Anda di halaman 1dari 12

Nama : Astri Viona

NIM : 05071181722004
Prodi : Agroekoteknologi
Kelas : Palembang
Matkul : Penyakit Tanaman Tahunan

Manajemen Penyakit Embun Jelaga pada Tanaman Mangga

A. Tanaman Mangga
Mangga merupakan tanaman buah tahunan (parennial plants) berupa pohon
berbatang keras yang tergolong kedalam famili Anarcadiaceae. Mangga
diperkirakan berasal dari negara India. Kata mangga sendiri berasal dari bahasa
Tamil, yaitu mangas atau man-kay. Dalam bahasa botani, mangga disebut
Mangifera indica L. yang berarti tanaman mangga berasal dari India
(Rohmaningtyas, 2010). Menurut Safitri (2012), dalam taksonomi tanaman
mangga diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae;
Diviso : Spermatophyta;
Kelas : Dicotyledoneae;
Ordo : Sapindales;
Famili : Anacardiaceae;
Genus : Mangifera;
Spesies : Mangifera indica L.

B. Gejala Penyakit Embun Jelaga

(Sumber : Pengamatan Sendiri) (Sumber : Siregar, 2017)

Penyakit tanaman merupakan adanya penurunan dari keadaan normal dari


tanaman yang menyela atau memodifikasi fungsi-fungsi vitalnya. Penyakit
tanaman sebagian besar disebabkan oleh jamur, bakteri, dan virus. Penyakit
tanaman lebih sering diklasifikasikan oleh gejala yang ditimbulkannya daripada
oleh agen penyakit (Jackson, 2009). Penyakit ini sangat mudah dikenali, pada
permukaan daun terdapat bercak hitam yang tipis dan tak beraturan yang lama
kelamaan akan berubah menjadi hitam pekat. Penyakit ini menyerang permukaan
dan dan ranting. Pada permukaan daun dan ranting terdapat lapisan tipis berwarna
hitam. Lapisan berwarna hitam merupakan cendawan yang memperoleh makanan
karena cairan madu yang dikeluarkan oleh hama seperti : wereng mangga, kutu
sisik, dan kutu putih. Embun jelaga biasanya menyerang pada musim hujan. Jika
serangan berat, hampir seluruh permukaan daun dan ranting menjadi hitam. Jika
pada bunga, buah yang terbentuk hanya sedikit. Bila yang terserang masih buah
kecil , maka buah akan rontok (Pradana dkk, 2018).
Gejala penyakit embun jelaga berupa lapisan tipis berwarna hitam pada
permukaan daun, namun jaringan daun dibawahnya tetap hijau. Lapisan hitam
tersebut sebenarnya adalah miselia fungi yang meluas dan mudah terkelupas
karena angin. Daun dan ranting yang terserang memperlihatkan bercak-bercak
berwarna coklat sampai hitam dan daunnya gugur. Ranting dan daun mati mulai
dari pucuk dan bercak kecil berwarna hitam tersebut merupakan kelompok seta
dan konidia jamur (Semangun, 2009). Penyakit embun jelaga disebabkan oleh
fungi jenis Capnodium sp. dan Meliola sp. (Anggraeni dan Lelana, 2011). Pada
kasus gangguan embun jelaga, lapisan jamur hanya menutupi permukaan daun
dan tidak bersifat sebagai parasit, tetapi tetap merugikan karena menghambat
metabolisme terutama proses fotosintesa karena pada serangan embun jelaga yang
berat akan menghalangi penerimaan cahaya matahari pada permukaan daun.
Dengan menggunakan madu manis sebagai sumber makanan, jamur kapang
mulai berjamur tumbuh pada gula tanaman yang diendapkan oleh serangga parasit
pada dedaunan, mengubah permukaan berbagai warna hitam. Tidak ada infeksi
saat jamur tidak bersifat parasit dan tidak patogen terhadap tanaman. Setiap
tanaman yang menjadi tuan rumah serangga pemakan serangga atau yang darinya
berasal dari serangga ini terakumulasi rentan terhadap jamur jelaga.
Masalahnya terjadi secara luas di seluruh wilayah beriklim sedang dan
tropis di dunia. Jamur itu sembarangan dalam pemilihan host mereka, hanya
membutuhkan yang baru hadir di sana. Efek negatif dari jamur jelaga pada
tanaman termasuk berkurang fotosintesis daun dan pertukaran gas, mengurangi
kerusakan kosmetik pasar tanaman atau hasil dan hilangnya kualitas dari estetika
atribut lansekap dan jumlah spora jamur yang tidak sehat dalam proses jus dan
pure yang terbuat dari bahan yang terinfestasi (Pole and Wasilwa, 2014).

C. Penyebab Terjadinya Penyakit Embun Jelaga

(Sumber : Pengamatan Sendiri) (Sumber : Dar dan Rai, 2017)

Penyakit embun jelaga disebabkan oleh fungi jenis Capnodium sp. dan
Meliola sp. (Fiani dkk, 2011). Apabila patogen tersebut membentuk lapisan
merata adalah Capnodium sp., sedang yang membentuk kelompok-kelompok
hitam berbulu adalah Meliola sp.
Klasifikasi patogen Meliola mangiferae adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Sordariomycetes
Ordo : Meliolales
Famili : Meliolaceae
Genus : Meliola
Spesies : Meliola mangiferae

Klasifikasi patogren Capnodium sp. yaitu :


Kingdom : Fungi
Devisi : Eumycota
Sub devisi : Ascomycotina
Kelas : Ascomycetes
Ordo : Erysiphales
Famili : Capnodiaceae
Genus : Capnodium
Spesies : Capnodium sp.

Meliola sp. mempunyai hifa yang disebut dengan hipopodia (hifa yang
mempunyai tonjolan-tonjolan di kedua sisi dan berfungsi sebagai alat untuk
merekat dan absorpsi pada daun) (Asmaliyah dkk, 2015). Askokarp/askus (tubuh
buah) disebut pula peritesium karena berbentuk agak bulat yang pada ujungnya
terdapat ostiol (lubang untuk keluarnya spora). Spora yang dibentuk dalam
askokarp disebut askospora yang berbentuk lonjong memmpunyai warna cokelat
agak kehitaman, spora berseptat. Jamur pembentuk koloni hitam dikenal sebagai
"Hitam atau jamur gelap ”. Meliola sp. adalah parasit bio trofik obligat ditemukan
di udara tanaman vaskular umumnya dikenal sebagai jamur hitam atau gelap (Dar
dan Rai, 2017).
Miselium cendawan Capnodium sp. ini hanya terdapat di permukaan daun
dan tidak masuk ke dalam jaringan. Untuk pertumbuhannya cendawan hanya
memakan embun madu yang melekat pada daun. Selaput hitam tipis pada
permukaan daun tersebut terbentuk dari hifa yang menjalin dan menenun. Apabila
udara kering selaput dapat lepas dari daun dan pecah menjadi bagian-bagian kecil
yang terhembus angin dan beterbangan kemana-mana. Cendawan ini berkembang
biak pada musim kemarau, sedang pada musim hujan berkurang, karena embun
madunya tidak banyak. Tanaman di bawah naungan intensitas serangannya
cenderung lebih besar.
Meliola mangiferae terdapat warna hitam pada daun disebabkan oleh jamur
yang hidup di cairan manis. Cairan embun madu dikeluarkan oleh hama seperti
wereng mangga, kutu sisik, dan kutu putih. Embun jelaga biasanya menyerang
saat musim hujan (Utami dan Abadi, 2012). Penyakit cendawan jelaga bisa
disebabkan oleh cendawan Meliola mangiferae Eale, Gloeodes pomigena Schw,
Dimesosporim mangiferum Cooke et Br, Capnodium mangiferum Cook et
Br, Capnodium racemosum Cooke, Phaeasaccardinula sp. Serangan cendawa
jelaga pada mangga bisa terjadi kalau dipohon terdapat hama serangga yang
mengeluarkan kotoran “embun madu”. Daun yang terserang cendawan jelaga
sebagian atau seluruh permukaan daun tertutup cendawan hitam seperti kain
beludru. Kalau serangannya hebat hampir seluruh permukaan daun dan ranting
hitam tertutup cendawan jelaga.
Embun jelaga menutupi permukaan atas daun. Apabila patogen tersebut
membentuk lapisan merata adalah Capnodium sp., sedang yang membentuk
kelompok-kelompok hitam berbulu adalah Meliola sp. Miselium cendawan ini
hanya terdapat di permukaan daun dan tidak masuk ke dalam jaringan. Untuk
pertumbuhannya cendawan hanya memakan embun madu yang melekat pada
daun.
Selaput hitam tipis pada permukaan daun tersebut terbentuk dari hifa yang
menjalin dan menenun. Apabila udara kering selaput dapat lepas dari daun dan
pecah menjadi bagian-bagian kecil yang terhembus angin dan beterbangan
kemana-mana. Cendawan ini berkembang biak pada musim kemarau, sedang pada
musim hujan berkurang, karena embun madunya tidak banyak. Tanaman di bawah
naungan intensitas serangannya cenderung lebih besar.
Morfologi Meliola mangiferae : Koloni pada kedua permukaan daun hidup,
hitam, bundar, biasanya berdiameter 2-3 mm. Hifa berwarna coklat tua, dengan
cabang samping kecil (hyphopodia) beberapa di antaranya memiliki pori di apeks;
alternatif hiphopodia, 2-sel, panjang 18-35 μm. Setae lurus, coklat tua, sering
dengan puncak bercabang dua, panjang hingga 900 μm, lebar 9-11 μm. Ascomata
hitam, bundar. Asci mudah larut sehingga biasanya tidak terlihat. Ascospora 50–
59 × 20-27,5 μm, berwarna coklat tua, ellipsoid, berdinding tebal, halus, lurus, 4-
septate, terbatas pada septa.

D. Siklus Hidup Patogen


Meliola sp. bersifat parasit obligat (hanya hidup pada jaringan yang
hidup), sehingga tidak dapat tumbuh pada media PDA. Berdasarkan pengamatan
preparat jaringan daun yang terserang penyakit, warna hitam yang ada di
permukaan daun adalah miselium dari fungi patogen yang berwarna hitam gelap,
merekat pada daun dengan bantuan hipopodia (hifa yang mempunyai tonjolan-
tojolan dan berfungsi sebagai alat untuk merekat dan absorpsi pada daun) dan
setae (hifa steril).
Meliola sp. mempunyai askokarp/askus (tubuh buah) disebut pula askus
(tubuh buah) disebut pula peritesium karena berbentuk agak bulat yang pada
ujungnya terdapat ostisol (lubang untuk keluarnya spora), spora yang dibentuk
dalam askokarp disebut pula askospora, berbentuk lonjong mempunyai warna
coklat agak kehitaman, spora mempunyai empat septat.
Cara infeksi dari Meliola sp. pada daun hampir sama dengan infeksi
Oidium sp. penyebab penyakit embun tepung, yaitu spora tidak masuk ke dalam
sel inang, tetapi spora berkecambah membentuk hifa runcing (apresorium) yang
kemudian menginfeksi bagian permukaan daun masuk ke dalam sel daun
membentuk haustorium yang berfungsi untuk menyedot atau mengarbsorbsi
makanan dari dalam sel tanaman inang.
Penyebaran spora fungi penyebab penyakit embun jelaga Meliola sp. dari
individu yang satu ke individu lainnya, baik dalam daerah yang sama maupun ke
daerah yang berlainan dapat dengan perantara angin, air, dan binatang (serangga)
atau manusia. Patogenitas penyakit tumbuhan, penetrasi, dan infeksi serta
kolonisasi merupakan tahap-tahap yang terjadi setelah inokulasi dan disebut
sebagai tahap penyerangan patogen terhadap inang. Patogen menyerang tanaman
karena selama periode pertumbuhan dan perkembangannya membutuhkan
makanan yang diproduksi oleh tumbuhan inang. Penularan penyakit dari tanaman
inang ke tanaman sehat secara alami dengan perantara angin dan air, daun/ranting
yang jatuh ke tanah dapat menjadi sumber inokulum.

E. Pengendalian Penyakit
1. Metode Pengendalian Secara Kultur Teknis
Prinsip pengendalian penyakit tanaman dengan kultur teknis, yaitu :
a) Menggunakan lahan yang tidak mengandung patogen (noninfested area).
b) Menggunakan bahan perbanyakan (bibit) yang bebas dari pathogen
(noninfectious planting materials).
c) Memelihara tanaman dengan baik untuk mengurangi adanya serangan
(cropmaintenance and therapy).
2. Metode Pengendalian Secara Fisik-Mekanik
Pengendalian secara fisik adalah teknik pengendalian menggunakan atau
mengubah lingkungan fisik sehingga dapat menimbulkan kematian pada jasad
pengganggu dan mengurangi populasinya. Sedangkan pengendalian secara
mekanik adalah suatu cara pengendalian menggunakan cara-cara mekanik dengan
tangan ataupun dengan alat dan bahan lain, dengan tujuan mematikan atau
memindahkan jasad pengganggu tanaman.

3. Metode Pengendalian Dengan Tanaman Tahan


Pengendalian dengan tanaman tahan, tanaman tahan adalah tanaman yang
menderita kerusakan lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman lain dalam
keadaan populasi hama dan penyakit serta lingkungan yang sama.
Ketahanan tanaman ada dua jenis, yaitu :
a) Ketahanan genetik, adalah sifat ketahanan yang dimiliki tanaman yang
merupakan sifat asli atau terbawa turunan secara genetik.
b) Ketahanan ekologi, merupakan sifat ketahanan yang tidak dikendalikan oleh
factor genetik, tetapi sepenuhnya disebabkan oleh factor
lingkungan. Ketahanan ini disebut juga dengan ketahanan yang kelihatan
(apparent resistance) atau ketahanan palsu (pseudo resistance).
Sifat ketahanan tanaman sendiri ada 3:
a) Tahan, artinya tanaman tahan terhadap serangan penyakit sehingga meskipun
ada patogen penyebab penyakit dan lingkungan mendukung, tanaman tidak
akan mengalami sakit.
b) Toleran, artinya tanaman masih bisa mengalami serangan penyakit tetapi
masih mampu mentolerir sehingga tidak mengalami kerusakan yang berarti
secara ekonomis.
c) Rentan, artinya tanaman sangat mudah terserang penyakit meskipun jumlah
patogen sangat sedikit.

4. Metode Pengendalian Secara Biologi


Pengendalian biologi terhadap penyakit pada umumnya terjadi melalui
mekanisme antagonisme, yaitu melalui peristiwa dimana organisme yang satu
menghambat perkembangan pertumbuhan organisme lain. Antagonisme terjadi
dengan tiga cara, yaitu :
a. Kompetisi, adalah antar organisme terjadi persaingan atau perebutan ruangan
atau keadaan yang telah tersedia secara langsung, yaitu perebutan terhadap
nutrisi, cahaya, air, oksigen, dan sebagainya.
b. Antibiosis, adalah suatu mikroorganisme antagonis menghasilkan senyawa
kimia (antibiotik) yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
lainnya yang bertindak sebagai patogen penyebab penyakit.
c. Parasitisme, adalah mikroorganisme yang dapat langsung menghisap
makanan dari organisme lain yang bertindak sebagai patogen penyebab
penyakit.

5. Metode Pengendalian Secara Kimiawi


Pengendalian secara kimiawi adalah suatu teknik pengendalian penyakit
dengan menggunakan bahan kimia agar tidak menimbulkan kerusakan pada
tanaman. Secara umum bahan kimia yang digunakan adalah pestisida.

6. Metode Pengendalian Dengan Peraturan


Pengendalian secara peraturan adalah suatu teknik pengendalian yang
menggunakan peraturan dan undang-undang, dengan tujuan untuk mencegah
masuknya atau menyebarnya jasad-jasad pengganggu tanaman dari suatu negara
kenegara lain atau dari wilayah satu dengan wilayah lain. Peraturan perundang-
undangan yang digunakan adalah UU No. 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya
tanaman, UU No. 16 tahun 1992 tentang karantina hewan, hewan, dan tumbuhan,
dan UU No. 6 tahun 1995 tentang perlindungan tanaman.

F. Pengendalian Penyakit Embun Jelaga


Cara terbaik untuk mengontrol pertumbuhan jamur penyebab penyakit
embun tepung adalah dengan mengendalikan serangga yang menghasilkan cairan
manis atau embun madu dengan menggunakan tepung belerang. Selain itu perlu
juga dilakukan pengendalian terhadap pertumbuhan semut hitam yang merupakan
pelindung serangga hama tersebut. Jamur Capnadium sp. disebarkan ke seluruh
daun cengkeh oleh vektor semut hitam yang juga ikut menjadikan embun madu
(kotoran kutu daun) sebagai sumber makanan karena mengandung glukosa.
Pengendalian penyakit embun jelaga bergantung pada pengendalian kutu daun
(Coccus Viridis Green) karena jamur Capnadium sp. hidup dari cairan (embun
madu) yang dikeluarkannya (Panggalo, 2014).
Selain itu, embun madu tersebut merupakan alasan berkumpulnya banyak
vektor semut hitam. Kumbang helm Cycloneda spp. merupakan musuh alami
yang paling ampuh terhadap kutu daun (Coccus Viridis Green) sehingga dapat
dimanfaatkan untuk pengendalian penyakit ini (Ernawati, dan Yuniarti, 2014).
Embun jelaga hasil simbiosis antara semut dan jelaga cendawan. Semut tertarik
mendatangi buah lalu mengeluarkan cairan manis yang menjadi tempat tumbuh
cendawan putih. Dialah yang menimbulkan jelaga dan mengganggu pertumbuhan
lengkeng. Pangkas cabang agar tidak menular. Untuk mengatasi, berikan
insektisida berbahan aktif bamektin. Bisa dikombinasikan dengan sipermetrin
atau karbosulfan untuk meningkatkan efikasinya terhadap penyakit.
Kutu putih juga menghasilkan lapisan lilin dan honey dew. Lapisan lilin
yang terdapat pada sekitar serangga ini dapat mengurangi keefektifan pestisida
yang diaplikasikan, sedangkan honey dew yang dihasilkan membuat kutu putih
dapat bersimbiosis mutualisme dengan semut sehingga mengurangi serangan
musuh alami kepada kutu putih serta dapat meyebabkan embun jelaga pada bagian
tubuh tanaman (Herlina, 2010). Strategi pengendalian yang dapat dilakukan
untuk hama ini adalah dengan melakukan monitoring secara rutin untuk melihat
keberadaan hama ini di lahan dan membuang serta membakar daun yang telah
terserang. Selain itu, serangga ini juga dapat berpindah ke tanaman lain dengan
bantuan manusia, yaitu dari alat-alat pertanian atau pakaian yang digunakan. Oleh
karena itu, membersihkan alat-alat pertanian juga penting untuk mencegah
penyebaran serangga ini. Strategi lain yang dapat dilakukan adalah dengan
penyemprotan menggunakan air yang telah dicampur dengan sabun atau deterjen.
Hal ini berfungsi untuk mengurangi lapisan lilin sehingga keefektifan insektisida
nabati maupun kimiawi yang digunakan dapat meningkat. Insektisida alami yang
dapat digunakan untuk mengendalikan hama ini adalah ekstrak srikaya (Annona
squamosa), cabai jawa (Piper retrofactum), dan kacang babi (Tephrosia vogelii)
(Asnan, 2014).
Gejala serangan yang diakibatkan oleh serangan wereng mangga antara lain
terdapat bekas tusukan stilet pada tangkai malai dan pucuk ranting tangkai malai
berubah menjadi harna coklat, mengering dan mengakibatkan proses
pembentukan buah terganggu. Sekresi yang dikeluarkan oleh wereng mangga
menyebabkan berkembangnya cendawan jelaga. Kutu putih pepaya mengisap
cairan tumbuhan dengan memasukkan stilet ke dalam jaringan epidermis daun,
buah, maupun batang.
Pada waktu bersamaan kutu putih mengeluarkan racun ke dalam daun,
sehingga mengakibatkan klorosis, kerdil, malformasi daun, daun mengerut dan
menggulung, daun muda dan buah rontok, hingga menyebabkan kematian
tanaman. Kutu putih juga banyak menghasilkan embun madu yang dapat
berasosiasi dengan cendawan jelaga. Pada tanaman yang sudah dewasa, gejala
yang muncul adalah daun menguning dan lama kelamaan daun akan gugur.
Serangan pada buah yang belum matang menyebabkan bentuk buah tidak
sempurna. Serangan yang berat dapat menutupi permukaan buah hingga terlihat
putih akibat tertutupi koloni kutu putih tersebut.
Maka perlu dilakukan pengendalian kutu putih agar tidak terjadi asosiasi
dengan cendawan jelaga. Aplikasi campuran ekstrak Tephrosia vogelii, Piper
retrofractum, dan Annona squamosa lebih efektif dibandingkan ketika aplikasi
ekstrak secara tunggal. Campuran ekstrak T. vogelii dengan P. retrofractum, T.
vogelii dengan A. squamosa, dan A. squamosa dengan P. retrofractum pada
nisbah konsentrasi 2 : 1 menunjukkan keefektifan tertinggi dan sifat sinergistik.
Formulasi yang cukup stabil adalah A. squamosa + P. retrofractum yang
ditambahkan Tween dan Agristik. Aplikasi formulasi setelah aplikasi sabun
menunjukkan keefektifan yang lebih tinggi dibandingkan aplikasi yang dicampur
sabun. Pada skala semilapangan, formulasi yang disimpan di dalam botol gelap
dan tanpa penambahan PABA menunjukkan keefektifan yang lebih baik.
Penggunaan formulasi insektisida nabati di lapangan cukup efektif untuk menekan
populasi kutu putih dan formulasi yang digunakan cukup aman baik terhadap
tanaman maupun musuh alami pada konsentrasi 0.5%. Jadi, langkah awal untuk
mengendalikan penyakit embun jelaga yang harus dilakukan yaitu membasmi
kutu putih yang berasosiasi dengan cendawan embun jelaga.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, I. dan Lelana, N.E.. 2011. Diagnosis Penyakit Hutan. Kementerian


Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Puslitbang
Peningkatan Produktivitas Hutan.
Asmaliyah, Anggraeni, I., dan Siahaan, H. 2015. Inventarisasi Dan Deskripsi
Penyakit Daun pada Tanaman Tembesu di Sumatera Bagian Selatan.
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol. 12 No. 2: 141-153.
Asnan, T. A. W. 2014. Keefektifan campuran ekstrak tumbuhan untuk
pengendalian hama kutu putih pepaya Paracoccus marginatus Williams
and granara de Willimk (Hemiptera: Pseudococcidae). Thesis.
Dar, R. A dan Rai, A. N. 2017. Phylogeny of Meliola Mangiferae Causing
Black Mildews of Populas alba. iMedPub Journals, 3(2).
Ernawati F, Yuniarti F. 2015. Mewaspadai Embun Jelaga pada Tanaman
Cengkeh. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan :
Surabaya.
Fiani, A., Windyarini, E., dan Yuliah. 2011. Evaluasi Kesehatan Cendana
(Santalum album Linn.) di Kebun Konservasi Ex-situ Watusipat Gunung
Kidul. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Hutan.
Herlina, L. 2010. Introduksi Parasitioid, Sebuah Wacana Baru Dalam
Pengendalian Hama Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus di
Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30 (3): 87-
97.
Jackson, R., W. 2009. Plant Pathogenic Bacteria: Genomics and Molecular
Biology. Caister Academic Press.
Panggalo, N. A., Yunus, M., Khasanah, N. 2014. Inventarisasi Predator Hama
Helopeltis Spp. (Hemiptera: Miridae) Pada Tanaman Kakao (Theobroma
Cacao L.) Di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. e-J. Agrotekbis 2 (2) :
121-128.
Pole, F., dan Wasilwa, L. 2014. Mango sooty mold (Meliola mangiferae). Kenya
Agricultural Research Institute. No. 17.
Pradana, D. S., Suprapto and Rahayudi, B. 2018. Sistem Pakar Pendeteksi Hama
dan Penyakit Tanaman Mangga Menggunakan Metode Iterative
Dichotomiser Tree ( ID3). Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi
dan Ilmu Komputer (J-PTIIK). Universitas Brawijaya. 2713–2720.
Rohmaningtyas, D. 2010. Perbanyakan tanaman mangga dengan teknik okulasi di
kebun benih tanaman pangan dan hortikultura Tejomantri Wonorejo
Polokarto Sukoharjo. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Safitri, A. A. 2012. Studi pembuatan fruit leather mangga-rosella. Skripsi.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Semangun, H. 2009. Penyakit-Penyakit Tanaman Holtikultura. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Utami, M. N., dan Abadi, S. 2017. Aplikasi Untuk Mendeteksi Penyakit Pada
Buah Mangga Menggunakan Metode Fuzzy Multiple Criteria Decision
Making (Fmcdm). Prosiding Konferensi Mahasiswa Sistem Informasi.
Vol 5(1).

Anda mungkin juga menyukai