Anda di halaman 1dari 6

PEWARNA TABIRKU

Karya: Ika Widia Astuti

Tiada usaha tanpa perjuangan, di dalam setiap perjuangan tentu menyimpan sejuta
impian yang mana kamu adalah insan yang telah ditakdirkan Tuhan untuk mampu
menjalankan apa yang telah diamanhkan. Mohonlah pertolongan pada Yang
MenciptakanMu, Ceritakan padanNya, mendekatlah padanya sesungguhnya semua yang
berat akan menjadi jalan yang mudah dan seberat apapun ujian yang diberikan kamu akan
selalu kuat, karena Tuhan tahu yang terbaik.

Drrttt ...!!!! Drrttt ...!!! Getar hp di atas meja belajar. Namaku Bunga anak kabupaten
yang sering mendapat ujian dalam jaringan. Malam ini rasanya aku ‘tak ingin membuka hp
mengingat jaringan yang sungguh teramat sangat tidak bersahabat, terlebih hujan lebat dan
mati lampu sehingga taada jaringan yang menjadi penghidupan untuk hp tercintaku. Kubuka
pesan dari grub whattsapp dengan jaringan yang datang sebentar lalu pergi tanpa rasa
bersalah seolah ‘tak ingin memberi kebahagiaan di malam yang kelam. Mati lampu
menggelapkan otakku, membaca pesan dari grub whattsapp semakin mengundang rasa
kantuk yang menuntutku untuk melawan ujian di dalam ujian.
“Hmmmm apalah dayaku, anak kabupaten yang berjaringan ‘tak semudah anak kota,”
gerutuku.
Pesan dari grub whattsapp mengagetkanku, Whattt...!!! Seketika aku meloncat dari
tempat tidur karena ada pesan dari ketua kelas.
“Untuk semua teman-teman harap mempersiapakan diri untuk besok karena besok
akan diadakan ...” belum sempat aku selesai membaca, hp ku lowbath. Aduhhhhh mau ke
luar di luar hujan deras banget, tapi kalau di rumah aku gatau info ada apa di kelas. Hmmm
Ayah sama Bunda pulang masih lama ngga ya, gimana dong besok ada apa jangan bilang
besok ada ujian, aduhhh gimana nih?
Di rumah hanya ada aku dan pembantu rumah tangga, ngga mungkin aku meminjam
hp bibi karena hp bibi ngga android, oke aku harus ke rumah Syifa.
“Bibi, Bunga mau ke rumah Syifa mau tanya tugas hp Bunga lowbath, Bunga jalan
kaki aja Bi, soalnya hujannya deres banget.” izinku pada Bibi.
Berani ngga berani harus berani, hujan deras angin kencang banyak pohon tumbang
dan aku berjalan seorang diri melewati pepohonan yang tergoyang angin kencang. Takut
pasti, tapi mau bagaimana lagi ini demi kebaikanku, dari pada aku telat dan ngga tau info.
Jalanan yang licin membuatku semakin ‘tak bisa berjalan cepat, saat aku sampai di pertigaan
genangan air sangat tinggi tubuhku telah basah kuyup, sungguh dingin pasti dan aku tadi lupa
makan dari siang. Aduh udah ngga kuat lagi, aku memutuskan diri untuk berhenti di depan
toko dan beristirahat sejenak, berdiam seorang diri tubuh basah kuyup meski aku memakai
payung namun genangan air yang terkena ban mobil mengguyur tubuhku, sungguh malam ini
penuh warna ditengah gelapnya malam tanpa penerangan listrik dan ditemani hujan angin
yang menghembus diriku.
Sesampainya di rumah Syifa tubuhku sudah sangat lemas, wajahku pucat dan rasanya
aku ‘tak lagi bisa berjalan.
“Syifa!!” panggilku sambil mengetuk pintu rumah Syifa.
Aku menunggu di depan rumah Syifa namun ‘tak ada jawaban, apa gak ada orang ya
di rumah Syifa, aduhhh aku dingin banget lagi di rumah Syifa juga mati lampu namun di
rumah Syifa memiliki deasel jadi tetap terang. Apa Syifa ngga kedengaran suaraku ya, atau
emang dia sedang nggak di rumah. Aku menunggu kurang lebih satu jam, namun pintu
rumah Syifa tetap terkunci hingga aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Hujan semakin
deras dan angina semakin kencang, pepohonan di tepi jalan banyak yang tumbang aku
berjalan seorang diri membawa payung dengan tubuh basah kuyup, lemas dan wajah pucat.
“Untuk sampai ke rumah, masih lumayan jauh tapi malam sudah semakin mendekati
pukul 24.00, nanti kalau Ayah Bunda nyari gimana? Tapi aku nggak bisa malanjutkan
perjalanan, tubuhku sangat kaku.” ucapku sambil menepi di halte.
Aku sedikit menyesal mengapa aku dilahirkan di daerah yang susah jaringan padahal
semua info sekolah melalui jaringan, hmm teringat kala itu waktu aku ujian tiba-tiba lampu
mati, tiba-tiba jaringan menghilang waktu tersisa tiga puluh menit aku bergegas ke warung
kopi tempat biasa aku mengerjakan tugas, namun waktu itu di sana banyak om-om bertato
dan karena takut aku mengurungkan niatku mengerjakan ujian di sana, namun ketika aku
kembali mengigat waktu ujian yang ‘tak lagi lama aku memutuskan mengerjakan ujian di
depan pasar buku, hingga aku di usir oleh pemlik toko karena dikira aku orang gila yang
mencuri laptop, hingga aku menghindar dari pemilik toko dan berlari ke depan swalayan dan
melanjutkan mengerjakan ujian di sana, selesai mengerjakan ujian aku di usir oleh satpam di
kiranya aku bagian dari anggota orang-orang yang suka hipnotis, aduhhhh emang wajah-
wajahku muka orang jahat apa gimana sih.
Aku menunggu hujan reda di halte, namun yang ada hujan semakin lebat dan ‘tak
kunjung reda, duduk sendiri penuh rasa takut, tiba-tiba ada lelaki berbadan kekar mendekat,
tubuhku semakin gemetar, apa yang harus kulakukan?
“Waduhh siapa itu? Jangan bilang itu orang jahat, ini bukan hanya ujian tapi ujian
dalam ujian. Lampu mati ada info dari kelas gak bisa lihat, cari info ke rumah Syifa dia gak
ada di rumah, sekarang malah ketemu dengan orang yang sangat menyeramkan, apalah
dayaku gadis sekolah yang lemah,” ucapku dalam hati.
Aku segera meninggalkan halte meski hujan masih sangat deras dan angin semakin
kencang. Ujian semester sudah sangat dekat, dan aku nggak yakin kalau begini terus apa aku
bisa melalukan ujian dengan maksimal. Sepanjang jalan pikiran buruk menghantuiku, seolah
pohon-pohon di jalan berbicara dan meceritkan akan kesulitan yang harus kuperjuangkan, ini
demi masa depan masa iya hanya karena jaringan menjadi hambatan untukku meraih
kesusksesan. Sesampainya di rumah jarum jam menunjukkan pukul 24.45 dengan tubuh yang
basah kuyup dan wajah pucat Ayah dan Bunda menunggu di depan rumah dengan penuh rasa
khawatir, tubuhku menggigil dan melemas hingga sesampainya di teras aku ‘tak sadarkan
diri, terbangun hari sudah pagi dengan jarum jam yang menunjukkan pukul 08.00 WIB.
“Bunga, kamu sudah bangun sayang tadi malam kamu basah kuyup dan pingsan di
depan rumah, istirahat saja dulu ya jangan terlalu capek badan kamu panas,” ucap Bunda
perhatian.
“Bunda boleh minta tolong ambilkan hp Bunga,” pintaku.
Kutengok grub whattsapp ternyata hari ini ada ujian online di adakan pukul 07.30
sampai pukul 08.30, terkaget aku melihat grub whattsapp 30 menit lagi waktu ujian selesai
dan aku belum mengerjakan sama sekali, aduhh aku masih sangat pusing dan tubuhku panas
tapi nggak mungkin aku tidak mengerjakan ujian hari ini karena pasti tidak ada ujian susulan.
Aku bergegas mengerjakan soal ujian dengan waktu yang tersisa 30 menit untuk
mengerjakan, ingin rasanya aku izin untuk hari ini, tapi teramat sayang jika aku tidak
mengikuti ujian.
“Bunda, Bunga ada ujian hari ini batas waktunya sampai pukul 08.30,” ucapku pada
Bunda.
“Kalau kamu tidak kuat, izin saja dulu sayang kamu sangat lemas, badanmu panas,
wajahmu pucat,”tutur Bunda.
Enggak, aku gak boleh lemah aku harus semangat mengerjakan soal ujian, pokoknya
aku harus ikut ujian meski waktu yang tersisa tinggal separuh, usahaku menyemangati diri
sendiri.
Waktu tersisan lima menit syukurlah aku selesai mengerjakan semua soal dengan baik
saatnya aku meng-upload jawaban, sangat bersyukur meski semalem aku sempat berpikir
segala hal buruk di tengah rasa tenang karena semua soal sudah terjawab tiba-tiba jaringan
menghilang dan semua jawabanku blank, internet not connect oh my god ingin rasanya ingin
aku menangis dengan hal ini hasil jawabanku semua blank padahal waktu tersisa lima menit,
aduhhh aku berlari mencari jaringan, dengan tubuh sempoyongan dan wajah pucat aku berlari
sekuat tenaga menuju sepeda dan mengayuh kuat sepedaku, waktu tersisa tiga menit aku telah
sampai di dekat jalan raya syukurlah jaringan kembali pulih.
“Dua menit lagi aku harus cepat,” ucapku.
Untunglah aku masih sedikit ingat dengan jawabanku sebelumnya jadi tinggal
mengisi pilihan jawaban saja, rasa cemas dan was-was beradu dalam diri menusuk seolah aku
‘tak boleh sakit karena sakit hanya akan membuatku lemah dan ‘tak dapat bergerak cepat.
waktu tersisa lima belas detik pengisianku selesai dan aku langsung meng-upload-nya,
syukurlah selesai. Tubuhku kembali lemas setelah dibuat kaku oleh waktu yang beradu
dengan jaringan rumahku.
Terdiam di sepeda dengan sedikit lebih tenang memegangi hp yang semalam sempat
berukir cerita yang takkan terlupa hingga sekarang aku sakit dan harus mencari jaringan di
tepi jalan. Tak sempat aku mengecek ulang jawaban karena yang ku pikirkan adalah selesai
dan terjawab semua dalam waktu yang tidak terlewat, bukan aku ‘tak ingin jawaban benar
atau apa tapi saat ini orientasiku pada waktu yang tersisa ‘tak banyak. Pengiriman tugas pun
selesai aku sangat bersyukur karena aku dapat mengirim tugas tepat waktu meski aku sempat
ingin menangis, sesampainya di depan rumah saat aku hendak menyebrang aku sangat pusing
dan ku lihat di seberang jalan ada seorang pengendara motor yang berliku-liku dalam
mengendarai motornya, Srakkkk....!!!! pengendara motor ‘tak sengaja membanting setir
sepedaku, tubuhku terlempar ke jalan aku terlempar jauh dari sepedaku.
“Aduh!” teriakku. Melihat aku terserempet motor dan pingsan warga yang waktu itu
ada di sekitar jalan menolongku dan ketika aku terbangun aku sudah di dalam ruangan yang
sangat asing, lagi-lagi aku ‘tak sadarkan diri, ketika aku terbangun Ayah, Bunda dan Bibi
berada di sekelilingku dan mereka nampak memangis.
“Bunga! Kamu sudah bangun sayang?” ucap Ayah tersenyum dan menangis.
Aku merasa aneh dengan semua ini entah ini di mana dan siapa yang membawaku ke
sini, mengapa tubuhku kaku dan kakiku ‘tak dapat digerakkan, seketika aku menangis dengan
penuh tanda tanya.
“Ayah, Bunda Bunga di mana? mengapa kaki Bunga ‘tak dapat digerakkan?”
tanyaku.
Mendengar ringik pertanyaanku mereka ‘tak ada yang menjawab bahkan mereka
hanya merunduk. Ada apa dengan ini semua, aku terus bertanya pada mereka sembari
memukuli kakiku yang ‘tak dapat ku gerakkan dan ketika aku memukuli kakiku ‘tak ada rasa
apapun, aku ‘tak dapat merasakan pukulan pada kakiku.
“Ayahhh ...!!! Bunda ...!!! Mengapa kaki Bunga?” teriakku menangis keras. ‘Tak ada
yang menjawab apa yang terjadi padaku, mereka hanya menangis dan mencegahku untuk
tidak memukuli kakiku.
Entah mengapa rasanya begitu gelap, ‘tak ada jawab yang mampu menembus tanda
tanya dalam bilik pertanyaan, mendengar penjelasan dari dokter aku sungguh ‘tak dapat
menerima semua ini, aku ingin kembali bisa berjalan seperti biasa dan aku ‘tak ingin hanya
duduk termenung di atas kursi roda.
“Tuhan ...!!! Kenapa engkau memberi ujian padaku berupa fisik yang ‘tak dapat lagi
kugunakan? Kenapa engkau tidak mengambil saja nyawa ini? Kenapa hanya nikmat yang
engkau kurangi padahal engkau tahu aku sangat butuh? Mengapa engkau ‘tak adil? Jika
engkau berniat mengambil mengapa dulu engkau memberi padaku?” teriakku ‘tak bisa
menerima kenyataan. Ayah dan Bunda menenangkanku namun tetap saja rasanya dunia ‘tak
adil.
Sekarang semua kegiatanku di atas kursi roda, seolah aku hanyalah orang tua yang
‘tak berdaya dan ‘tak lagi berguna. Hidupku seolah sudak ‘tak bermakna, dengan keadaanku
saat ini semua yang kuimpikan seolah sirna secara tiba-tiba. Hari ini aku ada tugas membuat
laporan keadaan sosial masyarakat di daerahku, ditemani Bibi aku berkeliling komplek dan
melihat keadaan sekitar untuk mendapatkan data yang aku butuhkan dalam tugas ini, melihat
kondisi sosial masyarakat di komplek yang sangat beragam setidaknya dengan adanya tugas
ini aku mampu berpikir dan menggerakkan otakku yang sempat terhenti. Aku mengajak Bibi
ke toko dekat taman untuk membeli minuman dan kita brhenti sejenak di taman, aku ingin
menghirup udara segar dan mengenang masa di mana ketika aku masih bisa berjalan dulu.
“Bibi kita beli minum dulu ya, setelah itu kita ke Taman,” ucapku.
“Baik, Non, Bibi belikan minum dulu ya, Non mau minum apa?” tanya Bibi.
“Apa aja pokoknya nggak dingin,” jawabku.
Aku menunggu di depan toko dengan posisi terdiam di kursi roda membawa dengan
catatan tugas laporan keadaan sosial masyarakat. Andaikan aku bisa berjalan pasti ini akan
lebih menyenangkan tanpa merepotkan banyak orang.
“Yeye ada orang lumpuh masih muda udah lumpuh hahahahaha ...!!!” ejek anak-anak
kecil di depan toko.
Mendengar ejekan dari anak-anak kecil itu, rasanya hati ini semakin sakit aku ‘tak
membalas ejeken dari mereka aku hanya terdiam dan menangis. ‘Tak lama kemudian Bibi ke
luar dari toko membawa beberapa botol minuman dan snack mendorongku menuju taman,
Bibi berusaha menenangkanku dengan bercerita banyak hal padaku.
“Andaikan ini tadi bukan karena tugas untuk membuat laporan sosial masyarakat,
Bunga gak akan ke luar rumah, Bi,” ucapku.
“Sabar ya Non, Bibi yakin Non Bunga itu anak yang kuat,” ucap Bibi menenagkanku.
Harus dengan bagaimana lagi aku melihat kondisiku saat ini, ‘tak mampu berjalan
tanpa menggunakan kursi roda, namun tugas banyak yang menuntut untuk aku bergerak dan
jaringan rumah yang terkadang ‘tak bersahabat, sehingga mengharuskanku ke luar dengan
keadaan saat ini pasti akan menjadi hambatan. Aku bercerita pada Bibi di taman ini dulu aku
sering mengerjakan tugas di sini karena ada jaringan wifi namun sekarang apa dayaku ‘tak
lagi mampu seperti dulu. Bergerak saja butuh perjuangan ekstra yang ‘tak mudah. Namun
aku yakin dari semua perjuanganku untuk menjari signal, hingga pulang mencari signal aku
terserempet motor yang menjadikanku seperti sekarang pasti akan ada hikmah yang dapat
kuambil, Tuhan tidak tidur dan pastinya semua ejekan akan menjadi cambuk yang akan
menjadikanku semakin maju untuk meraih semua yang aku targetkan, ‘tak boleh lemah dan
‘tak boleh patah semangat. Lumpuh hanyalah fisikku namun kemauan dan pikiranku akan
selalu berpacu demi masa depan yang telah menunggu, itulah caraku menyemangati diriku
untuk selalu maju.

TENTANG PENULIS
Ika Widia Astuti gadis kelahiran Blitar yang kerap disapa Widya Ayqiarara dalam dunia
kepenulisan, saat ini Widya menempuh pendidikan S1 disalah satu Universitas Islam Negeri
di Jawa Timur Jurusan Manajemen Pendidikan Islam. Di tengah kesibukan kuliah dan
kegiatan kampus Widya meluangkan waktu untuk aktif dalam dunia kepenulisan di samping
ia juga menyeimbangkannya dengan pendidikan agama di pesantren. Widya aktif dalam
mengikuti event perlombaan dalam kepenulisan dan non kepenulisan, dengan dukungan dari
orang tua dan orang-orang terdekat semakin membuat Widya bersemangat untuk berkarya
dengan motivasi terbesarnya semoga ke depan karyanya semakin berkembang dan tulisan
yang dibuatnya dapat bermanfaat untuk orang lain. Semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai