Anda di halaman 1dari 39

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bidang pembangunan yang terus
digalakkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan penduduk Indonesia. Untuk
melaksanakan pembangunan ekonomi, maka salah satu aspek yang terus digalakkan
oleh pemerintah adalah pengembangan perusahaan-perusahaan, baik yang bergerak
pada sub sistem hulu maupun perusahaan yang bergerak pada sub sistem tengah dan
hilir. Upaya untuk mengembangkan perusahaan juga mencakup berbagai tingkatan
skala usaha mulai dari usaha skala rumah-tangga, usaha skala kecil dan sampai
kepada perusahaan-perusahaan skala menengah dan skala kecil. Hal ini dilakukan
karena melalui pengembangan perusahaan, hasil produksi barang dan jasa dapat
meningkat untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan juga dapat diekspor untuk
menghasilkan devisa bagi negara. Selain dari itu, pengembangan perusahaan juga
akan memungkinkan terbukanya lapangan-lapangan kerja baru yang dapat menyerap
angkatan kerja yang makin meningkat setiap tahun.
Perkembangan perusahaan, baik skala kecil maupun skala besar, tidak lepas dari
besar kecilnya anggaran yang dialokasikan oleh pemilik modal dalam perusahaan
yang bersangkutan. Anggaran dalam setiap perusahaan disediakan untuk tujuan
pengadaan bahan baku, pelaksanaan kegiatan produksi, penanganan hasil produksi
dan pemasaran hasil produksi agar bisa berjalan secara efektif, efisien dan lancar.
Penggunaan anggaran yang tepat akan memungkinkan kinerja perusahaan akan
meningkat dan berjalan secara berkesinambungan sehingga pada akhirnya akan



2


menghasilkan laba yang optimal bagi pengelolanya. Jika setiap perusahaan mampu
beroperasi dengan kinerja yang menghasilkan laba maksimum maka perusahaan
tersebut akan terus berkembang dan mencapai tujuan yang diharapkan secara nasional
yaitu meningkatkan produksi barang dan jasa dalam negeri serta menyerap tenaga
kerja dalam jumlah yang makin besar.
Pada perusahaan-perusahaan agribisnis yang kegiatannya memasarkan produk
primer yang telah diolah menjadi produk yang dapat dikonsumsi langsung, kebijakan
anggaran merupakan hal yang penting diperhatikan oleh para manajer perusahaan
karena perusahaan seperti itu menghadapi fluktuasi permintaan yang cukup bervariasi
dari waktu ke waktu. Pemimpin perusahaan harus mampu mengalokasikan anggaran
yang tepat agar kegiatan operasional terus berjalan sesuai dengan fluktuasi
permintaan pasar dan tidak mengalami hambatan pembiayaan. Apabila kebijakan
anggaran kurang tepat maka pada saat permintaan relatif kecil, anggaran yang
disediakan dapat tidak terpakai habis. Sebaliknya pada periode dimana permintaan
meningkat maka anggaran yang disediakan bisa tidak mencukupi untuk mensuplay
barang dalam jumlah yang diinginkan oleh konsumen. Hal ini akan berdampak
negatif pada kepercayaan konsumen terhadap perusahaan dan selanjutnya akan
menyebabkan perusahaan saingan menarik sebagian pelanggan perusahaan tersebut.
Pada umumnya anggaran dalam suatu perusahaan pemasar ditujukan untuk
menjaga kualitas dan kontinuitas persediaan barang, membiayai kegiatan penyaluran
barang ke lokasi-lokasi konsumen atau ke outlet-outlet yang memasarkan barangnya,
memelihara fasilitas dan sarana pemasaran, serta untuk membiayai tenaga kerja agar



3


kegiatan pemasaran berjalan lancar dan efisien. Untuk maksud tersebut maka dalam
setiap perusahaan dilakukan perhitungan anggaran secara periodik misalnya setiap
tiga bulan, setiap empat bulan atau setiap enam bulan. Jika perusahaan memiliki
beberapa cabang penjualan maka perusahaan tersebut akan mengalokasikan anggaran
secara periodik ke cabang-cabangnya sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh
pemimpin perusahaan. Cabang yang dinilai mampu melakukan penjualan lebih besar
akan mendapat anggaran yang lebih besar pula. Sebaliknya cabang yang dinilai
kurang mampu melakukan penjualan dalam jumlah besar akan diberikan anggaran
yang lebih kecil pula.
Strategi anggaran pada berbagai perusahaan bisa bervariasi sesuai dengan
kebijakan pimpinan perusahaan yang bersangkutan. Pada sebagian perusahaan,
penetapan anggaran sepenuhnya ditentukan oleh pemimpin perusahaan di kantor
pusatnya. Sementara pada sebagian perusahaan lainnya, strategi anggaran yang
digunakan adalah memberikan kesempatan kepada manajer-manajer cabang untuk
mengajukan anggaran secara periodik ke kantor pusat Jakarta perusahaannya, untuk
selanjutnya dianalisa dan ditentukan oleh pemimpin perusahaan di kantor pusat.
Dengan demikian sering terjadi bahwa anggaran yang diajukan oleh manajer cabang
tidak seluruhnya disetujui oleh pemimpin perusahaan induk. Hal seperti ini
selanjutnya menuntut manajer cabang perusahaan untuk melakukan kebijakan
anggaran di cabangnya masing-masing.
PT. Indofood sebagai salah satu perusahaan multi nasional yang bergerak di
bidang pengolahan produk-produk pertanian menjadi produk-produk instan yang siap



4


dikonsumsi seperti Indomie, kecap dan produk-produk makanan lainnya juga
memiliki cabang-cabang produksi dan cabang pemasaran di berbagai daerah di
Indonesia. Salah satu cabang produksi adalah di Makassar Sulawesi Selatan, dan
cabang produksi makassar kemudian memiliki cabang-cabang pemasaran di berbagai
daerah di indonesia bagain timur. Salah satu cabang pemasaran PT. Indofood cabang
produksi Makassar adalah di Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Area pemasaran
Cabang Kendari adalah seluruh kabupaten kota yang ada di Provinsi Sulawesi
Tenggara, dan telah dibuka sejak tahun 2002. Kebijakan anggaran yang diterapkan
oleh PT. Indofood adalah memberikan kesempatan kepada cabang-cabangnya untuk
mengajukan anggaran setiap empat bulan ke kantor pusat Jakarta untuk selanjutnya
dianalisa dan ditetapkan oleh perusahaan induk. Barang-barang yang akan disalurkan
sepenuhnya disuplay oleh cabang induk perusahaan, tetapi biaya pemasarannya di
area masing-masing cabang diatur oleh manajer-manajer cabang pemasaran.
Khusus untuk cabang pemasaran PT. Indofood di Kota Kendari,
perkembangan anggaran yang diterima dalam 9 tahun terakhir (2002-2010) adalah
seperti disajikan pada Tabel 1.1. Tabel ini menunjukkan bahwa kebijakan
penggunaan anggaran yang dilakukan oleh perusahaan cabang di Kota Kendari dalam
9 (sembilan) tahun terakhir (2002-2010) mengalami peningkatan berdasarkan kuartal.
Perbedaan yang terjadi dalam penggunaan anggaran menggambarkan pentingnya
penganggaran yang cermat untuk dapat menyediakan dana yang akan digunakan
dalam kegiatan perusahaan. Namun dengan penggunaan anggaran tersebut sering
tidak dapat mencukup kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan.



5


Tabel 1.1 Anggaran Penjualan PT. Indofood Sukses Makmur di Kendari Tahun
2002-2010

Tahun
Jumlah Anggaran (Rp)
Total (Rp)
Quartal I Quartal II Quartal III
2002 62.062.000 62.062.000 62.062.000 186.186.000
2003 63.519.517 63.519.517 63.519.517 190.558.550
2004 65.215.733 65.215.733 65.215.733 195.647.200
2005 62.147.000 62.147.000 62.147.000 186.441.000
2006 66.260.950 66.260.950 66.260.950 198.782.850
2007 66.999.146 66.999.146 66.999.146 200.997.438
2008 68.409.654 68.409.654 68.409.654 205.228.963
2009 68.661.317 68.661.317 68.661.317 205.983.950
2010 71.256.250 71.256.250 71.256.250 213.768.750
Sumber : PT. Indofood Sukses Makmur di Kendari, 2011
Selain keterbatasan anggaran yang disetujui, anggaran tersebut juga diberikan
secara bertahap yakni setiap empat bulan. Sebagai contoh pada tahun 2010 anggaran
yang disetujui sebesar Rp.213.768.750 diberikan secara bertahap sebanyak tiga kali
sebagai berikut: Quartal pertama sebesar Rp.71.256.250, quartal kedua sebesar
Rp.71.256.250 dan pada quartal ketiga sebesar Rp.71.256.250.
Pemberian anggaran yang berangsuran-angsuran secara kuartal memberikan
pengaruh terhadap rencana penjualan yang telah ditetapkan perusahaan cabang dan
harus menunggu keputusan anggaran selanjutnya karena anggaran tersebut diproses
melalui kantor Cabang di Makassar. Anggaran penjualan dari kantor pusat Jakarta
tidak langsung diperoleh dan permintaan anggaran tersebut selalu harus melalui
prosedur yang telah ditetapkan.
Prosedur kerja yang ditetapkan untuk memperoleh anggaran adalah pengajuan
anggaran melalui kantor Cabang dan diolah sesuai dengan kebutuhan anggaran



6


pemasaran pada setiap kantor pemasaran yang berada di dalam wilayah Kantor
Cabang Makassar. PT. Indofood di Kendari sebagai salah satu kantor pemasaran di
wilayah Sulawesi Tenggara hanya diberikan proporsi anggaran penjualan sebesar 30
(tiga puluh) persen dari anggaran yang disalurkan oleh kantor pusat di Jakarta.
Kegiatan pemasaran yang dilakukan PT. Indofood di Kendari seperti promosi
penjualan, iklan, dan event membutuhkan anggaran yang besar untuk dapat
mempertahankan pasar dan memperluas pangsa pasarnya, namun dengan adanya
kebijakan anggaran per quartal membuat perusahaan harus mengatur langkah secara
jernih sehingga tidak mengalami kerugian dan kegagalan.
Dalam menghadapi dua hal yang sifatnya kontradiksi serta anggaran yang
diberikan secara bertahap tersebut maka manajer cabang harus melakukan kebijakan
anggaran yang diberlakukan pada cabang yang dipimpinnya, agar tujuan perusahaan
untuk memperoleh volume penjualan serta laba yang optimal secara kontinyu.
Manajer cabang mengatur alokasi dan jadwal penggunaan anggaran agar kegiatan
cabang berjalan lancar dan efisien dalam memasarkan mie instan. Dengan adanya
keterbatasan anggaran pada cabang pemasaran membutuhkan perencanaan dan
pengendalian anggaran yang tepat agar keterbatasan anggaran tersebut tidak
menghambat aktivitas penjualan produk ke semua kabupaten kota yang menjadi area
pemasarannya.
Berdasarkan fenomena yang dikemukanan dalam latar belakang ini, maka
penting untuk melakukan penelitian yang bertujuan menganalisis pengaruh kebijakan



7


anggaran pemasaran dan volume penjualan pada PT. Indofood Sukses Makmur di
Kendari.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka masalah yang akan dianalisis
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1) Apakah Kebijakan anggaran pemasaran berpengaruh terhadap volume penjualan
produk mie instan pada PT. Indofood Sukses Makmur di Kendari.
2) Bagaimana efektivitas kebijakan anggaran pemasaran dalam meningkatkan
volume penjualan produk mie instan pada PT. Indofood Sukses Makmur di
Kendari
3) Bagaimana trend volume penjualan produk mie instan pada PT. Indofood Sukses
Makmur di Kendari

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1) Menganalisis pengaruh kebijakan anggaran pemasaran terhadap volume
penjualan produk mie instan pada PT. Indofood Sukses Makmur di Kendari
2) Menganalisis efektivitas kebijakan anggaran pemasaran dalam meningkatkan
volume penjualan produk mie instan pada PT. Indofood Sukses Makmur di
Kendari.
3) Menggambarkan trend volume penjualan produk mie instan pada PT.
Indofood Sukses Makmur di Kendari



8


D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan mencakup kegunaan teoritis dan
kegunaan praktis. Adapun kegunaan teoritis yang diharapkan adalah :
a. Menjadi sumber referensi mengenai pengendalian anggaran bagi perusahaan
dalam melaksanakan kegiatan penjualan.
b. Menjadi pembanding bagi peneliti lainnya yang tertarik untuk menganalisis
anggaran penjualan.
Sedangkan kegunaan praktisnya adalah:
a. Menjadi bahan masukan bagi manajemen perusahaan dalam merumuskan
kebijakan anggaran perusahaan, khususnya pada PT.Indofood Sukses Makmur di
Kendari.
b. Menjadi bahan masukan bagi perusahaan PT.Indofood Sukses Makmur di
Kendari dalam mengelola anggaran yang disalurkan oleh perusahaan pusat
dalam rangka meningkatkan penjualan produk mie instan.











9


II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kebijakan Anggaran
Secara umum dapat dikatakan bahwa kebijakan adalah keputusan-keputusan
yang sifatnya mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis
besar yang dibuat oleh pemegang otoritas. Nugroho, (2006) menjelaskan bahwa oleh
karena kebijakan merupakan keputusan yang mengikat anggota dari suatu organisasi
maka kebijakan haruslah dibuat oleh organisasi bersangkutan, yakni mereka yang
menerima mandat dari anggota organisasi. Pada organisasi publik, pemegang otoritas
pembuat kebijakan umumnya ditentukan melalui suatu proses pemilihan karena
mereka akan bertindak atas nama rakyat banyak. Dalam bidang pemerintahan,
kebijakan memiliki arti yang mencakup keputusan, aturan, dan perintah. Kebijakan
yang telah digariskan oleh kepala pemerintahan haruslah dijabarkan lebih lanjut oleh
unit-unit pemerintahan di bawahnya dalam bentuk pengaturan teknis dan program
kerja.
Di dunia perusahaan, salah satu kebijakan yang penting diambil oleh pemimpin
perusahaan adalah kebijakan anggaran. Suhyani, (2000) menjelaskan bahwa
kebijakan anggaran dalam suatu perusahaan merupakan keputusan-keputusan yang
menyeluruh terhadap pengelolaan anggaran perusahaan. Dalam hal ini kebijakan
anggaran ditetapkan setiap tahun melalui suatu proses pengambilan keputusan oleh
para pemimpin perusahaan. Tahapan penentuan kebijakan anggaran terdiri dari tiga



10


langkah yaitu perencanaan, pengelompokkan penggunaan serta pengawasan
anggaran.
Dalam proses perencanaan anggaran, setiap perusahaan memperhitungkan
kondisi yang terjadi baik kondisi internal maupun kondisi eksternal. Sofian, (2000)
mengatakan bahwa oleh karena kebijakan anggaran sangat berpengaruh terhadap
setiap aktivitas perusahan-perusahaan maka para pemimpin perusahaan diharapkan
dapat menetapkan strategi anggaran yang stabil. Amstrong, (2000) juga menjelaskan
bahwa proses perencanaan anggaran pada suatu perusahaan, dihadapkan dengan
angka-angka aktual yang harus dibandingkan dengan angka-angka yang dianggarkan
dalam setiap periode waktu tertentu. Alasan-alasan mengenai adanya variance
anggaran harus diketahui dengan jelas penyebab dan dasar pertimbangannya.
Variance biaya penjualan harus dapat dipisahkan dari variance biaya lainnya seperti
biaya tenaga kerja, biaya overhead kantor dan biaya perawatan fasilitas.
Menurut Marwan, (1998), bentuk-bentuk kebijakan anggaran dalam suatu
perusahaan mencakup dua hal yaitu kebijakan anggaran komprehensif dan kebijakan
anggaran penjualan. Anggaran komprehensif adalah bentuk anggaran yang mencakup
anggaran jangka panjang, dan anggaran tahunan. Kebijakan anggaran jangka panjang
merupakan perencanaan dan penentuan anggaran secara keseluruhan untuk kegiatan
perusahaan pada masa mendatang sedangkan anggaran tahunan adalah anggaran yang
disusun oleh perusahaan untuk kegiatan seluruh cabang-cabangnya dalam satu tahun.
Marwan (1998) menyatakan bahwa anggaran penjualan merupakan anggaran
tahunan yang menjadi dasar dilakukannya aktivitas penjualan dan aktivitas-aktivitas



11


yang lain pada satu unit perusahaan. Pada umumnya anggaran penjualan disusun
paling dahulu dari anggaran lainnya. Oleh karena tujuan utama perusahaan adalah
memperoleh keuntungan yang optimal, maka kebijakan anggaran tahunan harus
memungkinkan para pengelola cabang pemasaran untuk menjual barang dengan
harga yang lebih tinggi dari harga pokoknya dalam jumlah yang maksimal pula.
Arfan dan Prianthara (2009) menjelaskan bahwa untuk dapat menyusun
kebijakan anggaran maka pemimpin perusahaan membutuhkan informasi-informasi
sebagai berikut: (1) Catatan akuntasi bulanan yaitu data tentang piutang dan hutang-
hutang dagang setiap bulan, (2) Pendapatan penjualan bulanan, (3) pembelian
persediaan tiap bulan, (4) daftar gaji, sewa atau biaya pemeliharaan peralatan, (5)
biaya iklan, serta saldo kas. Semua informasi ini akan dikaji oleh pemimpin
perusahaan untuk menetapkan besarnya anggaran yang akan dialokasikan kepada
masing-masing cabang. Selanjutnya pada masing-masing cabang akan menetapkan
pula kebijakan anggaran untuk unit kerjanya berdasarkan data dan informasi yang
tersedia di cabang bersangkutan.

B. Pengendalian Anggaran
Kana (2000) mengatakan bahwa anggaran merupakan alat kendali untuk
membiayai operasi perusahaan. Itu sebabnya para pemimpin perusahaan harus
mampu melakukan pengendalian terhadap anggaran agar dapat dimanfaatkan secara
baik bagi terselenggaranya aktivitas penjualan secara maksimal. Pengendalian
anggaran harus mencakup pengalokasian dan pemanfaatan dana pada kegiatan



12


finansial maupun pada kegiatan nonfinansial. Dalam pengendalian dibutuhkan
pelaporan secara kontinyu mengenai kemajuan pembelanjaan aktual dibandingkan
dengan anggaran yang direncanakan, dan juga secara terus menerus
mempertimbangkan hubungan input dan output yang telah dicapai.
Munandar (1997) juga menjelaskan bahwa anggaran (budget) ialah suatu
rencana yang disusun secara sistimatis dan meliputi seluruh kegiatan perusahaan.
Anggaran perusahaan harus dinyatakan dalam unit moneter dan berlaku untuk jangka
waktu tertentu pada masa yang akan datang. Oleh karena itu para pemimpin
perusahaan harus merumuskan pula teknik pengendalian anggaran yang tepat agar
anggaran yang ditetapkan setiap tahun dapat didayagunakan secara maksimal untuk
mencapai laba yang maksimal pula. Menurutnya anggaran (budget) mempunyai
empat syarat yaitu :
a. Harus ada rencana yakni suatu kegiatan untuk menentukan terlebih dahulu
tentang aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukan oleh perusahaan pada waktu
yang akan datang, dan menentukan besarnya biaya yang diperlukan untuk
masing-masing kegiatan yang direncanakan.
b. Bersifat komprehensif yaitu mencakup seluruh kegiatan yang akan dilakukan oleh
semua cabang dan bagian-bagian yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan.
Secara garis besar kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dapat
dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu: (i) kegiatan pemasaran
(marketing), (ii) kegiatan produksi (producing), (iii) kegiatan pembelanjaan



13


(financing), (iv) kegiatan administrasi (administrating) serta (v) kegiatan-kegiatan
yang berhubungan dengan masalah-masalah personalia (personnel).
c. Dinyatakan dalam unit moneter yaitu unit mata uang tertentu agar dapat
diterapkan pada berbagai kegiatan perusahaan yang beraneka ragam. Adapun unit
moneter yang berlaku di Indonesia ialah rupiah. Unit moneter ini sangat
diperlukan, mengingat bahwa masing-masing kegiatan perusahaan yang beraneka
ragam tersebut sering mempunyai satuan biaya dan produksi yang berbeda-beda.
Dengan adanya kesamaan unit moneter maka kegiatan yang beraneka ragam
tersebut dapat diseragamkan, sehingga memungkinkan untuk dijumlahkan,
diperbandingkan serta dianalisa sesuai dengan keperluan pihak pemimpin
perusahaan.
d. Jangka waktu tertentu dan akan datang, yang menunjukkan bahwa anggaran
(budget) hanya berlaku untuk satu jangka waktu tertentu pada masa yang akan
datang. Ini berarti bahwa apa yang dimuat dalam anggaran adalah taksiran-
taksiran (forecast) tentang apa yang akan terjadi serta apa yang akan dilakukan di
waktu yang akan datang.
Gunawan dan Asri (1995) menjelaskan anggaran sebagai suatu pendekatan yang
formal dan sistimatis dalam rangka pelaksanaan tanggungjawab manajemen
perusahaan mulai dari perencanaan, koordinasi dan pengawasan. Intisari dari
anggaran menurut Gunawan dan Asri (1995) adalah:
a. Bahwa anggaran harus bersifat formal, artinya anggaran disusun dengan sengaja
dan bersungguh-sungguh dalam bentuk yang tertulis.



14


b. Bahwa anggaran harus bersifat sistimatis, artinya bahwa anggaran disusun dengan
berurutan dan berdasarkan suatu logika.
c. Bahwa setiap saat manajer diperhadapkan pada suatu tanggungjawab untuk
mengambil keputusan, sehingga anggaran merupakan suatu hasil pengambilan
keputusan yang berdasar pada suatu asumsi tertentu.
d. Bahwa keputusan yang diambil oleh manajer tersebut merupakan pelaksanaan
fungsi manajer dari segi perencanaan, koordinasi dan pengawasan.
Munandar (1997) menyatakan bahwa ada tiga kegunaan pokok dari penetapan
anggaran suatu perusahaan yaitu :
1. Sebagai pedoman kerja. Anggaran (budget) berfungsi sebagai pedoman kerja dan
memberikan arah serta sekaligus memberikan target-target yang harus dicapai
oleh kegiatan-kegiatan perusahaan di waktu yang akan datang.
2. Sebagai alat pengkoordinasian kerja. Anggaran (budget) berfungsi sebagai alat
pengkoordinasian kerja agar semua bagian-bagian yang terdapat di dalam
perusahaan dapat saling menunjang, saling bekerja sama dengan baik untuk
menuju ke sasaran yang telah ditetapkan.
3. Sebagai alat pengawasan kerja. Anggaran (budget) berfungsi pula sebagai tolak
ukur, sebagai pembanding untuk menilai (evaluasi) realisasi kegiatan perusahaan.
Dengan membandingkan antara apa yang tertuang di dalam budget dengan apa
yang dicapai oleh realisasi kerja perusahaan, dapatlah dinilai apakah perusahaan
telah sukses bekerja ataukah kurang sukses bekerja. Dari perbandingan tersebut
dapat pula diketahui sebab-sebab penyimpangan antara budget dengan



15


realisasinya, sehingga dapat pula diketahui kelemahan-kelemahan dan kekuatan-
kekuatan yang dimiliki perusahaan. Hal ini dapat dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan yang sangat berguna untuk menyusun rencana-rencana (budget)
selanjutnya secara lebih matang dan lebih akurat.
Jenis-jenis anggaran dikemukakan oleh Shim dan Siegel dalam Mulyadi (2000)
adalah sebagai berikut :
a. Anggaran operasional digunakan untuk menghitung biaya produk yang diproduksi
atau jasa yang dihasilkan. Anggaran jenis ini memeriksa aspek manufaktur dan
operasi bisnis.
b. Anggaran keuangan dapat digunakan untuk memeriksa kondisi keuangan dari
divisi, yaitu dengan memeriksa rasio aktiva terhadap kewajiban, arus kas, modal
kerja, profitabilitas, dan statisitik lainnya yang berhubungan dengan kesehatan
keuangan.
c. Anggaran kas digunakan untuk perencanaan dan pengendalian terhadap kas.
Anggaran ini membandingkan rasio perkiraan arus kas masuk terhadap arus kas
keluar untuk periode waktu tertentu. Anggaran kas membantu manajer untuk
memelihara saldo kas supaya seimbang dengan kebutuhan bisnis.
d. Anggaran pengeluaran modal berisi proyek-proyek penting jangka panjang dan
modal yang harus dibeli. Estimasi biaya proyek dan waktu pengeluaran modal
juga terdapat dalam anggaran modal. Anggaran modal biasanya
mengklasifikasikan proyek berdasarkan tujuannya seperti pengembangan lini
produk baru, memgurangi biaya, mengganti peralatan yang usang atau yang sudah



16


tidak berfungsi dengan baik, memperbesar atau merangsang lini produk dan
memenuhi persyaratan kesempatan kerja.
e. Anggaran suplemental memberikan pendanaan tambahan untuk item-item yang
tidak termasuk dalam anggaran reguler.
f. Pengganggaran inkremental mengukur kenaikan anggaran dalam dolar atau
persentase tanpa mempertimbangkan anggaran keseluruhan, sedangkan
penganggaran add-on meninjau anggaran-anggaran tahun lalu dan
menyesuaikannya dengan data sekarang, seperti inflasi dan perubahan personalia.
Dana-dana tambahan ditambahkan ke dalam anggaran untuk menyesuaikan
dengan kebutuhan saat ini.
g. Anggaran bracket merupakan rencana kontinjensi di mana biaya diprediksi pada
jumlah yang lebih tinggi dan lebih rendah dari pada angka dasarnya. Penjualan
diprediksi pada tingkat-tingkat yang berbeda. Bila angka dasar penjualan tidak
dicapai, anggaran bracket memberikan manajer perusahaan untuk merencanakan
efek pendapatan bersih dan kelangsungan usaha
h. Anggaran strech merupakan anggaran yang optimistis dan biasanya digunakan
untuk penjualan yang diproyeksikan tinggi pencapaiannya. Anggaran ini sangat
jarang memperhitungkan biaya. Namun bila proyeksi biaya dibuat, proyeksi ini
harus berdasarkan pada target penjualan anggaran standar.
i. Anggaran strategis mengintegrasikan perencanaan strategis dan pengendalian
penganggaran. Anggaran ini berguna dalam periode yang tidak mementu dan
tidak stabil.



17


j. Anggaran target merupakan rencana yang mengkatagorikan pengeluaran-
pengeluaran utama dan menyesuaikan dengan tujuan divisi. Pembelanjaan dolar
berjumlah besar memerlukan persetujuan yang khusus.
k. Anggaran program digunakan untuk produk dan jasa. Produk-produk yang telah
ada dan yang baru diperiksa. Anggaran program meliputi enginering, riset dan
pengembangan, pemeliharaan, pelatihan, pemasaran dan hubungan masyarakat.
Dalam anggaran harus terdapat inovasi dan fleksibilitas untuk menghadapi
kejadian-kejadian yang tidak diduga. Angka-angka yang dianggarkan dinyatakan
dalam rupiah, unit, jam, kg/ton dan karyawan. Menurut Julius (2000) dalam
penganggaran, harus dipertimbangkan hal-hal berikut :
a. Jenis produk dan jasa yang akan dipasarkan oleh perusahaan dalam rangka
peningkatan volume penjualan
b. Jumlah karyawan dan kemampuannya dalam melaksanakan kegiatan penjualan
untuk menunjang aktivitas perusahaan
c. Kondisi manufaktur dan kendala kapasitas yang dihadap perusahaan dalam
menyediakan berbagai jenis produk yang akan dihasilkan
d. Stabilitas operasional yang dihadapi perusahaan baik dalam kegiatan produksi
maupun kegiatan pemasaran.
e. Penetapan harga yang ditetapkan perusahaan untuk mengimbangi biaya dan tujuan
laba yang diharapkan oleh perusahaan.
f. Ketersediaan dan biaya bahan baku yang akan digunakan perusahaan dalam
proses produksi yang berkesinambungan



18


g. Sumber daya fisik dan manusia untuk dapat menunjang aktivitas perusahaan
dalam kegiatan produksi maupun kegiatan penjualan
h. Saldo dan keandalan persediaan yang dapat memperkuat posisi keuangan
perusahaan dalam menyediakan kebutuhan perusahaan
i. Tingkat perputaran aktiva yang digunakan untuk cadangan modal dalam kegiatan
usaha perusahaan
j. Aspek teknologi yang menunjang kegiatan produksi dan aktivitas pemasaran
perusahaan
k. Kendala mutu dan kemampuan pelayanan yang membuat perusahaan terus
berupaya untuk melakukan perbaikan guna menghadapi pesaing dan memenuhi
permintaan pasar
l. Kondisi pasar yang menjadi target perusahaan untuk melakukan penjualan produk
yang dihasilkannya
m. Persyaratan pendanaan yang dimiliki perusahaan untuk memperoleh pinjaman
atau bantuan dana guna menunjang keuangan perusahaan
n. Lingkungan ekonomi dan politik yang berdampak pada aktivitas perusahaan
terutama dari segi pendapatan masyarakat dan kebijakan pemerintah
Karakteristik anggaran secara efektif antara lain a) kemampuan prediksi, b)
saluran komunikasi, wewenang dan tanggung jawab yang jelas, c) informasi yang
akurat dan tepat waktu, d) kesesuaian, bersifat menyeluruh dan kejelasan
informasi, e) dukungan dalam organisasi dari semua pihak yang terlibat.



19


Langkah-langkah yang harus diikuti dalam penganggaran meliputi : a) penetapan
tujuan, b) pengevaluasian sumber-sumber daya yang tersedia, c) negosiasi antara
pihak-pihak yang terlibat mengenai angka-angka anggaran, d) pengkoordinasian
dan peninjauan komponen, e) persetujuan akhir, f) pendistribusian anggaran yang
disetujui.
Anggaran yang tetap (statis) memuat jumlah yang dianggarkan pada tingkat
kapasitas yang telah diperkirakan. Anggaran jenis ini sangat baik digunakan bila
aktivitas departemen stabil. Kelemahan anggaran ini adalah tidak adanya fleksibilitas
untuk penyesuaian terhadap perubahan tak terduga. Anggaran tetap (fixed budget)
sesuai untuk departemen yang beban kerjanya tidak memiliki hubungan langsung
dengan penjualan, produksi atau valume lain yang berhubungan dengan operasi-
operasi departemen.
Anggaran fleksibel memungkinkan adanya variabilitas dalam kegiatan bisnis
dan adaptasi terhadap perubahan tak terduga. Anggaran fleksibel menyesuaikan
kelonggaran dalam anggaran dengan kegiatan aktual dan berguna ketika variasi
volume tidak terlalu besar. Langkah-langkah lain yang ada dalam anggaran fleksibel
adalah :
a. Mengestimasi batas-batas kegiatan yang diperkirakan untuk periode tersebut
b. Menganalisis kecenderungan perilaku biaya, baik tetap variabel maupun
campuran.
c. Memisahkan biaya berdasarkan perilaku, yaitu memisahkan biaya campuran
menjadi biaya tetap dan variabel



20


d. Menentukan biaya-biaya apa yang akan terjadi pada berbagai tingkat kegiatan
yang berbeda.
Anggaran penjualan merupakan langkah awal dalam menyiapkan anggaran
individu karena volume penjualan yang diestimasi mempengaruhi hampir semua
item-item lainnya dalam anggaran induk anggaran penjualan harus menunjukkan
total penjualan dalam jumlah maupun nilainya. Total penjualan dapat berupa
penjualan impas, target laba atau proyeksi penjualan dan dapat dianalisis lebih jauh
berdasarkan produk, wilayah, konsumen, serta pola musiman dari penjualan yang
diharapkan. (Julius, 2000)

C. Konsep Penjualan
Swastha (2001) mengatakan bahwa kadang-kadang orang mempunyai
pengertian yang salah tentang istilah penjualan dimana sebagian orang menganggap
sama dengan istilah pemasaran. Misalnya seorang wiraniaga atau manajer penjualan
membicarakan pemasaran, tetapi sebenarnya masalah yang dibicarakan adalah
penjualan. Kedua istilah tersebut mempunyai ruang lingkup yang berbeda. Pemasaran
meliputi kegiatan yang lebih luas, sedangkan penjualan hanyalah merupakan satu
kegiatan saja di dalam pemasaran. Menurut Swastha (2001), sebagai suatu cabang
ilmu pengetahuan, penjualan lebih difahami sebagai ilmu dan seni mempengaruhi
pribadi yang dilakukan oleh penjual untuk mengajak orang lain agar bersedia
membeli barang/jasa yang ditawarkannya. Assauri (1999) juga mengemukakan
bahwa kegiatan penjualan merupakan kegiatan pelengkap atas suplemen dari



21


pembelian untuk memungkinkan terjadinya transaksi. Jadi kegiatan pembelian dan
penjualan merupakan satu kesatuan untuk dapat terlaksananya transfer hak atau
transaksi. Oleh karena itu kegiatan penjualan seperti halnya dengan kegiatan
pembelian, terdiri dari serangkaian kegiatan yang meliputi penciptaan permintaan
(demand) menemukan si pembeli, negosiasi harga, dan syarat-syarat pembayaran.
Konsep penjualan berkeyakinan bahwa para konsumen dan perusahaan bisnis
jika dibiarkan, tidak akan secara teratur membeli cukup banyak produk yang
ditawarkan oleh penjual. Oleh karena itu penjual harus melakukan usaha penjualan
dan promosi yang agresif. Kebanyakan perusahaan mempraktekkan konsep
penjualan ketika mereka mempunyai kapasitas yang berlebihan. Tujuan mereka
adalah menjual apa yang dihasilkan dan bukannya menghasilkan apa yang
diinginkan pasar. Dalam perekonomian industri modern, kapasitas produktif yang
dibangun dengan anggapan bahwa kebanyakan pasar yang merupakan pasar pembeli
dan penjual harus berjuang untuk mendapatkan pelanggan.
Marbun (2005) mendefinisikan penjualan pertama sebagai pengalihan hak
milik atas barang dengan imbalan uang sebagai penggantinya. Kedua sebagai
persetujuan untuk menyerahkan barang kepada pihak lain dengan menerima
pembayaran dan ketiga sebagai total barang yang terjual untuk perusahaan dengan
jangka waktu tertentu. Winardi (2001) juga mendefinisikan penjualan sebagai suatu
transfer atas hak benda-benda. Selain itu Baridwan (1997) berpendapat bahwa
penjualan adalah menunjukkan jumlah hasil penjualan kepada pembeli selama satu
periode tertentu, dikurangi dengan potongan penjualan. Di pihak lain Simamora



22


(2000) mengartikan penjualan sebagai suatu ukuran dari kenaikan aktiva (biasanya
dalam bentuk peningkatan jumlah kas atau piutang) yang disebabkan oleh adanya
penjualan produk perusahaan.
Penjualan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis tergantung dari sudut
pandang yang digunakan. Swastha (2001) mengemukakan bahwa menurut jenisnya
penjualan dapat dikelompokan menjadi :
a. Trade Selling yaitu penjualan yang terjadi bilamana produsen dan pedagang
besar mempersilahkan pengecer untuk berusaha memperbaiki distributor produk-
produk mereka. Hal ini melibatkan para penyalur dengan kegiatan promosi,
peragaan, persediaan dan produk baru. Jadi titik beratnya adalah pada penjualan
melalui penyalur dari pada penjualan ke pembeli akhir.
b. Missionary Selling. Dalam missionary selling, penjualan berusaha ditingkatkan
dengan mendorong pembeli untuk membeli barang-barang dari penyalur
perusahaan. Di sini, wiraniaga lebih cenderung pada penjualan untuk penyalur.
Jadi wiraniaga sendiri tidak menjual secara langsung produk yang ditawarkan.
c. Technical Selling. Dalam jenis penjualan ini pemasar berusaha meningkatkan
penjualan dengan pemberian saran dan nasehat kepada pembeli akhir dari barang
dan jasanya. Dalam hal ini, tugas utama wiraniaganya adalah
mengidentifikasikan dan menganalisis masalah-masalah yang dihadapi serta
menunjukkan bagaimana produk atau jasa yang ditawarkan dapat mengatasi
masalah tersebut.



23


d. New Business Selling. Dalam New business selling penjual berusaha membuka
transaksi baru dengan merubah calon pembeli menjadi pembeli. Jenis penjualan
ini sering dipakai oleh perusahaan asuransi.
e. Responsive Selling. Dalam jenis penjualan seperti ini setiap tenaga penjualan
diharapkan dapat memberikan reaksi terhadap permintaan pembeli. Dua jenis
penjualan utama di sini adalah route driving dan retailing.
Swastha (2001) juga mengemukakan bahwa antara pengusaha yang satu
dengan pengusaha lainnya sering terdapat perbedaan dalam cara penjualannya.
Adapun cara-cara yang dilakukan adalah a) penjualan langsung, dan b) penjualan
tidak langsung. Penjelasan untuk kedua cara penjualan tersebut adalah sebagai
berikut:
a) Penjualan langsung adalah cara penjualan dimana penjual langsung
berhubungan/berhadapan/bertemu muka dengan calon pembeli atau
langganannya.
b) Penjualan tidak langsung adalah cara penjualan yang dilakukan melalui surat/
pos, telpon, mesin otomatis. Pada cara penjualan ini, produk akan direalisasi
setelah adanya persetujuan antara produsen dan konsumen.
Penjualan suatu produk juga dapat dianalisis menurut volumenya. Swastha
(2001) mengemukakan bahwa analisis volume penjualan merupakan suatu studi
mendalam tentang masalah penjualan bersih dari laporan rugi laba perusahaan
(laporan operasi). Manajemen perlu menganalisis volume penjualan total dan juga
volume penjualan. Analisis volume penjualan didasarkan pada product line dan



24


segmen pasar. Alma (2004) juga menyatakan bahwa analisis volume penjualan
merupakan telaa mendalam terhadap hasil kegiatan penjualan yang dilakukan oleh
perusahaan terhadap jenis barang dan jasa dalam satu periode. Hasil penjualan yang
diperoleh menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memasuki setiap segmen
pasar untuk menjual produk/jasanya kepada konsumen. Analisis volume penjualan
dilakukan untuk menganalisis dan membandingkan penjualan perusahaan dengan
penjualan industri.
Volume penjualan selain ditentukan oleh anggaran yang dialokasikan untuk
berbagai kegiatan yang berkaitan dengan penjualan barang juga dipengaruhi oleh
manajemen dan teknik pemasaran yang digunakan. Hal ini sesuai dengan penjelasan
Alma (2004) bahwa pemasaran bertujuan menyampaikan barang dan produk ke
konsumen jika proses pemasarannya lancar, maka volume penjualan akan meningkat.

D. Fungsi Usaha Penjualan
Fungsi usaha penjualan lebih umum dikenal dengan istilah usaha perdagangan
(merchandising). Usaha penjualan mencakup serangkaian kegiatan yang dilakukan
dalam proses pemindahan hak milik produk dari produsen kepada atau lembaga
perantara pemasaran yang mempunyai hak kepemilikian, kepada konsumen atau
pemakai, termasuk di dalamnya kegiatan promosi dan periklanan. Tingkat kerumitan
kegiatan yang dilakukan tergantung pada jenis dan sifat produk, volume penjualan,
jarak antara tempat produksi dan konsumen dan karakteristik konsumennya. Usaha



25


penjualan produk ekspor relatif lebih rumit dibanding penjualan produk untuk
konsumen dalam negeri (Said, 2001).
Usaha penjualan, seperti halnya usaha pembelian, dapat dilakukan oleh
pedagang perantara (seperti pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang
pengecer) dan produsen (seperti industri input dan alat-alat pertanian, pengusaha
produksi pertanian dan industri pengolahan). Bagian penjualan dari unit-unit usaha
tersebut berusaha untuk menemukan kebutuhan konsumennya dan memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya untuk menarik minat konsumen untuk membeli atau
mengkonsumsi produk-produk yang ditawarkan. Usaha untuk menemukan kebutuhan
konsumen biasanya lebih gencar dilakukan oleh perusahaan-perusahaan atau industri-
industri besar melalui riset pemasaran dan selanjutnya menciptakan produk baru atau
mengembangkan produk yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan konsumen atau
pemakai. Usaha penjualan juga berperan untuk menemukan permintaan potensial
bagi produknya dan berusaha mengubah permintaan potensial tersebut menjadi
permintaan nyata melalui kegiatan promosi dan periklanan (Said, 2001).
Dalam sistem agribisnis, usaha penjualan sebagai fungsi sub sistem
pemasaran menjadi sangat penting dalam memperlancar aliran produk dari produsen
ke tangan konsumen akhir. Usaha penjualan tersebut meliputi berbagai keputusan
yang diambil, yakni (1) jenis produk apa yang akan dijaul, (2) tingkat mutu produk
yang bagaimana yang akan dijual, (3) berapa jumlah produk yang akan dijual, (4)
kapan menjualnya, (5) dimana menjualnya dan (6) bagaimana cara menjualnya,
(Said, 2001).



26


Downey dan Erickson (1992) mengemukakan bahwa usaha penjualan adalah
suatu tindakan pengalihan pemilikan barang dan jasa. Karena yang merupakan alat
tukar yang diakui, maka penjualan sama artinya dengan pertukaran barang dan jasa
dengan uang atau pendapatan bisnis. Perhitungan rugi-laba dimulai dengan penjualan,
kemudian dikurangi dengan semua ongkos beban yang bertalian dengan penjualan
itu, dan akhirnya berapa laba yang dihasilkan diketahui kemudian. Laba berasal dari
penjualan, tetapi penjualan diawali dengan usaha penjualan. Menjual merupakan kata
kerja aktif, yang mengandung arti pelaksanaan sesuai dengan jenis usaha. Kadang-
kadang usaha penjualan hanya memungkinkan terjadinya penjualan karena para
pelanggan telah menyadari, membutuhkan dan mengetahui nilai dari produk dan jasa
yang dijual.














27


III. KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Pemikiran
Kebijakan anggaran pemasaran merupakan bagian dari manajemen keuangan
suatu perusahaan. Anggaran yang disusun setiap tahun atau secara periodik untuk
memenuhi berbagai kebutuhan perusahaan. Besarnya anggaran yang disusun
tergantung pada kegiatan yang akan dilakukan perusahaan dalam rangka peningkatan
volume penjualan. Akan tetapi dalam kenyataannya, realisasi dari anggaran yang
disusun oleh masing-masing cabang perusahaan tidak selalu disetujui seluruhnya oleh
induk perusahaan sehingga diperlukan kebijakan anggaran pada cabang-cabang
perusahaan.
Kebijakan anggaran pemasaran yang disusun pada suatu cabang perusahaan
adalah mengatur dana yang disetujui dari kantor pusat perusahaan ke dalam berbagai
keperluan untuk memperlancar proses penjualan di seluruh area pemasarannya.
Alokasi anggaran pada suatu cabang umumnya digunakan untuk memperlancar dan
mewujudkan pelaksanaan kegiatan perusahaan yang ditujukan untuk menyalurkan
dan memasarkan produk kepada konsumen akhir baik secara langsung maupun
melalui mitra kerja seperti toko, kios dan swalayan yang ada di Kota Kendari. Selain
dari itu anggaran dapat dialokasikan juga untuk pembuatan iklan, kegiatan promosi
dan insentif kepada karyawan yang berprestasi. Kerja sama antar perusahaan dengan
mitra kerja tidak lepas dari penggunaan anggaran untuk biaya distribusi guna
menjamin ketersediaan barang secara kontinyu dan dalam jumlah yang tepat.



28


Sedangkan biaya iklan ditujukan untuk memperkenalkan barang atau jasa kepada
masyarakat agar jumlah konsumen meningkat dan dengan demikian volume
penjualan akan meningkat. Jika volume penjualan meningkat dari waktu ke waktu
maka laba perusahaan akan meningkat pula dalam satu satuan waktu tertentu.
Secara visual, kerangka pemikiran yang dikemukakan di atas dapat digambarkan
dalam bentuk bagan sebagai berikut:













Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Mengenai Pengaruh Kebijakan Anggaran
Pemasaran dan Volume Penjualan




Laba perusahaan
naik
Kebijakan Anggaran Pemasaran
Biaya
Distribusi
Volume Penjualan Naik
Biaya
Iklan
Biaya
Outlet
Biaya
Promosi
Kontinuitas
Ketersediaan
Barang
Periklanan
Naik
Proses
Administrasi
lancar
Promosi
Lancar
Penjualan
Lancar
Penjualan
Naik
Penjualan
Naik



29


B. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang dikemukakan dalam penelitian ini, maka
hipotesis penelitian adalah :
1. Anggaran distribusi, iklan, outlet dan promosi pemasaran berpengaruh nyata
terhadap volume penjualan produk mie instan.
2. Kebijakan anggaran efektif meningkatkan volume penjualan produk mie instan
3. Volume penjualan mie instan mengalami kenaikan yang fluktuatif.


















30


IV. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Sesuai dengan judul maka lokasi penelitian ini adalah pada PT.Indofood Sukses
Makmur di Kendari. Pemilihan lokasi didasarkan pada kesesuaian tujuan penelitian
yaitu adanya kebijakan anggaran yang disusun secara periodik oleh PT. Indofood
Sukses Makmur di Kendari. Penelitian dilaksanakan selama 60 hari atau dua bulan
yakni pada bulan April sampai dengan Mei 2011.

B. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini variabel penelitian terdiri dari variabel dependen yakni
volume penjualan, dan variabel independen yang terdiri dari: biaya distribusi, biaya
iklan, biaya outlet, dan biaya promosi. Selain dari itu diperlukan pula variabel
penunjang yaitu: Jumlah tenaga kerja, jumlah penerimaan barang, jumlah anggaran,
jadwal penggunaan anggaran, jenis kegiatan penjualan, dan harga jual.

C. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder yang terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif adalah data
berupa angka-angka yang meliputi biaya distribusi, biaya iklan, biaya outlet, dan
biaya promosi. Selain dari itu diperlukan pula variabel penunjang yaitu: Jumlah
tenaga kerja, jumlah penerimaan barang, jumlah anggaran, jadwal penggunaan
anggaran, jenis kegiatan penjualan, dan harga jual. Sedangkan data Kualitatif adalah



31


data berupa penjelasan-penjelasan yang meliputi jenis dan jadwal kegiatan
perusahaan, prosedur pendistribusian, sistem pemasaran, dan prosedur atau jadwal
penggunaan anggaran. Untuk data sekunder, yang diperlukan adalah data penjualan
dan data alokasi anggaran quartalan dalam 9 tahun terakhir yakni sejak tahun 2002
2010.
D. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan
teknik wawancara langsung kepada pimpinan dan staf perusahaan sehubungan
dengan kebijakan anggaran perusahaan dalam meningkatkan penjualan. Selain dari
itu dilakukan pencatatan terhadap data-data sekunder yang telah tersedia dalam
laporan bulanan dan laporan tahunan perusahaan.
E. Teknik Analisis
Untuk mencapai tujuan penelitian maka data dianalisis sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis pengaruh kebijakan anggaran pemasaran terhadap volume
penjualan digunakan analisis regresi linear berganda dengan rumus :
Y = a + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
3
X
3
+ b
4
X
4
+ e
Dimana :
Y = Volume Penjualan (karton)
a = konstanta
b = koefisien regresi
X
1
= Biaya Distribusi (Rupiah)
X
2
= Biaya Iklan (Rupiah)
X
3
= Biaya Outled (Rupiah)
X
4
= Biaya Promosi (Rupiah)
e = Error Term




32


Tanda parameter dugaan yang diharapkan b
i
> 0. Hal itu bermakna apabila nilai
Biaya Distribusi (X
1
) Biaya Iklan (X
2
) Biaya Outlet (X
3
) dan Biaya Promosi (X
4
)
meningkat maka nilai Volume Penjualan (Y) akan meningkat, dan sebaliknya
jika nilai Biaya Distribusi (X
1
) Biaya Iklan (X
2
) Biaya Outlet (X
3
) dan Biaya
Promosi (X
4
) menurun maka nilai Volume Penjualan (Y) akan menurun.
Pengujian Hipotesis
a. Uji F
Untuk melihat pengaruh Biaya Distribusi (X
1
) Biaya Iklan (X
2
) Biaya
Outlet (X
3
) dan Biaya Promosi (X
4
) terhadap volume penjualan (Y) secara
simultan/bersama-sama dilakukan uji F dengan cara membandingkan F
hitung

dengan F
tabel
dengan menggunakan rumus :
1
) 1 (
2
2

k n
R
k
R
F (Riduwan, 2006)
Keterangan
F
hitung
= Nilai F yang dihitung
R = Nilai koefisien korelasi ganda
k = Jumlah variabel bebas (independent)
n = Jumlah sampel
Untuk pengujian F, digunakan hipotesis sebagai berikut :
H
0
: B
1
= 0
H
A
: B
1
0
Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F
hitung
dengan nilai
F
tabel.
Jika nilai F
hitung
> F
tabel
maka H
o
ditolak, berarti Biaya Distribusi (X
1
) Biaya
Iklan (X
2
) Biaya Outlet (X
3
) dan Biaya Promosi (X
4
) secara bersama-sama



33


mempengaruhi volume penjualan (Y). Dan sebaliknya apabila F
hitung
< F
tabel

maka H
o
diterima yang berarti bahwa Biaya Distribusi (X
1
) Biaya Iklan (X
2
)
Biaya Outlet (X
3
) dan Biaya Promosi (X
4
) tidak mempengaruhi volume
penjualan (Y).
b. Uji t
Selanjutnya untuk melihat signifikan dari pengaruh Biaya Distribusi (X
1
)
Biaya Iklan (X
2
) Biaya Outlet (X
3
) dan Biaya Promosi (X
4
) secara bersama-
sama mempengaruhi volume penjualan (Y). dilakukan uji t, dengan
menggunakan rumus
2
2
r n
n r
t
hitung

(Riduwan, 2006)
Keterangan :
t
hitung
= Nilai t
r = Nilai koefisien korelasi Sederhana
n = Jumlah sampel
Dengan hipotesis sebagai berikut :
H
o
: B
1
= 0
H
A
: B
1
0

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai t
hitung
dengan nilai t
tabel.
Bila nilai t
hitung
> t
tabel
, maka H
0
ditolak. Hal ini berarti bahwa Biaya Distribusi
(X
1
) Biaya Iklan (X
2
) Biaya Outlet (X
3
) dan Biaya Promosi (X
4
), yang diuji
berpengaruh secara nyata terhadap volume penjualan (Y) pada PT. Indofoot
Sukses Makmur Tbk. Sebaliknya jika nilai t
hitung
< t
tabel
maka H
o
diterima. Adapun
tingkat signifikan yang ditentukan adalah 95% atau a = 5% (0,05). Untuk



34


mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat serta
pengaruh variabel lain di luar variabel penelitian, maka dihitung koefisien
determinasinya. Koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan D = 1 r
2

Uji Asumsi Klasik
1. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel
independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lainnya dalam
satu model yang dilihat dari nilai variance inflation faktor (VIF).
a. Jika nilai variance inflation faktor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai
Tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model dapat dikatakan terbebas dari
multikolinearitas
b. Jika nilai korelasi antar masing-masing variabel independen kurang dari 0,70,
maka model dapat dikatakan terbebas dari asumsi klasik multikoliearitas. Jika
lebih dari 0,7 maka diasumsukan terjadi korelasi yang sangat kuat
antarvariabel independen sehingga terjadi multikolinearitas.
c. Jika nilai koefisien determinan, baik dilihat dari R
2
maupun R-Square di atas
0,60, namun tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap
variabel dependen, maka ditengarai model terkenal multikolinearitas.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi variabel-variabel penelitian mempunyai distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah distribusi datanya normal atau mendekati normal.



35


Suatu model dikatakan berdistribusi normal jika model tersebut menghasilkan
grafik data yang menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal.
3. Uji Heteroskesdastisitas
Heteroskesdastistas menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu
periode pengamatan ke periode pengamatan lain atau gambaran hubungan antara
nilai yang diprediksi dengan Student Delete Residual nilai tersebut. Model regresi
yang baik adalah model regresi yang memiliki persamaan variance residual suatu
periode pengamatan yang lain atau adanya hubungan antara nilai yang diprediksi
dengan Student Delete Residual.
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
korelasi antara variabel pengganggu (e
t
) pada periode tertentu dengan variabel
pengganggu periode sebelumnya (e
t-1
).

2. Untuk menganalisis efektivitas kebijakan anggaran dalam 3 tahun terakhir
digunakan rumus efektivitas menurut Husin (2005) sebagai berikut :


Dimana :
Po = Volume dan nilai penjualan yang ditargetkan berdasarkan anggaran yang
disetujui dari induk perusahaan.
P
1
= Realisasi volume dan nilai penjualan produk mie instan
Jika E > 100 % maka kondisi anggara efektif (dapat digunakan untuk pra
perencanaan penjualan berikutnya)
Jika E = 100 % maka kondisi berimbang



36


Jika E < 100 % maka kondisi anggaran tidak efektif (tidak dapat digunakan
untuk perencanaan penjualan periode berikutnya)

3. Untuk menggambarkan trend volume penjualan digunakan analisis time series
dengan rumus sebagai berikut :
Y = a + bX
Dimana :
Y= Volume penjualan yang akan datang
a

= konstanta
b = koefisien regresi
X = periode penjualan tahun X

F. Konsep Operasional
Konsep operasional digunakan sebagai batasan definisi operasional terhadap
variabel yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut :
1. Anggaran adalah dana yang ditetapkan oleh perusahaan induk PT. Indofood
Sukses Makmur untuk digunakan dalam kegiatan penjualan mie instan di
Kendari yang dihitung dalam Rupiah/quartal
2. Volume penjualan adalah jumlah produk mie instan yang berhasil dijual oleh
PT. Indofood Sukses Makmur di Kendari dalam setiap periode empat bulan
yang dihitung dalam satuan karton
3. Nilai penjualan adalah hasil kali antara volume penjualan dengan harga jual
produk mie instan pada PT. Indofood Sukses Makmur di Kendari, yang
dinyatakan dalam satuan rupiah/ quartal.



37


4. Harga adalah nilai jual per karton produk mie instan yang ditetapkan oleh
perusahaan yang dinyatakan dalam satuan Rupiah
5. Kebijakan anggaran adalah pengalokasian anggaran untuk biaya distribusi,
biaya iklan, biaya outlet, dan biaya promosi yang ditetapkan oleh manajer PT.
Indofood Sukses Makmur di Kendari yang dihitung dalam satuan (Rupiah).
6. Biaya distribusi yaitu anggaran yang digunakan untuk membiayai proses
pendistribusian produk mie instan dari gudang ke outlet yang dihitung dalam
rupiah per kardus.
7. Biaya iklan yaitu anggaran yang digunakan untuk membuat iklan yang
berkaitan dengan kelancaran penjualan yang dihitung dalam satuan Rupiah
per quartal.
8. Biaya outlet yaitu anggaran yang digunakan untuk kelancaran administrasi
penjualan di lapangan yang dihitung dalam rupiah per quartal.
9. Biaya promosi yaitu anggaran yang digunakan untuk melakukan kegiatan
promosi penjualan yang dinyatakan dalam rupiah per quartal.










38


DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, J W. 2000. Manajemen Pemasaran, Perhalindo, Jakarta
Iksan. A., dan T. Prianthara 2009. Akuntansi Untuk Manajer. Graha Ilmu Jakarta.
Assauri, S. 1999. Manajemen Penjualan. PT. Erlangga, Jakarta
-------------------, 2000, Manajemen Persediaan, Erlangga, Jakarta
Downey dan Erickson 1992, Manajemen Pemasaran Agribisnis, Erlangga, Jakarta
Gunawan, A. dan Marwan Asri. 1995. Pembelanjaan Perusahaan. BPEF-UGM.
Yogyakarta.
Harahap, S. 2004. Kinerja Keuangan Perusahaan, PT. Gramedia Utama, Jakarta.
Hartanto, 1997. Manajemen Persediaan, Rineka Cipta, Jakarta
Husein, U. 2005. Evaluasi Kinerja Perusahaan. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Julius, 2000. Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan, Ghalia Indonesia, Jakarta
Mulyadi, J. 2000. Budgeting, Pedoman Penganggaran, Erlangga. Jakarta
Kana, A. 2000. Manajemen Penganggaran, Bina Aksara. Jakarta.
Keown, A. J. John D, Martin, J. William Petty, David F. Scott, JR, 2004.
Manajemen Keuangan Prinsip prinsip dan Aplikasi, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran, Perhalindo. Jakarta.
Mamduh, M. 2006. Manajemen Keuangan, BPFE-UGM. Yogyakarta.
Marbun, 2005. Dasar-Dasar Pemasaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Munandar, 1997. Manajemen Anggaran. Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Moeljadi, 2006. Manajemen Keuangan Pendekatan Kualitatif Kuantitatif,
Bayumedia, Malang. Jawa Timur.
Munawir, 1997. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Keempat, Liberty. Yogyakarta.



39


Myer, 1997. Manajemen Keuangan, Edisi Terjemahan, Ghalia Indonesia. Jakarta.
Nugroho, D, 2006. Analisis Kebijakan, Elex Media Komputerindo, Jakarta.
Prastowo, D. dan R. Juliaty, 2005. Analisis Laporan Kuangan, Akadmi Manajemen
Perusahaan YKPN. Yogyakarta.
Rachmat, F. 2009. Manajemen Perkreditan Bank Umum. ALFABETA. Bandung.
Ross, S. 2002. Coorporate Finance. New York : Mc Graw Hill, Inc.
Said, G. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sawir, A. 2005. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan
Perusahaan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sofyan, 2000. Manajemen Pemasaran. Liberty, Yogyakarta
Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Bisnis. Alfa Beta. Bandung.
Suhyani, 2000. Analisis Kebijakan Anggaran Pada Perusahaan Jasa. Murai
Kencana, Jakarta.
Sumami, M. 1993. Manajemen Pemasaran. Bina Ilmu, Jakarta.
Sumarsono, 1995. Pengantar Akuntansi. Buku 2 BPFE-UGM, Yogyakarta.
Swastha, B. 1996. Manajemen Pemasaran dan Perilaku Konsumen. BPFE-UGM,
Yogyakarta.
Teguh, H. 1997. Manajemen Pemasaran. Perhalindo Jakarta.
Winardi, 1986. Manajemen Pemasaran, Konsep dan Aplikasi. Rajawali Press,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai