Anda di halaman 1dari 19

Kerangka Dasar Ajaran Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dewasa ini, banyak sekali permasalahan-permasalahan fundamental yang terjadi


dalam praktek ibadah islam seorang muslim. Salah satu permasalahan fundamental
adalah menyangkut praktek dasar ajaran Islam.

Dasar ajaran Islam yang terdiri dari aqidah, syari’ah, dan akhlak sering sekali
dilupakan. Contohnya: seseorang melaksanakan shalat, berarti dia melakukan syari’ah.
Tetapi shalat itu dilakukannya untuk membuat kagum orang-orang di sekitarnya, berarti
dia tidak melaksanakan aqidah. Karena shalat itu dilakukannya bukan karena Allah SWT,
maka shalat itu tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri ataupun orang lain. Alhasil, dia tidak
mendapatkan manfaat pada akhlaknya.

Degladasi akhlak disebabkan karena kurangnya pengetahuan yang mendalam


tentang islam. Kebanyakan orang islam sekarang mengaku islam tetapi tidak disertai dengan
pengalamannya, dengan kata lain umat islam tidak secara kaffah memeluk islam, tetapi
hanya setengah.

Oleh karena itu perlunya pemahaman tentang Kerangka Dasar Agama Islam yang
meliputi Aqidah, syari’ah, dan akhlak. Sehingga lebih mudah untuk memahami islam lebih
lanjut.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka penulis akan membahas:


1. Apa saja kerangka dasar ajaran islam?
2. Apa Hubungan antar unsur dalam kerangka dasar ajaran islam?
3. Apa pengertian aqidah,syari’ah, dan akhlak?
4. Bagaimana ruang lingkup aqidah, syari’ah, dan akhlak dalam ajaran islam?
5. Bagaimana kedudukan aqidah, syari’ah, dan akhlak dalam ajaran islam?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penyusunan materi Kerangka Dasar Ajaran Islam, yaitu:

1. Menjelaskan kembali mengenai kerangka dasar ajaran islam yang terdiri dari
aqidah, syari’ah dan akhlak yang sering terlupakan.
2. Menjelaskan mengenai hubungan antar unsur dalam kerangka dasar ajaran islam.
3. Menjelaskan pengertian aqidah, syariah, dan akhlak.
4. Menjelskan mengenai ruang lingkup aqidah, syari’ah, dan akhlak dalam ajaran islam.
5. Pembaca memahami tentang kedudukan aqidah,syariah, dan akhlak dalam ajaran
islam.

1|Agama Islam
Manfaat dari makalah Kerangka Dasar Ajaran Islam, yaitu:

1. Memahami dan mengkaji mengenai aqidah, syari’ah, dan akhlak dalam ajaran islam.
2. Memahami dan mengetahui hubungan antar unsur kerangka dasar ajaran islam.
3. Memahami dan mengetahui pengertian aqidah,syariah dan akhlak.
4. Memahami dan mengetahui ruang lingkup aqidah, syari’ah, dan akhlak dalam ajaran
islam.
5. Memahami dan mengetahui kedudukan aqidah, syari’ah, dan akhlak dalam ajaran
islam.
6. Merefleksikan pemahaman yang di dapat dalam kehidupan sehari-hari.

2|Agama Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerangka Dasar Agama Islam
Dari hadist Nabi Muhammad SAW, kerangka dasar agama islam terdiri dari (1) akidah (2)
syari`ah (3) akhlak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kerangka memiliki beberapa arti, di antaranya
adalah garis besar dan rancangan (Tim Penyusun Kamus, 2001: 549). Kerangka dasar berarti
garis besar atau rancangan yang sifatnya mendasar. Dengan demikian, kerangka dasar ajaran
Islam maksudnya adalah garis besar atau rancangan ajaran Islam yang sifatnya mendasar, atau
yang mendasari semua nilai dan konsep yang ada dalam ajaran Islam.

Kerangka dasar ajaran Islam sangat terkait erat dengan tujuan ajaran Islam. Secara umum
tujuan pengajaran Islam atau Pendidikan Agama Islam (PAI), khususnya di perguruan tinggi
adalah membina mahasiswa agar mampu memahami, menghayati, meyakini, dan mengamalkan
ajaran Islam sehingga menjadi insan Muslim yang beriman, bertakwa kepada Allah Swt., dan
berakhlak mulia. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kerangka dasar ajaran Islam meliputi
tiga konsep kajian pokok, yaitu aqidah, syariah, dan akhlak. Tiga kerangka dasar ajaran Islam
ini sering juga disebut dengan tiga ruang lingkup pokok ajaran Islam atau trilogi ajaran Islam.

Kalau dikembalikan pada konsep dasarnya, tiga kerangka dasar Islam diatas berasal dari tiga
konsep dasar Islam, yaitu iman, islam, dan ihsan. Ketiga konsep dasar Islam ini didasarkan
pada hadis Nabi saw. yang diriwayatkan dari Umar Ibn Khaththab. Hadis ini menceritakan
dialog antara Malaikat Jibril dengan Nabi saw. Jibril bertanya kepada Nabi tentang ketiga
konsep tersebut, pertamatama tentang konsep iman yang dijawab oleh Nabi dengan rukun iman
yang enam, yaitu iman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulnya,
Hari Akhir, dan Qada dan Qadar-Nya. Jibril lalu bertanya tentang islam yang dijawab dengan
rukun Islam yang lima, bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan,
dan haji ke Baitullah bagi yang mampu. Kemudian Jibril bertanya tentang konsep ihsan yang
dijawab dengan rukun ihsan, yaitu menyembah (beribadah) kepada Allah seolah-olah melihat-
Nya, dan jika tidak bisa melihat Allah, harus diyakini bahwa Dia selalu melihatnya.

Ditinjau dari ajarannya, Islam mengatur berbagai aspek kehidupan pada manusia yang meliputi :

1.Hubungan manusia dengan Allah (Hablum Minallah).


Sesuai firman yang berbunyi :
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”.
(QS.51: 56)
2.Hubungan Manusia dengan Manusia (Hablum minan-Naas).
Sesuai firman yang berbunyi :

3|Agama Islam
”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. (QS.5:2).
3.Hubungan manusia dengan makhluk lainnya/ lingkungan.
Sesuai firman yang berbunyi :
”Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmuran”.
(QS.11:61)
Vera Micheles Dean dalam bukunya ”The Nature of The Non Western World”, sebagaimana
dikutip Humaidi Tata Pangarsa; bahwa Islam meliputi empat unsur yaitu :
1. Islam is religion.
2. Islam is political system.
3. Islam is way of live.
4. Islam is interpretation of history.

Dilihat secara parsial maka Dinul Islam dapat dibedakan kepada :


1. Iqlimiyah Al-Islam
Adanya ajaran – ajaran Islam yang berbeda dalam satu iklam (wilayah) dengan wilayah
lainnya sebagai akibat perbedaan situasi dan kondisi.
2. Alqawa’id Al-Hikmah
Ajaran Islam yang memiliki konteks keberlakuan akidah secara mendunia sepanjang masa.

4|Agama Islam
1. IMAN KEPADA ALLAH
AQIDAH 2. IMAN KEPADA MALAIKAT
3 IMAN KEPADA KITAB-KITABNYA
4. IMAN KEPADA RASUL-RASULNYA
. IMAN KEPADA HARI KIAMAT
6. IMAN KEPADA QADHA DAN
QADAR

1.SYAHADAT
2.SHALAT
IBADAH 3.ZAKAT
4.PUASA
5.HAJI
ISLAM

SYARI`AH
1. MUNAKAHAT
2. TIJARAH (JUAL BELI)
MUAMALAH 3. HUDUD + JINAYAH
4. KHILAFAH
5. WAKAF,DLL.

1. AKHLAQ KEPADA ALLAH


2. AKHLAQ KEPADA NABI/RASUL
3. AKHLAQ KEPADA ORANG TUA
4. AKHLAQ KEPADA KELUARAGA
5. AKHLAQ KEPADA JIRAN/TETANGGA
6. AKHLAQ KEPADA TAMU
7. AKHLAQ KEAPADA DIRI SENDIRI
AKHLAQ 8. AKHLAQ KEAPADA SESAMA MANUSIA
9. AKHLAQ KEAPAD ALAM SEMESTA

5|Agama Islam
B. Hubungan Antar Unsur Dalam Kerangka Dasar Ajaran Islam

Tujuan ajaran Islam diberikan Allah kepada manusia adalah untuk mencapai keselamatan
semenjak lahir hingga ajal menjemput, bahkan hingga bertemu dengan Dzat yang Maha
Merajai Hari Pembalasan, Allah SWT.
Aqidah, syariah, dan akhlak mempunyai hubungan yang sangat erat, bahkan merupakan
satu kesatuan yang tidak dapt dipisah-pisahkan. Meskipun demikian, ketiganya dapat
dibedakan satu sama lain. Aqidah sebagai konsep atau sistem keyakinan yang bermuatan
elemen-elemen dasar iman, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Syariah
sebagai konsep atau system hukum berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama.
Sedangkan akhlak sebagai sistem nilai etika menggambarkan arah dan tujuan yang hendak
dicapai oleh agama. Oleh karena itu, ketiga kerangka dasar tersebut harus terintegrasi dalam
diri seorang Muslim. Integrasi ketiga komponen tersebut dalam ajaran Islam ibarat sebuah
pohon, akarnya adalah aqidah, sementara batang, dahan, dan daunya adalah syariah,
sedangkan buahnya adalah akhlak.

Muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat yang
mendorongnya untuk melaksanakan syariah yang hanya ditujukan kepada Allah sehingga
tergambar akhlak yang mulia dalam dirinya. Atas dasar hubungan ini pula maka seorang yang
melakukan suatu perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi oleh aqidah atau iman, maka ia
termasuk ke dalam kategori kafir. Seorang yang mengaku beriman, tetapi tidak mau
melaksanakan syariah, maka ia disebut orang fasik. Sedangkan orang yang mengaku beriman
dan melaksanakan syariah tetapi tidak dilandasi aqidah atau iman yang lurus disebut orang
munafik.

Berpegang teguh pada ajaran Allah merupakan aqidah. Berpegang teguh pada
perjanjian dengan manusia adalah perwujudan akhlak. Aktivitas memegang teguh ajaran
Allah dan erjanjian dengan manusia merupakan penerapan syari‟ah.

Dengan kata lain, perbuatan (syari`ah) yang didasari oleh kelurusan aqidah dan
dampaknya adalah akhlak (kemanfaatannya dirasakan oleh manusia lain). Contohnya adalah
shalat. Perbuatan shalat (syari`ah) akan bermakna apabila didasari motivasi semata-mata
karena Allah (aqidah) dan berdampak positif bagi perilaku orang yang melaksanakan shalat
untuk digunakan dalam kehidupan bermasyarakat dengan orang lain (akhlak).

Hubungan aqidah, syari‟ah, dan akhlak bila dianalogikan adalah seperti uang logam.
Syari‟ah adalah uang logam itu sendiri yang memiliki dua sisi penunjang yaitu aqidah dan
syariah. Uang logam tidak akan berguna tanpa kedua sisinya, begitupun dengan perbuatan
manusia. Segala perbuatan (syari‟ah) akan bermakna bila dibarengi dengan tujuan yang jelas
(aqidah) dan berdampak positif bagi manusia lain (akhlak).
Dengan demikian, kesempurnaan ajaran islam tercermin dari 3 aspek besar diatas,
yaitu aqidah, Syari`ah dan akhlak. Oleh karena itu pulalah, seseorang dianggap memiliki iman
yang sempurna (imanan kamilan), manakala ke-tiga aspek besar ini dapat diamalkan secara
beriringan dan berkesinambungan.

6|Agama Islam
C. Pengertian Akidah
Yang dimaksud dengan akidah, secara etimologis, adalah ikatan atau sangktuan. Bentuk
jamaknya adalah ‘Aqa’id. Aqidah menurut istilah berarti keyakinan atau keimanan(iman).
Dalam pengertian teknis makna akidah itu adalah iman, keyakinan yang menjadi pegangan
hidup setiap pemeluk agama islam. Akidah yang berarti ikatan atau keyakinan selalu dikaitkan
dengan rukun iman yang merupakan asas seluruh ajaran islam.
Menurut istilah, aqidah berarti sebuah kepercayaan, keyakinan atau keimanan yang tidak
mudah terurai oleh segala bentuk pengaruh apapun, karena aqidah itu ada di diri seseorang dan
dialah yang mengaturnya.
Aqidah Menurut Imam Al-Ghazali
Beliau menerangkan bahwa aqidah telah tumbuh dalam jiwa seseorang, maka orang tersebut
akan merasa bahwa hanya allah swt lah yang penguasa seluruh alam semesta, dan semua yang
ada di dalamnya hanyalah makhluk belaka.
Aqidah Menurut Abdullah Azzam
Menurut beliau, aqidah merupakan iman dengan semua rukun-rukunnya, yang di maksud
adalah rukun iman yang berjumlah 6 rukun, yaitu kepercayaan akan adanya allah swt, malaikat-
malaikat allah, kitab-kitab allah, nabi-nabi allah, hari akhir, serta qadha dan qadar.

Aqidah Menurut Ibnu Taimiyah


Dalam bukunya yang berjudul "aqidah al-wasithiyah" beliau menerangkan bahwa aqidah
adalah suatu perkara dalam hati dan jiwa yang harus di benarkan dan di luruskan agar menjadi
tenang, tentram tanpa ada keraguan apapun di dalamnya.
Aqidah Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairy
Menurut beliau, aqidah merupakan kebenaran yang dapat di terima oleh manusia berdasarkan
akal, wahyu dan fitrah. semua kebenaran tersebut terpatri dalam hati manusia dan di yakini
kesahihannya secara pasti.
Akidah islam merupakan pokok agama islam. Yang termasuk bidang aqidah ialah Rukun
Iman yang enam, yaitu: iman kepada Allah, iman kepada para Malaikat, iman keapada kitab-
kitab Allah, iman kepada Rasul, iman kepada hari akhirat dan iman kepada qadha dan qadar.
D. Ruang Lingkup Aqidah Islam
Menurut sistematika Hasan Al-Banna ruang lingkup pembahasan aqidah dibagi kedalam
empat pembahasan,yaitu
1. Ilahiyat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan masalah ketuhanan utamanya
pembahasan tentang Allah.
Pengertian iman kepada Allah ialah:
Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah. Membenarkan dengan yakin keesan-
Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan alam, makhluk seluruhnya, maupun dalam
menerima ibadat segenap makhluknya.

7|Agama Islam
Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala sifat sempurna, suci
dari sifat kekurangan yang suci pula dari menyerupai segala yang baharu (makhluk). Allah
zat yang maha mutlak itu, menurut ajaran Islam, adalah Tuhan yang Maha Esa. Segala
sesuatu yang mengenai Tuhan disebut ketuhanan. Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha
Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang.
Al-Qur’an telah memberikan petunjuk, cara bagaimana memperoleh keimanan
terhadap aqidah pokok. Selanjutnya Al-Qur’an memberikan pula petunjuk sekitar ketuhanan
dengan menerangkan nama. Nama dan sifat-sifat Tuhan, yang menggambarkan zat Allah,
kekuasaan-Nya, kebijaksanaan-Nya, sifat-sifat kesempurnaan dan layak baginya wajib kita
iman. Karena itu Al-Qur’an menempuh cara pertengahan dalam memperkenalkan Tuhan,
Dia, menurut Al-Qur’an antara lain Maha Mendengar, maha melihat, hidup, berkehendak,
menghidupkan dan mematikan, Ar-Rahman.
Dengan demikian setelah kita mengimani Allah, maka kita membenarkan segala
perbuatan dengan beribadah kepadanya, melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi
segala larangannya, mengakui bahwa Allah swt. bersifat dari segala sifat, dengan ciptaan-Nya
di muka bumi sebagai bukti keberadaan, kekuasaan, dan kesempurnaan Allah swt.

2. Nubuwwat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan utusan-utusan Allah, yaitu para
nabi dan para rasul Allah.
3. Ruhaniyat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan makhluk gaib,
4. Sam’iyyat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan alam ghaib, seperti alam
kubur,akhirat,surga,neraka,dll.

E. Kedudukan Aqidah Dalam Islam


Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu
bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan
akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah
suatu bangunan yang sangat rapuh.
Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya
suatu amal. Allah swt berfirman,
.‫صا ِل احاْ َوالَيُش ِركُْْبِ ِعبَادَةِْْ َر ِِّب ِْهْأَ َحداا‬
َ ْ‫لا‬ْ ‫فَ َمنْْكَانَْْيَر ُجواْ ِلقَآ َْءْ َربِِّ ِْهْفَليَع َملْْ َع َم‬
Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat),
maka hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah
kepada Tuhannya.” (Q.S. al-Kahfi: 110)
Allah swt juga berfirman,
َّْ ‫نْ َع َملُكَْْ َولَتَ ُكون‬
. َ‫َنْ ِ ِّمنَْْالخَا ِس ِرين‬ َ ‫ىْ ِإلَيكَْْ َو ِإلَىْالَّذِينَْْ ِمنْقَب ِلكَْْلَئِنْْأَش َركتَْْلَ َيح َب‬
َّْ ‫ط‬ َْ ‫وح‬ِ ُ ‫َولَقَدْْأ‬
Artinya: “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu,
bahwa jika engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan
kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. az-Zumar: 65)

Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan
dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah saw
berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah dengan menanamkan nilai-
nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu selama kurang

8|Agama Islam
lebih tiga belas tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat
pokoknya aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.

F. Pengertian Syariah
Syariah menurut Bahasa artinya ialah “jalan”, sedangkan secara istilah syariah ialah
peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tiga pihak,yaitu: Tuhan, sesama
manusia dan alam semesta. Peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dan Tuhan
disebut ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan
dengan alam semesta disebut mu’amalah
Syariah adalah sebutan bagi berbagai peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh
Allah kepada manusia, melalui syariat itu pulalah manusia mengetahi tentang tugas dan
tanggung jawabnya baik sebagai khalifah di muka bumi (khalifatun fil ardh) maupun sebagai
hamba (‘Abdun). Melalui syariat jugalah, manusia dapat mengetahui tentang cara beribadah
kepada Allah yang melakukan interaksi baik kepada manusia maupun kepada semua makhluk
yang diciptakan oleh Allah SWT.
Terdapat empat hal yang menjadi dasar penetapan hukum syariah, yaitu :
1. Tidak Memberatkan dan Tidak Banyaknya Beban
Dalam menetapkan syariah, selalu diusahakan aturan-aturan tersebut tidak memberatkan
manusia dalam menjalankannya dan mudah untuk dilaksanakan. Contohnya adalah perintah
wajib berpuasa. Allah hanya mewajibkan kita berpuasa tiga puluh hari dalam setahun karena
apabila lebih dari itu pasti akan memberatkan. Selain itu bagi mereka yang tidak sanggup
berpuasa karena suatu hal seperti sakit atau bepergian jauh dapat membatalkan puasanya dan
menggantinya di hari lain. Contoh lainnya adalah bagi orang yang tidak sanggup shalat
dengan berdiri diperbolehkan shalat dengan duduk. Ini merupakan bukti bahwa syariah tidak
semakin memberatkan umat Muslim.
2. Berangsur-angsur dalam Penentuan Hukum
Tiap masyarakat pasti memiliki adat istiadat yang berlaku di daerahnya, baik yang
bersifat positif maupun negatif. Pada awal mula turunnya Islam masyarakat Arab juga
memiliki berbagai kebiasaan yang sukar dihilangkan, apabila dihilangkan sekaligus tentu
akan mengalami banyak kendala.
Karena faktor kebiasaan yang sudah berlangsung lama dan sulit diubah tersebut Al-Quran
tidak diturunkan sekaligus, melainkan ayat demi ayat dan surat demi surat, terkadang ayat
turun sesuai peristiwa yang terjadi saat itu. Cara seperti ini dilakukan agar mereka dapat
bersiap-siap meninggalkan ketentuan lama dan menerima hukum baru.
3. Sejalan dengan Kebaikan Orang Banyak
Ketentuan-ketentuan dalam hukum Islam diusahakan agar sesuai dengan kepentingan-
kepentingan yang baik bagi pemeluknya. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada suatu
waktu aturan-aturan hukum yang ada dibatalkan apabila keadaan menghendaki. Selama
kepentingan orang banyak menjadi pedoman dalam pembatalan hukum tersebut maka boleh
jadi hukum yang baru menjadi lebih berat atau lebih ringan dari sebelumnya. Namun

9|Agama Islam
pembatalan hukum ini hanya dilakukan pada masa Rasul. Sesudah Rasul wafat dan ketentuan
hukum Islam sudah lengkap tidak ada lagi pembatalan hukum.
4. Dasar Persamaan dan Keadilan
Bagi syariah Islam semua orang dipandang sama dengan tidak ada kelebihan di antara
mereka satu sama lain. Semua berkedudukan sama di mata Allah SWT
Secara umum aspek syariah dapat terlihat pada dua aspek utama, yaitu:
1. Aspek ibadah, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh kaum muslimin dalam upaya
mendekatkan diri pada Allah. Bidang ibadah meliputi:
syahadat,shalat,puasa,zakat,dan haji.
2. Aspek muamalah, yaitu aspek yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya
dan hubungan manusia dengan makhluk lain, Melalui muamalah inilah, umat Islam
dianjurkan untuk saling menghargai,menghormati dan bekerja sama dengan orang
lain. Bidang muamalah ini mencakup bidang:
a. Munakahat (perkawinan),talak dan ruju’k, termasuk didalamnya soal harta
warisan (fara-id) dan wasiat
b. Hibah,sedekah, dan hadiah.
c. Tijaroh (jual beli)
d. Riba
e. ‘Ariyah (pinjam-meminjam), termasuk sewa menyewa dll.
f. Khalifah (kepemimpinan)
g. Wakaf
h. Utang piutang
i. Hudud dan Jinayat.
Tujuan Syari’ah Islam yang paling utama adalah untuk membangun kehidupan
manusia atas dasar ma’rufat ( kebaikan-kebaikan ) dan membersihkannya dari munkarat (
keburukan-keburukan ).

1. Ma’rufat adalah nama untuk semua kebajikan atau sifat-sifat yang baik, yang sepanjang
masa telah diterima sebagai sesuatu yang baik oleh hati nurani manusia.
Syari’ah Islam membagi ma’ruf itu dalam 3 kategori, yaitu :
a. Fardhu : wajib.
b. Sunah : anjuran.
c. Mubah : boleh.

2. Munkarat adalah nama untuk segala dosa dan kejahatan yang sepanjang masa telah dikutuk
oleh watak manusia sebagai sesuatu yang jahat.
Syari’ah Islam membagi munkarat itu dalam 2 kategori, yaitu :
a. Haram.
b. Makruh.

Dalam melaksanakan syari’ah ada 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu :


1. Bahwa ketentuan Allah dan Rasul-Nya tentang pelaksanaan Syari’ah Islam tidak
semata-mata didasarkan atas klasifikasi hukum saja, misalnya wajib, sunah, mubah, makruh
maupun haram.

10 | A g a m a I s l a m
Tetapi juga harus didasarkan pada niat yang ikhlas karena niat dapat mengubah
klasifikasi hukum tertentu. Misalnya amalan syari’ah yang termasuk dalam kategori wajib
seperti shalat. Jika dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah, maka kewajiban terpenuhi
dan sekaligus mendapatkan pahala.

Dalam melaksanakan Syari’ah Islam hendaknya disertai dengan sikap wara’ dan hati-
hati, serta niat yang ikhlas agar pelaksanaan syari’ah tersebut tidak menjadi sia-sia di sisi
Allah swt.

2. Bahwa ketentuan Allah dan Rasul-Nya tentang pelaksanaan Syari’ah Islam


berhubungan erat dengan situasi dan kondisi, misalnya dalam situasi perang, shalat dapat
dilaksanakan dengan cara menjama’ atau mengqashar seperti dalam keadaan musafir, bisa
dilaksanakan dengan duduk seperti dalam kondisi sakit dan sebagainya.

Perubahan situasi dan kondisi sama sekali tidak boleh dijadikan alasan untuk
meninggalkan kewajiban yang telah ditetapkan oleh syari’ah. Kewajiban mutlak harus
dilaksanakan dalam situasi dan kondisi apapun juga, namun peraturan pelaksanaannya boleh
mengalami perubahan sesuai dengan ketentuan syari’ah, karena dalam pelaksanaan syari’ah
terdapat kategori rukhsah ( keringanan ).
Keistimewaan Syariat Islam

1. Bersumber dari Sang Pencipta, Tuhan semesta alam. Sehingga mutlak benar

2. Terjaga dari perubahan, karena Allah menjaga sumbernya

3. Mencakup semua aspek kehidupan

4. Menjadi keputusan adil untuk setiap kasus sengketa manusia

5. Layak diterapkan di setiap zaman dan tempat.

G. Ruang Lingkup Syariah

Pada garis besarnya ruang Syari’ah lingkup terbagi dua bagian besar:
Pada garis besarnya ruang Syari’ah lingkup terbagi dua bagian besar:
A. Realisasi dari pada keyakinan akan kebenaran ajaran agama islam kedalam kehidupan
di dunia ini disebut ibadah. Ibadah dalam arti khas (Qa’idah ‘Ubudiyah), yaitu tata
aturan Ilahi yang mengatur hubungan ritual langsung antara hamba dengan Tuhannya,
yang cara , acara, tata-cara dan upacaranya telah ditentukan secara terperinci dalam al-
Quran dan sunnah rasul. Pembahasan mengenai ‘Ibadah dalam arti khusus ini biasanya
berkisar sekitar: thaharah, shalat, zakat, shaum, haji.
B. Mu’amalah dalam arti luas, tata aturan Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan
sesama manusia dan hubungan manusia dengan benda. Mu’amalah dalam arti luas ini
pada garis besarnya terdiri atas dua bagian besar:

11 | A g a m a I s l a m
Lengkapnya adalah sebagai berikut:
a. Hubungan manusia dengan Allah SWT secara vertikal, melalui ibadah, seperti:
 Thaharah (Bersuci diri dari kotoran dan najis), tujuan : membiasakan manusia hidup
bersih agar manusia lain merasa nyaman di tengah-tengah kehadirannya
 Shalat, tujuan : menanamkan kesadaran diri manusia tentang identitas asal usulnya
dari tanah serta pengualangan janji akan tunduk dan patuh secara sukarela kepada
Allah dalam kurun waktu 24 jam kehidupannya yang dibuktikan dengan tidak
melakukan perbuatan merugikan orang banyak (fahisah) dan lisannya tidak melukai
perasaan orang lain (munkar);
 Zakat, tujuan : membiasakan manusia untuk berbagi dengan manusia lain yang tidak
bekerja produktif (petani, pedagang musiman, tukang becak, dll) yang ada di
lingkungan sekitar tempat tinggalnya;
 Puasa, tujuan : membiasakan manusia untuk jujur pada diri sendiri dan berempati atas
penderitaan orang lain dengan cara meniru sifat-sifat Allah SWT, seperti sifat Allah
SWT yang tidak pernah makan, minum, dan berkeluarga.
 Haji, tujuan: mempersiapkan manusia untuk sanggup datang kepada Allah SWT
sendiri-sendiri dengan menanggalkan seluruh kekayaan, ikatan kekerabatan, jabatan
kekuasaan, kecuali amal perbuatan yang telah dilakukannya.

b. Hubungan manusia dengan manusia secara horizontal, seperti :


 Ikatan pertukaran barang dan jasa, tujuan: agar kehidupan dasar manusia yang satu
dengan yang lain dapat tercukupi dengan sportif
 Ikatan pernikahan; tujuan: melestarikan generasi manusia berdasarkan aturan yang
berlaku
 Ikatan pewarisan, tujuan: menjamin kebutuhan dasar hidup bagi anggota keluarga
sebagai tanggungan orang yang meninggal dunia
 Ikatan kemasyarakatan, tujuan: agar terjadi pembagian peran dan fungsi sosial yang
seadil-adilnya atas dasar musyawarah di bawah hukum kemasyarakatan yang dibuat
bersama
 Ikatan kemanusiaan, tujuan: agar terjadi saling tenggang rasa, karya, dan cipta di
antara manusia yang berkaitan.

Al-Qanunu ‘l-Khas(khusus) hukum perdata (Mu’amalah dalam arti agak luas), yang meliputi:
Mu’amalah dalam arti sempit = hukum niaga; Munakahah ( hukum nikah ) waratsah ( hukum
waris) dsb. Al-Qanunu ‘l-‘Am (umum) hukum publik yang meliputi: Jinayah (hukum pidana)
Khilafah = hukum kenegaraan; Jihad = hukum perang dan damai.Denagn demikian Syari’ah
memberikan kaidah kaidah umum (universal)dan kaedah kaedah terperinci dan sangat pokok
(fundamental).

H. Kedudukan Syariah dalam Islam

Syari‟ah islam secara mutlak dimaksudkan seluruh ajaran Islam baik yang mengenai
keimanan, amaliah ibadah, maupun mengenai akhlak. Firman Allah SWT :

12 | A g a m a I s l a m
Artinya : “Kemudian Kami jadikan engkau berada di atas suatu syari‟ah (peraturan) dari
urusan agama itu, maka ikutilah dia (syari‟ah), dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu
orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jatsiyah: 18)
Kedudukan syari‟ah dalam ajaran Islam adalah sebagai bukti aqidah. Setiap detik
kehidupan manusia diisi dengan perbuatan-perbuatan. Perbuatan-perbuatan itu dilandasi akar
keyakinan hati akan tunduk dan patuh secara sukarela terhadap kehendak Allah (aqidah).
Buah dari perbuatan itu dinamai akhlak.
Syariah juga menjadi norma yang memberikan jalan dan petunjuk manusia dalam
menjalani kehidupannya. Untuk memastikannya, syariah menerapkan tujuan-tujuan yang
harus dicapai dalam kerangka menjaga harmoni kehidupan manusia.

Sistem ekonomi berdasarkan prinsip syariah tidak hanya merupakan sarana untuk
menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi, tetapi juga merupakan sarana untuk merealokasi
sumber-sumber daya kepada orang-orang yang berhak menurut syariah sehingga dengan
demikian tujuan efisiensi ekonomi dan keadilan dapat dicapai secara bersama-sama.
Selanjutnya, dengan keberhasilan mencapai tujuan ekonomi berdasarkan prinsip syariah
berarti terciptanya lingkungan masyarakat yang sempurna.

Namun, tujuan tersebut tidak mungkin dapat terwujud tanpa usaha yang maksimal.
Dibutuhkan strategi untuk merekonstruksi sistem ekonomi secara menyeluruh. Rekonstruksi
tersebut harus disertai dengan upaya mereformasi sistem politik, hukum, ekonomi dan sosial,
dengan melibatkan partisipasi semua warga negara.

I. Pengertian Akhlak

Akhlak berasal dari bahasa Arab, yang berasal dari kata khalaqa-yakhluqu-khalqan
artinya membuat, atau menjadikan sesuatu. Akhlak (tunggal: khuluq) artinya perangai
(Mahmud Yunus, 1989:120). Penggunaan kata “khalaqa” dan turunannya dalam Al-Quran
berarti menciptakan sesuatu

Menurut Bahasa(etimologi) perkataan akhlak ialah bentuk jamak dari dari khuluq
(khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi`at (Mustofa, 1997:11).
Menurut Abdullah (2007:2) Akhlak disamakan dengan kesusilaan, sopan santun. Khuluq
merupakan gambaran sifat batin manusia , gambaran bentuk lahiriyah manusia, seperti raut
wajah, gerak anggota badan dan seluruh anggota badan dan seluruh tubuh. Dalam Bahasa
Yunani pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethicos atau ethos, artinya adat

13 | A g a m a I s l a m
kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Sedangkan
menurut Nasir(1991:14) Ethicos berubah menjadi etika.

Sedangkan akhlak menurut istilah merupakan tingkah laku yang ada sejak lahir yang
diperbuat oleh seseorang dengan cara yang spontan yakni sebagai manifestasi pencerminan,
serta refleksi dari jiwa serta batin atau hati seseorang. Kata akhlak bisa dikatakan dengan
istilah adab. Nah, adab sendiri lebih sering kita dengar sebagai kata ganti dari akhlak. Adab
serta akhlak keduanya ini bersumber dari Rasulullah SAW, sehingga istilah keduanya ini
sering disama artikan.
Akhlak merupakan konsep kajian terhadap ihsan. Ihsan merupakan ajaran tentang
penghayatan akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri yang sedang
menghadap dan berada di depan Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga merupakan suatu
pendidikan atau latihan untuk mencapai kesempurnaan Islam dalam arti sepenuhnya (kaffah),
sehingga ihsan merupakan puncak tertinggi dari keislaman seseorang. Ihsan ini baru tercapai
kalau sudah dilalui dua tahapan sebelumnya, yaitu iman dan islam. Orang yang mencapai
predikat ihsan ini disebut muhsin. Dalam kehidupan sehari-hari ihsan tercermin dalam bentuk
akhlak yang mulia (al-akhlak al-karimah). Inilah yang menjadi misi utama diutusnya Nabi
saw. ke dunia, seperti yang ditegaskannya dalam sebuah hadisnya: “Sesungguhnya aku diutus
hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia”.

Menurut Yunahar Ilyas (2004:12-14) akhlak dalam Islam memiliki lima macam ciri, yaitu:

a) Akhlak Rabani
Ajaran akhlak dalam Islam bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah. Di dalam Al-
Quran terdapat 1500 ayat yang mengandung ajaran tentang akhlak, baik secara teoritis
maupun praktis. Demikian pula dalam hadist juga terdapat banyak pedoman mengenai
akhlak. Sifat Rabbani dari akhlak berkaitan dengan tujuannya, yakni memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Akhlak Rabbani mampu menghindari dari kekacauan nilai
moralitas dalam hidup manusia. Allah SWT berfirman dalam surah Al-An‟am ayat 153 :
“Inilah jalanku yang lurus: hendaknya kamu mengikutinya; jangan ikuti jalan-jalan yang lain;
sehingga kamu bercerai-berai dari jalan-Nya. Demikian diperintahkan padamu agar kamu
bertaqwa.”

b) Akhlak Manusiawi
Ajaran akhlak dalam Islam sejalan dan memenuhi fitrah sebagai manusia. Akhlak dalam
Islam adalah akhlak yang benar-benar memelihara eksistensi sebagai seorang manusia yang
merupakan makhluk yang terhormat, sesuai dengan fitrahnya, yang menjunjung tinggi hak
asasi manusia dimana hal ini merupakan hak yang fundamental dan mutlak dimiliki oleh
manusia.

c) Akhlak Universal
Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan mencakup
segala aspek kehidupan manusia, baik dimensi vertikal maupun horisontal. Contohnya dalam
Al-Quran terdapat 10 macam keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap orang, yakni
menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh anak karena takut miskin,
berbuat keji baik secara terbuka maupun tersembunyi, membunuh orang tanpa alasan yang
sah, makan harta anak yatim, mengurangi takaran dan timbangan, membebani orang lain
dengan kewajiban melampaui kekuatannya, persaksian tidak adil, dan menghianati janji

14 | A g a m a I s l a m
dengan Allah (Qs. Al-An‟am, 6:151-152). Sepuluh macam keburukan ini adalah nilai-nilai
yang bersifat universal bagi siapapun, dimanapun, dan kapanpun akan dinyatakan sebagai
keburukan.

d) Akhlak Keseimbangan
Akhlak dalam Islam berada di antara dua sisi. Di satu sisi mengkhayalkan manusia
sebagai malaikat yang menitikberatkan pada sifat kebaikannya dan di sisi lain
mengkhayalkan manusia sebagai hewan yang menitikberatkan pada sifat kebinatangannya
(hawa nafsu). Manusia dalam Islam memiliki dua kekuatan, yaitu: kekuatan kebaikan yang
berada dalam hati nurani dan akalnya; kekuatan buruk yang berada pada hawa nafsunya.
Manusia memiliki unsur rohaniah malaikat dan juga unsur naluriah hewani yang masing-
masing memerlukan pelayanan secara seimbang. Manusia tidak hanya hidup di dunia namun
juga akan menghadapi kehidupan di akhirat kelak. Akhlak dalam Islam memenuhi tuntutan
hidup manusia secara seimbang, baik dalam kebutuhan jasmani ataupun rohani.

e) Akhlak Realistik
Ajaran akhlak dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia. Meskipun manusia
dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding makhluk-makhluk yang lain,
akan tetapi manusia juga memiliki kelemahan yang sering terjadi akibat ketidakmampuan
untuk mengontrol diri. Oleh karena itu dalam ajaran Islam memberikan kesempatan bagi
manusia untuk memperbaiki diri dengan bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa, Islam
memeprbolehkan manusia melakukan sesuatu dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. Allah
berfirman dalam Qs. Al-Baqarah, 2:173 : “ Barangsiapa terpaksa, bukan karena
membangkang dan sengaja melanggar aturan, tidaklah ia berdosa. Sungguh Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai cerminan
akhlak apabila memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan;

2. Timbul dengan sendirinya (spontan), tanpa dipikir-pikir terlebih dahulu.

Menurut Ahmad bin Mushthafa


Akhlak merupakan sebuah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan,
dimana keutamaan itu ialah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan yakni kekuatan
berpikir, marah dan syahwat atau nafsu.
Menurut Muhammad bin Ali Asy Syariif Al Jurjani
Akhlak merupakan sesuatu yang sifatnya (baik atau buruk) tertanam kuat dalam diri
manusia yang darinyalah terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan tanpa
berpikir dan direnungkan.

J. Ruang Lingkup Akhlak


Apabila perbuatan-perbuatan manusia (syari‟ah) dikelompokkan menjadi ibadah dan
mu‟amalah, maka akhlak pun dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Akhlak pada Allah

Akhlak kepada Allah adalah tanda terimakasih kita padaNya. Contoh akhlak kepada Allah:
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

15 | A g a m a I s l a m
b. Akhlak pada manusia Akhlak kepada manusia adalah cara kita untuk menemukan
kemanfaatan bagi hidup bersama. Contoh akhlak kepada manusia: menghormati orangtua,
menolong orang lain, menghormati hak orang lain, dsb.

Secara umum, ada lima hal yang termasuk di dalam ruang lingkup akhlak seseorang di
masyarakat.

1. Akhlak Pribadi
yaitu perilaku pribadi seseorang dalam menyikapi segala hal yang menyangkut
dengan dirinya sendiri. Misalnya motivasi, etika, kreativitas, emosi, dan lain
sebagainya.
2. Akhlak Berkeluarga
yaitu perilaku seseorang dalam menyikapi hubungan dengan keluarganya, meliputi
kewajiban orang tua, anak, dan kerabat. Misalnya etika kepada orang tua,
tanggungjawab orang tua terhadap anak-anaknya, dan lain-lain.
3. Akhlak Bermasyarakat
yaitu perilaku seseorang dalam menyikapi hubungannya dengan anggota
masyarakat yang ada di sekitarnya. Misalnya kehidupan masyarakat yang saling
membantu, saling menghargai antar tetangga di sekitarnya, dan lain sebagainya.
4. Akhlak Bernegara
yaitu tingkah laku dan tindakan seseorang dalam menyikapi hubungannya dengan
negara dan bangsanya. Misalnya membayar pajak demi pembangunan, menjaga
kerukunan dan keutuhan bangsa, dan lain sebagainya.

5. Akhlak Beragama
yaitu tingkah laku dan tindakan seseorang dalam melaksakanan kewajibannya
terhadap kepercayaannya, baik itu kepada Tuhan maupun kepada sesama manusia.

Dan Menurut Yunahar Ilyas pun membagi ruang lingkup akhlak menjadi 6 bagian,
diantaranya:

1. Akhlak terhadap Allah Swt.

2. Akhlak terhadap Rasulullah Saw.

3. Akhlak terhadap diri sendiri.

4. Akhlak dalam keluarga.

5. Akhlak bermasyarakat.

16 | A g a m a I s l a m
K. Kedudukan Akhlak dalam Islam
Kedudukan akhlak dalam ajaran Islam adalah hasil, dampak, atau buah dari
perbuatan-perbuatan (syari‟ah) yang dilandasi keyakinan hati tunduk dan patuh secara
sukarela pada kehendak Allah (aqidah). Seperti halnya adalah jujur pada diri sendiri yang
merupakan bagian dari akhlak adalah dampak perbuatan puasa (syari‟ah) yang dilandasi
keyakinan hati (aqidah) bahwa dengan puasa kita dapat berempati terhadap penderitaan
orang lain yang menjalani hidupnya serba kekurangan.

17 | A g a m a I s l a m
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah kita mempelajari tentang apa itu aqidah, syari’ah, ahlak, dan bagaimana hubungan
aqidah dan ahlak. Dapat disimpulkan bahwa Aqidah, syari’ah, dan akhlak pada dasarnya
merupakan satu kesatuan dalam ajaran agama Islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan
tetapi tidak bisa dipisahkan, karena ketiga unsur tersebut merupakan pondasi atau kerangka
dasar dari Agama Islam. Jadi, perbedaan antara aqidah, syari’ah, dan akhlak adalah aqidah
yang merupakan pegangan seorang muslim dalam meyakini dan mengimani Allah SWT dan
Islam. Syari’ah sebagai jalan, aturan, dan tindakan konkret berupa ibadah kepada Allah SWT
setelah meyakini dan terbentuknya aqidah yang benar. Akhlak adalah perilaku, kebiasaan, dan
budi pekerti sebagai aplikasi aqidah dan syari’ah dalam kehidupan sehari-hari.

B. Saran

Dalam pembahasan telah dijelaskan betapa pentingnya aqidah, syariah, dan akhlak bagi
seorang muslim. Tanpa ketiga hal tersebut maka seorang muslim akan kehilangan
keimanannya. Oleh karena itu, bagi seorang muslim wajib menjaga aqidahnya, karena aqidah
merupakan pilar utama atau pondasi untuk menumbuhkan syariah dan akhlak yang baik.

18 | A g a m a I s l a m
DAFTAR PUSTAKA

Ajat sudrajat, dkk. 2016. Dinul Islam Pendidikan agama islam di perguruan tinggi
umum. Yogyakarta:UNY Press

Lubis Lahmuddin. 2013. Pendidikan Agama Dalam Presprektis Islam Kristen dan
Budha.
Furqan Arif.2002. Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum.Jakarta: Departemen Agama RI
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam
Al-Kaisy Marwan Ibrahim. 2007. Yang Pantas Patut Bagi Seorang Muslim. Jakarta:
Raja

Marzuki. 2008. Kerangka Dasar Ajaran Islam. Yogyakarta: UNY Press.

Suryana, A. Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara: Bandung.

Wahyuddin dkk. 2009.Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Grasindo.

19 | A g a m a I s l a m

Anda mungkin juga menyukai