Anda di halaman 1dari 10

TUGAS ARTIKEL

BLOK 1.4 KARDIORESPIRASI

PENGARUH ASPIRIN TERHADAP PENYAKIT ATEROSKLEROSIS

NAMA : ANDREE GERALDI PRAMANA NIM : 1918011027

NAMA : I GUSTI AGUNG AYU DIAH DAMAYANTI NIM : 1918011015

NAMA : NI MADE WULAN PURNAMASARI NIM : 1918011019

NAMA : KOMANG HERLIN PARAMESTI SUSANTI NIM : 1918011040

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2019
Pengaruh Aspirin Terhadap Penyakit Aterosklerosis

Andree1, Diah2, Wulan3, Herlin4


1,2,3,4
Mahasiswa Program Studi Kedokteran Universitas Pendidikan Ganesha

geraldipramana17@gmail.com

Abstrak.
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit jantung dan pembuluh darah yang terbanyak. Penyakit ini
disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah akibat dari adanya kolagen, lemak, kolesterol, dan proliferasi
miosit yang menimbulkan respon inflamasi yaitu aterosklerosis. Hal ini yang dapat menimbulkan penebalan dan
pengerasan dari dinding arteri sehingga menyebabkan kekakuan dan kerapuhan dari dinding arteri. Selain
penyakit jantung koroner, aterosklerosis juga menyebabkan stroke dan peripheral artery disease. Aspirin
merupakan obat anti inflamasi non steroid. Aksi dari aspirin antara lain adalah anti inflamasi, analgesik, dan
antipiretik. Sehingga aspirin akan berpengaruh pada penyakit aterosklerosis

1. Pendahuluan
Masalah kesehatan terbesar di negara- negara maju dan negara-negara yang sedang menuju kearah
industri adalah penyakit aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan salah satu penyebab terjadinya
penyakit jantung koroner. Penyempitan pembuluh darah akibat dari adanya kolagen, lemak, kolesterol,
dan proliferasi miosit dapat menimbulkan suatu respon dan responnya adalah penyakit aterosklerosis.
Hal tersebut dapat menimbulkan penebalan dan pengerasan dari dinding arteri, sehingga menyebabkan
kekakuan dan kerapuhan dari dinding arteri yang akan menyebabkan terjadinya penyakit jantung
koroner.

Tujuan dari penulisan artikel mengenai aterosklerosis ini adalah untuk memberikan informasi
mengenai salah satu penyebab dari penyakit yang mematikan yakni jantung koroner. Selain jantung
koroner, aterosklerosis juga dapat menyebabkan stroke, dan peripheral artery disease. Gejala
aterosklerosis baru dapat dirasakan jika pembuluh arteri sudah menyempit karena ini akan
menyebabkan terganggunya penyalurkan energi ke organ-organ tubuh.

2. Pembahasan

2.1 Definisi dan Etiologi Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan suatu penyakit yang diakibat dari respon peradangan pada pembuluh darah
yang ditandai dengan deposit massa kolagen, lemak, kolesterol yang menimbulkan penebalan dan
pengerasan dinding arteri, sehingga mengakibatkan kekakuan dan kerapuhan arteri. Penyakit ini
menjadi masalah kesehatan paling besar, terutama untuk negara - negara yang sudah maju dan negara-
negara yang sedang menuju ke arah negara industri.
Pada tahun 2020, aterosklerosis diramalkan sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas
di masyarakat yang sedang berkembang dikarenakan adanya suatu perubahan pola hidup yang tidak
sehat (Rahman, 2012). Hampir seluruh kematian yang ada di Amerika Serikat dan Eropa disebabkan
oleh penyakit vaskular. Sekitar dua pertiga kematian disebabkan oleh trombosis pada satu atau lebih
arteri koronaria. Satu pertiga lainnya disebabkan karena thrombosis pada daerah lain seperti otak, hati,
ginjal, saluran pencernaan, anggoota gerak dan lain sebagainya (Guyton & Hall, 2012). Di Indonesia
dalam sepuluh tahun terakhir di 8 rumah sakit umum pusat di Indonesia didapatkan data bahwa
prevelensi penyakit jantung koroner telah menggeser penyakit jantung reumatik sebagai penyakit
jantung yang paling banyak ditemukan. Hal tersebut juga terlihat di negara-negara Asia Tenggara serta
Afrika, Di Singapura dan Malaysia, kematian penyakit jantung koroner meningkat dari yang tadinya
tidak bermakna menjadi sekurangnya 10% dari semua kematian (Madiyono, Rahayuningsih &
Sukardi, 2011).

Proses terbentuknya plak aterosklerosis (aterogenesis) dapat terus berlajut karena adanya
proses inflamasi vaskular yang berkaitan dengan kadar kolesterol yang tinggi, namun bisa juga
disebabkan infeksi kuman. Selain kadar kolesterol yang tinggi, terdapat beberapa faktor resiko yang
menyebabkan terjadinya aterosklerosis adalah umur, jenis kelamin, keturunan (ras), merokok,
hipertensi, kurang aktivitas fisik, diabetes mellitus, stres, diet dan nutrisi serta alkohol.

2.2 Patogenesis

Aterosklerosis merupakan suatu proses sangat kompleks yang melibatkan darah dan kandungan materi
di dalamnya, endotel vascular, dan vasa vasorum. Aterosklerosis dimulai karena lapisan paling dalam
arteri, endotel, menjadi rusak. Komponen yang berperan dalam proses inflamasi ini antara lain
disfungsi endotel, akumulasi lipid dalam intima, pengerahan leukosit dan sel-sel otot polos ke dalam
dinding pembuluh darah, pembentukan foam cell atau sel busa, dan deposisi dari matriks ekstraseluler.

Aterosklerosis diawali dengan inisiasi terbentuknya lesi yang sangat berhubungan dengan
terjadinya disfungsi endotel. Disfungsi endotel dapat dipicu oleh stress fisik dan zat-zat iritan. Saat
stressor fisik dan kimia menggangu homeostatis endotel, akan terjadi beberapa hal yaitu rusaknya
fungsi endotel sebagai barrier permeabilitas, pelepasan sitokin inflamasi, peningkatan produksi
molekul adesi permukaan sel yang memanggil leukosit, terganggunya pelepasan za-zat vasoaktif
(prostasiklin dan nitrit oksida), dan terganggunya sifat antitrombotik.

Endotel yang telah teraktifasi tidak akan menjalankan fungsinya sebagai barrier yang efektif
terhadap pergerakan lipoprotein ke dalam dinding pembuluh darah. Hal ini akan memberi jalan LDL
masuk ke intima. Setelah berada di dalam intima, LDL berakumulasi di subendotel, berikatan dengan
matriks ekstrasel yaitu proteoglikan. Hal ini yang menyebabkan LDL menjadi lebih lama berada di
intima yang memungkinkan LDL mengalami modifikasi kimia yang menjadi penyebab pembentukan
lesi aterosklerosis. Selain itu, LDL dalam intima juga dapat mengalami oksidasi. Ini terjadi ebagai aksi
dari zat oksigen reaktif dan enzim prooksidan yang berasal dari endotel yang teraktifasi atau sel otot
polos, atau dari makrofag yang mempenetrasi dinding pembuluh darah.

LDL akan mengalami oksidasi menjadi ox LDL yang mudah menempel dan menumpuk pada
dinding pembuluh darah menjadi deposit lipid. Penumpukan ini akan menyebabkan jejas pada endotel.
Pada keadaan ini, endotel normal akan menjadi endotel hiperpermeabel yang ditunjukkan dengan
terjadinya berbagai proses eksudasi dan infiltrasi monosit ke dalam lapisan pembuluh daragakibat
peningkatan adesifitas terhadap lipoprotein, leukosit, platelet, dan berbagai kandungan plasma.
Endotel yang terjejas juga memiliki prokoagulan yang lebih banyak dibandingkan antikoagulan serta
mengalami pemacuan molekul adesi leukosit seperti L-selektin, interin, platelet-endothelial-cell
adhesion molecule (PECAM-1) dan molekul adesi endotel seperti E-selektin, P-selektin, intracellular
cell adhesion molecule (ICAM-1) dan vascular-cell adhesion molecule (VCAM-1). Keadaan ini
mengakibatkan makro molekul lebih mudah menempel pada dinding pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan jejas pada endotel (Soehnlein, 2012).

Respon inflamasi yang terjadi diperantarai oleh makrofag monosit dan limfosit T yang apabila
berlanjut akan meningkatkan jumlah makrofag dan limfosit yang beremigrasi. Aktivitas ini
menimbulkan pelepasan enzim hidrolitik, sitokin, kemokin dan faktor pertumbuhan yang dapat
menginduksi kerusakan lebih lebih lanjut.

Ox LDL juga akan semakin beresiko jika pada pembuluh darah terdapat kerusakan dari
nitrogen monoksida (NO) yang berfungsi melindungi dinding endotel pembuluh darah dari bahan
yang beresiko menempel dan membentuk thrombus seperti Ox LDL, trombosit dan monosit yang
berubah menjadi makrofag. Ox LDL yang tertahan akan berubah menjadi bersifat sitotoksik,
proinflamasi, khemotaktik, dan proaterogenik. Oleh karena itu endotel sulit menghasilkan NO sebagai
pelindung serta fungsi dilatasi berkurang.

NO yang berkurang juga mengakibatkan keluarnya sel-sel adesi dan menangkap monosit dan
sel T. monosit tersebut melewati endotel memasuki lapisan intima dinding pembuluh dan
berdiferensiasi menjadi makrofag yang mencerna Ox LDL dan berubah menjadi foam cell. Foam cell
macrophage kemudian menjadi satu dan membentuk fatty streak. Jika dibiarkan ,fatty streak akan
bertambah besar beramaan dengan berploriferasi jaringan ikat fibrosa dan jaringan otot polos di
sekitarnya sehingga membentuk plak yang makin lama membesar. Plak yang membesar ke arah dalam
lumen arteri mengurangi aliran darah menyebabkan timbunan sejumlah besar jaringan ikat padat dan
arteri menjadi lebih kaku dan tidak lentur. Factor lain juga seperti garam kalsumdapat mengendap
dengan kolesterol dan lipid sehingga menyebabkan arteri mengeras.
Gambar 1. Perubahan-perubahan dinding arteri pada ‘hipotesis respons terhadap cedera’. 1.normal,
2.cedera endotel dengan adhesi monosit dan trombosit, 3.migrasi monosit dari lumen pembuluh darah
dan otot polos tunika media ke tunika intima, 4.proliferasi sel otot polos dalam tunika intima
5.terbentuknya bercak ateroma (Kumar, Abbas, Fausto, Mitcheel. Robbins Basic Pathology. 2007.)

2.3 Akibat yang Ditimbulkan

Plak aterosklerosis baru akan menimbulkan manifestasi klinis bila plak tersebut menimbulkan
aneurisma hingga ruptur. Selain itu manifestasi klinis dapat muncul ketika plak tersebut membesar
sehingga menutupi lumen pembuluh darah, atau ketika plak tersebut ruptur dan trombus dari proses
ruptur tersebut menutupi lumen pembuluh darah (Kumar, et al., 2007). Beberapa contoh penyakit yang
merupakan manifestasi klinis dari aterosklerosis antara lain adalah penyakit jantung koroner, stroke,
dan peripheral artery disease.

Aterosklerosis yang terjadi di arteri kororner seringkali menyebabkan infark miokard dan
angina pectoris. Aterosklerosis yang terjadi pada arteri yang menyuplai darah pada di saraf pusat akan
menyebabkan terjadinya stroke maupun transient cerebral ischemia. Pada sirkulasi perifer,
aterosklerosis dapat menyebabkan intermittent claudication dan gangrene. Keterlibatan dari sirkulasi
splanchnic dapat menyebabkan iskemik mesenterika. Aterosklerosis dapat mempengaruhi ginjal
seperti stenosis arteri renalis ataupun penyakit ateroembolik.

Manifestasi aterosklerosis tidak hanya berdasarkan tempat dimana dia berada, namun juga
berdasarkan waktu. Pembetukan aterosklerosis pada manusia secara khas muncul lebih dari bertahun-
tahun, seringkali lebih dari satu dekade. Pertumbuhan plak aterosklerosis mungkin tidak muncul di
pembuluh darah linier, tapi di pembuluh darah yang mengalami diskontinuitas. Setelah periode
“silent” yang panjang, aterosklerosis akan memunculkan manisfetasi klinis. Manifestasi klinis dari
aterosklerosis dapat bersifat kronis (Kasper, 2005).

Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan pembunuh nomor satu baik bagi pria maupun
wanita di Amerika Serikat. PJK terjadi jika plak terbentuk di arteri koroner, yaitu arteri yang
menyuplai darah kaya oksigen ke jantung. Plak yang terbentuk akan mempersempit lumen arteri
koroner, baik secara total maupun parsial sehingga menurunkan suplai oksigen bagi jantung. Jantung
merupakan organ aerobik yang suplai oksigennya hanya bergantung dari perfusi arteri koroner.
Terganggunya aliran arteri koroner menyebabkan terganggunya aliran oksigen, yang dapat
menyebabkan iskemia, kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis atau infark miokard. Iskemik
dan nekrosis miokard ini dapat mengakibatkan aritmia jantung, yang dapat mengakibatkan kematian
(Homound, 2008).

Stroke dapat terjadi ketika plak akibat aterosklerosis terbentuk di pembuluh darah karotis,
yaitu pembuluh darah yang menyuplai oksigen menuju otak. Jika suplai oksigen menuju otak
terhambat atau bahkan terputus lebih dari beberapa menit, sel-sel yang ada di otak akan mati. Hal ini
akan mengakibatkan fungsi dari beberapa bagian tubuh yang dikontrol otak mengalami penurunan
fungsi. Stroke juga dapat mengakibatkan kecacatan jangka lama, seperti penglihatan, paralisis,
gangguan fungsi bicara, bahkan hingga berujung kepada kematian pada kasus kasus terparah (National
Heart, Lung, and Blood Institute, 2010).

Peripheral artery disease (PAD) merupakan suatu kondisi dimana terjadi insufiensi perfusi
jaringan yang disebabkan adanya emboli atau tromus oleh aterosklerosis. PAD biasanya menyerang
bifurkasi arteri femoral, arteri iliaka, aorta, dan arteri popliteal. PAD yang berkaitan langsung dengan
iskemia akut dari anggota gerak dapat cepat berprogresi menjadi keadaan yang mengancam nyawa
(Stephens, 2014).

2.4 Pencegahan

Cara mencegah aterosklerosis yang bisa dilakukan adalah dengan mengatasi faktor faktor
resikonya, misalnya :

1. Menjaga kadar kolestrol darah

2. Menjaga berat badan ideal

3. Menurunkan berat badan jika mengalami kegemukan

4. Menurunkan tekanan darah yang tinggi dan menjaganya stabil

5. Menjaga kadar gula dalam darah

6. Tidak merokok atau berhenti merokok

7. Olahraga secara teratur

8. Hindari stress

9. Perbanyak makan sayur dan buah-buahan

Orang- orang beresiko tinggi mengalami aterosklerosis bisa terbantu dengan mengkonsumsi
obat-obat tertentu, misalnya statin ( meskipn jika kadar kolestrol normal atau hanya sedikit
tinggi) dan aspirin/obat anti-pembekuan darah lainnya.

Asam asetilsalisilat atau banyak dikenal sebagai aspirin adalah turunan salisilat yang
merupakan prototipe obat antiinflamasi non steroid (non steroid antiinflammatory drugs=
NSAIDs). Aspirin dan NSAIDs lainnya bekerja dengan cara menghambat siklooksigenase
(COX 1 atau 2) yang mengakibatkan penurunan produksi prostaglandin. Berbeda dengan
analgesik opioid dan parasetamol, hal ini tidak hanya mengurangi sakit/nyeri, tetapi juga
inflamasi sehingga digunakan pada pengobatan berbagai kondisi akut dan kronik yang
menimbulkan nyeri dan inflamasi.
Aspirin berbeda dengan derivat asam salisilat lainnya karena mempunyai gugus
asetil. Gugus asetil inilah yang nantinya mampu menginaktivasi enzim siklooksigenase,
sehingga obat ini dikenal sebagai Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) yang unik karena
penghambatannya terhadap enzim siklooksigenase bersivat ireversibel, sementara AINS
lainnya menghambat enzim siklooksigenase secara kompetitif sehingga bersifat reversibel
(Miladiyah, 2012).
Farmakokinetik : Aspirin merupakan obat anti inflamasi non steroid. Aksi anti
inflamasi disebabkan oleh penghambatan terhadap prostaglandin. Aspirin secara ireversibel
terikat ke enzim siklooksigenase (COX) pada jaringan untuk menghambat sintesis
prostaglandin. Pada dosis yang rendah lebih spesifik untuk COX-1 daripada COX-2.
Sensitifitas COX-1 di atas COX-2 untuk dosis rendah aspirin digunakan untuk pengobatan
anti platelet. Farmakodinamik : Salisilat khususnya asetosal merupakan obat yang paling
banyak digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Aspirin dosis terapi
bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dosis toksik obat ini justru memperlihatkan efek
piretik sehingga pada keracunan berat terjadi demam dan hiperhidrosis (Wilmana dan Sulistia,
2007)

Mekanisme kerja aspirin terutama adalah penghambatan sintesis prostaglandin E2

dan tromboksan A2. Akibat penghambatan ini, maka ada tiga aksi utama dari aspirin, yaitu:

(1) antiinflamasi, karena penurunan sintesis prostaglandin proinflamasi, (2) analgesik, karena
penurunan prostaglandin E2 akan menyebabkan penurunan sensitisasi akhiran saraf nosiseptif

terhadap mediator pro inflamasi, dan (3) antipiretik, karena penurunan prostaglandin E2

yang bertanggungjawab terhadap peningkatan set point pengaturan suhu di hipotalamus (Roy,
2007).

Aspirin menghambat sintesis platelet melalui asetilasi enzim COX dalam platelet
secara ireversibel. Karena platelet tidak mempunyai nukleus, maka selama hidupnya platelet
tidak mampu membentuk enzim COX ini. Akibatnya sintesis tromboksan A2 (TXA2) yang

berperan besar dalam agregasi trombosit terhambat. Penggunaan aspirin dosis rendah regular
(81 mg/hari) mampu menghambat lebih dari 95% sintesis TXA2 sehingga penggunaan rutin

tidak memerlukan monitoring (Harrison, 2007). Molekul prostaglandin I2 (PGI2) yang

bersifat sebagai anti agregasi trombosit diproduksi oleh endothelium pembuluh darah
sistemik. Sel‐sel endotel ini mempunyai nukleus sehingga mampu mensintesis ulang enzim
COX. Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa aspirin dosis rendah dalam jangka
panjang mampu mencegah serangan infark miokard melalui penghambatan terhadap TXA2

namun tidak terlalu berpengaruh terhadap PGI2 (Roy, 2007).

Perbaikan konsentrasi NO juga mampu dilakukan oleh aspirin dengan mengasetilasi


enzim Nitric Oxide Synthase‐3 (NOS‐3) yang akan meningkatkan produksi Nitric Oxide (NO).
Nitric Oxide diketahui bersifat sebagai inhibitor aktivasi platelet, dengan demikian hal ini
menambah informasi mengenai manfaat aspirin sebagai antiplatelet (O’Kane et al., 2009).

Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi sehingga didapatkan pembuluh


arteri yang kaku. Hal tersebut secara patofisiologi melibatkan lipid, thrombosis, dinding
vaskuler dan sel-sel imun. Umumnya aterosklerosis diawali dengan disfungsi endotel dan
inflamasi. Keadaan tersebut menyebabkan endotel vaskular secara homeostasis mengeluarkan
zat-zat yang dapat menyebabkan penggumpalan (clotting) atau anti penggumpalan (anti
clotting). Keluarnya zat-zat tersebut disebabkan oleh karena faktor pelindung dari endotel
yang telah rusak. Pelindung tersebut adalah nitrogen monoksida (NO), bahan antiaterogenik
yang utama dihasilkan oleh endotel. (Adi, 2014) Dari penelitian telah dibuktikan bahwa
penyakit aterosklerosis penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi imun (immune-
mediated inflammatory disease). Dengan demikian, pemberian obat-obatan anti inflamasi di
harapkan sangat berperan penting untuk menghambat menjadi proses lebih lanjut. Salah satu
obat yang dapat digunakan yaitu aspirin.

3. Simpulan

Aterosklerosis adalah penyakit akibat respon peradangan pada pembuluh darah. Aterosklerosis
merupakan salah satu penyebab dari penyakit jantung koroner. Aterosklerosis diawali dengan inisiasi
terbentuknya lesi yang sangat berhubungan dengan terjadinya disfungsi endotel. Disfungsi endotel
dapat dipicu oleh stress fisik dan zat-zat iritan. Saat stressor fisik dan kimia menggangu homeostatis
endotel, akan terjadi beberapa hal yaitu rusaknya fungsi endotel sebagai barrier permeabilitas,
pelepasan sitokin inflamasi, peningkatan produksi molekul adesi permukaan sel yang memanggil
leukosit, terganggunya pelepasan za-zat vasoaktif (prostasiklin dan nitrit oksida), dan terganggunya
sifat antitrombotik. Beberapa contoh penyakit yang merupakan manifestasi klinis dari aterosklerosis
antara lain adalah penyakit jantung koroner, stroke, dan peripheral artery disease. Maka dari itu,
pemberian aspirin diharapkan sangat berperan penting untuk menghambat proses aterosklerosis lebih
lanjut.
Daftar Rujukan

Anonim. (2009). Bab II Aterosklerosis. Usu. https://doi.org/10.1136/pmj.76.893.141

Bruno, L. (2019). 済無. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Kumar, Abbas, Fausto, Mitcheel. (2007). Robbins Basic Pathology. 8th edition.Elsevier .
p343-353.
Lintong, P. (2013). Perkembangan Konsep Patogenesis Aterosklerosis. Jurnal Biomedik
(Jbm), 1(1). https://doi.org/10.35790/jbm.1.1.2009.806
Siwi, P. A. (2015). Bab ii tinjauan pustaka bakteri. 3–9.
Wihastuti, Titin Andri, dkk.(2016). Patofisiologi Dasar Keperawatan Penyakit Jantung
Koroner: Inflamasi Vaskular, halaman 47-49

Anda mungkin juga menyukai