Anda di halaman 1dari 1

Tak ada yang berbeda dengan hari sebelumnya.

Kota ini masih dipenuhi dengan rutinitas yang


sama dan terus berulang. Pabrik-pabrik mulai beroperasi pukul 07.30, pegawai berhamburan
menuju pabrik yang tak henti-hentinya menyemburkan asap hitam. Sekolah, toko, pasar dan
yang lain pun beroperasi seperti hari-hari sebelumnya.
“Berangkat ke sekolah, Ra?” sapa tetangga yang ku panggil budhe. Kata-kata dan
intonasinya yang sama membuatku selalu menjawab serupa, “Iya, Budhe. Sampai nanti”.
Jalan, halte, dan supir angkot hari inipun tak berbeda. Tiba di sekolah pada pukul yang sama
seperti kemarin, begitu pula aku pulang dan bertemu budhe lagi, “Sudah pulang, Ra?”
Itu rutinitasku yang sangat-sangat monoton, tapi ya bagaimana lagi? Aku menikmati
semuanya. Terlebih tidak ada tugas sekolah seperti siang ini, aku bisa rebahan sepuasnya di
atas kasur empukku yang menghadap jendela. Entah angin apa yang menghempas wajahku
hingga ada hal yang terlintas dibenak, “Rutinitas ini memang monoton, sangat. Bagaimana
seandainya ada robot atau teknologi apalah itu, yang menggantikan semuanya menjadi
praktis. Tapi tidak untuk sapaan budhe tiap hari dan baju supir angkot yang warnanya hanya 2
macam itu. Itu sangat tidak menggangguku. Sesuatu yang hangat dan nyaman. Pikiranku terus
berjalan kesana-kemari hingga semuanya gelap, aku tertidur.
“Di mana aku?” pikirku saat pertama kali membuka mata di suatu tempat yang tak
asing, ya ini kelasku. Pak Alex berdiri di depan sambil menunjuk rumus-rumus logaritma
dengan penggaris miliknya. Memang begitu cara Pak Alex mengajar, tapi ada yang aneh. Tak
pernah sekalipun mata Pak Alex berkedip. Aku yakin ini bukan Pak Alex. Ya, ini robot Pak
Alex. Di luar sekolahpun demikian. Angkot-angkot kuning sekarang telah menjadi robot
terbang berbentuk kapsul yang lalu-lalang terbang kesana-kemari. Buruh-buruh pabrik kini
digantikan oleh robot-robot mirip Pak Alex. Tidak ada supir angkot dan tentu juga tidak ada
sapaan budhe.
“Ada apa dengan semua ini?” Rumahku juga tidak seperti biasa. Semuanya berubah
menjadi sesuatu yang aku inginkan dengan sekali tekan tombol. Sungguh mengagumkan.
Tapi semuanya sunyi. Jangankan suara tukang bakso depan rumah, suara jangkrik pun kini
telah berubah jadi deru mesin-mesin. Satu hari belum berakhir, aku sudah bosan. Teknologi
memang sangat membantuku, tapi tidak semua bisa dilakukan oleh mesin.
Seketika semuanya tersentak, begitu pula aku yang terbangun dari mimpi yang entah
itu baik atau buruk. Satu hal yang aku tahu, aku harus bersyukur atas semua keadaanku saat
ini. Dan percaya bahwa manusialah yang seharusnya mengendalikan teknologi, bukan
sebaliknya.
Hanya cukup mengetahui, lalu bergerak menghasilkan revolusi, kembangkan sembari
memperbaiki diri, dan berkolaborasi dengan teknologi.

Anda mungkin juga menyukai