Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam
menyelesaikan soal pemecahan masalah pada materi bilangan bulat. Jenis penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengambilan data menggunakan
metode observasi, tes, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan
tingkat tinggi yang terdiri dari analisis tingkat kemampuan analisis siswa rata-rata mencapai
30%, tingkat mengevaluasi mencapai 32%, dan tingkat mencipta mencapai 23% dari skor
maksimal 100. Berdasarkan hasil wawancara, kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
sangat rendah karena mereka masih belum terbiasa mengerjakan soal tes. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi harus selalu ditingkatkan salah
satunya melalui soal pemecahan masalah.
Kata Kunci: Kemampuan berpikir tingkat tinggi, soal pemecahan masalah
Abstract
This study aims to determine the level of high-order thinking skills in solving
problem solving problems on integer matter. The type of this research is qualitative
research with case study approach. Data collection using observation, test, and
interview methods. The results showed that high-level ability consisted of analysis of
student's analysis ability level on average reached 30%, evaluating rate reached
32%, and creating level reached 23% from maximal score 100. Based on the result
of interview, the students’ high-level thinking ability is very low because they still not
used to solve the given items. Therefore, it can be concluded that high-order thinking
skills should always be improved one of them through problem-solving problems.
Keywords: High order thinking, problem solving, case study
PENDAHULUAN
Pendidikan khususnya Matematika merupakan ilmu dasar yang digunakan
sebagai tolak ukur kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat maka
diperlukan sumber daya manusia yang memiliki ketrampilan intelektual tingkat
tinggi yang melibatkan kemampuan penalaran yang logis, sistematis, kritis,
cermat, dan kreatif dalam mengkomunikasikan gagasan dalam memecahkan
masalah. Hal tersebut sejalan dengan salah satu tujuan pembelajaran matematika
disekolah diantaranya adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik
kesimpulan, mengembangkkan kemampuan memecahkan masalah, serta
mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan
ide-ide melalui lisan, tulisan, gambar, grafik, peta, diagram, dan sebagainya [1].
Cara berpikir berhubungan dengan proses berpikir. Proses berpikir
berkaitan erat dengan apa yang terjadi di dalam otak manusia, berpikir berkaitan
dengan fakta-fakta yang ada dalam dunia, berpikir mungkin bisa divisualisasikan,
dan berpikir (manakala diekspresikan) bisa diobservasi dan dikomunikasikan [2].
1
p-ISSN : 2503-4723 e-ISSN : 2541-2612
Jadi dapat dimaknai bahwa proses berpikir merupakan proses yang sering terjadi
dalam aktivitas mental seseorang yang berfungsi untuk menyelesaikan masalah,
membuat keputusan, serta mencari pemahaman. Dalam proses berpikir terdapat
tingkatan rendah sampai tinggi. Hal tersebut dijabarkan dalam Taksonomi Bloom.
Taksonomi Bloom merupakan struktur hierarkhi yang mengidentifikasikan
skills mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi. Pada tahun 1994, salah
seorang murid Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi aliran
kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan
zaman. Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan
nama Revisi Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom ranah kognitif yang telah
direvisi Anderson dan Krathwohl [3] yakni: mengingat (remember),
memahami/mengerti (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze),
mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan (create). Tiga level pertama mengingat
(C1), memahami (C2), menerapkan (C3) merupakan Lower Order Thinking
Skills, sedangkan tiga level berikutnya yakni menganalisis (C4), mengevaluasi
(C5), dan menciptakan (C6) merupakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi
(Higher Order Thinking Skill).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat membuat seorang individu
menafsirkan, menganalisis atau memanipulasi informasi. Dengan kemampuan
berpikir tingkat tinggi, peserta didik dapat membedakan ide atau gagasan secara
jelas, mampu memecahkan masalah, berargumentasi dengan baik, mampu
berhipotesis dan memahami hal-hal kompleks menjadi lebih jelas [4]. Berpikir
tingkat tinggi juga dapat diartikan sebagai berpikir pada tingkat lebih tinggi
daripada sekedar menghafalkan fakta atau menyatakan sesuatu kepada seseorang
persis seperti sesuatu itu dikomunikasikan kepada kita.Oleh karena itu berpikir
tingkat tinggi merupakan hal pokok yang harus dimiliki agar siswa dapat terlahir
sebagai manusia yang memiliki kualitas tinggi dalam ilmu pengetahuan sehingga
diharapkan dapat siap bersaing di kancah global.
Peningkatan ketrampilan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran
matematika dapat dikembangkan melalui penerapa soal pemecahan masalah
matematika. Lester [5] menegaskan bahwa “Problem solving is the heart of
mathematics” yang berarti jantungnya matematika adalah pemecahan masalah.
Kemampuan pemecahan masalah matematik sangat dibutuhkan oleh masyarakat
[6]. Polya [7] mendefinisikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari
jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak begitu saja
dengan segera dapat dicapai. Lebih lanjut polya mengemukakan bahwa dalam
matematika terdapat dua masalah yaitu masalah untuk menemukan (problem to
find) dan masalah untuk membuktikan (problem to prove). Masalah matematika
dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu masalah rutin dan masalah nonrutin Sri
Wardani [8]: a) Masalah rutin dapat dipecahkan dengan mengikuti prosedur yang
mungkin sudah pernah dipelajari. Masalah rutin sering disebut sebagai masalah
penerjemah karena deskripsi situasi dapat diterjemahkan dari kata-kata menjadi
simbol-simbol. b) Masalah nonrutin mengarah kepada masalah proses,
membutuhkan lebih dari sekedar menerjemahkan masalah menjadi kalimat
matematika dan penggunaan prosedur yang sudah diketahui. Masalah nonrutin
mengharuskan pemecah masalah untuk membuat metode pemecahan sendiri.
Kurikulum 2013 menempatkan kemampuan pemecahan masalah matematik
sebagai kemampuan yang dituju pada hampir setiap Standar Kompetensi di semua
2
JurnalGammath,Volume 03 Nomor 02, Agustus 2018
tingkat satuan pendidikan (SD, SMP, dan SMA). Implikasi dari hal itu, selama
belajar matematika semestinya siswa dilatih untuk memecahkan masalah-masalah
matematik. Namun demikian pembelajaran pemecahan masalah matematik di
sekolah-sekolah masih banyak mengalami hambatan. Sehingga pengembangan
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa masih kurang maksimal. Oleh karena itu
perlu adanya analisis terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa SMP
khususnya pada materi dasar di SMP yaitu bilangan bulat.
METODE
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Pendekatan
penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus yang dimaksudkan
yaitu peneliti ingin mengetahui secara langsung seberapa jauh tingkat kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa di dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah
pada materi bilangan Bulat.
Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMPT Madinatul Ulum Jember
sebanyak 8 orang yang mempunyai tingkat kemampuan heterogen yaitu
kemampuan matematis tinggi, sedang dan rendah. Instrumen yang digunakan
adalah soal tes uraian sebanyak 6 soal untuk mengetahui tingkat kemampuan
berpikir tingkat tinggi dan lembar observasi sebagai pedoman dalam menilai
tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi serta pedoman wawancara. Sebelum
soal digunakan untuk penelitian terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi,
terlebih dahulu diuji tingkat validitas soal.
3
p-ISSN : 2503-4723 e-ISSN : 2541-2612
4
JurnalGammath,Volume 03 Nomor 02, Agustus 2018
Data hasil tes kemudian dianalisis untuk menentukan skor rata-rata akhir
pada setiap indikator. Kategori kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa adalah
sebagai berikut.
70
60
50
40
Hasil THB
menganalisis(analyze)
30
mengevaluasi(evaluate
20 )
mencipta(create)
10
0
A B C D E F
Nama siswa (inisial)
GAMBAR 1 Diagram Batang Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa
5
p-ISSN : 2503-4723 e-ISSN : 2541-2612
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi terdiri dari 3 tingkatan yaitu
menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create). Data hasil tes
kemudian dianalisis untuk menentukan skor rata-rata akhir pada setiap indikator
kemampuan berpikir analisis diperoleh kemampuan analisis siswa rata-rata
mencapai 30% , tingkat mengevaluasi mencapai 32%, dan tingkat mencipta
mencapai 23% dari skor maksimal 100. Kemampuan berpikir tingkat tinggi sangat
rendah. Berdasarkan hasil wawancara hal tersebut disebabkan karena siswa masih
belum terbiasa menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika dalam setiap
pembelajaran dikelas. Kemampuan berpikir tingkat tinggi saling berhubungan
satu sama lain. Jika kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mendasar yaitu
kemampuan analisis siswa rendah maka akan mempengaruhi kemampuan berpikir
tingkat tinggi selanjutnya yaitu kemampuan mengevaluasi dan mencipta.
DAFTAR RUJUKAN
[1] Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Depdiknas.
[2] Suryadi, S. (2005). Metodologi Penelitin., Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
[3] Anderson, L.W., dan Krathwohl, D.R. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and
Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educatioanl Objectives. New York: Addison
Wesley Longman, Inc.
[4] Widodo, S.A. (2013). Analisis Kesalahan dalam Pemecahan Masalah Divergensi Tipe
Membuktikan pada Mahasiswa Matematika. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 46 (2): 106-
113, diakses tanggal 19 Juni 2018.
[5] Branca, N.A. 1980. Problem Solving as a Goal, Process, and Basic Skill. Problem Solving in
School Mathematics. Editor: Krulik, S. and Reys, R.E. Reston: National Council of Teachers
of Mathematics
[6] Bell, Frederick H. (1978). Teaching and Learning Mathematics: In Secondary Schools.
Second Printing. Dubuque, Iowa: Wm. C. Brown. Company.
[7] Hobri. (2008). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jember: Universitas Jember.
[8] Erniwati. (2011). Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 2 Depok dengan Menggunakan LKS Berbasis PMR Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Skripsi.
[9] Lewy, Z., & Aisyah, N. (2009). Pengembangan soal untuk mengukur kemampuan berpikir
tingkat tinggi pokok bahasan barisan dan deret bilangan di kelas IX akselerasi SMP
6
JurnalGammath,Volume 03 Nomor 02, Agustus 2018