Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Anestesi
Di RSI Sultan Agung Semarang
Disusun Oleh:
Muhammad Naufal Hilmi/30101800116
Pembimbing:
dr Dian Ayu, Sp.An
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Khabib
Umur : 56 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Ruangan : ICU
No. Rekam medis : 0147xxxx
Tanggal Masuk : 27 April 2023
II. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang laki-laki 56 tahun datang ke IGD RSI Sultan Agung Semarang
dengan keluhan nyeri dada kiri sejak kurang lebih 11 jam SMRS, Nyeri dada
dirasakan seperti tertekan benda berat, terus-menerus, menjalar ke bahu dan lengan kiri,
disertai sesak nafas, lemas dan kulit yang dirasakan dingin. Riwayat menderita
penyakit darah tinggi dialami sejak 2 tahun yang lalu. Pasien merupakan seorang
perokok. Pasien juga mengatakan mual (+), muntah (-), demam(-) sejak 1 hari
SMRS.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit paru: -
Riwayat DM : -
Riwayat Hipertensi : Tidak terkontrol
Riwayat keluhan sama : -
Riwayat Penyakit Jantung : -
Riwayat Alergi : -
Primary Survey
Secondary survey
Subjective :
Seorang laki-laki 56 tahun datang ke IGD RSI Sultan Agung Semarang
dengan keluhan nyeri dada kiri sejak kurang lebih 11 jam SMRS, Nyeri dada
dirasakan seperti tertekan benda berat, terus-menerus, menjalar ke bahu dan
lengan kiri, disertai sesak nafas, lemas dan kulit yang dirasakan dingin. Riwayat
menderita penyakit darah tinggi dialami sejak 2 tahun yang lalu. Pasien
merupakan seorang perokok. Pasien juga mengatakan mual (+), muntah (-),
demam(-) sejak 1 hari SMRS.
Objective :
III. KEADAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
KU = Lemas
Kesadaran = Compos mentis
BP = 91/56 mmHg
Pulse = 137x/menit
RR = 26x/menit
T = 35,5 0C
Interpretasi : Normal
Atas Bawah
Ekstremitas
Edema (-/-) (-/-)
Akral dingin (+/+) (+/+)
Capillary refill < 2 detik <2 detik <2 detik
Interpretasi : Akral dingin 4 ekstremitas
Kimia Klinik
Elektrolit
Natrium (Na) 144.8 135 - 147 mmol/L
Gambaran klinis yang khas dari suatu miokard infark adalah nyeri dada. Perasaan nyeri
dada ini dapat berupa seperti rasa tertekan benda berat, ditusuk – tusuk, seperti terbakar
ataupun diremas-remas pada dada. Nyeri dada ini seringkali pada daerah retrosternal yang
menjalar ke dada bagian depan, punggung, leher dan ekstremitas atas sebelah kiri. Awal
dari nyeri dapat dimulai dari bagian epigastrium yang sering menjadikan salah diagnosis
dari miokard infark yang diduga sebagai penyakit pada saluran pencernaan. Pada
umumnya nyeri dada lama sekali berakhir (>20menit) dan tidak berkurang dengan istirahat
dan pemberian nitrogliserin dan biasanya nyeri dada disertai perasaan mual, muntah,
perasaan dingin dan rasa cemas yang berlebihan.
Pada kasus ini dijumpai nyeri dada yang dialami dengan lama > 30 menit. Nyeri dada
dirasakan seperti tertekan benda berat, terus-menerus. Nyeri dada menjalar ke bahu dan
lengan kiri. Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak dijumpai tanda yang khas dan sangat
bervariasi, mulai dari yang tampak normal sampai terjadi tanda dari syok kardiogenik.
Sebagian besar penderita infark miokard tampak cemas dan gelisah. Seringkali ekstremitas
tampak pucat disertai keringat dingin. Sekitar seperempat pasien infark anterior dapat
dijumpai manifestasi takikardi. Pada keadaan berat bisa didapati irama gallop.
Pada kasus dijumpai takikardi, kulit yang dingin dan rasa cemas. Pemeriksaan EKG tetap
menjadi pemeriksaan yang sangat berguna untuk mengetahui adanya miokard infark dan
juga untuk mengetahui lokasi dari infark yang terjadi. Pemeriksaan EKG di instalasi gawat
darurat merupakan petunjuk dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat yang
menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien untuk dilakukan
terapi reperfusi. Perubahan EKG pada infark miokard akut meliputi hiperakut T, ST elevasi
yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis, kembalinya segmen ST pada garis
isoelektrik dan inversi gelombang T, perubahan ini harus ditemukan minimal pada 2
sandapan/lead yang berdekatan.
Pada kasus dijumpai ST elevasi di lead V2-V5, serta Q wave L2. Penderita infark miokard
akut tidak semuanya disertai dengan EKG yang khas. Oleh karena itu diperlukan tanda
diagnostik yang objektif yang dapat digunakan pada awal menegakkan diagnosa infark
miokard akut. Pemeriksaan enzim jantung dapat dilakukan dengan pemeriksaan CKMB,
troponin T, troponin I, mioglobin dan LDH. CKMB dan troponin adalah enzim jantung
yang paling spesifik, kedua enzim ini mulai meningkat 4-8 jam setelah terjadinya infark
sehingga pemeriksaan yang terlalu dini bisa mendapatkan hasil yang negatif. Kadar CKMB
yang tinggi hanya bertahan hingga 2-4 hari, sedangkan troponin dapat bertahan hingga 14
hari. Peningkatan troponin T atau I pada sekali pengukuran sudah merupakan diagnosis
infark miokard akut, sedang jika berdasarkan CKMB harus didasarkan atas peningkatan
yang diikuti penurunan.
Pada kasus dijumpai kadar enzim CKMB 419 U/I dan Troponin I >50000 mg/l yang
merupakan hasil positif. Pada dasarnya banyak pilihan dalam penatalaksanaan infark
miokard.
Penatalaksanaan yang konvensional adalah dengan tirah baring, pemberian oksigen,
pengobatan terhadap aritmia yang terjadi, penggunaan obat –obatan trombolitik ntuk
menghancurkan oklusi yang terjadi dan pada penatalaksanaan umumnya dilakukan
pemberian diet lunak, perawatan emosional dan diupayakan buang air besar tidak
mengedan.
BAB IV
KESIMPULAN
Penatalaksanaan infark miokard dalam memperbaiki rasa nyeri yaitu melalui tindakan
reperfusi dengan terapi trombolitik. Reperfusi sendiri harus dilakukan pada saat awal
terjadinya nyeri untuk menyelamatkan miokardium yang mengalami iskemia. Pemberian
terapi trombolitik jangan menunggu hasil pemeriksaan enzim jantung, karena penundaan
yang tidak perlu ini dapat mengurangi miokardium
1. World Health Organization. Cardiovascular diseases (CVDs) [Internet]. 2016 June [cited
2016 Sept 8]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/ fs317/en/
2. GBD 2018 DALYs and HALE Collaborators: Murray CJ, Barber RM, Foreman KJ,
Abbasoglu Ozgoren A, et.al. Global, regional, and national disability-adjusted life years
(DALYs) for 306 diseases and injuries and healthy life expectancy (HALE) for 188
countries, 1990-2018: Quantifying the epidemiological transition. Lancet
2015;386(10009):2145-91.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset
kesehatan dasar 2013 [Internet]. [cited 2016 Sept 8]. Available from: www.
depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
4. Dzau VJ, Antman EM, Black HR, Hayes DL, Manson JE, Plutzky J, et.al. The
cardiovascular disease continuum validated: Clinical evidence of improved patient
outcomes- Part I: Pathophysiology and clinical trial evidence (risk factors through stable
coronary artery disease). Circulation 2016;114:2850-70.
5. Baliga RR, Bahl VK, Alexander T, Mullasari A, Manga P, Dec GW, et.al. Management of
STEMI in low- and middle-income countries. Global Heart 2014;9(4):469-510.
6. Harmani K, Idris I, Irmalita et al. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut dengan ST elevasi.
Dalam: Pedomanan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Perki 2008.
7. Alwi Idrus, Tata Laksana Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo WA,
Buku Ajar GAMBAR 2. EKG SESUDAH DILAKUKAN STREPTOKINASE 38| J. Ked.
N. Med | VOL. 2 | NO. 2 | Juni 2019 | Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI; 2008, 1630-
39
8. Mebazaa, A., Combes, A., van Diepen, S., Hollinger, A., Katz, J.N., Landoni, G., et al.
2020. Management of cardiogenic shock complicating myocardial infarction. Intensive
Care Medicine 44, 760–773
9. Lipinski, M.J. 2020. Cardiogenic Shock in the Setting of Acute Myocardial Infarction: The
Swinging Pendulum of Revascularization. Cardiovascular Revascularization Medicine 21,
359–360.
10. Tewelde, S.Z., Liu, S.S., Winters, M.E., 2018. Cardiogenic Shock. Cardiology Clinics 36,
53–61.