Anda di halaman 1dari 22

Case Report Session

ACUTE LUNG OEDEM (ALO)

Oleh :
Kelompok 3

Fatimah Yusra N 1210312028

Randy Fitratullah M 1210312095

Khairunisa 1210312031

Elfon Lindo Pratama 1210312038

Aulia Rahmi 1210312039

Preseptor :

dr. Hauda El Rasyid, Sp.JP

dr. Yose Ramda Ilhami, Sp.JP

BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya, sehingga makalah yang berjudul Acute Lung Oedem (ALO) dapat kami
selesaikan. Makalah ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan sebagai salah
satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, RSUP Dr. M.Djamil Padang.
Terima Kasih kami ucapakan kepada staf pengajar yang telah membimbing penulis
dalam menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular,
serta dr. Hauda El Rasyid,Sp.JP dan dr.Yose Ramda Ilhami,Sp.JP sebagai pembimbing dalam
penulisan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua di masa mendatang.

Padang, 29 Maret 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................... i
DAFTAR ISI. ii

PENDAHULUAN 1
ILUSTRASI KASUS 3
DISKUSI 8

DAFTAR PUSTAKA . 18
PENDAHULUAN

Edema paru akut adalah akumulasi cairan di paru-paru yang terjadi secara mendadak

yang dapat disebabkan oleh adanya peningkatan intravaskular (edema paru kardiak) atau

karena peningkatan permebealitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang

mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat.1 Edema paru lebih sering terjadi

pada jenis kelamin laki-laki daripada perempuan berkisar usia 40-75 tahun. Insiden edema

paru meningkat seiring dengan usia dan lebih beresiko pada usia di atas 75 tahun.2

Gejala dan tanda terjadinya edema paru adalah sesak nafas yang bertambah berat

dalam waktu singkat yang disertai perasaan gelisah dan keringat dingin. Selain itu, pada

pemeriksaan fisik ditemukan adanya ronkhi basah kasar setengah lapangan paru atau lebih,

sering disertai wheezing pada kedua lapangan paru.1

Gagal jantung merupakan salah satu faktor utama penyebab edem paru, dimana gagal

jantung dapat disebabkan oleh kelainian struktur dan fungsional jantung, dimana jantung

tidak sanggup memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik jaringan.4

Berdasarkan New York Heart Association (NYHA), gagal jantung dapat

diklasifikasikan dalam 4 kelas, yaitu:3

Kelas I : tidak ada batasan, aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan, sesak nafas,

atau palpitasi.

Kelas II : sedikit batasan pada aktivitas fisik, tidak adaa gangguan pada saat istirahat, tapi

aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, sesak nafas atau palpitasi.


Kelas III :terdapat batasan yang jelas pada aktivitas fisik, tidak gangguan pada saat istirahat,

tapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, sesak nafas atau palpitasi.

Kelas IV :tidak dapat melakukan aktivitas tanpa menimbulkan keluhan, gejala gagal jantung

timbul meskipun dalam keadaan istirahat, dengan keluhan yang semakin

bertambah pada aktivitas fisik.

Diagnosis edema paru kardiogenik dapat dilihat dari serangkaian anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis ditemukan keluhan acute

cardiac event. Kemudian pada pemeriksaan fisik ditemukan akral dingin, S3 gallop,

kardiomegali, peningkatan JVP, dan ronkhi basah. Pada pemeriksaan labor dapat ditemukan

tanda-tanda iskemia atau infark, serta dari pemeriksaan foto thoraks ditemukan distribusi

perihiler.

Penatalaksanaan edema paru harus segera dimulai setelah diagnosis ditegakan. Pasien

diletakkan pada posisi setengah duduk atau duduk. Pasien juga harus segera diberikan terapi

oksigen, nitrogliserin, diuretic i.v, morfin sulfat, obat untuk menstabilkan hemodinamik serta

koreksi penyakit yang mendasarinya.1

Makalah ini membahas tentang sebuah kasus acute lung oedem (ALO) serta diagnosis

dan penatalaksanaanya. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami dan

menambah pengetahuan mengenai diagnosis dan penatalaksanaan dari kasus ALO.


ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien laki-laki usia 54 tahun, berat badan 60 kg, datang ke RSUP M. Djamil

Padang pada tanggal 18 Maret 2016 dengan keluhan sesak nafas sejak 3 jam sebelum masuk

rumah sakit. Sesak dirasakan berat, timbul saat istirahat. Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan

makanan, sesak tidak menciut. PND (-), DOE (-), OP (-), dispneu. sembab kaki. Nyeri dada

(+) timbul saat sesak nafas, dirasakan berat di bagian tengah, tidak menjalar, terus menerus.

Keringat dingin (+), mual (-), muntah (-), riwayat nyeri dada sebelumnya dirasakan pasien 2

bulan yang lalu dan dirawat serta mendapat suntik di bawah pusar, pusing (+), pingsan (+),

berdebar (-). Pasien post rawatan NSTEMI Januari 2012, mendapat suntik pusat, pasien

kontrol teratur jantung di poli jantung, skala nyeri dada 5/10, sesak (+). Faktor risiko CAD:

DM (+) sejak 2 bulan yang lalu, tidak kontrol teratur, dislipidemia (-), eks-smoker (+),

Hipertensi (-). Tidak ada riwayat gastritis, riwayat asma, maupun riwayat stroke. Tidak ada

keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sedang, kesadaran CMC,

suhu afebris, tekanan darah 138/98 mmHg, frekuensi nafas 27 x/menit, frekuensi nadi

123x/menit, tinggi badan 160 cm, berat badan 60 kg. Pada pemeriksaan kulit, KGB, kepala,

rambut, telinga, hidung, tenggorokan, gigi, dan mulut tidak didapatkan kelainan. Konjungtiva

tidak anemis, sklera tidak ikterik, JVP 5+0 cmH2O.

Pemeriksaan dada didapatkan paru dalam batas normal, inspeksi simetris kiri=kanan

pada statis dan dinamis, palpasi: fremitus kiri=kanan, perkusi: sonor kiri=kanan, auskultasi:

bronkovesikuler, Ronkhi +/+ kasar, wheezing -/-. Sedangkan pada pemeriksaan jantung,

inspeksi: iktus kordis tidak terlihat, palpasi: iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI,

perkusi: batas atas RIC II, batas kanan di LSD, batas kiri di 1 jari lateral LMCS RIC VI,
auskultasi: S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-). Pemeriksaan abdomen dan punggung

tidak ada kelainan. Pemeriksaan alat kelamin dan anus tidak diperiksa. Tidak terdapat edema

di anggota gerak, dan akral hangat.

Hasil laboratorium didapatkan kadar hemoglobin: 11,6 gr/dL, leukosit: 14.100/mm 3,

hematokrit: 35%, trombosit: 221.000, GDS: 300, ureum: 51, creatinin: 2,3, CCT: 25,6, Na:

141, K: 3,1.

Gambaran EKG didapatkan ST, QRS node 116x/menit, axis N, P wave N, PR interval

0,14, QRS duration 0,10, ST elevasi di II, III, aVF, ST depresi di I, aVL, LVH (+), RVH (-).

TIMI Score dari pasien ini adalah 5/14:

1. Usia 53 tahun : 0

2. DM/HT/Angina : 1

3. SBP 138 : 0

4. HR 123 : 2

5. Killip 2 : 0

6. BB <67 : 1

7. Anterior segmen ST elevasi : 0

8. Time to treat >4 jam : 1

Killip:

I : tidak terdapat gagal jantung (tidak terdapat ronkhi maupun S3)


II : terdapat gagal jantung ditandai dengan S3 dan ronkhi basah pada setengah lapangan

paru.

III : terdapat udem paru ditandai dengan ronkhi basah diseluruh lapangan paru

IV : terdapat syok kardiogenik ditandai oleh tekanan darah sistolik <90 mmHg dan tanda

hipoperfusi jaringan.

Berdasarkan keluhan pasien pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, gambaran EKG,

dan foto rontgent pasien ini didiagnosis dengan ALO et causa ACS, STEMI inferior akut

onset 3 jam TIMI 5/14, DM tipe II tidak terkontrol.

Tindakan pengobatan yang dilakukan pada pasien ini di IGD adalah terapi oksigen

5L/menit dengan NRM, IVFD RL 1 kolf/jam, Bolus lasix 40 mg sampai dengan drip lasix 5

mg/jam, ISDN 5 mg sublingual sampai dengan NTG drip shoot 10mcg/kgBB/jam. Kemudian

pasien dirawat di CVCU dan direncanakan untuk trombolitik.

Pada hari pertama rawatan sesak nafas dirasakan sudah mulai berkurang. Tanda-tanda

vital . Pasien didiagnosis ALO (Acute Lung Oedema) et causa Acute Coronary Syndrome dan

dipasang CPAP atas indikasi gagal nafas tipe 2 dengan setting CPAP FiO2 90% PEEP 7 ASB

10, STEMI akut inferior TIMI 5/14 onset 6 jam, DM tipe 2 tidak terkontrol, suspek CAP, AKI

RIFLE 1 DD/ CKD, dan hipokalemi. Terapi yang diberikan Dobutamin 7 mcg/kgbb/hari,

DAPT, Lovenox 2 x 0,1 cc, Meropenem 2 x 500 mg. Pasien direncanakan cek KKL serum

dan cath stand by PCI

Hari kedua rawatan sesak nafas berkurang. Tanda-tanda vital serta pemeriksaan fisik

dalam batas normal. Pasien masih didiagnosis sama dengan sebelumnya dan terapi

dilanjutkan. Pasien direncanakan cek KKL serum, AGD berkala, dan cek kalium post koreksi.

Pukul 10.00 dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 90/50 mmHg,

nadi 97 x/menit, nafas 28 x/menit. Hasil pemeriksaan fisik JVP 5 + 0 cmH20, ronki di kedua
lapangan paru, ekstremitas hangat, dan tidak ada udem. Pasien tidak lagi menggunakan

CPAP. Tekanan darah support dengan drip vascon 0,03 mg. Dosis dobutamin dikurangi

menjadi 5 mcg/kgbb dan terapi lain dilanjutkan.

Pada hari ketiga rawatan, sesak nafas berkurang. Tanda-tanda vital didapatkan

tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 105 x/menit, nafas 20 x/menit dan hasil pemeriksaan fisik

dalam batas normal. Pukul 13.00 pasien mengeluh sesak nafas. Tanda-tanda vital dalam batas

normal dan pemeriksaan fisik didapatkan ronki di kedua lapangan paru. Pasien direncanakan

kultur sputum, cek Kalium Post koreksi, cek ureum kreatinin, dan cek gula darah sewaktu

serta terapi dilanjutkan.

Hari keempat rawatan dilakukan reanamnesis pada pasien. Pasien mengeluh sesak

nafas 2 jam SMRS dengan riwayat PND (-) DOE (-) dan OP (-). Nyeri dada bersamaan

dengan sesak nafas, Nyeri dada khas infark. Riwayat nyeri dada 2 bulan yang lalu dan

dirawat di PJR dan mendapat suntik pusar. Pasien kontrol ke poli teratur dan dianjurkan

untuk kateterisasi jantung. Berdebar-debar (-), pusing (-), pingsan (-). Faktor resiko CAD:

DM (+), dan ex-smoker (+). Tanda-tanda vital dalam batas normal. Hasil pemeriksaan fisik

didapatkan ronki di basal kedua lapangan paru. Pukul 18.45 pasien diperiksa dan sesak nafas

dirasakan sudah berkurang. Hasil pemeriksaan fisik masih ditemukan ronki dikedua lapangan

paru.

Hari kelima rawatan pasien dipindahkan ke Bangsal Jantung dan sesak nafas

dirasakan sudah berkurang. Tanda-tanda vital dalam batas normal dan dari hasil pemerisaan

fisik masih ditemukan ronki di kedua lapangan paru. Terapi dobutamin dihentikan dan diganti

dengan lasix 2 x 1 ampul. Terapi lain yang diberikan Aspilet 1 x 80 g, Clopidogrel 1 x 75 mg,

Simvastatin 1 x 40 g, Ramipril 1 x 2,5 g, Lovenox 2 x 0,6 cc, ISDN 5 g, Meropenem 2 x 1 g,

N-asetil sistein 2 x 1 g, Lovenox 1 x 14 U, Novorquid 3 x 6 U, Ranitidin 2 x 1 ampul. Pukul

20.00 pasien diperiksa dan didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal serta ronki di
kedua lapangan paru . Diagnosis pasien masih sama dengan sebelumnya dan terapi

dilanjutkan.

Hari keenam rawatan, pasien merasakan sesak nafas sudah berkurang dan batuk.

Tanda-tanda vital berada dalam batas normal . Pada pemeriksaan fisik ronki masih ditemukan

di kedua basal lapangan paru. Pukul 20.00 pasien diperiksan. Tanda-tanda vital dan hasil

pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pasien direncanakan kultur sputum tanggal 25 Maret

2016. Diagnosis dan terapi masih sama dengan sebelumnya.

Hari ketujuh rawatan pasien tidak lagi sesak nafas namun batuk masih ada. Tanda-

tanda vital dan hasil pemeriksaan berada dalam batas normal. Diagnosis masih sama dengan

sebelumnya dan terapi dilanjutkan.


DISKUSI

Pada pasien ini didiagnosis dengan ALO et causa ACS, STEMI Inferior Akut onset 3

jam TIMI 5/14, dan DM tipe 2 tidak terkontrol berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa ditemukan keluhan utama pasien adalah sesak nafas

sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas dirasakan berat dan timbul saat istirahat.

Riwayat PND (-), DOE (-), OP (-). Pada kasus ALO, sesak nafas disebabkan oleh edema di

interstisial paru hipoksemia muncul sebagai akibat penumpukan cairan di alveolus. ALO

merupakan salah satu dari enam subtipe gagal jantung akut yang ditandai dengan respiratory

distress yang berat, pernafasan yang cepat, ortopnea, dan ronki pada seluruh lapangan paru.1

Pada keadaan normal, terjadi pertukaran dari cairan, koloid, dan solute dari pembuluh

darah ke ruang interstisial. Keseimbangan cairan antara ruang intravaskular dan

ekstravaskular pada kapiler diatur oleh hukum Frank-Starling. Ruang antara intravaskular dan

ekstravakular dipisahkan oleh barrier endotel. Berdasarkan hukum Frank-Starling (Gambar

1), tekanan yang berperan dalam pengaturan barrier tersebut adalah tekanan hidrostatik dan

tekanan onkotik. Tekanan hidrostatik (P) adalah tekanan yang mendorong cairan keluar dari

vaskular dan tekanan onkotik adalah tekanan yang mempertahankan cairan untuk tetap

di dalam vaskular dengan bantuan muatan negatif dari protein yaitu albumin.5
Gambar 1. Hukum Frank-Starling5

ALO terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang interstisial atau ke

alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran

cairan ke sistem pembuluh limfatik. Berdasarkan etiologi, ALO dapat dibagi berdasarkan

ALO cardiac dan ALO non-cardiac. Pada ALO cardiac terjadi peningkatan tekanan

intravaskular sementara ALO non cardiac disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler.

Kedua mekanisme tersebut mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan dengan cepat.6

Pasien juga mengeluh nyeri dada yang timbul bersamaan dengan sesak nafas. Nyeri

dirasakan berat di bagian tengah, tidak menjalar, terus menerus dengan durasi > 20 menit.

Keringat dingin (+), mual (-), muntah (-). Pasien memiliki riwayat nyeri dada 2 bulan yang

lalu. Berdebar (-), pusing (-), pingsan (-). Nyeri dada yang dirasakan pasien merupakan nyeri

dada khas tipikal. Nyeri dada tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar

ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Nyeri dapat

berlangsung intermiten atau persisten (>20 menit). Keluhan penyerta pada nyeri dada tipikal

adalah diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak nafas, dan sinkop.7

Faktor resiko CAD yang dimiliki oleh pasien ini adalah: diabetes mellitus yang tidak

terkontrol dan mantan perokok. Riwayat hipertensi, dyslipidemia, dan faktor herediter tidak
ada. Merokok merupakan faktor resiko CAD yang dapat dimodifikasi. Insiden infark miokard

akan meningkat enam kali pada wanita dan tiga kali pada pria yang merokok sekurangnya 20

batang per hari dibandingkan dengan yang tidak merokok. Sementara itu pada pasien dengan

diabetes akan beresiko 2-8 kali untuk menderita penyakit kardiovaskular dibandingkan

dengan yang tidak menderita diabetes.8

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran

composmentis kooperatif, suhu 37 C, tekanan darah 138/98 mmHg, frekuensi napas

27x/min, frekuensi nadi 123x/min, tinggi badan 160 cm, berat badan 60 kg. Pada

pemeriksaan kulit, KGB, kepala, rambut, telinga, hidung, tenggorokan, gigi dan mulut tidak

didapatkan kelainan. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, JVP 5+0 cmH2O. Hasil

pemeriksaan fisik pada pasien dengan ALO biasanya ditemukan dengan onset mendadak

berupa dispnu saat istirahat, takipnu, takikardi, dan hipoksemia berat.1

Pemeriksaan dada didapatkan paru dalam batas normal, inspeksi: simetris kiri=kanan

pada statis dan dinamis, palpasi: fremitus kiri=kanan, perkusi: sonor kiri=kanan dan

auskultasi terdengar suara napas vesikuler, ronki kiri dan kanan (+), wheezing (-). Sedangkan

pada pemeriksaan jantung, inspeksi: iktus cordis tidak terlihat, palpasi: iktus cordis teraba 1

jari lateral LMCS RIC VI, perkusi: batas atas RIC II, batas kanan di LSD, batas kiri di 1 jari

lateral LMCS RIC VI, auskultasi: S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-). Hasil

pemeriksaan auskultasi paru pada pasien ALO dapat dijumpai krepitasi umumnya terdengar

di basal, namun juga bisa muncul di apeks bila kondisi sudah semakin memburuk. Pada

pemeriksaan jantung dapat dijumpai S3 gallop serta peningkatan vena jugularis namun pada

pasien ini tidak ditemukan adanya S3 gallop maupun peningkatan vena jugularis.1
Pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi : distensi abdomen (-), palpasi: hepar dan

lien tidak teraba, perkusi: timpani, auskultasi: bising usus (+) normal. Pemeriksaan punggung

tidak didapatkan kelainan, udem extremitas (-), alat kelamin dan anus tidak diperiksa.

Gambaran EKG didapatkan SR, QRS rate 116x/menit, Axis N, P wave N, PR interval

0,14, QRS durasi 0,10, ST elevasi sekitar 2 mm di II, III, aVF, ST depresi I, aVL, LVH(+),

RVH (-). Gambaran EKG pada pasien yang mengalami nyeri dada cukup bervariasi yaitu:

normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru, elevasi segmen ST yang

persisten (>20menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa

inversi gelombang T.7

Penilaian ST elevasi dilakukan pada J-point dan ditemukan pada dua sadapan yang

bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan

perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan VI-V3 nilai ambang

elevasi segmen ST pada pria usia 40 tahun adalah 0,2 mV, sementara pada usia <40 tahun

adalah 0,25 mV. Sedangkan pada perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di V1-3 tanpa

memandang usia adalah 0,15 mV. Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang

berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi dapat dijumpai pada pasien

STEMI.7

TIMI Score dari pasien ini adalah 5/14 :

1. Riwayat DM :1
2. TDS 138 :0
3. HR 123 :2
4. Killip I :0
5. BB < 67 kg :1
6. ST elevasi di anterior :0
7. Time to treat >4 jam :1
8. Usia 53 :0
Hasil EKG menunjukkan adanya ST elevasi di lead II, III, dan aVF sehingga

didiagnosis STEMI inferior dengan onset 3 jam. STEMI pada pasien ini kemungkinan dapat

menyebabkan terjadinya ALO cardiac. ALO cardiac paling sering disebabkan oleh disfungsi

sistolik yang kemudian akan diikuti oleh disfungsi diastolik pada ventrikel kiri. Keadaan

tersebut terutama dicetuskan oleh iskemik miokard dan hipertensi krisis.9

Pada disfungsi sistolik ventrikel kiri, terjadi penurunan kontraktilitas miokardium

yang akan menyebabkan cardiac output jadi berkurang. Hal ini akan menstimulasi saraf

simpatis untuk meningkatkan volume darah sehingga akan mengaktivasi sistem renin-

angiotensin-aldosteron yang akhirnya akan menurunkan waktu pengisian ventrikel kiri dan

meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler. Penyebab disfungsi sistolik kiri pada keadaan akut

adalah iskemi atau infark miokard akut, anemia berat, tiroroksikosis, sepsis, dan penyakit

katup kronik.9

Secara patofisiologi, ALO kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan dengan

kandungan protein yang rendah ke paru akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri

dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau

integritas dari membran alveoli-kapiler dan hasil akhir adalah penurunan kemampuan difusi,

hipoksemia, dan sesak nafas. 6

Pada ALO stage 1 terjadi distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru

akibat peningkatan tekanan di atrium kiri, dapat memperbaiki pertukaran udara di paru dan

meningkatkan kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada keadaan ini akan terjadi

sesak nafas saat melakukan aktivitas fisik dan disertai ronki inspirasi akibat terbukanya

saluran nafas yang tertutup.10

ALO stage 2 edem interstisial diakibatkan peningkatan cairan pada daerah interstisial

yang longgar dengan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, sehingga akan
menghilangkan gambaran paru secara radiologis dan tanda septum interlobuler (garis kerley

B). Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi akan mengakibatkan terjadinya

hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi yang semakin memburuk. Pada keadaan

infark miokard akut, beratnya hipoksemia berhubungan dengan tingkat peningkatan tekanan

kapiler paru. Sehingga seringkali ditemukan manifestasi klinis berupa takipnea.10

Pada stage 3, proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal dengan hipoksemia yang

berat dan seringkali hiperkapnea. Alveolar yang sudah terisi cairan terjadi akibat sebagian

besar saluran nafas terisi cairan dan mengandung darah yang sering kali dibatukkan keluar

oleh pasien Kapasitas vital dan paru semakin berkurang di bawah normal. Terjadi pirai dari

kanan ke kiri pada intrapulmonal akibat perfusi dari alveoli yang telah terisi cairan.10

Hasil laboratorium didapatkan kadar hemoglobin : 11,6 gr/dL, leukosit: 14.300/mm3,

hematokrit: 35%, trombosit: 221.000, GDS: 300 ureum: 51, creatinin: 2,3, CCT: 25,6, Na

141, K: 3,1,Ca: 8,3. Pasien dengan gejala hiperglikemi yang berat atau krisis hiperglikemi

dapat didiagnosis dengan diabetes jika hasil glukosa darah random 200 mg/dl. 11

Tindakan pengobatan di IGD adalah O2 NRM 15 liter/menit, IVFD RL 1 kolf/24jam,

Bolus Lasix 40 mg dan dilanjutkan drip Lasix 5 mg/jam, ISDN 5 mg dan dilanjutkan drip

NTG 10 mcg/kgbb/menit. kemudian pasien dirawat di CVCU. Terapi ALO harus segera

dilaksanakan setelah diagnosis ditegakkan. Pasien diletakkan pada posisi setengah duduk atau

duduk, harus segera diberi oksigen, nitrogliserin, diuretic intravena, morfin sulfat, obat untuk

menstabilkan hemodinamik, trombolitik, dan revaskularisasi, intubasi dan ventilator, terapi

aritmia, dan gangguan konduksi, serta koreksi definitive kelainan anatomi. 1

Berdasarkan algoritma ACLS, ada tiga tindakan untuk mengatasi edema paru akut.

Tindakan pertama: letakkan pasien dalam posisi duduk sehingga meningkatkan volume dan

kapasitas vital paru, sungkup muka non-rebreathing dengan aliran 15 L/menit (target SpO2
>90%) berikan bersamaan dengan pemasangan jalur IV dan monitor EKG, Continuous

positive airway pressure diberikan bila pasien bernafas spontan dengan sungkup muka atau

pipa endotrakea. Kemudian pemberian nitrogliserin/nitrat SL. Nitrogliserin paling efektif

mengurangi edema paru karena preload. Pemberian obat dapat berupa tablet atau spray

sublingual. Dapat diulangi setiap 5-10 menit bila tekanan darah tetap > 90-100 mmHg.

Kemudian selanjutnya diberikan Furosemide 0,5-1 mg/kgbb IV. Furosemide berefek sebagai

venodilatasi sehingga aliran balik ke jantung dan paru berkurang dan sebagai diuretic yang

mencapai puncaknya setelah 30-60 menit. Morfin juga sebagai obat pilihan pada edema paru

yang diencerkan dengan NaCl 0,9% dengan dosis 2-4 mg IV bila tekanan darah > 100mmHg.

Morfin memiliki efek venodilator sehingga mengurangi preload dan efek sedasi yang berguna

untuk menurunkan laju pernafasan.12

Tindakan kedua adalah dengan pemberian nitrogliserin IV 10-20 mcg/menit dengan

tetap memantau tekanan darah. Nitroprusside IV 0,5-5 mcg/kgBB/menit diberikan bila edema

paru disertai tekanan darah tinggi. Jika tekanan darah 70-100 mmHg dengan syok maka

pasien diberikan dopamine 2-20 mcg/kgBB/menit, dan dobutamine diberikan jika hipotensi

dengan syok dengan dosis 2-20 mcg/kgBB/menit. Tindakan ketiga dipersiapkan bila tindakan

pertama dan kedua tidak memberi hasil yang memadai. Perlu dilakukan monitor

hemodinamik invasif dengan fasilitas spesialistik.12


Gambar 2. Algoritma edema paru12
KESIMPULAN

Acute Lung Oedema (ALO) merupakan akumulasi cairan pada jaringan interstisial

paru yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik di

dalam pembuluh darah kapiler paru dengan jaringan sekitarnya. ALO dapat terjadi sebagai

akibat kelainan pada jantung serta gangguan organ lain diluar jantung. 1 ALO kardiogenik

diakibatkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru karena kelainan jantung

sebelah kiri. Penyebab terbanyak ALO kardiogenik adalah iskemi dengan atau tanpa infark

miokard, eksaserbasi kronik gagal jantung sistolik atau diastolik, dan disfungsi katup mitral

atau aorta. ALO nonkardiogenik disebabkan adanya peningkatan permeabilitas endotel yang

menyebabkan ekstravasasi cairan kaya protein ke interstisial dan alveolar. 6 Diagnosis ALO

ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan melalui anamnesis, pemeriksaan

fisik, EKG, rontgen torak, ekokardiografi, dan pemeriksaan labor termasuk analisis gas darah

dan biomarker spesifik.13

Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada pasien adalah gejala sesak nafas

mendadak, cemas, dan perasaan seperti tenggelam. Gejala lain yang dapat muncul adalah

dispnu dan takipnu karena edema interstisial yang dapat disertai sianosis, batuk dengan frothy

sputum, berkeringat dingin dan biasanya pasien dalam posisi duduk agar dapat menggunakan

otot-otot bantu pernapasan dengan lebih baik saat respirasi.1

Pada hasil pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya krepitasi di basal paru, suara s3

gallop pada auskultasi jantung, peningkatan vena jugularis, akral dingin, dispnu, takipnu, dan

takikardia. Pemeriksaan laboratorium terutama untuk menilai oksigenasi dan keseimbangan

asam basa. Pemeriksaan EKG untuk menilai irama jantung, aritmia, serta adanya tanda-tanda

iskemia.1
Prinsip tatalaksana ALO adalah memperbaiki gejala hemodinamik. Tatalaksana yang

dianjurkan adalah vasodilator ketika tekanan darah tinggi ataupun normal, diuretic ketika

overload cairan atau retensi cairan, dan obat inotropic ketika hipotensi atau ada tanda

hipoperfusi organ. Intubasi dan ventilasi mekanik dapat digunakan agar tercapai oksigenasi

yang adekuat.13
DAFTAR PUSTAKA

1. Safri, Zainal. Edema Paru Akut in: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publisher. 2014, hal 1154-61.
2. Ziene David, Hadjiliadis D. Pulmonary Edema. 2011. Medline plus. Available from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000140.htm
3. Panggabean MM. Gagal Jantung. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiadi S,editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, Volume
II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2009. h.1583-5
4. Ghanie A. Gagal Jantung Kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiadi S,editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, Volume
II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2009. h. 1596-601.
5. Dumitru A, Oana R, Cinteza M. Acute Cardiogenic Pulmonary edema- an important
clinical entity with mechanism on debate. Journal of Clinical Medicine. 2007, (2):
p56-64.
6. Murray, J. Pulmonary Edema: Pathophisiology and Diagnosis. Int J Tuberc Lung
Dis. 2011, 15(2): 155-160.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Jakarta: PERKI. 2015.
8. Zahidullah. Evaluation of patient with coronary artery disease for major modifiable
risk factors for ischemic heart disease. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2012, 24(2):
102-5.
9. Sovari A. Cardiogenic Pulmonary Edema. Medscape. 2015.
10. Nendrastuti H, Soetomo M. Edema Paru Akut Kardiogenik dan Non Kardiogenik.
Majalah Kedokteran Respirasi. 2010, 1(3): p10.
11. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.
Diabetes Care. 2010, 33: 562-8.
12. Perki. Buku panduan kursus bantuan hidup jantung lanjut. Jakarta: Perki. 2015.
13. Alwi I. Diagnosis and Management of Cardiogenic Pulmonary Edema. J Intern Med.
2010, 42(3): p176-184.

Anda mungkin juga menyukai