Anda di halaman 1dari 54

SURVEI TEMPAT PENAMPUNGAN AIR (TPA) SEBAGAI

BREEDING PLACE JENTIK NYAMUK Aedes aegypti


DI JORONG TANJUNG ALAI KENAGARIAN
PAUH KECAMATAN LUBUK SIKAPING
KABUPATEN PASAMAN
TAHUN 2014

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan ke Program Studi D III Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan


Kemenkes Padang sebagai Persyaratan dalam Menyelesaikan Pendidikan
Diploma III Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

Oleh :

MUTIA DELSIYANDA
NIM. 111110023

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2014
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2014


Mutia DelsiYanda

Survei Tempat Penampungan Air (TPA) Sebagai Breeding Place Jentik


Nyamuk Aedes aegypti di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh Kecamatan
Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun 2014

xii + 42 halaman, 5 tabel, 6 gambar, 5 lampiran

ABSTRAK
Nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyebab Demam Berdarah Dengue
(DBD) dapat berkembangbiak pada bak mandi, ember, tangki, drum, barang
bekas, vas bunga, tempat minum burung, tempurung kelapa. Dari Temuan di
lapangan, Tempat Penampungan Air (TPA) yang ditemukan di Jorong Tanjung
Alai adalah bak mandi, ember, tangki, drum, vas bunga, tempat minum burung,
barang bekas, lobang batu, pelepah daun, dan tempurung kelapa. Penelitian
bertujuan untuk mengetahui jenis tempat perkembangbiakan, mengidentifikasi
jentik, dan mengetahui tingkat kepadatan jentik dengan indikator berbasis Angka
Bebas Jentik (ABJ) di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh, Kecamatan Lubuk
Sikaping, Kabupaten Pasaman.

Jenis penelitian bersifat deskriptif. Populasi pada penelitian adalah rumah


yang ada di Jorong Tanjung Alai berjumlah 750 rumah dan besar sampel
menggunakan rumus simple random samping, yaitu 117 rumah. Pengumpulan
data dengan cara observasi menggunakan alat bantu berupa checklist, pengolahan
data secara komputerisasi dengan analisa univariat.

Hasil penelitian adalah TPA yang ditemukan 205 (Ember, yaitu 54,63 %),
BTPA yang ditemukan 203 (vas bunga, yaitu 48,77 %), dan TPAA yang
ditemukan 15 (tempurung kelapa, yaitu 73,33 %). Jentik yang ditemukan berupa
jentik Aedes (11), bukan jentik Aedes (3) dari 117 rumah. Kepadatan jentik
berbasis ABJ di Jorong Tanjung Alai adalah 88,89 %.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ABJ di Jorong Tanjung Alai


masih tinggi, diharapkan masyarakat mengoptimalkan kegiatan 3 M, menabur
bubuk abate (1 gr dalam 10 L air) pada semua TPA, mengganti air pada tempat
minum burung (1 x 2 hari) dan vas bunga (1 x seminggu) .

Kata Kunci : Tempat Penampungan Air, Breeding Place, jentik Aedes aegypti
Daftar Pustaka 28 ( 1987-2013)
POLYTECHNIC HEALTH MINISTRY OF HEALTH PADANG
ENVIRONMENTAL HEALTH DEPARTMENT

Scientific Paper, June 2014


Mutia DelsiYanda

Containers Survey (TPA) As Breeding Place Aedes aegypti mosquito larvae


in Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh Kecamatan Lubuk Sikaping
Kabupaten Pasaman 2014

xii + 42 pages, 5 tables, 6 images, 5 attachments

ABSTRACT
Aedes aegypti vectors cause Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) can be
breeding places in the bak mandi, bucket, tank, drum, other hands, vases, drinking
cups, birds, coconut shell. From the findings in the field, containers (TPA) were
found in Jorong Tanjung Alai is bak mandi, buckets, tanks, drums, flower vases,
drinking cups, bird, other hands, stone pit, leaf midrib, and coconut shell. The
study aims to determine the types of breeding sites, identifying larvae, and the
larvae to determine the level of density-based Free larvae indicators (ABJ) in
Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten
Pasaman.

This type of research is descriptive. The population there is a house in


Jorong Tanjung Alai numbered 750 houses and large simple random sample using
the formula side, which is 117 houses. Data collection by observation using tools
such as checklists, computerized data processing by univariate analysis.

The results of the study were found 205 TPA (Ember, ie 54.63%), BTPA
found 203 (flower vase, ie 48.77%), and found 15 TPAA (coconut shell, ie
73.33%). Larvae of Aedes larvae were found in the form (11), instead of larvae of
Aedes (3) of 117 homes. ABJ larvae density based on Jorong Tanjung Alai is
88.89%.

Based on the survey results find out in the ABJ in Jorong Tanjung Alai is
still high, people are expected to optimize the 3 M, sowing abate powder (1 g in
10 L of water) on all landfill, replace the water in bird drinking places (1 x 2 days)
and vase (1 x week).

Keywords: Shelter Water, Breeding Place, larvae of Aedes aegypti


Bibliography 28 (1987-2013)
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Mutia DelsiYanda

NIM : 111110023

Tempat / Tanggal Lahir : Lubuk Sikaping, 18 Oktober 1993

Negeri Asal : Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman

Alamat : Jl. Pelita Blok B no.8 Tanjung Beringin Kec. Lubuk

Sikaping Kab. Pasaman

Agama : Islam

Nama Orang Tua :

Ayah : Madel Muhammad, SH

Ibu : Dra. Yusmanidar

RIWAYAT PENDIDIKAN
No Pendidikan Tahun Lulus
SDN 14 Tanjung Beringin Kec. Lubuk Sikaping Kab.
1. 2005
Pasaman
2. SMP Negeri 3 Lubuk Sikaping Kab.Pasaman 2008
3. SMA Negeri 1 Lubuk Sikaping Kab.Pasaman 2011
D-III Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes RI
4. 2014
Padang
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Do‟a dan Puji Syukur atas Kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, dengan berkat serta rahmat dan Karunia-Nya, penulisan Karya Tulis
Ilmiah dengan judul “Survei Tempat Penampungan Air (TPA) Sebagai
Breeding Place Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Jorong Tanjung Alai
Kenagarian Pauh Kecamatan Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun
2014” dapat terselesaikan.
Penyusunan dan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan suatu
rangkaian dari proses pendidikan secara menyeluruh di Program Studi D.III
Jurusan Kesehatan Lingkungan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang dan
sebagai prasyarat dalam menyelesaikan Pendidikan D.III Kesehatan Lingkungan
pada masa akhir pendidikan.
Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan, motivasi, arahan serta saran yang bersifat membangun sehingga
penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan terima kasih kepada
Bapak Aidil Onasis, SKM, M.Kes sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak
Drs.Zulfikri Agus selaku Dosen Pembimbing II yang telah mengarahkan,
membimbing, dan memberi masukan kepada penulis dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak H. Sunardi, SKM, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Padang.
2. Bapak Dr. Burhan Muslim SKM, M.si selaku Ketua Jurusan Kesehatan
Lingkungan dan selaku pembimbing akademik.
3. Bapak Evino Sugriarta, SKM, M.Kes selaku Ka. Prodi D III Jurusan
Kesehatan Lingkungan.
4. Dosen dan Staf Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Padang.
5. Kedua orang tua dan keluarga tercinta atas dorongan moril dan materil
serta doa yang tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.
6. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses perkuliahan yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga bantuan, bimbingan dan petunjuk yang bapak/ibu dan rekan –
rekan berikan menjadi amal ibadah dan mendapat balasan yang berlipat ganda dari
Allah SWT.
Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga
penulis merasa masih ada belum sempurna baik dalam isi maupun dalam
penyajiannya. Untuk itu penulis selalu terbuka atas kritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah Ini. Semoga Karya Tulis
Ilmiah ini dapat memberi manfaat kepada kita semua.

Padang, Juni 2014

Penulis
„ MDY „
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. v
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
E. Ruang lingkup Penelitian ................................................................. 7

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN ....................................................... 9


A. Nyamuk Aedes aegypti ...................................................................... 9
B. Siklus Hidup Nyamuk Aedes ............................................................ 11
C. Tempat Perkembangbiakan ............................................................... 12
1. Faktor Lingkungan Yang Mendukung Tempat
Perkembangbiakan Jentik Aedes ................................................. 12
2. Tempat Penampungan Air (TPA) Sebagai
Tempat Perkembangbiakan Jentik Aedes aegypti ....................... 13
D. Perilaku dan Penyebaran Nyamuk Aedes ......................................... 15
1. Perilaku Nyamuk Aedes aegypti Dewasa ................................... 15
2. Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti ............................................ 16
E. Nyamuk Aedes aegypti Sebagai Vektor Demam Berdarah
Dengue (DBD) .................................................................................. 16
F. Mekanisme Penularan Penyakit DBD ............................................... 19
G. Metode Survei Jentik......................................................................... 19
H. Alur Penelitian .................................................................................. 22
I. Definisi Operasional.......................................................................... 23

BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................. 24


A. Desain Penelitian .............................................................................. 24
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 24
C. Populasi dan Sampel ......................................................................... 24
D. Cara Pengumpulan Data ................................................................... 25
E. Teknik Pengolahan Data ................................................................... 26
F. Analisis Data ..................................................................................... 27

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................. 28


A. Gambaran Umum Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh ............... 28
1. Geografis ...................................................................................... 28
2. Demografi ..................................................................................... 29
B. Hasil Penelitian ................................................................................. 29
C. Pembahasan ....................................................................................... 32
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 41
A. Kesimpulan ....................................................................................... 41
B. Saran .................................................................................................. 41

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Larva Index ...................................................................................... 21

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Jumlah Tempat Penampungan Air (TPA) Yang


Ada di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh Kecamatan Lubuk
Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun 2014..................................... 29

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Jumlah Bukan Tempat Penampungan Air


(BTPA) Yang Ada di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh
Kecamatan Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun 2014 ...... 30

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Jumlah Tempat Penampungan Air Alamiah


(TPAA) Yang Ada di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh
Kecamatan Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun 2014 ...... 30

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Identifikasi Jentik Aedes, Bukan Jentik Aedes,


dan Bukan Jentik Nyamuk Yang Ditemukan di Jorong Tanjung
Alai Kenagarian Pauh Kecamatan Lubuk Sikaping Kabupaten
Pasaman Tahun 2014 ............................................................... 31

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Kepadatan Jentik Berbasis Angka Bebas


Jentik (ABJ) di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh Kecamatan
Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun 2014 ......................... 31
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Nyamuk Aedes aegypti ................................................................... 9


Gambar 2 Pupa nyamuk Aedes aegypti ............................................................ 10
Gambar 3 Jentik nyamuk Aedes aegypti .......................................................... 11
Gambar 4 Telur Aedes aegypti ......................................................................... 11
Gambar 5 Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti................................................ 12
Gambar 6 Tempat perkembangbiakan jentik Aedes......................................... 15
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembangunan bidang kesehatan masa depan memiliki Visi dan Misi yang

dirumuskan sebagai Rencana Strategis Depkes tahun 2010-2014. Visi Rencana

Strategis yang ingin dicapai Depkes adalah Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan

Berkeadilan.Visi ini dituangkan menjadi 4 misi yaitu (1) Meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan

masyarakat madani, (2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin

tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan, (3)

menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan, serta (4)

Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. 1

Berdasarkan UU no.36 Tahun 2009 tentang kesehatan yaitu Pembangunan

kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia

yang produktif secara sosial dan ekonomis.2

Menurut Hendrik, L Blum ada empat faktor utama yang mempengaruhi

derajat kesehatan masyarakat. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor

lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. 3

Semua faktor tersebut yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor

pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan tidak berdiri sendiri dalam

mempengaruhi kesehatan, namun masing-masing saling mempengaruhi satu sama

lain misalnya, faktor lingkungan selain langsung mempengaruhi kesehatan juga


turut mempengaruhi tingkah laku, dan perilaku juga mempengaruhi pelayanan
3
kesehatan, dan seterusnya. Faktor-faktor tersebut saling terkait dan faktor

lingkungan dan perilaku adalah yang paling besar pengaruhnya terhadap derajat

kesehatan.

Derajat kesehatan masyarakat sangat erat dengan angka kematian

(mortalitas) dan angka kesakitan (morbiditas). Angka kematian (mortalitas) orang

dewasa di Indonesia masih tinggi yaitu 239 orang per 1000 bagi laki-laki dan 200

orang per 1000 bagi wanita. Bagi balita, angka mortalitas adalah 41 orang bagi

balita laki-laki dan 36 orang balita perempuan per 1000 kelahiran. Mortalitas

maternal adalah 230 orang per 1000 orang. 4

Lingkungan dan perilaku yang tidak sehat dapat memicu timbulnya

berbagai penyakit. Secara umum ada dua jenis penyakit, yaitu yang menular dan

tidak menular. Penyakit yang tidak menular seperti jantung, tekanan darah tinggi,

kencing manis, osteoporosis, rematik, dan sebagainya. Dalam kelompok penyakit

menular ada yang ringan dan ada juga yang berat. Yang ringan misalnya influenza

dan diare. Sedangkan yang berat seperti HIV/AIDS, polio, demam berdarah,

campak, TBC, malaria, flu burung, SARS, dan sederet penyakit lainnya.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat, karena selain sering menimbulkan wabah juga dapat menyebabkan

kematian.5 Penyakit DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue, yang terdiri dari 4

serotipe, yaitu (Den-1), (Den-2), (Den-3), dan (Den-4). 6

World Health Organization (WHO) memperkirakan kemungkinan terjadi

infeksi DBD 50 juta sampai 100 juta orang di seluruh dunia setiap tahun, dimana
250.000 sampai 500.000 merupakan kasus dengue haemmorhagic fever (DHF)

dengan kematian sebanyak 24.000 orang setiap tahun. 7

Virus Dengue penyebab DBD disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti

sebagai vektor utama, disamping Ae. Albopictus. Kedua spesies dikenal juga

sebagai vektor Chikungunya. Nyamuk Ae. aegypti, adalah serangga yang

termasuk kelas Hexapoda, Ordo Diptera dan Tribus Culicini, Phylum Arthropoda.

Populasi vektor DBD dapat diketahui dengan cara penangkapan nyamuk dewasa,

atau dengan koleksi jentik atau menggunakan perangkap telur ovitrap (terutama

untuk yang kepadatan nyamuknya rendah sehingga sulit ditemukan). 8

Pemberantasan vektor belum sepenuhnya berhasil menekan populasi

nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor utama demam berdarah dengue

(DBD) sehingga penularan virus dengue masih tinggi. Hal ini tergambar dari

masih tingginya kasus DBD di Indonesia, misalnya jumlah kasus tahun 2008

sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang serta tahun 2009 sebanyak

154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%. 9

Nyamuk Ae.aegypti betina meletakkan telurnya pada tempat-tempat air

jernih yang menggenang seperti bak mandi, tempayan, drum, tempat minum

burung dan lain-lainnya, baik yang terletak di dalam maupun di luar rumah.

Kemudian telur menetas menjadi jentik dalam waktu 1-2 hari. Jentik akan

berkembang melalui empat tahap (instar) dan berubah menjadi pupa dalam lima

hari kemudian. Stadium pupa biasanya berlangsung dua hari dalam suasana

optimum. Perkembangan dari telur sampai dewasa memerlukan waktu sekurang-

kurangnya sembilan hari. Jadi kira-kira waktu yang diperlukan untuk

perkembangan dari stadium telur menjadi nyamuk dewasa 7-10 hari. 10


Tempat perkembangbiakan yang utama bagi nyamuk Aedes aegypti adalah

kontainer di dalam atau di sekitar rumah atau tempat-tempat umum, seperti

sekolah. Tempat perkembangbiakan nyamuk ini berupa genangan air bersih yang

tertampung di suatu tempat atau kontainer. 11

Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat

dikelompokkan sebagai berikut: (1) Tempat Penampungan Air (TPA) untuk

keperluan sehari-hari, seperti : drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc,

dan ember. (2) Tempat Penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari,

seperti : tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, dan barang-barang

bekas (ban, kaleng, botol plastik, dll). (3) Tempat penampungan air alamiah,

seperti : lobang pohon, lobang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah

pisang, dan potongan bambu. 12

Ada tidaknya jentik nyamuk Aedes aegypti dalam suatu kontainer

dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: jenis kontainer, letak kontainer, warna

kontainer, kondisi tutup kontainer, adanya ikan pemakan jentik, volume kontainer,

kegiatan pengurasan kontainer, dan kegiatan abatisasi. 13

Dari penelitian yang telah dilakukan pada bulan Maret - Juni 2014, dapat

diketahui bahwa tempat Penampungan Air (TPA) yang ada di masyarakat Jorong

Tanjung Alai, Kenagarian Pauh berupa bak mandi, tangki, drum, selain itu

masyarakat juga menggunakan ember sebagai tempat penampungan air bersih

akan tetapi sebagian masyarakat menggunakan tempat penampungan air yang

tidak memakai tutup sehingga sangat memungkinkan sebagai tempat

perkembangbiakan jentik nyamuk sedangkan di lingkungan rumah masyarakat

masih banyak terdapat tempat-tempat yang dapat menampung air, seperti kaleng
bekas, vas bunga, ban bekas, tempat minum burung, tempurung kelapa, lobang

batu, pelepah daun yang memungkinkan tempat berkembangbiaknya jentik

nyamuk.

Dari Tempat Penampungan Air (TPA) yang ada di Jorong tersebut

ditemukan jentik Aedes aegypti yang terbanyak pada bak mandi, kemudian ember,

tangki, dan ban bekas. Sedangkan pada vas bunga, kaleng bekas, dan tempurung

kelapa ditemukan bukan jentik Aedes aegypti. Total jentik yang ditemukan dari

117 rumah yang menjadi sampel adalah 13 jentik. Hal tersebut disebabkan karena

penelitian dilakukan pada musim hujan yang menyebabkan air PDAM yang

digunakan masyarakat keruh, kotor, dan berpasir, sehingga masyarakat lebih

sering membersihkan tempat penampungan air mereka. Ada yang membersihkan

1 x dalam sehari dan ada juga yang membersihkan 1 x dalam 2 hari. Mayoritas

masyarakat di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh tersebut menggunakan air

PDAM sebagai sumber air bersih mereka.

Keberadaan jentik Aedes pada tempat penampungan air dapat di ukur

dengan indikator Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu jumlah rumah/bangunan yang

tidak ditemukan jentik perjumlah rumah/bangunan yang diperiksa (%) dengan

metoda survei jentik secara Single Larva Method, yaitu dengan cara mengambil

satu jentik disetiap tempat-tempat penampungan air yang ditemukan ada jentiknya

untuk selanjutnya dilakukan identifikasi lebih lanjut mengenai jenis jentiknya.

ABJ merupakan angka bebas jentik yang dapat menggambarkan besaran masalah

DBD, seperti ABJ kasus DBD di Kota Palembang tahun 1998, 1999, dan 2000

relatif sama yaitu, 83,73% pada tahun 2001 sedikit menurun yaitu, 80,60%. 14
Sumatera Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang

mempunyai potensi cukup besar dalam penularan DBD, pada bulan Desember

2008 tercatat 158 kasus DBD di Sumatra Barat dan pada Januari 2009 tercatat 190

kasus DBD di Sumatra Barat dengan 2 orang meninggal dunia.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Pasaman pada tahun 2013 tercatat kasus DBD sebanyak 58 kasus di Kabupaten
15
Pasaman, sedangkan berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Lubuk

Sikaping pada tahun 2012 tercatat kasus DBD sebanyak 20 kasus, pada tahun

2013 tercatat kasus DBD sebanyak 44 kasus yang terjadi di Lubuk Sikaping

tersebar di 6 Kenagarian yang ada dan yang terbanyak di Kenagarian Pauh. 16

Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Survei

Tempat Penampungan air (TPA) Sebagai Breeding Place Jentik Nyamuk Aedes

aegypti di Jorong Tanjung Alai, Kenagarian Pauh, Kecamatan Lubuk Sikaping,

Kabupaten Pasaman tahun 2014”.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan yaitu, “Bagaimana Tempat Penampungan air (TPA) Sebagai

Breeding Place Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Jorong Tanjung Alai, Kenagarian

Pauh, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman tahun 2014”.

C.Tujuan

1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui Tempat Penampungan air (TPA) Sebagai Breeding

Place Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Jorong Tanjung Alai, Kenagarian Pauh,

Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman tahun 2014.


2.Tujuan Khusus

a. Diketahuinya jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti di

Jorong Tanjung Alai, Kenagarian Pauh, Kecamatan Lubuk Sikaping,

Kabupaten Pasaman.

b. Diketahuinya identifikasi jentik pada Tempat Penampungan Air (TPA) di

Jorong Tanjung Alai, Kenagarian Pauh, Kecamatan Lubuk Sikaping,

Kabupaten Pasaman.

c. Diketahuinya tingkat kepadatan jentik Aedes aegypti dengan indikator

Angka Bebas Jentik (ABJ) di Jorong Tanjung Alai, Kenagarian Pauh,

Kecamatan Lubuksikaping, Kabupaten Pasaman.

D.Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan berupa informasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten

Pasaman dalam upaya pengawasan DBD di Kabupaten Pasaman.

2. Sebagai bahan masukan bagi petugas Puskesmas Lubuk Sikaping dalam

upaya pemberantasan DBD di Kecamatan Lubuk Sikaping.

3. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya,

khususnya Jurusan Kesehatan Lingkungan.

E.Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah Tempat Penampungan air

(TPA) sebagai Breeding Place Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Jorong Tanjung

Alai, Kenagarian Pauh, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman,

meliputi dua variabel, yaitu variabel independen seperti: jenis tempat


perkembangbiakan jentik nyamuk (TPA, bukan TPA, dan TPA alamiah),

identifikasi jentik pada TPA, bukan TPA, dan TPA alamiah, kemudian Indikator

jentik berbasis Angka Bebas Jentik (ABJ). Sedangkan variabel dependen, yaitu

kepadatan jentik Aedes aegypti.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Nyamuk Aedes aegypti

1. Nyamuk Dewasa

Nyamuk Aedes dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk

periode singkat di atas permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka

kering dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan

betina muncul dengan perbandingan jumlahnya 1:1. Nyamuk jantan muncul

satu hari sebelum nyamuk betina, menetap dekat tempat perkembangbiakan,

makan dari sari buah tumbuhan dan kawin dengan nyamuk betina yang

muncul kemudian. Setelah kemunculan pertama nyamuk betina makan sari

buah tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap darah

manusia. Umur nyamuk betinanya dapat mencapai 2-3 bulan. 17

Gambar 1 Nyamuk Aedes aegypti

Sumber : http://justzacky.blogspot.com/2009/11/aedes-aegypti.html

2. Kepompong

Pupa nyamuk Aedes aegypti mempunyai bentuk tubuh bengkok,

dengan bagian kepala dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan

dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca „koma‟. Tahap

pupa pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-4 hari.
Saat nyamuk dewasa akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang

pupa, pupa akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan

air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa. 17

Gambar 2 Kepompong atau pupa Aedes

Sumber : http://pancarahmat.blogspot.com/2012/05/bab-ipendahuluana.html

3. Jentik

Larva nyamuk Aedes aegypti mempunyai ciri khas memiliki siphon

yang pendek, besar dan berwarna hitam. Larva ini tubuhnya langsing,

bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan pada waktu istirahat

membentuk sudut hampir tegak lurus dengan permukaan air. Larva menuju

ke permukaan air dalam waktu kira-kira setiap ½-1 menit, guna mendapatkan

oksigen untuk bernapas. Larva nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang

selama 6-8 hari.

Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu :

a. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

b. Instar II : 2,5 – 3,8 mm

c. Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II

d. Instar IV : berukuran paling besar 5 mm


Gambar 3 Jentik nyamuk Aedes aegypti

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti

4. Telur

Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk elips atau oval memanjang,

berwarna hitam, berukuran 0,5-0,8 mm, dan tidak memiliki alat pelampung.

Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur-telurnya satu persatu pada

permukaan air, biasanya pada tepi air di tempat-tempat penampungan air

bersih dan sedikit di atas permukaan air. Nyamuk Aedes aegypti betina dapat

menghasilkan hingga 100 telur apabila telah menghisap darah manusia. Telur

pada tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur-telur ini

kemudian akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 1-2 hari terendam air.

Gambar 4 Telur Aedes aegypti

Sumber : http://kk.convdocs.org/docs/index-77171.html?page=4

B.Siklus Hidup Nyamuk Aedes

Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lainnya

mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur – jentik – kepompong – nyamuk.

Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur
akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air.

Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa)

berangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa

selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan. 6

Gambar 2.5. Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti

Sumber : http://indonesianpublichealth.blogspot.com/

C.Tempat Perkembangbiakan

1.Faktor Lingkungan Yang Mendukung Tempat Perkembangbiakan

Jentik Aedes aegypti

Keberadaan nyamuk Aedes dipengaruhi oleh faktor lingkungan

makro seperti suhu udara, kelembaban udara, pencahayaan, kecepatan angin.

Selain itu perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes juga dipengaruhi

lingkungan mikro seperti suhu air, pH air, salinitas dan keberadaan nutrin dan

predator dalam air pada kontainer tempat perindukan nyamuk Aedes.

Lingkungan rumah yang tidak bersih sangat mendukung sebagai

tempat perkembangbiakan jentik Aedes aegypti, seperti sampah yang

berserakan (botol plastik, tempurung kelapa, dll). Terdapat genangan air di

berbagai tempat atau wadah buatan manusia yang dapat menampung air di

sekitar lingkungan rumah yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan jentik


Aedes, semak-semak dan alang-alang yang tidak dibersihkan yang dapat

digunakan sebagai tempat peristirahatan nyamuk Aedes dewasa. Riol di

pekarangan rumah yang tidak dibersihkan juga dapat menjadi tempat

perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes aegypti.

Tempat atau wadah yang digunakan sebagai tempat penampungan

air di dalam rumah yang tidak dibersihkan dapat menjadi tempat

perkembangbiakan jentik Aedes aegypti, seperti aquarium, bak mandi,

ember/baskom, dispenser, vas bunga, dll.

2.Tempat Penampungan Air (TPA) Sebagai Tempat Perkembangbiakan

Jentik Aedes aegypti

Kontainer merupakan semua tempat/wadah yang dapat menampung air

yang mana air didalamnya tidak dapat mengalir ke tempat lain. Dalam

container sering kali ditemukan jentik-jentik nyamuk karena biasanya

kontainer digunakan nyamuk untuk perindukan telurnya. Misalnya saja

nyamuk Aedes aegypti menyukai kontainer yang menampung air jernih yang

tidak langsung berhubungan langsung dengan tanah dan berada di tempat gelap

sebagai tempat perindukan telurnya.

Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah

tempat-tempat penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah, berupa

genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana seperti bak mandi,

tempayan, tempat minum burung, dan barang-barang bekas yang dibuang

sembarangan yang pada waktu hujan akan terisi air. Nyamuk ini tidak dapat

berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah.


Tempat perindukan utama tersebut dapat dikelompokkan menjadi: a)

Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum,

tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan sejenisnya, b) Tempat

Penampungan Air (TPA) bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat

minuman hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas bunga, perangkap semut, dan

sebagainya, dan c) Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah yang terdiri dari

lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang,

pangkal pohon pisang, dan lain-lain. 18

Aedes aegypti lebih menyukai beristirahat di tempat yang gelap,

lembab, tempat tersembunyi dalam rumah dan bangunan. Perpipaan yang tidak

selalu mengalir karena debit air kecil dan tekanan air rendah sehingga tidak

mampu melayani air keseleruh pipa sehingga harus menampung air di tempat

penampungan air seperti drum, ember, dan bak mandi. Di daerah sulit air,

pengambilan air dari sumber lain juga mengharuskan penduduk menampung

air di tempat penampungan air besar dan kecil dimana memungkinkan menjadi

tempat perkembangbiakan Aedes aegypti.

Tempat penampungan air yang dibuat dari tanah liat, keramik, bak

beton, drum, seng, vas bunga, pot tanaman, dan mangkok untuk menyimpan air

minum burung. Tempat penampungan air yang tidak baik dan terlindung dari

sinar matahari dapat menjadi tempat perkembangbiakan Aedes aegypti.

Pembuangan sampah yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi

memberi kontribusi terbentuknya perkembangbiakan nyamuk, banyak barang-

barang, seperti : kaleng bekas, pecahan botol, ember dan pot-pot yang

berserakan, batok kelapa, ban bekas, pagar bambu, beton yang berlubang yang
dapat menampung air hujan menjadi tempat perkembangbiakan jentik nyamuk

Ae.aegypti.

Gambar 2.6. Tempat perkembangbiakan jentik Aedes

Sumber : http://idkf.bogor.net/

D.Perilaku dan Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti

1. Perilaku Nyamuk Aedes aegypti Dewasa

Nyamuk Aedes betina membutuhkan protein untuk memproduksi

telurnya. Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah

untuk pemenuhan kebutuhan proteinnya. Nyamuk betina menghisap darah

manusia setiap 2-3 hari sekali. Nyamuk betina menghisap darah pada pagi

dan sore hari dan biasanya pada jam 09.00-10.00 WIB dan 16.00-17.00

WIB. Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering

menggigit lebih dari satu orang. Posisi menghisap darah nyamuk Aedes

aegypti sejajar dengan permukaan kulit manusia. Jarak terbang nyamuk

Aedes aegypti sekitar 100 meter. 19

Setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat

sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti

hidup domestik, artinya lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada

di luar rumah. Tempat beristirahat yang disenangi nyamuk ini adalah

tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi,

dapur, dan WC. Di dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju yang
digantung, kelambu, dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini

beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah. 19

2. Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub

tropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah

maupun tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang

biak sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari permukaan air laut. Di atas

ketinggian 1.000 m nyamuk ini tidak dapat berkembang biak, karena pada

ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak

memunginkan bagi kehidupan nyamuk tersebut. 6

E.Nyamuk Aedes aegypti Sebagai Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD)

1.Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam berdarah adalah penyakit demam yang diakibatkan oleh gigitan

nyamuk Aedes Aegypti yang kemudian menimbulkan bintik-bintik merah di

kulit serta perdarahan yang keluar melalui lubang hidung, telinga dan lain-lain.

DBD/Dengue Haemorrhagir Fever (DHF) adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong Arbovirus dan

masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti

(betina), terutama menyerang anak remaja dan dewasa yang seringkali

menyebabkan kematian.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya

cenderung meningkat dan penyebaranya semakin luas dan penyakit ini

merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-anak. 20


Cara penularan virus dengue yaitu virus masuk ketubuh manusia

melalui gigitan nyamuk selanjutnya beredar dalam sirkulasi darah selama

periode sampai timbul gejala demam. Periode ini dimana virus beredar didalam

sirkulasi darah manusia disebut fase viremia. Apabila nyamuk yang belum

terinfeksi menghisap darah manusia dalam fase viremia maka virus akan

masuk kedalam tubuh nyamuk dan berkembang selama periode 8-10 hari

sebelum virus siap di transmisikan kepada manusia lain. Siklus penularan virus

dengue dari manusia – nyamuk – manusia dan seterusnya (ecological of

dengue infection). 21

2.Tanda dan Gejala Penyakit DBD

Tanda-tanda dan gejala penyakit demam berdarah dengue (DBD) antara

lain: 6

a. Demam

Penyakit DBD didahului terjadinya demam tinggi mendadak secara

terus menerus yang berlangsung selama 2-7 hari. Panas dapat turun pada hari

ke-3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas mendadak

turun.

b. Manifestasi Perdarahan

Pendarahan dapat terjadi pada semua organ tubuh dan umumnya terjadi

pada 2-3 hari setelah demam. Bentuk-bentuk perdarahan yang terjadi dapat

berupa:

1) ptechiae (bintik-bintik darah pada permukaan kulit)

2) purpura

3) ecchymosis (bintik-bintik darah di bawah kulit)


4) perdarahan konjungtiva

5) perdarahan dari hidung (mimisan atau epistaksis)

6) perdarahan gusi

7) hematenesis (muntah darah)

8) melena (buang air besar berdarah)

9) hematuria (buang air kecil berdarah)

c. Hepatomegali atau Pembesaran Hati

Sifat pembesaran hati antara lain:

a. Ditemukan pada permulaan penyakit

b. Nyeri saat ditekan dan pembesaran hati tidak sejajar beratnya penyakit

d. Shock atau Renjatan

Shock dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari ke- 3-7

setelah terjadinya demam. Shock terjadi karena perdarahan atau kebocoran

plasma darah ke daerah ekstravaskuler melalui pembuluh kapiler yang rusak.

a. Tanda-tanda terjadinya shock antara lain: kulit terasa dingin pada ujung

hidung, jari, dan kaki

b. Perasaan gelisah

c. Nadi cepat dan lemah

d. Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang)

e. Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau

kurang). 6
e. Komplikasi

Penyakit DBD dapat mengakibatkan komplikasi pada kesehatan,

komplikasi tersebut dapat berupa kerusakan atau perubahan struktur otak

(encephalopathy), kerusakan hati bahkan kematian. 22

F.Mekanisme Penularan Penyakit DBD

Demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia endemis baik di daerah

perkotaan (urban) maupun di daerah pedesaan (rural). Di daerah perkotaan vektor

penular utamanya adalah nyamuk Aedes aegypti sedangkan di daerah pedesaan

oleh nyamuk Aedes albopictus. Namun sering terjadi bahwa kedua spesies

nyamuk tersebut terdapat bersama-sama pada satu daerah, misalnya di daerah

yang bersifat semi-urban. 23

Penularan virus dengue melalui gigitan nyamuk lebih banyak terjadi di

tempat yang padat penduduknya seperti di perkotaan dan pedesaan di pinggir

kota. Oleh karena itu, penyakit demam berdarah dengue (DBD) ini lebih

bermasalah di daerah sekitar perkotaan. 24

Kota-kota di Indonesia merupakan kota endemis DBD yang setiap

tahunnya berkembang menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Di Indonesia terdapat

dua vektor yang menularkan dengue, yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Akan tetapi, saat ini, Aedes aegypti adalah vektor yang mendapat perhatian

terbesar terhadap penyebaran penyakit DBD karena distribusi dan hubungannya

yang erat dengan manusia. 17

G.Metode Survei Jentik

Dalam pelaksanaannya, survei dapat dilakukan dengan menggunakan 2

metode, yakni :
a. Metode Single Larva

Survei ini dilakukan dengan cara mengambil satu jentik disetiap

tempat-tempat yang menampung air yang ditemukan ada jentiknya untuk

selanjutnya dilakukan identifikasi lebih lanjut mengenai jenis jentiknya.

b. Metode Visual

Survei ini dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya larva di setiap

tempat genangan air tanpa mengambil larvanya.

Indikator Kepadatan Jentik

a. House Index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah

yang diperiksa. 20

Jumlah rumah yang positif jentik


HI = X 100 %
Jumlah rumah yang diperiksa

b. Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva dari

seluruh kontainer yang diperiksa

Jumlah kontainer yang positif jentik


CI = X 100 %

Jumlah kontainer yang diperiksa

c. Breteau Index (BI) adalah jumlah kontainer dengan larva dalam seratus

rumah.
Jumlah kontainer yang positif jentik
BI = X 100 %

100 rumah yang diperiksa


d. Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah jumlah rumah yang tidak ditemukan

jentik perjumlah rumah yang diperiksa.


Jumlah rumah/bangunan yang tidak
ABJ = ditemukan jentik
X 100 %
Jumlah rumah/bangunan yang
diperiksa

Density figure (DF) adalah kepadatan jentik Aedes aegypti yang

merupakan gabungan dari HI, CI dan BI yang dinyatakan dengan skala 1-9

seperti tabel menurut WHO Tahun 1972 di bawah ini :

Tabel 1 Larva Index

Density figure House Index Container Breteau


(DF) (HI) Index (CI) Index (BI)
1 1–3 1–2 1-4
2 4–7 3–5 5–9
3 8 – 17 6–9 10 – 19
4 18 – 28 10 -1 4 20 – 34
5 29 – 37 15 – 20 35 -49
6 38 – 49 21 - 27 50 – 74
7 50 -59 28 - 31 75 – 99
8 60 – 76 32 – 40 100 – 199
9 >77 >41 >200
Sumber: WHO (1972)

Keterangan Tabel :

DF = 1 = kepadatan rendah

DF = 2-5 = kepadatan sedang

DF = 6-9 = kepadatan tinggi.

Berdasarkan hasil survei larva dapat ditentukan Density Figure.

Density Figure ditentukan setelah menghitung hasil HI, CI, BI kemudian

dibandingkan dengan tabel Larva Index. Apabila angka DF kurang dari 1

menunjukan risiko penularan rendah, 2-5 resiko penularan sedang dan diatas

5 risiko penularan tinggi.


H.Alur Penelitian

Jenis tempat perkembangbiakan


nyamuk Aedes aegypti :
a. TPA
b. Bukan TPA
c. TPA Alamiah
Kepadatan jentik Aedes dengan
Angka Bebas Jentik (ABJ) :
a. Ada Jentik
b. Tidak Ada Jentik
Identifikasi jentik Pada TPA,
Bukan TPA, dan TPA alamiah :
a. Jentik Aedes
b. Bukan Jentik Aedes
c. Bukan Jentik Nyamuk
K. Defenisi Operasional

Alat Skala
NO Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur Ukur
1 Jenis tempat Semua tempat yang berpotensi Checklist Observasi -TPA Ordinal
perkembangbia sebagai tempat perkembang- -Bukan TPA
kan nyamuk biakan nyamuk Aedes aegypti -TPA Alamiah
Aedes aegypti dengan karakteristik: TPA (Bak
Mandi/WC, Ember, Drum,
Tangki, Reservoir, dan
Tempayan), Bukan TPA
(Tempat Minum Burung, Vas
Bunga, Perangkap Semut, dan
Barang bekas), dan TPA alamiah
(Lobang Pohon, Lobang Batu,
Pelepah Daun, Tempurung
Kelapa, Pelepah Pisang,dan
Potongan Bambu) yang berada
di dalam dan di luar rumah
2 Identifikasi Hasil survei jenis jentik pada Checklist - Observasi Jenis jentik : Ordinal
Jentik Pada semua TPA (Bak Mandi/WC, - Labor - Jentik Aedes
TPA, bukan Ember, Drum, Tangki, - Bukan Jentik
TPA, dan TPA Reservoir, dan Tempayan), Aedes
alamiah bukan TPA (Tempat Minum - Bukan Jentik
Burung, Vas Bunga, Perangkap Nyamuk
Semut, dan Barang bekas), dan
TPA alamiah (Lobang Pohon,
Lobang Batu, Pelepah Daun,
Tempurung Kelapa, Pelepah
Pisang, dan Potongan Bambu)
yang ditemukan melalui single
larva method
3 Kepadatan Jumlah rumah yang ditemukan Checklist Observasi ≥ 95% bebas Ordinal
jentik Aedes jentik dari rumah yang diperiksa jentik
dengan Angka < 95% tidak
Bebas Jentik bebas jentik
(ABJ)
BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu gambaran tentang survei Tempat

Penampungan Air (TPA) sebagai Breeding Place jentik nyamuk Aedes aegypti di

Jorong Tanjung Alai, Kenagarian Pauh, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten

Pasaman Tahun 2014 dengan rancangan cross sectional yaitu mengukur variabel

yang ada dalam penelitian pada waktu yang bersamaan.

B.Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian adalah di Jorong Tanjung Alai, Kenagarian Pauh

Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman dilaksanakan pada bulan Maret-

Juni 2014.

C.Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh rumah yang ada di Jorong

Tanjung Alai berjumlah 750 rumah.

2. Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan simple random sampling yaitu setiap unit dari populasi

mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel yang

besarnya ditentukan dengan rumus, dengan derajat kepercayaan 95%. Dalam

perhitungan sampel digunakan rumus sebagai berikut:


( )
( )

( )
( )

( )

1,8725 n = 259,308 – 0,3457 n

2,2182 n = 259,308

n = 116,9

Keterangan :

n = Jumlah sampel

Zc = Derajat kepercayaan yang diinginkan (95%=1,96)

P =Proporsi kejadian pada populasi yang sukses (dapat digunakan prevalensi

kasus = 0,1)

Q = Proporsi kejadian pada populasi yang gagal ( 1- P)

d = Presisi mutlak (5%)

N = Populasi

Jumlah sampel diperoleh sebanyak 117 rumah.

D.Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui survei pada TPA, bukan TPA, dan TPA

alamiah di Jorong Tanjung Alai, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten

Pasaman, pengumpulan data dengan cara observasi menggunakan alat bantu

berupa Checklist. Survei dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi

jentik yang ditemukan pada TPA, bukan TPA, dan TPA alamiah apakah jentik
Aedes, bukan jentik Aedes dan bukan jentik nyamuk, serta mengetahui kondisi

TPA yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan jentik. Setelah

dilakukan survei kemudian dihitung kepadatan jentiknya dengan indikator

Angka Bebas Jentik (ABJ).

Survei kondisi TPA dilakukan dengan cara pengamatan jentik pada

rumah-rumah yang terpilih menjadi sampel. Jentik diperiksa pada setiap TPA

yang ada, baik di luar rumah maupun di dalam rumah dengan menggunakan

metode single larva method, yaitu dengan cara mengambil satu jentik disetiap

tempat-tempat penampungan air yang ditemukan ada jentiknya untuk

selanjutnya dilakukan identifikasi lebih lanjut mengenai jenis jentiknya serta

menghitung index jentik berbasis ABJ sesuai dengan Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari :

a. Dinas Kesehatan kabupaten Pasaman berupa data kasus DBD tahun

2013

b. Puskesmas Lubuk Sikaping berupa data kasus DBD Tahun 2012 dan

2013

c. Kantor Kenagarian Pauh berupa data Demografi tentang Kenagarian

Pauh Kecamatan Lubuk Sikaping

E.Teknik Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan, diolah dengan sistem komputerisasi yaitu

pengecekan kelengkapan data (Editing), pemberian kode (Koding), proses dan


Cleaning. Kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk

kepentingan analisa.

1. Editing

Setelah data di entri ke dalam komputer, kemudian diperiksa

kelengkapan data dengan cara mengecek kembali checklist yang telah terisi.

2. Coding

Membuat kode data sesuai dengan checklist, membuat struktur

pengisian data berdasarkan checklist dalam bentuk master.

3. Processing

Memproses data agar dapat dianalisis dengan cara memindahkan data

checklist ke dalam master tabel.

4. Cleaning

Data yang telah di entri di cek kembali untuk memastikan bahwa data

telah bersih dari kesalahan, baik kesalahan dalam pembacaan maupun dalam

membaca kode sehingga data siap di analisa.

F.Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan komputerisasi dan disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi dengan analisis univariat.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh

1. Geografis

Kenagarian Pauh Kecamatan Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman di

kelilingi oleh perbukitan dengan luas wilayah 6.000 m². Kenagarian Pauh

tersebut berbatasan dengan dua kenagarian lain, yaitu Kenagarian Air Manggis

dan Kenagarian Durian Tinggi dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kenagarian Air Manggis

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kenagarian Durian Tinggi

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Bukit Barisan

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Bukit Kaciak

Kenagarian Pauh terbagi menjadi tiga jorong, yaitu Jorong Pauh, Jorong

Taluak Ambun, dan Jorong Tanjung Alai. Jorong Pauh dengan luas wilayah

2000 m² dan Jorong Taluak Ambun 1500 m².

Jorong Tanjung Alai mempunyai luas wilayah 2500 m² yang di kelilingi

oleh perbukitan dan berbatasan dengan 2 jorong lainnya, yaitu Jorong Pauh dan

Jorong Taluak Ambun dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kenagarian Air Manggis

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jorong Pauh dan Jorong Taluak

Ambun

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Bukit Barisan

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Bukit Kaciak


2. Demografi

Jumlah Penduduk Kenagarian Pauh, yaitu 7.526 jiwa dengan

jumlah KK sebanyak 1.947 KK. Sedangkan Jorong Tanjung Alai

mempunyai jumlah penduduk 2.864 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 777

KK.

B. Hasil Penelitian

1. Gambaran Jenis Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti

a. Tempat Penampungan Air (TPA)

Tempat Penampungan Air (TPA) yang ada di Jorong Tanjung Alai

dapat di lihat pada tabel berikut :

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Jumlah Tempat Penampungan Air (TPA) Yang Ada
di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh Kecamatan Lubuk Sikaping
Kabupaten Pasaman Tahun 2014

No Tempat Penampungan Air (TPA) Jumlah (f) %


1. Bak mandi/WC 87 42,44
2. Ember 112 54,63
3. Drum 5 2,44
4. Tangki 1 0,49
Total 205 100

Dari Tabel di atas terlihat Tempat Penampungan Air (TPA) yang

terbanyak di Jorong Tanjung Alai adalah Ember, yaitu 112 buah dengan

persentase 54,63 %. Sedangkan tangki yang ditemukan hanya 1 buah, yaitu

0,49 %.

b. Bukan Tempat Penampungan Air (BTPA)

Bukan Tempat Penampungan Air (BTPA) yang ada di Jorong Tanjung

Alai dapat di lihat pada tabel berikut :


Tabel 3
Distribusi Frekuensi Jumlah Bukan Tempat Penampungan Air
(BTPA) Yang Ada di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh
Kecamatan Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman
Tahun 2014

Bukan Tempat Penampungan


NO Jumlah (f) %
Air (BTPA)
1. Tempat Minum Burung 15 7,39
2. Vas Bunga 99 48,77
3. Barang bekas 89 43,84
Total 203 100

Dari Tabel di atas terlihat Bukan Tempat Penampungan Air (BTPA)

yang terbanyak di Jorong Tanjung Alai adalah vas bunga, yaitu 99 buah

dengan persentase 48,77 %. Sedangkan tempat minum burung yang

ditemukan hanya 15 buah, yaitu 7,39 %.

c. Tempat Penampungan Air Alamiah (TPAA)

Tempat Penampungan Air Alamiah (TPAA) yang ada di Jorong

Tanjung Alai dapat di lihat pada tabel berikut :

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Jumlah Tempat Penampungan Air Alamiah (TPAA)
Yang Ada di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh Kecamatan
Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun 2014

Tempat Penampungan Air


NO Jumlah (f) %
Alamiah (TPAA)
1. Lobang Batu 1 6,67
2. Pelepah Daun 3 20,0
3. Tempurung Kelapa 11 73,33
Total 15 100

Dari Tabel di atas terlihat Tempat Penampungan Air Alamiah (TPAA)

yang terbanyak di Jorong Tanjung Alai adalah Tempurung Kelapa, yaitu 11

buah dengan persentase 73,33 %. Sedangkan lobang batu yang ditemukan

hanya 1 buah, yaitu 6,67 %.


2. Gambaran Identifikasi Jentik Aedes, Bukan Jentik Aedes, dan Bukan

Jentik Nyamuk Pada :

Tabel 5
Distribusi Frekuensi Identifikasi Jentik Aedes, Bukan Jentik Aedes, dan
Bukan Jentik Nyamuk Yang Ditemukan di Jorong Tanjung Alai
Kenagarian Pauh Kecamatan Lubuk Sikaping
Kabupaten Pasaman Tahun 2014

No Jentik Yang Ditemukan Jumlah (f) %


1. Jentik Aedes 11 78,57
2. Bukan Jentik Aedes (Culex) 3 21,43
3. Bukan Jentik Nyamuk 0 0
Total 14 100

Dari Tabel di atas terlihat Jentik yang ditemukan di Jorong Tanjung

Alai adalah jentik Aedes, yaitu 11 dengan persentase 78,57 %. Sedangkan

bukan jentik Aedes (Culex) yang ditemukan hanya 3 dengan persentase 21,43

%.

3. Kepadatan Jentik Berbasis Angka Bebas Jentik (ABJ)

Kepadatan jentik Aedes dapat di ukur dengan indikator Angka bebas

Jentik (ABJ), yaitu jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah

rumah yang diperiksa (%). Kepadatan jentik di Jorong Tanjung Alai dapat di

lihat pada tabel berikut

Tabel 6
Distribusi Frekuensi Kepadatan Jentik Berbasis Angka Bebas Jentik
(ABJ) di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh Kecamatan Lubuk
Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun 2014

Kepadatan Jentik Berbasis


NO Jumlah (rumah)
ABJ
1. Ada jentik 13
2. Tidak ada jentik 104
Total 117
Dari Tabel di atas diperoleh 13 rumah yang ditemukan jentik di Jorong

Tanjung Alai. Sedangkan 104 rumah tidak ditemukan sehingga didapatkan

ABJ dengan rumus :

= 0,8889 x 100 %

= 88,99 %

Jadi, dari penelitian yang telah dilakukan di Jorong Tanjung Alai

Kenagarian Pauh didapatkan Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu 88,99 %.

C. Pembahasan

1. Jenis Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti di Jorong

Tanjung Alai

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan jenis tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes ada tiga macam, yaitu Tempat Penampungan

air (TPA) 205 buah, Bukan Tempat Penampungan Air (BTPA) 203 buah, dan

Tempat Penampungan Air Alamiah (TPAA) 15 buah dari 117 sampel rumah.

Hal tersebut sesuai dengan kutipan Soegijanto yang menyatakan

bahwa tempat perindukan utama nyamuk Aedes aegypti terbagi 3, yaitu Tempat

Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti drum, tempayan,

bak mandi, bak WC, ember, dan sejenisnya, kemudian Tempat Penampungan

Air (TPA) bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat minum hewan, ban

bekas, kaleng bekas, vas bunga, perangkap semut, dan sebagainya, Tempat

Penampungan Air Alamiah (TPAA) yang terdiri dari lubang pohon, lubang
batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang dan

lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuanita Purnama

(2013) di Kelurahan Gunung Pangilun Kecamatan Padang Utara bahwa jumlah

Bukan Tempat Penampungan Air (BTPA) yang ditemukan, yaitu 259 (54,74 %)

lebih banyak dibandingkan dengan Tempat Penampungan Air (TPA), yaitu 214

(45,23 %).

Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lyriestrata Anisa dan

Mulyati (2010) di RW 03 Kelurahan Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat, DKI

Jakarta jumlah TPA yang ditemukan, yaitu 230 TPA.

Dari Tabel 2 terlihat bahwa Tempat Penampungan Air (TPA) yang

ditemukan di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh,yaitu bak mandi/WC,

ember, drum dan tangki yang didapatkan di dalam rumah dengan volume yang

cukup besar sangat disukai sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes

karena nyamuk Aedes berkembangbiak di genangan air bersih. Dari observasi

yang dilakukan bak mandi yang ditemukan terletak di tempat gelap, lembab,

tidak terkena cahaya matahari langsung, jarang dibersihkan kecuali pada musim

hujan karena air PDAM yang digunakan akan kotor dan keruh, tidak adanya

ikan pemakan jentik, dan tidak langsung berhubungan dengan tanah. Ember dan

tangki yang digunakan sebagai tempat menampung air tidak memakai tutup dan

hanya dibiarkan saja serta jarang dibersihkan.

Hal ini sesuai dengan kutipan Supartha yang menyatakan bahwa

tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat

penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah, berupa genangan air
yang tertampung di suatu tempat atau bejana, seperti bak mandi, tempayan,

tempat minum burung, dan barang-barang bekas yang dibuang sembarangan

pada waktu hujan akan terisi air. Nyamuk Aedes tidak dapat berkembangbiak

pada genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah.

Menurut Soegijanto yang menyatakan nyamuk Aedes aegypti lebih

menyukai beristirahat di tempat yang gelap, lembab, tempat tersembunyi dalam

rumah dan bangunan. Perpipaan yang tidak selalu mengalir karena debit air

kecil dan tekanan air rendah sehingga tidak mampu melayani air keseluruh pipa

sehingga harus menampung air di tempat penampungan air, seperti drum,

ember, dan bak mandi. Di daerah sulit air, pengambilan air dari sumber lain juga

mengharuskan penduduk menampung air di tempat penampungan air besar dan

kecil dimana memungkinkan menjadi tempat perkembangbiakan Aedes aegypti.

Dari Tabel 3 terlihat Bukan Tempat Penampungan Air (BTPA) untuk

keperluan sehari-hari yang ditemukan di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh

adalah tempat minum burung, vas bunga, dan barang bekas yang ditemukan di

luar rumah. Dari Observasi yang telah dilakukan air pada tempat minum burung

selalu diganti dan dibersihkan. Sedangkan vas bunga air yang tergenang

dibiarkan begitu saja dan tidak dibuang. Pada barang bekas yang ditemukan,

yaitu kaleng bekas dan ban bekas dibiarkan menampung air hujan dan air yang

tertampung tidak dibersihkan.

Hal tersebut sesuai dengan kutipan Soegijanto yang menyatakan

tempat penampungan air yang terbuat dari tanah liat, keramik, bak beton, drum,

seng, vas bunga, pot tanaman dan mangkok untuk menyimpan air minum
burung. Tempat penampungan air yang tidak baik dan terlindung dari sinar

matahari dapat menjadi tempat perkembangbiakan Aedes Aegypti.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tampi F.H, dkk tempat

perindukan non TPA yang diperoleh loyang/ember dan pot bunga bekas paling

tinggi kemudian kaleng bekas.

Dari Tabel 4 terlihat bahwa Tempat Penampungan Air Alamiah

(TPAA) yang ditemukan di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh terdiri dari

lobang batu, pelepah daun, dan tempurung kelapa. Setelah dilakukan observasi,

ditemukan lobang batu yang dibiarkan saja menampung air hujan. Air yang

tertampung juga dibiarkan saja tidak dibuang. Pelepah daun yang tidak dibuang

dan dapat menampung air serta tempurung kelapa yang berserakan karena

setelah digunakan hanya dibuang begitu saja dan tidak dibakar.

Hal tersebut sesuai dengan kutipan Soegijanto yang menyatakan

pembuangan sampah yang tidak memnuhi persyaratan sanitasi memberi

kontribusi terbentuknya perkembangbiakan nyamuk, barang-barang bekas,

seperti : kaleng bekas, pecahan botol, ember, dan pot-pot yang berserakan, batok

kelapa, pagar bambu, beton yang berlubang yang dapat menampung air hujan

menjadi tempat perkembangbiakan jentik nyamuk Ae.aegypti.

Sebaiknya pada Tempat Penampungan Air (TPA) yang berada di

dalam rumah, seperti bak mandi harus dibersihkan minimal 1 x seminggu,

kemudian menutup ember, tangki, dan drum yang digunakan sebagai tempat

penampungan air. Jika masyarakat menggunakan ember untuk tempat

menampung air sebaiknya menggunakan ember yang berwarna terang, seperti

kuning, putih, orange karena nyamuk Aedes menyukai tempat yang berwarna
gelap untuk berkembangbiak. Bukan Tempat Penampungan Air (BTPA) yang

ditemukan di luar rumah, seperti vas bunga yang tergenang air hujan sebaiknya

airnya dibuang, barang-barang bekas, yaitu ban bekas dan kaleng bekas

diletakkan terbalik sehingga tidak menampung air hujan. Tempat Penampungan

Air Alamiah (TPAA) yang ditemukan, seperti lobang batu yang tergenang air

hujan sebaiknya ditutup atau diletakkan terbalik agar tidak menampung air,

pelepah daun dan tempurung kelapa yang berserakan sebaiknya dibuang atau

dibakar.

2. Gambaran Identifikasi Jentik Aedes, Bukan Jentik Aedes, dan Bukan

Jentik Nyamuk

Idetifikasi jentik dilakukan pada tanggal 15 Mei 2014 di Laboratorium

RSUD Lubuk Sikaping dan pada tanggal 20 Mei 2014 di Laboratorium

Poltekkes Kemenkes RI Padang.

Dari Tabel 5 terlihat bahwa jentik yang ditemukan di Jorong Tanjung

Alai, yaitu 11 jentik Aedes, 3 bukan jentik Aedes (Culex), dan bukan jentik

nyamuk tidak ditemukan. Jentik Aedes terbanyak ditemukan pada bak mandi

dan hanya ditemukan 1 jentik Aedes pada tangki.

Menurut Suroso T yang menyatakan bak mandi merupakan tempat

penampungan air (TPA) yang paling banyak mengandung larva karena

volumenya lebih besar dibanding tempat lain.

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh

Yuanita Purnama (2013) di Kelurahan Gunung Pangilun Kecamatan Padang

Utara bahwa jentik Aedes terbanyak ditemukan pada bak mandi, yaitu 45,53 %.
Hal ini sejalan dengan teori Menurut Soedarmo (2001) yang

menyebutkan bahwa Aedes aegypti lebih menyukai tempat di dalam rumah

penduduk sedangkan Aedes albopictus lebih menyukai tempat di luar rumah,

yaitu hidup di pohon atau di kebun atau di kawasan pinggir hutan.

Menurut Depkes RI yang menyatakan ada tidaknya jentik naymuk

Aedes aegypti dalam suatu kontainer dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti :

jenis kontainer, letak kontainer, warna kontainer, kondisi tutup kontainer,

adanya ikan pemakan jentik, volume kontainer, kegiatan pengurasan kontainer,

dan kegiatan abatisasi.

Sedikitnya ditemukan jentik dari sampel 117 rumah disebabkan karena

musim hujan yang mengakibatkan air PDAM menjadi keruh, kotor, dan

berpasir. Mayoritas penduduk di Jorong Tanjung Alai tersebut menggunakan air

PDAM sebagai sumber air bersih, sehingga mereka lebih sering membersihkan

bak mandi, ember, tangki, drum, dan sebagainya. Dari observasi yang telah

dilakukan, rata-rata penduduk membersihkan bak mandi 1x dalam dua hari

bahkan ada yang membersihkan bak mandi 1x dalam sehari tergantung tingkat

kekotoran tempat penampungan air mereka. Akibatnya, jentik yang ditemukan

hanya sedikit.

Penelitian ini sama dengan penelitian di Peru dan New Orleans bahwa

jumlah pupa per tempat penampungan air tidak berdistribusi normal yang mana

kebanyakan tempat penampungan air tidak memiliki jentik sama sekali, sedikit

(1-10) dan sangat sedikit mungkin 1% dari seluruh tempat penampungan air

yang diteliti.
Sebaiknya masyarakat di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh tidak

hanya membersihkan tempat-tempat penampungan air pada waktu hujan saja.

Tetapi harus selalu dibersihkan minimal 1 x seminggu sehingga tidak menjadi

tempat perkembangbiakan nyamuk.

3. Kepadatan Jentik Berbasis Angka Bebas Jentik (ABJ)

Dari penelitian yang telah dilakukan di Jorong Tanjung Alai diperoleh

Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu 88,89 %. Hal ini menunjukkan bahwa Jorong

Tanjung Alai belum bebas jentik karena syarat dari suatu daerah bebas jentik,

yaitu ABJ ≥ 95 % berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1457/Menkes/SK/X/2003.

Hal tersebut tidak jauh beda dengan penelitian yang telah dilakukan

oleh Tampi F.H, dkk di Desa Teep Kecamatan Amurang Barat Kabupaten

Minahasa Selatan dengan ABJ, yaitu 87,64 %.

Dari penelitian yang dilakukan, jumlah rumah yang posistif jentik,

yaitu 13 rumah (11,11%). Hal tersebut tidak jauh beda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Anastasia Sentiwono di Malalayang I dimana jumlah rumah

yang positif jentik, yaitu 14%.

Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak pada genangan air bersih

yang tertampung di suatu tempat, seperti bak mandi, ember, tangki, drum,

barang bekas, vas bunga, tempat minum burung, tempurung kelapa, dll. Tempat-

tempat yang berada di dalam maupun di luar rumah yang tidak berhubungan

langsung dengan tanah, tidak terkena cahaya matahari langsung, lembab, dan

gelap serta tidak tertutup dengan volume yang besar.


Hal tersebut sesuai dengan kutipan Sembel (2009) yang menyatakan

Aedes sp. Termasuk nyamuk yang aktif pada siang hari dan biasanya akan

berkembangbiak meletakkan telurnya pada tempat-tempat penampungan air

bersih atau genangan air hujan misalnya bak mandi, tangki penampungan air,

vas bunga (baik di lingkungan dalam rumah, sekolah, perkantoran maupun

pekuburan), kaleng bekas, kantung plastik bekas, di atas lantai gedung terbuka,

talang rumah, pagar bambu, kulit buah (rambutan, tempurung kelapa), ban

bekas ataupun semua bentuk kontainer yang dapat menampung air bersih.

Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan

lingkungan agar terhindar dari penyakit merupakan faktor utama penyebab

timbulnya penyakit DBD. Belum terlaksananya upaya pemberantasan sarang

nyamuk Aedes aegypti dengan melakukan kegiatan 3M pada Tempat

Penampungan Air (TPA) yang ada, yaitu menguras tempat penampungan air

minimal 1x seminggu, menutup semua tempat penampungan air dengan baik,

mengubur barang bekas yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk,

menabur bubuk abate pada tempat penampungan air minimal 1 x dalam 3 bulan,

bak mandi yang terbuat dari semen di cat dengan warna terang agar nyamuk

tidak meletakkan telurnya pada bak mandi tersebut.

Menurut WHO (1999) upaya pemberantasan vektor harus mendorong

penanganan sampah yang efektif dan memperhatikan lingkungan dengan

meningkatkan aturan dasar mengurangi, menggunakan ulang, dan daur ulang.

Sampah padat seperti kaleng, botol, ember atau sejenisnya yang tersebar di

sekitar rumah harus dipindahkan dan dikubur di dalam tanah. Perlengkapan


rumah dan peralatan kebun (ember, mangkok, dan alat penyiram) harus

diletakkan terbalik agar tidak menampung air hujan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk menangani tingginya kepadatan

jentik di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh adalah dengan selalu menguras

dan membersihkan semua Tempat Penampungan Air (TPA) baik yang berada di

dalam rumah maupun di luar rumah, membuang air yang tergenang pada

tempat-tempat yang dapat menampung air, menutup tempat-tempat yang

digunakan sebagai tempat penampungan air, dan membersihkan lingkungan

sekitar rumah dari barang-barang yang dapat menampung air.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Maret - Juni 2014

tentang Survei Tempat Penampungan Air (TPA) Sebagai Breeding Place Jentik

Nyamuk Aedes aegypti di Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh Kecamatan

Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman Tahun 2014, diperoleh hasil yang dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang ditemukan di

Jorong Tanjung Alai Kenagarian Pauh adalah 205 buah TPA, 203 buah

BTPA, dan 15 buah TPAA.

2. Tempat Penampungan Air (TPA) yang ditemukan jentik di Jorong

Tanjung Alai adalah 10 buah TPA, 3 buah BTPA, dan 1 buah TPAA.

3. Jentik yang telah teridentifikasi berjenis Aedes aegypti dan Culex.

4. Kepadatan jentik berbasis Angka Bebas Jentik (ABJ) di Jorong Tanjung

Alai adalah 88,89 %.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat disarankan :

1. Kepada masyarakat

a. Melakukan kegiatan 3 M ( menguras bak mandi minimal 1 x seminggu,

menutup semua tempat penampungan air, mengubur barang bekas ) di

lingkungan masing-masing.

b. Menabur bubuk Abate pada tempat penampungan air minimal 1 x 3

bulan sebanyak 1 gr untuk setiap 10 Liter air.


c. Mengganti air pada tempat minum burung minimal 1 x 2 hari dan vas

bunga minimal 1 x seminggu.

d. Bagi masyarakat yang menggunakan ember sebaiknya menggunakan

ember yang berwarna terang, seperti : kuning, putih, dan orange karena

nyamuk Aedes suka berkembangbiak pada tempat yang berwarna gelap.

e. Membersihkan lingkungan rumah baik di dalam maupun di luar untuk

mengurangi tempat peristirahatan nyamuk Aedes dewasa 1 x dalam

seminggu.

2. Kepada Pihak Puskesmas Lubuk Sikaping

a. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang DBD dan cara

penanggulangannya setiap 1 bulan sekali.

b. Mengoptimalkan kegiatan pemeriksaan jentik ke rumah-rumah sebagai

upaya pemberantasan DBD dengan bantuan para jumantik 1 x dalam

sebulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes, 2010. Visi dan Misi Depkes Tahun 2010-2014. Diakses pada tanggal
24 Februari 2014. Dari www.depkes.go.id.

2. UU no.36 tahun 2009 tentang kesehatan.

3. Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka


Cipta. 2007

4. WHO (World Health Organization), 2006. Mortality Country Fact Sheet 2006
(Indonesia).
http://www.who.int/whosis/mort/profiles/mort_searo_idn_indonesia.pdf.

5.Departemen kesehatan RI.Panduan Program peningkatan PSM dalam PSN


Demam Berdarah Dengue di Kabupaten/Kota. Jakarta, Ditjen PPM & PL;2003.

6. Departemen Kesehatan. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah


Dengue di Indonesia. Jakarta, Dirjen PP & PL; 2005.

7.Herman, Reni, dkk. Jurnal Sebaran Serotipe Virus Dengue di Pontianak, Medan,
dan Jakarta; 2008.

8.Hasyimi, M, dkk. Jurnal Tempat-Tempat Terkini Yang Disenangi Untuk


Perkembangbiakan Vektor Demam Berdarah Aedes sp.

9.Kusriastuti R. Data kaasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia tahun 2009


dan 2008. Jakarta: Ditjen PP & PL Depkes RI;2010.

10.WHO. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan


Demam berdarah Dengue. Jakarta : Departemen Kesehatan RI; 2003.

11.Sugianto S. Demam Berdarah Dengue, Tinjauan dan Temuan Baru di era 2003.
Surabaya Airlangga University Press;2004.

12.Departemen Kesehatan RI. Modul Pelatihan Bagi Pengelola Program


Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta, Dirjen PP
& PL; 2007.

13. Departemen Kesehatan RI.Pemberantasan vektor dan cara-cara evaluasinya.


Jakarta. Ditjen PPM & PLP;1987.

14. Hamzah hasyim. Jurnal Pengembangan Model Pemantauan Jentik Nyamuk


Aedes aegypti berjenjang dalam penanggulangan Demam Berdarah Dengue
(DBD) Melalui Pemberdayaan Masyarakat.

15. Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Tahun 2013.


16. Laporan Puskesmas Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman Tahun 2013.

17. Achmadi UF. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Penerbit Rajawali


Pers, Jakarta. 2011.
18. Soegijanto, S. Demam Berdarah Dengue Edisi 2. Penerbit Airlangga
University Press, Surabaya. 2006.

19. Departemen Kesehatan RI. Demam Berdarah Dengue, Depkes. Jakarta. 2004.

20. Widiyono, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan


Pemberantasannya, Jakarta, Erlangga. 2008.
21.Cara Penularan virus dengue. Diakses pada tanggal 7 Maret 2014. Dari :
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/13/jhptump-a-wawansiswa-622-2-babii.pdf.

22.Sembel, D. Entomologi Kedokteran. Penerbit C.V. Andi Offset, Yogyakarta.


2009.

23. Soedarto. Penyakit Menular di Indonesia. Penerbit Sagung Seto, Jakarta. 2009.

24.Yatim, F. Macam-macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya Jilid 2.


Penerbit Pustaka Obor Populer, Jakarta. 2007.

25.Purnama, Yuanita. Studi Kepadatan Jentik Nyamuk Dan Identifikasi jentik


Nyamuk Pada Kontainer di Kelurahan Gunung Pangilun Kecamatan Padang
Utara. Poltekkes Kemenkes Padang. 2013.

26.Supartha, I. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue,


Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skose) (Diptera : culicidae). 2008.

27.F.H, Tampi, dkk. Jurnal Survei Jentik Nyamuk Aedes sp di Desa Teep
Kecamatan Amurang Barat Kabupaten Minahasa Selatan.

28.Suroso. T. Hadinegoro SR, dkk. Penyakit Demam Berdarah Dengue dan


Demam Berdarah Dengue. WHO dan Depkes. RI, Jakarta.2000.

Anda mungkin juga menyukai