Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DENGUE SYOK SYNDROM (DSS)

A. DEFINISI

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi
perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer
:2000).

Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai dengan manifestasi
kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.Dengue Syok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi
pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD).

B. ETIOLOGI

1. Virus dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus)
group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut
terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang
termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik
pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby
Homster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990).

2. Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk
aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief
Mansjoer & Suprohaita; 2000; 420).

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari
penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di
daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana-bejana
yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang
pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada
waktu pagi hari dan senja hari.(Soedarto, 1990).

3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi
yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang
yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua
kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama
kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).

C. KLASIFIKASI

Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA,
1994 ; 201) yaitu :

1. Derajat I

Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.

2. Derajat II

Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan spontan seperti petekia, ekimosa,
epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.

3. Derajat III

Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 /
menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan
sistolik dibawah 80 mmHg.

4. Derajat IV

Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140 mmHg) anggota gerak teraba
dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :

a. Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif,
trombositipenia, dan hemokonsentrasi.

b. Derajat II

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis,
hematemesis, melena, perdarahan gusi.

c. Derajat III

Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 mmHg),
d. Derajat IV

Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ³ 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin,
berkeringat dan kulit tampak biru.

Derajat (WHO 1997) :

a. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.

b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.

c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/
hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.

d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

D. PATOFISIOLOGI

gambaran perjalan penyakit Dengue syok syndrom

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Demam

Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal
atau lebih rendah.Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik
misalnya anoreksia.Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat
menyetainya.(Soedarto, 1990).

2. Perdarahan

Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat
berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan
purpura.(Soedarto, 1990).Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian
atas hingga menyebabkan haematemesis.(Nelson, 1993).Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului
dengan nyeri perut yang hebat.(Ngastiyah, 1995).

3. Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga
sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan
kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .(Soederta, 1995).

4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda
kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis
disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang
buruk.(Soedarto, 1995).

Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :

? Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.

? Asites.

? Cairan dalam rongga pleura (kanan).

? Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.

Gejala klinik lain yaitu nyeri epigastrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan kejang – kejang.
(Soedarto, 1995).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil laboratorium

? Trombosit menurun <100.000/ µ (pada hari sakit ke 3 – 7

? Hematokrit meningkat 20% atau lebih

? Albumin cenderung menurun

? SGOT, SGPT sedikit meningkat

? Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3 menurun.

? Dengue blatIgM positif IgG positif pada hari ke 6.

? NS 1 positif

2. Foto rontgen

Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext) : Efusi Pleura

3. USG

Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan :

? Asites dan Efusi pleura

? Hepatomegali
G. PENATALAKSAAN MEDIS

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah
:

1. Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik
yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan pada :

- Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari.

- Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari.

- Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari.

- Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.

2. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml /
kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu
secukupnya.

3. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya dan sesering
mungkin.

4. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai
dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :

- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.

- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.

- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.

- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.

5. Obat-obatan lain :

- Antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain.

- Antipiretik untuk anti panas.

- Darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 adalah :

1. Belum atau tanpa renjatan (Grade I dan II) :


Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik yang
dapat diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal tidak boleh diberikan pada :

- Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari.

- Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari.

- Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari

- Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari

Terapi cairan :

1) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml /
kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu
secukupnya

2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak-banyaknya dan sesering
mungkin.

3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai
dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :

- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.

- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.

- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.

- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.

- Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15
cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

2. Dengan Renjatan (Grade III) :

1) Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam

Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi
kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan
tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam
kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu (24 jam dikurangi
waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm
diperhitungkan sebagai berikut :

- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.

- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.


- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.

- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.

2) Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang
dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau
plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang
maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL
sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah
dapat mengatasi renjatan.

3) Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun
lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut
harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1
jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.

Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4 maka
penatalaksanaan yang terpentingadalah pengelolaan cairan diantaranya adalah : Resusitasi volume pada
DSS adalah Pilihan cairan colume intra verkuler dan kemampuan menyumpal vaskuler. Cepat
mempertahankan volume vaskuler, bertahan lama didalam intra vaskuler sehingga cepat mengatasi
syok.

Hal – hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :

1) Kristaloid

•R/C

• NacL 0,9%

Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan dehidrasi.

2) Koloid

• HES

• Widal HES

• Voluven

• Fima HES, dll.

Efek yang menguntungkan :

- Dapat meningkatkan ankotik plasma.

- Dapat meningkatkan volume darah.


- Dapat membatasi kebocoran vaskuler

3) Kolaborasi Medis àPemberian terapi /oksigen.

4)Transfusi komponen darah

• Komponen yang biasa dipakai FFP : 15 cc / kg BB.

• Bila terdapat trombositopeni beratàTrombosit konsentrit (Trombo < 30.000 / m3).

5) Obat – Obatan (Kolaborasi Medis)

• Pemberian Antibiotika

• Pemberian obat antipiretik

• Imunoglobolin intravena (Gamaras)

• Bicnat bila asidosis metabolic

H. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

a. Identitas : Umur, Alamat (daerah endemis, lingkungan rumah / sekolah ada yang terkena DB)

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas, muntah, epistaksis,
pendarahan gusi.

2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit) : kapan
mulai panas?

3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh
pasien)

4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh
anggota keluarga yang lain baik bersifat genetic atau tidak)

5) Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh kembang?

6) Riwayat imunisasi

c. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang badan, usia)
2) Pemeriksaan per system

a) System persepsi sensori :

- Penglihatan : edema palpebra, air mata ada/tidak, cekung/normal

- Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, tidak lembab/kering

b) System persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing

c) System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung, odem pulmo, krakles

d) System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak teraba, kapilary refill lambat, akral
hangat/dingin, epistaksis, sianosis perifer, nyeri dada

e) System gastrointestinal :

- Mulut : membrane mukosa lembab/kering, pendarahan gusi

- Perut : turgor?, kembung/meteorismus, distensi, nyeri, asites, lingkar perut?

- Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi, darah, melena

f) System integument : RL test (+)?, petekie, ekimosis, kulit kering/lembab, pendarahan bekas tempat
injeksi?

g) System perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria

Gejala klinis didapatkan :

? Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya
berupa uji torniquet positif dan atau mudah memar, trombositopeni dan hemokonsentrasi.

? Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat derajat I disertai perdarahan spontan dibawah kulit seperti
ptekhie, hematoma dan perdarahan dari tempat lain.

? Derajat III : Manifestasi klinik pada penderita derajat II ditambah dengan terdapat kegagalan sistem
sirkulasi, nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan sembab atau gelisah.

? Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan renjatan yang berat ditandai
tekanan darah tidak terukur dan nadi tidak teraba.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue (viremia)

2. Kekurangan volume cairan b/d perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler


3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake in adekuat

4. Resiko syok hipovolemik b/d permeabilitas membran meningkat

5. Resiko cedera (perdarahan) b/d trombisitopenia

III. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Hipertermi berhubungan dengan Proses Infeksi Virus Dengue (Viremia)

? Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan perawatan.

? Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37 °c, membran mukosa basah, nadi dalam batas normal (80 –
100 x/mnt), Nyeri otot hilang.

? Intervensi :

a. Berikan kompres (air biasa / kran).

Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol
pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.

b. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500 – 2000 cc/hari (sesuai toleransi). Rasional :
Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.

c. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat pada klien.

Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak
merangsang peningkatan suhu tubuh.

d. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau lebih
sering.

Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit
dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai program.

Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya
untuk menurunkan panas tubuh pasien.

2. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Perpindahan Cairan Dari Intravaskuler Ke


Ekstravaskuler

? Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik.
? Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70 mmHg, N: 80 – 120
x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.

? Intervensi :

a. Observasi vital sign tiap 3 jam / lebih sering.

Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler

b. Observasi capillary Refill.

Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer

c. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.

Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.

d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi).

Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral

e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.

Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok.

3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Intake In Adekuat

? Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi.

? Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan, Nafsu makan
meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.

? Intervensi :

a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.

Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.

b. Observasi dan catat masukan makanan pasien.

Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan.

c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan).

Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.

d. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu
makan.
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah
distensi gaster.

e. Berikan dan Bantu oral hygiene.

Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral.

f. Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas.

Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.

g. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan bagi proses

penyembuhan.

h. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.

i. Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika mual.

j. Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.

k. Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan klien.

4. Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan Permeabilitas Membran Meningkat

? Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.

? Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal.

? Intervensi :

a. Monitor keadaan umum pasien.

Rasional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terjadi perdarahan.
Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok.

b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih.

Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok /
shock.

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan.

Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui
dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.

d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena.

Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo.

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan
melakukan tindakan lebih lanjut.

5. Resiko Cedera (Perdarahan) berhubungan dengan Trombisitopenia

? Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.

? Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80 – 100 x/menit reguler, pulsasi kuat, tidak ada perdarahan spontan
(gusi, hidung, hematemesis dan melena), trombosit dalam batas normal (150.000/uL).

? Intervensi :

a. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring (bedrest).

Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.

b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat timbul akibat dari adanya
perdarahan, dan anjurkan untuk segera melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di gusi,
hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah (hematemesis).

Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi
perdarahan.

c. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan
tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda perdarahan serta tanda vital
(tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).

Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.

d. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap).

Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh
darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.

e. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.

Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap
tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.

f. Monitor trombosit setiap hari.

g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Azis Alimul.2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Salemba Medika : Jakarta

Hockenberry, Wilson.2007. Wong’s Nursing Care Of Infants And Children Eighth Edition. Mosby Elsevter
: Canada.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2000. Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius : Jakarta.

Nadesul, Handrawan.2007. Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Kompas : Jakarta.

Soedarmo SSP,dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta.

Soedarto.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga :Surabaya.

Sutaryo.2004. Dengue. Medika Fak.Kedokteran UGM : Yogyakarta.

Tatty ES.2004. Pengelolaan Syok Pada Demam Berdarah Dengue Anak Dalam Sutaryo.Tatalaksana Syok
Dan Perdarahan Pada Demam Berdarah Dengue. Medika FK UGM : Yogyakarta.
Laporan Pendahuluan

DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS)

A. Definisi.

Penyakit Dengue adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus ( arthropod-borne virus ) dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegypti ) (Ngastiyah dan Ilmu
Kesehatan Anak)

Penyakit Dengue Haemoragie Fever adalah penyakit Demam Dengue dengan manifestasi perdarahan (
sumarmo dkk ;2008)

Penyakit Dengue Shock Syndrom (dss) adalah penyakit DHF yang mengalami renjatan atau shock (
Mansjoer, Arief.dkk;2001.428)

B. Etiologi.

Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus ( arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus
flavivirus/family flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotype yang diberi nama Den-1,Den-2,Den-3,dan
Den-4. ( sumarmo,s dkk;2008.156)

Virus dengue dengan serotype Den-1 sampai dengan Den-4 yang ditularkan melalui vector Nyamuk
Aedes Aegypi,Aedes albopictus dan Aedes Polynesiensis dan beberapa spesies lain yang merupakan
vector yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur
hidup terhadap serotype yang bersangkutan akan tetapi tidak ada perlindungan antibody terhadap
serotype yang lain. (Mansjoer,arief;2001.419)

C. Manifestasi Klinis;

Infeksi virus dengue hampir sama dengan infeksi virus yang lain yang merupakan self limiting infections
desease yang akan berakhir antara hari 2 – 7, infeksi virus dengue mengakibatkan suatu spectrum
manifestasi klinik yang bervariasi antara penyakit ringan ( mild undifferentiated febrile illness), demam
dengue,demam berdarah dengue sampai dengue syndrome syok dimana kriteria klinik a.l :

- Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari dengan sebab yang tidak jelas dan hampir
tidak dapat dipengaruhi oleh antipiretika maupun surface cooling.

- Lemah,lesu

- Nafsu makan berkurang

- Nyeri pada anggota badan,punggung,kepala,sendi.

- Manifestasi perdarahan :
1. Uji tourniquet positif / RL +

2. Perdarahan spontan : ptekie,ekimosis,epistaksis,perdarahan gusi

- Pembesaran hati

- Syok yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat sampai tak teraba,tekanan darah turun hingga
80mmHg sampai nol dan tekanan nadi hingga 20 mmHg sampai nol,kulit teraba dingin,lembab terutama
extremitas penderita menjadi gelisah hingga penurunan kesadaran sampai menimbulkan kematian.

Menurut WHO 1975 gejala klinis DBD dibagi menjadi 4 derajat

- Derajat I

Demam mendadak yang disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji
tourniquet positif (RL + )

- Derajat II

Derajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan atau perdarahan lain.

- Derajat III

Derajat II dan ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut,tekanan darah
menurun

( < 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin,lembab dan pasien menjadi gelisah

- Derajat IV

Derajat III ditambah syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak terukur penurunan

kesadaran,asidosis dan sianosis.

Terjadinya renjatan/shock stlh demam turun yaitu hari ke 3 sampai ke 7 bahkan ada yg sampai hari ke
10

D. Patofisiologi.

Patofisiologi yang utama pada dengue shock syndrome ialah reaksi antigen-antibodi dalam sirkulasi yang
mengakibatkan aktifnya system komplemen C3 dan C5 yang melepaskan C3a dan C5a dimana 2 peptida
tersebut sebagai histamine tubuh yang merupakan mediator kuat terjadinya peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah yang mendadak sebagai akiba terjadinya perembesan plasma dan elektrolit
melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk ke dalam ruang interstitial sehingga menyebabkan
hipotensi,peningkatan hemokonsentrasi,hipoproteinemia dan efusi cairan pada rongga serosa.
Pada penderita dengan renjatan/shock berat maka volume plasma dapat berkurang sampai kurang lebih
30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Renjatan hipovolemia ini bila tidak ditangani segera akan
berakibat anoksia jaringan,asidosis metabolic sehingga terjadi pergeseran ion kalsium dari intraseluler
ke extraseluler. Mekanisme ini diikuti oleh penurunan kontraksi otot jantung dan venous pooling
sehingga lebih memperberat kondisi renjatan/shock.

Selain itu kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang biasanya timbul
setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi secara adekuat.

Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh:

o Trombositopenia hebat,dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dna mencapai nilai
terendah pada masa renjatan.

o Gangguan fungsi trombosit

o Kelainan system koagulasi,masa tromboplastin partial,masa protrombin memanjang sedangkan


sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin normal,beberapa factor pembekuan menurun
termasuk factor ,V,VII,IX,X,dan fibrinogen.

o DIC /Desiminata Intravakuler Coagulasi

Pada masa dini DBD peranan DIC tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan perembesan
plasma,namun apabila penyakit memburuk sehingga terjadi renjatan dan asidosis metabolic maka
renjatan akan mempercepat kejadian DIC sehingga peranannya akan menonjol. Renjatan dan DIC salig
mempengaruhi sehingga kejadian renjatan yang irreversible yang disertai perdarahan hebat disemua
organ vital dan berakhir dengan kematian.( Rampengan dkk;1997.143)

E. Pathway

F. Diagnosa Medis

Diagnosa medis DHF/DSS masih berdasarkan patokanWHO 1975 yang terdiri dari 4 kriteria dan 2 kriteria
laboratorium dengan syarat bila criteria laboratorik terpenuhi minimal 2 kriteria klinik satu diantaranya
adalah demam, derajat I dan II disebut DHF/DBD sedangkan derajat III dan IV DHF/DBD dengan renjatan
atau DSS.

G. Pemeriksaan Penunjang.

Dalam menentukan diagnosis DHF/DBD minimal 2 kriteria laboratirik yaitu


1. Hemokonsentrasi yaitu meningginya nilai hematokrit/Ht > 20%

2. Trombositopenia yaitu penurunan trombosit dibawah 100.000/mm3

3. Sediaan harus darah tepi yaitu t'dapat fragmentosit yg menandakan t'jadinya hemolisis.

4. Sumsum tulang terdapat hipoplasi system eritopoietik yang disertai hiperplasi system RE

5. Kelainan elektrolit :

∙ Hiponatremia

∙ Hiperkalemia

∙ Hipoloremia ringan

∙ Asidosis metabolic dengan alkalosis kompensatori

∙ Osmolalitas plasma menurun.

6. Tekanan koloid onkotik menurun

7. Protein plasma menurun

8. Serum transaminase sedikit meninggi.

H. Penatalaksanaan.

Penatalaksanaan renjatan pada DBD merupakan suatu masalah yang sangat penting yang harus
diperhatikan, oleh karena angka kematian akan sangat tinggi apabila penanganan DHF/DBD dengan
renjatan tidak ditanggulangi secara adekuat.

Prinsip utama penanganan DSS :

o Atasi segera hipovolemia

o Lanjutkan p'nggantian cairan yg msh trs keluar dr pembuluh darah slama 12 -24 jam / paling lama 48
jam

o Koreksi keseimbangan asam-basa

o Beri darah segar bila ada perdarahan hebat.


Pada dasarnya pengobatan DHF hanya bersifat simptomatis dan suportif, karena obat yang spesifik
untuk mengobati virus belum ada.sedangkan untuk menjaga kestabilan sirkulasi perlu pemantauan
intensif mengenai TTV, hasil laboratorium (Ht,Tromb,Hb)setiap 4 jam kalau perlu.

Untuk mengatasi renjatan diperlukan terapi cairan/volume replacement karena biasanya shock/renjatan
pada kasus DBD karena terjadi deficit volume cairan hingga kejadian shock hipovolemia.

1. Mengatasi renjatan

Sebaiknya diberikan cairan kristaloid yg isotonis atau sedikit hipertonis. Jenis cairan tersebut:

o RL

o Glucose 5% dlm half strength NaCl.0,9%

o RL-D5 dpt dibuat dgn jalan mengeluarkan 62,5 cc cairan RL kemdian ditambahkan D40 sbanyak 62,5cc

o NaCl 0,9%; D10,aa ditambahkan Natrium Bicarbonat 7,5% sebanyak 2 cc/kgBB.

Dosis /kecepatan cairan yang biasa diberikan ialah 20-40 ml/kg,bb dalam waktu 1-2 jam, untuk renjatan
berat kecepatan tetesan 20 ml/kg.bb/jam yang dapat diulangi hingga 2 kali kalau dengan kecepatan
tetesan tersebut tidak dapat dicapai maka bisa diberikan melalui spuit sebanyak 100-200ml karena
kemungkinan vena telah mengalami kolaps.sedangkan untuk menentukan tetesan cairan dilakukan
guyur atau tidak maka dilakukan pengukuran CVP kalau hasil CVP < 5cm maka cairan dilakukan dengan
cara guyur sampai CVP dapat dipertahankan antara 5-8 cm H2O

2. Cairan maintenance/rumatan.

Jenisnya :

o D5/10;NaCl 0,9% = 3:1 untuk anak besar sedangkan untuk bayi 4:1

o D5 dlm NaCl 0,225 kedalam cairan ini ditambahkan KCL 10 mEq,vit B complex,Vit.C.

o D5/D10 + KCL 10 mEq/botol bila kadar natrium dan klorida dalam serum tinggi.

o NaCl 0,9% : D10 aa.

o 2/3 cairan kristaloid + 1/3 cairan plasma expander.

o Pemberiannya adalah 100-150 ml/kg.bb/hari

3. Plasma/plasma expander.jenisnya a.l:

a. Plasbumin ( human albumin 255)


b. Plasmanate ( plasma protein fraction 5%)

c. Plasmafuchin

d. Dextran L40

Hal ini diperlukan pada penderita dengan renjatan berat atau pada penderita yang tidak segera
mengalami perbaikan dengan cairan kristaloid.

Bila dapat cepat disiapkan,diberikan sebagai pengganti cairan a.1 setelah hasil lab.Ht,trombo mengalami
perbaikan dapat dilanjutkan caitan yg pertama diberikan/RL akan tetapi apabila bila Hasil lab.belum
mengalami perbaikan maka dosis dapat diberikan 10-20ml/kg.bb dalam waktu 1-2 jam. Dan apabila nadi
dan TD masih jelek dan hasil lab.masih jelek dapat ditambah plasma 10 ml/kg.bb setiap jam sampai total
40 ml/kg.bb.

4. Tranfusi darah.

o Sebaiknya darah segar

o Diberikan pd perdarahan hebat baik dgn hematemesis/melena yg memerlukan tamponade.

o Diberika pd 24 -48 jam setelah pengobatan syok anak jatuh dalam keadaan syok lagi

o Ht rendah ( < 35% - 40% ) tetapi anak masih syok

o Dosis 10-20 ml/kg.bb dapat ditambah apabila perdarahan masing berlangsung.

5. Obat-obat yg diberikan

o Antibiotik diberikan sebagai proloned shock,infeksi sekunder,profilaksis.

Obatnya adalah Ampisilin 400-800 mg/kg.bb/hari iv,gentamisin 2x5mg/kg.bb/hr.iv

o Antivirus, isoprinosin 4x50 mg/kg.bb/hari selama 8 hari, obat ini bermanfaat pd stadium dini.

o Heparin, diberikan sbg prolonged shock dimana diduga DIC sebagai penyebab perdarahan

( trombosit < 75.000/mm3 & fibrinogen <100 mg%) dgn dosis 0,5 mg/kg.bb iv setiap 4-6 jam

o Kortikosteroid, dipyridamol & asetosal utk mencegah adhesi dan agregasi trombosit kapiler,

mencegah permulaan DIC akan tetapi jarang dianjurkan krn ada kecenderungan perdarahan.

o Carbazochrom Sodium Sulfonat,diberikan pd penderita DSS yg disertai perdarahan GI yg


hebat.Untuk mencegah peningkatan permeabilitas pembuluh darah,memiliki aktifitas plasma

expander, dan mempersingkat waktu perdarahan

o Dopamin, diberikan sebagai pertimbangan pada kasus renjatan yang belum teratasi

o Sedative-antikonvulsan,diberikan pada kasus DSS dengan gelisah dan kejang

o Antasida,dipertimbangkan pd kasus DSS dgn muntah hebat ,nyeri epigastrium yg tdk jelas

o Diuretika, diberikan pada kasus overhidrasi

o Digitalis,diberikan kepada penderita dengan gejala gagal jantung

I. Komplikasi.

- Perdarahan massif

- Kegagalan pernafasan karena edema paru dan kolaps paru

- Ensefalopati dengue

- Kegagalan jantung.

DAFTAR PUSTAKA

Sumarmo,s dkk, Buku Ajar Infeksi & Penyakit Tropis pada Anak,IDAI Jakarta 2008

Rampengan T.H dkk , penyakit infeksi tropic pada anak, EGC,1997

http:// anita-mail 2080.blogfriendster.com/2009/02/dengue- syok-syndrome-grade-iia/

Anda mungkin juga menyukai