Anda di halaman 1dari 7

arteriosklerosis obliterans

Atherosclerosis
1. Definisi
Aterosklerosis, atau pengerasan arteri, adalah kondisi pada arteri besar dan kecil yang
ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit, dan makrofag di seluruh
kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel) dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos).
Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri serebral.
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan sel
indotel atau dari stimulus lain. Kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari
stimulus lain. Cedera pada sel endotel meningkatkan permeablilitasnya terhadap berbagai
komponen plasma, termasuk asam lemak dan trigliserida, sehingga zat-zat ini dapat masuk ke
dalam arteri. Oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat
merusak pembuluh darah. Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun,
termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke area cedera.
Sel darah putih melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi,
menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses
pembekuan, mengaktivasi sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang berperan
sebagai chemoattractant (penarik kimiawi) yang mengaktifkan siklus inflamasi, pembekuan, dan
fibrosis. Pada saat ditari ke area cidera, sel darah putih akan menempel di sana oleh
aktivasi faktor adhesif endotelial yang bekerja seperti Velcro sehingga endotel lengket terutama
terhadap sel darah putih. Pada saat menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai
beremigrasi di antara sel-sel endotel, ke ruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang
matang menjadi makrofag dan, bersama neutrofil, tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan
siklus inflamasi. Sitokin proinflamatori juga merangsang ploriferasi sel otot polos, yang
mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima. Selain itu kolesterol dan lemak plasma
mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat. Pada tahap
indikasi dini kerusakan terdapat lapisan lemak di arteri. Apabila cedera dan inflamasi terus
berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (trombus). Sebagian
dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh
darah. Hasil akhirnya adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan
parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit, dan proliferasi sel otot polos.
Meskipun tanpa ada cedera langsung pada sel endothelial, perubahan faktor adhesi
endotel dapat terjadi, yang mengakibatkan akumulasi sel darah putih dan pelepasan mediator
inflamasi dan zat pembentuk bekuan. Mengapa beberapa individu dapat memiliki terutama faktor
adhesif yang masih aktif belum jelas. Ada kecenderungan bahwa faktor genetik dan faktor
lingkungan menjadi penyebab.
Apapun yang menjadi faktor pemicunya, aterosklerosis menyebabkan penurunan
diameter arteri dan peningkatan kekakuan. Area aterosklerotik pada arteri disebut plak.

2. Etiologi

Terdapat beberapa hipotesis mengenai apa yang pertama kali menyebabkan kerusakan sel
endotel, yang kemudian mencetuskan rangkaian proses tersebut. Dapat dikatakan bahwa
beberapa proses pencetus yang terlibat berbeda-beda pada masing-masing individu. Lima
hipotesis tersebut antara lain:
i. Kolesterol Serum Tinggi
Hipotesis pertama mengisyaratkan bahwa kadar kolesterol serum tinggi dan trigliserida
dalam sirkulasi yang tinggi dapat menyebabkan pembentukan aterosklerosis. Pada pengidap
aterosklerosis, pengendapan lemak yang disebut ateroma, ditemukan di seluruh kedalaman
tunika intima, yang meluas ke dalam tunika media.
Kolesterol dan trigliserida yang dibawa di dalam darah terbungkus dalam protein
pengangkut lemak yang disebut lipoprotein. Lipoprotein densitas-tinggi (high density
lipoprotein, HDL) membawa lemak keluar sel untuk diuraikan, dan dikenal sifat protektif
melawan aterosklerosis. Lipoprotein densitas-rendah (low density lipoprotein, LDL) dan
lipoprotein densitas-sanagat-rendah (very low density lipoprotein, VLDL) membawa lemak
masuk ke sel tubuh, termasuk sel endotel arteri. Terutama yang berisiko aterosklerosis adalah
individu yang membawa defek protein E apolipoprotein spesifik yang normalnya terlibat dalam
ambilan partikel lipoprotein hati secara efisien, merangsang pengeluaran kolesterol dari
makrofag pada lesi aterosklerosis, dan pengaturan respons imun dan inflamasi. Pada dinding
arteri, oksidasi kolesterol dan trigliserida menyebabkan pembentukan radikal bebas yang
diketahui merusak sel endotel.
Beradasarkan hipotesis ini, hipotesis oksidatif-modifikasi pada aterosklerosis, yang
diawali oksidasi LDL pada lapisan subendotel arteri menyebabkan berbagai reaksi inflamasi,
yang akhirnya menarik monosit dan neutrofil ke area lesi. Sel-sel darah putih ini melekat ke
lapisan endotel oleh molekul adhesif, dan melepaskan mediator inflamasi lain yang menarik
makin banyak sel darah putih ke area tersebut dan selanjutnya merangsang oksidasi LDL. Pada
akhirnya, monosit bergerak masuk ke dinding artei, yang merupakan tempat pematangan menjadi
makrofag dan mengubah LDL menjadi sel buih. Selanjutnya merangsang respons inflamasi.
Menurut hipotesis ini, makin tinggi kadar LDL dalam sirkulasi, makin sering terjadi kerusakan.
Individu diabetes melitus sering memperlihatkan aterosklerosis yang disebabkan
kolesterol tinggi. Diabetes melitus adalah faktor risiko utama untuk aterisklerosis. Individu
pengidap diabetes memiliki kolesterol dan trigliserida plasma yang tinggi. Buruknya sirkulasi ke
sebagian besar organ menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, kemudian menstimulasi reaksi
inflamasi yang berperan menyebabkan ateroskleorosis.

ii. Tekanan Darah Tinggi


Hipotesis kedua mengenai pembentukan aterosklerosis didasarkan temuan bahwa tekanan
darah tinggi yang kronis menimbulkan gaya regang/potong yang merobek lapisan endotel arteri
dan arteriol yang merupakan awal cidera. Gaya regang utama terjadi di tempat-tempat arteri
bercabang (bifurkasi) atau melengkung: merupakan ciri khas untuk arteri koroner, aorta, dan
arteri serebum. Dengan robeknua lapisan endotel, dapat terjadi kerusakan yang berulang
sehingga terjadi siklus inflamasi, penimbunan dan pelekatan sel darah putih dan trombosit, serta
pembentukan bekuan. Setiao trombus yang terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga terjadi
tromboembolus di bagian hilir, atau makin membesar yang cukup untuk menyumbat aliran
darah. Trombus juga melemahakan arteri sehingga dapat pecah pada kondisi tekanan darah yang
terkontrol.

iii. Infeksi
Hipotesis ketiga pembentukan aterosklerosis menjelaskan bahwa sebagian sel endotel
mungkin menjadi terinfeksi oleh mikroorganisme dalam sirkulasi. Infeksi secara langsung
menghasilkan sel-sel radikal bebas yang merusak: infeksi juga mencetuskan siklus inflamasi,
yaitu proses yang dikaitkan dengan radikal bebas dan aktivitas faktor pelekatan. Sel darah putih
dan trombosit datang ke area tersebut, kemudian membentuk bekuan dan jaringan parut.
Organisme spesifik yang biasanya diduga berperan dalam teori ini
adalah Chlamydiapneumoniae, yang merupakan patogen umum sistem pernapasan.

iv. Kadar Besi Darah Tinggi


Hipotesis keempat mengenai aterosklerosis arteri koroner adalah bahwa kadar besi serum
yang tinggi dapat merusak arteri koroner atau memperparah kerusakan dari penyebab lain.
Proses oksidasi besi sangat cepat dan mampu menghasilkan radikal bebas yang merusak arteri.
Teori ini diajukan oleh sebagian orang ahli untuk menjelaskan perbedaan mencolok dalam
insiden penyakit arteri koroner antara pria dan wanita pramenopous, yang biasanya memiliki
kadar besi lebih rendah.

v. Kadar Homosistein Darah


Hipotesis kelima menjelaskan bahwa individu yang mengalami peningkatan kadar
homosistein plasma, juga mengalami peningkatan penyakit vaskular. Homosistein adalah asam
amino yang dibentuk oleh metabolisme metionin. Peneliti menduga hiperhomosisteinemia
berkaitan denga disfungsi endotel, dengan manifestasi khusus penurunan avaibilitas derivat
oksida-nitrat endotel, yang merupakan vasodilator lokal. Hiperhomosisteinemia juga
meningkatkan kerentanan terhadap trombosis arteri dan percepatan pembentukan aterosklerosis
pada tikus yang mengalami defisiensi apolipoprotiene. Homosistein juga meningkatkan oksidasi
LDL. Defisiensi nutrisi untuk asam folat dan vitamin B dihubungkan dengan peningkatan
homosistein.

3. Patofisiologi/Web of Caution

Sistem kardiovaskuler bekerja secara terus-menerus dan pada kebanyakan kasus, secara
efisien. Tapi masalah dapat muncul ketika aliran darah berkurang atau tersumbat. Bila pembuluh
darah ke jantung tersumbat total, jantung tidak mendapatkan oksigen secara cukup dan suatu
serangan jantung dapat terjadi. Hal ini dapat berakibat fatal, dan pada kenyataannya,
menghasilkan jumlah jutaan kematian setiap tahun, membuat penyakit kardiovaskuler adalah
penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Penyakit jantung dapat bersiklus fatal, karena
pembuluh darah terbatas, tidak hanya dapat merusak jantung, tapi juga membuatnya bekerja
lebih keras untuk memompa darah melalui sistem sirkulasi. Lagipula, kerusakan jantung
menjadikan jantung kurang efisien dan harus bekerja walaupun dengan keras untuk tetap
melanjutkan suplai oksigen ke seluruh tubuh. Dari waktu ke waktu, penyakit jantung memimpin
masalah utama penglibatan jantung, paru-paru, ginjal, dan segera keseluruhan sistem, sebab
setiap organ dalam tubuh mempercayakan kecukupan oksigen dan nutrisinya pada jantung.
Secara khusus, sumbatan yang menyebabkan masalah dibentuk oleh suatu pertumbuhan lekatan
yang dikenal sebagai plak aterosklerotik.
Arterosklerosismerupakan suatu proses yang kompleks. Secara tepat bagaimana
arterosklerosis dimulai atau apa penyebabnya tidaklah diketahui, tetapi beberapa teori telah
dikemukakan.
Kebanyakan peneliti berpendapat aterosklerosis dimulai karena lapisan paling dalam
arteri, endotel, menjadi rusak. Sepanjang waktu, lemak, kolesterol, fibrin, platelet, sampah
seluler dan kalsium terdeposit pada dinding arteri.
Timbul berbagai pendapat yang saling berlawanan sehubungan dengan patogenesis
aterosklerosispembuluh koroner. Namun perubahan patologis yang terjadi pada pembuluh yang
mengalami kerusakan dapat diringkaskan sebagai berikut:

1. Dalam tunika intima timbul endapan lemak dalam jumlah kecil yang tampak bagaikan garis
lemak.
2. Penimbunan lemak, terutama betalipoprotein yang mengandung banyak kolesterol pada tunika
intima dan tunika media bagian dalam.
3. Lesi yang diliputi oleh jaringan fibrosa menimbulkan plak fibrosis.
4. Timbul ateroma atau kompleks plak aterosklerotik yang terdiri dari lemak, jaringan fibrosa,
kolagen, kalsium, debris seluler dan kapiler.
5. Perubahan degeneratif dinding arteria.

Meskipun penyempitan lumen berlangsung progresif dan kemampuan vascular untuk


memberikan respon juga berkurang, manifestasi klinis penyakit belum nampak sampai proses
aterogenik sudah mencapai tingkat lanjut. Fase preklinis ini dapat berlangsung 20-40 tahun. Lesi
yang bermakna secara klinis, yang dapat mengakibatkan iskemia dan disfungsi miokardium
biasanya menyumbat lebih dari 75% lumen pembuluh darah. Banyak penelitian yang logis dan
konklusif baru-baru ini menunjukkan bahwa kerusakan radikal bebas terhadap dinding arteri
memulai suatu urutan perbaikan alami yang mengakibatkan penebalan tersebut dan pengendapan
zat kapur deposit dan kolesterol. Sel endotel pembuluh darah mampu melepaskan endothelial
derived relaxing factor (EDRF) yang menyebabkan relaksasi pembuluh darah, danendothelial
derived constricting factor (EDCF) yang menyebabkan kontraksi pembuluh darah. Pada keadaan
normal, pelepasan ADRF terutama diatur oleh asetilkolin melalui perangsangan reseptor
muskarinik yang mungkin terletak di sel endotel. Berbagai substansi lain seperti trombin,
adenosine difosfat (ADP), adrenalin, serotonin, vasopressin, histamine dan noradrenalin juga
mampu merangsang pelepasan EDRF, selain memiliki efek tersendiri terhadap pembuluh darah.
Pada keadaan patologis seperti adanya lesi aterosklerotik, maka serotonin, ADP dan asetil kolin
justru merangsang pelepasan EDCF. Hipoksia akibat aterosklerotik pembuluh darah juga
merangsang pelepasan EDCF. Langkah akhir proses patologis yang menimbulkan gangguan
klinis dapat terjadi dengan cara berikut:

1. Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plaque.


2. Perdarahan pada plak ateroma.
3. Pembentukan thrombus yang diawali agregasi trombosit.
4. Embolisasi thrombus atau fragmen plak.
5. Spasme arteria koronaria.

Aterosklerotik dimulai dengan adanya kerusakan endotel, adapun penyebabnya antara


lain adalah:
1. Peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah.
2. Tekanan darah yang tinggi.
3. Tembakau.
4. Diabetes
Dikarenakan kerusakan pada endothelium, lemak, kolesterol, platelet, sampah produk
selular, kalsium dan berbagai substansi lainnya terdeposit pada dinding pembuluh darah. Hal itu
dapat menstimulasi sel dinding arteri untuk memproduksi substansi lainnya yang menghasilkan
pembentukannya dari sel.

4. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis arteriosklerosis biasanya terjadi pada tahap akhir perjalanan penyakit.
Gejala aterosklerosis tersebut meliputi:
a. Klaudikasio interminten, suatu perasaan nyeri dan kram di ekstermitas bawah, terutama terjadi
selama atau setelah olahraga. Klaudikasio interminten disebabkan buruknya aliran darah yang
melewati pembuluh aterosklerotik yang memperdarahi tungkai bawah. Pada saat kebutuhan
oksigen otot tungkai akan meningkat, maka aliran yang terbatas tersebut tidak dapat menyuplai
oksigen yang dibutuhkan dan terjadi nyeri akibat iskemia otot. Sering dengan memburuknya
aterosklerosis, nyeri interminten dapat berkembang menjadi nyeri saat istirahat, karena pada
kebutuhan oksigen yang normal sekalipun tidak dapat dipenuhi.
b. Peka terhadap rasa dingin karena aliran darah ke ekstremitas tidak adekuat.
c. Perubahan warna kulit karena berkurangnya aliran darah ke suatu daerah area tubuh. Akibat
iskemia, area darah tersebut menjadi pucat. Hal ini diikuti oleh respon autoregulasi lokal
sehingga hiperemia (peningkatan aliran darah) ke tersebut sehingga kulit merona merah.
d. Dapat diraba penurunan denyut arteri di sebelah hilir dari lesi aterosklerotik. Apabila aliran darah
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan-kebuatuhan metabolik, dapat terjadi nekrosis sel dan
gangren.
5. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
a. Peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida dapat mengindikasikan adanya faktor risiko untuk
ateroklerosis. Kadar kolesterol dalam darah di atas 180 mg/dl dianggap meningkat, dan individu
tersebut dianggap sangat berisiko mengidap penyakit arteri koroner.
b. Teknik non-invasif yang disebut reactive hyperemia peripheral arterial tonometry (RH-PT)
digunakan untuk mengevaluasi potensi ateroklerosis stadium awal pada individu. Aliran balik
volume darah dari jari diukur setelah periode singkat iskemia buatan. Aliran balik yang lebam
pada ekstermitas merupakan teori untuk menduga disfungsi endotel yang serupa pada tingkat
arteri koroner.
c. Pemeriksaan pencitraan radiografik arteri memungkinkan kita memvisualisasi lesi ateroklerotik.
Pengidentifikasian dan pemantauan aterosklerosis mungkin dilakukan menggunakan alat
pemindaian (CT) koroner atau arteri karotis, ultrasonografi, atau MRI.

6. Penatalaksanaan/terapi
a. Modifikasi diet dapat menurunkan kadar LDL dan memperbaiki kadar HDL. Makanan tinggi
serabut (buah-buahan, sayuran, padi-padian), lemak ikan (asam lemak omega 3), produk kacang
kedelai (isoflavon), dan bawang putih telah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol LDL.
b. Terapi atau obat seringkali digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol total dan kadar
trigliserida serta memperbaiki HDL. Obat yang dikenal sebagai statin, terbukti efektif, meskipun
ada kontraindikasi dan efek samping yang mungkin serius.
c. Aspirin atau obat antitrombosit untuk mengurangi risiko pembentukan trombus.
d. Olahraga atau latihan fisik yang terprogram dapat menurunkan LDL, meningkatkan konsentrasi
HDL, dan menurunkan berat badan. Olahraga juga dapat meningkatkan pembentukan pembuluh
kolateral di sekitar bagian yang tersumbat.
e. Kadar glukosa gula darah perlu dikontrol ketat untuk pasien pengidap diabetes.
f. Pasien aterosklerotik harus menghentikan kebiasaan merokok karena efek senyawa asap rokok
merusak dinding sel endotel.
g. Obat antihipertensi akan mengurangi gaya regang pada dinding endotel.
h. Oksida nitrat atau nitrogliserin mungkin diberikan pada pasien vasospasmae untuk merelaksasi
dinding pembuluh darah.
i. Obat antivirus mungkin memberi perlindungan terhadap cedera akibat proses infeksi pada
lapisan endotel.
j. Donor darah oleh pria sebanyak tiga kali dalam setahun akan menurunkan kadar besi sampai ke
tingkat seperti wanita yang sedang haid, sehingga menurunkan cedera oksidatif.

Anda mungkin juga menyukai