Oleh :
Preseptor :
PADANG
2016
DAFTAR ISI
Daftar Isi..........................................................................................................i
Bab 1 Pendahuluan.........................................................................................1
Bab 2 Ilustrasi Kasus......................................................................................3
Bab 3 Diskusi..................................................................................................6
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
dan setiap sepertujuh wanita di Eropa, meninggal karena infark miokard.1 Infark
sindroma koroner akut (SKA) yang paling berat. Karakteristik gejala iskemia
berdasarkan EKG dapat menentukan terjadinya STEMI. Saat ini, kejadian STEMI
sekitar 25-40% dari infark miokard, yang dirawat dirumah sakit sekitar 5-6% dan
Manado, didapatkan bahwa sekitar 84,34% pasien STEMI dengan jenis kelamin
laki-laki dan 15,66% dengan jenis kelamin perempuan. Kelompok umur 60-69
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
berdasarkan lokasi infark yang ditentukan dari perubahan EKG yaitu di anterior,
ILUSTRASI KASUS
Seorang laki laki berusia 57 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil
Padang dengan keluhan nyeri pada dada kiri sejak 6 jam sebelum masuk rumah
sakit. Nyeri tersebut seperti ditekan dan menjalar ke lengan kiri. Nyeri dirasakan
lebih dari 20 menit dan disertai keringat dingin. Riwayat sesak nafas, dyspnea on
ada. Tidak ada riwayat berdebar-debar, pusing, dan pingsan pada pasien. Pasien
merupakan pasien rujukan dari RS Yos Sudarso Padang dengan diagnosa STEMI
Pasien adalah seorang perokok dan sudah merokok sejak usia remaja, meski
demikian pasien mengaku jarang merokok, 1-2 bungkus per 2 minggu. Pasien
diketahui memiliki hipertensi sejak 1 bulan yang lalu namun tidak kontrol teratur.
Tidak ada anggota keluarganya yang mengalami penyakit seperti ini. Pasien
memiliki riwayat Bell’s Palsy sejak 1 bulan yang lalu dan sedang menjalani
pengobatan. Tidak terdapat riwayat asma dan riwayat stroke pada psien.
kesadaran compos mentis cooperatif. Tekanan darah pasien adalah 167/89, nadi
74 x/menit, suhu afebris, nafas 27x/menit. Keadaan gizi obesitas (BMI 43)
dengan tinggi badan 160 cm dan berat 110 kg. Konjungtiva pasien tidak anemis,
perkusi dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik jantung, pada inspeksi
ditemukan bahwa iktus tidak terlihat. Pada palpasi iktus teraba 1 jari linea mid
klavikula sinistra kiri RIC V. Pada perkusi batas jantung adalah sebagai berikut:
kiri: 1 jari linea mid klavikula sinistra kiri RIC V, kanan: linea sternalis dekstra,
atas: RIC II. Pada auskultasi ditemukan S1 dan S2 reguler, gallop (-), dan
murmur (-).
EKG:
Interpretasi: Irama sinus, laju QRS 66 x/menit, Aksis: normal, gelombang p
normal, PR interval: 0,16s, QRS duration: 0.08s. ST elevasi di lead II, III, aVF.
Interpretasi : CTR > 50%, Hillus melebar, Tampak kalsifikasi aorta, Apex
DISKUSI
Seorang pasien laki – laki berusia 59 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M.
Djamil Padang dengan keluhan nyeri dada. Nyeri dada yang timbul pada pasien
ini disebabkan adanya infark miokard dengan ST elevasi, dimana terjadi aliran
darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.Infark juga dapat terjadi jika plak
mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Pada
penelitian histologis plak koroner cenderung mengalami ruptur jika fibrous cap
tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Gambaran patologis klasik pada STEMI
trombosit pada lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan
Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein
adhesi yang terlarut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
pajanan tissue activator pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi,
mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas agregat trombosit dan fibrin.9,10
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh
dimana gejala khas dari infark miokard dengan ST elevasi yang tampak yaitu
adanya nyeri dada substernal yang berlangsung lebih dari 20 menit, nyeri yang
menjalar ke punggung, dan disertia keringat dingin. Faktor resiko untuk terjadinya
infark miokard dengan ST elevasi juga terdapat pada pasien ini yaitu adanya
TIMI score
Usia 57 tahun :0
HT/Angina :1
SBP 140 :0
HR 66 :0
Killip I :0
Berat 80 kg :0
Anterior ST inferior : 0
pasien ini di diagnosis dengan STEMI inferior onset 6 jam TIMI 2/14 serta
hipertensi stage I.
Pada PERKI tahun 2015 Tatalaksana pada pasien dengan diagnosa kerja
kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat,
1. Tirah Baring
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
6. Nitrogliserin sublingual dapat diulang setiap 5 menit maksimal tiga kali, jika
nyeri berlanjut dapat diberikan nitrogliserin intravena, dan /atau morfin 1-5
mg intravena
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang seriap 10-30 menit, bagi pasien
1. Tirah Baring
kali, jika nyeri berlanjut dapat diberikan nitrogliserin intravena, jika masih
6. Aspirin 160 mg
7. Clopidrogel 300 mg
Pasien telah dirawat di RSUP Dr. M. Djamil dan telah diberikan beberapa obat
diantaranya adalah
1. aspilet 160 mg
2. clopidogrel 300 mg
3. atorvastatin 1x 40 mg
4. diazepam 1x 0,5 mg
5. furosemide 1x40 mg
6. laxadin 1x 10 cc
7. enoksaparin 0.3 cc
gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak bisa
dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis
dipertimbangkan bila waktu antara kontak medis pertama dengan inflasi balon
lebih dari 90 menit. Fibrinolisis harus dimulai pada ruang gawat darurat. Agen
Tumor intrakranial
Hipertensi berat yang tidak terkontrol saat presentasi (TD sistolik >180
< 3 minggu
Kehamilan
Non-compressible puncture
IKP primer diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung akut yang
berat atau syok kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa pemberian IKP akan
tertunda lama dan bila pasien datang dengan awitan gejala yang telah lama. Tidak
disarankan untuk melakukan IKP secara rutin pada arteri yang telah
antikoagulan intravena. Aspirin dapat dikonsumsi secara oral. Pilihan
penghambat reseptor ADP yang dapat digunakan antara lain: Ticagrelor
diikuti 150 mg per hari), bila ticagrelor tidak tersedia atau diindikasikontrakan.
Antikoagulan intravena harus digunakan dalam IKP primer. Salah satu pilihannya,
Heparin yang tidak terfraksi (dengan atau tanpa penghambat reseptor GP Iib/IIIa
rutin) harus digunakan pada pasien yang tidak mendapatkan bivarlirudin atau
dapat lebih dipilih dibandingkan heparin yang tidak terfraksi. Fondaparinuks tidak
1. Steg PG, James SK, Atar D, Badano LP, Lundqvist CB, Borger MA,
Mario CD et al. (2012). ESC guideline for the management of acute
myocardial infarction in patients presenting with st-segmen elevation.
European Heart Journal, 33: 2569-2619.