Anda di halaman 1dari 7

1.

Survei entomologi di lokasi penelitian

Parameter survei entomologi untuk mengetahui faktor ekologi nyamuk adalah Breeding

Risk Indicator (BRI), Hygiene Risk Indicator (HRI) dan Maya Index (MI) serta observasi tempat

peristirahatan nyamuk. Parameter survei entomologi untuk mengetahui kepadatan nyamuk Aedes

spp. adalah Angka Bebas Jentik (ABJ), House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index

(BI), Pupae Index (PI), Pupae per Container (PC), Pupae per Person (PP). Alat yang digunakan

untuk survei entomologi antara lain sendok saringan jentik (larval ladles), baskom/wadah

penampung jentik, lampu senter, formulir observasi dan survei entomologi.

Survei entomologi dilakukan dengan cara mengidentifikasi jenis dan dihitung jumlah

kontainer/tempat penampung air (TPA) yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan

nyamuk Aedes spp. baik yang masih digunakan sebagai Controllable Sites (CS) maupun barang

bekas/tidak terpakai atau sampah sebagai Disposable Sites (DS) pada masing-masing rumah.

Tabel 4. Contoh- contoh controllable sites dan disposable sites


Controllable sites Disposable sites
Ember Botol bekas
Pot bunga Kaleng bekas
Talang air Ban bekas
Drum Ember bekas
Sumur Lubang pada bambu
Bak mandi Pohon yang berlubang
Padasan Tempurung kelapa
Tempat minum burung Genangan air
Bak air Toples bekas
Tower Gelas
WC/ Toilet
Gentong/ Tendon air
Nilai BRI, HRI dan MI dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

1. Breeding Risk Indicator (BRI)

Jumlah Controllable Sites (CS) setiap rumah


BRI =
Rata-rata kontainer (CS+DS) per seluruh rumah yang diperiksa

Nilai BRI yang didapatkan dikategorikan menjadi rendah (BRI 1), sedang (BRI 2) dan

tinggi (BRI 3). Rumah dengan nilai BRI 1 berisiko rendah sebagai tempat perindukan nyamuk

sedangkan rumah dengan nilai BRI 3 berisiko tinggi sebagai tempat perindukan nyamuk (Satoto,

2005)

2. Hygiene Risk Indicator (HRI)

Jumlah Disposable Sites (DS) setiap rumah


HRI =
Rata-rata kontainer (CS+DS) per seluruh rumah yang diperiksa

Nilai HRI yang didapatkan dikategorikan menjadi rendah (HRI 1), sedang (HRI 2) dan

tinggi (HRI 3). Rumah dengan nilai HRI 1 dikategorikan bersih sedangkan rumah dengan nilai

HRI 3 dikategorikan kotor (Satoto, 2005)

3. Maya Index (MI)

Indikator Maya Index (MI) didapat dengan mengkombinasikan BRI dan HRI. Kedua

indikator tersebut dikategorikan ke dalam risiko tinggi, sedang dan rendah dengan cara

dimasukkan ke dalam distribusi tertil menggunakan rumus:

Tinggi : (μ+1,0 σ) ≤ X

Sedang : (μ - 1,0 σ) ≤ X < ( μ + 1,0 σ )

Kurang : X < (μ-1,0 σ)

Keterangan:

X : Nilai HRI atau BRI tiap rumah


(μ+1,0 σ) : Batas distribusi tertil

μ : Rata-rata HRI atau BRI seluruh rumah

σ : Standar deviasi data HRI atau BRI seluruh rumah

Hasil perhitungan distribusi tertil, kemudian akan disusun dalam matriks 3x3 dalam

Tabel 4 untuk penentuan kategori Maya Index.

Tabel 5. Matrik 3 x 3 untuk mendapatkan nilai Maya Index (MI)


Indikator BRI 1 BRI 2 BRI 3
HRI 1 Rendah
HRI 2 Sedang
HRI 3 Tinggi

Keterangan:

Nilai MI risiko tinggi = kategori BRI 3/HRI 3, BRI 3/HRI 2 dan BRI 2/HRI 3 Nilai MI risiko

sedang = kategori BRI 1/HRI 3, BRI 2/HRI 2 dan BRI 3/HRI 1,

Nilai MI risiko rendah = kategori BRI 1/HRI 1, BRI 2/HRI 1 dan BRI 1/HRI 2.

Indikator survei entomologi menurut WHO (2009), untuk mengobservasi kepadatan

vektor nyamuk Aedes spp. meliputi indikator survei larva yaitu ABJ, HI, CI dan BI dan indikator

survei pupa yaitu PI, PC dan PP . Survei tersebut mengobservasi keberadaan larva dan pupa

Aedes spp. di tempat penampungan air baik CS maupun DS yang berpotensi sebagai tempat

perkembangbiakannya.

Sampel larva dan pupa Aedes spp. diambil dengan menggunakan cidukan dan selang pipa

kecil. Untuk pupa dihitung jumlah dan dihitung jumlahnya di setiap TPA. Sampel larva dan pupa

Aedes spp. diidentifikasi speciesnya secara mikroskopis perbesaran 100x dan 400x.
Parameter survei entomologi yaitu nilai ABJ, HI, CI, BI, PI, PC dan PP dihitung

menggunakan rumus berikut:

4. Angka Bebas Jentik (ABJ)

Jumlah rumah yang negatif larva Aedes spp.


ABJ = x 100%
Jumlah total rumah

Angka Bebas Jentik (ABJ) yang diperoleh dapat dikategorikan menurut Depkes (2008)

dimana daerah yang dianggap berisiko rendah dalam penularan DBD adalah > 85% untuk

daerah sporadis dan > 95% untuk daerah endemis.

5. House Index (HI)

Jumlah rumah yang positif larva Aedes spp.


HI = x 100%
Jumlah total rumah

6. Container Index (CI)

Jumlah kontainer yang positif larva Aedes spp.


CI = x 100%
Jumlah total kontainer

7. Breteau Index (BI)

Jumlah kontainer yang positif larva Aedes spp.


BI =
100 rumah

Menurut kriteria WHO (1994), suatu wilayah dengan HI < 1% dan BI < 5 dikategorikan

mempunyai risiko rendah sedangkan wilayah dengan HI > 10% dan BI > 50 mempunyai risiko

tinggi dalam penularan DBD. Selain itu untuk menunjukkan hubungan antara HI, CI dan BI

dapat digunakan Gambaran Kepadatan WHO (WHO density figure).


Tabel WHO Density Figure

WHO Density Figure House Index Container Index Breteau Index


1 1-3 1-2 1-4
2 4-7 3-5 5-9
3 8-17 6-9 10-19
4 18-28 10-14 20-34
5 29-37 15-20 35-49
6 38-49 21-27 50-74
7 50-59 28-31 75-99
8 60-76 32-40 100-199
9 77 41 200
(WHO, 2004)

8. Indeks Pupa (Pupae Index/PI)

Jumlah pupa Aedes spp.


PI =
100 rumah

9. Pupae per Container (PC)

Jumlah pupa Aedes spp.


PC =
Jumlah total kontainer/TPA

10. Pupae per Person (PP)

Jumlah pupa Aedes spp.


PP =
Jumlah total penduduk

2. Pengumpulan sampel telur nyamuk Aedes spp. di lokasi penelitian

Bahan yang digunakan adalah air bersih dan jernih untuk mengisi ovitrap sebagai tempat

bertelurnya nyamuk. Sedangkan Alat yang digunakan adalah ovitrap berupa gelas kaca isi 250

ml dicat hitam pada bagian luarnya, ovistrip yaitu kertas saring ukuran 5 x 20 cm, kertas label

dan plastik klip.

Pengumpulan telur dilakukan dengan cara memasang masing-masing 2 ovitrap pada

masing-masing rumah. Pemasangan ovitrap dilakukan seminggu sekali selama satu bulan
dimasing masing lokasi penelitian. Ovitrap dilabel sesuai lokasi, di luar atau di dalam rumah.

Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah yang diperkirakan berpotensi menjadi tempat

bertelurnya nyamuk Aedes spp., misal di bawah tempat tidur, kamar mandi/wc, dapur, peletakan

ovitrap di luar rumah harus di tempat yang tidak terkena langsung cahaya matahari dan air hujan

(Perich et al., 2003).

Ovitrap yang dipasang pada masing-masing rumah sebanyak dua buah yaitu satu buah di

dalam dan satu buah di luar rumah, didiamkan selama satu minggu kemudian dilihat ada

tidaknya telur nyamuk Aedes spp. Jika terdapat telur nyamuk Aedes spp. maka ovistrip diambil

dan diangin-anginkan sampai kering, kemudian dimasukkan ke dalam plastik klip, diberi label

sesuai rumah dan lokasi pemasangan ovitrap dan periode pengambilan ovistrip. Setelah itu

ovistrip diganti dengan yang baru dan jumlah air ditambah jika berkurang (Hasyimi et al., 1992).

Ovistrip dikumpulkan selama 4 periode pemasangan ovitrap. Telur nyamuk Aedes spp.

dalam ovistrip yang dikumpulkan untuk dikolonisasi.

3. Kolonisasi nyamuk Aedes spp. dari sampel telur dan larva di laboratorium

Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah ovitrap, paper cup,box stereofoam, kain

kasa, aspirator, tray/nampan plastik ukuran 20 x 12,5 x 5 cm, pipet tetes, kapas dan kertas label.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah pakan hati ayam dan larutan gula 10%.

Kolonisasi telur atau larva nyamuk Aedes spp. dilakukan untuk dapat mengidentifikasi

nyamuk dewasa Aedes spp. Kolonisasi nyamuk Aedes spp. dilakukan dengan cara ovistrip yang

didapat dari lapangan yang sudah kering dimasukkan ke dalam cup plastik dan ditambah air

sumur. Masing-masing cup diberi label berdasarkan lokasi pengambilan telur nyamuk Aedes

spp., didiamkan selama 1-2 hari sampai menetas menjadi larva.


Proses pemeliharaan larva agar tetap bertahan hidup adalah dengan diberi pakan hati

ayam sebanyak 0,5 gr pada hari ke-0 dan selanjutnya dari hari pertama sampai ke lima atau

sebelum menjadi pupa sempurna diberi pakan hati ayam 1 gr. Air diganti 2-3 kali seminggu

sebelum menambahkan pakan. Umur larva menjadi pupa kurang lebih 4-5 hari (Limsuwan et al.,

1997).

Larva yang sudah menjadi pupa dari nampan pembiakan dipindahkan dengan

menggunakan pipet ke dalam cup yang telah diisi air sumur, kemudian di tutup dengan kain

kasa. Nyamuk dewasa akan muncul setelah 2 hari dan dipindahkan ke dalam paper cup kering.

Paper cup tersebut dimasukkan ke dalam kotak streofoam dan didiamkan selama 7 hari. Untuk

mempertahankan kehidupannya, nyamuk dewasa diberi larutan air gula 10% pada kapas dan

diganti setiap hari.

Nyamuk Aedes spp. yang dihasilkan adalah merupakan F0, diidentifikasi dengan

menggunakan kunci determinasi untuk menentukan species yaitu Ae. aegypti atau Ae. albopictus

serta jenis kelamin. Nyamuk dewasa jantan dan betina dikolonisasi dalam paper cup berisi

ovistrip dan diberi pakan larutan gula 10%. Nyamuk dewasa betina yang siap bertelur diberi

pakan darah. Telur yang dihasilkan dalam ovistrip masing-masing ditetaskan sampai menjadi

nyamuk dewasa Aedes spp. yang merupakan keturunan pertama (F1). Nyamuk dewasa Aedes

spp. diidentifikasi dengan menggunakan kunci determinasi untuk menentukan species yaitu Ae.

aegypti atau Ae. albopictus serta untuk ditentukan jenis kelamin.

Anda mungkin juga menyukai