Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Anestesi
Di RSI Sultan Agung Semarang

Disusun Oleh:
Muhammad Naufal Hilmi/30101800116
Pembimbing:
dr Dian Ayu, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


RSI SULTAN AGUNG SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskuler (Cardiovascular Disease/CVD) menempati urutan


pertama penyebab mortalitas dan morbiditas global. Sebanyak 17,5 juta kematian
global pada tahun 2012 disebabkan oleh CVD; 7,4 juta di antaranya akibat penyakit
jantung koroner. Diperkirakan tiga perempat kematian akibat CVD terjadi di negara
berkembang Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 mendapatkan prevalensi
penyakit jantung koroner sebesar 0,5% dari total penduduk Indonesia.(Muray.,2018)
Berbagai faktor risiko seperti hipertensi, diabetes melitus, merokok, dan
dislipidemia meningkatkan risiko Sindrom Koroner Akut (SKA), bentuk paling berat
SKA adalah Infark Miokard Akut dengan kenaikan segmen ST (STEMI) disertai
berbagai komplikasinya. Pengendalian faktor risiko, diagnosis, dan tatalaksana sesuai
guideline menjadi kunci utama pengelolaan STEMI. Terapi reperfusi melalui primary
PCI atau fibrinolitik menjadi tonggak utama tatalaksana STEMI. (Dzau VJ.,2016)
Infark miokard akut dapat menyebabkan syok kardiogenik (Lipinski, 2020)
Syok kardiogenik (SK) adalah keadaan curah jantung rendah meskipun dengan volume
intravaskular yang adekuat sehingga menyebabkan hipoperfusi organ dan
kematian(Amado et al., 2016). Mortalitas pasien yang mengalami syok kardiogenik
sangat tinggi, sampai sekitar 22,4% pasien meninggal di tahun pertama.(Shah et al.,
2016). Etiologi lain yang dapat ditemukan antara lain penggunaan obat-obatan (mis,
penyekat beta dan kanal kalsium, digoksin), disfungsi ventrikel (mis. miokarditis akut,
kardiomiopati Takatsubo), obstruksi aliran darah (mis. stenosis katup, kardiomiopati
hipertrofi), endokrin (hipertiroidisme berat), penyakit pericardial (tamponade jantung),
dan aritmia (Lipinski, 2020). Dibandingkan dengan non IMA, Pasien SK dengan IMA
biasanya berusia lebih muda dan tidak pernah mengalami infark miokard, percutaneous
coronary intervention (PCI), atau coronary artery bypass grafting (CABG) sebelumnya.
Pasien syok kardiogenik dengan IMA memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan
pasien non IMA. (Combes et al., 2020; Harjola et al., 2015).
Banyak kemajuan telah dibuat dalam diagnosis dini dan manajemen pasien
dengan berbagai manifestasi dari penyakit jantung iskemik. Elektrokardiografi (EKG)
adalah salah satu modalitas diagnostik awal diperkenalkan untuk mengevaluasi cedera
iskemik jantung, Penanda pilihan untuk diagnosis MI dalam lingkup ini adalah
troponin. Ini adalah penggunaan yang paling penting dari troponin dalam kedokteran
klinis. Troponin spesifik untuk otot jantung, naik cukup awal cedera jantung, dan tetap
tinggi lebih lama dari beberapa biomarker jantung lainnya.
Diagnosis cepat dan terapi suportif dalam bentuk obat-obatan, dukungan saluran
napas, evaluasi pemeriksaan darah. Stabilisasi awal dapat diikuti oleh reperfusi dengan
terapi fibrinolitik, intervensi perkutan darurat (PCI) atau pencangkokan bypass arteri
koroner (CABG). Dua yang terakhir telah ditemukan untuk menurunkan angka
kematian dalam jangka panjang
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Khabib
Umur : 56 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Ruangan : ICU
No. Rekam medis : 0147xxxx
Tanggal Masuk : 27 April 2023

II. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang laki-laki 56 tahun datang ke IGD RSI Sultan Agung Semarang
dengan keluhan nyeri dada kiri sejak kurang lebih 11 jam SMRS, Nyeri dada
dirasakan seperti tertekan benda berat, terus-menerus, menjalar ke bahu dan lengan kiri,
disertai sesak nafas, lemas dan kulit yang dirasakan dingin. Riwayat menderita
penyakit darah tinggi dialami sejak 2 tahun yang lalu. Pasien merupakan seorang
perokok. Pasien juga mengatakan mual (+), muntah (-), demam(-) sejak 1 hari
SMRS.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat penyakit paru: -
 Riwayat DM : - 
 Riwayat Hipertensi : Tidak terkontrol
 Riwayat keluhan sama : -
 Riwayat Penyakit Jantung : -
 Riwayat Alergi : -

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat Hipertensi : -
 Riwayat DM : -
 Riwayat penyakit jantung : -
 Riwayat asma : -
 Riwayat covid: -

Riwayat Sosial Ekonomi


BPJS PBI

Primary Survey

Airway: bebas, tidak ada snooring, tidak ada gargling

sikap; pertahankan jalan nafas bebas

evaluasi; jalan nafas bebas


Breathing: spontan, laju nafas 26x/menit, tampak retraksi otot bantu nafas,
terpasang O2 NRM 10 lpm, SpO2 90%, auskultasi: tidak terdengar rhonki
ataupun wheezing
sikap; Pasang Jackson Reese 10lpm, support ventilasi evaluasi; SpO2
100% dengan Jackson Reese 10 lpm
Circulation: akral dingin, kering, pucat, nadi reguler, 100x/menit, terpasang iv
line 20G, menetes lancar, auskultasi S1S2 tunggal, mur-mur dan gallop tidak ada,
TD 91/56
sikap; loading cairan RL 20 tpm ambil sampel darah (lab. lengkap)
evaluasi; nadi regular c 106x/menit, TD 91/56, produksi urin -
Dissability: somnolen

sikap; pertahankan oksigenasi, lanjutkan loading cairan

evaluasi; sulit dievaluasi (dalam pengaruh obat)


Event: non trauma, defans musculare

sikap; lanjutkan resusitasi, segera source control, siapkan dekompresi NGT


evaluasi; segera source control

Secondary survey

Subjective :
Seorang laki-laki 56 tahun datang ke IGD RSI Sultan Agung Semarang
dengan keluhan nyeri dada kiri sejak kurang lebih 11 jam SMRS, Nyeri dada
dirasakan seperti tertekan benda berat, terus-menerus, menjalar ke bahu dan
lengan kiri, disertai sesak nafas, lemas dan kulit yang dirasakan dingin. Riwayat
menderita penyakit darah tinggi dialami sejak 2 tahun yang lalu. Pasien
merupakan seorang perokok. Pasien juga mengatakan mual (+), muntah (-),
demam(-) sejak 1 hari SMRS.

Objective :
III. KEADAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
KU = Lemas
Kesadaran = Compos mentis
BP   = 91/56 mmHg
Pulse = 137x/menit 
RR   = 26x/menit 
T   = 35,5 0C

IV. PEMERIKSAAN FISIK UMUM


 Kepala : Mesocephal
 Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
 Telinga : Otorhea (-/-)
 Hidung : Deformitas (-), Rhinorea (-)
 Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-)
 Abdomen : Nyeri Abdomen (-), Massa (-)
 Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB (-)

Interpretasi : Konjungtiva anemis

V. PEMERIKSAAN THORAKS - PULMO


Pemeriksaan Anterior Posterior
Inspeksi RR: 26 x/min, RR: 26 x/min,
Hiperpigmentasi (-), tumor Hiperpigmentasi (-),
(-), inflamasi (-), tumor (-), inflamasi (-),
Hemithorax D=S, Diameter Hemithorax D=S,
AP < LL Diameter AP < LL
Spasme otot bantu nafas (-)
Palpasi Nyeri tekan (-), tumor (-), Nyeri tekan (-), tumor
Sterm fremitus (+) (-), Sterm fremitus (+)
Perkusi D= redup, S= redup D= sonor, S= sonor
Auskultasi ronchi (-) , wheezing (-) ronchi (-) , wheezing (-)
Interpretasi : Takipnea

VI. PEMERIKSAAN THORAKS – JANTUNG


Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Iktus cordis tidak tampak
Palpasi Kuat angkat (-)
Perkusi Batas atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Kanan jantung : ICS V linea sternalis dextra
Kiri jantung : ICS V linea axillaris anterior sinistra 2 cm ke
medial
Auskultasi katup aorta : SI-SII standar, suara tambahan (-), reguler
katup trikuspidal : SI-SII standar, suara tambahan (-),
reguler
katup pulmonal : SI-SII standar, suara tambahan (-), reguler
katup mitral : SI-SII standar, suara tambahan (-), reguler

Interpretasi : Normal

VII. PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN


Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Tampak supel , sikatrik (-), striae(-), caput medusa (-),
hyperpigmentasi (-), spider nevi (-), bekas operasi (-)
Auskultasi peristaltik (menurun)
Perkusi Timpani
Hepar : pekak (+), teraba kenyal
Palpasi Superfisial : Massa (-), distensi abdomen (-)
Dalam : sulit dinilai
Hepar : hepatomegali (-),
Lien : splenomegali (-)
Interpretasi : Normal

VIII. PEMERIKSAAN EKSTREMITAS

Atas Bawah
Ekstremitas
Edema (-/-) (-/-)
Akral dingin (+/+) (+/+)
Capillary refill < 2 detik <2 detik <2 detik
Interpretasi : Akral dingin 4 ekstremitas

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium

Tanggal 19/04/23 di RS Islam Sultan Agung Semarang


Pemeriksaan Nilai normal
Darah Rutin
Hemoglobin 13,3 g/dl 13,2-17,3 g/dl
Hematokrit 41,5% 33-45%
Leukosit 24.00 ribu/uL (HH) 3,8-10,6 ribu/uL
Trombosit 332 ribu/uL 150-440 ribu/uL

Kimia Klinik

Ureum 23 10-50 mg/dL

Creatinin 1,7 (H) 0.80-1.10 mg/dL

GDS 364 <200 mg/dL

Elektrolit
Natrium (Na) 144.8 135 - 147 mmol/L

Kalium (K) 3.6 (H) 3.5 – 5.0 mmol/L

Klorida (Cl) 96.0 95 - 105 mmol/L

Interpretasi : Leukositosis , Trombositosis , Azotemia, Hiperkalemia


BAB III
PEMBAHASAN

Penyakit kardiovaskuler (Cardiovascular Disease/CVD) menempati urutan pertama


penyebab mortalitas dan morbiditas global. Sebanyak 17,5 juta kematian global pada tahun
2012 disebabkan oleh CVD; 7,4 juta di antaranya akibat penyakit jantung koroner.
Diperkirakan tiga perempat kematian akibat CVD terjadi di negara berkembang. Di
Indonesia, Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 mendapatkan prevalensi penyakit jantung
koroner sebesar 0,5% dari total penduduk Indonesia.(Muray.,2018)
Berbagai faktor risiko seperti hipertensi, diabetes melitus, merokok, dan
dislipidemia meningkatkan risiko Sindrom Koroner Akut (SKA), bentuk paling berat SKA
adalah Infark Miokard Akut dengan kenaikan segmen ST (STEMI) disertai berbagai
komplikasinya. Pengendalian faktor risiko, diagnosis, dan tatalaksana sesuai guideline
menjadi kunci utama pengelolaan STEMI. Terapi reperfusi melalui primary PCI atau
fibrinolitik menjadi tonggak utama tatalaksana STEMI. (Dzau VJ.,2016)
Infark miokard akut dapat menyebabkan syok kardiogenik (Lipinski, 2020) Syok
kardiogenik (SK) adalah keadaan curah jantung rendah meskipun dengan volume
intravaskular yang adekuat sehingga menyebabkan hipoperfusi organ dan kematian(Amado
et al., 2016). Mortalitas pasien yang mengalami syok kardiogenik sangat tinggi, sampai
sekitar 22,4% pasien meninggal di tahun pertama.(Shah et al., 2016). Etiologi lain yang
dapat ditemukan antara lain penggunaan obat-obatan (mis, penyekat beta dan kanal
kalsium, digoksin), disfungsi ventrikel (mis. miokarditis akut, kardiomiopati Takatsubo),
obstruksi aliran darah (mis. stenosis katup, kardiomiopati hipertrofi), endokrin
(hipertiroidisme berat), penyakit pericardial (tamponade jantung), dan aritmia (Lipinski,
2020). Dibandingkan dengan non IMA, Pasien SK dengan IMA biasanya berusia lebih
muda dan tidak pernah mengalami infark miokard, percutaneous coronary intervention
(PCI), atau coronary artery bypass grafting (CABG) sebelumnya. Pasien syok kardiogenik
dengan IMA memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan pasien non IMA. (Combes et
al., 2020; Harjola et al., 2015).
Berdasarkan kriteria WHO, diagnosis dari infark miokard dapat ditegakkan jika
dua dari tiga kriteria yang ada dijumpai. Kriteria tersebut adalah
1. Nyeri dada iskemik yang khas
2. EKG yang khas untuk infark / evolusi EKG
3. Peningkatan enzim jantung
Tanda penting yang muncul pada syok kardiogenik adalah sebagai berikut (Tewelde et al.,
2018):
a. Takikardia : Jantung berdenyut lebih cepat karena stimulasi simpatis yang berusaha
untuk meningkatkan curah jantung. Namun, hal ini akan menambah beban kerja jantung
dan meningkatkan konsumsi oksigen yang menyebabkan hipoksia miokardium
b. Kulit pucat dan dingin : vasokontriksi sekunder akibat stimulasi simpatis membawa
aliran darah yang lebih sedikit (warna dan kehangatan) ke kulit
c. Berkeringat : stimulasi simpatis mengakibatkan kelenjar keringat
d. Sianosis pada bibir dan bantalan kuku : stagnasi darah di kapiler setelah oksigen yang
tersedia di keluarkan
e. Peningkatan CVP (tekanan vena sentral) dan PWCP ( tekanan baji kapiler pulmonal ) :
pompa yang mengalami kegagalan tidak mampu memompa darah, tetapi darah tetap masuk
ke jantung, menambah jumlah darah di dalam jantung, sehingga meningkatkan preload.

Gambaran klinis yang khas dari suatu miokard infark adalah nyeri dada. Perasaan nyeri
dada ini dapat berupa seperti rasa tertekan benda berat, ditusuk – tusuk, seperti terbakar
ataupun diremas-remas pada dada. Nyeri dada ini seringkali pada daerah retrosternal yang
menjalar ke dada bagian depan, punggung, leher dan ekstremitas atas sebelah kiri. Awal
dari nyeri dapat dimulai dari bagian epigastrium yang sering menjadikan salah diagnosis
dari miokard infark yang diduga sebagai penyakit pada saluran pencernaan. Pada
umumnya nyeri dada lama sekali berakhir (>20menit) dan tidak berkurang dengan istirahat
dan pemberian nitrogliserin dan biasanya nyeri dada disertai perasaan mual, muntah,
perasaan dingin dan rasa cemas yang berlebihan.

Pada kasus ini dijumpai nyeri dada yang dialami dengan lama > 30 menit. Nyeri dada
dirasakan seperti tertekan benda berat, terus-menerus. Nyeri dada menjalar ke bahu dan
lengan kiri. Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak dijumpai tanda yang khas dan sangat
bervariasi, mulai dari yang tampak normal sampai terjadi tanda dari syok kardiogenik.
Sebagian besar penderita infark miokard tampak cemas dan gelisah. Seringkali ekstremitas
tampak pucat disertai keringat dingin. Sekitar seperempat pasien infark anterior dapat
dijumpai manifestasi takikardi. Pada keadaan berat bisa didapati irama gallop.

Pada kasus dijumpai takikardi, kulit yang dingin dan rasa cemas. Pemeriksaan EKG tetap
menjadi pemeriksaan yang sangat berguna untuk mengetahui adanya miokard infark dan
juga untuk mengetahui lokasi dari infark yang terjadi. Pemeriksaan EKG di instalasi gawat
darurat merupakan petunjuk dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat yang
menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien untuk dilakukan
terapi reperfusi. Perubahan EKG pada infark miokard akut meliputi hiperakut T, ST elevasi
yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis, kembalinya segmen ST pada garis
isoelektrik dan inversi gelombang T, perubahan ini harus ditemukan minimal pada 2
sandapan/lead yang berdekatan.
Pada kasus dijumpai ST elevasi di lead V2-V5, serta Q wave L2. Penderita infark miokard
akut tidak semuanya disertai dengan EKG yang khas. Oleh karena itu diperlukan tanda
diagnostik yang objektif yang dapat digunakan pada awal menegakkan diagnosa infark
miokard akut. Pemeriksaan enzim jantung dapat dilakukan dengan pemeriksaan CKMB,
troponin T, troponin I, mioglobin dan LDH. CKMB dan troponin adalah enzim jantung
yang paling spesifik, kedua enzim ini mulai meningkat 4-8 jam setelah terjadinya infark
sehingga pemeriksaan yang terlalu dini bisa mendapatkan hasil yang negatif. Kadar CKMB
yang tinggi hanya bertahan hingga 2-4 hari, sedangkan troponin dapat bertahan hingga 14
hari. Peningkatan troponin T atau I pada sekali pengukuran sudah merupakan diagnosis
infark miokard akut, sedang jika berdasarkan CKMB harus didasarkan atas peningkatan
yang diikuti penurunan.
Pada kasus dijumpai kadar enzim CKMB 419 U/I dan Troponin I >50000 mg/l yang
merupakan hasil positif. Pada dasarnya banyak pilihan dalam penatalaksanaan infark
miokard.
Penatalaksanaan yang konvensional adalah dengan tirah baring, pemberian oksigen,
pengobatan terhadap aritmia yang terjadi, penggunaan obat –obatan trombolitik ntuk
menghancurkan oklusi yang terjadi dan pada penatalaksanaan umumnya dilakukan
pemberian diet lunak, perawatan emosional dan diupayakan buang air besar tidak
mengedan.
BAB IV
KESIMPULAN

Penatalaksanaan infark miokard dalam memperbaiki rasa nyeri yaitu melalui tindakan
reperfusi dengan terapi trombolitik. Reperfusi sendiri harus dilakukan pada saat awal
terjadinya nyeri untuk menyelamatkan miokardium yang mengalami iskemia. Pemberian
terapi trombolitik jangan menunggu hasil pemeriksaan enzim jantung, karena penundaan
yang tidak perlu ini dapat mengurangi miokardium

Penatalaksanaan dengan menggunakan trombolitik pada pasien infark miokard terutama


ditujukan pada penderita dengan ST elevasi pada gambaran EKG baik disertai gelombang
Q ( Q wave AMI ) maupun maupun tidak disertai gelombang Q ( Non Q wave AMI )
dengan waktu untuk terapi trombolisis kurang dari 12 jam dari gejala awal nyeri dada. Saat
ini tedapat terdapat 4 macam obat – obat trombolitik yang telah disetujui dan beredar yaitu
streptokinase, tPA, reteplase, dan tenekteplase. Terdapat beberapa hal yang dapat
digunakan dalam menilai keberhasilan reperfusi dengan trombolitik adalah sebagai berikut;
1. Nyeri dada yang berkurang.
2. ST elevasi yang kembali dengan cepat ke garis isoelektrik atau kembalinya ST elevasi
ke garis isoelektrik > 50% setelah pemberian trombolitik selesai
3. Kadar CK yang lebih cepat mencapai nilai puncak. Kegagalan dari pemberian
trombolisis ditandai dengan rasa sakit yang berkelanjutan dan ST elevasi yang menetap
pada EKG, Gagal jantung dan aritmia yang menjadi komplikasi dari infark miokard akut
juga sering menjadi tanda kegagalan dari trombolisis
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Cardiovascular diseases (CVDs) [Internet]. 2016 June [cited
2016 Sept 8]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/ fs317/en/
2. GBD 2018 DALYs and HALE Collaborators: Murray CJ, Barber RM, Foreman KJ,
Abbasoglu Ozgoren A, et.al. Global, regional, and national disability-adjusted life years
(DALYs) for 306 diseases and injuries and healthy life expectancy (HALE) for 188
countries, 1990-2018: Quantifying the epidemiological transition. Lancet
2015;386(10009):2145-91.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset
kesehatan dasar 2013 [Internet]. [cited 2016 Sept 8]. Available from: www.
depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
4. Dzau VJ, Antman EM, Black HR, Hayes DL, Manson JE, Plutzky J, et.al. The
cardiovascular disease continuum validated: Clinical evidence of improved patient
outcomes- Part I: Pathophysiology and clinical trial evidence (risk factors through stable
coronary artery disease). Circulation 2016;114:2850-70.
5. Baliga RR, Bahl VK, Alexander T, Mullasari A, Manga P, Dec GW, et.al. Management of
STEMI in low- and middle-income countries. Global Heart 2014;9(4):469-510.
6. Harmani K, Idris I, Irmalita et al. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut dengan ST elevasi.
Dalam: Pedomanan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Perki 2008.
7. Alwi Idrus, Tata Laksana Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo WA,
Buku Ajar GAMBAR 2. EKG SESUDAH DILAKUKAN STREPTOKINASE 38| J. Ked.
N. Med | VOL. 2 | NO. 2 | Juni 2019 | Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI; 2008, 1630-
39
8. Mebazaa, A., Combes, A., van Diepen, S., Hollinger, A., Katz, J.N., Landoni, G., et al.
2020. Management of cardiogenic shock complicating myocardial infarction. Intensive
Care Medicine 44, 760–773
9. Lipinski, M.J. 2020. Cardiogenic Shock in the Setting of Acute Myocardial Infarction: The
Swinging Pendulum of Revascularization. Cardiovascular Revascularization Medicine 21,
359–360.
10. Tewelde, S.Z., Liu, S.S., Winters, M.E., 2018. Cardiogenic Shock. Cardiology Clinics 36,
53–61.

Anda mungkin juga menyukai