Anda di halaman 1dari 24

Kajian Utama Edisi No.

33

Asy Syari’ah Page | 0

TANDA HARI KIAMAT:


MUNCULNYA
IMAM MAHDI

Kompilasi pdf: Maktabah IMU


(http://islamicandmedicalupdates.blogspot.com)
Sumber: http://asysyariah.com
Mahdi yang Diimani dan dinanti
Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 033
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin)
Page | 1
Keyakinan terhadap Imam Mahdi adalah salah satu tonggak penting
dari pilar-pilar keimanan yang mesti kita imani. Sebab, kemunculannya di
penghujung zaman menjadi salah satu penanda besar akan datangnya
hari kiamat. Tinggal bagaimana kita menerjemahkan keyakinan itu dalam
bingkai akidah yang lurus.
Yang asing bila disebutkan kepadanya tentang rukun-rukun iman.
Sudah menjadi tradisi dalam lingkup pendidikan Islam, rukun-rukun iman
diajarkan bahkan dihafal semenjak usia bocah. Rukun-rukun iman
merupakan perwujudan dari dasar-dasar akidah Islam. Salah satu unsur
dalam rukun-rukun iman tersebut yaitu adanya keimanan terhadap Hari
Akhir.
Beriman kepada Hari Akhir merupakan salah satu tanda dari
tanda-tanda keimanan kepada perkara gaib. Satu perkara yang sulit
dijangkau oleh akal, ilmu pengetahuan, dan hanya bisa melalui
pendekatan keimanan yang sempurna melalui pemahaman nash dari
jalan wahyu.
Masalah Hari Akhir ini merupakan perkara yang teramat penting.
Ayat-ayat dalam Al-Qur`an pun banyak mengangkat tema ini saat
membicarakan masalah yang bersifat keimanan. Sebagai misal:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, Hari Akhir….” (Al-Baqarah: 177)
“Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir….” (Ath-Thalaq: 2)
Hidup, dalam pandangan Islam, tak sekadar berkutat dalam alam
mayapada ini, yang fana, singkat dan terbatas sekali. Sesungguhnya,
hidup, dalam pandangan Islam merupakan satu masa yang panjang yang
berada dalam zaman keabadian, yang menempati ruang (dan waktu) di
alam lain, yaitu surga yang luasnya seluas langit dan bumi, atau neraka
yang dahsyat siksanya.
Sesungguhnya beriman kepada Allah l dan Hari Akhir serta apa yang
Page | 2
ada di dalamnya, yaitu menyangkut pahala dan siksa, mampu
mengarahkan tingkah laku manusia untuk berbuat kebajikan. Tak ada
satu pun sistem perundangan yang dibuat manusia yang mampu
mengarahkan perilaku manusia ke arah semacam itu, kecuali dengan
menanamkan keimanan kepada Allah l dan Hari Akhir.
Inilah yang membedakan bentuk perilaku pada manusia. Seorang
yang beriman kepada Allah l dan Hari Akhir, mengetahui bahwa dunia ini
hanya sekadar ladang akhirat, sedangkan amal-amal yang shalih
merupakan sebaik-baik bekal untuk akhirat. Tentu akan berbeda dengan
seorang yang tanpa keimanan tersebut.
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.”
(Al-Baqarah: 197)
Sebagaimana telah diperbuat seorang sahabat mulia, ‘Umair ibnul
Humam Al-Anshari z yang memperoleh kesyahidan dalam perang Badr.
Kurma yang ada padanya dibuang tatkala Nabi n berkata, “Bangkitlah,
menuju surga seluas langit dan bumi.”
“Wahai Rasulullah, surga seluas langit dan bumi?” ‘Umair balik
bertanya. Jawab Rasulullah n, “Ya.”
Kata ‘Umair, “Bagus, bagus.” Rasulullah n lantas bertanya, “Apa yang
membuatmu mengucapkan ‘bagus, bagus’?”
“Tidak. Demi Allah, wahai Rasulullah, melainkan karena saya
menaruh harapan menjadi penghuni surga itu,” jawab ‘Umair. Kata
Rasulullah n, “Sesungguhnya engkau termasuk penghuninya.”
Maka dia lantas mengeluarkan beberapa butir kurma dari kantung
anak panahnya. Dia pun memakan sebagian kurma itu lantas berucap,
“Jika saya hidup hingga memakan kurma-kurma itu, sungguh yang
demikian ini sekadar (menunda) untuk hidup lebih lama lagi.”
Diapun bergegas seraya melempar butir-butir kurma tersebut, dan
tandang ke gelanggang medan pertempuran Badr. Dia terbunuh dalam
pertempuran tersebut. (Shahih Muslim, dengan syarah Al-Imam
An-Nawawi t, Kitab Al-Jihad, Bab Tsubut Al-Jannah lisy Syahid, no. 4892)
Maka, nampak beda. Perilaku seorang yang tidak didasari keimanan
Page | 3
kepada Allah l dan Hari Akhir dengan seorang yang hatinya diliputi
keimanan. Beda. Seorang yang mengimani adanya pahala dan siksa,
yang menatap jauh ke depan akan adanya timbangan langit, bukan
timbangan bumi, adanya hisab akhirat bukan lantaran perhitungan dunia.
Karenanya, dia akan memiliki sikap hidup tersendiri. Akan terpancar
padanya sikap istiqamah, luas pandangan dan memiliki kekokohan ilmu.
Teguh saat menghadapi beratnya hidup, sabar tatkala musibah mendera.
Yang diharapkan hanyalah ganjaran dan pahala. Dia akan benar-benar
mengetahui dan yakin bahwa apa yang di sisi Allah l adalah lebih baik dan
kekal. (Asyrath As-Sa’ah, Yusuf bin Abdillah bin Yusuf Al-Wabil, hal.
27-28)
Inilah buah keimanan terhadap Hari Akhir. Bagi seorang mukmin, ia
akan mengarahkan setiap langkahnya dalam kehidupan di dunia ini guna
kehidupan di akhiratnya kelak. Dirinya mengharap dan senantiasa
berupaya agar di Hari Akhir nanti tak muncul penyesalan sebagaimana
digambarkan ayat berikut:
“Agar jangan ada orang yang mengatakan: ‘Amat besar
penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap
Allah, sedangkan aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang
memperolok-olok (agama Allah)’. Atau, supaya jangan ada yang berkata:
‘Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah aku
termasuk orang-orang yang bertakwa.’ Atau, supaya jangan ada yang
berucap saat melihat adzab: ‘Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke
dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang yang berbuat baik’.”
(Az-Zumar: 56-58)
Penyesalan tinggallah penyesalan. Kala Hari Akhir itu tiba, maka
tiada guna lagi penyesalan. Semua petaka itu terjadi karena diri larut
dalam hawa nafsu, menjauh dari nilai-nilai syariat. Setiap keterangan
yang datang dari Allah l dan Rasul-Nya ditentangnya. Dia berupaya
menampik apa yang telah dikabarkan Allah l dan Rasul-Nya dengan
alasan ‘tidak rasional’ atau ‘tidak masuk akal’. Seakan-akan nilai Islam
hanya sebatas kapasitas akalnya. Sesuatu yang di luar akalnya, ditolak
Page | 4
dan ditentangnya meski itu berasal dari Allah l dan Rasul-Nya. Keimanan
tiada lagi tertancap di hatinya. Dia sombong dan mendustakan
keterangan-keterangan Allah l dan Rasul-Nya.
“(Bukan demikian) sebenarnya telah datang
keterangan-keterangan-Ku kepadamu lalu kamu mendustakannya dan
kamu menyombongkan diri dan adalah kamu termasuk orang-orang yang
kafir.” (Az-Zumar: 59)
Bagi seorang muslim, ia harus mengedepankan keimanannya.
Termasuk dalam mengimani tanda-tanda yang bakal muncul menjelang
terjadinya Hari Kiamat. Satu di antara tanda-tanda itu adalah akan
munculnya Al-Mahdi.
Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa Al-Mahdi akan muncul
pada akhir zaman, sebelum Nabi ‘Isa q turun. Dia seorang laki-laki
keturunan ahlul bait. Melalui dia, Allah l kokohkan agama. Dia akan
berkuasa selama tujuh tahun. Pada masanya bumi ditaburi dengan
keadilan sebagaimana kelaliman dan kedzaliman sempat meliputi bumi
sebelumnya. Umat merasakan nikmat di bawah kekuasaannya dan belum
pernah ada kenikmatan yang dirasakan seperti itu. Bumi mengeluarkan
tetumbuhan, langit mengguyuri dengan hujan. Kala itu, harta diberikan
tanpa batas. (Asyrath As-Sa’ah, Yusuf bin Abdillah Al-Wabil, hal. 249,
At-Tadzkirah fi Ahwalil Mauta wa Umuril Akhirah, Al-Qurthubi, hal. 517)
Al-Mahdi yang diyakini Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah seorang
laki-laki yang bernama seperti Rasulullah n. Nama ayahnya seperti nama
ayah Nabi n. Maka, dia bernama Muhammad atau Ahmad bin Abdillah.
Dia dari keturunan Fathimah bintu Rasulullah n, kemudian berasal dari
Al-Hasan bin ‘Ali c. Menurut Ibnu Katsir t dalam An-Nihayah fil Fitan wal
Malahim (hal. 45), disebutkan nama Al-Mahdi adalah Muhammad bin
Abdillah Al-‘Alawi Al-Fathimi Al-Hasani.
Berbeda dengan Syi’ah. Al-Mahdi di kalangan mereka adalah
penghuni bangunan di bawah tanah, yaitu imam keduabelas dari silsilah
al-imamiyyah al-itsna ‘asyariyyah. Dia bernama Muhammad bin Al-Hasan
Al-‘Askari, seorang imam al-muntazhar (yang ditunggu) kemunculannya
Page | 5
dari tempat persembunyiannya di Samarra`. (lihat Kitabul Imamah war
Radd ‘alar Rafidhah, karya Al-Hafizh Abu Nu’aim Al-Ashbahani t, hal. 116)
Maka, sosok Al-Mahdi yang disebutkan kalangan Syi’ah Rafidhah
adalah sosok yang batil. Ini bertentangan dengan hadits-hadits shahih
sebagaimana dinyatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t, Rasulullah n
bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud z:
“Andai tak tersisa lagi di dunia kecuali satu hari yang Allah
panjangkan hari itu sehingga akan muncul seorang laki-laki dari
keturunanku atau dari ahli baitku, yang namanya sama dengan namaku,
nama ayahnya sama dengan nama ayahku, (saat itu) bumi dipenuhi
dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya yang diliputi
dengan kelaliman dan kedzaliman.” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan
Ahmad)
Maka sesungguhnya lafadz:
“Namanya sama dengan namaku, nama ayahnya sama dengan
nama ayahku.” (menunjukkan) bahwa Al-Mahdi yang dikabarkan Nabi n
namanya Muhammad bin Abdillah bukan Muhammad bin Al-Hasan.
(Minhajus Sunnah An-Nabawiyyah fi Naqdi Kalami Asy-Syi’ah
Al-Qadariyyah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t hal. 95)
Orang-orang Syi’ah berkeyakinan bahwa Al-Mahdi tengah sembunyi.
Sebagaimana dinyatakan Al-Hafizh Abu Nu’aim Al-Ashbahani t yang
mengutip pernyataan Al-Kulaini (seorang ulama terkemuka Syiah)
dalam kitabnya Al-Kafi, bahwa Al-Mahdi yang diyakini kaum Syiah
terhalangi kemunculannya karena takut dibunuh. Lantas, dia akan muncul
dari dalam bangunan bawah tanah Samarra. (Kitabul Imamah war Radd
‘ala Ar-Rafidhah, hal. 116)
Maka perkataan kaum Syiah yang meyakini Al-Mahdi menetap dalam
bangunan bawah tanah Samira merupakan waham dan sekadar mitos
belaka. Seperti diungkapkan Ibnu Katsir t dalam An-Nihayah fil Fitan
wal Malahim (hal. 44), bahwa keyakinan orang-orang Rafidhah dungu
yang menyatakan bahwa Al-Mahdi sekarang berada di bangunan bawah
tanah Samarra dan mereka akan menunggu munculnya pada akhir zaman
Page | 6
nanti; merupakan satu bentuk igauan yang hina dari setan. Sebab, tidak
ada dalil maupun keterangan sama sekali baik dari Al-Qur`an maupun
As-Sunnah. Tidak pula dari akal yang shahih dan istihsan.
Menukil pernyataan Asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd
Al-‘Abbad dalam risalah beliau Ar-Raddu ‘ala Man Kadzaba bil Ahadits
Ash-Shahihah Al-Waridah fil Mahdi wa ‘Aqidatu Ahlis Sunnah wal Atsar fil
Mahdi, disebutkan bahwa jumlah sahabat yang telah meriwayatkan
hadits-hadits tentang Al-Mahdi sebanyak 26 orang sahabat. Beliau pun
menyebutkan nama-nama sahabat tersebut. Lantas diikuti dengan
nama-nama para imam yang meriwayatkan hadits-hadits dan atsar
al-waridah tentang Al-Mahdi yang terdapat dalam kitab-kitab mereka
sejumlah 36 imam. Kemudian disertakan juga nama-nama yang menulis
kitab tentang masalah Al-Mahdi. Sesungguhnya tidak ada kaitan antara
akidah Ahlus Sunnah dengan Rafidhah dalam masalah Al-Mahdi.
Disebutkan juga oleh beliau bahwa hadits-hadits tentang Al-Mahdi
berjumlah banyak yang telah dituliskan oleh para penulis. Hadits-hadits
tersebut diungkapkan dalam bentuk mutawatir di kalangan jamaah.
Keyakinan yang wajib, di kalangan Ahlus Sunnah dan selainnya seperti
Asya’irah, menunjukkan kenyataan yang kuat dan tidak diragukan lagi.
Berita tentang Al-Mahdi itu benar-benar akan terjadi di akhir zaman. Dan
tidak ada kaitan sama sekali secara hakikat yang kuat (Al-Mahdi) di
kalangan Ahlus Sunnah dengan akidah Syiah. Karena, keyakinan Syiah,
bahwa (Al-Mahdi) yang akan keluar adalah Mahdi Al-Muntazhar (yang
ditunggu kemunculannya) bernama Muhammad bin Al-Hasan al-‘Askari
dari garis keturunan Al-Husain z. Maka, apa yang diyakini kaum Syiah ini
secara hakiki tidak ada. Keyakinan mereka yang dinisbatkan terhadap
Al-Mahdi menurut versi mereka tidak ada asal-usulnya. Secara hakikat,
Al-Mahdi yang menjadi keyakinan kaum Syiah dibangun atas dasar akidah
waham. Tidak nyata, tidak ada wujudnya. Kecuali masalah keimamahan
‘Ali bin Abi Thalib dan puteranya, Al-Hasan c. Dan keduanya, ‘Ali bin Abi
Thalib dan Al-Hasan, berlepas diri dari kaum Syiah dan segala bentuk
keyakinan mereka tanpa diragukan lagi. (Lihat Kitabul Imamah war Radd
Page | 7
‘ala Ar-Rafidhah, Al-Hafizh Abu Nu’aim Al-Ashbahani, tahqiq dan ta’liq Dr.
‘Ali bin Muhammad bin Nashir Al-Faqihi, hal. 120)
Pernyataan Asy-Syaikh Abdul Muhsin di atas cukup memberi
penjelasan terutama terhadap kalangan yang menolak akan munculnya
Al-Mahdi pada akhir zaman. Penolakan ini sebagaimana dinyatakan
Muhammad Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar. Disebutkannya,
bahwa hadits-hadits tentang Al-Mahdi satu dengan lainnya saling
bertentangan. Misal, nama Al-Mahdi adalah Muhammad bin Abdullah,
sedangkan riwayat lain –seperti dinyatakan Syiah Imamiyyah– adalah
Muhammad bin Al-Hasan Al-‘Askari. Maka anggapan bahwa hadits-hadits
Al-Mahdi itu kontradiktif, muncul lantaran adanya riwayat-riwayat yang
tidak shahih. Sedangkan pada hadits-hadits yang shahih, tidak ada
pertentangan sama sekali. (Asyrath As-Sa’ah, Yusuf bin Abdillah Al-Wabil,
hal. 267 dan 270)
Karenanya, meyakini akan munculnya Al-Mahdi sebagaimana
disebutkan dalam riwayat-riwayat yang shahih adalah sebuah
keniscayaan. Ini merupakan bagian dari keyakinan (i’tiqad) Ahlus Sunnah
wal Jamaah. Wallahu a’lam.
------------
Mengenal Al-Imam Al Mahdi
Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 033
(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar, ZA)
Page | 8
Syariat sejatinya telah gamblang menjelaskan definisi dan
menyuguhkan gambaran akan sosok Al-Imam Al-Mahdi. Namun
bersemainya penyimpangan tak pelak menjadikan gambaran Al-Imam
Al-Mahdi itu menjadi kabur.

Beriman akan Munculnya Al-Imam Al-Mahdi


Telah menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengimani segala
yang diberitakan oleh Nabi kita Muhammad n, di mana ini menjadi
konsekuensi persaksian kita: “Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya.” Dari Abu Hurairah z, bahwasanya Rasulullah n bersabda:
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka
bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar melainkan Allah dan agar
mereka beriman kepada apa yang kubawa. Bila mereka melakukan itu
maka mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku kecuali
dengan haknya. Adapun perhitungannya diserahkan kepada Allah.”
(Shahih, HR. Muslim, Kitabul Iman Bab Al-Amru bi Qitalin Nas Hatta…)
Bahkan Allah l telah tegaskan: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu
maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7)
Ini menunjukkan wajibnya beriman dengan segala yang diberitakan
Rasulullah n, baik berita yang terkait dengan apa yang telah lalu atau
yang akan datang. Termasuk di antaranya adalah akan munculnya
Al-Imam Al-Mahdi.
Berita akan munculnya sosok penegak sunnah nan adil itu telah
disampaikan oleh Rasulullah n dalam banyak hadits. Bahkan tak sedikit
dari para ulama yang menyatakan bahwa haditsnya mencapai derajat
mutawatir secara makna, sehingga tiada lagi celah bagi siapapun untuk
mengingkarinya. Di antara ulama yang menyatakan kemutawatiran
hadits-haditsnya adalah Abul Hasan Muhammad bin Husain As-Sijzi
(wafat 363 H), Muhammad Al-Barzanji (wafat 1103 H), As-Safarini,
As-Sakhawi, Asy-Syaukani, Shiddiq Hasan Khan, Al-Kattani, dan lain-lain
Page | 9
rahimahumullah.
Dan para ulama yang menyebutkan keshahihan hadits tentang
Al-Mahdi sangat banyak, dari kalangan ulama terdahulu maupun
belakangan. Asy-Syaikh Al-Albani t telah menyebutkan sebagian nama
mereka, di antaranya 16 ulama yang saya sebutkan sebagiannya: Abu
Dawud, Al-Qurthubi, Ibnu Taimiyyah, Adz-Dzahabi, Ibnul Qayyim, dan
Ibnu Hajar rahimahumullah.
Sehingga ini menjadi salah satu akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah.
As-Safarini mengatakan: “Telah banyak riwayat yang menyebutkan
akan munculnya Al-Mahdi sehingga mencapai derajat mutawatir
secara makna. Dan itu telah tersebar di kalangan Ahlus Sunnah
sehingga teranggap sebagai aqidah mereka….” –beliau menyebut
hadits, atsar serta nama para sahabat yang meriwayatkannya, lalu beliau
berkata– “Dan telah diriwayatkan dari para sahabat yang disebutkan dan
selain mereka dengan riwayat yang banyak, juga dari para tabi’in setelah
mereka, yang dengan semua itu memberi faedah ilmu yang pasti. Maka
mengimani munculnya Mahdi adalah wajib sebagaimana telah ditetapkan
oleh para ulama dan tertulis dalam akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah.
(Lawami’ul Anwar Al-Bahiyyah, 2/84)

Beberapa Hadits tentang Al-Imam Al-Mahdi

1. Dari Abdullah bin Mas’ud z, dari Nabi n, beliau bersabda: “Bila


tidak tersisa dari dunia kecuali satu hari –Za`idah (salah seorang rawi)
mengatakan dalam haditsnya– tentu Allah akan panjangkan hari tersebut,
sehingga Allah utus padanya seorang lelaki dariku –atau dari
keluargaku–. Namanya sesuai dengan namaku, dan nama ayahnya
seperti nama ayahku. Ia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana
sebelumnya telah dipenuhi dengan kedzaliman dan keculasan.” (Hasan
Shahih, HR. Abu Dawud, Shahih Sunan no. 4282; sanadnya jayyid
menurut Ibnul Qayyim v dalam Al-Manarul Munif; At-Tirmidzi no. 2230,
2231; Ibnu Hibban no. 6824, 6825)
Page | 10

2. Dari ‘Ali (bin Abi Thalib) zdari Nabi n, ia mengatakan: “Bila tidak
tersisa dari masa ini kecuali satu hari, tentu Allah akan munculkan
seorang lelaki dari ahli baitku (keluargaku) yang akan memenuhi dunia
dengan keadilan sebagaimana (sebelumnya) telah dipenuhi dengan
kecurangan.” (Shahih, HR. Abu Dawud no. 4283 Kitab Al-Mahdi dan ini
adalah lafadznya, Ibnu Majah no. 4085, Kitabul Fitan Bab Khurujul Mahdi)

3. Dari Ummu Salamah x, ia mengatakan: Aku mendengar Rasulullah


n bersabda:“Al-Mahdi dari keluargaku dari putra Fathimah.” (Shahih, HR.
Abu Dawud dan ini lafadznya, Shahih Sunan no. 4284, Ibnu Majah no.
4086, dan Al-Hakim no. 8735, 8736)

4. Dari Abu Sa’id Al-Khudri z, ia berkata: Rasulullah n telah


bersabda:“Al-Mahdi dariku, dahinya lebar, hidungnya mancung,
memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana (sebelumnya) telah
dipenuhi dengan kedzaliman, berkuasa selama 7 tahun.” (Hasan, HR. Abu
Dawud no. 4285 dan ini lafadznya, Ibnu Majah no. 4083, At-Tirmidzi,
Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a Fil Mahdi no. 2232, Ibnu Hibban no. 6823,
6826 dan Al-Hakim no. 8733, 8734, 8737)

5. Dari Abu Hurairah z, ia berkata: Rasulullah n telah


bersabda:“Bagaimana dengan kalian jika turun kepada kalian putra
Maryam, sementara imam kalian dari kalian?” (Shahih, HR. Al-Bukhari,
Kitab Ahaditsul Anbiya` Bab Nuzul ‘Isa ibni Maryam, no. 3449; Muslim
dalam Kitabul Iman Bab Fi Nuzul Ibni Maryam, 2/369, 390)

6. Dari Jabir bin Abdillah z, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah n


bersabda:“Masih tetap sekelompok dari umatku berperang di atas
kebenaran. Mereka unggul sampai hari kiamat, lalu turun ‘Isa putra
Maryam. Maka pemimpin mereka mengatakan: ‘Kemari, jadilah imam
kami.’ Ia menjawab: ‘Tidak, sebagian kalian adalah pemimpin atas
Page | 11
sebagian yang lain, sebagai kemuliaan dari Allah untuk umat ini’.”
(Shahih, HR. Muslim dalam Kitabul Iman Bab La Tazal Tha`ifah min
Ummati, 2/370, no. 393)

Hadits-hadits yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih


Muslim ini menunjukkan dua hal:
Pertama: Ketika turunnya ‘Isa bin Maryam dari langit, yang
memegang kepemimpinan muslimin ketika itu adalah seorang dari
mereka.
Kedua: Keberadaan pemimpin mereka untuk shalat, lalu ia
mengimami muslimin, serta permintaannya kepada Nabi ‘Isa q saat
turunnya untuk mengimami mereka. Ini semua menunjukkan keshalihan
pemimpin tersebut dan bahwa ia berada di atas petunjuk.
Dan (dalam hadits) itu walaupun tidak ada penegasan dengan lafadz
Al-Mahdi, tetapi menunjukkan sifat orang yang shalih yang mengimami
muslimin di waktu itu. Dan terdapat hadits-hadits dalam kitab-kitab
Sunan maupun Musnad serta lainnya, yang menerangkan bahwa
hadits-hadits yang ada dalam dua kitab shahih itu menunjukkan bahwa
orang shalih tersebut bernama Muhammad bin Abdullah dari keturunan
Al-Hasan bin ‘Ali, yang disebut dengan Al-Mahdi. Dan hadits Nabi n itu
sebagiannya menerangkan sebagian yang lain. Di antara hadits yang
menunjukkan hal itu adalah hadits yang diriwayatktan oleh Al-Harits ibnu
Abi Usamah dalam Musnad-nya dengan sanadnya dari Jabir z, ia berkata:
Rasulullah n bersabda:
“Isa putra Maryam turun, lalu pemimpin mereka Al-Mahdi
mengatakan: ‘Imamilah kami’. Ia menjawab: ‘Sesungguhnya sebagian
mereka pemimpin bagi sebagian yang lain, sebagai kemuliaan dari Allah
untuk umat ini’.” Hadits ini dikatakan oleh Ibnul Qayyim v dalam kitabnya
Al-Manarul Munif: “Sanadnya bagus.” (Abdul Muhsin Al-‘Abbad, ‘Aqidatu
Ahlil Atsar. Lihat pula Ash-Shahihah, no. 2236)

Nama Al-Imam Al-Mahdi dan Nasabnya


Page | 12
Nama beliau adalah Muhammad atau Ahmad bin Abdullah. Seperti
dalam hadits yang lalu, Nabi n menyebutkan: “Namanya sesuai dengan
namaku, dan nama ayahnya sesuai dengan nama ayahku.”
Dia dari keturunan Nabi n, di mana disebutkan dalam riwayat: “Dari
ahli baitku.” (HR. Abu Dawud, no. 4282 dan 4283)
Dalam riwayat lain: “Dari keluarga terdekatku (‘itrah-ku).” (HR. Abu
Dawud, no. 4284)
Dalam riwayat lain: “Dariku.” (HR. Abu Dawud no. 4285) dari jalur
perkawinan ‘Ali bin Abu Thalib dan Fathimah bintu Rasulillah.
Sebagaimana dalam hadits yang lalu dikatakan: “Seseorang dari
keluargaku” dan “dari anak keturunan Fathimah.” (HR. Abu Dawud no.
4284)
Oleh karenanya, Ibnu Katsir t mengatakan: “Dia adalah Muhammad
bin Abdillah Al-‘Alawi (keturunan Ali) Al-Fathimi (keturunan Fathimah)
Al-Hasani (keturunan Al-Hasan). Allah l memperbaikinya dalam satu
malam yakni memberinya taubat, taufik, memberinya pemahaman serta
bimbingan padahal sebelumnya tidak seperti itu.” (An-Nihayah fil Malahim
wal Fitan, 1/17, Program Maktabah Syamilah)

Sifat Fisiknya
Di antara sifat fisiknya adalah sebagaimana disebutkan dalam
riwayat Abu Dawud (no. 4285) dan yang lain: Artinya, “Tersingkap
rambutnya dari arah kepala bagian depan,” atau “Dahinya lebar.”
“Hidungnya mancung, ujungnya tajam, bagian tengahnya agak naik.”
Al-Qari mengatakan: “Maksudnya, beliau tidak pesek, karena yang
demikian adalah bentuk yang tidak disukai.”

Menebar Keadilan
Di antara sifat Al-Mahdi adalah bahwa ia menebar keadilan dan
melenyapkan kedzaliman serta keculasan. Sebagaimana tersebut dalam
hadits: “Memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya
dipenuhi dengan kedzaliman.” (HR. Abu Dawud no. 4282, 4283, 4285)
Page | 13
Sehingga disebutkan dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri z, bahwa
Rasulullah bersabda: “Akan datang pada umatku Al-Mahdi bila masanya
pendek maka tujuh tahun, kalau tidak maka 9 tahun. Maka umatku pada
masa itu diberi kenikmatan dengan kenikmatan yang tidak pernah
mereka rasakan yang semacam itu sama sekali. Mereka diberi rizki yang
luas. Mereka tidak menyimpan sesuatu pun. Harta saat itu berlimpah
sehingga seseorang bangkit dan mengatakan: ‘Wahai Mahdi, berilah aku.’
Diapun menjawab: ‘Ambillah’.” (Hasan, HR. Ibnu Majah no. 4083, Kitabul
Fitan Bab Khurujul Mahdi, 4/412, dan Al-Hakim no. 8739. Asy-Syaikh
Al-Albani t menghasankannya)
Dalam riwayat At-Tirmidzi disebutkan: “Sehingga datang kepadanya
seseorang seraya mengatakan: ‘Wahai Mahdi, berilah aku, berilah aku.’
Nabi mengatakan: “Maka Mahdi menuangkan untuknya di pakaiannya
sampai ia tidak dapat membawanya.”
Ibnu Katsir t mengatakan: “Di masanya, buah-buahan banyak.
Tanam-tanaman lebat, harta benda melimpah. Penguasa benar-benar
berkuasa, agama menjadi tegak, musuh menjadi hina, kebaikan terwujud
di masanya terus-menerus.” (An-Nihayah Fil-Malahim 1/18, Program
Maktabah Syamilah)
Dalam riwayat Al-Hakim, disebutkan bahwa Nabi n bersabda:
“Muncul di akhir umatku Al-Mahdi. Allah menyiraminya hujan, sehingga
bumi mengeluarkan tanamannya. Ia membagi harta secara merata.
Binatang ternak semakin banyak, umat pun menjadi besar. Ia hidup
selama 7 atau 8 –yakni tahun–.” (HR. Al-Hakim, Kitabul Fitan wal
Malahim no. 8737. Beliau mengatakannya sebagai hadits yang shahih
sanadnya, dan disepakati oleh Adz-Dzahabi dan Ibnu Khaldun. Asy-Syaikh
Al-Albani t mengatakan: “Sanadnya shahih.” Lihat Ash-Shahihah, 4/40,
hadits no. 1529)
Waktu Munculnya
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan At-Tirmidzi disebutkan:
“Ketahuilah, yang sudah dikenal di kalangan seluruh pemeluk Islam
Page | 14
sepanjang masa bahwa di akhir zaman pasti muncul seorang dari ahlul
bait (keluarga Nabi n) yang membela agama dan menebarkan keadilan,
serta diikuti oleh muslimin. Ia juga menguasai kerajaan-kerajaan Islam.
Ia dijuluki Al-Mahdi. Juga tentang keluarnya Dajjal serta tanda-tanda
kiamat sesudahnya yang terdapat dalam kitab Shahih, muncul
setelahnya. Dan bahwa kemunculan ‘Isa juga setelahnya, kemudian
beliau membunuh Dajjal. Atau ‘Isa turun setelahnya lalu membantunya
untuk membunuh Dajjal kemudian bermakmum kepada Mahdi dalam
shalatnya.” (Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a fil Mahdi)
At-Tirmidzi t meriwayatkan dari Zir bin Abdillah z, ia berkata bahwa
Rasulullah n bersabda:“Dunia tidak akan lenyap hingga seorang dari
keluargaku menguasai bangsa Arab. Namanya sesuai dengan namaku.”
(HR. At-Tirmidzi no. 2230, Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a fil Mahdi, 4/438 dan
beliau mengatakan: “Hasan shahih.” Demikian pula yang dikatakan
Al-Albani t dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
Dari sini, berarti munculnya Al-Imam Al-Mahdi adalah di akhir zaman
sekaligus mengawali tanda-tanda besar akan datangnya kiamat. Namun
sebagian ulama sempat ragu, apakah Mahdi ini sebagai awal tanda yang
besar atau tanda yang lain. Sebagian ulama menyatakan dengan yakin
bahwa Mahdi sebagai tanda pertama, lalu berturut-turut datang tanda
yang lain. Di antara yang menyebutkan dengan tegas yang demikian
adalah Muhammad Al-Barzanji t (wafat 1103 H). Beliau mengatakan
dalam bukunya Al-’Isya`ah li Asyrath As-Sa’ah: “Bab Ketiga, tanda-tanda
besar dan tanda-tanda yang dekat, yang setelahnya tibalah hari kiamat,
dan itu juga banyak. Di antaranya Al-Mahdi, dan itu yang pertama.”
(dinukil dari ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Atsar fil Mahdi Al-Muntazhar)
Adapun Ibnu Katsir t mengatakan: “Munculnya, nanti di akhir zaman.
Dan saya kira, keluarnya adalah sebelum turunnya ‘Isa bin Maryam,
sebagaimana ditunjukkan oleh hadits-hadits yang berkaitan dengan hal
itu.”

Masa Kekuasaannya
Page | 15
Terdapat dalam Sunan At-Tirmidzi: “Sesungguhnya pada umatku ada
Al-Mahdi. Ia muncul, hidup (berkuasa) 5 atau 7 atau 9.” –Zaid (salah
seorang rawi/periwayat) ragu–. Abu Sa’id mengatakan: “Apa itu?” Beliau
menjawab: “Tahun.”
“Akan datang pada umatku Al-Mahdi, bila masanya pendek maka 7
tahun, kalau tidak maka 9 tahun.” (HR. Ibnu Majah no. 4083)
Dengan perbedaan riwayat ini, maka Ibnu Katsir t mengatakan: “Ini
menunjukkan bahwa paling lama masa tinggal (kekuasaan)-nya adalah 9
tahun, dan sedikitnya 5 atau 7 tahun.” (An-Nihayah Fil Malahim wal Fitan,
1/18, Program Maktabah Syamilah)
Sementara Al-Mubarakfuri mengatakan: “Yakni, keraguan itu berasal
dari Zaid. Sementara dari sahabat Abu Sa’id dalam riwayat Abu Dawud:
‘dan menguasai selama 7 tahun’ tanpa keraguan. Demikian pula dalam
hadits Ummu Salamah dalam riwayat Abu Dawud dengan lafadz ‘maka
dia tinggal selama 7 tahun’ tanpa keraguan. Maka riwayat yang tegas
lebih dikedepankan daripada yang ragu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 6/15,
Program Maktabah Syamilah)

Asal Munculnya
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa munculnya dari arah
timur atau Al-Masyriq. Ibnu Katsir t mengatakan:
“Munculnya Mahdi dari negeri-negeri timur bukan dari gua Samarra,
seperti disangka oleh orang-orang bodoh dari kalangan Syi’ah.”
(An-Nihayah Fil Malafim wal Fitan, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Dari Ibnu Mas’ud z, ia mengatakan:“Tatkala kami berada di sisi
Rasulullah n, tiba-tiba datang sekelompok pemuda dari Bani Hasyim.
Ketika Nabi melihat mereka, kedua mata beliau berlinang air mata dan
berubahlah roman mukanya. Maka aku katakan: ‘Kami masih tetap
melihat pada wajahmu sesuatu yang tidak kami sukai.’ Lalu beliau
menjawab: ‘Kami ahlul bait. Allah telah pilihkan akhirat untuk kami
daripada dunia. Dan sesungguhnya sepeninggalku, keluargaku akan
menemui bencana-bencana dan pengusiran. Hingga datang sebuah kaum
Page | 16
dari arah timur, bersama mereka ada bendera berwarna hitam1. Mereka
meminta kebaikan namun mereka tidak diberi, lalu mereka memerangi
dan mendapat pertolongan sehingga mereka diberi apa yang mereka
minta, tetapi mereka tidak menerimanya. Hingga mereka menyerahkan
kepemimpinan kepada seseorang dari keluargaku. Lalu ia memenuhi bumi
ini dengan keadilan sebagaimana orang-orang memenuhinya dengan
kedzaliman. Barangsiapa di antara kalian mendapatinya maka datangilah
mereka, walaupun dengan merangkak di atas es’.” (HR. Ibnu Majah no.
4082, sanadnya hasan lighairihi menurut Asy-Syaikh Al-Albani t dalam
Adh-Dha’ifah, 1/197, pada pembahasan hadits no. 85)
As-Sindi mengatakan: “Yang nampak, kisah itu merupakan isyarat
keadaan Al-Mahdi yang dijanjikan. Oleh karena itu, penulis (Ibnu Majah)
menyebutkan hadits ini dalam bab ini (bab keluarnya Al-Mahdi).”
Ibnu Katsir t mengatakan: “Dan orang-orang dari timur mendukung
(Al-Mahdi), menolongnya dan menegakkan agamanya, serta
mengokohkannya. Bendera mereka berwarna hitam, dan itu merupakan
pakaian yang memiliki kewibawaan, karena bendera Rasulullah berwarna
hitam yang dinamai Al-Iqab.” (An-Nihayah fil Malahim, 1/17, Program
Maktabah Syamilah)
Beliau juga mengatakan: “Maksudnya, Al-Mahdi yang terpuji yang
dijanjikan keluarnya di akhir zaman asal munculnya adalah dari arah
timur, dan diba’iat di Ka’bah seperti yang disebutkan oleh nash hadits.”
(idem, 1/17)
Tentang tempat bai’atnya telah diisyaratkan oleh hadits Abu Hurairah
z, Nabi n bersabda: “Seseorang dibai’at di antara rukun (Hajar Aswad)
dan Maqam (Ibrahim).” (HR. Ibnu Hibban no. 6827, Ahmad, dan
Al-Hakim; dan beliau menshahihkannya)
Proses Munculnya Al-Imam Al-Mahdi
Munculnya Al-Imam Al-Mahdi bukan bak sulap batil, yang seolah
muncul tanpa sebab dan tiba-tiba. Namun munculnya tentu mengikuti
sunnatullah pada alam ini, yakni melalui proses yang menuju ke arah
Page | 17
sana.
Menjelaskan hal itu, Asy-Syaikh Al-Albani t mengatakan: “…Nabi
memberikan kabar gembira tentang akan datangnya seseorang dari
keluarganya dan beliau menyebutkannya dengan sifat-sifat yang
menonjol. Di antara yang sifat terpenting adalah bahwa beliau berhukum
dengan Islam dan menebarkan keadilan di antara manusia.
Jadi, pada hakikatnya beliau termasuk para mujaddid yang Allah l
munculkan di penghujung tiap 100 tahun, sebagaimana telah shahih
berita (tentang hal ini) dari beliau n. Ini (keberadaan mujaddid di tiap
satu abad) juga bukan berarti tidak perlu berupaya mencari ilmu dan
mengamalkannya untuk memperbarui agama. Sehingga, akan keluarnya
Al-Mahdi tidaklah berarti bermalas-malasan karenanya, serta tidak
bersiap atau beramal untuk menegakkan hukum Allah l di muka bumi.
Bahkan sebaliknya (beramal) itulah yang benar, karena Al-Mahdi tidak
mungkin upayanya lebih dari Nabi kita Muhammad n yang selama 23
tahun berbuat untuk mengokohkan pilar-pilar Islam dan menegakkan
negaranya.
Maka kira-kira apa yang akan dilakukan Al-Mahdi seandainya ia
muncul dan mendapati kaum muslimin dalam kondisi terpecah,
berkelompok-kelompok dan ulama mereka (muncul) –kecuali sedikit dari
mereka– (karena) orang-orang telah menjadikan mereka sebagai para
pemimpin. Tentu (Al-Mahdi) tidak akan dapat menegakkan negara Islam
kecuali setelah mempersatukan kalimat mereka dan menyatukan mereka
dalam satu barisan serta dalam satu bendera.
Dan ini –tanpa diragukan– membutuhkan waktu yang panjang, Allah
Maha Tahu tentangnya. Syariat serta akal, keduanya mengharuskan agar
orang-orang yang ikhlas dari kalangan muslimin menjalankan kewajiban
ini. Sehingga manakala Al-Mahdi keluar, tiada kebutuhan kecuali tinggal
menggiring mereka kepada kemenangan. Kalaupun belum keluar, maka
mereka pun telah melakukan kewajiban mereka dan Allah l berfirman:
“Dan katakanlah: ‘Beramallah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat amalan kalian itu’.” (At-Taubah: 105)
Page | 18
[Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 4/42-43]
Wallahu a’lam.

------------------------
1 Ibnu Katsir v mengatakan: “Bendera itu bukanlah yang dibawa Abu
Muslim dari Khurasan yang kemudian menghancurkan dinasti Bani
Umayyah pada tahun 132 H. Namun bendera hitam lain, yang datang
mengiringi Al-Mahdi.” (An-Nihayah, 1/17)
Bukan pula pasukan Thaliban yang di Afghanistan, sebagaimana
yang disebut dalam poster berjudul Huru-Hara Akhir Zaman karya Amin
Muhammad Jamaludin yang laris itu. Selebaran itu sendiri sarat dengan
berbagai ramalan dan takwil (baca: penyelewengan makna) hadits-hadits
Nabi n tentang tanda-tanda hari kiamat. Hendaknya kaum muslimin tidak
lekas terkesima dengan takwil semacam itu. Sebagaimana pula hal ini
tidak berarti mengingkari hadits-hadits Nabi n tentang peristiwa akhir
zaman.
-----------
Perbedaan Mahdi AhlusSunnah dan Mahdi Syi’ah
Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 033
(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar, ZA)
Page | 19
Seperti yang telah disinggung, sebenarnya Mahdi ala Syi’ah hanyalah
khurafat yang tiada nyatanya. Sehingga perbandingan di sini adalah
perbandingan antara Mahdi nyata dan Mahdi fiktif yang diyakini Syi’ah.
1. Mahdi Ahlus Sunnah bernama Muhammad bin Abdillah sesuai dengan
nama Nabi n dan nasabnya. Sedangkan Mahdi Syi’ah namanya
Muhammad bin Hasan Al-‘Askari.
2. Mahdi Ahlus Sunnah dari keturunan Al-Hasan bin ‘Ali. Sedangkan Mahdi
Syi’ah dari keturunan Al-Husain bin ‘Ali.
3. Mahdi Ahlus Sunnah kelahiran dan kehidupannya seperti layaknya
manusia yang lain. Sedangkan Mahdi Syi’ah dikandung dan dilahirkan
dalam waktu semalam, lalu masuk sirdab pada umur 9 tahun,
sementara telah berlalu di dalamnya waktu sepanjang 1.150 tahun
lebih.
4. Mahdi Ahlus Sunnah muncul untuk menolong muslimin secara umum,
tanpa membedakan jenis mereka. Sedangkan Mahdi Syi’ah hanya
untuk Syi’ah Rafidhah, bahkan sangat benci kepada bangsa Arab,
terlebih Quraisy.
5. Mahdi Ahlus Sunnah mencintai para sahabat dan ibu-ibu kaum
mukminin (istri-istri Nabi n). Sementara Mahdi Syi’ah sangat
membenci mereka, bahkan menyiksa mereka setelah mengeluarkan
mereka dari kubur mereka.
6. Mahdi Ahlus Sunnah mengamalkan Sunnah Nabi n dan memberantas
bid’ah. Sementara Mahdi Syi’ah mengajak kepada agama baru dan
kitab yang baru.
7. Mahdi Ahlus Sunnah memakmurkan masjid. Sementara Mahdi Syi’ah
menghancurkan masjid. Ia menghancurkan Masjidil Haram Ka’bah,
masjid Nabawi, dan seluruh masjid.
8. Mahdi Ahlus Sunnah berhukum dengan Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah n. Sedangkan Mahdi Syi’ah berhukum dengan hukum
keluarga Dawud.
9. Mahdi Ahlus Sunnah muncul dari negeri timur. Sementara Mahdi Syi’ah
Page | 20
muncul dari sirdab Samarra`.
10. Mahdi Ahlus Sunnah benar-benar ada, seperti terdapat dalam hadits
dan penjelasan ulama. Sementara Mahdi Syi’ah adalah khayalan dan
tidak akan muncul sampai kapan pun. (diringkas dari kitab Badzlul
Majhud karya Asy-Syaikh Abdullah Al-Jumaili, 1/255-257)
11. Mahdi Ahlus Sunnah datang membawa keadilan. Sementara Mahdi
Syi’ah datang membawa malapetaka dan kehancuran.
-----------
Bantahan Singkat Terhadap Keyakinan Syi’ah dan
Mahdi Versi Mereka
Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 033
Page | 21
(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar, ZA)

Para ulama telah membongkar kebohongan Mahdi versi Syi’ah dan


membantah tuntas syubhat-syubhat mereka.
Di antara para ulama yang telah melakukannya adalah Ibnu
Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir, dan ulama-ulama masa kini.
Untuk itu kami ringkaskan pembahasan berikut ini dari kitab Badzlul
Majhud Fi Itsbati Musyabahatir Rafidhah Lil Yahud karya
Asy-Syaikh Abdullah Al-Jumaili.

1. Al-Hasan Al-‘Askari sebagai bapak Al-Mahdi versi Syi’ah


sebenarnya tidak mempunyai anak. Ia meninggal tanpa keturunan. Dan
sungguh ini adalah hikmah Allah l yang besar untuk membongkar kedok
kedustaan mereka. Dan ini diakui oleh buku-buku Syi’ah sendiri seperti
Al-Kafi karya Al-Kulaini, Al-Irsyad karya Al-Mufid, dan lain-lain.
2. Anggaplah kelahiran itu ada, tapi persembunyiannya yang lama ini
membuat keberadaannya tiada arti. Ath-Thusi, ulama mereka,
menyebutkan sebab tidak keluarnya adalah takut dibunuh. Ini adalah
sebab yang dibuat-buat, karena dalam keyakinan mereka, ia akan muncul
dan mendapat pertolongan dari Allah (Biharul Anwar, 52/191).
Lalu mengapa takut? Ataukah dia tidak beriman dengan berita-berita
riwayat mereka itu? Demikian pula, bila dia takut dibunuh alias pengecut,
maka ini –menurut mereka juga– tidak sesuai dengan syarat keimaman.
Sebab, menurut mereka, syarat sebagai seorang imam adalah harus yang
paling pemberani. (Al-Anwar An-Nu’maniyyah, 1/34)
3. Artinya pula, ia akan keluar nanti bila sudah aman. Lalu untuk apa
keluar jika sudah aman, tidak ada perlunya?!
4. Sekarang negara Syi’ah sudah ada, yaitu Iran. Bukankah negara
itu siap melindungi Mahdi mereka? Mengapa tidak keluar?
5. Kalau ia tidak bisa melindungi dirinya dari pembunuhan,
bagaimana mau melindungi orang lain? Alasan yang dibuat-buat itu,
justru menunjukkan bahwa Mahdi mereka memang tidak ada.
Page | 22
6. Mahdi mereka itu tidak ada maslahatnya dari sisi din dan dunia.
Lebih-lebih di antara prinsip Syi’ah adalah bahwa hukum-hukum syariat
tidak bisa dilaksanakan sampai munculnya Mahdi. Sementara Mahdi
mereka hanya fiktif. Artinya, mereka hidup tanpa syariat.
Apakah ini bisa diterima oleh akal seorang muslim, siapapun dia?
Oleh karenanya, mau tidak mau Khomeini (tokoh Syiah) harus mengakui
realita ini, sehingga dia katakan: “Sesungguhnya, kita berada pada masa
persembunyian besar (Mahdi) dan telah lewat masanya lebih dari 1.200
tahun… Sekarang sesungguhnya hukum-hukum Islam dan
undang-undang syariat, apakah akan dibiarkan dan ditinggalkan sampai
masanya muncul, supaya selama selang waktu persembunyian yang
panjang masanya ini orang-orang menjadi tanpa beban, mereka berada
dalam kebebasan semau mereka? Maknanya bahwa syariat Islam hanya
untuk waktu yang terbatas. Dalam kurun waktu 1 atau 2 abad saja. Dan
ini adalah termasuk penghapusan syariat Islam yang paling jelek yang
kami tidak sependapat dengannya. Demikian pula tidak seorang muslim
pun sependapat….” (Al-Hukumah Al-Islamiyyah, hal. 41-42, dinukil dari
Badzlul Majhud karya Asy-Syaikh Abdullah Al-Jumaili, 1/272)
Asy-Syaikh Abdullah Al-Jumaili mengatakan: “Apa yang
disebutkan oleh Khomeini bahwa keyakinan Al-Ghaibah (persembunyian
Al-Mahdi) pada akhirnya mengarah kepada penghapusan syariat mereka.
Ini adalah pendapat yang benar yang Allah l tampakkan melalui lisannya,
untuk Allah l tegakkan hujjah atas mereka (orang-orang Syi’ah).” (Badzlul
Majhud karya Asy-Syaikh Abdullah Al-Jumaili, 1/272)
Dari sini, mungkinkah Sunnah dan Syi’ah bergandeng tangan? Orang
yang berakal tentu menjawab tidak mungkin. Hal itu bagaikan
mencampur antara minyak dan air.
Atas dasar itu, maka segala ajakan menuju pendekatan antara
Sunnah dan Syi’ah adalah merupakan kesesatan dan upaya untuk
mengubur al-wala` dan al-bara` serta menghapus identitas As-Sunnah
dari Ahlus Sunnah.
Tidakkah kalian sadar –wahai pengikut aliran Syi’ah– akan kebatilan
Page | 23
aqidah kalian ini? Dan ini baru satu masalah. Demikian pula
aqidah-aqidah kalian yang lain. Tak jauh kebatilannya dari itu, bahkan
banyak yang lebih batil darinya. Sadarlah dan kembalilah kepada Islam
yang dibawa oleh Rasul Rabb semesta alam, Muhammad bin Abdillah
Al-Qurasyi, Al-Hasyimi…

Wallahu a’lam.
------------
Selesai pembuatan file pdf,
Surakarta, Selasa 22 Mei 2012
Admin Maktabah IMU

Abdurahman Baharudin wahid


http://islamicandmedicalupdates.blogspot.com
baharudinwahida@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai