Anda di halaman 1dari 8

ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Regio nasalis, di sebelah atas dibatasi oleh garis yang menghubungkan ujung
nasal kedua supercilium, di sebelah bawah oleh garis horizontal yang melalui subnasale,
suatu titik pada sudut yang dibentuk oleh tepi bawah septum mobile nasi dengan bibir
atas, di sebelah lateral oleh garis yang datang dari angulus angulus oculi medialis dan
berjalan miring ke bawah lateral dan datang pada sulcus nasolabialis.
Hidung luar berbentuk piramis tiga sisi dengan basis melekat pada
viscerocranium. Padanya dapat dibedakan radix nasi, dorsum nasi, apex nasi, sepasang
ala nasi, septum nasi (mobile) dan sepasang nares. Bentuk hidung normal tergantung dari
ras. Sebagai akibat dari trauma atau penyakit, bentuk hidung dapat berubah.
Cutis pada radix nasi tipis dan dapat digerakkan. Tetapi ke arah ala nasi dan apex
nasi ia menebal dan melekat erat. Ia mengandung banyak glandula sebacea yang besar,
sehingga kulit hidung berkilat oleh karena sebum, dan lebih besar kemungkinan ada
comedo dan timbul acne. Tela subcutanea biasanya tipis, tetapi dapat menebal sebagai
akibat suatu penyakit.
Cutis mengandung banyak pembuluh darah. Pembuluh-pembuluh darah itu ialah
cabang-cabang a. dorsalis nasi dan a. angularis. Arteri dorsalis nasi ialah lanjutan a.
ophthalmica. Ia menembus m. orbicularis oris di atas ligamentum palpebrale mediale dan
berjalan ke bawah pada dorsum nasi. Ia beranastomosis dengan a. angularis yang berupa
lanjutan a. facialis.
Cutis pada radix nasi dan bagian atas dorsum nasi masing-masing diinervasi oleh
n. supratrochlearis dan n. infratrochlearis.
Bentuk hidung luar ditetapkan terutama oleh cartilagines nasi, tetapi juga oleh
ossa nasalia, pars nasalis ossis frontalis dan prosesus frontales maksilae. Ossa nasalia di
atas dihubungkan dengan pars nasalis ossis frontalis. Mereka saling berhubungan di linea
mediana dan membentuk bagian atas dorsum nasi. Occipital di linea mediana mereka
berhubungan dengan lamina perpendicularis ossis ethmoidalis. Lateral mereka masing-
masing berhubungan dengan prosesus frontalis maksilae.
Bagian puncak hidung biasanya disebut apex (apeks). Agak ke atas dan belakang
dari apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai ke pangkal hidung

1
(radix nasi) dan menyatu dengan dahi. Mulai dari apeks, di posterior bagian tengah bibir
dan terletak sebelah distal dari kartilago septi terdapat kolumela memberanosa. Titik
pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Di sini bagian bibir
atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas ke bawah, disebut filtrum.
Sebelah-menyebelah kolumela terdapat nares anterior atau nostril (lubang hidung) kanan
dan kiri, yang di sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan di sebelah inferior oleh
dasar hidung.
Rangka hidung bagian luar terdiri dari dua os nasal, prosesus frontal os maksila,
kartilago lateralis superior, sepasang kartilago lateralis inferior (kartilago ala major) dan
tepi ventral (anterior) kartilago septum. Kerangka utama adalah keempat tulang yang
disebut permulaan di atas. Tepi medial kartilago lateralis superior menyatu dengan
kartilago septum nasi dan tepi kranial melekat erat dengan permukaan bawah os nasal
serta prosesus frontal os maksila.
Tepi bawah (kaudal) kartilago laeralis superior terletak di bawah tepi atas
(kranial) kartilago lateralis inferioor. Bila kartilago lateralis inferior diangkat dengan
retraktor barulah akan terlihat batas bawah kartilago lateralis superior ini atau yang
disebut limen nasi. Ada kalanya kedua tepi kartilago lateralis superior dan inferior tidak
melekat dengan erat di bagian medial, sehingga dengan demikian akan menyebabkan
kerangka hidung luar kurang teguh. Di sebelah lateral, antara kartilago lateralis superior
dan inferior terdapat beberapa kartilago sesamoid. Kartilago lateralis inferior berbentuk
ladam. Kus lateralnya lebar dan kuat, merupakan kerangka ala nasi. Bagian medialnya
lemah, sebagian meluas sepanjang tepi kaudal kartilago septum nasi yang bebas, dan
sebagian lagi ada di dalam kolumela membranosa.
Kartilago nasi lateralis pada tiap pihak, di atas berhubungan dengan tepi bawah os
nasale, lateral dengan maksila pada bagian atas incisura nasalis maksilae, medial dengan
tepi frontal kartilago septi nasi. Cartilagines nasi laterales serta tepi frontal kartilago septi
nasi ikut membentuk dorsum nasi.
Pada kartilago alaris major dapat dibedakan crus laterale dan crus mediale. Crus
laterale pada satu pihak, di atas berhubungan dengan kartilago nasi lateralis dan ikut
membentuk ala nasi. Crus mediale medial berhubungan dengan kartilago septi dan di

2
bawah kanan dan kiri saling berhubungan. Cartilagines alares majores melengkapi
dorsum nasi, membentuk apex nasi, ala nasi dan ikut membentuk septum nasi.
Kartilago alaris minor terdapat antara tepi incisura nasalis maksilae dan crus
laterale cartilaginis alaris majoris. Bagian lateral ala nasi tersusun dari jaringan pengikat.
Pada os nasale berorigo m. procerus, yang berinsertio pada kulit di antara supercilia.Bila
ia berkontraksi terjadi kerutan horizontal pada radix nasi.
Melingkungi cartilagines nasi laterales serta tepi frontal kartilago septi terdapat
hubungan antara pars transversa m. nasalis sebelah kanan dan kiri. Ia berorigo pada
jugum alveolare dentis canini superioris. Kontraksi otot kedua belah pihak mendorong
apex nasi ke bawah dan memperkecil nares.
Pada tepi bawah ala nasi berinsertio pars alaris m. nasalis. Ia berorigo pada jugum
alveolare dentis incisivi lateralis superioris. Oleh karena kontaksinya, ala nasi tertarik ke
bawah.
Di sebelah atas occipital ala nasi mulai suatu sulcus pada kulit yang berjalan
miring ke occipital bawah, yaitu sulcus nasolabialis. Berinsertio pada kulit pada sulcus ini
dan pada ala nasi adalah m. levator labii superioris yang berorigo di bawah margo
infraorbitalis, dan m. zygomaticus minor yang berorigo pada facies malaris ossis
zygomatici. Pada waktu kontraksi, mereka menarik ala nasi ke atas dan bibir atas ke atas
occipital, memperbesar nares dan memperdalam sulcus nasolabialis.
Pada keadaan dyspnoe, pada waktu inspirasi nares membesar.
Pada tulang tengkorak, lubang hidung yang berbentuk segitiga disebut apertura
piriformis. Tepi latero-superior dibentuk oleh kedua os nasal dan prosessus frontal os
maksila. Dasarnya dibentuk oleh prosesus alveolaris maksila. Di garis tengah ada
penonjolan (prominentia) yang disebut spina nasalis anterior.

CAVUM NASI
Cavum nasi termasuk regio nasalis. Cavum nasi meluas dari nares anterior sampai
ke nares posterior (koana). Nares terdapat pada sisi piramis yang menghadap ke bawah
dan agak ke frontal. Ukuran transverssal satu naris pada orang Indonesia kebanyakan
lebih besar dari pada ukuran frontooccipital. Koana (nares posterior) bulat memanjang,

3
lebih besar dari pada nares anterior dengan sumbu panjang vertikal dan sumbu pendek
transversal.
Cavum nasi dibagi dua oleh septum nasi. Pada septum nasi dapat dibedakan
septum nasi osseum, septum kartilegineum dan septum membranaseum, masing-masing
dibentuk oleh pars perpendicularis ossis etmoidalis serta vomer, kartilago septi nasi, krura
medialis kartilagines alares majores serta jaringan pengikat. Septum membranaceum
disebut juga septum mobile. Pada septum mobile berinsertio m. depressor septi yang
berorigo pada jugum alveolare dentis incisivi lateralis. Ia menarik septum mobile ke
bawah. Septum nasi sering tidak tepat terletak di dalam bidang median, tetapi agak ke kiri
atau ke kanan.
Dasar kavum nasi dibentuk oleh dataran atas prosessus palatinus maksila dan
fasies nasalis pars horizontalis ossis palatini. Atapnya dibentuk dari frontal ke oksipital
oleh pars nasalis ossis frontalis, lamina kribrosa ossis etmoidalis, dataran bawah korpus
ossis sfenoidalis. Pada dinding lateral terdapat (dari atas ke bawah), konka nasalis
suprema, konka nasalis superior, konka nasalis media, konka nasalis inferior. Tiga konka
yang pertama adalah krista-krista ke medial bawah dari os etmoidalis. Konka keempat
(konka inferior) dibentuk oleh suatu tulang tersendiri yang dengan prosessus
maksilarisnya berhubungan dengan tepi bawah hiatus maksilaris, yaitu lubang pada fasies
nasalis korporis maksila.
Oleh konka-konka, kavum nasi dibagi dalam meatus nasi inferior, yang terdapat
dibawah konka inferior, dimana terdapat muara duktus nasolakrimalis. Meatus nasi media
terdapat di bawah konka media, yang padanya terdapat muara-muara sinus maksila,
sinus etmoidalis anterior, sinus frontalis. Meatus nasi superior terdapat di bawah konka
superior, yang padanya terdapat muara-muara sinuus etmoidalis posterior, sinus
sfenoidalis.
Dinding kaum nasi dilapisi oleh kutis dan tunika mukosa. Bagian yang
dindingnya dilapisi oleh kutis disebut vestibulum. Daerah tunika mukosa yang melapisi
dataran medial konka superior dan septum nasi yang berhadapan dengannya disebut regio
olfaktoria. Padanya terdapat sel-sel saraf penciuman (n. olfaktorius). Daerah sisanya dari
tunika mukosa adalah regio respiratoria.

4
Vestibulum nasi ialah bagian yang dilingkungi oleh ala nasi. Kulit yang melapisi
dindingnya mengandung rambut, yaitu vibrissae, dengan glandula sebasea, tetapi tanpa
m. arrector pili. Batas atas vestibulum adalah limen nasi, suatu krista yang dibentuk oleh
tepi atas kartilago alaris major.
Dinding lateral meatus nasi dapat dilihat bila konka diambil. Tempat perlekatan
konka inferior agak konveks ke atas. Tempat perlekatan konka media agak miring dari
frontal atas ke oksipital bawah. Di bawahnya terdapat suatu bulatan yaitu bula etmoid. Di
bawah bula terdapat histus semilunaris, yaitu suatu celah yang berbentuk bulat sabit.
Hiatus ini ialah muara dari infundibulum etmoid, suatu cekung yang memanjang dari
oksipital ke frontal atas. Di dalam infundibulum ini bermuara sinus maksila, sellula
etmoidalis anterior dan sinus frrontalis.
Hubungan antara tunika mukosa dengan tulang agak longgar, tetapi dengan
kartilago sangat erat. Di dalam tunika mukosa terdapat banyak glandula mukosa dan
glandula serosa. Pada radang, sekresi glandula-glandula ini bertambah banyak.
Tunika mukosa yang melapisi konka lebih tebal. Di dalamnya terdapat banyak
pleksus venosus. Pada dindingnya tersebar rangkaian-rangkaian sel otot polos.
Kontraksinya menyebabkan terkumpulnya darah di dalam bagian-bagian vena yang tidak
dikelilingi oleh sel-sel otot polos. Pada radang dan alergi, dengan terkumpulnya darah di
dalam vena, tunika mukosa ini menebal dan dapat menyumbat jalan nafas.
Vena mudah pecah. Terutama hal ini terjadi pada septum nasi dekat nares. Tempat
ini disebut area/tempat Kieselbach. Tetapi juga vena pada konka dapat pecah. Perdarahan
dari vena ini disebut epistaksis.
Tunica mukosa pada regio olfaktoria lebih tipis. Kecuali sel-sel olfaktorius,
padanya terdapat glandula serosa.
Arteri yang berjalan di dalam tunika mukosa ialah cabang-cabang a. sfenopalatina
dan aa. etmoidales. Arteri sfenopalatina adalah cabang a. maksilaris interna. Ia masuk ke
dalam kavum nasi lewat foramen sfenopalatinum. Aa. etmoidales ialah cabang-cabang a.
oftalmika. A. etmoidalis posterior masuk ke dalam foramen etmoidalis posterius dan
datang pada dinding lateral bagian atas oksipital. A. etmoidalis anterior masuk ke dalam
foramen etmoidalis anterius, datang di atas lamina kribrosa, melalui lubang di dalam
lamina kribrosa dan datang pada dinding bagian frontal.

5
Vena mengikuti kembali arteri dan bermuara ke dalam oftalmika superior dan
pleksus pterigoideus.
Nervi yang pergi ke tunika mukosa nasi adalah:
- rr. nasales posteriores superiores
- rr. nasales posteriores inferiores
- rr. nasales anteriores
- n. olfaktorius
Rr. nasales posteriores superiores merupakan cabang-cabang dari ganglion
sfenopalatinum. Mereka masuk ke dalam kavum nasi melalui foramen sfenopalatinum.
Di dalamnya berjalan serabut-serabut sensibel, parasimpatis dan simpatis.
Rr. nasales posteriores inferioress biasanya berupa cabang-cabang a. palatinus
anterior. Mereka melalui lubang-lubang di dalam pars perpendikularis ossis palatina dan
datang di dalam kavum nasi. Di dalamnya berjalan juga serabut-serabut sensibel,
parasimpatis dan simpatis.
Rr. nasales anteriores ialah cabang-cabang n. etmoidalis anterior yang masuk ke
dalam foramen etmoidale anterior, datang di atas lamina kribrosa dan masuk ke dalam
kaum nasi melalui suatu lubang dalam lamina kribrosa. Satu diantara rami itu berjalan di
dalam sulkus etmoidalis ossis nasalis sebagai r. nasalis eksternus, keluar antara os nasale
dan kartilago nasi lateralis dan menginervasi kulit dorsum nasi bagian bawah, apeks nasi
dan ala nasi.
Dengan adanya banyak serabut-serabut saraf sensibel pada tunica mukosa, maka
ia menjadi sangat sensitif.
Neurit-neurit dari sel olfaktus membentuk fila olfaktorria yang meninggalkan
kavum nasi lewat lubang-lubang di dalam lamina kribrosa untuk berakhir pada bulbus
olfaktorius. Pecahan pada dasar fosa kranii anterior di mana lamina kribrosa ikut pecah
dapat mengganggu fila olfaktoria.
Dinding sinus paranasales dilapisi oleh tunika mukosa yang berupa lanjutan dari
tunica mukosa nasi.
Sinus maksila terdapat di dalam korpus maksila. Sinus maksila ada sepasang. Ia
begitu membesar sehingga dindingnya menjadi tipis. Atapnya memisahkannya dari
orbita. Di dalam atap ini berjalan kanalis infraorbitalis. Dinding medialnya

6
memisahkannya dari kavum nasi. Di dalam dinding medial ini terdapat lubang yaitu
hiatus maksilaris. Tepi bawah hiatus maksilaris berhubungan dengan prosessus maksilaris
konka nasalis inferior. Bagian oksipital hiatus maksilaris ditutup dari sebelah medial oleh
lamina perpendikularis ossis palatini. Bagian atas muka hiatus maksilaris ditutup oleh
prosessus unsinatus ossis etmoidalis yang berhubungan dengan prosesus etmoidalis
konka nasalis inferior. Dasar sinus maksila dibentuk di bagian medial oleh palatum
durum, di bagian lateral oleh prosesus aleolaris maksila. Apertura/muara sinus ini terletak
lebih tinggi daripada dasar sinus, sehingga eksudat oleh karena radang, tidak dapat
keluar. Untuk mengeluarkan eksudat itu harus dilakukan punksi pada dinding lateral
meatus nasi inferior.
Ada sepasang sinus sfenoidalis. Ia terdapat di dalam korpus ossis sfenoidalis, dan
dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Atapnya adalah dasar sella
tursica yang diatasnya terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa. Sebelah inferior
adalah atap nasofaring. Dinding frontal, di sebelah lateral adalah pars etmoidalis, di
sebelah medial pars nasalis. Pars nasalis memisahkan sinus sfenoidalis dari kavum nasi.
Di dalamnya terdapat apertura sinus sfenoidalis. Dinding lateral memisahkannya dari
kanalis optikus di sebelah frontal, dan dari sinus kavernosus dan a. karotis internadi
sebelah oksipital. Sebelah posterior berbatasan dengan fosa serebri posterior, tempat
adanya pons.
Selulae etmoidales terdapat di dalam labirin etmoidalis. Dinding medial labirin
memisahkan selulae dari kavum nasi. Dinding lateral, yaitu lamina orbitalis, memisahkan
selulae dari orbita. Ke atas, selulae mencapai tepi bawah os frontale. Ke oksipital, selulae
mencapai pars lateralis ossis sfenoidalis. Ke bawah, selulae mencapai tepi atas korpus
maksila, di atas tepi atas hiatus maksilaris. Selulae dapat dibagi dalam dua kelompok ;
selulae anteriores, yang bermuara ke dalam infundibulum etmoidale dan selulae
posteriores yang bermuara ke dalam meatus nasi superior. Bula etmoid dibentuk oleh
dinding salah satu selulae etmoid (sel etmoid yang terbesar).
Sinus frontalis terdapat di dalam glabela pada os frontale tepat di atas sutura
frontonasalis dan sutura frontomaksilaris dan meluas ke lateral di atas margo
supraorbitalis. Pada dasar ujung medial mulai ductus nasofrontalis, yang kemudian

7
berjalan di antara selulae anteriores dan bermuara ke dalam infundibulum etmoidale pada
ujung frontal atasnya.

Anda mungkin juga menyukai