Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu kegiatan usaha atau bisnis yang dijalankan oleh perusahaan, memiliki

tujuan yang ingin dicapai oleh pemilik dan manajemen. Pemilik perusahaan

berharap memperoleh keuntungan secara optimal atas usaha yang dijalankannya.

Keuntungan yang diperoleh pemilik perusahaan dapat dikatakan optimal apabila

modal usahanya telah kembali serta mendapatkan hasil atau margin. Hasil atau

margin yang didapat berguna untuk memberikan tambahan modal (investasi baru)

dan kemakmuran bagi pemilik serta karyawan perusahaan (Kasmir, 2015:2).

Bagi pihak manajemen, keuntungan yang diperoleh merupakan pencapaian

target yang telah ditentukan sebelumnya oleh perusahaan. Pencapaian target

keuntungan sangat penting karena dalam mencapai target yang telah ditetapkan

atau bahkan melebihi dari target yang diinginkan merupakan prestasi tersendiri

bagi pihak manajemen. Prestasi ini merupakan suatu ukuran untuk menilai

kesuksesan manajemen dalam mengelola perusahaan. Demikian pula sebaliknya

jika manajemen gagal mencapai target, hal tersebut merupakan cerminan sebuah

kegagalan manajemen dalam mengelola perusahaan. Kegagalan mencapai target

dapat merusak citra dan kepercayaan dari pemilik kepada karir manajemen pada

masa yang akan datang. Ukuran pencapaian target perusahaan biasanya ditentukan

dari banyaknya jenis barang atau jasa yang telah diproduksi oleh perusahaan.

Setelah barang dan jasa diproduksi kemudian dijual kepada konsumen dengan

35
cara tunai ataupun kredit (adanya piutang usaha) (Kasmir, 2015:2).

36
PT Marga Nusantara Jaya merupakan sebuah perusahaan distributor dari PT

Konimex ​Pharmaceutical Laboratories yang didirikan pada tahun 1986. PT

Marga Nusantara Jaya adalah anak perusahaan kedua setelah PT Sinar Intermark

sebagai distributor pertama didirikan. Tujuan utama PT Konimex mendirikan

perusahaan distributor adalah untuk memperluas pangsa pasar produknya ke

berbagai daerah di seluruh pelosok Indonesia. Disamping itu juga adanya

peraturan dari pemerintah yang mewajibkan pemisahan antara produsen dengan

distributornya. PT Marga Nusantara Jaya meliputi 7 daerah regional yang terbagi

menjadi 57 cabang di seluruh Indonesia. Produk yang dipasarkan PT Marga

Nusantara Jaya sangat beragam yaitu mulai produk farmasi, kembang gula,

produk alami dan makanan ringan.

Farmasi yang menjadi tulang punggung kelompok usaha Konimex, saat ini

telah memiliki lebih dari 121 merek produk. Hal ini sejalan dengan strategi

pemasaran perusahaan yaitu membangun citra merek yang kuat, sejalan dengan

visi korporat. Pada mulanya hanya memproduksi obat-obat bebas (OTC), kini

perusahaan konimex juga mengembangkan obat-obat dengan resep dokter

(​Ethical​) serta produk nonkuratif antara lain vitamin. Semula perusahaan hanya

menyediakan tablet, kini memiliki berbagai variasi persediaan produk seperti

sirup, salep, krim, kapsul serta tablet ​effervescent.​ Beberapa merek produk farmasi

Konimex yang populer di masyarakat antara lain yaitu Konidin, Neo Napacin,

Inza, Inzana, Paramex, Termorex, Anakonidin, Feminax, Fungiderm, Siladex,

Jesscool, Protecal, dan Braito.

37
Produk kedua yang dipasarkan oleh PT Marga Nusantara adalah kembang

gula. Kembang gula menjadi pilihan pertama dalam melakukan diversifikasi

usaha ke industri makanan sehat pada tahun 1980. Selain karena faktor peluang

pasar, pilihan ini juga dengan mempertimbangkan bahwa manajemen produksi

kembang gula tak jauh berbeda dengan farmasi. Divisi kembang gula Nimm’s ini

sejak berdiri telah dilengkapi dengan mesin-mesin canggih dan mutakhir. Hal

tersebut untuk mengantisipasi perkembangan permintaan pasar, terutama pangsa

remaja yang dinamis. Hingga kini Nimm’s telah mengembangkan bermacam

bentuk kembang gula, antara lain hard candy, chewy candy, deposit candy dan

compressed candy. Inovasi dalam hal rasa juga telah menghasilkan berbagai

varian kembang gula rasa unik dan sangat digemari oleh mayarakat yaitu antara

lain Hexos, Nano Nano, Eski dan Frozz.

Produk ketiga setelah kembang gula, PT Marga Nusantar Jaya memasarkan

produk alami. Semakin tingginya biaya kesehatan serta timbulnya kesadaran

bahwa tidak semua penyakit dapat disembuhkan dengan pengobatan moderen,

menumbuhkan kecenderungan di masyarakat untuk mencari pengobatan alternatif.

Pengobatan alternatif antara lain dengan memanfaatkan dan melestarikan apa

yang telah disediakan oleh alam. Kecenderungan masyarakat tersebut mendorong

kami untuk melakukan penelitian dan pengembangan produk kesehatan yang

berbasiskan bahan-bahan alami. Hingga kini sudah 23 produk berbasiskan bahan

alami sudah dipasarkan antara lain Konicare Minyak Telon, Konicare Minyak

38
Kayu Putih, Virugon, Herba Drink Sari Jahe, Sari Temulawak dan Kunir Asam.

Produk keempat yang dipasarkan adalah makanan ringan. Produk makanan

ringan ini merupakan produk pelengkap setelah produk kembang gula mengalami

pertumbuhan yang menggembirakan. Produk makanan ringan tersebut adalah

sobisco yang merupakan produk biskuit dan coklat, diantaranya yaitu Snip Snaps,

Choco Mania, Tini Wini Biti dan Diasweet Litebite.

Berikut pengamatan peneliti pada data penjualan dan piutang usaha lima

belas cabang PT Marga Nusantara Jaya periode tahun 2014-2015 sebagai berikut :

Tabel 1
Data Penjualan dan Piutang Usaha pada PT Marga Nusantara Jaya
Tahun 2014 – 2015 ​(Dalam Jutaan Rupiah)
No Cabang Akumulasi Penjualan % Naik Akumulasi Piutang Usaha % Naik
Turun Turun
2014 2015 2014 2015
Wilayah Regional Manajer I
1 Jakarta 1 Rp 5.466,42 Rp 5.974,14 9,29% Rp 3.165,77 Rp 3.384,49 6,91%
2 Bogor Rp 5.732,75 Rp 5.833,64 1,76% Rp 3.847,35 Rp 3.978,29 3,40%
Wilayah Regional Manajer II
3 Semarang 1 Rp 4.978,65 Rp 4.285,34 -13,93% Rp 1.979,68 Rp 2.573,22 29,98%
4 Purwokerto Rp 2.934,59 Rp 2.653,78 -9,57% Rp 1.243,37 Rp 1.575,37 26,70%
5 Tegal Rp 3.745,64 Rp 3.274,55 -12,58% Rp 1.472,43 Rp 1.625,98 10,43%
Wilayah Regional Manajer III
6 Bandung Selatan Rp 4.524,23 Rp 4.486,38 -0,84% Rp 2.162,56 Rp 2.464,66 13,97%
7 Cirebon Rp 3.877,87 Rp 3.638,22 -6,18% Rp 1.694,66 Rp 1.868,32 10,25%
Wilayah Regional Manajer IV
8 Surabaya 1 Rp 5.286,55 Rp 4.859,68 -8,07% Rp 3.288,44 Rp 2.977,48 -9,46%
9 Surabaya 2 Rp 5.363,99 Rp 4.877,55 -9,07% Rp 3.109,53 Rp 2.798,27 -10,01%
Wilayah Regional Manajer V
10 Banda Aceh Rp 3.558,97 Rp 3.895,79 9,46% Rp 1.895,66 Rp 1.977,34 4,31%
11 Medan Rp 4.553,65 Rp 3.947,48 -13,31% Rp 2.645,86 Rp 1.987,96 -24,87%
Wilayah Regional Manjer VI
12 Pontianak Rp 3.588,43 Rp 3.422,96 -4,61% Rp 1.886,75 Rp 1.657,63 -12,14%
13 Banjarmasin Rp 3.784,15 Rp 3.559,75 -5,93% Rp 1.963,53 Rp 1.822,86 -7,16%
Wilayah Regional Manajer VII
14 Makasar Rp 3.957,44 Rp 4.288,29 8,36% Rp 1.977,76 Rp 2.396,45 21,17%

39
15 Palu Rp 3.675,53 Rp 3.753,95 2,13% Rp 1.764,74 Rp 1.835,46 4,01%

Sumber : PT Marga Nusantara Jaya


Berdasarkan tabel tersebut diatas dapat diamati pergerakan prosentase naik

atau turun data penjualan dan data piutang masing-masing kelima belas Cabang

PT Marga Nusantara Jaya. Data penjualan Cabang PT Marga Nusantara Jaya yang

mengalami perkembangan prosentase kenaikan positif yang paling tinggi periode

tahun 2014-2015 adalah Cabang Banda Aceh Wilayah Regional Manajer V yaitu

sebesar 9,46% dan paling rendah adalah Cabang Bogor Wilayah Regional

Manajer I yaitu sebesar 1,76%. Adapun data penjualan pada Cabang PT Marga

Nusantara Jaya yang mengalami perkembangan negatif tertinggi periode tahun

2014-2015 adalah Cabang Bandung Selatan Wilayah Regional Manajer III yaitu

sebesar -0,84% dan paling rendah adalah Cabang Semarang I Wilayah Regional

Manajer II yaitu sebesar -13,93%.

Data piutang usaha pada masing-masing Cabang PT Marga Nusantara Jaya

juga mengalami perkembangan prositif dan negatif dalam kurun waktu periode

tahun 2014-2015. Data piutang usaha Cabang PT Marga Nusantara Jaya yang

mengalami perkembangan positif tertinggi adalah Cabang Semarang I Wilayah

Regional Manajer II yaitu sebesar 29,98% dan paling rendah adalah Cabang

Bogor Wilayah Regional Manajer I yaitu sebesar 3,40%. Adapun data piutang

usaha pada PT Marga Nusantara Jaya yang mengalami perkembangan negatif

paling tinggi adalah Cabang Banjarmasin Wilayah Regional Manajer VI yaitu

sebesar -7,16% dan paling rendah adalah Cabang Medan Wilayah Regional

Manajer V yaitu sebesar -24,87%. Data piutang usaha berbeda dengan data

40
penjualan perusahaan. Jika data penjualan naik berarti kinerja perusahaan makin

baik, tetapi jika piutang usaha makin naik maka kinerja perusahaan makin turun.

Beberapa data pada tabel 1 tersebut jika diamati terdapat adanya data

penjualan dari cabang PT Marga Nusantara Jaya yang mengalami kenaikan

negatif atau penurunan, akan tetapi tidak diiringi dengan penurunan jumlah

piutang usaha. Hal ini dapat dilihat pada data Wilayah Regional Manajer II yaitu

Semarang 1, Purwakerto dan Tegal dan Wilayah Regional Manajer III yaitu

Bandung Selatan dan Cirebon. Data penjualan Semarang 1 mengalami penurunan

sebesar 13,93% tetapi piutang usaha mengalami kenaikan sebesar 29,98%. Data

penjualan Purwokerto mengalami penurunan sebesar 9,57% tetapi piutang usaha

mengalami kenaikan sebesar 26,70%. Data penjualan Tegal mengalami penurunan

sebesar 12,58% tetapi piutang usaha mengalami kenaikan sebesar 10,25%. Data

penjualan Bandung Selatan mengalami penurunan sebesar 0,84% tetapi piutang

usaha mengalami kenaikan sebesar 13,97%. Data penjualan Cirebon mengalami

penurunan sebesar 6,18% tetapi piutang usaha naik sebesar 10,01%.

Penurunan data penjualan yang disertai dengan naiknya data piutang usaha

pada perusahaan menggambarkan kinerja yang buruk. Seyogyanya jika data

penjualan mengalami penurunan seharusnya piutang usaha juga turun. Berbagai

kemungkinan pada laporan keuangan perusahaan yaitu adanya data penjualan

yang naik dan data piutang naik, data penjualan naik diikuti dengan naiknya data

piutang, data penjualan yang turun diikuti dengan penurunan data piutang serta

data penjualan turun diikuti dengan kenaikan data piutang. Kemungkinan pada

41
laporan keuangan data yang terakhir melambangkan jeleknya sistem manajemen

perusahaan dari kemungkinan data yang lain (Sujarweni, 2015:80).

Fenomena pergerakan naik dan turunnya data penjualan dan piutang usaha

pada masing-masing Cabang PT Marga Nusantara Jaya harus benar-benar

diperhatikan mengingat data tersebut menggambarkan kinerja perusahaan dalam

meraih keuntuangan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Kasus

naik dan turunya data penjualan dan piutang usaha pada PT Marga Nusantara Jaya

dapat diakibatkan oleh kemungkinan kurangnya pengawasan internal pada bagian

penjualan dan penagihan piutang, sehingga menjadikan data penjualan mengalami

penurunan dan data piutang usaha mengalami kenaikan. Kenaikan penjualan serta

penurunan piutang dengan penagihan piutang yang intensif pada masing-masing

PT Marga Nusantara Jaya perlu diusahakan dengan sistem manajemen yang baik

dan handal baik dari segi pemasaran, terutama sekali di bidang keuangan pada

sistem pengendalian internal.

Penjualan merupakan suatu sistem kegiatan pokok perusahaan untuk

memperjual-belikan barang dan jasa yang hasilkan oleh perusahaan. Penjualan

memegang kunci utama suatu perusahaan dalam mencapai tingkat keuntungan

yang menjadi tujuan perusahaan. Konsep penjualan menekankan pada jangka

waktu pendek dan jangka waktu panjang. Dalam jangka waktu pendek lebih

menekankan pada usaha untuk terlaksananya transaksi penjualan agar tujuan

tentang target penjualan perusahaan dapat tercapai. Sedangkan konsep jangka

42
panjang lebih menekankan pada jumlah pembeli serta besarnya pembelian produk

atau jasa, sehingga diharapkan jumlah penjualan juga mengalami peningkatan.

Dengan demikian tujuan pencapaian laba jangka panjang dalam suatu perusahaan

dapat segera terlaksana. (Sujarweni, 2015:79)

Salah satu strategi kosep penjualan jangka panjang perusahaan adalah

dengan menerapkan sistem penjualan dengan kredit. Pemberian kredit kepada

pembeli produk perusahaan pada umumnya dilakukan dengan tujuan untuk

meningkatkan omzet penjualan sesuai dengan prinsip perusahaan. Akan tetapi

disisi lain, peningkatan penjualan dengan sistem tersebut membutuhkan tambahan

biaya, antara lain biaya untuk analis kredit dan penagihan piutang serta

kemungkinan terjadinya piutang macet tidak tertagih (Tampubolon, 2013: 87).

Piutang perusahaan pada umumnya merupakan bagian terbesar dari aktiva

lancar serta bagian terbesar dari total aset perusahaan. Akibat jumlahnya yang

sangat besar, piutang ini akan dapat mempengaruhi kemampuan profitabilitas

perusahaan. Untuk itu pihak perusahaan perlu membuat sistem penagihan yang

insentif atas piutang perusahaan (Tampubolon, 2013: 87).

Dalam suatu perusahaan, penjualan dan penagihan piutang atas produk yang

telah dihasilkan merupakan dua elemen penting sebagai pembentuk tingkat

keuntungan yang diharapkan. Penjualan dapat ditingkatkan melalui strategi

penjualan kredit, sehingga timbul piutang. Sedangkan adanya piutang perusahaan

perlu dilakukan penagihan yang insentif agar piutang dapat tertagih sesuai dengan

ketetapan perusahaan (Kasmir, 2015:4).

43
Berbagai upaya yang dilakukan perusahaan atas penjualan dan penagihan

piutang, tidak akan berarti bagi pencapaian keuntungan perusahan jika tidak

dilandasi dengan pengelolaan serta pengawasan sistem akuntansi yang baik.

Pengelolaan serta pengawasan inilah yang merupakan evaluasi pengedalian

internal perusahaan (Sujarweni, 2015:69).

Sistem pengendalian internal yang handal atas penjualan dan penagihan

piutang produk perusahaan diharapkan akan dapat melindungi dari bahaya sebagai

akibat kasus pencurian, penggelapan keuangan oleh karyawan, penyalahgunaan

serta penempatan aktiva pada lokasi yang tidak tepat. Sistem pengendalian

internal pada hakekatnya bertujuan untuk melindungi kekayaan perusahaan,

menjaga keakuratan laporan keuangan perusahaan, menjaga kelancaran operasi,

menjaga kedisiplinan kepatuhan kebijakan manajemen serta tunduknya semua

karyawan pada hukum dan aturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan

(Sujarweni, 2015:69).

Struktur pengendalian intern perusahaan mempunyai kandungan yang terdiri

atas kebijakan dan prosedur yang ditetapkan untuk memberikan keyakinan

memadai bahwa tujuan tertentu akan tercapai. Sasaran perusahaan dapat berupa

sasaran finansial ataupun non finansial. Sasaran finansial secara umum misalnya

berupa keakuratan dan ketepatan pelaporan keuangan kepada pemegang saham.

Sasaran finansial secara khusus misalnya berupa perbaikan aliran kas yang masuk

dan pendapatan perlembar saham. Sasaran non finansial misalnya meliputi

pengendalian kualitas, pengembangan produk dan penelitian pasar. Struktur

44
pengendalian intern berkaitan erat dengan auditor. Sedangkan auditor mempunyai

kepentingan dengan kebijakan dan prosedur sasaran finansial. Istilah kebijakan

adalah sistem kerangka yang telah ditetapkan manajemen dalam mencapai sasaran

finansial. Sedangkan prosedur adalah langkah-langkah khusus yang ada didalam

kebijakan yang harus diamati (Halim, 2015:209).

Dari berbagai macam kebijakan dan prosedur yang ditetapkan dan

dijalankan oleh perusahaan ada beberapa yang benar-benar relevan dengan audit

atas laporan keuangan. Relevansi kebijakan prosedur dalam audit laporan

keuangan misalnya yaitu satuan kemampuan usaha untuk mencatat, memproses,

mengikhtisarkan serta melaporkan data keuangan sesuai dengan asersi yang

termuat dalam laporan keuangan (Halim, 2015:209).

Kebijakan dan prosedur yang relevan terhadap audit adalah kebijakan dan

prosedur mengenai perusahaan dalam mengelola data transaksi menjadi informasi

laporan keuangan, dan kebijakan serta prosedur lainnya yang menyangkut data

yang dipakai auditor saat menerapkan prosedur auditing misalnya data statistik

penjualan untuk dipakai dalam prosedur analitik (Halim, 2015:209)

Disisi lain ada kebijakan dan prosedur yang tidak relevan dengan audit

laporan keuangan seperti kebijakan dan prosedur mengenai efektivitas dalam

proses pengambilan keputusan manajemen tertentu, misal penentuan tingkat harga

yang layak, penentuan besarnya aktivitas pengiklanan. Hal tersebut memang

penting bagi perusahaan, namun tidak berkaitan langsung dengan audit terhadap

45
laporan keuangan, oleh karena itu tidak perlu dipertimbangkan.

Dengan melihat uraian yang dikemukakan, betapa pentingnya sistem

pengendalian internal pada laporan data keuangan yang berupa data penjualan dan

penagihan piutang. Melalui kegiatan penjualan dan penagihan piutang inilah

perusahaan mendapatkan keuntungan. Akan tetapi jika tidak dilandasi dengan

evaluasi pengendalian internal yang handal, perusahaan dapat mengalami

kebangkrutan walaupun diatas kertas perusahaan mengalami keuntungan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti dapat membuat

perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah evaluasi pengendalian internal atas penjualan produk pada

seluruh cabang PT Marga Nusantara Jaya ?

2. Bagaimanakah evaluasi pengendalian internal atas penagihan piutang pada

seluruh cabang PT Marga Nusantara Jaya ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan mengevaluasi pengendalian internal atas

penjualan produk pada seluruh cabang PT Marga Nusantara Jaya.

b. Untuk mengetahui dan mengevaluasi pengendalian internal atas

penagihan piutang pada seluruh cabang PT Marga Nusantara Jaya.

2. Manfaat Penelitian

46
a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat terhadap

kebijakan dan prosedur dalam mengevaluasi sistem pengendalian internal

atas segala transaksi penjualan produk serta transaksi penagihan piutang

pada seluruh cabang PT Marga Nusantara Jaya.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi Pimpinan Cabang

Terciptanya sistem kinerja perusahaan yang sehat melalui struktur

pengendalian internal yang handal serta kebijakan dan prosedur atas

penjualan dan penagihan piutang produk sesuai dengan ketetapan

perusahaan.

2) Bagi Distributor Lain

Penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan dan pemahaman

terhadap distributor lain pada umumnya mengenai bagaimana

seharusnya kebijakan dan prosedur yang diterapkan dalam struktur

pengendalian internal atas penjualan dan penagihan piutang agar

tercipta suasana kinerja perusahaan yang sehat.

47
48
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Sistem Pengendalian Internal

a. Definisi Struktur Pengendalian Internal

Struktur pengendalian internal (SPI) adalah suatu hal yang sangat

memegang peranan penting dalam auditing. Dalam Standar Profesional

Akuntan Publik pada SA 319. par 06 dikemukan bahwa pengendalian

intern adalah suatu proses yang dijalankan jajaran dewan komisaris,

manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan

keyakinan terhadap pencapaian tiga golongan tujuan berikut yaitu

keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, serta

kepatuhan pada hukum dan peraturan yang berlaku (Halim, 2015:207)

Dengan demikian struktur pengendalian internal merupakan

rangkaian proses yang dijalankan entitas, yang mana proses tersebut

mencakup berbagai kebijakan serta prosedur sitematis, bervariasi dan

memiliki tujuan utama yaitu:

1) Menjaga keandalan pelaporan keuangan entitas

2) Menjaga efektivitas dan efisiensi operasi yang dijalankan

3) Menjaga kepatuhan hukum dan peraturan yang berlaku

49
50
b. Pentingnya Pengendalian Internal

Menurut Halim (2015:208) peranan struktur pengendalian internal

bagi manajemen dan auditor sangat penting dalam berbagai literatur yang

berkaitan dengan pengendalian internal. Hal tersebut dikarenakan:

1) Lingkup dan ukuran entitas bisnis semakin komplek. Hal ini

mengakibatkan harus mengandalkan laporan dan analis yang banyak

jumlahnya agar peranan pengendalian dapat berjalan secara efektif.

2) Pemeriksanaan dan penelaahan bawaan dalam sistem yang baik

memberikan perlindungan terhadap kelemahan manusia dan dapat

mengurangi kemungkinan terjadi kekeliruan dan penyimpangan yang

telah terjadi pada manajemen.

3) Pengendalian internal yang baik dapat mengurangi beban dalam

pelaksanaan audit sehingga akan mengurangi biaya atau ​fee a​ udit.

Bagi perusahaan, struktur pengendalian internal dapat digunakan

secara efektif untuk mencegah penggelapan maupun penyimpangan.

Dengan kata lain, struktur pengendalian memberikan kepastian bahwa

penggelapan laporan keuangan dapat dicegah atau dideteksi lebih dini.

Auditor berkepentingan untuk memperoleh pemahaman terhadap

struktur pengendalian internal, yang akan digunakan untuk melakukan

penaksiran risiko pengendalian asersi yang terdapat dalam saldo akun,

golongan transaksi, serta komponen pengungkapan dalam pelaporan

keuangan. Selanjutnya auditor dapat mencari pengurangan lebih lanjut

51
tingkat risiko pengendalian taksiran untuk asersi tertentu.

c. Kandungan Pengandalian Internal

Menurut Halim (2015:209) struktur pengendalian intern entitas

(satuan usaha) mempunyai kandungan yang terdiri atasi kebijakan dan

prosedur yang ditetapkan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa

tujuan tertentu akan tercapai. Sasaran perusahaan dapat berupa sasaran

finansial ataupun non finansial. Sasaran finansial secara umum misalnya

berupa keakuratan dan ketepatan pelaporan keuangan kepada pemegang

saham. Sasaran finansial secara khusus misalnya berupa perbaikan aliran

kas yang masuk dan pendapatan perlembar saham. Sasaran non finansial

misalnya meliputi pengendalian kualitas, pengembangan produk dan

penelitian pasar.

Struktur pengendalian intern berkaitan erat dengan auditor.

Sedangkan auditor mempunyai kepentingan dengan kebijakan dan

prosedur sasaran finansial. Istilah kebijakan adalah sistem kerangka yang

telah ditetapkan manajemen dalam mencapai sasaran finansial.

Sedangkan prosedur adalah langkah-langkah khusus dalam kebijakan

yang harus diamati.

Menurut Halim (2015:210) struktur pengendalian internal yang

efektif dirancang dengan tujuan pokok yaitu sebagai berikut:

1) Menjaga kekayaan dan catatan organisasi

2) Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi

52
3) Mendorong efisiensi

4) Mendorong kepatuhan terhadap kebijakan manajemen

Tujuan pertama dan tujuan kedua dapat dipenuhi melalui

pengendalian akuntansi yang baik. Sedangkan tujuan ketiga dan tujuan

keempat dapat dipenuhi melalui pengendalian administrasi yang baik.

Pengertian pengendalian administratif dan pengendalian akuntansi adalah

sebagai berikut:

1) Pengendalian Administratif

Pengendalian administratif adalah sistem pengendalian yang

ditujukan untuk mendorong efisiensi operasional dan menjaga

diikutinya kebijakan perusahaan. Pengendalian administratif dapat

berupa rencana organisasi serta prosedur-prosedur juga

catatan-catatan yang berhubungan dengan proses pembuatan

keputusan yang membawa pada tindakan pimpinan perusahaan untuk

menyetujui atau memberi wewenang transaksi-transaksi. Pelimpahan

wewenang merupakan fungsi pimpinan perusahaan yang secara

langsung berhubungan dengan tanggung jawab untuk mencapai

tujuan organisasi dan itu merupakan titik tolak untuk menciptakan

pengendalian akuntansi atas transaksi.

2) Pengendalian Akuntansi

Pengendalian akuntansi meliputi rencana organisasi serta

prosedur-prosedur juga catatan-catatan yang berhubungan dengan

53
pengamanan kekayaan perusahaan dan kepercayaan catatan-catatan,

sehingga sesuai persetujuan pimpinan dan prinsip-prinsip dasar

akuntansi yang berterima umum.

d. Komponen Pengendalian Internal

Menurut COSO dalam Sujarweni (2015:71) menyatakan terdapat

lima komponen dalam pengendalin internal yaitu sebagai berikut :

1. Lingkungan Pengendalian (​Control Environment)​

Lingkungan pengendalian merupakan sarana dan prasarana

yang ada di dalam organisasi atau perusahaan untuk menjalankan

struktur pengendalian internal yang baik. Beberapa komponen yang

dapat mempengaruhi lingkungan pengendalian adalah :

a) Komitmen manajemen terhadap integritas dan nilai-nilai etika.

Dalam perusahaan harus selalu ditanamkan etika dimana jika

etika itu dilanggar merupakan penyimpangan.

Contoh : datang tepat waktu adalah suatu etika yang baik dll.

b) Filosofi yang dianut oleh manajemen dan gaya operasional yang

dipakai oleh manajemen. Artinya bahwa manajemen akan selalu

menegakan aturan. Jika ada yang melanggar akan dikenakan

sanksi yang tegas.

c) Struktur organisasi

1) Komite audit untuk dewan direksi. Tidak hanya karyawan

kecil saja yang mendapatkan pengawasan, namun para

54
jajaran tinggi perusahaan juga harus diawasi oleh suatu

komite audit.

2) Metode pembagian tugas dan tanggung jawab. Dalam

perusahaan harus jelas dan tegas melaksanakan tugas dan

tangung jawabnya.

3) Kebijakan dan praktik yang menyangkut sumber daya

manusia. Perusahaan dalam memilih karyawan harus

selektif dan melalui prosedur tes yang semestinya bukan

berdasarkan nepotisme dan sejenisnya.

4) Pengendalian dari luar. Jika lingkungan dalam perusahaan

sudah baik, maka pengaruh dari luar yang buruk akan

mudah bersama-sama ditanggulangi dan pengaruh yang

baik akan lebih mudah diterima.

5) Kegiatan pengendalian.

2. Aktivitas Pengendalian (​Control Activities​)

Kegiatan pengawasan merupakan berbagai proses dan upaya

yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk menegakan

pengawasan atau pengendalian operasi perusahaan. Menurut COSO

terdapat lima hal yang dapat diterapkan oleh perusahaan yaitu :

a. Pemberian otoritas atas transaksi atau kegiatan

b. Pembagian tugas dan tanggung jawab

c. Rancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang baik.

55
d. Perlindungan yang cukup terhadap kekayaan dan catatan

perusahaan

e. Pemeriksaan independen terhadap kinerja perusahaan

3. Penaksiran Risiko (​Risk Assessment​)

Dengan memahami risiko, pihak manajemen dapat mengambil

tindakan pencegahan, sehingga perusahaan dapat menghindari

kerugian yang besar. Terdapat tiga kelompok risiko yang dihadapi

perusahaan yaitu :

a. Risiko strategis yaitu mengerjakan sesuatu dengan cara yang

salah (misalnya : harus dikerjakan dengan komputer ternyata

dikerjakan secara manual).

b. Risiko finansial yaitu risiko menghadapi kerugian keuangan. Hal

ini dapat disebabkan karena uang hilang, penghamburan uang,

pencurian uang dll.

c. Risiko informasi yaitu menghasilkan informasi yang tidak

relevan, informasi yang keliru, atau bahkan sistem informasinya

yang tidak dapat dipercaya.

4. Informasi dan Komunikasi (​Informasi dan Communication)​

Merancang sistem informasi perusahaan dan manajemen

puncak harus mengetahui hal-hal dibawah ini :

a. Bagaimana transaksi diawali.

b. Bagaimana data dicatat ke dalam formulir yang siap diinput ke

56
dalam sistem komputer.

c. Bagaimana file data dibaca, diorganisasi, dan diperbarui isinya.

d. Bagaimana data diproses agar menjadi informasi serta diproses

lagi menjadi informasi yang berguna bagi pembuat keputusan.

5. Pemantauan (​Monitoring)​

Pemantauan adalah kegiatan untuk mengikuti jalannya sistem

informasi akuntansi, sehingga apabila ada sesuatu berjalan tidak

seperti yang diharapkan, dapat segera diambil tindakan. Berbagai

bentuk pemantauan dapat dilaksanakan dengan proses berikut :

a. Supervisi yang efektif yaitu manajemen yang lebih mengawasi

manajemen dan karyawan di bawahnya.

b. Akuntansi pertanggungjawaban yaitu perusahaan menerapkan

suatu sistem akuntansi yang dapat digunakan untuk menilai

kinerja masing-masing manajer, masing-masing departemen dan

masing-masing proses yang dijalankan oleh perusahaan.

c. Audit internal yaitu pengauditan yang dilakukan oleh auditor di

dalam perusahaan.

2. Penjualan

a. Definisi Penjualan

Menurut Sujarweni (2015:79) menyatakan penjualan adalah suatu

sistem kegiatan pokok perusahaan untuk memperjual-belikan barang dan

jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Sedangkan pengertian penjualan

57
menurut Ardana dan Lukman (2016:128) adalah suatu kegiatan yang

terdiri dari tansaksi penjualan barang atau jasa, secara kredit maupun

tunai. Dengan demikian pengertian penjualan secara umum adalah suatu

kegiatan pokok perusahaan untuk menjual produk yang dihasilkan

perusahaan baik secara tunai maupun kredit.

b. Siklus Penjualan

Menurut Lukman (2016:128) menyatakan bahwa pengertian siklus

penjualan merupakan satu rangkaian penjualan yang terjadi secara

berulang dan diikuti dengan proses perekaman data dan informasi bisnis.

Rangkaian kegiatan dalam siklus penjualan diawali dengan aktivitas

penerimaan order dari pelanggan, dilanjut dengan aktivitas penyiapan

barang atau jasa yang diorder, diteruskan dengan pengiriman atau

penyerahan barang, penyiapan faktor tagihan, penagihan piutang, dan

diakhiri dengan penerimaan pembayaran atas tagihan pelanggan tersebut.

Keseluruhan aktivitas dalam siklus penjualan dapat dibagi lagi ke

dalam dua sub aktivitas atau dua sub prosedur yaitu sub aktivitas

(prosedur) penerimaan dan pemenuhan pemesanan serta sub aktivitas

penagihan piutang dan penerimaan kas.

Meskipun jenis perusahaan dan tipe organisasi bisnis saat ini telah

sangat beragam, namun fungsi kegiatan dalam siklus penjualan kurang

lebih serupa yaitu meliputi antara lain :

1) Melayani pertanyaan dan memberikan informasi tentang produk

58
kepada calon pelanggan.

2) Menerima order pembelian dari pelanggan.

3) Menyiapkan kontrak penjualan

4) Menyiapkan barang atau jasa.

5) Menyiapkan pengiriman barang atau penyerahan jasa.

6) Menyiapkan faktur penjualan

7) Melakukan penagihan piutang

8) Menerima pembayaran piutang

9) Proses akuntansi yaitu

a) Jurnal penjualan

b) Jurnal penerimaan kas

c) Pemeliharaan kartu piutang

d) Pemeliharaan buku besar

e) Penyiapan laporan akuntansi

c. Sistem Penjualan Tunai

Menurut Sujarweni (2015:79) sistem penjualan tunai merupakan

sistem yang menjadi kebijakan perusahaan dalam menjual barang dengan

cara mewajibkan pembeli untuk melakukan pembayaran harga terlebih

dahulu sebelum barang diserahkan pada pembeli. Setelah pembeli

melakukan pembayaran, selanjutnya barang diserahkan, lalu transaksi

penjualan dicatat. Dalam sistem penjualan tunai terdapat beberapa

prosedur yang menjadi kebijakan perusahaan adalah sebagai berikut :

59
1) Prosedur order penjualan

Dalam prosedur ini bagian penjualan menerima order dari pembeli

dan membuat faktur penjualan tunai. Setelah pembeli membayar

bagiam gudang mengirimkan barang kepada pembeli.

2) Prosedur penerimaan kas

Dalam prosedur ini bagian kas menerima pembayaran dari pembeli

dan memberikan tanda pembayaran yang berupa pita register kas dan

cap “lunas” pada faktur penjualan tunai, kemudian pembeli

mengambil barang.

3) Prosedur pembungkusan dan penyerahan barang

Dalam prosedur ini pengiriman hanya menyerahkan barang kepada

pembeli.

4) Prosedur pencatatan penjualan tunai

Dalam prosedur ini bagian akuntansi melakukan pencatatan transaksi

penjualan tunai.

d. Sistem Penjualan Kredit

Menurut Sujarweni (2015:89) sistem penjualan kredit merupakan

sistem penjualan dimana pembayaran dilakukan setelah barang diterima

oleh pembeli. Jumlah dan jatuh tempo pembayaran disepakati oleh kedua

60
belah pihak. Dalam sistem penjualan kredit terdapat beberapa prosedur

yang menjadi kebijakan perusahaan adalah sebagai berikut :

1) Prosedur order penjualan

Dalam prosedur ini fungsi penjualan menerima order dari pembeli.

2) Prosedur persetujuan kredit

Dalam prosedur ini bagian penjualan meminta persetujuan kredit

pada bagian kredit yaitu bagian keuangan.

3) Prosedur pengiriman

Dalam prosedur ini bagian pengiriman mengirimkan barang pada

pembeli sesuai order pengiriman.

4) Prosedur faktur atau penagihan

Dalam prosedur ini bagian penagihan membaut faktur penjualan dan

dikirim pada pembeli.

5) Prosedur pencatatan akuntansi

Dalam prosedur ini bagian akuntansi membuat kartu piutang

berdasarkan faktur penjualan.

3. Piutang

a. Pengertian Piutang

Dalam praktiknya, piutang secara umum diklasifikasikan menjadi

piutang usaha, piutang wesel dan piutang lainnya. Piutang usaha adalah

jumlah yang akan ditagih dari pelanggan sebagai akibat penjualan barang

61
atau jasa secara kredit. Piutang usaha biasanya diperkirakan akan dapat

ditagih dalam jangka yang relatif pendek, biasanya dalam waktu 30 hari

hingga 60 hari. Piutang usaha diklasifikasikan dalam neraca sebagai

aktiva lancar (Hery, 2014:114).

Menurut Hery (2014:114) menyatakan bahwa piutang wesel adalah

tagihan perusahaan kepada pembuat wesel. Pembuat wesel disini adalah

orang yang telah berhutang kepada perusaan, baik melalui pembelian

barang atau jasa secara kredit maupun melalui peminjam sejumlah uang.

Piutang wesel dapat diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva

lancar atau aktiva tidak lancar (jangka panjang) biasanya piutang wesel

yang timbul sebagai akibat dari penjualan barang atau jasa secara kredit

akan dilaporkan neraca sebagai aktiva lancar, sedangkan piutang wesel

yang timbul dari transaksi pemberian pinjaman sejumlah uang kepada

debitur akan dilaporkan dalam neraca kreditur sebagai aktiva lancar atau

tidak lancar, tergantung pada lamanya jangka waktu pinjaman.

Sedangkan yang termasuk sebagai piutang lain-lain adalah piutang

bunga (tagihan kreditor kepada debitor sebagai hasil dari pemberian

pinjaman uang) piutang deviden (tagihan investor kepada investee

sebagai hasil dari penanaman modal) piutang pajak (tagihan subyek pajak

kepada pemerintah berupa restitusi atau pengembalian atas kelebihan

pembayaran pajak) dan piutang karyawan (tagihan majikan kepada

karyawan yang berhutang) (Hery, 2014:115).

62
Disamping klasifikasi umum seperti diatas, piutang dapat

diklasifikasikan sebagai piutang dagang dan non dagang atau piutang

lancar dan tidak lancar. Piutang dagang (​trade receivable​) dihasilkan dari

kegiatan normal bisnis perusahaan, secara kredit barang atau jasa kepada

pelanggan. Piutang dagang yang dibuktikan dengan sebuah janji tertulis

secara formal oleh pelanggan untuk membayar, sebagai piutang wesel

(​notes receivable)​ .

b. Konsep Dasar Piutang

Pos piutang dalam neraca timbul karena adanya penjualan barang

dagangan secara kredit. Semakin longgar persyaratan kredit yang

diberikan, akan semakin besar jumlah penjualan. Sebaliknya semakin

ketat persyaratan yang diberlakukan, kemungkinan pelanggan akan

beralih kepada pesaing, sehingga penjualan menjadi berkurang. Dengan

demikian, investasi dana dalam bentuk piutang menyangkut

pertimbangan untung rugi (​trade-off​) antara profitabilitas dan risiko.

Investasi dalam piutang ditentukan dengan membandingkan keuntungan

yang diperoleh dari tingkat investasi tertentu tersebut dengan biaya yang

akan dikeluarkan karena memiliki investasi tersebut (Halim, 2015:185).

Pada dasarnya terdapat empat aspek penting dalam manajemen

piutang, yaitu masalah kebijakan kredit yang meliputi :

63
1. Standar kredit (​credit standard)​ adalah pedoman yang digunakan

untuk menentukan seorang pelanggan layak diberi kredit atau tidak.

2. Kebijakan pengumpulan piutang (​colection policy​) menunjukan

kepada prosedur-prosedur yang harus dianut dalam usaha untuk

mempercepat pengumpulan piutang agar tidak melewati ​credit term

yang telah ditetapkan.

3. Penetapan jangka waktu kredit (​credit term)​ menunjukan kepada

termin pembayaran yang disyaratkan kepada pelanggan yang

membeli secara kredit.

4. Potongan tunai (​cash discount​) biasanya dinyatakan 2/10, net 30,

artinya pembeli akan diberikan potongan tunai sebesar 20% jika

pembayaranya dilakukan dalam waktu maksimal 10 hari sejak

terjadinya transaksi, dan seluruh jumlah utangnya harus dilunasi

maksimal 10 hari.

c. Pengendalian Piutang

Menurut Halim (2015:188) ditinjau dari manajemen prefentif, pada

dasarnya ada tiga bidang pengendalian yang umum dilakukan, pada titik

tersebut dapat diambil tindakan untuk mewujudkan pengendalian

piutang. Ketiga bidang tersebut yaitu :

1. Pemberian kredit

Dalam hal ini kebijakan kredit dan syarat penjualan kredit harus

tidak boleh menghambat kepada pelanggan yang baik dan sehat

64
keadaan keuangannya, dan juga tidak boleh menimbulkan kerugian

yang besar karena piutang yang menunggak atau tidak tertagih.

2. Penagihan yang aktif

Dalam hal ini harus dilakukan usaha yang aktif untuk memperoleh

pembayaran atas piutang yang ada sesuai dengan syarat penjualan

suatu waktu yang wajar.

3. Penyelenggaraan administrasi piutang yang baik

Meskipun prosedur-prosedur pemberian kredit dan penagihan telah

dilakukan dengan baik, tetapi jika admistrasi piutang itu kurang baik,

maka tidak ada jaminan bahwa pengendalian piutang telah efektif.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Dalam Piutang

Menurut Riyanto (2015:85) menyatakan terdapat faktor-faktor

yang mempengaruhi besar kecinya investasi dalam piutang. Adapun yang

dimaksud dengan faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Volume penjualan kredit

Semakin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan

penjualan memperbesar jumlah investasi dalam piutang. Dengan

semakin besarnya volume penjualan kredit setiap tahunnya berarti

bahwa perusahaan itu harus menyediakan investasi yang lebih besar

lagi dalam piutang. Makin besarnya jumlah piutang berarti makin

besar risikonya, tetapi juga akan memperbesar profitabilitasnya.

2. Syarat pembayaran penjualan kredit

65
Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat atau

lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang

ketat berarti bahwa perusahaan lebih mengutamakan keselamatan

kredit daripada pertimbangan profitabiltas. Syarat yang ketat

misalnya dalam bentuk batas waktu pembayarannya yang pendek,

pembayaran bunga tinggi pada pembayaran piutang yang lambat.

3. Ketentuan tentang pembatasan kredit

Dalam penjualan kredit perusahaan dapat menetapkan batas

maksimal ​plafond bagi kredit yang diberikan kepada langganannya.

Makin tinggi ​plafond yang ditetapkan berarti makin besar pula dana

yang diinvestasikan dalam piutang.

Ketentuan dalam pembatasa kredit juga meliputi ketentuan

mengenai siapa yang akan menerima kredit. Semakin selektif para

langganan yang diberi kredit, maka dapat memperkecil jumlah

investasi dalam piutang. Demikian demikian pembatasan kredit

dapat bersifat kualitatif maupun kualitatif.

4. Kebijaksanaan dalam mengumpulan piutang

Perusahaan dapat menjalankan kebijaksanaan pengumpulan

piutang secara aktif maupun pasif. Perusahaan yang menjalankan

kebijaksanaan secara aktif mempunyai pengeluaran uang lebih besar

untuk membiayai aktifitas pengumpulan piutang tersebut apabila

dibandingkan dengan perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan

66
secara pasif.

5. Kebiasaan membayar dari para pelanggan

Ada sebagian langganan yang mempunyai kebiasaan untuk

membayar dengan menggunakan kesempatan mendapatkan ​cash

discount,​ dan ada sebagian lain yang tidak menggunakan kesempatan

tersebut. Kebiasaan para langganan untuk membayar dalam ​cash

discount atau sesudahnya akan mempunyai efek terhadap besarnya

investasi. Apabila sebagian besar para langganan membayar dalam

waktu selama ​discount period​, maka dana yang tertanam dalam

piutang akan lebih cepat bebas sehingga berarti investasi dalam

piutang menjadi semakin kecil.

B. Studi Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian, maka peneliti

uraikan beberapa studi penelitian terdahulu yaitu sebagai berikut :

Tabel 1
Studi Penelitian Terdahulu

67
Sumber : Data Studi Penelitian Terdahulu

C. Kerangka Pemikiran

Dalam suatu perusahaan, penjualan dan penagihan piutang atas produk yang

telah dihasilkan merupakan dua elemen penting sebagai pembentuk tingkat

keuntungan yang diharapkan perusahaan. Untuk dapat melakukan pengelolaan

68
serta pengawasan diperlukan evaluasi pengendalian internal atas penjualan dan

penagihan piutang. Sistem pengendalian internal atas penjualan dan penagihan

piutang terdiri dari lingkungan pengendalian, aktivitas pengendalian, penaksiran

risiko, informasi dan komunikasi serta pemantauan atau pengawasan.

Lingkungan pengendalian merupakan sarana dan prasarana yang ada di

dalam organisasi atau perusahaan untuk menjalankan struktur pengendalian

internal yang baik atas penjualan dan penagihan piutang perusahaan. Beberapa

komponen yang dapat mempengaruhi lingkungan pengendalian adalah komitmen

manajemen terhadap integritas dan nilai-nilai etika, filosofi yang dianut oleh

manajemen dan gaya operasional yang dipakai oleh manajemen serta adanya

struktur organisasi yang mendukung.

Aktivitas pengendalian merupakan kegiatan pengawasan yang berbentuk

berbagai proses dan upaya yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk

menegakan pengawasan atau pengendalian operasi perusahaan atas penjualan dan

penagihan piutang perusahaan. Diantara aktivitas pengendalian yaitu pemberian

otoritas atas transaksi atau kegiatan, pembagian tugas dan tanggung jawab,

rancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang baik, perlindungan yang

cukup terhadap kekayaan dan catatan perusahaan, serta pemeriksaan independen

terhadap kinerja perusahaan

Penaksiran risiko merupakan suatu tindakan manajemen dalam memahami

risiko sehingga pihak manajemen dapat mengambil tindakan pencegahan untuk

menghindari kerugian yang besar atas kegiatan penjualan dan penagihan piutang

69
perusahaan. Tiga kelompok risiko yang dihadapi perusahaan yaitu adanya risiko

strategis yaitu mengerjakan sesuatu dengan cara yang salah, risiko finansial yaitu

risiko menghadapi kerugian keuangan, risiko informasi yaitu menghasilkan

informasi yang tidak relevan.

Informasi dan komunikasi merupakan suatu kegiatan dalam merancang

sistem informasi perusahaan dan manajemen puncak tentang bagaimana transaksi

penjualan dan penagihan piutang perusahaan diawali, data dicatat ke dalam

formulir yang siap diinput ke dalam sistem komputer, file data dibaca dan

diperbarui isinya, serta data diproses agar menjadi informasi yang berguna bagi

pembuat keputusan perusahaan.

Pemantauan merupakan suatu kegiatan untuk mengikuti jalannya sistem

informasi akuntansi atas penjualan dan penagihan piutang perusahaan, sehingga

apabila ada sesuatu berjalan tidak seperti yang diharapkan, dapat segera diambil

tindakan. Berbagai bentuk pemantauan diantaranya supervisi yang efektif,

akuntansi pertanggungjawaban, serta audit internal perusahaan atas penjualan dan

penagihan piutang perusahaan.

Berdasarkan uraian keterangan tersebut, maka peneliti dapat membuat suatu

kerangka pemikiran sebagai berikut :

X​1

70
Y​1

X​2

Y​2

Gambar I

Kerangka Pemikiran

71
72
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pemilihan Metode

Jenis pemilihan metode dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Menurut Arikunto (2014:3) menyatakan penelitian deskriptif adalah penelitian

yang bertujuan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan

atau hal lain yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Adapun

berdasarkan jenis kegiatan, penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif

murni atau survey. Skala pengukuran dalam penelitian ini menggunakan skala

ordinal yaitu dengan penyebaran kuesioner

B. Subjek Penelitian

1. Populasi

Menurut Umar (2013:77) menyatakan bahwa populasi dapat diartikan

sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai karakteristik tertentu dan kesempatan yang sama untuk dipilih

menjadi anggota sampel. Populasi bukan hanya sekedar data jumlah yang ada

pada obyek atau subyek yang dipelajari, akan tetapi meliputi semua

karakteristik, sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek atau subyek tersebut.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh cabang PT Marga

Nusantara Jaya yang berjumlah 57 cabang di seluruh Indonesia. Berikut data

nama-nama 57 cabang PT Marga Nusantara Jaya yang merupakan wilayah

populasi yaitu sebagai berikut :

73
74
Tabel 2
Data Nama Cabang PT Marga Nusantara Jaya
No Cabang / Depo No Cabang / Depo No Cabang / Depo
RM I RM IV RM VII
1 Jakarta 1 25 Surabaya 1 50 Makasar
2 Jakarta 2 26 Surabaya 2 51 Palu
3 Jakarta 3 27 Surabaya 3 52 Manado
4 Bekasi 28 Malang 53 Kendari
5 Karawang 29 Jember 54 Gorontalo
6 Tangerang 30 Denpasar 55 Ambon
7 Serang 31 Mataram 56 Jayapura
8 Bogor 32 Kupang 57 Pare-Pare
RM II RM V
9 Semarang 1 33 Banda Aceh
10 Semarang 2 34 Medan
11 Surakarta 35 Deli Serdang
12 Purwokerto 36 Pematang Siantar
13 Tegal 37 Padang Sidimpuan
14 Yogyakarta 38 Pekan Baru
15 Madiun 39 Batam
16 Kediri 40 Padang
41 Jambi
42 Bengkulu
RM III RM VI
17 Bandung Selatan 43 Pontianak
18 Bandung Utara 44 Singkawang
19 Cirebon 45 Banjar Masin
20 Sukabumi 46 Balik Papan
21 Tasikmalaya 47 Samarinda
22 Palembang 48 Berau
23 Pangkal Pinang 49 Palangkaraya
24 Bandar Lampung
Sumber : Data Primer PT Marga Nusantara Jaya

75
2. Sampel

Menurut Arikunto (2014:174) menyebutkan bahwa pengertian sampel

adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Teknik pengambilan sampel

yang dilakukan menggunakan metode ​Area Probability Sample (​ Sampel

Wilayah). Sampel wilayah adalah teknik samping dengan cara mengambil

wakil dari setiap wilayah yang terdapat dalam populasi. Adapun sampel

diambil setiap Wilayah Regional Manajer yaitu masing-masing sebanyak dua

sampel cabang, kecuali Wilayah Regional Manajer II yaitu dua sampel

ditambah data sampel Cabang Tegal.

Tabel 2
Data Nama Sampel Cabang PT Marga Nusantara Jaya
No Cabang/Depo No Cabang/Depo No Cabang/Depo No Cabang/Depo
RM I RM III RM V RM VII
1 Jakarta 1 6 Bandung Selatan 10 Banda Aceh 14 Makasar
2 Bogor 7 Cirebon 11 Medan 15 Palu
RM II RM IV RM VI
3 Semarang 1 8 Surabaya I 12 Pontianak
4 Purwokerto 9 Surabaya II 13 Banjarmasin
5 Tegal

Sumber : Data Primer PT Marga Nusantara Jaya

Penelitian ini menggunakan data ​cross section.​ ​Data ​cross section

adalah suatu teknik analisis dengan melakukan perbandingan terhadap suatu

hasil hitungan, terutama hitungan dalam bentuk rasio antara satu perusahaan

dengan perusahaan yang lainnya dalam ruang lingkup yang sejenis (Fahmi,

2014:138). Oleh karena itu secara ​cross section diperoleh perhitungan yaitu

sejumlah 15 Cabang PT Marga Nusantara Jaya x 2 data kuesioner = 30 data

76
observasi. Dengan demikian diperoleh data observasi sebanyak 30 data.

C. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel

1. Definisi Konseptual Variabel

a. Penjualan

Penjualan merupakan suatu kegiatan yang terdiri dari tansaksi penjualan

barang atau jasa, secara kredit maupun tunai.

b. Penagihan Piutang

Penagihan piutang merupakan suatu kegiatan penarikan sejumlah uang

dari pelanggan sebagai akibat dari penjualan barang atau jasa secara

kredit kepada pelanggan tersebut.

2. Definisi Operasional Variabel

Tabel 3
Definisi Operasional Variabel
Item
Variabel Dimensi Indikator Pernyataa
n
Lingkuangan Pengendalian Komitmen manajemen 1
Filosofi manajemen & gaya operasi 2
Komite audit Dewan Direksi 3
Pembagian tugas dan tanggung jawab 4
Kebijakan dan praktik SDM 5
Pengaruh dari luar 6
SPI atas
Kegiatan pengendalian 7
Penjualan
Aktivitas Pengendalian Pemberian otaritas atas transaksi 1
Pembagian tugas & tanggung jawab 2
Penggunaan dokumen & catatan 3
Perlindungan kekayaan & catatan 4
Pemeriksaan independen 5
Penaksiran Risiko Risiko strategis 1
Risiko finansial 2
Risiko informasi 3

77
Informasi dan Komunikasi Bagaimana transaksi diawali 1
Bagaimana data dicatat 2
Bagaimana data dibaca & diorganisasi 3
Bagaimana data diproses 4
Bagaimana informasi dilakukan 5
Bagaimana transaksi berhasil 6
Pemantauan Supervisi yang efektif 1
Akuntansi pertanggungjawaban 2
Audit internal 3
Lingkuangan Pengendalian Komitmen manajemen 1
Filosofi manajemen & gaya operasi 2
Komite audit Dewan Direksi 3
Pembagian tugas dan tanggung jawab 4
Kebijakan dan praktik SDM 5
Pengaruh dari luar 6
Kegiatan pengendalian 7
Aktivitas Pengendalian Pemberian otaritas atas transaksi 1
Pembagian tugas & tanggung jawab 2
Penggunaan dokumen & catatan 3
Perlindungan kekayaan & catatan 4
SPI atas Pemeriksaan independen 5
Penagihan
Penaksiran Risiko Risiko strategis 1
Piutang
Risiko finansial 2
Risiko informasi 3
Informasi dan Komunikasi Bagaimana transaksi diawali 1
Bagaimana data dicatat 2
Bagaimana data dibaca & diorganisasi 3
Bagaimana data diproses 4
Bagaimana informasi dilakukan 5
Bagaimana transaksi berhasil 6
Pemantauan Supervisi yang efektif 1
Akuntansi pertanggungjawaban 2
Audit internal 3

Sumber : Sistem Akuntansi (Sujarweni, 2015:71-74)

78
D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk dapat memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka

dilakukan prosedur pengumpulan data sebagai berikut :

1. Dokumentasi atau penelitian kepustakaan yaitu penelitian dengan tujuan

untuk memperolah konsep dan landasan teori yang bersumber dari buku

kepustakaan dan kajian jurnal penelitian.

2. Kuesioner yaitu serangkaian pernyataan yang diajukan kepada team audit

internal perusahaan. Beberapa pernyataan mengenai pengendalian internal

atas penjualan dan penagihan piutang diserahkan kepada BAO (​Branch

Administration Officer​) dan Pool Faktur pada kelima belas sampel cabang PT

Marga Nusantara Jaya. Berdasarkan data tabel definisi operasional variabel

tercantum data SPI (Sistem Pengendalian Internal) atas penjualan dan

penagihan piutang masing-masing yaitu lingkungan pengendalian sebanyak 7

item pernyataan, aktivitas pengendalian sebanyak 5 item pernyataan,

penaksiran risiko sebanyak 3 item pernyataan, informasi dan komunikasi

sebanyak 6 item pernyataan dan pemantauan sebanyak 3 item pernyataan.

Dengan demikian jumlah total pernyataan sistem pengendalian internal atas

penjualan dan penagihan piutang masing-masing adalah sebanyak 24 item

pernyataan. Adapun skala pengukuran kuesioner adalah menggunakan skala

79
likers dengan penilaian skor 1 = sangat tidak setuju (STS); skor 2 = tidak

setuju (TS); skor 3​ ​= netral (N); skor 4​ ​= setuju​ ​(S) dan​ ​skor​ ​sangat​ ​setuju (SS).

E. Teknik Analisis Data

1. Kategori Penilaian

Penilaian dalam penelitian ini dilakukan terhadap kuesioner yang telah

dibagikan kepada responden sebanyak 30 responden (data observasi).

Kuesioner yang telah diberi jawaban oleh responden akan dinilai berdasarkan

kategori penilaian. Adapun kategori penilaian menurut statistik yaitu dapat

diuraikan sebagai berikut :

Nilai Tertinggi = Total Pernyataan x Total Responden x Bobot Tertinggi

= 24 x 30 x 5 = 3600

Nilai Terendah = Total Pernyataan x Total Responden x Bobot Terendah

= 24 x 30 x 1 = 720

Jarak = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah

= 3600 – 720 = 2880

Perhitungan interval kelas dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Jarak Perkelas = 2880/5 = 576

Kriteria penilaian terhadap 30 responden dapat dikelompokan menurut data

keterangan sebagai berikut :

Tabel 3

80
Kriteria Penilaian

No Kelas Interval Keterangan

1 720 - 1296 Tidak Efektif


2 1297 - 1872 Kurang Efektif
3 1873 - 2448 Cukup Efektif
4 2448 - 3024 Efektif
5 3024 - 3600 Sangat Efektif
Sumber : Data Yang Diolah
2. Perhitungan Hasil Penelitian

Perhitungan hasil penelitian dapat dilakukan secara keseluruhan yaitu

total pengendalian internal atas penjualan dan piutang. Dapat juga dilakukan

pada setiap komponen pengendalian internal baik atas penjualan ataupun

penagihan piutang yaitu lingkungan pengendalian, aktivitas pengendalian,

penaksiran risiko, informasi dan komunikasi serta dan pemantauan.

a. Perhitungan Hasil Penelitian Keseluruhan

SPI atas Penjualan (SPIP) = Jumlah Jawaban SPIP x 24


Jumlah Pernyataan SPIP

SPI atas Penagihan Piutang (SPIPP) = Jumlah Jawaban SPIPP x 24


Jumlah Pernyataan SPIPP

b. Perhitungan Hasil Penelitian Setiap Komponen Pengendalian

Penjualan​ :

LP atas Penjualan (LPP) = Jumlah Jawaban LPP x 24


Jumlah Pernyataan LPP

AP atas Penjualan (APP) = Jumlah Jawaban APP x 24


Jumlah Pernyataan APP

PR atas Penjualan (PRP) = Jumlah Jawaban PRP x 24


Jumlah Pernyataan PRP

IK atas Penjualan (IKP) = Jumlah Jawaban IKP x 24

81
Jumlah Pernyataan IKP

P atas Penjualan (PP) = Jumlah Jawaban PP x 24


Jumlah Pernyataan PP

Penagihan​ ​Piutang​ :

LP atas Penagihan Piutang (LPPP) = Jumlah Jawaban LPPP x 24


Jumlah Pernyataan LPPP

AP atas Penagihan Piutang (APPP) = Jumlah Jawaban APPP x 24


Jumlah Pernyataan APPP

PR atas Penagihan Piutang (PRPP) = Jumlah Jawaban PRPP x 24


Jumlah Pernyataan PRPP

IK atas Penagihan Piutang (IKPP) = Jumlah Jawaban IKPP x 24


Jumlah Pernyataan IKPP

P atas Penagihan Piutang (PPP) = Jumlah Jawaban PPP x 24


Jumlah Pernyataan PPP

Keterangan​ :

LP = Lingkungan Pengendalian

AP = Aktivitas Pengendalian

PR = Penaksiran Risiko

IK = Informasi dan Komunikasi

P = Pemantauan

LPP = Lingkungan Pengendalian Penjualan

APP = Aktivitas Pengendalian Penjualan

PRP = Penaksiran Risiko Penjualan

82
IKP = Informasi dan Komunikasi Penjualan

PP = Pemantauan Penjualan

LPPP = Lingkungan Pengendalian Penagihan Piutang

APPP = Aktivitas Pengendalian Penagihan Piutang

PRPP = Penaksiran Risiko Penagihan Piutang

IKPP = Informasi dan Komunikasi Penagihan Piutang

PPP = Pemantauan Penagihan Piutang

83

Anda mungkin juga menyukai