Parameter survei entomologi untuk mengetahui faktor ekologi nyamuk adalah Breeding
Risk Indicator (BRI), Hygiene Risk Indicator (HRI) dan Maya Index (MI) serta observasi tempat
peristirahatan nyamuk. Parameter survei entomologi untuk mengetahui kepadatan nyamuk Aedes
spp. adalah Angka Bebas Jentik (ABJ), House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index
(BI), Pupae Index (PI), Pupae per Container (PC), Pupae per Person (PP). Alat yang digunakan
untuk survei entomologi antara lain sendok saringan jentik (larval ladles), baskom/wadah
Survei entomologi dilakukan dengan cara mengidentifikasi jenis dan dihitung jumlah
nyamuk Aedes spp. baik yang masih digunakan sebagai Controllable Sites (CS) maupun barang
bekas/tidak terpakai atau sampah sebagai Disposable Sites (DS) pada masing-masing rumah.
Nilai BRI yang didapatkan dikategorikan menjadi rendah (BRI 1), sedang (BRI 2) dan
tinggi (BRI 3). Rumah dengan nilai BRI 1 berisiko rendah sebagai tempat perindukan nyamuk
sedangkan rumah dengan nilai BRI 3 berisiko tinggi sebagai tempat perindukan nyamuk (Satoto,
2005)
Nilai HRI yang didapatkan dikategorikan menjadi rendah (HRI 1), sedang (HRI 2) dan
tinggi (HRI 3). Rumah dengan nilai HRI 1 dikategorikan bersih sedangkan rumah dengan nilai
Indikator Maya Index (MI) didapat dengan mengkombinasikan BRI dan HRI. Kedua
indikator tersebut dikategorikan ke dalam risiko tinggi, sedang dan rendah dengan cara
Tinggi : (μ+1,0 σ) ≤ X
Keterangan:
Hasil perhitungan distribusi tertil, kemudian akan disusun dalam matriks 3x3 dalam
Keterangan:
Nilai MI risiko tinggi = kategori BRI 3/HRI 3, BRI 3/HRI 2 dan BRI 2/HRI 3 Nilai MI risiko
Nilai MI risiko rendah = kategori BRI 1/HRI 1, BRI 2/HRI 1 dan BRI 1/HRI 2.
vektor nyamuk Aedes spp. meliputi indikator survei larva yaitu ABJ, HI, CI dan BI dan indikator
survei pupa yaitu PI, PC dan PP . Survei tersebut mengobservasi keberadaan larva dan pupa
Aedes spp. di tempat penampungan air baik CS maupun DS yang berpotensi sebagai tempat
perkembangbiakannya.
Sampel larva dan pupa Aedes spp. diambil dengan menggunakan cidukan dan selang pipa
kecil. Untuk pupa dihitung jumlah dan dihitung jumlahnya di setiap TPA. Sampel larva dan pupa
Aedes spp. diidentifikasi speciesnya secara mikroskopis perbesaran 100x dan 400x.
Parameter survei entomologi yaitu nilai ABJ, HI, CI, BI, PI, PC dan PP dihitung
Angka Bebas Jentik (ABJ) yang diperoleh dapat dikategorikan menurut Depkes (2008)
dimana daerah yang dianggap berisiko rendah dalam penularan DBD adalah > 85% untuk
Menurut kriteria WHO (1994), suatu wilayah dengan HI < 1% dan BI < 5 dikategorikan
mempunyai risiko rendah sedangkan wilayah dengan HI > 10% dan BI > 50 mempunyai risiko
tinggi dalam penularan DBD. Selain itu untuk menunjukkan hubungan antara HI, CI dan BI
Bahan yang digunakan adalah air bersih dan jernih untuk mengisi ovitrap sebagai tempat
bertelurnya nyamuk. Sedangkan Alat yang digunakan adalah ovitrap berupa gelas kaca isi 250
ml dicat hitam pada bagian luarnya, ovistrip yaitu kertas saring ukuran 5 x 20 cm, kertas label
masing-masing rumah. Pemasangan ovitrap dilakukan seminggu sekali selama satu bulan
dimasing masing lokasi penelitian. Ovitrap dilabel sesuai lokasi, di luar atau di dalam rumah.
Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah yang diperkirakan berpotensi menjadi tempat
bertelurnya nyamuk Aedes spp., misal di bawah tempat tidur, kamar mandi/wc, dapur, peletakan
ovitrap di luar rumah harus di tempat yang tidak terkena langsung cahaya matahari dan air hujan
Ovitrap yang dipasang pada masing-masing rumah sebanyak dua buah yaitu satu buah di
dalam dan satu buah di luar rumah, didiamkan selama satu minggu kemudian dilihat ada
tidaknya telur nyamuk Aedes spp. Jika terdapat telur nyamuk Aedes spp. maka ovistrip diambil
dan diangin-anginkan sampai kering, kemudian dimasukkan ke dalam plastik klip, diberi label
sesuai rumah dan lokasi pemasangan ovitrap dan periode pengambilan ovistrip. Setelah itu
ovistrip diganti dengan yang baru dan jumlah air ditambah jika berkurang (Hasyimi et al., 1992).
Ovistrip dikumpulkan selama 4 periode pemasangan ovitrap. Telur nyamuk Aedes spp.
3. Kolonisasi nyamuk Aedes spp. dari sampel telur dan larva di laboratorium
Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah ovitrap, paper cup,box stereofoam, kain
kasa, aspirator, tray/nampan plastik ukuran 20 x 12,5 x 5 cm, pipet tetes, kapas dan kertas label.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah pakan hati ayam dan larutan gula 10%.
Kolonisasi telur atau larva nyamuk Aedes spp. dilakukan untuk dapat mengidentifikasi
nyamuk dewasa Aedes spp. Kolonisasi nyamuk Aedes spp. dilakukan dengan cara ovistrip yang
didapat dari lapangan yang sudah kering dimasukkan ke dalam cup plastik dan ditambah air
sumur. Masing-masing cup diberi label berdasarkan lokasi pengambilan telur nyamuk Aedes
ayam sebanyak 0,5 gr pada hari ke-0 dan selanjutnya dari hari pertama sampai ke lima atau
sebelum menjadi pupa sempurna diberi pakan hati ayam 1 gr. Air diganti 2-3 kali seminggu
sebelum menambahkan pakan. Umur larva menjadi pupa kurang lebih 4-5 hari (Limsuwan et al.,
1997).
Larva yang sudah menjadi pupa dari nampan pembiakan dipindahkan dengan
menggunakan pipet ke dalam cup yang telah diisi air sumur, kemudian di tutup dengan kain
kasa. Nyamuk dewasa akan muncul setelah 2 hari dan dipindahkan ke dalam paper cup kering.
Paper cup tersebut dimasukkan ke dalam kotak streofoam dan didiamkan selama 7 hari. Untuk
mempertahankan kehidupannya, nyamuk dewasa diberi larutan air gula 10% pada kapas dan
Nyamuk Aedes spp. yang dihasilkan adalah merupakan F0, diidentifikasi dengan
menggunakan kunci determinasi untuk menentukan species yaitu Ae. aegypti atau Ae. albopictus
serta jenis kelamin. Nyamuk dewasa jantan dan betina dikolonisasi dalam paper cup berisi
ovistrip dan diberi pakan larutan gula 10%. Nyamuk dewasa betina yang siap bertelur diberi
pakan darah. Telur yang dihasilkan dalam ovistrip masing-masing ditetaskan sampai menjadi
nyamuk dewasa Aedes spp. yang merupakan keturunan pertama (F1). Nyamuk dewasa Aedes
spp. diidentifikasi dengan menggunakan kunci determinasi untuk menentukan species yaitu Ae.