Anda di halaman 1dari 4

Nama : Sayyidah Dewi Puspita Sari

Kelas : Kimia-B

NIM : 195090200111054

ALGA DAN PERANANNYA DALAM KEHIDUPAN

Alga adalah organisme holoplankton yang hidup bebas terapung dalam air dan
selama hidupnya merupakan plankton. Alga (ganggang) memiliki pigmen hijau
daun yang disebut klorofil sehingga dapat melakukan fotosintesis. Selain itu juga
memiliki pigmen-pigmen tambahan lain yang dominan. Dalam perairan alga
merupakan penyusun fitoplankton yang hidup melayang-layang di dalam air, tetapi
juga dapat hidup melekat di dasar perairan (Odum, 1994).

Makroalga adalah kelompok alga multiseluler yang tubuhnya berupa talus yang
tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati. Kelompok tumbuhan ini hidup di
perairan laut yang masih mendapat cahaya matahari dengan menempel pada
substrat yang keras (Asriyana dan Yuliana, 2012). Rumput laut atau seaweed
merupakan salah satu tumbuhan laut yang tergolong dalam makroalga benthik yang
banyak hidup melekat di dasar perairan. Rumput laut merupakan ganggang yang
hidup di laut dan tergolong dalam divisi Thallophyta. Klasifikasi rumput laut
berdasarkan kandungan pigmen terdiri dari 4 kelas, yaitu rumput laut hijau
(Chlorophyta), rumput laut merah (Rhodophyta), rumput laut coklat (Phaeophyta)
dan rumput laut pirang (Chrysophyta) (Suparmi & Sahri, 2009).

Mikroalga pada umumnya merupakan tumbuhan renik berukuran mikroskopik


(diameter antara 3-30 µm) yang termasuk dalam kelas alga dan hidup sebagai
koloni maupun sel tunggal di seluruh perairan tawar maupun laut. Morfologi
mikroalga berbentuk uniseluler atau multiseluler tetapi belum ada pembagian
fungsi organ yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal itulah yang membedakan
mikroalga dari tumbuhan tingkat tinggi.

Mikroalga hidup di berbagai habitat perairan dan dapat ditemukan mulai di bagian
sedimen sampai area intertidal. Mikroalga umumnya bersel satu atau berbentuk
benang dan selama hidupnya merupakan plankton. Gunawan (2011) dalam
Widyastuti (2014) menjelaskan bahwa mikroalga juga merupakan kelompok
fitoplankton atau plankton jenis nabati. Oleh karenanya, mikroalga lazim disebut
sebagai fitoplankton. Fitoplankton memiliki zat hijau daun (klorofil) yang berperan
dalam menghasilkan bahan organik dan oksiden dalam air. Sebagai dasar mata
rantai pada siklus makanan di laut, fitoplankton menjadi makanan alami bagi
zooplankton baik yang masih kecil maupun yang dewasa. Selain itu, fitoplankton
juga menjadi nutrisi bagi larva ikan dan vertebrata, mikroba dan organisme yang
lebih besar seperti udang, kepiting, kerang, ikan dan burung (Anonim, 2008 dalam
Widyastuti, 2014).

Kegunaan dari alga sangatlah banyak. Contohnya yakni digunakan sebagai pigmen.
Saat ini pewarna alami akan lebih banyak dicari karena adanya kekhawatiran bahwa
pewarna sintetik dapat menyebabkan kanker, menyebabkan kerusakan pada hati
dan ginjal. Pigmen yang ditemukan pada alga adalah klorofil, karotenoid, dan
fikobiliprotein. Turunan dari pigmen tersebut yang juga berperan sebagai
antioksidan yaitu fikosianin dan klorofil (Romay et al. 2003), flavonoid, β-karoten,
vitamin A, dan α-tokoferol (Wang et al. 2014). Selain sebagai pigmen, karotenoid
juga berfungsi sebagai fotoproteksi melawan foto-oksidasi dari sinar yang
berlebihan. Fungsi tersebut yang membuat karotenoid beserta turunannya memiliki
fungsi lebih sebagai antioksidan. Kandungan beta karoten dari karotenoid juga
berfungsi sebagai prekursor vitamin A. Famili alga yang berpotensi sebagai
penghasil karotenoid adalah Chlorophyceae, dengan genus Dunaliella,
Muriellopsis, Chlorella dan Haematococcus. Karotenoid adalah molekul
isoprenoid, yang dapat dibagi menjadi karoten dan xantofil. Karotenoid telah umum
digunakan sebagai pewarna alami di industri makanan, farmasi dan kosmetik.
Astaxantin merupakan antioksidan yang ditemukan pada Haematococcus pluvialis,
yang memiliki kekuatan antioksidan lebih tinggi daripada vitamin C dan E.
Astaxantin dapat melindungi protein dan esensial lipid dari limfosit manusia karena
aktivas dari enzim superoxide dismutase dan katalase. Astaxantin juga dapat
menekan hiper pigmentasi pada kulit, menghambat pembentukan melanin dan
meningkatkan kondisi lapisan kulit. Fukosantin adalah karotenoid utama yang ada
di kloroplas alga coklat seperti S.siliquastrum, U. pinnatifida, S. fulvellum, L.
japonica dan H. fusiformis. Fukosantin dapat melawan oxidative stress yang
diakibatkan oleh paparan UV (Dumay and Morançais 2016; Fabrowska et al.2015;
Ahmed et al. 2014). Maeda et al. (2005) menyatakan bahwa fukosantin
meningkatkan pembakaran lemak di jaringan adiposa, dengan adanya peningkatan
termogenin. Mikroalga ß-karoten merupakan prekusor vitamin, yang diproduksi
oleh Dunaliella spp. atau Spirulina platensis. ß-karoten merupakan antioksidan
yang tinggi, yang mampu menangkal radikal bebas, yang dapat menyebabkan
kanker pencernaan, arthritis, atau penuaan dini(Baky et al.2013). Sanchez et al.
(2008) menemukan lutein pada Scenedesmus dan Chlorella, yang dapat melindungi
kulit dari radiasi sinar UV dan sebagai substansi immunoprotektif. Haliman (2007)
menemukan lutein dan zeaxantin pada Rhodophyta spp. dan Spirulina spp. yang
dapat diaplikasikan pada industri pewarna makanan, farmasi dan kosmetik. Lutein
berperan besar dalam mencegah kerusakan kronis pada pembuluh darah di jantung,
menjaga penglihatan, mencegah penyakit katarak, menstimulasi respon imun, dan
mencegah penyakit atherosclerosis, mencegah infeksi pencernaan dan mencegah
degenerasi makula (Dumay and Morançais 2016).

Alga laut juga dapat dimanfaatkan sebagai adsorben logam berat. Pemanfaatan
sistem adsorpsi untuk pengambilan logam-logam berat dari perairan telah banyak
dilakukan. Beberapa spesies alga telah ditemukan mempunyai kemampuan yang
cukup tinggi untuk mengadsorpsi ion-ion logam, baik dalam keadaan hidup maupun
dalam bentuk sel mati (biomassa). Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa
gugus fungsi yang terdapat dalam alga mampu melakukan pengikatan dengan ion
logam. Gugus fungsi tersebut terutama adalah gugus karboksil, hidroksil, sulfidril,
amino, imidazol, sulfat, dan sulfonat yang terdapat di dinding sel dalam sitoplasma
(Putra, 2006). Menurut Harris & Ramelow (1990), kemampuan alga dalam
menyerap ion-ion logam sangat dibatasi oleh beberapa kelemahan seperti
ukurannya yang sangat kecil, berat jenisnya yang rendah, dan mudah rusak karena
degradasi oleh mikroorganisme lain. Untuk mengatasi kelemahan tersebut berbagai
upaya telah dilakukan, diantaranya dengan mengimobilisasi biomassanya.
Imobilisasi biomassa dapat dilakukan dengan mengunakan (1) matrik polimer
seperti polietilena glikol dan akrilat, (2) oksida (oxides) seperti alumina dan silika,
(3) campuran oksida (mixed oxides) seperti kristal aluminasilikat dan asam
polihetero, serta (4) karbon (Augusto & Pesso^a, 2003)

Anda mungkin juga menyukai