Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
derajad kesehatan suatu negara dan di seluruh dunia. Di Indonesia Angka Kematian bayi
masih sangat tinggi, hal ini bisa dilihat hasil survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
bahwa Angka Kematian Bayi di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 31/1000 KH.
(http://jurnal.unimus.ac.id)
Sampai saat ini persalinan prematur penyumbang mortalitas dan morbiditas yang
sangat tinggi, hal ini disebabkan sistem organ yang imatur seperti pada bagian organ paru,
jantung dan otak, sehingga permasalahan banyak dialami baik kelainan jangka pendek
maupun jangka panjang. Adapun kelainan jangka pendek yang sering terjadi adalah:
gangguan saluran pernafasan (Respiratory Distress Syndrome / RDS, displasia
bronkopulmonal), Perdarahan intra / periventrikuler, Necrotizing Entero Cilitis (NEC), paten
duktus arteriosus dan bahkan sepsis. Sedangkan kelainan jangka panjang yang sering
dialami berupa kelainan neurologik seperti cerebral palsi, retinopaty bahkan bisa terjadi
retardasi mental. Sumber daya keperawatan yaitu perawatan medis dan biaya juga
merupakan alat ukur beban permasalahan yang dihadapi masyarakat terkait dengan
persalinan prematur.
Persalinan prematur adalah persalinan kurang bulan dengan usia kehamilan sebelum
37 minggu atau dengan berat janin kurang 2500 gram. (Cunningham, 2013)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa persalinan prematur adalah bayi
yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau kurang.
Penyebab persalinan prematur biasanya disebabkan karena indikasi medis dimana
mengakhiri kehamilannya demi untuk menyelamatkan kondisi baik ibu maupun janin
misalnya ibu dengan pre-eklamsi, plasenta previa, solusio plasenta, ketuban pecah prematur
dan gawat janin. Sedangkan persalinan prematur disebabkan karena proses patologi yaitu
suatu keadaan dimana kondisi dapat mempengaruhi kehamilan sehingga menimbulkan
kontraksi rahim atau perubahan servik misalnya : infeksi saluran kemih, stress, trauma atau
kelainan pada uterus dan servik.

1
Menurut Ananth, 2002 kejadian persalinan prematur masih tinggi di negara – negara
maju terutama di Amerika Serikat dimana kejadian persalinan prematur pada tahun 2013
sebesar 11,39 % dan Eropa bervariasi antara 5 % sampai 7 % dari total persalinan dan
sebagian besar persalinan prematur terjadi secara spontan sekitar 40 - 45 %, Sedangkan
karena indikasi ibu dan janin sekitar 30 – 35 %, sisanya 25 – 30 % didahului dengan ketuban
pecah prematur. (Cunningham, 2013)
Meis dkk (1998) dalam Cunningham (2013), menganalisa penyebab persalinan
prematur sebelum usia gestasi 37 minggu pada sebuah studi populasi kehamilan tunggal
yang dilakukan di NICHD Maternal-Fetal Medicine Units Network. Sekitar 20% kelahiran
prematur diindikasikan disebabkan oleh preeklamsia (45%), gawat janin (27%),
pertumbuhan janin terhambat 9 (10%), ablasio plasenta (7%) dan kematian janin sebesar
(7% ). Sisanya 72% disebabkan persalinan prematur spontan atau tanpa pecah ketuban. Ibu
hamil dengan plasenta previa dan kehamilan multipel yang keduanya sering disertai
kelahiran prematur.
Persalinan prematur mengancam dilihat dari faktor maternal adalah faktor usia,
riwayat persalinan prematur sebelumnya, jarak kehamilan, dan infeksi, trauma, . Usia kurang
dari 18 tahun atau > 35 tahun adalah usia yang paling rawan terjadi persalinan prematur
mengancam karena pada saat hamil usia < 20 tahun gizi kurang, alat reproduksi belum
matang dan kesiapan mental kurang dalam mengahadapi proses kehamilan, sedangkan usia
diatas 40 tahun terjadi penurunan fungsi organ akibat proses penuaan yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembanngan janin.
Menurut Kusnadi,dkk ( 2009) bila ibu hamil mengalami 1 kali riwayat persalinan
prematur sebelumnya mempunyai risiko untuk mendapatkan persalinan prematur lagi
sebesar 2 kali dan bila mengalami 3 kali mengalami persalinan prematur maka akan berisiko
5 kali kehamilannya mengalami persalinan prematur. Jarak persalinan yang dekat juga
berisiko terjadinya persalinan prematur mengancam karena ibu belum cukup waktu untuk
memulihkan kondisi tubuhnya, sedangkan dari faktor infeksi dimana ibu hamil mengalami
peningkatan hormon prostaglandin dan kecenderungan daya tahan tubuh menurun sehingga
membuat PH vagina > 4,5 kecenderungan timbulnya kuman anaerob sehingga timbul bakteri
vaginosis sedangkan ureter mengalami dilatasi sehingga terjadi refluk air kemih ke dalam

2
kandung kemih sehingga menyebabkan infeksi saluran kemih yang berpengaruh terjadinya
persalinan prematur mengancam.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah betapa pentingnya
mengetahui tentang perdarahan tentang komplikasi pada kehamilan yang kemungkinan
dapat terjadi pada masa kehamilan seperti infeksi yang disebabkan oleh Prematur Kontraksi.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat mengetahui masalah tentang prematur kontraksi dan asuhan kebidanan
pada klien dengan prematur kontrkasi.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus “ asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan premature kontraksi”.
Ini disusun agar :
a. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian, Etiologi, gejala, Patofisiologis,
komplikasi, penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang, serta proses perawatan.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi pendidikan kesehatan yang diperlukan pada
pasien yang di rawat dengan keluhan premature kontraksi.
c. Mahasiswa dapat mengidentifikasi asuhan kebidanan pada klien dengan premature
kontraksi.
d. Agar laporan kasus ini dapat menjadi bahan ajar bagi mahasiswa lainnya tentang
berbagai hal yang berhubungan dengan premature kontraksi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Prematur Kontraksi atau Persalinan Palsu adalah kontraksi yang di alami dapat
sangat tidak nyaman atau berdurasi lebih lama, sehingga memberi kesan bahwa
persalinan telah di mulai. Dan lain pihak berulangnya episode persalinan palsu dapat
menandkan gangguan janin dan perlunya pelahiran dini untuk menghindari kematian
janin.
Kontraksi palsu atau kontraksi Braxton Hicks merupakan kondisi menegangnya
otot-otot rahim yang membuat otot perut ikut mengencang bahkan terasa keras jika
disentuh. kondisi tersebut diikuti dengan perasaan nyeri pada perut yang kemudian
menjalar ke tubuh bagian bawah. Biasanya kondisi ini hanya berlangsung selama 1-2
menit saja.
B. Etiologi
1. Komplikasi Medis Dan Obstetrik
28% persalinan preterm kehamilan tunggal disebabkan oleh beberapa hal :
50% akibat pre eklampsia
25% akibat gawat janin
25% akibat IUGR, solusio plasenta atau kematian janin
72% persalinan preterm kehamilan tunggal sisanya adalah persalinan spontan
preterm dengan atau tanpa disertai KPD
2. Gaya Hidup
Merokok, kenaikan BB selama kehamilan yang tidak memadai serta penggunaan
obat-obatan tertentu memiliki peranan penting dalam angka kejadian dan outcome
BBLR.
Casaenuva 2005 : menyimpulkan bahwa faktor maternal lain yang berkaitan
dengan persalinan preterm adalah :
a. Kehamilan remaja atau kehamilan pada usia “tua”
b. Tubuh dengan posture pendek
c. Sosial ekonomi kurang

4
d. Defisiensi vit C
e. Faktor pekerjaan (berjalan jauh, berdiri lama, pekerjaan berat, jam kerja yang
terlalu lama)
3. Faktor Genetik
Perkiraan bahwa terdapat hubungan antara faktor genetik dengan
persalinan preterm adalah berdasarkan pada sifat persalinan preterm yang
seringkali berulang, menurun dalam keluarga dan banyak dijumpai pada ras
tertentu.
4. Korioamnionitis
Infeksi selaput ketuban dan cairan amnion yang disebabkan oleh berbagai
jenis mikroorganisme dapat menjelaskan peristiwa KPD dan atau persalinan
preterm.
Jalan masuk mikroorganisme kedalam cairan amnion pada kondisi selaput
ketuban yang masih utuh tidak jelas. Endotoksin sebagai produk dari bakteri dapat
merangsang monosit desidua untuk menghasilkan cytokine yang selanjutnya
dapat merangsang asam arachidonat dan produksi prostaglandine. Prostaglandine
E2 dan F2α bekerja dengan modus parakrin untuk merangsang terjadinya
kontraksi miometrium

C. Faktor risiko
Berikut ini adalah beberapa faktor risiko dari premature kontraksi:
a. Faktor Iatrogenik
Perkembangan teknologi dan etika kedokteran, menempatkan janin sebagai
individu yang mempunyai hak atas kehidupannya. Apabila kelanjutan kehamilan
dapat membahayakan janin, maka janin harus dipindahkan ke lingkungan luar yang
lebih baik dari rahim ibu, bila ibu terancam oleh kehamilannya, maka kehamilan
harus di akhiri. (Cunningham, 2013)
Mengakhiri kehamilan karena indikasi medis merupakan pertimbangan awal
dalam pertolongan persalinan yang tidak dapat dihindari, sehingga untuk
mempertahankan kehamilan tidak dapat dilakukan karena memberikan dampak yang
buruk baik terhadap keselamatan ibu maupun janin. Mengakhiri kehamilan adalah

5
langkah terbaik yang bisa dilakukan secara persalinan normal maupun tindakan
operatif seksio sesaria.
Menurut Annath dan Vintzileos (2006), penyebab persalinan prematur
berdasarkan indikasi medis adalah Pre-eklamsia, distress janin, kecil masa kehamilan,
solusio plasenta, plasenta previa, perdarahan tanpa sebab yang jelas, diabetes,
penyakit ginjal dan pecahnya ketuban sebelum persalinan dengan usia kehamilan
kurang 37 minggu sebagai mekanisme patologis akibat adanya infeksi intra amnion
dimana adanya cenderung untuk mengakhiri kehamilan.
Menurut Meis dkk (2013), melaporkan bahwa 28% persalinan prematur dengan
kehamilan tunggal disebabkan oleh : 50% akibat pre-eklamsia, 25% akibat gawat
janin, 25% akibat IUGR, solusio plasenta atau kematian janin, sedangkan 72% terjadi
secara spontan dengan atau tanpa disertai ketuban pecah dini.
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2010), bahwa mengakhiri kehamilan bukan
hanya karena indikasi medis yang menambah prevalensi terjadinya persalinan
prematur, tetapi kejadian persalinan prematur mengancam dengan selaput ketuban
utuh atau ketuban pecah prematur dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu akan
menambah daftar meningkatnya angka persalinan prematur.
b. Faktor Maternal
1) Usia Ibu
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam menentukan
pertumbuhan dan perkembangan janin adalah usia, kematangan, fisik, dan alat
reproduksi. Secara fisik dan mental usia yang paling baik untuk hamil berkisar
antara 20 – 35 tahun karena pada usia tersebut secara biologis memiliki alat
reproduksi wanita yang berkembang dan berfungsi secara maksimal dan
merupakan puncak kesuburan, begitu juga faktor kejiwaan sudah matang sehingga
tidak mempengaruhi berbagai faktor penyulit ketika hamil seperti keguguran,
perdarahan bahkan kematian.
Menurut Widyastuti (2009), usia reproduktif adalah 20 – 30
tahun, bila kehamilan di usia kurang 20 tahun secara fisik dan psikis kurang
terutama pemenuhan gizi, sedangkan usia lebih 35 tahun mengalami kemunduran
fungsi dan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit, keguguran,

6
persalinan prematur. Ilmu kedokteran mengatakan bahwa secara biologis saat usia
dibawah 20 tahun, tubuh memiliki organ reproduksi yaitu sel telur yang belum
siap matang dan belum sempurna, dikhawatirkan mengganggu perkembangan
janin serta berisiko tinggi mengalami kondisi buruk pada saat hamil seperti
tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, kelahiran premature, IUGR, depresi post
partum bahkan kematian yang tinggi karena perdarahan dan infeksi.
Menurut Casanueva dkk (2005), setelah dilakukan penelitian bahwa faktor
maternal yang terkait dengan persalinan prematur adalah usia ibu terlalu muda
atau terlalu tua,kemiskinan,pekerjaan yang terlalu berat.(Cunningham, 2013)
Menurut Manuaba (2010), satu resiko terjadinya persalinan prematur
mengancam adalah faktor usia yaitu terjadi pada ibu hamil berusia muda atau tua,
antara usia kurang dari 18 tahun atau diatas 40 tahun. Dimana pada usia terlalu
muda hal yang paling penting adalah faktor gizi dan kesiapan mental yang kurang
siap dalam menjalani proses kehamilan, sehingga menimbulkan strees bahkan
depresi yang berakibat buruk terhadap kesehatan dan berpengaruh terhadap
kehamilan.
Wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun akan lebih berisiko lebih tinggi
mengalami penyulit-penyulit obstetri sebagai akibat peningkatan dalam masalah
kesehatannya seperti hipertensi, diabetes, solusio plasenta, persalinan prematur,
lahir mati dan plasenta previa yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas terutama perinatal.(Cunningham, 2013)
2) Riwayat Kelahiran Prematur
Menurut Spong (2007), dalam buku Cunningham menyatakan salah satu
faktor utama terjadinya persalinan prematur adalah memiliki riwayat kelahiran
prematur.
Ibu yang pernah mengalami dan memiliki kehamilan prematur
sebelumnya rentan untuk melahirkan secara prematur kembali, demikian juga
memiliki riwayat aborsi atau keguguran sebelumnya rentan terjadi persalinan
prematur.

7
Bloom (2001) melakukan penelitian di RS. Parkland bahwa wanita yang
melahirkan anak pertama prematur, meningkat tiga kali lipat dibanding dengan
wanita yang bayi pertamanya lahir cukup bulan. (Cunningham,2013)
Wanita yang telah mengalami kelahiran prematur pada kehamilan yang
terdahulu memiliki risiko 20% sampai 40% untuk terulang kembali kejadian
persalinan prematur.(Varney,2007)
3) Trauma
Trauma, inkompetensi servik, sosial ekonomi, stress, gaya hidup dengan
merokok dan infeksi saluran kemih maupun infeksi vaginosis bacterial
memberikan andil penyebab terjadinya persalinan prematur. (Goldenberg &
Coper,dkk dalam buku Cunningham, 2013)
Riwayat yang mengalami jatuh, terpukul pada perut atau riwayat
pembedahan seperti seksio sesarea sebelumnya. (Oxorn, 2010)
Melakukan hubungan seksual dapat terjadi trauma karena menimbulkan
rangsangan pada uterus sehingga terjadi kontraksi dan sperma yang yang
mengandung hormon prostaglandin merupakan hormon yang dapat merangsang
kontraksi uterus. (Bobak, 2005)
4) Infeksi.
Vaginosis bakterial dimana pada kondisi ini flora normal yaitu dominan
kuman lactobacillus yang memproduksi hydrogen peroksida digantikan kuman
anaerob dikaitkan dengan persalinan prematur mengancam, persalinan prematur
dan ketuban pecah dini. (Cunningham, 2013)
Hiller dkk (1995),vaginitis bacterial telah dikaitkan dengan abortus
spontan, persalinan kurang bulan, ketuban pecah dini, kurang bulan
korioamnionitis dan infeksi cairan ketuban.Vaginosis bakterial adalah kondisi
dimana flora normal vagina laktobasilus digantikan dengan bakteri anaerob
gradnerella vaginalis dan mycoplasma homilis. Diagnosa dari bacterial vaginosis
(BV) didasarkan atas pemeriksaan PH vagina > 4,5, bau amine bila lender vagina
ditambah KOH, sel clue dimana sel epitel vagina diliputi bakteri, pengecatan
dengan gram tampak adanya sel putih dengan flora campuran. Meskipun beberapa

8
penelitian menghubungkan ini dengan persalinan prematur mengancam atau
ketuban pecah prematur. (Cunningham, 2013)
5) Gaya Hidup
Menurut Ehrenberg dkk (2009), Merokok, pertambahan berat badan yang
tidak adekuat dan penggunaan narkoba berperan penting pada insiden terjadinya
persalinan prematur. (Cunningham, 2013)
Faktor psikologis seperti depresi, cemas dan stres kronik telah di laporkan
terkait dengan kelahiran prematur. (Copper,1996)
6) Kesenjangan Ras dan Etnik
Menurut Kistka dkk (2007), melakukan analisis tentang kesenjangan ras
yang tidak tergantung pada faktor risiko medis dan sosial ekonomi, bahwa wanita
kulit hitam memiliki peningkatan risiko kelahiran prematur berulang dengan
menyiratkan bahwa adanya faktor intrinsik pada populasi ini.(Cunningham,2013)
7) Pekerjaan
Jam kerja yang panjang dan kerja fisik yang berat berhubungan dengan
peningkatan terjadinya persalinan prematur. (Cunningham, 2013)
Menurut Goldenberg dkk (2008), melakukan penelitian mengenai aktivitas
fisik berhubungan dengan persalinan prematur telah membuahkan hasil yang
bertentangan. (Cunningham, 2013)
8) Genetik
Kelahiran prematur yang bersifat berulang, berhubungan dengan keluarga
dan ras telah menimbulkan pendapat bahwa genetika mungkin memainkan peran
penyebab. (Ananta, 2009)
9) Penyakit Periodontal
Peradangan gusi merupakan peradangan kronik anaerob yang
mempengaruhi sebanyak 50% wanita hamil.(Cunningham,2013)
10) Jarak Kehamilan
Sebuah study meta analisis ditemukannya bahwa jarak kehamilan yang
masih kurang dari 18 bulan erat kaitannya terjadi berat badan lahir rendah,
persalinan prematur, dan ukuran bayi tidak sesuai dengan usia kehamilannya,
sehingga dapat dikatakan bahwa jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat

9
memberikan dampak negatif atau berbahaya bagi ibu karena dapat menyebabkan
komplikasi yaitu mengalami anemia pada masa kehamilan berikutnya dan dapat
memberikan dampak yang berbahaya bagi kesehatan ibu dan bayinya.
c. Faktor Janin
1) Kehamilan Kembar
Persalinan pada kehamilan kembar besar kemungkinan terjadi masalah
seperti resusitasi neonatus, persalinan prematur, perdarahan post partum,
malpresentasi kembar ke dua, atau perlunya tindakan seksio sesaria. (Varney,
2007)
Menurut Norwitz dan Schorge (2008), persalinan pada kehamilan kembar
meningkat sesuai bertambahnya jumlah janin yaitu lama kehamilan rata-rata
adalah 40 minggu pada kehamilan tunggal, 37 minggu pada kehamilan kembar
dua, 33 minggu pada kehamilan kembar tiga, 29 minggu pada kehamilan kembar
empat.
2) Janin Mati dalam Rahin (IUFD)
Kematian janin dalam rahim (IUFD) adalah kematian janin dalam uterus
yang beratnya 500 gr atau lebih dalam usia kehamilan telah mencapai 20 minggu
atau lebih. (Saifuddin, 2006)
3) Kelainan Kongenital
Menurut Dollan dkk (2007), setelah mengendalikan faktor pengganggu,
kehamilan dengan janin mengalami kecacatan berkaitan erat dengan kelahiran
prematur. (Cunningham,2013)
D. Patofisiologi
Terdapat empat teori mekanisme persalinan prematur mengancam yaitu aktivasi
poros hypothalamus-pituitary-ovari (HPO) maternal, fetal, inflamasi atau infeksi,
perdarahan desidua atau thrombosis dan distensi uterus patologis.
Menurut Goldenberg dkk, persalinan prematur mengancam mengaitkan dengan
ketidak seimbangan pengeluaran hormon progesteron dan oksitosin serta aktivasi
desidua. Teori pengeluaran hormon progesteron dimana semakin mendekati proses
persalinan sumbu adrenal janin menjadi lebih sensitif terhadap hormonandrenal
kortikotropik sehingga meningkatkan sekresi kortisol, kortisol janin tersebut akan

10
merangsang aktivasi 17-α-hidroksilase plasenta sehingga mengurangi sekresi progesteron
dan meningkatkan hormon estrogen, ketidakseimbangan hormon tersebut menyebabkan
keluarnya hormon prostaglandin yang memicu serangkaian proses persalinan.
(Cunningham, 2013)
Infeksi intrauterin menyebabkan persalinan prematur akibat dari aktivasi sistem
imun bawaan, maka mikroorganisme melepaskan sitokin inflamasi seperti interleukin-1
dan tumor nekrosis factor (TNF) yang kemudian merangsang produksi prostaglandin
yang merangsang kontraksi Rahim dan matrix-degrading enzyme yang berada di
ekstraseluler pada membran janin menyebabkan pecah ketuban dini. (Cunningham, 2013)
Infeksi korioamnionitis diyakini merupakan salah satu sebab terjadinya ketuban
pecah dini dan persalinan prematur. Perjalanan infeksi ini diawali dengan pengeluaran
produk aktivasi fofolipase-A2 yang melepas bahan asam arakidonat dari selaput amnion
janin, sehingga asam arakhidonat bebas meningkat untuk sekresi prostaglandin.
Endotoksin dalam air ketuban akan merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokin
dan prostaglandin yang dapat menginisiasi persalinan. (Prawirohardjo, 2010)
Proses persalinan prematur mengancam yang dikaitkan dengan infeksi
diperkirakan diawali dengan pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivasi monosit.
Berbagai sitokin, termasuk interleukin-1, tumor nekrosing factor (TNF), dan interleukin-6
adalah prodik sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan prematur mengancam.
Sementara Platelet Aktivatin Factor (PAF) yang ditemukan dalam air ketuban terlibat
secara sinergek pada aktivasi jalinan sitokin tadi. PAF diduga dihasilkan dari paru dan
ginjal janin. Dengan demikian janin memainkan peranan yang sinergik dalam mengawali
proses persalinan prematur mengancam yang disebabkan karena infeksi.
Trauma, panjang servik, kehamilan multiple (bayi kembar), hidramnion
menyebabkan regangan yang berlebih pada dinding uterus. Peregangan ini menyebabkan
peningkatan produksi PGE2 dan IL-8 serta merangsang produksi dari MMP-1 sehingga
menyebabkan degradasi dari serabut kolagen dan elastin pada serviks dan selaput
ketuban. (Peltier, 2003)
Perdarahan desidua dapat menyebabkan persalinan prematur mengancam. Lesi
plasenta dilaporkan 34% dari wanita dengan persalinan prematur mengancam di
karakteristikan sebagai kegagalan dari tranformasi fisiologi dari arteri spiralis, atherosis,

11
dan thrombosis arteri ibu dan janin. Diperkirakan adanya berhubungan lesivaskuler
dengan persalinan premature mengancam karena iskemi uteroplasenta. Trombin protease
diperkirakan memainkan peran utama memunculkan kontraksi dari vaskuler, intestinal,
dan otot halus miometrium serta otot polos longitudinal miometrium. (Prawirohardjo,
2010)
Mekanisme dari distensi uterus yang berlebihan hingga menyebabkan persalinan
prematur masih belum jelas, namun diketahui peregangan rahim akan menginduksi
ekspresi protein gap junction, seperti connexin-43 (CX-43) dan CX-26, serta
menginduksi protein lainnya yang berhubungan dengan kontraksi, seperti reseptor
oksitosin.
Faktor psikologis seperti depresi, cemas dan stres kronik telah di laporkan terkait
dengan kelahiran prematur ialah neuroendokrin yang menyebabkan aktifasi prematur
aksis HPA (hypothalamic-pituitary- adrenal). Proses ini di mediasi oleh
corticotrophinreleasing hormone (CRH) dan dehydroepiandrosteron synthase (DHEA-S)
melalui aktivasi aksis HPA janin dan menstimulasi plasenta untuk mensintesis estriol dan
prostaglandin sehingga menimbulkan persalinan prematur mengancam. (Cunningham,
2013)
E. Gejala Klinis
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
F. Diagnosis
Anamnesis: ditemukan tanda adanya His
Pemeriksaan fisik (pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam): pembukaan serviks, monitor
kontraksi
Pemeriksaan penunjang: transvaginal USG (melihat panjang serviks), fetal fibronectin

G. Penatalaksanaan
Wanita yang kehamilannya diidentifikasi berisiko mengalami kelahiran
preterm, dan juga mereka yang menunjukkan tanda dan gejala ancaman persalinan
12
preterm diberikan berbagai intervensi yang ditujukan guna memperbaiki hasil akhir
bayinya. Bila tidak ada indikasi ibu atau bayi yang mengharuskan persalinan secara
sengaja, maka sebagian besar intervensi diharapkan mencegah kelahiran preterm atau
meningkatkan kemampuan bayi untuk mengatasi lingkungan ekstrauteri. Menurut
Wiknjosastro, 2008, pada ibu-ibu yang berisiko mengalami persalinan preterm sebaiknya
perlu dilakukan penilaian tentang:
1. Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk penentuan prognosis daripada berat
janin.
2. Demam atau tidak
3. Kondisi janin (jumlahnya, letak/presentasi, taksiran berat janin, hidup/gawat janin/mati,
kelainan kongenital, dan sebagainya) dengan USG.
4. Letak plasenta perlu diketahui untuk antisipasi seksio sesarea.
5. Obat-obat yang digunakan dalam tatalaksana persalinan preterm antara lain:
a. Tokolitik Agen tokolitik yang sering digunakan dan bermanfaat dalam memperlama
kehamilan meliputi; β agonis, ritodrine, kalsium kanal bloker contohnya, nifedipine,
antagonis oksitosin (atosiban), obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID), contoh
indometasin atau inhibitor kerja otot uterus (progesteron). Pada keadaan dimana terjadi
dilatasi serviks < 4cm, sebaiknya persalinan dimulai setelah 24-48 jam memberikan
waktu untuk pemberian steroid pada ibu atau ibu dibawa ke ruang intensif neonatus
(Michael, 2010).
b. Kontraindikasi tokolitik (Lawrence, Stephen & Maxime, 2002; Diana-Fairley 2009):
1) Absolut
a) Penyakit tiroid
b) Penyakit jantung
c) Hipertensi berat (>160/110 mmHg)
d) Penyakit sel sabit
e) Korioamnionitis
f) Kematian intrauterin
2) Relatif
a) Persalinan berlanjut, bila dilatasi serviks > 4 cm
b) Perdarahan Antepartum

13
c) Diabetes Mellitus Maternal
a. Nefidipine
Nifedipine adalah obat untuk mengatasi tekanan darah tinggi atau hipertensi, fenomena
Raynaud, Nifedipine bekerja dengan menghambat jumlah kalsium yang menuju sel otot
‘halus’ di dinding pembuluh darah dan jantung, sehingga dapat mengurangi tekanan
darah, mengurangi tekanan dan rata-rata detak jantung, memperluas dan membuat rileks
pembuluh darah, serta meningkatkan aliran darah ke kaki dan tangan. Sel otot akan
menjadi rileks dengan berkurangnya jumlah kalsium karena untuk berkontraksi, otot
memerlukan kalsium.
Jenis Obat Obat penghambat kalsium

Golongan Obat resep

Ø Mengatasi tekanan darah tinggi atau hipertensi, dan


Manfaat fenomena Raynaud
Ø Mencegah angina

Dikonsumsi Oleh Dewasa

Bentuk Obat Tablet, dan kapsul

Dosis awal yang direkomendasikan untuk orang dewasa


Dosis adalah 5-20 mg tiap 8 jam dan tidak boleh melebihi 60 mg
per hari

a. Pengaruh Nefidipine Terhadap Prematur Kontraksi


kontraksi uterus adalah gejala yang paling sering diakui dan tanda kelahiran
prematur, penghambatan kontraksi uterus dengan agen tokolitik untuk
memperpanjang kehamilan dan mengurangi komplikasi neonatal telah dan terus
menjadi fokus pengobatan persalinan prematur. Agen tokolitik dimaksudkan untuk
mengurangi kontraksi rahim selama proses persalinan prematur (tokolisis akut) atau
mempertahankan ketenangan rahim setelah episode akut (maintenance tokolisis).
Nifedipine (calcium channel blocker), pemberian per oral efektif dalam menekan
kontraksi uterus dengan efek samping maternal dan janin yang minimal (nyeri kepala,
flushing, hipotensi dan takikardia).

14
Obat ini populer karena murah, mudah penggunaannya dan sedikit insiden
terjadinya efek samping. Obat ini terbukti menjadi obat tokolitik yang efektif baik
ketika dibandingkan dengan plasebo atau obat-obat lainnya. Banyak penelitian yang
menyatakan bahwa efektivitas obat ini sama dengan ritodrin dalam mencegah
prematur kontraksi.
1. Mekanisme kerja obat
Mekanisme kerjanya adalah blokade pada channel kalsium. Nifedipin dapat
menghambat pengeluaran kalsium dari retikulum sarkoplasma serta
meningkatkan refluks kalsium dari dalam sel. Sehingga terjadi penurunan kalsium
bebas intraselluler yang mengakibatkan inhibisi fosforilase myosin light chain
kinase (MLCK) sehingga terjadi relaksasi miometrium.
2. Farmakokinetik
Nifedipin diabsorbsi cepat di saluran pencernaan setelah pemberian oral ataupun
sublingual. Konsentrasi maksimal pada plasma umumnya dicapai setelah 15-90
menit setelah pemberian oral, dengan pemberian sublingual konsentrasi dalam
plasma dicapai setelah 5 menit pemberian. Lama kerja obat pada pemberian dosis
tunggal dapat sampai 6 jam dan tidak terjadi efek komulatif pada pemberian oral
setiap 6 jam. Absorpsi secara oral tergantung dari keasaman lambung. Nifedipine
dimetabolisme di hepar, 70-80% hasil metabolismenya dieksresikan ke ginjal dan
sisanya melalui feses (Putra HK, 2007).
3. Dosis nifedipine untuk mengurangi kontraksi uterus
a. Tokolisis dimulai dengan pemuatan dosis oral nifedipin 20 mg.
b. Jika kontraksi tidak berkurang setelah 60 menit, dosis yang sama diulang.
c. Jika kontraksi berkurang setelah dosis pertama atau kedua diberikan dosis
pemeliharaan 20 mg oral setiap 6 jam diberikan mulai 6 jam setelah dosis
terakhir dan berlanjut sampai 48 jam.
d. Pemberian nifedipine diberikan bersamaan dengan pemberian kortikosteroid
Berdasarkan jurnal Dhawle AS (2013), Semua pasien menerima dua dosis
12 mg betametason intramuskular, pertama saat masuk dan dosis kedua
duapuluh empat jam kemudian, untuk mempercepat kematangan paru janin

15
e. Kriteria gagal : kontraksi uterus menetap setelah 60 menit pemberian dosis
ulangan.
4. Kontraindikasi pemberian nefidipine
a. Hipotensi (80 sistolik/<50 mmHg diastolik)
b. Gangguan hipertensi kehamilan
c. Perdarahan antepartum
d. Ruptur membran atau tanda-tanda/gejala korioamnionitis
e. Serviks dilatasi> 4 cm
f. Penyakit jantung
g. Diketahui paparan tokolitik selama kehamilan saat ini
h. Kematian janin intrauterin (IUFD)
i. Malformasi janin
j. Pertumbuhan janin terhambat (IUGR)
k. Gawat janin (Putra HK, 2007).
5. Efek samping terhadap ibu
Berdasarkan penelitian Dhawle A et al (2013) efek samping yang ditemukan pada
ibu yang diberikan nefidipine adalah :
a. Hipotensi
Nifedipin menghasilkan hipotensi sistemik dengan menyebabkan
vasodilatasi perifer. Obat ini telah digunakan dalam terapi hipertensi selama
kehamilan atau post partum. Secara klinis, ketika digunakan untuk terapi
persalinan prematur, obat ini memiliki efek terhadap kardiovaskular yang
minimal.
b. Takikardia
c. Kemerahan pada kulit
d. Sakit kepala : untuk mengurangi sakit kepala diberikan paracetamol
e. Pusing
f. Nausea
g. Vasodilatasi

6. Efek samping terhadap janin

16
Berdasarkan penelitian Dhawle A et al (2013) pemberian nefidipine pada
persalinan prematur dapat menurunkan komplikasi pada janin, seperti:
a. Sindrom gangguan pernapasan (RDS)
b. Asfiksia
c. Hipoglikemia
d. Sepsis
e. Perawatan di Neonatal intensive care unit (NICU) dan lama dirawat
f. Penyakit kuning neonatal
7. Hasil penelitian
a. Berdasarkan hasil penelitian Dhawle A et al (2013) :
1) Perempuan dengan dilatasi <2cm yang diberikan nefidipine: dapat
menghilangkan kontraksi dan memperpanjang masa kehamilannya
sampai 3 minggu kedepan.
2) Sedangkan pada pasien dengan dilatasi > 3cm di awal tokolisis, bisa
mempertahankan kehamilannya sampai 48 jam.
3) Nifedipine secara signifikan lebih efektif dalam memperpanjang masa
kehamilan dan menunda persalinan prematur dengan menghambat
kontraksi uterus.
4) Nifedipine dapat menurunkan efek samping pada ibu dan janin
b. Hasil penelitian lyell DJ (2007):
1) Tidak ada perbedaan perpanjangan masa kehamilan antara pemberian
nifedipine dan magnesium sulfat
2) Nifedipine lebih efektif menurunkan efek samping pada ibu dan janin.

17
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep
1. Subjektif
Merupakan data yang berhubungan / masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi
pasien mengenai kekhawatiran dan keluhan yang dicatat sebagai kutipan langsung atau
ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis. Data subjektif
menguatkan diagnose yang akan dibuat. Tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil
bertanya dari pasien, suami atau keluarga (identitas umum, keluhan, riwayat menarche,
riwayat perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, riwayat KB, penyakit
sekarang, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit keturunan, riwayat psikososial,
pola hidup).
2. Objektif ( Data Yang Diobservasi )
Data objektif merupakan pendokumentasian hasil observasi yang jujur, hasil
pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan diagnostic lain .
Menggambarkan pendokumetasian hasil analisa dan fisik klien , hasil lab, dan test
diagnostic lain yang dirumuskan dalam data focus untuk mendukung assessment.
Catatan medis atau data fisiologis, hasil observasi yang jujur, informasi kajian teknologi
(hasil pemeriksaan laboratorium, sinar-X, rekaman CTG, USG dll). Apa yang dapat
diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang berarti di diagnosa yang akan
ditegakkan.
3. Analisa ( Diagnosa Kebidanan )
Assessment merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan)
dari data subjektif dan objektif. Karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami
perubahan dan akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif maupun objektif,
maka proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis. Analisis yang tepat dan
akurat mengikuti perkembangan data pasien akan menjamin cepat diketahuinya
perubahan pada pasien, dapat terus diikuti dan diambil keputusan / tindakan yang tepat.
4. Penatalaksanaan (Apa yang dilakukan terhadap masalah)

18
Planning adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang untuk
mengusahakan tercapainya kondisi pasien yang sebaik mungkin atau menjaga atau
mempertahankan kesejahteraannya. Proses ini termasuk kriteria tujuan tertentu dari
kebutuhan pasien yang harus dicapai dalam batas waktu tertentu. tindakan yang diambil
harus membantu pasien mencapai kemajuan dalam kesehatan dan harus mendukung
rencana dokter jika melakukan kolaborasi.

19
BAB IV
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN
KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL
PADA NY. A UMUR 24 TAHUN G4P0A3 GRAVIDA 25-26 MINGGU DENGAN
PREMATUR KONTRAKSI DI RUANG VK ANTURIUM RSUP Dr. HASAN SADIKIN
BANDUNG

Hari/Tanggal Pengkajian : Rabu, 18 Desember 2019


Tempat Pengkajian : Ruang VK Anturium
Pengkaji : Kelompok 1

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.”A”

Umur : 24 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Cibogo Rt 01 Rw 11 Lembang, Kabupaten Bandung Barat

IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB

Nama : Tn. “Z”


Hubungan : Suami
Umur : 24 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta

20
Alamat : Cibogo Rt 01 Rw 11 Lembang, Kabupaten Bandung Barat

SUBYEKTIF
1. Keluhan Utama
a. Ibu mengatakan hamil, merasakan mules-mules yang tidak semakin sering dan tidak
bertambah kuat sejak 6 jam
b. Ibu mengatakan keluar darah dari jalan lahir cairannya bening kental .
c. Ibu mengatakan tidak merasakan gerakan janin sejak 4 jam
d. Ibu mengatakan pernah mengalami keguguran, pada usia kehamilan pertama 3 bulan.
Kehamilan kedua 4 bulan, kehamilan ketiga 4 bulan.
e. Ibu mengatakan usia kehamilan 25 minggu, HPHT: 24 juli 2019, taksiran persalinan 27
maret 2020
f. Ibu mengatakan haid pertama usia 13 tahun
g. Ibu mengatakan tidak memiliki penyakit menular seperti hipertensi dan HIV/ AIDS
h. Ibu mengatakan belum pernah menggunakan lat kontrasepsi
2. Riwayat menstruasi
a. Menarrche : 13 tahun
b. Lama haid : 4-5 hari
c. Siklus : 28 hari
d. HPHT : 24-07-2019
e. Taksiran Persalinan : 27-03-2020
3. Riwayat perkawinan
a. Menikah/tidak menikah perempuan : 1 kali laki-laki : 1 kali
b. Umur menikah perempuan : 19 thn laki-laki : 19 thn
4. Riwayat kehamilan persalinan dan nifas yang lalu
No Tahun Tempat Umur Jenis Penolong Penyulit JK/BB Hidup
lahir
Persalinan Kehamil Persalinan Persalinan /mati
an
1 2012 RS 12 mg Kuretase Dokter - - Mati

2 RS 15-16 Kuretase Dokter - - Mati


mg

21
3 RS 16- 17 Kuretase Dokter - - Mati
mg

5. Riwayat kehamilan sekarang


Ibu mengatakan ini merupakan kehamilan yang keempat.
6. Riwayat penyakit yang lalu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular (HIV/AIDS, Hepatitis, TB)
maupun menurun dan menahun (DM, Jantung, Hipertensi) sekarang maupun dahulu.
7. Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular (HIV/AIDS, Hepatitis,
TB) maupun menurun dan menahun (DM, Jantung, Hipertensi) sekarang maupun dahulu.
8. Riwayat keluarga berencana
Ibu mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi.
9. Kebiasaan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Makan: frekuensi 3x/hari dengan jumlah 1 porsi piring dewasa
Minum: frekuensi 7-8 gelas/hari air putih
b. Pola eliminasi
1. BAB: 1x/hari
Konsistensi: Padat
Warna: kuning
2. BAK: 3-4x/hari
Warna: kuning jernih
c. Pola istirahat
Tidur siang: 2 jam
Tidur malam: 8 jam

Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda Vital :

22
TD : 120/100 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 21x/menit
S : 36,5 oC
TB : 155 Cm
BB : 104 Kg

2. Pemeriksaan Fisik

Kepala : Rambut hitam, bersih, distribusi merata, tidak ada


benjolan, tidak ada nyeri tekan
Muka : Bentuk Simetris, tidak pucat
Mata : Bentuk simetris, konjungtiva anemis, sclera anikterik
Telinga : Bentuk simetris, tidak ada kelainan, pendengaran jelas
Hidung : Bersih, tidak ada pembengkakan polip
Mulut : Bersih, tidak sianosis, bibir kering, gusi tidak berdarah,
tidak ada caries gigi
Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid, kelenjar limfe
Dan tidak ada peningkatan vena jugularis
Dada : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada
Mamae : Simetris, putting susu menonjol, massa (-), kolostrum (-)
Axilla : Benjolan (-), tidak ada nyeri tekan
Abdomen : tidak ada luka bekas operasi, pembesaran perut sesuai
dengan umur kehamilan
- Leopold I : TFU 2 jari dibawah px (19 cm)
Fundus teraba lunak tidak
melenting (bokong)
- Leopold II : Bagian kiri teraba panjang, keras,
mendatar (punggung) dan bagian
kanan perut ibu teraba bagian kecil
janin (ekstremitas)

23
- Leopold III : Bagian bawah perut ibu teraba
keras bulat dan melenting (Kepala)
- Leopold IV : Bagian bawah belum masuk PAP
(konvergen)
- Auskultasi
 TBJ : (19-12) x 155 = 1.085 gram
 DJJ :144 x/menit, teratur, kuat,
punctum maksimum dibawah pusat
sebelah kiri

Genetalia : Terdapat pengeluaran darah segar, tidak ada varises, tidak


ada pembengkakan kelenjar skin dan kelenjar bartolini.
Ekstermitas :
Atas : Simetris, Pergerakan baik, tidak ada oedema
Bawah : Simetris, tidak ada oedema, tidak ada varises, Reflek patella (+)

3. Pemeriksaan penunjang
Hb : 13,5 gr
HT : 37,8%
Leukosit : 16.830/dl
Trombosit : 304.000 gr/dl
USG : janin tunggal hidup, intra uterine, letak kepala, usia
kehamilan 25-26 minggu, air ketuban cukup, plasenta
menutupi seluruh ostium uteri internum

Analisa
Ny .A umur 29 tahun G4P0A3 usia kehamilan 25-26 minggu, janin tunggal hidup,
intra uterine, persentase kepala dengan premature kontraksi.

Penatalaksanaan
Tanggal : 18-12-2019

24
Pukul : 10.00 WIB
1. Menjelaskan kepada ibu tentang kondisinya saat ini dan tindakan yang akan dilakukan
Evaluasi : Ibu mengerti keadaannya saat ini dan mau bekerja sama
dengan petugas.
2. Mengobservasi keadaan umum, kesadaran, TTV dan memberitahu hasil pemeriksaan
kepada keluarga.
Evaluasi : Keluarga ibu mengerti dan mengetahui keadaannya saat ini
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TTV : TD : 120/100 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36,5 oC
3. Melakukan observasi hemadinamik, mengkaji ulang skala nyeri
Evaluasi : Hemodinamik stabil, skala nyeri 0
4. Mengatur tetesan infus, cairan RL, 20 tetes/menit
Evaluasi : cairan infus sudah diatur, tetesan 20 tetes/menit
5. Memberikan obat nifedipin 4mg 2 tablet per oral dan bila ibu mules.
Evaluasi : obat nifedipin sudah diberikan ketika ibu mules
6. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang
Evaluasi : ibu bersedia untuk melakukan anjuran untuk makan
makanan bergizi seimbang
7. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan tubuh maupun genetalia.
Evaluasi : ibu bersedia untuk melakukan apa yang dianjurkan
petugas
8. Menganjurkan ibu untuk banyak istirahat dan mengurangi aktivitas
Evaluasi : ibu mau mengikuti anjuran petugas
9. Memberikan support mental, bahwa janin ibu tidak apa-apa, keadaannya akan baik jika
ibu tenang dan tidak stres
Evaluasi : ibu semangat menjalani pengobatan
10. Melakukan dokumentasi tindakan yang dilakukan

25
CATATAN PERKEMBANGAN

Hari / Tanggal Catatan Pemantauan


Kamis, 18 S : - Ibu mengatakan gerakan janin aktif, masih terasa
Desember 2019 keluar darah dari kemaluan
pukul 14.00 wib - Ibu mengatakan sedikit lega karena keadaan
janinnya tidak apa-apa
O : KU : Baik
TD : 120/90mmhg
N : 88 x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36,5
DJJ : 141 - 144 x/menit
Perdarahan : (+)
A :Ny. “A” umur 24 tahun G4P0A3 usia kehamilan 25-26
minggu prematur kontraksi
P : Penatalaksanaan
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
Ev: Ibu sudah mengetahui keadaannya
2. Manajemen hemodinamik, skala nyeri
Ev : ibu masih merasa sedikit nyeri
3. Memberi tahu ibu untuk tetap istirahat
Ev : Ibu sudah mengerti
4. Memberitahu ibu untuk tetap menjaga kebersihan
diri dan kemaluannya
Ev: ibu sudah mengerti

26
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Prematur Kontraksi atau Persalinan Palsu adalah kontraksi yang di alami dapat
sangat tidak nyaman atau berdurasi lebih lama, sehingga memberi kesan bahwa
persalinan telah di mulai. Diagnosis Anamnesis: ditemukan tanda adanya His Pemeriksaan
fisik (pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam): pembukaan serviks, monitor kontraksi
Wanita yang kehamilannya diidentifikasi berisiko mengalami kelahiran preterm,
dan juga mereka yang menunjukkan tanda dan gejala ancaman persalinan preterm
diberikan berbagai intervensi yang ditujukan guna memperbaiki hasil akhir bayinya. Bila
tidak ada indikasi ibu atau bayi yang mengharuskan persalinan secara sengaja, maka
sebagian besar intervensi diharapkan mencegah kelahiran preterm atau meningkatkan
kemampuan bayi untuk mengatasi lingkungan ekstrauteri.
B. Saran
Premature kontraksi adalah Anamnesis: ditemukan tanda adanya His, Pemeriksaan fisik
(pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam): pembukaan serviks, monitor kontraksi. pada ibu-ibu
yang berisiko mengalami persalinan preterm pada premature kontraksi sebaiknya perlu
dilakukan penilaian tentang:
1. Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk penentuan prognosis daripada
berat janin.
2. Demam atau tidak
3. Kondisi janin (jumlahnya, letak/presentasi, taksiran berat janin, hidup/gawat
janin/mati, kelainan kongenital, dan sebagainya) dengan USG.
4. Letak plasenta perlu diketahui untuk antisipasi seksio sesarea.
Obat-obat yang digunakan dalam tatalaksana persalinan preterm

27
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdernik Jensen. 2005. Buku Ajar Keparawatan Maternitas. Edisi 4.

Jakarta : EGC.

Cooper, Margareth. A. 2011. Myles Buku Ajar Bidan. Jakarta : EGC. Cunningham, FG., et al.
2013. Williams Obstetri. Jakarta : EGC.

Derek Llewellyn Jones. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates.

Elizabeth Robinson. 2012. Patologi Pada Kehamilan. Jakarta : EGC.

Saifuddin, A.B. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Ssarwono Prawirohardjo.

Taufan, Nugroho. 2010. Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan.

Yogyakarta : Nuha Medika.

Varney, Hellen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC.

Widyastuti, Yani dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya.

28

Anda mungkin juga menyukai