Anda di halaman 1dari 7

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

CASE REPORT

ACUTE LIMB ISCHEMIC

PENYUSUN
Firstian Dhita Irawan, S.Ked; J510195037

PEMBIMBING
dr. M. Ali Trihartanto, Sp.JP

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
November 2019
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS


CASE REPORT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Acute Limb Ischemic


Penyusun : Firstian Dhita Irawan, S.ked, J51019537
Pembimbing : dr M. Ali Trihartanto, Sp.JP

Surakarta, 13 November 2019


Penyusun

Firstian Dhita Irawan


Menyetujui,
Pembimbing

dr M. Ali Trihartanto, Sp.JP

Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

Dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD

2
ACUTE LIMB ISCHEMIC: LAPORAN KASUS

ACUTE LIMB ISCHEMIC:A CASE REPORT


Firstian Dhita Irawan*, M. Ali Trihartanto, dr., Sp.JP**

*Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta

**Bagian Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, RS dr Sayidiman Magetan

ABSTRAK

Apendisitis merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor


pencetusnya, namun sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
pencetus disamping hyperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, dan cacing askaris
dapat menyebabkan sumbatan. Kejadian apendisitis di indonesia tahun 2009 sebesar
596.132 orang dengan persentase 3.36% dan meningkat pada tahun 2010 menjadi
621.435 orang dengan persentase 3.53%. Kami melaporkan kasus apendisitis infiltrat,
yaitu Seorang laki-laki berusia 34 tahun datang ke IGD RSUD Kabupaten Karanganyar
dengan keluhan nyeri perut kanan bawah. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang memadai pasien ini didiagnosis apendisitis infiltrat.
Kesimpulan dari presentasi kasus ini adalah manajemen apendisitis akut harus dilakukan
tindakan operatif yaitu laparotomi secepatnya karena dapat menyebabkan komplikasi
salah satunya yang paling sering adalah peritonitis generalisata.

Kata kunci: apendisitis infiltrat, apendiks, laparotomi

ABSTRACT

Appendicitis is a bacterial infection. Various things act as trigger factors, but obstruction
lumen of the appendix is a factor that is proposed as a trigger besides lymphoid tissue
hyperplasia, appendix tumors, and ascaris worms can cause obstruction. The incidence
of appendicitis in Indonesia in 2009 amounted to 596,132 people with a percentage of
3.36% and increased in 2010 to 621,435 people with a percentage of 3.53%. We report a
case of infiltrating appendicitis, namely a 34-year-old male who came to the emergency
room at the Karanganyar District Hospital with complaints of right lower abdominal
pain. From history taking, physical examination and adequate investigation, this patient
was diagnosed with infiltrating appendicitis. The conclusion of this case presentation is
that management of acute appendicitis must be carried out operatively, namely
laparotomy as soon as possible because it can cause complications, one of the most
common being generalized peritonitis.

Keywords: infiltrate appendicitis, appendix, laparotomy

3
PENDAHULUAN Dari pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umumnya lemah dan kesadaran
Iskemia tungkai akut adalah kondisi di compos mentis dengan Glasgow Coma Scale
mana terjadi penurunan mendadak perfusi menunjukan total 15 serta pengukuran skor
tungkai yang biasa melibatkan trombus dan nyeri dengan VAS skor yaitu 4. Dari
emboli. Trombus dapat berasal dari pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan
perkembangan penyakit arteri, diseksi aorta, darah 160/100, frekuensi jantung 88
thrombus graft, aneurisma, kali/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit,
hiperkoagulabilitas, iatrogenik, dan lainnya. suhu 37oC dan saturasi oksigen menunjukan
97%.
Insidens iskemia tungkai akut sekitar
1,5 kasus per 10.000 orang per tahun. Pada pemeriksaan kepala dan leher
Gambaran klinis iskemia tungkai dikatakan tidak didapatkan konjungtiva anemis (-/-),
akut bila terjadi dalam 2 minggu. Gejala sklera ikterik (-/-). Didapatkan. Pupil reflek
berkembang dalam hitungan jam sampai hari (+/+) dan respon cahaya (+/+), tidak
dan bervariasi dari episode klaudikasio didapatkan tonsil T1/T1 dan tidak eritem,
intermiten hingga rasa nyeri di telapak kaki faring tidak hiperemis. Pada pemeriksaan
atau tungkai ketika pasien sedang leher tidak didapatkan pembesaran
beristirahat, parestesia, kelemahan otot, dan limfonodi, JVP +7 cm. Pada pemeriksaan
kelumpuhan pada ekstremitas yang terkena. thoraks didapatkan simetris antara kiri dan
Temuan fisik yang dapat ditemukan meliputi kanan, pada pemeriksaan paru-paru tidak
tidak adanya pulsasi di daerah distal dari didapatkan ronkhi (-/-), wheezing (-/-) dan
oklusi,kulit teraba dingin dan pucat atau sonor diseluruh lapang paru. Pada
berbintik-bintik, penurunan sensasi saraf, pemeriksaan jantung didapatkan bunyi
dan penurunan kekuatan otot. Tanda-tanda jantung S1/S2 reguler, tidak didapatkan
ini biasa disingkat sebagai 6 P: Paresthesia, suara tambahan jantung, murmur (-/-),
Pain, Pallor, Pulselessness, Poikilothermia gallop (-/-), tidak terdapat kesan pelebaran
(gangguan pengaturan suhu tubuh), dan batas jantung. Pada pemeriksaan abdomen di
Paralysis. dapatkan abdomen soepel, bising usus (+)
kesan dalam batas normal, timpani (+),
LAPORAN KASUS shifting dullnes (-), nyeri tekan (-). Pada
Seorang perempuan berusia 34 tahun pemeriksaan ekstremitas bawah didapatkan
datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD dr akral dingin di kaki sebelah kiri, nyeri ketika
Sayidiman Kabupaten Magetan dengan disentuh, tampak hiperemis, arteri dorsalis
keluhan nyeri pada kaki kiri. Nyeri sudah pedis di kaki kiri tidak teraba, CRT >2 detik.
dirasakan kurang lebih 2 sebelum masuk
Dari hasil pembacaan EKG didapatkan
rumah sakit. Nyeri memberat ketika kaki
PAC dan OMI anterior. Hasil pemeriksaan
disentuh dan ketika digunakan untuk
laboratorium didapatkan (Hb) 14,9 g/dL,
berjalan. Berkurang ketika istirahat. Kaki
(Hct) 47.9, (AL) 9,34, (AT) 309.000, (AE)
kiri juga terasa sangat dingin dan berwarna
5,79, (MCV) 82,7, (MCH) 25,7, (MCHC)
lebih merah gelap dibandingkan dengan kaki
31,1, (GDS) 136, (Natrium) 136, (Kalium)
sebelahnya serta kaki terasa tebal. Pasien
4,0, (klorida) 98, (ion kalsium) 1,19
juga mengeluhkan dada terasa sedikit ampeg
(Creatinin) 0,89, (Billirubin direct) 0,32,
dan sesak nafas. Pasien menyangkal adanya
(billirubin total) 0,61, albumin 2,5, HbsAg (-
riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung
) dan pemeriksaan BTA (-).
dan hipertensi.

4
Berdasarkan dari hasil anamnesis, keluarga, dan sebuah studi menunjukkan
pemeriksaan fisik dan penunjang tersebut, bahwa efek genetik mencakup sekitar 30 %
didapatkan diagnosis awal adalah acute limb dari variasi risiko untuk mengembangkan
ischemic dengan penyakit jantung koroner. apendisitis (Bhangu et al., 2015).
Selanjutnya pasien di rawat dibangsal. Apendisitis diklasifikasikan menjadi 2
Selama dirawat di RSUD dr Sayidiman berdasarkan klinis, yaitu apendisitis
kabupaten Magetan, pasien dirawat oleh simpleks dan apendisitis kompleks.
dokter spesialis bedah dan spesialis jantung. Apendisitis kompleks terbagi lagi menjadi 3
Diberi terapi infus Nacl 0,9% 20 tpm, injeksi yaitu apendisitis perforata, gangrenosa dan
ceftriaxone 1g vial per 12 jam, inj antrain infiltrat (abses) (Bhangu et al., 2015).
per 8 jam bila perlu, injeksi lovenox 0,6 per Pasien ini awalnya mengeluhkan nyeri
24 jam, injeksi pantoprazole per 24 jam, perut di sekitar pusar dan pindah ke kuadran
atorvastatin 0-80 mg, warfarin 0-2 mg, kanan bawah tetapi tidak disertai mual
captopril 25 mg per 8 jam, injeksi morphin 2 muntah. Nyeri perut adalah keluhan utama
mg jika perlu. pasien dengan apendisitis akut. Urutan
diagnostik nyeri kolik central abdominal
PEMBAHASAN diikuti oleh muntah dengan migrasi nyeri ke
fossa iliaka kanan hanya terdapat pada 50%
Pada kasus ini dapat menggambarkan
pasien. Biasanya, pasien menggambarkan
presentasi klinis pasien appendisitis infiltrat.
nyeri kolik periumbilikalis, yang
Beberapa yang harus diperhatikan adalah
mengintensifkan selama 24 jam pertama,
penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan
menjadi konstan dan tajam, dan bermigrasi
medikamentosa ataupun tindakan operatif.
ke fossa iliaka kanan. Nyeri awal merupakan
Diagnosis harus ditegakkan dengan
gejala yang dirujuk dari persarafan visceral
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
midgut, dan nyeri terelokalisasi disebabkan
akurat dan dibantu dengan pemeriksaan
oleh keterlibatan peritoneum parietal setelah
penunjang salah satunya adala pemeriksaan
perkembangan proses inflamasi. Kehilangan
laboratorium dan imaging dengan
nafsu makan sering merupakan fitur utama.
menggunakan USG (ultrasonography)
Konstipasi dan mual dengan muntah profuse
abdomen agar tercipta diagnosis yang tepat.
dapat mengindikasikan berkembang menjadi
Apendisitis merupakan infeksi bakteria. peritonitis generalisata setelah apendisitis
Berbagai hal berperan sebagai faktor perforasi tetapi jarang menjadi gejala utama
pencetusnya, namun sumbatan lumen pada apendisitis sederhana (Petroianu,
apendiks merupakan faktor yang diajukan 2012).
sebagai pencetus disamping hyperplasia Penegakkan diagnosis pada apendisitis
jaringan limfoid, tumor apendiks, dan cacing yang umum menggunakan skor Alvarado,
askaris dapat menyebabkan sumbatan. yang terdiri dari
Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti
E.histolytica (Sjamsuhidajat & De Jong,
2010)
Meskipun tidak ada gen yang
ditentukan telah diidentifikasi, risiko
apendisitis kira-kira tiga kali lebih tinggi
pada anggota keluarga dengan riwayat
positif untuk apendisitis daripada pada
mereka yang tidak memiliki riwayat

5
Tabel 1. Alvarado score dengan diberi terapi medikamentosa
ceftriaxone 1g vial per 12 jam,
Sesuai dengan skoring tersebut pasien ini metronidazole inf 500mg per 8 jam, ranitidin
mendapat skor 6 yang menandakan bahwa 1 ampul per 12 jam dan pronalges
sangat mungkin pasien ini menderita suposituria 3x1 serta infus RL 20 tpm.
apendisitis akut. Tetapi dalam pemeriksaan Setelah itu dilakukan tindakan operatif, pada
fisik dan keadaan umumnya menunjukkan pasien ini dilakukan tindakan laparotomy
bahwa pasien sangat nyeri pada perut kanan untuk mengambil appendiks yang
bawah sehingga di duga bahwa sudah dalam mengalami peradangan, hal ini sudah sesuai
keadaan apendisitis infiltrat. dengan teori di karenakan curiga adanya
infiltrat atau pus yang menyebar ke sekitar
Skor Alvarado adalah sistem penilaian
rongga abdomen dan peritoneum yang bisa
klinis yang digunakan untuk stratifikasi
menyebabkan komplikasi diantaranya yang
risiko apendisitis pada pasien dengan nyeri
paling sering adalah peritonitis generalisata.
perut. Karya asli Alvarado diterbitkan pada
Pengobatan yang dilakukan pada kasus ini
tahun 1988 dan didasarkan pada analisis data
adalah dilakukan laparotomi. Laparotomi
retrospektif dari 305 pasien dengan nyeri
adalah prosedur yang membuat irisan
perut yang menunjukkan apendisitis akut
vertikal besar pada dinding perut ke dalam
(Shogilev et al., 2014).
rongga perut (van Rossem et al., 2016).
Selain itu bisa dibuktikan dengan Setelah dilakukan operasi laparotomi, pasien
pemeriksaan fisik yang khas pada di observasi ketat. Keadaan umum pasien
apendisitis, terdiri atas Mcburney sign, berangsur-angsur membaik dan tidak ada
Rovsing sign, Psoas sign, Obturator sign dan komplikasi pasca operasi laparotomi yang
Blumberg sign. Mcburney sign adalah salah terjadi.
satu pemeriksaan palpasi yang dilakukan
Dengan melihat kondisi pasien pasca
dengan menekan abdomen kuadran kanan
operasi, prognosis pada pasien ini cenderung
bawah, apabila pasien mengeluhkan nyeri
bonam, baik secara vitam maupun
maka Mcburney sign (+). Blumberg sign
functionam.
mirip dengan Mcburney sign tetapi
pemeriksaan ini dilakukan dengan cara KESIMPULAN
ditekan pada abdomen kuadran kanan bawah
dan dilepas tiba-tiba, apabila mengeluhkan Pada kasus ini pasien didiagnosis
nyeri maka Blumberg sign (+). Rovsing sign apendisitis infiltrat dan mendapatkan
adalah nyeri yang dirasakan pada area nyeri penanganan tidakan operatif yaitu dengan
maksimal selama perkusi atau palpasi di laparotomi di karenakan curiga adanya
kuadran kiri bawah. Psoas sign adalah nyeri infiltrat atau pus yang menyebar ke sekitar
kuadran kanan bawah pada saat ekstensi rongga abdomen dan peritoneum yang bisa
pinggul kanan. Obturator sign adalah nyeri menyebabkan komplikasi diantaranya yang
kuadran kanan bawah dengan refleksi dan paling sering adalah peritonitis generalisata.
internalisasi panggul kanan, tanda ini
tergantung pada lokasi apendiks dalam DAFTAR PUSTAKA
kaitannya dengan otot-otot di area obturator
1. Rasjad C.,editor. Buku ajar ilmu bedah.
dan tingkat peradangan apendiks (Petroianu,
Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku
2012).
Kedokteran ECG; 2010. hlm. 619-29.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik 2. Townsend, Courtney M. Hernias.
dapat disimpulkan bahwa pasien menderita Sabiston textbook of surgery. Edisi ke-
apendisitis infiltrat. Setelah itu di rawat inap 17. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2004. hlm. 1199-217.

6
3. Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk Rumah Sakit Umum Anutapura Palu
mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. tahun 2012. Journal Kesehatan
Jakarta: EGC; 2006,hlm.148-65,189- Tadulako. Vol 1 No. 1 hlm 1-10.
90. 6. Aisyah, Siti, Hernawan, Andri Dwi,
4. Sadler, T.W. Embriologi kedokteran Sustriwanto. 2014. Faktor yang
langman. Edisi ke-7. Jakarta: EGC; Berhubungan dengan Kejadian
2010. hlm. 304-309. Penyakit Hernia Inguinal Pada Laki-
5. Sesa, Indri Mayasari, Efendi, Asri Laki Di Rumah Sakit Umum Dr.
Ahram. 2015. Karakteristik Penderita Soedarso
Hernia Inguinalis yang Dirawat Inap di Pontianak.
7. Edward, Kim, et al.2013. Inguinal
Hernias: Diagnosis and Management.
American Family Physician

Anda mungkin juga menyukai