mengenai

apa yang diamati atau cara lainnya dapat dengan menggunakan teknik dan alat–alat

khusus seperti blangko–blangko, checklist, atau daftar isian yang telah dipersiapkan

sebelumnya. Pada blangko dan daftar isian tersebut di dalamnya telah tercantum

aspek– aspek ataupun gejala apa saja yang perlu diperhatikan waktu pengamatan

dilakukan.

26
Keaktifan siswa yang dapat diamati pada model pembelajaran snowball

throwing adalah pada saat siswa bertanya, siswa menjawab pertanyaan, bagaimana

interaksi siswa dengan guru dan interaksi siswa dalam kelompok. Selain itu juga

dapat diamati bagaimana siswa saat memperhatikan, dan mendengarkan penjelasan

dari guru.

Pada dasarnya observasi merupakan salah satu evaluasi pendidikan agar

dapat menilai pertumbuhan dan kemajuan siswa dalam belajar, menilai

perkembangan tingkah laku dan penyesuaian sosialnya, minat dan juga bakatnya.

Kelebihan penilaian observasi adalah data observasi melukiskan aspek–aspek

kepribadian siswa yang sebenarnya karena diperoleh secara langsung dengan

mengamati ekspresi siswa dalam bereaksi terhadap suatu rangsangan, sehingga data

observasi tersebut lebih objektif. Sedangkan salah satu kelemahannya adalah

observasi tidak dapat memberikan gambaran yang sama tentang struktur

kepribadian individu. Untuk itu masih diperlukan data yang diperoleh dengan

teknik lain, dan teknik observasi membutuhkan waktu yang lama.

d.Indikator Keaktifan Belajar Siswa

Keaktifan belajar siswa dapat dilihat dari indikator sebagai berikut (Aries

S., 2009).

1. Perhatian siswa terhadap penjelasan guru.

2. Kerjasamanya dalam berkelompok.

3. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok.

4. Memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok.

5. Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat.

27
6. Membuat gagasan yang cemerlang.

7. Membuat perencanaan dan pembagian kerja yang matang.

8. Keputusan berdasarkan pertimbangan anggota yang lain.

9. Memanfaatkan potensi anggota kelompok.

10. Saling membantu dan menyelesaikan pendapat.

Sedangkan Paul D. Deirich (Hamalik, 2007) menyatakan bahwa

indikator keaktifan belajar siswa berdasarkan jenis aktivitasnya dalam proses

pembelajaran yaitu sebagai berikut.

1. Kegiatan visual (visual activities), yaitu membaca, memperhatikan gambar,

mengamati demonstrasi atau mengamati pekerjaan orang lain.

2. Kegiatan lisan (oral activities), yaitu kemampuan menyatakan, merumuskan,

diskusi, bertanya atau interupsi.

3. Kegiatan mendengarkan (listening activities), yaitu mendengarkan penyajian

bahan, diskusi, atau mendengarkan percakapan.

4. Kegiatan menulis (writing activities), yaitu menulis cerita, mengerjakan soal,

menyusun laporan atau mengisi angket.

5. Kegiatan menggambar (drawing activies), yaitu melukis, membuat grafik, pola

atau gambar.

6. Kegiatan emosional (emotional activities), yaitu menaruh minat, memiliki

kesenangan atau berani.

7. Kegiatan motorik (motor activities), yaitu melakukan percobaan, memilih alat-

alat atau membuat model.

28
8. Kegiatan mental, yaitu mengingat, memecahkan masalah, melihat hubungan-

hubungan atau membuat keputusan.

Berdasarkan indikator pencapaian kompetensi diatas, maka dalam

penelitian penulis memilih indikator kegiatan lisan (oral activities), yaitu

kemampuan menyatakan, merumuskan, diskusi, bertanya atau interupsi. Dimana

indikator yang dipilih meliputi: kerjasamanya dalam berkelompok, kemampuan

siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok, dan membuat gagasan yang

cemerlang.

J. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian tindakan kelas.

Penelitian tindakan kelas (PTK) menurut Tampubolon (2013) adalah suatu

pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata berupa siklus melalui

proses kemampuan mendeteksi dan memecahkan masalah. Jenis penelitian

tindakan kelas ini dipilih karena penelitian tindakan kelas merupakan salah satu

teknik agar pembelajaran yang dikelola peneliti selalu mengalami peningkatan

melalui perbaikan secara terus menerus. Peningkatan hasil belajar siswa

dikarenakan pada penelitian tindakan kelas terdapat proses refleksi diri (self

reflection) yakni upaya menganalisis untuk menemukan kelemahan–kelemahan

dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan. Proses perbaikan dilakukan

melalui perencanaan dan pengimplementasian dalam proses pembelajaran sesuai

dengan program pembelajaran yang telah disusun.

29
2. Desain Penelitian

Desain penelitian atau desain studi menurut Restu (2010) dapat

didefinisikan sebagai rencana, struktur dan strategi penyelidikan yang hendak

dilakukan guna mendapatkan jawaban dari pertanyaan atau permasalahan pendidik

van. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah desain penelitian

milik Kemmis & Mctaggart (1988) dalam Rahman (2013), yang dilakukan dengan

4 proses penelitian, yakni penyusunan rencana, tindakan, observasi, dan refleksi.

a. Penyusunan Rencana

Sebelum mengadakan penelitian, peneliti menyusun rumusan masalah,

tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian

dan perangkat pembelajaran.

b. Tindakan

Meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya

membangun pemahaman konsep siswa.

c. Observasi

Dalam observasi mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya model

pembelajaran snowball throwing observasi dibagi dalam dua siklus dimana masing-

masing siklus dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan

membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes tertulis diakhir

pembelajaran.

d. Refleksi

Peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau dampak

dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh

30
pengamat. Berdasarkan hasil refleksi tersebut kemudian dapat diputuskan apakah

dilanjutkan pada siklus berikutnya ataukah tidak.

3. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Rancapurut

semester 2 tahun pelajaran 2018/2019 yang berjumlah sebanyak 22 siswa. Teknik

pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive

sampling adalah cara pengambilan subjek berdasarkan keputusan subyektif peneliti

yang didasarkan pada pertimbangan– pertimbangan tertentu.

4. Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

Penelitian dengan judul ”Peningkatan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Snowball Throwing Terhadap Keaktifan dan Hasil Belajar pada Mata

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Siswa Kelas IV SD Negeri Rancapurut

Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang Tahun Ajaran 2018/2019”

menggunakan metode–metode di bawah ini sebagai alat pengumpul data:

1. Teknik Observasi

Teknik observasi menurut Hamalik (2012) dilakukan untuk memperoleh

informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam kenyataan. Dapat

disimpulkan bahwa observasi merupakan alat pengukur atau menilai proses belajar

melalui tingkah laku pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Observasi harus dilakukan pada saat proses kegiatan berlangsung.

Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan aspek–aspek tingkah laku apa yang

hendak diobservasi, lalu dibuatkan pedoman agar dapat memudahkan dalam

pengisian observasi.

31
Jenis observasi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah jenis

observasi partisipan. Observasi tipe ini menurut Sudjana (2013) adalah pengamat

harus melibatkan diri atau ikut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh

individu atau kelompok yang diamati. Kelebihan observasi partisipan adalah

pengamat dapat lebih menghayati, merasakan dan mengalami sendiri seperti

individu yang sempat diamatinya. Dengan demikian, hasil pengamatan akan lebih

berarti, lebih objektif, sebab dapat dilaporkan sebagaimana adanya seperti yang

terlihat oleh pengamat.

2. Tes

Tes menurut Kunandar (2011) adalah sejumlah pertanyaan yang

disampaikan pada seseorang atau sejumlah orang untuk mengungkapkan keadaan

atau tingkat perkembangan salah satu atau beberapa aspek psikologis di dalam

dirinya. Fungsi tes sebagai alat pengukur tingkat perkembangan atau kemajuan

yang telah dicapai oleh peserta didik setelah menempuh proses belajar mengajar

dalam jangka waktu tertentu, dan juga merupakan sebagai alat pengukur

keberhasilan program pengajaran.

Pada penelitian ini digunakan tes formatif, tujuannya untuk mengukur

tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang diajarkan selama satu

atau beberapa kali tatap muka. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan siswa

setelah melaksanakan proses pembelajaran dengan model pembelajaran snowball

throwing (posttest). Bentuk tes yang dipilih adalah tes objektif pilihan ganda.

Dipilihnya soal tes objektif pilihan ganda adalah karena tes pilihan ganda memiliki

kelebihan sebagai berikut dalam Sukiman (2011) :

32
a. Jumlah materi yang dapat diujikan relatif banyak dibandingkan materi yang dapat

dicakup soal bentuk lainnya. Jumlah soal yang ditanyakan umumnya relatif

banyak.

b. Dapat mengukur berbagai jenjang kognitif mulai dari ingatan sampai dengan

evaluasi.

c. Pengkoreksian dan penskorannya mudah, cepat, lebih objektif dan dapat

mencakup ruang lingkup bahan dan materi yang luas dalam satu tes untuk suatu

kelas atau jenjang.

d. Sangat tepat untuk ujian yang pesertanya sangat banyak sedangkan hasilnya

harus segera diketahui.

e. Reliabilitas soal pilihan ganda relatif lebih tinggi dibandingkan dengan soal

uraian.

3. Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2013) mendefinisikan bahwa, “Dokumentasi bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang”.

Adapun, menurut Arikunto (2006) mendefinisikan bahwa,

“Dokumentasi adalah kegiatan mencari data mengenai variabel yang berupa

catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan

lain sebagainya”.

Teknik pengumpulan data selanjutnya yang digunakan oleh peneliti,

yaitu dokumentasi. Dokumentasi merupakan teknik yang digunakan sebagai acuan,

bukti, dan tempat menyimpan dokumen-dokumen selama penelitian di kelas,

maupun di lingkungan sekolah.

33
5. Instrumen Penelitian

1. Lembar Observasi

Observasi yang digunakan adalah observasi terstruktur, artinya observasi

ini dirancang secara sistematis tentang apa yang akan diamati dan terencana.

Observasi ini digunakan untuk mengukur sikap siswa pada saat model

pembelajaran snowball throwing dilaksanakan. Pengisian hasil observasi dalam

pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian

mengenai gejala yang tampak dari perilaku yang diobservasi. Alat observasi yang

digunakan untuk penelitian ini adalah lembar observasi. Peneliti memberikan angka

pada kolom aspek penilaian. Jenis aspek aktivitas yang dinilai adalah komponen

aktivitas siswa yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran. Aspek– aspek

penilaian sikap tersebut telah dikonsultasikan kepada kolaborator, dan observasi

tersebut ditujukan kepada siswa.

Tabel 1. Format Instrumen Keaktifan Siswa.

Lembar Observasi Keaktifan Siswa

Petunjuk:

Lembaran ini diisi oleh guru untuk menilai sikap siswa dalam keaktifan.

Berilah tanda ceklis () pada kolom skor yang sesuai dengan indikator keaktifan

yang muncul pada setiap siswa. Berikut ini adalah kriteria keaktifan adalah sebagai

berikut.

Nama Siswa :

Kelas :

34
Tanggal Pengamatan :

Belum
No. Indikator Keaktifan Siswa Terlihat Skor
Terlihat

1 Perhatian siswa terhadap penjelasan

guru.

2 Kemampuan siswa mengemukakan

pendapat.

3 Memberi kesempatan berpendapat

kepada teman dalam kelompok.

4 Mendengarkan dengan baik ketuka

teman berpendapat.

5 Saling membantu dan menyelesaikan

pendapat.

Petunjuk Penskoran:

Perhitungan skor akhir menggunakan rumus yaitu sebagai berikut.

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


Keaktifan siswa (%) = x 100 = Skor Akhir
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

Presentase maksimal ideal penskorannya adalah 100%, dengan rentang

daya cepat indikator keberhasilannya adalah sebagai berikut.

35
Kriteria Keberhasilan

Rentang Presentase Penilaian Kriteria Penilaian

81% - 100% Baik

41% - 80% Cukup

0% - 40% Kurang

2. Lembar Tes Hasil Belajar

Jenis tes pilihan ganda yang digunakan adalah tes pilihan ganda biasa

(multiple choice). Tes pilihan ganda ini terdiri dari atas suatu keterangan atau

pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk

melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah

disediakan. Atau tes pilihan ganda ini terdiri atas pertanyaan atau pernyataan (stem)

dan diikuti sejumlah alternatif jawaban (options), tugas test memilih alternatif yang

paling tepat.

Tes pilihan ganda tersebut dibuat dengan memperhatikan ranah kognitif

Bloom yang terdiri dari enam jenjang atau tingkatan yaitu, tingkat kemampuan

ingatan atau pengetahuan (C1), tingkat kemampuan pemahaman (C2), tingkat

kemampuan aplikasi/penerapan (C3), tingkat kemampuan analisis (C4), tingkat

kemampuan sintesis (C5), dan tingkat kemampuan evaluasi (C6).

Tes pada penelitian ini adalah mengukur kompetensi siswa pada salah

satu kompetensi dasar pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

Tabel 2 Format Tes Hasil Belajar Siswa

36
Nama No Soal Jumlah
No. Nilai Ket.
Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Benar

10

11

12

13

Dst

Jumlah Benar

Petunjuk Penskoran:

Skor per item = 10

Standar Ketuntasan = 70

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
Skor = x 100 = Skor Akhir
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑜𝑎𝑙

37
K. Agenda Kegiatan Penelitian

Adapun agenda kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu

sebagai berikut.

Bulan
No. Kegiatan
1 2 3 4 5 6

1 Pengajuan judul X

2 Pengajuan Proposal X

3 Penyusunan Bab 1,2, dan 3 X X

4 Penyusunan Bab 4 dan 5 X X

5 Penyempurnaan Skripsi X

6 Ujian Skripsi X

38
L. Daftar Pustaka

Achmadi, Abu dkk. (2012). Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara


Ahmadi, Ali. (1991). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Aries S., Erna Febru. (2011). Assesmen dan Evaluasi. Yogyakarta: AM Publishing.
Arikunto. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Aunurrahman. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Benny.A. Pribadi. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Penerbit
Dian Rakyat.
Endayani. (2017). Pembelajaran IPS. Tersedia di: junal.uinsu.ac.id [25 Oktober
2018]
Erna. (2009). Indikator Keaktifan Siswa. Tersedia di:
http://ardhana12.wordpress.com [25 Oktober 2018]
Fajar, Arnie. (2005). Portofolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Hamalik, Oemar. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Hidayati. (2012). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar.
Yogyakarta: Program D-II PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta 2002.
Komalasari, Kokom. (2013). Pembelajaran Kontekstual, konsep dan Aplikasi.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Kunandar. (2013). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai
Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Pribadi, Benny A. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Penerbit
Dian Rakyat.
Purwanto, M. Ngalim. (2013). Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rahman, Mariyana. 2013. Rancangan dan Siklus Pelaksanaan Penelitian Tindakan
Kelas. Tersedia di: www.academia.edu. [2 November 2018]
Restu. (2010). Asas Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rusman. (2012). Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung:
Penerbit Alfabeta
Siregar, Evaline dkk. (2011). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Penerbit
Gahlia Indonesia.

39
Sudjana, Nana. (2013). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sukiman. (2011). Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta: Redaksi Insan
Madani.
Suprijono, Agus. (2013). Cooperative Learning, Teori & Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susanto, Ahmad. (2013).Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: PT. Kharisma Putra Utama.
Tampubolon, Saur. (2013). Penelitian Tindakan Kelas untuk Pengembangan
Profesi Pendidik dan Keilmuan. Jakarta: Penerbit Erlangga
Wahyuningsih, Adik Tri. (2009). Pengaruh Model Pembelajaran Snowball
Throwing. Tersedia di: jurnal-online.um.ac.id. [25 Oktober 2019]
Yamin, Martinis dkk, (2009). Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual
Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press.
Yamin, Martinis. (2010). Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada
Press.

40

Anda mungkin juga menyukai